29
“SLUM” Kajian Permukiman Kumuh dalam Perspektif Spasial PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Persoalan permukiman merupakan masalah yang serius karena dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya kantong- kantong kemiskinan yang fatal dan kemudian menyebabkan lahirnya berbagai persoalan sosial di luar kontrol atau kemampuan pemerintah kota untuk menangani dan mengawasinya. Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya, namun masih saja banyak kita jumpai permukiman masyarakat miskin di hampir setiap sudut kota yang disertai dengan ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di perkotaan. Misalnya yaitu, pendirian rumah maupun kios dagang secara liar di lahan- lahan pinggir jalan sehingga mengganggu ketertiban lalu lintas yang akhirnya menimbulkan kemacetan jalanan kota. Masyarakat miskin di perkotaan itu unik dengan berbagai problematika sosialnya sehingga perlu mengupas akar masalah dan merumuskan solusi terbaik bagi kesejahteraan mereka. Dapat dijelaskan bahwa bukanlah kemauan mereka untuk menjadi sumber masalah bagi kota namun karena faktor-faktor ketidakberdayaanlah yang membuat mereka terpaksa menjadi ancaman bagi eksistensi kota yang mensejahterahkan. Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering dipandang potensial Perkembangan Kualitas Permukiman Kecamatan Bandarharjo 1

Tugas Geografi Kota Bandarharjo

Embed Size (px)

Citation preview

SLUM Kajian Permukiman Kumuh dalam Perspektif SpasialPENDAHULUAN1. Latar Belakang Persoalan permukiman merupakan masalah yang serius karena dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya kantong-kantong kemiskinan yang fatal dan kemudian menyebabkan lahirnya berbagai persoalan sosial di luar kontrol atau kemampuan pemerintah kota untuk menangani dan mengawasinya. Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya, namun masih saja banyak kita jumpai permukiman masyarakat miskin di hampir setiap sudut kota yang disertai dengan ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di perkotaan. Misalnya yaitu, pendirian rumah maupun kios dagang secara liar di lahan-lahan pinggir jalan sehingga mengganggu ketertiban lalu lintas yang akhirnya menimbulkan kemacetan jalanan kota. Masyarakat miskin di perkotaan itu unik dengan berbagai problematika sosialnya sehingga perlu mengupas akar masalah dan merumuskan solusi terbaik bagi kesejahteraan mereka. Dapat dijelaskan bahwa bukanlah kemauan mereka untuk menjadi sumber masalah bagi kota namun karena faktor-faktor ketidakberdayaanlah yang membuat mereka terpaksa menjadi ancaman bagi eksistensi kota yang mensejahterahkan.Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan. Sehingga dapat dirumuskan masalah-masalah apa sajayang timbul akibat adanya permukiman kumuh dan bagaimana cara mengatasinya?2. Kajian TeoriPengertian dan Karakteristik Permukiman KumuhMenurut Khomarudin (1997) permukiman kumuh dapat didefinisikan sebagai berikut suatu lingkungan yg berpenghuni padat (melebihi 500 org per Ha) dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah, jumlah rumahnya sangat padat dan ukurannya dibawah standartd, sarana prasarana tidak ada atau tidak memenuhi syarat teknis dan kesehatan serta hunian dibangun diatas tanah milik negara atau orang lain dan diluar perundang-undangan yang berlaku.Faktor-faktor Terbentuknya Permukiman KumuhAdapun timbulnya kawasan kumuh menurut Hari Srinivas (2003) dapat dikelompokan sebagai berikut:1. Faktor internal: Faktor budaya, agama, tempat bekerja, tempat lahir, lama tinggal, investasi rumah,jenis bangunan rumah.2. Faktor eksternal: Kepemilikan tanah, kebijakan pemerintahPenyebab utama tumbuhnya lingkungan kumuh menurut Khomarudin (1997) antara lain adalah :1. Urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat, berpenghasilan rendah,2. Sulit mencari pekerjaan,3. Sulitnya mencicil atau menyewa rumah,4. Kurang tegasnya pelaksanaan perundang-undangan,5. Perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik rumah serta6. Disiplin warga yang rendah.7. Kota sebagai pusat perdagangan yang menarik bagi para pengusaha,8. Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga tanah.METODOLOGIDalam penulisan ini digunakan metoda studi literatur yaitu mengumpulkan data dengan membaca dan mempelajari teori-teori dan literaturliteratur yang berkaitan dengan fenomena permukiman kumuh di kota-kota besar Indonesia

PEMBAHASAN1. Masalah-masalah yang Timbul Akibat Permukiman KumuhPerumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dampak sosial, dimana sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.Dampak langsung dari adanya permukiman kumuh dalam hal keruangan yaitu adanya penurunan kualitas lingkungan fisik maupun sosial permukiman yang berakibat semakin rendahnya mutu lingkungan sebagai tempat tinggal (Yunus, 2000 dalam Gamal Rindarjono, 2010). Seperti halnya lingkungan permukiman kumuh yang ada di Semarang memperlihatkan kondisi kualitas lingkungan yang semakin menurun, secara umum hal ini dapat diamati berdasarkan hal sebagai berikut (Gamal Rindarjono, 2010) : (1) Fasilitas umum yang kondisinya dari tahun ke tahun semakin berkurang atau bahkan sudah tidak memadai lagi; (2) Sanitasi lingkungan yang semakin menurun, hal ini dicerminkan dengan tingginya wabah penyakit serta tingginya frekwensi wabah penyakit yang terjadi, umumnya adalah DB (demam berdarah), diare, dart penyakit kulit; (3) Sifat extended family (keluarga besar)pada sebagian besar pemukim permukiman kumuh mengakibatkan dampak pada pemanfaatan ruang yang sangat semrawut di dalam rumah, untuk menampung penambahan jumlah anggota keluarga maka dibuat penambahan-penambahan ruang serta bangunan yang asal jadi, akibatnya kondisi rumah secara fisik semakin terlihat acak-acakan.Penduduk di permukiman kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan yang kurang memadai. Kondisi kualitas kehidupan yang serba marjinal ini ternyata mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk penghuninya. Hal ini dapat diketahui dari tatacara kehidupan sehari-hari, seperti mengemis, berjudi, mencopet dan melakukan berbagai jenis penipuan. Terjadinya perilaku menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota tidak sesuai dan ternyata tidak dapat memperbaiki kehidupan mereka.Mereka pada umumnya tidak cukup memiliki kamampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, disebabkan kurangnya keterampilan, tanpa modal usaha, tempat tinggal tak menentu, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, rendahnya daya adaptasi sosial ekonomi dan pola kehidupan kota. Kondisi yang serba terlanjur, kekurangan dan semakin memprihatinkan itu mendorong para pendatang tersebut untuk hidup seadanya, termasuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan.Permukiman kumuh umumnya di pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan disekitar bantaran sungai kota. Kepadatan penduduk di daerah-daerah ini cenderung semakin meningkat dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan asal daerah. Perhatian utama pada penghuni permukiman ini adalah kerja keras mencari nafkah atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari agar tetap bertahan hidup, dan bahkan tidak sedikit warga setempat yang menjadi pengangguran. Sehingga tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma sosial dan hukum, kesehatan, solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan dan kurang diperhatikan.Oleh karena para pemukim pada umumnya terdiri dari golongan-golongan yang tidak berhasil mencapai kehidupan yang layak, maka tidak sedikit menjadi pengangguran, gelandangan, pengemis, yang sangat rentan terhadap terjadinya perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan, baik antar penghuni itu sendiri maupun terhadap masyarakat lingkungan sekitanya. Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan antara perkembangan teknologi dengan keterbatasan potensi sumber daya yang tersedia, juga turut membuka celah timbulnya perilaku menyimpang dan tindak kejahatan dari para penghuni pemukiman kumuh tersebut. Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang ini juga diperkuat oleh pola kehidupan kota yang lebih mementingkan diri sendiri atau kelompokya yang acapkali bertentangan dengan nilai-nilai moral dan norma-norma sosial dalam masyarakat.Perilaku menyimpang pada umumnya sering dijumpai pada permukiman kumuh adalah perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial, tradisi dan kelaziman yang berlaku sebagaimana kehendak sebagian besar anggota masyarakat. Wujud perilaku menyimpang di permukiman kumuh ini berupa perbuatan tidak disiplin lingkungan seperti membuang sampah dan kotoran di sembarang tempat. Kecuali itu, juga termasuk perbuatan menghindari pajak, tidak memiliki KTP dan menghindar dari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti gotong-royong dan kegiatan sosial lainnya (Sri Soewasti Susanto, 1974 dalam Diah Novitasari, 2010). Bagi kalangan remaja dan pengangguran, biasanya penyimpangan perilakunya berupa mabuk-mabukan, minum obat terlarang, pelacuran, adu ayam, bercumbu di depan umum, memutar blue film, begadang dan berjoget di pinggir jalan dengan musik keras sampai pagi, mencorat-coret tembok/bangunan fasilitas umum, dan lain-lain. Akibat lebih lanjut perilaku menyimpang tersebut bisa mengarah kepada tindakan kejahatan (kriminal) seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan, penodongan, pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya.Keadaan seperti itu cenderung menimbulkan masalah-masalah baru yang menyangkut (Sri Soewasti Susanto, 1974 dalam Diah Novitasari, 2010) : (a) masalah persediaan ruang yang semakin terbatas terutama masalah permukiman untuk golongan ekonomi lemah dan masalah penyediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya perilaku menyimpang, (b) masalah adanya kekaburan norma pada masyarakat migran di perkotaan dan adaptasi penduduk desa di kota, (c) masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau ketiadaan norma pada masyarakat migran di perkotaan. Disamping itu juga pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan pemukiman-pemukiman kumuh yang menyertainya dan menghiasi areal perkotaan tanpa penataan yang berarti.Masalah yang terjadi akibat adanya permukiman kumuh ini, khususnya dikota-kota besar diantaranya wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor, planologi penertiban bangunan sukar dijalankan, banjir, penyakit menular dan kebakaran sering melanda permukiman ini. Disisi lain bahwa kehidupan penghuninya terus merosot baik kesehatannya, maupun sosial kehidupan mereka yang terus terhimpit jauh dibawah garis kemiskinan. Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah (Sri Soewasti Susanto, 1974 dalam Diah Novitasari, 2010):a. Ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak hunib. Rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya kebakaranc. Sarana jalan yang sempit dan tidak memadaid. Tidak tersedianya jaringan drainasee. Kurangnya suplai air bersihf. Jaringan listrik yang semrawutg. Fasilitas MCK yang tidak memadai2. Mengatasi Permukiman KumuhKemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya. Menurut Cities Alliance (lembaga internasional yang menangani hibah, pengetahuan dan advokasi untuk kepentingan peningkatan permukiman kumuh di dunia) dalam Lana Winayanti (2011) ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk mencegah pertumbuhan permukiman kumuh baru yaitu:a. Kepastian bermukim (Secure Tenure)Hak atas tanah adalah hak individu atau kelompok untuk menghuni atau menggunakan sebidang tanah. Hak atas tanah dapat berupa hak milik atau hak sewa. Kejelasan hak atas tanah memberikan keyakinan akan masa depan rasa aman karena kejelasan hak (sewa ataupun milik) akan meningkatkan kestabilan jangka panjang dan mengakibatkan penghuni berkeinginan berinvestasi untuk peningkatan kualitas rumah dan lingkungan mereka. Perbaikan secara bertahap oleh masyarakat dapat meningkatkan kualitas komunitas. Perlu ada kerangka kerja yang jelas tentang kepastian bermukim. Seringkali masyarakat permukiman kumuh menghadapi berbagai hambatan untuk memiliki atau memperoleh kejelasan hak atas tanah dan hak atas hunian yang layak. Pasar tanah pada umumnya agak disfungsional dan peraturan yang ada menyulitkan pemerintah daerah untuk mencari tanah terjangkau dan berada di lokasi yang strategis bagi penghuni permukiman kumuh yang padat. Pengendalian tanah seringkali terkait dengan kekuatan politik dan korupsi, sehingga menyulitkan memperoleh informasi tentang penguasaan dan kepemilikan tanah, penggunaan dan ketersediaan tanah.b. Mendapatkan hak segabai warga kota. Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh adalah bagian dari penduduk perkotaan, dan seharusnya mempunyai hak yang sama atas kesehatan dan pelayanan dasar kota. Hak ini seringkali dibatasi oleh kemampuan pemerintah dalam mewujudkan pelayanan dasar ini. Proses merealisasi hak penghuni permukiman kumuh tergantung pada kapasitas mereka untuk berinteraksi dengan pemerintah. Salah satu kunci adalah menciptakan ruang dimana masyarakat permukiman kumuh dan pemerintah dapat saling berdialog tentang peluang-peluang meningkatkan komunitas permukiman kumuh. Melalui dialog, setiap pihak dapat meletakkan hak dan tanggung jawab, serta merancang program peningkatan permukiman kumuh yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Apabila proses ini tidak dipahami oleh masyarakat dan pemerintah, maka akan sulit program ini berhasil.Pemerintah juga telah membentuk institusi yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Tugas Pokok dan Fungsi Bappenas diuraikan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 2002 tentang Organisasi dan tata kerja Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tugas pokok dan fungsi tersebut tercermin dalam struktur organisasi, proses pelaksanaan perencanaan pembangunan nasional, serta komposisi sumber daya manusia dan latar belakang pendidikannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Bappenas dibantu oleh Sekretariat Utama, Staf Ahli dan Inspektorat Utama, serta 7 deputi yang masing-masing membidangi bidang-bidang tertentu. Yang di usahakan adalah: perkembangan ekonomi makro, pembangunan ekonomi, pembangunan prasarana, pembangunan sumber daya manusia, pembangunan regional dan sumber daya alam, pembangunan hukum, penerangan, politik, hankam dan administrasi negara, kerja sama luar negeri, pembiayaan dalam bidang pembangunan, pusat data dan informasi perencanaan pembangunan, pusat pembinaan pendidikan dan pelatihan perencanaan pembangunan (pusbindiklatren), program pembangunan nasional (propenas), badan koordinasi tata ruang nasional, landasan/acuan/dokumen pembangunan nasional, hubungan eksternal.Warga kumuh kerap digusur, tanpa adanya solusi bagi mereka selanjutnya. Seharusnya, pemerintah bisa mengakomodasi hal ini dengan melakukan relokasi ke kawasan khusus. Dengan penyediaan lahan khusus tersebut, pemerintah bisa membangun suatu kawasan tempat tinggal terpadu berbentuk vertikal (rumah susun) yang ramah lingkungan untuk disewakan kepada mereka. Namun, pembangunan rusun tersebut juga harus dilengkapi sarana pendukung lainnya, seperti sekolah, tempat ibadah, dan pasar yang bisa diakses hanya dengan berjalan kaki, tanpa harus menggunakan kendaraan. Bangunan harus berbentuk vertikal (rusun) agar tidak menghabiskan banyak lahan. Sisanya, harus disediakan pula lahan untuk ruang terbuka hijau, sehingga masyarakat tetap menikmati lingkungan yang sehat. Dalam hal ini masyarakat harus turut serta untuk menanam dan memelihara lingkungan hijau tersebut.Pemerintah dapat menerapkan program rekayasa sosial, di mana tidak hanya menyediakan pembangunan secara fisik, tetapi juga penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga mereka dapat belajar survive. Perlu dukungan penciptaan pekerjaan yang bisa membantu mereka survive, misalnya dengan pemberdayaan lingkungan setempat yang membantu mereka untuk mendapatkan penghasilan, sehingga mereka memiliki uang untuk kebutuhan hidup.Masyarakat harus ikut dilibatkan dalam mengatasi permukiman kumuh di perkotaan. Karena orang yang tinggal di kawasan kumuhlah yang tahu benar apa yang menjadi masalah, termasuk solusinya. Jika masyarakat dilibatkan, persoalan mengenai permukiman kumuh bisa segera diselesaikan. Melalui kontribusi masukan dari masyarakat maka akan diketahui secara persis instrumen dan kebijakan yang paling tepat dan dibutuhkan dalam mengatasi permukiman kumuh. Dalam mengatasi permukiman kumuh tetap harus ada intervensi dari negara, khususnya untuk menilai program yang disampaikan masyarakat sudah sesuai sasaran atau harus ada perbaikan. Permukiman kumuh tidak dapat diatasi dengan pembangunan fisik semata-mata tetapi yang lebih penting mengubah perilaku dan budaya dari masyarakat di kawasan kumuh. Jadi masyarakat juga harus menjaga lingkungannya agar tetap bersih, rapi, teratur dan indah. Sehingga akan tercipta lingkungan yang nyaman, tertip, dan asri. Memang sulit untuk mengubah budaya dan pola pikir masyarakat yang cenderung tidak peduli terhadap kondisi lingkungan sekitar khususnya permukiman. Apalagi di daerah dengan keadaan masyarakat berperekonomian dan berpendidikan rendah. Bagi mereka kondisi tempat tinggal tidak terlalu penting atau nomor sekian di bandingkan memenuhi kebutuhan pokoknya sehari hari. Padahal tempat tinggal juga termasuk kebutuhan pokok yang seharusnya diutamakan, bukan di kesampingankan. Oleh sebab itu di perlukan sebuah planning atau rencana ke depan untuk mengatasi permukiman kumuh yang sekarang telah menjadi permasalahan structural di kota kota besar Indonesia.

ANALISISPada analisis permukiman kumuh ini, yang akan di analisis adalah Kelurahan Bandarharjo di Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Dalam menganalisis peta hasil mendeliniasi citra ikonos ( googleearth), pendekatan yang digunakan adalah pendekatan keruangan (Spatial Approach). Pendekatan keruangan ini ditekankan pada matra analisis pola keruangan (spatial pattern analysis) dan analisis proses keruangan (spatial process analysis). Analisis dalam pendekatan pola keruangan menekankan pada sebaran elemen-elemen pembentuk ruang, dalam hal ini digunakan untuk mengkaji kekhasan perkembangan permukiman kumuh di Kota Semarang terutama Kelurahan Bandarharjo. Pendekatan proses keruangan (spatial process) menekankan adanya perubahan ruang, perubahan elemen-elemen pembentuk ruang dapat dikemukakan secara kualitatif maupun kuantitatif, hal yang paling penting dalam analisis proses keruangan adalah adanya dimensi temporal. Dimensi temporal mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengenali proses perubahan yang terjadi. Perkembangan permukiman kumuh diBandarharjo merupakan interaksi antara elemen-elemen fisikal dan non fisikal pembentuk ruang yang merupakan suatu ekspresi keruangan sebagai suatu fenomena geosfer, perkembangan permukiman kumuh di kelurahan tersebut, analisis formulasi keterkaitannya dapat berbentuk space based analysis, time based analysis, maupun time and space based analysis (Yunus 1989, dalam Dr. Moh. Gamal .R,M.Si SLUM kajian permukiman kumuh dalam perspektif spasial.). Didalam space based analysis, suatu fenomena dianalisis berdasarkan perbedaan ruangnya dalam waktu yang sama, time based analysis adalah menganalisis suatu fenomena geosfer pada ruang yang sama dalam waktu yang berbeda, sedangkan time and space based analysis adalah suatu fenomena geosfer yang dianalisis berdasarkan ruang dan waktunya.Peta Kualitas Permukiman Bandarharjo Tahun 2000Berdasarkan peta Kelurahan Bandarharjo tahun 2000, Kelurahan ini berada didaerah pinggiran Kota Semarang dan dekat dengan pantai. Pada peta diatas, menunjukkan bahwa daerah tersebut memang sudah cukup padat. Kelurahan Bandarharjo pada awalnya merupakan daerah perkampungan nelayan karena dekat dengan pantai. Seiring dengan reklamasi Pantai Marina, daerah disekitar Kelurahan Bandarharjo muncul pusat-pusat kegiatan baru, yakni munculnya beberapa industri dan pergudangan, serta adanya Pelabuhan Tanjung Mas. Keberadaan pusat-pusat kegiatan tersebut merupakan magnet bagi para pencari kerja, sehingga perkembangan permukiman daerah Bandarharjo sangat cepat. Pada peta tahun 2000 sebagian besar permukiman kumuh berada disebelah utara sampai timur laut yang digambarkan dengan simbol dot dengan variabel visual warna (orange), sedangkan permukiman non kumuh sebagian besar berada disebelah barat sampai barat daya dengan variabel visual warna (kuning). Permukiman kumuh di Kelurahan Bandarharjo berada didaerah bantaran sungai sehingga memiliki pola jalan yang tidak teratur.Sebelumnya pada tahun 1990 pemerintah daerah membangun rumah susun untuk mengendalikan pembangunan rumah tinggal yang berdesakan. Adanya pembangunan rumah susun tersebut membuat lahan di belakang rumah susun menjadi lebih murah, sehingga mengakibatkan adanya shadow zone.(Dalam Dr. Moh. Gamal .R,M.Si SLUM kajian permukiman kumuh dalam perspektif spasial.

Peta Kualitas Permukiman Bandarharjo Tahun 2004Pada peta diatas, perkembangan permukiman kumuh terjadi karena faktor pemadatan. Proses pemadatan permukiman kumuh ini memperlihatkan adanya pola keruangan pada proses densifikasi permukiman kumuh di Kelurahan Bandarharjo. Pola yang terjadi adalah pola perkembangan spasial sentripetal. Perkembangan sentripetal adalah suatu proses penambahan bangunan-bangunan kekotaan yang terjadi di bagian dalam kota (the inner parts of the city) (Yunus 2005, dalam Dr. Moh. Gamal .R,M.Si SLUM kajian permukiman kumuh dalam perspektif spasial.).Proses perkembangan spasial sentripetal di daerah Bandarharjo ditunjukkan dengan penambahan ruang-ruang di lahan yang masih kosong (the spatial infilling process). The spatial infilling process terjadi pada daerah permukiman yang sudah terbangun yakni berupa panambahan dibagian permukiman yang sudah ada, bangunan tersebut berskala kecil yang umumnya merupakan bangunan rumah mukim milik perorangan.Shadow zone yang telah muncul sebelumnya semakin bertambah dan menghalangi akses fisik ke bagian lahan atau permukiman yang terletak di belakang rumah susun tersebut.Dari peta tahun 2000 dan 2004 jika dibandingkan terjadi perbedaan yaitu permukiman kumuh dan permukiman non kumuh di Kelurahan Bandarharjo sama-sama terjadi penambahan permukiman yang menyebabkan semakin padatnya daerah keduanya. Tetapi kawasan permukiman kumuh tidak menjarah lahan permukiman non kumuh, sehingga keduanya masih berada di kawasan masing-masing (sebagian besar permukiman kumuh berada disebelah utara sampai timur laut yang digambarkan dengan variabel visual warna orange, sedangkan permukiman non kumuh sebagian besar berada disebelah barat sampai barat daya dengan variabel visual warna kuning).

Peta Kualitas Permukiman Bandarharjo Tahun 2008Permukiman kumuh (slum) yang dikaji di Kelurahan Bandarharjo berdasarkan waktu yang berbeda itu menjelaskan berbedaan yang cukup jelas yaitu terjadinya penambahan permukiman di setiap tahunnya. Kenyataan penambahan permukiman tersebut menunjukkan proses densifikasi. Proses densifikasi berupa pembentukan permukiman baru yang diakibatkan karena bertambahnya bridge header sehingga populasinya bertambah dan kebutuhan rumah mukim semakin bertambah, akhirnya permukiman baru disekitar permukiman induk dan shadow zone bertambah padat sehingga membuat kesan kumuh.Perbandingan peta tahun 2004 dengan 2006 yaitu keberadaan shadow zone semakin bertambah dan semakin terdesaknya permukiman induk dikarenakan kebutuhan rumah mukim bridge header yang berdatangan di kelurahan Bandarharjo semakin bertambah.

Peta Kualitas Permukiman Bandarharjo Tahun 2012Pada peta tahun 2012 dapat dilihat bahwa proses densifikasi terjadi secara terus menerus dan tidak terkontrol dan menjadi salah satu penyebab permukiman kumuh di kelurahan Bandarharjo. Sebagian permukiman telah mengalami titik kejenuhan bangunan permukiman sehingga lahan kosong yang tersisa semakin sedikit karena dimanfaatkan sebagai permukiman kumuh.dimungkinkakn di tahun-tahun kedepan terjadi death point atau titik dimana tidak ada lagi ruang untuk pembangunan rumah baru karena antara rumah satu dengan yang lain sudah berimpit.Pada peta dapat dilihat bahwa pembangunan permukiman kumuh bahkan sudah menjarah ruas jalan di kawasan permukiman tersebut. Kondisi ini menyebabkan rawan terjadi kebakaran karena antara rumah yang satu dengan yang lain semakin berimpit serta kontak sosial yang tinggi ditambah kualitas permukimannya semakin menurun menyebabkan penjalaran wabah penyakit semakin mudah terjadi.Dari keempat peta diatas ( peta kualitas permukiman tahun 2000, 2004, 2008, dan 2012) dapat diketahui bahwa deteriorisasi lajunya yang lebih cepat dibanding tahun yang lain adalah pada peta tahun 2012. Pada peta kualitas permukiman tahun 2012 terjadi penjarahan lahan kosong untuk dijadiikan permukiman kumuh.

Peta Prediksi Kualitas Permukiman Bandarharjo Tahun 2016

Kualitas permukiman di Kecamatan Bandarharjo Semarang sudah mencapai tahap yang sangat sulit, dikarenakan pada tahun 2012 dapat dlihat permukiman sudah sangat padat, mulai dari bantaran sunfai hingga ketengah daerah. Semakin bertambah tahun permukiman kumuh penduduk di Kecamatan Bandarharjo sangat sulit di prediksi dikarenakan perkembangan dan persebarannya yang tidak teratur dan tidak merata. Perkembangan permukiman di tahun 2012 baru mencapai tahap perkembangan dengan memadati wilayah-wilayah yang telah tersedia. Prediksi pada tahun 2016 permukiman sudah masuk kedalam tahap yang lebih dominan, dapat di gambarkan bahwa perkembangan permukiman sudah sampai dengan menutup lahan atau merubah landuse mulai dari lahan kosong dan non permukiman diubah menjadi lahan permukiman-permukiman kumuh sehingga permukiman kumuh menjadi sangat padat dan lebih tidak teratur terutama pada bantaran sungai. Permukiman kumuh berkembang dekat dengan mata pencaharian yaitu pabrik, sehingga permukiman berkembang disekitar pabrik dikarenakan bayak tenaga kerja diserap dari sekitar pabrik.Peta Permukiman Bandarharjo Tahun 2012

Perkembangan permukiman jika dilihat dari hasil analisis peta tematik yang telah dihasilkan bahwa perkembangan permukiman sangat tidak teratur. Permukiman kumuh yang awalnya menempati lahan kosong dan kebanyakan berada di bantaran sungai kini telah menyusup ke tengah lahan, sehingga lahan yang awalnya digunakan sebagai lahan untuk pembangunan permukiman non-kumuh kini mulai didesak oleh bangunan-bangunan atau permukiman kumuh. Hal ini terjadi dikarenakan lahan yang seharusnya digunakan untuk permukiman seperti ini sudah tidak ada lagi dan sebenarnya lahan untuk permukiman kumuh tidak pernah ada. Perkembangan permukiman kumuh yang mulai merajalela di Semarang khususnya Bandarharjo disebabkan karena lonjakan penduduk yang semakin tinggi, selain itu juga disebabkan karena migrasi penduduk dari daerah lain yang masuk ke kota Semarang dan membuat tempat tinggal atau permukiman di Kelurahan Bandarharjo semakin padat. Apalagi lokasi Kelurahan Bandarharjo yang berada di dekat pelabuhan dan laut, menjadi lahan empuk untuk di jadi mata pencaharian dalam menunjang perekonomian para penduduk yang tidak memiliki pekerjaan tetap atau yang menggantungkan kehidupannya di lingkungan tersebut..Berdasarkan hasil pendeliniasian daerah Bandarharjo dari Citra Ikonos dapat diketahui laju permukiman-permukimannya dari tahun ke tahun. Sehingga dapat dilihat permukiman dimana saja yang kualitas kondisi lingkungannya mengalami peningkatan ataupun sebaliknya mengalami penurunan. Dari peta yang telah dihasilkan menunjukkan bahwa kualitas permukiman yang meningkat yaitu pada daerah permukiman yang teratur, meskipun keadaannya lebih padat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya permukiman yang teratur (kuning) lebih nyaman untuk ditinggali atau di tempati dikarenakan lingkungannya yang tertata. Sedangkan permukiman dengan kualitas yang menurun dapat terlihat pada permukiman kumuh yang mnenempati daerah di pinggir sungai dan juga sudah mulai menjarah ke permukiman non-kumuh, apabila tidak diadakannya relokasi maka permukiman akan terus bertambah mendesak permukiman non-kumuh, bahkan daerah ini merupakan daerah rob yang dapat terjadi banjir setiap waktu terutama saat air laut sedang pasang.

KESIMPULAN

Permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota.Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah: ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni, rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya kebakaran, sarana jalan yang sempit dan tidak memadai, tidak tersedianya jaringan drainase, kurangnya suplai air bersih, jaringan listrik yang semrawut, dan fasilitas MCK yang tidak memadai.Cara Mengatasi Permukiman Kumuh:1. Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan rumah susun yang memenuhi syarat.Perkembangan permukiman jika dilihat dari hasil analisis peta tematik yang telah dihasilkan bahwa perkembangan permukiman sangat tidak teratur. Perkembangan permukiman kumuh yang mulai merajalela di Semarang khususnya Bandarharjo disebabkan karena lonjakan penduduk yang semakin tinggi, selain itu juga disebabkan karena migrasi penduduk dari daerah lain yang masuk ke Semarang dan membuat tempat tinggal di Bandarharjo dikarenakan lokasi Bandarharjo yang berada di dekat pelabuhan dan laut dapat manunjang perekonomian para penduduk yang tidak memiliki pekerjaan tetap atau yang menggantungkan kehidupan kepada air. Hal ini yng menyebabkan permukiman kumuh menjadi hal yang sudah biasa ada di kawasan Bandarharjo.DAFTAR PUSTAKARindarjono, Mohammad Gamal. 2012. SLUM Kajian Permukiman Kumuh dalam Perpektif Spasial. Media Perkasa. Yogyakarta.Citra Ikonos Tahun 2000, 2004, 2008, dan 2012.http://pinterdw.blogspot.com/2012/03/permukiman-kumuh-pengertian-dan-ciri.html/ diposting oleh Doni Purnomo di akses pada tanggal 22 Mei 2013 pukul 20.15 WIB.

LAMPIRANTahun 2000Tahun 2004

Tahun 2008Tahun 2012

Perkembangan Kualitas Permukiman Kecamatan Bandarharjo20