Upload
hendra-gultom
View
216
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
K3 Dan Lingkungan
Citation preview
TUGAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Oleh :
EMY PERMATASARI PERANGIN-ANGIN DBD 113 101
MERI KRISTINA SILAEN DBD 113 103
FERONIKA PURBA DBD 113 137
ROSDAYANA DBD 113 140
MARLINA EPITRIANI DBD 113 144
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
2015
STUDY KASUS
Ledakan gas metan terjadi di tambang batubara di Desa Parambahan, Sawahlunto, Sijunjung,
Sumatera Barat, Selasa (16/6), siang ini. Lokasi ini berjarak sekitar 1 jam perjalanan dari kota
Sawahlunto.
Menurut petugas Polres Sawahlunto Bripda Nofriance yang dihubungi melalui saluran
telepon, ledakan tersebut terjadi pada pukul 10.30. Namun hingga kini pihaknya belum
mendapat informasi lanjutan mengenaik musibah itu. Ia mengatakan, setidaknya ada 30
pekerja tambang yang terjebak di lubang tambang.
Sementara berdasarkan informasi sebelumnya dikabarkan tujuh orang tewas dan 24 orang
diperkirakan masih terperangkap di dalam tambang. Korban tewas saat ini disemayamkan di
RS Sawahlunto. Kondisi korban gosong karena semburan gas di dalam lubang tambang.
Ledakan tambang batubara di Sawahlunto pada 16 Juni 2009 sungguhlah mencengangkan.
Sampai kini belum ada konfirmasi yang jelas mengenai penyebab kecelakaan kerja ini.
Pun begitu, penulis mencoba untuk membuat analisa mengenai penyebab mengapa peristiwa
ini bisa terjadi dan korban yang jatuh begitu banyak.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dari skema diatas, penulis membagi penyebab utama ledakan utama berasal dari 3
faktor, yakni Faktor lingkungan (environment), faktor Pelaksana Penambangan dan faktor
Human Error.
Pada faktor pertama, faktor lingkungan. Seperti yang kita ketahui bahwa tambang
batubara adalah tambang yang mengandung gas methana di mana gas tersebut merupakan gas
yang memang terperangkap di dalam rongga-rongga batu bara. Namun, gas tersebut akan
keluar dengan sendirinya kalau sudah berhubungan dengan udara luar. Jadi sebenarnya faktor
lingkungan bukanlah faktor yang terlalu beresiko, jika kita bisa mengendalikan kadar gas
methana di dalam tambang. (Perlu diketahui juga bahwa methana merupakan gas yang sangat
mudah terbakar (meledak), karena, salah satu penyebabnya, terdapat banyak unsur hidrogen).
Faktor yang kedua, faktor pelaksana penambangan. Pelaksana penambangan menjadi
faktor dominan dalam mengendalikan kecelakaan kerja, karena pada faktor inilah segala
regulasi dan prosedur penambangan dilakukan. Jika pelaksana penambangan dapat dengan
tepat menjalankan segala regulasi dan prosedur keselamatan kerja, maka kecelakaan kerja
akan dapat diredam. Berdasar pada kesalahan pelaksana penambangan, ada 2 faktor
kesalahan yang membentuknya. Yang pertama adalah karena peralatan yang digunakan tidak
memenuhi standar operasional dan karena buruknya sistem pengamanan. Peralatan yang
tidak memenuhi standar operasional (diketahui bahwa terdapat beberapa alat yang digunakan
merupakan peralatan pengeboran manual) tentu akan sangat rentan terhadap kecelakaan
kerja. Penggunaan peralatan yang tidak memenuhi standar membuat banyak kesalahan dalam
pelaksanaan penambangan, seperti gagalnya pembentukan ventilasi yang sempurna, yang
berguna untuk mengalirkan udara bebas, sehingga gas methana tidak lagi berbahaya. Pada
kasus ini diperkirakan bahwa ventilasi tidak terbentuk dengan sempurna, sehingga membuat
kadar gas methana menumpuk di dalam tambang. Penumpukan gas methana yang mencapai
kadar 5% – 15% akan memungkinkan terjadinya ledakan. Sebuah ledakan mempunyai 3
syarat utama, yakni bahan mudah bakar, oksigen dan sumber api. Nah, korsleting-lah yang
terjadi menjadi penyulut ledakan. Menurut berbagai sumber, ledakan tersulut oleh adanya
hubungan arus pendek generator di dalam tambang. Inilah yang disinyalir menjadi penyebab
utama ledakan ; korsleting generator yang memicu ledakan penumpukan gas methana.
Faktor ketiga adalah faktor human error. Faktor ini erat kaitannya dengan attitude dan
behavior pekerja. Karena sebaik apapun regulasi dan prosedur suatu operasi, tetaplah yang
memegang peranan penting adalah SDMnya. SDM-lah yang mengendalikan alat. Oleh karena
itu, ketidakterampilan pekerja akan sangat dapat mengundang kecelakaan kerja. Kecerobohan
pekerja, walau hanya sedikit, akan mempunyai dampak yang fatal. Apalagi pada kondisi
pertambangan, yang rentan ledakan, jika terjadi kecerobohan. Selain itu, penulis juga
mengamati bahwa banyak pekerja yang mengabaikan safety action selama bekerja di
tambang. Banyak pekerja yang lalai menggunakan masker atau helm. Padahal, masker dapat
sedikit-banyak melindungi pernapasan dari bau gas-gas yang berbahaya, dan helm akan
mereduksi tingkat impact dari sebuah accident. Bahkan, percaya atau tidak, didapati pekerja
yang merokok. Tak heran rasanya jika melihat banyaknya korban yang jatuh. Padahal,
sesungguhnya semua ini dapat dihindari ; dengan mengaplikasikan regulasi dan prosedur
keselamatan kerja yang baik dan menyeluruh bagi setiap strata pekerja. Kondisi serumit
apapun, jika kita mampu mengerti bagaimana mengendalikannya, kita mampu mencapai
keselamatan kerja. Tak mudah memang, namun kita bisa.
Berdasarkan dari analisis penyebab kecelakaan tersebut Kasus Ledakan Tambang Batubara
Di Sawahlunto melanggar kepemen 555 dan SNI 13/7083/2005, diantaranya:
Kepmen 555:
Pasal 23 (Bagian Keenam Keselamatan Dan Kesehatan Kerja)
Pada Setiap kegiatan usaha pertambangan berdasarkan pertimbangan jumlah pekerja serta
sifat atau luasnya pekerjaan, Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang dapat mewajibkan
pengusaha untuk membentuk unit organisasi yang menangani Keselamatan dan Kesehatan
Kerja yang berada di bawah pengawasan Kepala Teknik Tambang.
Pasal 24 (Tugas Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tanggung jawab sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data dan mencatat rincian dari setiap kecelakaan atau kejadian yang
berbahaya, kejadian sebelum terjadinya kecelakaan, penyebab kecelakaan, menganalisis
kecelakaan, dan pencegahan kecelakaan;
b. Mengumpulkan data mengenai daerah-daerah dan kegiatan-kegiatan yang memerlukan
pengawasan yang lebih ketat dengan maksud untuk memberi saran kepada Kepala Teknik
Tambang tentang tatacara kerja, alat-alat penambangan, dan penggunaan alat-alat deteksi
serta alat-alat pelindung diri;
c. Memberikan penerangan dan petunjuk-petunjuk mengenai Keselamatan dan Kesehatan
Kerja kepada semua pekerja tambang dengan jalan mengadakan pertemuan-pertemuan,
ceramah-ceramah, diskusi-diskusi, pemutaran film, publikasi, dan lain sebagainya;
d. Apabila diperlukan, membentuk dan melatih anggota-anggota Tim Penyelamat Tambang;
e. Menyusun statistik kecelakaan dan
f. Melakukan evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pasal 25 (Komite Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Untuk melengkapi tugas-tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 23, dalam pelaksanaannya
dapat membentuk kelompok kerja (komite) pada setiap jenjang struktural yang mempunyai
tugas:
a. Secara teratur melakukan pemeriksaan bersama-sama mengenai setiap aspek keselamatan
dan kesehatan kerja serta masala-masalah yang ada kaitannya yang telah ditemukan di
Tambang dan mengusulkan tindakan-tindakan untuk mengatasi masalah tersebut dan
b. Mengatur inspeksi terpadu seperlunya ke tempat-tempat kerja di Tambang dalam
melaksanakan fungsinya.
Pasal 27 (Pemeriksaan Kesehatan)
(1) Para pekerja tambang berhak untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatannya yang
menjadi kewajiban perusahaan.
(2) Pekerja tambang harus diperiksa kesehatannya (pemeriksaan menyeluruh) secara berkala
oleh dokter yang berwenang.
(3) Pekerja tambang bawah tanah harus diperiksa kesehatannya sekurang-kurangnya dua kali
setahun.
(4) Pekerja tambang yang bekerja ditempat yang dapat membahayakan paru-paru, harus
dilakukan pemeriksaan kesehatan secara khusus.
(5) Berdasarkan ketentuan yang berlaku Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang dapt
menetapkan kekerapan pemeriksaan kesehatan pekerja tambang yang menangani bahan
berbahaya oleh dokter yang berwenang.
Pasal 28 (Pendidikan Dan Pelatihan)
(1) Kepala Teknik Tambang wajib mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk pekerja
baru, pekerja tambang untuk tugas baru, pelatihan untuk menghadapi bahaya dan
pelatihan penyegaran tahunan atau pendidikan dan pelatihan lainnya yang ditetapkan oleh
Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
(2) Kepala Teknik Tambang dapat menyelenggarakan sendiri atau bekerja sama dengan
instansi pemerintah atau badan-badan resmi lainnya untuk menyelenggarakan pendidikan
dan pelatihan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), hanya disesuaikan dengan
kegiatan dan jenis pekerjaan pada kegiatan usaha pertambangan.
(3) Setiap penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
dalam ayat (1), harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Kepala Pelaksana
Inspeksi Tambang.
Pasal 38 (Pemimpin Ruangan Pertolongan Pertama )
(1) Ruangan pertolongan Pertama pada Kecelakaan harus dipimpin oleh seorang juru rawat
atau ahli kesehatan atau oleh seseorang yang sekurang-kurangnya memiliki ijazah khusus
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan.
(2) Pemimpin ruangan pertolongan pertama pada kecelakaan harus selalu dapat bekerja pada
setiap saat. Harus diatur pengangkatan penggantinya yang mampu, apabila pimpinan
tersebut berhalangan hadir.
Berdasarkan SNI 13/7083/2005 bahwa tambang Batubara di Sawahlunto sudah melanggar
tata cara induksi keselamatan dan kesehatan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Fikri, Surya Arum. “Analisis ledakan Tambang Batubara di Sawahluno”.
https://kangaurum.wordpress.com/2009/06/26/analisa-ledakan-tabang-batubara-di-
sawahlunto/Juni 26, 2009. (Diakses 20 September 2015).