Tugas Forensik Dr. Rahmat

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan tejadi dengan mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit atau beberapa jam. Dalam kasus tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah membantu penyidik menegakan keadilan. Untuk itu dokter sedapat mungkin membantu menentukan beberapa hal seperti saat kematian dan penyebab kematian.(1)Saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda-tanda dan gejala setelah kematian sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa hal diantarannya umur, kondisi fisik pasien, penyakit fisik sebelumnya maupun penyebab kematian itu sendiri.(1)Salah satu penyebab kematian adalah terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan yang mengakibatkan suplai oksigen berkurang. Hal ini sering dikenal dengan istilah asfiksia, Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter, hal tersebut menempati urutan ketiga setelah kecelakaan lalu lintas dan traumatik mekanik.(2)Pada berbagai kasus asfiksia, ditemukan tanda-tanda kematian yang berbeda. Hal ini sangat tergantung dari penyebab kematian. Untuk itu kita perlu memahami lebih lanjut tentang penyebab asfiksia tersebut.

2. Rumusan Masalah

a. Apa pengertian Asfiksia?

b. Apa saja yang termasuk jenis-jenis asfiksia beserta mekanisme terjadinya asfiksia?

c. Bagaimana gambaran post mortem pada Asfiksia?

3. Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah:

a. Sebagai persyaratan mengikuti ujian akhir stase Forensik dan medikolegal di RSUP Dr. Kariadi Semarang.

b. Menjelaskan pengertian asfiksia, jenis-jenis asfiksia serta memahami gambaran post mortem pada berbagai kasus asfiksia.

4. Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada mahasiswa/mahasiswi yang sedang menjalani stase forensik dan medikolegal mengenai asfiksia yang meliputi: pengertian asfiksia, jenis-jenis asfiksia serta gambaran post mortem pada berbagai kasus asfiksia.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I. ASFIKSIA

A. PengertianAsfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbondioksida (hiperkapneu). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia. (1,2)Target organ dari asfiksia adalah otak dan didalam otak sel targetnya adalah neuron yang memperlihatkan kerentanan yang berbeda terhadap defisiensi oksigen. Kerentanan bergantung pada pembuluh darah dan jenis neuron yang berbeda.(2)B. Etiologi AsfiksiaDari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut: (3)a. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.

b. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas, penekanan leher atau dada, dan sebagainya.c. Keracunan bahan kimiawi yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya karbon monoksida (CO) dan sianida (CN) yang bekerja pada tingkat molekuler dan seluler dengan menghalangi penghantaran oksigen ke jaringanC. Fisiologi Asfiksia Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia, yaitu: (4,5)1. Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)

Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:

Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di tutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.

Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam tenggorokan. Ini di kenal dengan asfiksia mekanik.

2. Anoksia Anemia (Anemia anoxia)

Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan bakar ke pabrik.

3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)

Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya.

4. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)

Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:

Ekstraseluler

Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan Sianida terjadi perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan kematian segera. Pada keracunan Barbiturat dan hipnotik lainnya, sitokrom dihambat secara parsial sehingga kematian berlangsung perlahan.

Intraselular

Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan permeabilitas membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti kloform, eter dan sebagainya.

Metabolik

Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu pemakaian O2 oleh jaringan seperti pada keadaan uremia.(5)D. Jenis-jenis Asfiksia

Adapun beberapa jenis kejadian yang dapat digolongkan sebagai asfiksia, yaitu: (5,6)1. Strangulasi

a. Gantung (Hanging)b. Penjeratan (Strangulation by Ligature)c. Pencekikan (Manual Strangulation)2. Sufokasi

3. Pembengkapan (Smothering)4. Tenggelam (Drowning)5. Crush Asphyxia

6. Keracunan CO dan SN

E. Patofisiologi AsfiksiaDari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu: (5,6)1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)

Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebellum, dan basal ganglia.

Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan oksigen langsung atau primer tidak jelas.

2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh)

Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada:

Penutupan mulut dan hidung (pembekapan). Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan korpus alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru-paru.

Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (Traumatic asphyxia).

Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan, misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.

F. Gejala KlinisPada orang yang mengalami asfiksia akan timbul 4 (empat) Fase gejala klinis, yaitu: (6,7)

1. Fase Dispnea

Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga gerakan pernafasan (inspirasi dan ekspirasi) yang ditandai dengan meningkatnya amplitude dan frekuensi pernapasan disertai bekerjanya otot-otot pernafasan tambahan. Wajah cemas, bibir mulai kebiruan, mata menonjol, denyut nadi, tekanan darah meningkat dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan. Bila keadaan ini berlanjut, maka masuk ke fase kejang. 2. Fase Kejang

Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan susunan saraf pusat sehingga terjadi kejang (konvulsi), yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, dan tekanan darah perlahan akan ikut menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak, akibat kekurangan O2 dan penderita akan mengalami kejang.3. Fase Apnea

Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot pernapasan menjadi lemah, kesadaran menurun, tekanan darah semakin menurun, pernafasan dangkal dan semakin memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada fase ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi. Dan terjadi relaksasi sfingter yang dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja secara mendadak.4. Fase Akhir

Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah berkontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah pernapasan terhenti. Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi.

Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsun g lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap. (6)

G. Tanda Kardinal (Klasik) Asfiksia

Selama beberapa tahun dilakukan autopsi untuk mendiagnosis kematian akibat asfiksia, telah ditetapkan beberapa tanda klasik, yaitu: ((4,5,6)1. Tardieus spot (Petechial hemorrages)

Tardieus spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yang menyebabkan overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena, terutama pada jaringan longgar, seperti kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga, circumoral skin, konjungtiva dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung, paru dan otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium, peritoneum, timus, mukosa laring dan faring, jarang pada mesentrium dan intestinum. 2. Kongesti dan Oedema

Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi oedema).

3. Sianosis

Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Ini tidak dapat dinyatakan sebagai anemia, harus ada minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml darah yang berkurang sebelum sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total hemoglobin.

Pada kebanyakan kasus forensik dengan konstriksi leher, sianosis hampir selalu diikuti dengan kongesti pada wajah, seperti darah vena yang kandungan hemoglobinnya berkurang setelah perfusi kepala dan leher dibendung kembali dan menjadi lebih biru karena akumulasi darah.

4. Tetap cairnya darah

Terjadi karena peningkatan fibrinolisin paska kematian. Gambaran tentang tetap cairnya darah yang dapat terlihat pada saat autopsi pada kematian akibat asfiksia adalah bagian dari mitologi forensik. Pembekuan yang terdapat pada jantung dan sistem vena setelah kematian adalah sebuah proses yang tidak pasti, seperti akhirnya pencairan bekuan tersebut diakibatkan oleh enzim fibrinolitik. Hal ini tidak relevan dalam diagnosis asfiksia

H. Gambaran Umum Post Mortem Asfiksia

a. Pemeriksaan Luar

Pada pemeriksaan luar jenazah didapatkan:

1. Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku.

2. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia.

3. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.

4. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernapasan pada fase dispneu yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.

5. Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang dijumpai pula di kulit wajah.

6. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase kejang. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieus spot. b. Pemeriksaan Dalam

Pada pemeriksaan dalam (Autopsi) jenazah didapatkan:

1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat paska kematian.

2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.

3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.

4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah sub-glotis.

5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.

6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis). (6,7)I. SUFOKASIPeristiwa sufokasi dapat terjadi jika oksigen yang ada di udara lokal kurang memadai, seperti misalnya di dalam satu ruang kecil tanpa ventilasi cukup berdesak-desakan dengan banyak orang, pertambangan yang mengalami keruntuhan, ataupun terjebak di dalam ruang yang tertutup rapat. Kematian dalat terjadi dalam beberapa jam, tergantung dari luasnya ruangan serta kebutuhan oksigen bagi orang yang berada di dalamnya. Sebab kematian pada peristiwa sufokasi, biasanya merupakan kombinasi dari hipoksia, keracunan CO2, hawa panas dan kemungkinan juga cedera yang terjadi, misalnya pada saat peristiwa kebakaran gedung. (6,7)PEMBEKAPAN

A. Definisi

Pembekapan berarti obstruksi mekanik terhadap aliran udara dari lingkungan ke dalam mulut dan atau lubang hidung, yang biasanya dilakukan dengan menutup mulut dan hidung dengan menggunakan kantong plastik. Pembekapan dapat terjadi secara sebagian atau seluruhnya, dimana yang terjadi secara sebagian mengindikasikan bahwa orang tersebut yang dibekap masih mampu untuk menghirup udara, meskipun lebih sedikit dari kebutuhannya. (2,3)Normalnya, pembekapan membutuhkan paling tidak sebagian obstruksi baik dari rongga hidung maupun mulut untuk menjadi asfiksia. Pembekapan merupakan salah satu bentuk mati lemas, dimana pada pembekapan baik mulut maupun lubang hidung tertutup sehingga proses pernafasan tidak dapat berlangsung. (4)Korban pembekapan umumnya wanita yang gemuk, orang tua yang lemah, orang dewasa yang berada di bawah pengaruh obat atau anak-anak. Kelainan yang terjadi karena Pembekapan adalah berbentuk luka lecet dan atau luka memar terdapat di mulut, hidung, dan daerah sekitarnya. Sering juga didapatkan memar dan robekan pada bibir, khususnya bibir bagian dalam yang berhadapan dengan gigi. (5,6)B. Cara Kematian

Pembekapan dapat diklasifikasikan menurut cara kematiannya, yaitu :1. Bunuh diri (suicide)

Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan, orang dalam keadaan mabuk, yaitu Dengan membenamkan wajahnya ke dalam kasur, atau menggunakan bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut. Bisa juga dengan menggunakan plester yang menutupi hidung dan mulut. (4)2. Kecelakaan (accidental smothering)

Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal atau selimut. Selain itu juga dapat terjadi kecelakaan dimana seorang anak yang tidur berdampingan dengan orangtuanya dan secara tidak sengaja orangtuanya menindih si anak sehingga tidak dapat bernafas. Keadaan ini disebut overlying. Pada anak-anak dan dewasa muda bisa terjadi kecelakaan terkurung dalam suatu tempat yang sempit dengan sedikit udara, misalnya terbekap dengan atau dalam kantong plastik. Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau pada penderita epilepsi yang mendapat serangan dan terjatuh, sehingga mulut dan hidung tertutup dengan pasir, gandum, tepung, dan sebagainya.(5)3. Pembunuhan (homicidal smothering)

Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi pada orang yang tidak berdaya seperti orangtua, orang sakit berat, orang dalam pengaruh obat atau minuman keras. (6)Pada pembunuhan dengan pembekapan biasanya dilakukan dengan cara hidung dan mulut diplester, bantal ditekan ke wajah, kain atau dasi yang dibekapkan pada hidung dan mulut.(4)Pembunuhan dengan pembekapan dapat juga dilakukan bersamaan dengan menindih atau menduduki dada korban. Keadaan ini dinamakan burking.(4)C. Gambaran Post Mortem Pembekapan1. Pemeriksaan Luar Jenazah (2,3,4)a. Tanda kekerasan yang dapat ditemukan tergantung dari jenis benda yang digunakan dan kekuatan menekan.

b. Kekerasan yang mungkin dapat ditemukan adalah luka lecet jenis tekan atau geser, jejas bekas jari/kuku di sekitar wajah, dagu, pinggir rahang, hidung, lidah dan gusi, yang mungkin terjadi akibat korban melawan.

c. Luka memar atau lecet dapat ditemukan pada bagian/permukaan dalam bibir akibat bibir yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah. Ujung lidah juga dapat mengalami memar atau cedera.

d. Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal, maka pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tandatanda kekerasan. Memar atau luka masih dapat ditemukan pada bibir bagian dalam. Pada pembekapan dengan mempergunakan bantal, bila tekanan yang dipergunakan cukup besar, dan orang yang dibekap kebetulan memakai gincu (lipstick), maka pada bantal tersebut akan tercetak bentuk bibir yang bergincu tadi, yang tidak jarang sampai merembes ke bagian yang lebih dalam, yaitu ke bantalnya sendiri. Pada anak-anak oleh karena tenaga untuk melakukan pembekapan tersebut tidak terlalu besar, kelainan biasanya minimal; yaitu luka lecet tekan dan atau memar pada bibir bagian dalam yang berhadapan dengan gigi dan rahang.

e. Pembekapan yang dilakukan dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan kepala korban dari belakang, yang dapat pula terjadi pada kasus pencekikan dengan satu tangan; maka dapat ditemukan adanya lecet atau memar pada otot leher bagian belakang, yang untuk membuktikannya kadang-kadang harus dilakukan sayatan untuk melihat otot bagian dalamnya, atau membuka sluruh kulit yang menutupi daerah tersebut. Bisa didapatkan luka memar atau lecet pada bagian belakang tubuh korban.

f. Selanjutnya ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pada pembedahan jenazah. Perlu pula dilakukan pemeriksaan kerokan bawah kuku korban, adakah darah atau epitel kulit si pelaku. 2. Pemeriksaan Dalam Jenazaha. Tetap cairnya darah

Darah yang tetap cair ini sering dihubungkan dengan aktivitas fibrinolisin. Pendapat lain dihubungkan dengan faktor-faktor pembekuan yang ada di ekstravaskuler, dan tidak sempat masuk ke dalam pembuluh darah oleh karena cepatnya proses kematian

b. Kongesti (pembendungan yang sistemik)

Kongesti pada paru-paru yang disertai dengan dilatasi jantung kanan merupakan ciri klasik pada kematian karena asfiksia. Pada pengirisan mengeluarkan banyak darah.

c. Edema pulmonum

Edema pulmonum atau pembengkakan paru-paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.

d. Perdarahan Berbintik (Petechial haemorrhages)

Dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura visceralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis. 16

e. Bisa juga didapatkan busa halus dalam saluran pernafasan.

D. Gambaran Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopik sangat penting dilakukan untuk melihat reaksi intravitalitas yang merupakan reaksi tubuh manusia yang hidup terhadap luka. Reaksi ini penting untuk membedakan apakah luka terjadi pada saat seseorang masih hidup atau sudah mati. Reaksi vital yang umum berupa perdarahan yaitu ekimosis, petekie dan emboli.

Gangguan jalan napas pada pembekapan akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida. Pemeriksaan secara histopatologi pada parenkim paru dapat meminimalisir diagnosis banding dari beberapa kasus kematian yang disebabkan karena asfiksia.

TERSEDAK ( CHOKING DAN GAGGING )

A. Definisi

Sumbatan jalan napas oleh benda asing, yang mengakibatkan hambatan udara masuk ke paru-paru. Pada gagging, sumbatan terdapat dalam orofaring, sedangkan pada choking sumbatan terdapat lebih dalam pada laringofaring.

B. Mekanisme Kematian

Mekanisme kematian yang mungkin terjadi adalah asfiksia atau refleks vagal akibat ransangan pada reseptor nervus vagus di arkus faring yang menimbulkan inhibisi kerja jantung dengan akibat cardiac arrest dan kematian.

C. Cara Kematian

Kematian dapat terjadi sebagai akibat:

1. Bunuh diri ( suicide ). Hal ini jarang terjadi karena sulit untuk memasukan benda asing ke dalam mulut sendiri disebabjan adanya refleks batuk atau muntah. Umumnya korban adalah penderita sakit mental atau tahanan.

2. Pembunuhan ( homicodal choking ). Umumnya korban adalah bayi, orang dengan fisik lemah atau tidak berdaya.

3. Kecelakaan ( accidental choking ). Pada bolus death yang terjadi bila tertawa atau menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke dalam saluran pernapasan. Mungkin pula terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian masuk ke dalam saluran pernapasan.

D. Gambaran Post Mortem Tersedak (2,3)Pada pemeriksaan jenazah dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pembedahan jenazah. Dalam rongga mulut ( orofaring atau laringofaring ) ditemukan sumbatan yang biasanya bisa berupa sapu tangan, kertas koran, gigi palsu, bahkan pernah ditemukan arang, batu dan lain-lainnya. Bila benda asing tidak ditemukan, cari kemungkinan adanya tanda kekerasan yang diakibatkan oleh benda asing. TENGGELAM (Drowning)

A. Definisi

Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan kedalam saluran pernapasan. Istilah tenggelam harus pula mencakup proses yang terjadi akibat terbenamnya korban dalam air yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan mengancam jiwa. (2)Pada peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus tenggelam di air. Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal itu sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam. Berdasarkan pengertian tersebut maka peristiwa tenggelam tidak hanya dapat terjadi di laut atau sungai tetapi dapat juga terjadi di dalam wastafel atau ember berisi air. (buku UNDIP) Pada mayat yang ditemukan terbenam dalam air, perlu pula diingat bahwa mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk kedalam air. (2,3)Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 sampai 40 mililiter untuk bayi. (3)B. Jenis-Jenis Tenggelam

Jenis-jenis tenggelam antara lain: 1. Wet drowningPada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban tenggelam.2. Dry drowningPada keadaan ini cairan tidak masuk kedalam saluran pernapasan, akibat spasme laring.

3. Secondary drowningTerjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi.

4. Immersion syndromeKorban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus.

C. Sebab Kematian

Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan diantaranya oleh: (5,6,7) 1. Vagal Reflex

Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karena vagal reflex disebut tenggelam tipe I.

Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post-mortem tidak ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia ataupun air di dalam paru-parunya sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning).2. Spasme Laring

Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat jarang sekali terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan karena rangsangan air yang masuk ke laring. Pada pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, tetapi paru-parunya tidak didapati adanya air atau benda-benda air. Tenggelam jenis ini juga disebut tenggelam tipe I.

3. Pengaruh air yang masuk paru-paru

a. Tenggelam di air tawar

Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai gangguan elektrolit.

Pada keadaan ini terjadi absorbsi cairan yang masif. Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis). Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion Kalium dalam plasma meningkat (hiperkalemi), terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabut otot jantung dan dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.

Pemeriksaan post mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A.

b. Tenggelam di air asin

Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibatkan terjadinya anoksia dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit.

Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringgan intertisial paru yang akan menimbulkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung.

Pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi daripada janung kanan dan ditemukan buih serta benda-benda air. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam (lebih lambat dibandingkan dengan tenggelam tipe IIA).D. Cara Kematian

Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena: (4,5)1. Kecelakaan

Peristiwa tenggelam karena kecelakaan sering terjadi karena korban jatuh ke laut, danau atau sungai. Pada anak-anak keclakaan sering terjadi di kolam renang atau galian tanah berisi air. Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab kecelakaan itu antara lain karena mabuk atau mendapat serangan epilepsi.

2. Bunuh diri

Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri kedalam air sering kali terjadi. Kadang-kadang tubuh pelaku diikat dengan benda pemberat agar supaya tubuh dapat tenggelam. Bukan pekerjaan yang mudah untuk membedakan tenggelam karena bunih diri dengan pembunuhan.

3. Pembunuhan

Banyak cara yang digunakan, seperti misalnya melemparkan korban ke laut atau memasukan kepalanya ke dalam bak berisi air. Dari segi patologik saja sulit dapat membedakan apakah peristiwa tenggelam itu akibat pembunuhan atau bunuh diri. Pemeriksaan di tempat kejadian dapat membantu. Jika benar karena pembunuhan perlu diteliti apakah korban di tenggelamkan kedalam air ketika ia masih hidup atau sesudah dibunuh lebih dahulu dengan cara lain.

E. Pemeriksaan Post Mortem

Pada pemeriksaan mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti mungkin agar mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali mayat ditemukan sudah dalam keadaan membusuk. (4,5)Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah:

1. Menentukan identitas korbanIdentitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain: Pakaian dan benda-benda milik korban

Warna dan distribusi rambut dan identitas lain

Kelainana atau deformitas dan jaringan parut

Sidik jari

Pemeriksaan gigi

Teknik identifikasi lain

2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam

Pada mayat masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup atau sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari hasil pemeriksaan :

a. Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup waktu tenggelam adalah pemeriksaan diatom

b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.

c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai yang menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai membusuk.Demikian juga dengan isi lambung dan usus.d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara fisika dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam mepunyai nilai bermakna.

e. Pada beberapa kasus ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk ke dalam air.

3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning

Pada mayat yang segar, gambaran pasca kematian dapat menunjukkan tipe drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau kekerasan lain.

4. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian

Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian misanya kekerasan, obat-obatan, alkohol dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau melalui bedah jenazah.5. Tempat korban pertama kali tenggelam

Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran nafas, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam ditempat itu atau tempat lain.

6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian

Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu masuk ke air, maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke dalam saluran pernafasan. Pada immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal ini mungkin disebabkan oleh sudden cardiac arrest yang terjadi pada waktu cairan melalui saluran nafas bagian atas. Beberapa korban yang terjun dengan kaki terlebih dahulu menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke hidung.Faktor lain adalah keadaan hipersensitivitas dan kadang-kadang keracunan alkohol.

Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung berarti kematian terjadi seketika akibat spasme glottis yang menyebabkan cairan tidak dapat masuk.

Waktu yang diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi tergantung dari keadaan sekeliling korban, keadaan masing-masing korban, reaksi perorangan yang bersangkutan, keadaan kesehatan, dan jumlah serta sifat cairan yang dihisap masuk ke dalam saluran pernapasan.

Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama makin banyak, kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2-12 menit (fatal periode).Dalam periode ini bila orban dikeluarkan dari air, ada kemungkinan masih dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil.F. Gambaran Post Mortem Kasus Tenggelam (3,4,5)Pemeriksaan Luar

Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: a. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan benda-benda asing lain yang terdapat dalam air, kalau seluruh tubuh terbenam dalam air.

b. Busa halus pada hidung dan mulut, kadang-kadang berdarah.

c. Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang pendarahan atau perbendungan.

d. Kutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh terutama pada ekstremitas akibat kontraksi otot erektor pili yang dapat terjadi karena rangsang dinginnya air. Gambaran kutis anserina kadangkala dapat juga akibat rigor mortis pada otot tersebut.

e. Washer womans hand dimana telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan ke dalam kutis dan biasanya membutuhkan waktu lama.

f. Cadaveric spasme, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu korban berusaha menyelamatkan diri dengan memegang apa saja seperti rumput atau benda-benda lain dalam air.g. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan pada benda-benda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur dasar waktu terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka post mortal akibat benda-benda atau binatang dalam air.Pemeriksaan Dalam (5,6)Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: a. Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh-tumbuhan air) dalam saluran pernafasan.

b. Paru-paru mebesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kandung jantung.Pada pengirisan banyak keluar cairan. Keadaan ini terutama terjadi pada kasus tenggelam di laut.

c. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit diantara septum interalveolar. Mungkin terdapat bercak-bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin).

d. Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha respirasi.

e. Dapat juga ditemukan paru-paru yang normal karena cairan tidak masuk ke dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke dalam aliran darah 9melalui proses imbibisi), ini dapat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar.

f. Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan

g. Lambung dapat sangat membesar, berisi air, lumpur dan mungkin juga terdapat dalam usus halus.

G. Pemeriksaan Laboratorium (6,7)1. Pemeriksaan Diatom.

Alga/ ganggang bersel satu dngan dinding terdiri dari silikat yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawat, alut, sungai, sumur. Bila seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama diatom masuk ke dalam saluran nafas atau pencernaan, kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakkan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan tesebar ke seluruh jaringan. Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila mayat telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet, sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal saluran pencernaan terhadap makanan dan minuman.

Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak : 4-5/ LPB atau 10-20 per satuan sediaan, atau pada sumsum tulang cukup ditemukan satu

2. Pemeriksaan Diatom dapat dilakukan dengan pemeriksaan destruksi pada paru dan pemeriksaan getah paru.

3. Pemeriksaan Darah Jantung. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah yng berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan. Bila tenggelam di air tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi sebaliknya. Perbedaan kadar elektrolit lebih rendah dari 10% dapat menyokong diagnosis.

4. Pemeriksaan mikroskopik jaringan

5. Pemeriksaan keracunan

H. Diagnosis Tenggelam (5,6,7)Bila mayat masih segar (belum terdapat pembusukkan), maka diagnosis kematian akibat tenggelam dapat dengan mudah ditegakkan melalui pemeriksaan yang teliti dari:

Pemeriksaan luar,

Pemeriksaan dalam,

Pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan, destruksi jaringan dan berat jenis serta kadar elektrolit darah.

Bila mayat sudah membusuk, maka diagnosis kematian akibat tenggelam dibuat berdasarkan adanya diatom yang cukup banyak pada paru-paru yang bila disokong oleh penemuan diatom pada ginjal, otot skelet atau sumsum tulang, maka diagnosis akan menjadi makin pasti. BAB III

KESIMPULAN

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang disertai dengan peningkatan karbon dioksida. Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi kematian.

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan yang bersifat mekanik, misalnya pembekapan, penyumbatan, penjeratan, pencekikan, gantung diri, dan tenggelam (drowning).

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan menjadi 4 fase, yaitu: fase dispneu, fase konvulsi, fase apneu dan fase akhir. Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase dispneu dan fase konvulsi berlangsung kurang lebih 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalanhan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda=tanda asfiksia akan lbih jelas.

Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku. Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan, merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. Warna lebam mayat kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat, terdapat busa halus pada hidung dan mulut, dan tampak pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah, konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase konvulsi.

Pada pemeriksaan dalam jenazah, kelainan yang mungkin ditemukan adalah darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, busa halus dalam saluran pernapasan, pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat dan berwarna lebih gelap, ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epicardium, subpleura viseralis, kulit kepala bagian dalam, serta mukosa epiglottis, edema paru terurtama yang berhubungan dengan hipoksia, adanya fraktur laring langsung dan tidak langsung, perdarahan faring terutama yang berhubungan dengan kekerasan. DAFTAR PUSTAKA1. Budiyanto A., Widiatmaka W., Sudiono S, et al., Kematian Karena Asfiksia Mekanik, Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta: 1997.2. Dahlan S, Asfiksia, Ilmu Kedokteran Forensik, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang: 2000.3. Iedris M, dr., Tjiptomartono A.L, dr., Asfiksia., Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan., Sagung Seto., Jakarta: 2008.4. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, ed 2, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 2007.5. Darmono, Farmasi Forensik Dan Toksikologi, Penerapannya Dalam Penyidik Kasus Tindak Pidana Kejahatan, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2009.

6. Mohan S. Dharma, Dkk., Makalah Investigasi Kematian Dengan Toksikologi Forensik FK, 2008, Tersedia di: http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/11/investigasi-kematian-dengan-toksikologi-forensik-files-of-drsmed.pdf., Diakses pada tanggal 05 Januari 2012.7. Bionity Team. Asphyxia. 2009. Tersedia di: http://www.bionity.com/en/encyclopedia/Asphyxia.html. Diakses Pada Tanggal 05 Januari 2012.

Lebam mayat (livor mortis)

Cutis anserina

28