Upload
muhammad-rifky
View
232
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
penanganan limbah, mulai dari pengumpulan, pengagkutan, pemisahan sampai penyimpanan
Citation preview
MAKALAH
PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN
“Penanganan Limbah di Industri Peternakan”
Oleh :
Kelas A
Kelompok 7
Rd. Aulia Tresna Ningrum 200110130062
M. Galih Adi Saputra 200110130066
Rifa Resti Hanifa 200110130247
Sauma Ramadhani 200110130253
Muhammad Rifky 200110130302
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2015
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena
tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi
keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak
masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Namun demikian, sebagaimana usaha
lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber
pencemaran. Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka
pemgembangan usaha peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan
perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan
permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan
memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai tambah bagi
usaha tersebut.
Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan
usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan
limbah dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai,
sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan oleh
aktivitas peternakan seperti feces, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan
ternak dan kandang menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga
sekitar. Baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal
ketika mandi di sungai yang tercemar limbah peternakan.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya mengatasi limbah ternak yang
selama ini dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran lingkungan
perlu ditangani dengan cara yang tepat sehingga dapat memberi manfaat lain
berupa keuntungan ekonomis dari penanganan tersebut. Penanganan limbah ini
diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga
karena pengembangan peternakan mutlak memperhatikan kualitas lingkungan,
sehingga keberadaannya tidak menjadi masalah bagi masyarakat di sekitarnya.
1.2. Tujuan
1. Mengetahui karakteristik limbah peternakan.
2. Mengetahui teknik-teknik dalam pengelolaan limbah peternakan yang
baik dan benar.
3. Memahami cara-cara pengumpulan limbah ternak
4. Mempelajari cara pengangkutan limbah ternak.
II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Deskripsi Umum Karakteristik Limbah Peternakan
Tahap awal yang sangat penting harus diketahui dalam pengelolaan
limbah, termasuk limbah peternakan adalah berapa jumlah yang pasti dan
karakteristik limbah tersebut. Diketahuinya karakteristik limbah peternakan
merupakan faktor yang sangat berperan untuk mendesain sistem pengelolaan
secara biologis. Karakteristik limbah peternakan dapat dibagi menjadi tiga
kelompok sifat, yaitu sifat fisik, kimia dan sifat biologis.
1. Secara Fisik
Secara fisik karakteristik limbah peternakan dapat diketahui berdasarkan
bentuk (padat, semi padat dan cair), tekstur (kekompakan) dan jumlah (kg per unit
ternak) yang dihasilkan.
2. Secara Kimiawi
Secara kimiawi sifat limbah ditentukan oleh komposisi zat kimia yang
terkandung dan tingkat keasaman (pH).
3. Secara Biologis
Secara biologis sifat limbah ditentukan oleh jenis dan populasi mikroflora-
fauna yang terkandung di dalamnya, yang biasanya dicerminkan oleh jenis dan
populasi yang terdapat di dalam sistem pencernaan hewan ternak yang
menghasilkan limbah tersebut.
Secara umum, ketiga sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis dan umur
ternak, pakan yang diberikan, tipe ternak dan cara pemeliharaannya.
Secara umum dinyatakan bahwa limbah peternakan dikategorikan sebagai
limbah yang volumenya sedikit akan tetapi memiliki daya cemar yang sangat
tinggi. Sangat berbeda dengan limbah perkotaan yang besifat bulky, yaitu
volumenya banyak akan tetapi daya cemarnya relatif rendah. Limbah peternakan
mengandung sebagian besar bahan padat dan sedikit air sedangkan limbah
perkotaan mengandung sebagian besar air dan sedikit bahan padatnya.
2.2. Bahan Padat Limbah Peternakan
Diketahuinya jumlah bahan padat di dalam limbah peternakan sangat
penting untuk mengevaluasi daya cemarnya dan dapat digunakan sebagai dasar
untuk menentukan sistem pengelolaan yang dibutuhkan. Selain itu juga dapat
digunakan sebagai suatu petunjuk untuk mengevaluasi efisiensi dan efektifitas
perangkat sistem pengelolaan. Bahan padat limbah peternakan dibagi menjadi
dua, yaitu bahan yang mudah terendapkan (fixed matter) dan bahan yang mudah
berubah (volatile matter). Bahan padat yang mudah berubah mengindikasikan
tingginya daya cemar limbah peternakan karena komposisinya sangat mudah
terurai atau membusuk dan menghasilkan gas. Sebaliknya, bahan padat yang
mudah terendapkan dari limbah peternakan tidak terlalu eksklusif dan lebih
mudah ditangani.
Bahan padat limbah peternakan lebih lanjut dapat dibagi ke dalam bahan
yang tersuspensi dan terlarut, yang masing-masing dapat dibagi lagi menjadi
bagian yang mudah berubah dan terendapkan. Limbah padat tersuspensi
merupakan bahan yang sangat menentukan di dalam mengevaluasi
karakteristiknya. Tidak hanya digunakan untuk menentukan daya cemarrnya
tetapi juga digunakan untuk mengevaluasi efisiensi sistem pengelolaan yang
dilakukan. Seluruh limbah padat tersuspensi dapat dikelola dengan cara biologis
dan kimiawi.
Bahan padat limbah peternakan yang dapat mengendap merupakan ukuran
yang dapat digunakan untuk melihat bahan padat yang tersuspensi yang turun ke
bawah dikarenakan pengaruh gravitasi. Hal ini dapat dilihat dengan mudah
terutama pada saat tidak dilakukan pengadukan. Pada umumnya sifat ini berguna
untuk memisahkan limbah dari campuran pasir yang terbawa menggunakan
tangki pengendapan sebelum limbah diproses secara biologis. Bahan padat yang
dapat diendapkan juga digunakan untuk menentukan efektifitas pengelolaan
secara biologis. Hal ini penting terutama dalam evaluasi kondisi kolam oksidasi
pada sistem lagon dan sistem aerasi yang luas.
Pemecahan bahan padat limbah peternakan menjadi komponen bagiannya
dapat digambarkan sebagai berikut (Merkel, 1981) :
Total solid = Total volatile + Total Fixed
= = =
Total suspended = Volatile suspended + Fixed suspended
+ + +
Total dissolved = Volatile dissolved + Fixed dissolved
2.3. Zat Kimia dan Tingkat Keasaman Limbah Peternakan
Secara garis besar zat kimia yang terkandung di dalam limbah peternakan
dan merupakan inti dari pembahasan dalam upaya pengelolaan adalah bahan
organik yang terdiri atas karbohidrat, protein dan lemak.
III
PEMBAHASAN
Keberhasilan pengelolaan limbah peternakan sangat dipengaruhi oleh
teknik penanganan yang dilakukan, yang meliputi teknik pengumpulan
(collections), pengangkutan (transport), pemisahan (separation) dan
penyimpanan (storage) atau pembuangan (disposal). Walaupun telah banyak
diketahui bagaimana teknik pengelolaan limbah, namun dikarenakan
perkembangan bidang peternakan sangat dinamik, terutama perkembangan
populasi dan sistem budidaya intensif, maka perlu dikembangkan pula aspek
teknik baru yang dapat menyesuaikan dinamika tersebut.
3.1. Pengumpulan (Collections) Limbah Peternakan
Dalam upaya memenuhi kebutuhan telur, daging, susu dan kulit, semula
petani memelihara ternak hanya beberapa ekor. Ternak peliharaannya bebas
mencari makanan sendiri di kebun-kebun atau di ladang dan jumlah limbah yang
dihasilkan masih sangat sedikit dan belum menimbulkan masalah bagi
lingkungan. Lingkungan hidup masih mampu mengabsorpsi banyaknya limbah
yang dihasilkan, sehingga tidak menimbulkan pencemaran. Tetapi setelah waktu
berlalu, tidak hanya menambah jumlah ternaknya, petani juga meningkatkan
sistem pemeliharaannya dengan membangun kandang dan gudang dengan
maksud untuk menjaga petani dan hewan peliharaannya dari gangguan cuaca
yang buruk. Pada waktu yang sama, dikarenakan jumlah ternak bertambah dan
dikandangkan, petani dihadapkan pada masalah penanganan limbah ternak yang
bertambah banyak dan menumpuk di lantai kandang. Sejak kondisi ini terjadi,
petani mulai memikirkan bagaimana cara menangani limbah peternakan agar
usahanya tidak merugi. Bila diamati, pada waktu yang lalu sebagian besar petani
menggunakan sistem penanganan limbah dengan parit (gutter) dan kemiringan
lantai kandang (sloping floors).
Arah kemiringan dibuat agar pada saat dibersihkan dengan air, dengan
mudah limbah mengalir menuju ke parit. Limbah ternak berbentuk cair tersebut
dikumpulkan diujung parit untuk kemudian dibuang. Pada kandang sistem
feedlots terbuka, sebagian besar limbah ternak menumpuk di lokasi yang terbuka
di depan kandang. Agar pengumpulan limbahnya lebih mudah, lantai pada lokasi
ini biasanya ditutup dengan bahan yang keras dan rata dengan kemiringan tertentu
untuk mengalirkan limbah cairnya. Untuk membersihkan lantai digunakan pipa
semprot yang kuat agar limbah cair dapat didorong dan mengalir ke tempat
penampungan.
Berdasarkan sistem tersebut, ada tiga cara mendasar pengumpulan limbah,
yang disebut :
Scraping, yaitu membersihkan dan mengumpulkan limbah dengan cara
menyapu atau mendorong/menarik (dengan sekop atau alat lain) limbah.
Free-fall, yaitu pengumpulan limbah dengan cara membiarkan limbah tersebut
jatuh bebas melewati penyaring atau penyekat lantai ke dalam lubang pengumpul
di bawah lantai kandang.
Flushing, yaitu pengumpulan limbah menggunakan air untuk mengangkut
limbah tersebut dalam bentuk cair.
1. Scraping :
Scraping diduga merupakan cara pengumpulan limbah yang paling tua
dilakukan oleh para petani-peternak. Scraping dapat dilakukan dengan cara
manual ataupun mekanik. Pada dasarnya, kedua cara tersebut menggunakan alat
yang terdiri atas plat logam yang fungsinya untuk mendorong atau menarik
limbah sepanjang lantai dengan maksud agar limbah terlepas dari lantai dan dapat
dikumpulkan.
Cara manual, biasanya dipakai pada kandang panggung (stanchions), yaitu
untuk membersihkan limbah yang melekat di jeruji lantai kandang atau di tempat-
tempat fasilitas kandang yang lain. Cara ini juga dilakukan untuk membersihkan
limbah yang terdapat di sepanjang parit dan bak pengumpul terutama limbah
padat yang melekat di dinding dan sukar larut dalam air sehingga tidak dapat
dialirkan. Cara ini digunakan terutama untuk pekerjaan yang membutuhkan
tenaga kerja banyak dan sebagai penyempurnaan sistem pengelolaan limbah
peternakan.
Sistem mekanik memiliki cara kerja yang sama dengan sistem manual,
hanya saja pada sistem ini menggunakan kekuatan traktor atau unit kekuatan yang
tetap. Sebagai contoh alat yang disebut Front-end Loader, yaitu mesin yang alat
pembersih atau penyodoknya terletak di bagian depan. Alat jenis ini biasanya
digunakan untuk mem-bersihkan dan mengumpulkan limbah dari permukaan
lantai kandang ke tempat pe-nampungan untuk kemudian disimpan atau diangkut
dengan kereta (kendaraan) untuk disebar ke ladang rumput. Contoh lain adalah
disebut Tractor Mounted Scraper Blade, yaitu mesin yang alat pembersih atau
penyodoknya terletak di bagian depan dan belakang berupa pisau. Mesin
pembersih ini biasanya dipakai bersama dengan jalur pengisian dimana limbah
(manure) bisa langsung dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan atau
dimasukkan ke dalam penyemprot limbah. Mesin ini sering digunakan sebagai
fasilitas untuk memindahkan limbah yang menumpuk di tengah kandang feedlots
pada periode waktu tertentu. Selain itu, juga digunakan untuk membersihkan
kandang sapi perah yang limbahnya langsung jatuh di lantai dan terakumulasi di
tengah alley (jalan akses) kandang. Tractor Mounted Scraper Blade ini juga dapat
digunakan untuk membersihkan litter pada kandang ayam pedaging atau dari
lubang penampung limbah ayam petelur sitem batere. Pada umumnya dinyatakan
bahwa mesin pembersih ini digunakan untuk mengumpulkan limbah yang
tertumpuk di atas lantai di bawah ternak langsung. Keuntungan menggunakan
mesin ini adalah biaya awalnya lebih murang. Sedangkan kelemahannya adalah
diperlukannya tenaga operator dan selama digunakan sering terjadi penimbunan
limbah yang menempel di alat yang mengakibatkan pencemaran udara dan
sebagai tempat berkembangnya lalat.
2. Free-Fall :
Pengumpulan limbah peternakan dengan sistem free-fall ini dilakukan
dengan membiarkan limbah melewati penyaring atau penyekat lantai dan masuk
ke dalam lubang penampung. Teknik ini telah digunakan secara ekstensif dimasa
lampau untuk peternakan hewan tipe kecil, seperti ayam, kalkun, kelinci dan
ternak jenis lain. Baru-baru ini juga digunakan untuk ternak besar, seperti babi
dan sapi. Pada dasarnya ada dua sistem free-fall, yaitu sistem kandang yang
lantainya menggunakan penyaring lantai (screened floor) dan penyekat lantai
(slotled floor).
a. Sceened floors.
Lantai kandang sistem ini dapat dibuat menggunakan kawat kasa atau besi
gril yang berukuran mes lebih besar dan rata. Mes kawat kasa yang digunakan
biasanya berukuran 1,6 cm2 (0,025 in2) untuk anak ayam sampai 6,45 cm2 (1in2)
untuk ayam dewasa. Kawat dapat dipasang dengan direntangkan seluas lantai
kandang agar limbah langsung jatuh ke lantai atau tempat penampungan. Selain
itu, juga dapat digunakan pada kandang batere (cage) yang bentuknya diatur agar
limbah langsung jatuh ke lantai kandang atau tempat penampungan. Penggunaan
plat besi yang berbentuk gril dan ukurannya lebih besar dan rata diperuntukkan
hewan yang lebih besar seperti babi dan pedet. Penggunaan kawat kasa sangat
memungkinkan untuk tempat pijakan hewan yang ada di dalamnya dan
memudahkan limbah dapat dikeluarkan.
b. Slotled floors.
Slotled floor merupakan salah satu bentuk lantai bersekat (jeruji) yang
dipasang dengan jarak yang teratur dan rata sehingga ukuran dan jumlahnya
mencukupi untuk keluarnya limbah dari lantai. Selain itu juga mudah dibersihkan
dari kemungkinan menempelnya limbah pada lantai. Lubang di bawah lantai
merupakan tempat untuk pengumpulan dan penampungan sementara untuk
kemudian limbah diolah dan atau digunakan. Slotled floor dapat dibuat dari
bermacam bahan, seperti kayu, beton atau besi plat.
Kayu yang digunakan sebaiknya jenis yang keras karena dapat bertahan 2
– 5 tahun. Sekat yang berasal dari kayu biasanya dibuat dengan ukuran lebar
bagian atas 8 cm dan bagian bawah 6cm, ketebalan 9 cm. Jarak antara sekat
biasanya 2 cm.
Apabila menggunakan bahan beton sekat dibuat dengan ukuran lebar
bagian atas 12,7 cm dan bagian bawah 7,5 cm dengan ketebalan 10 cm, agar tidak
mudah patah. Jarak antara sekat dibuat sesuai dengan panjang kandang dan
ukuran ternak yang dipelihara.
Sekat dari logam biasanya buatan pabrik yang telah dilapisi stainles atau
aluminium untuk mencegah terjadinya karat. Penggunaan sekat logam lebih
mudah untuk penanganan limbah, pemasangannya praktis dan mudah
dipindahkan dibandingkan dengan sekat beton.
Penggunaan lantai sistem sekat dapat meningkatkan sanitasi dan
mengurangi tenaga kerja untuk membersihkan kandang. Penggunaan sekat juga
memisahkan ternak dari limbahnya sehingga lingkungan menjadi bersih.
Keuntungan lain dari penggunaan sekat ini adalah mengurangi biaya gabungan
antara pengadaan dan penanganan alas kandang (litter).
3. Flushing
Pengumpulan limbah dengan cara flushing meliputi prinsip kerja :
a. Penggunaan parit yang cukup untuk mengalirkan air yang deras untuk
mengangkut limbah.
b. Kecepatan aliran yang tinggi.
c. Pengangkutan limbah dari kandang.
Sistem flushing telah digunakan sejak tahun 1960-an dan menjadi cara
yang makin populer digunakan oleh peternak untuk pengumpulan limbah ternak.
Hal ini dikarenakan lebih murah biayanya, bebas dari pemindahan bagian, sama
sekali tidak atau sedikit sekali membutuhkan perarawatan dan mudah dipasang
pada bangunan baru atau bangunan lama. Disebabkan frekuensi flushing, limbah
ternak yang dihasilkan lebih cepat dibersihkan, mengurangi bau dan
meningkatkan kebersihan kandang. Hal ini menjadikan sirkulasi udara dalam
kandang lebih baik, yang menghasilkan sistem efisiensi penggunaan energi.
Dua hal penting yang harus diperhatikan dalam mendesain parit flushing
adalah lokasi parit berada di dalam fasilitas peternakan dan desain parit harus rata
dan menggunakan jenis perlengkapan yang memadai.
a. Lokasi parit :
Untuk keberhasilan pengelolaan limbah peternakan, lokasi parit di dalam
kandang harus dapat berfungsi untuk mengumpulkan limbah yang terdapat di
seluruh bagian kandang. Pada unit pertumbuhan dan penggemukan babi, parit
dapat ditempatkan di bagian belakang ruang penyekat sepanjang kandang. Secara
alami babi sangat tertarik dengan aliran air dan dapat dikondisikan berak di parit,
oleh karena itu lantai kandang kondisinya tetap bersih. Untuk babi yang sedang
menyusui, parit pembersih (pembilas) limbah sebaiknya tertutup agar anak babi
tidak terperosok ke dalamnya.
Parit pembersih ini juga dapat digunakan untuk kandang sapi perah untuk
memindahkan limbah yang terkumpul di tengah alley kandang. Alley dapat dibuat
selebar 3 m untuk mempermudah penempatan parit. Kedalaman parit berkisar 20
– 25 cm yang terletak di dua sisi alley untuk mengalirkan air flushing. Parit
pembersih jarang digunakan untuk peternakan ayam.
b. Desain parit :
Desain parit merupakan faktor penting dalam pengelolaan limbah
peternakan. Panjang parit yang efektif untuk flushing didasarkan pada asumsi
bahwa bila kedalaman aliran kurang dari 1,27 cm (0,5 in) dan kecepatan aliran
kurang dari 0,46 m/detik, maka limbah tidak dapat terangkut.
Berdasarkan hasil perhitungan matematis (Nye dan John, 1975)
disimpulkan bahwa desain parit yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut :
1) Parit pembersih dapat dibuat dari bahan tembok dengan ukuran kemiringan
0.005m/m, kedalaman 7,5 – 10 cm dan panjang parit kurang dari 24 m.
2) Untuk panjang parit maksimal, 60 m lebih, gunakan kemiringan yang
bervariasi atau parit yang mengecil di bagian ujung.
3) Gunakan durasi yang tinggi dan kecepatan aliran yang tinggi pula agar
pembersihan lebih efektif pada saluran yang panjangnya lebih dari 30 m.
Perlengkapan flushing :
Ada 3 perlengkapan yang umumnya digunakan untuk flushing, yaitu : (1)
penutup tangki penampung, (2) tangki penampung limbah dan (3) pipa untuk
membantu memindahkan limbah dalam parit.
Perlengkapan flushing harus memenuhi syarat, antara lain kuat, sederhana,
mudah dioperasikan dan tahan karat. Selain itu, akan lebih baik bila
perlengkapan tersebut mudah pemasangannya pada bangunan, tidak memakan
tempat dan harus dapat dipakai juga untuk mengangkut air pada kapasitas tertentu
untuk setiap durasi flushing.
3.2. Pengangkutan Limbah Peternakan
Setelah limbah peternakan dikumpulkan di lahan penyimpanan sementara,
biasanya diangkut untuk diolah dan atau dibuang ke ladang rumput. Cara
pengangkutan limbah dari tempat pengumpulan bergantung pada karakteristik
aliran limbah. Karakteristik aliran limbah bergantung pada terutama umur dan
jenis ternak dan juga pada sistem pengumpulan limbah yang digunakan. Misal,
cara pengangkutan limbah yang dikumpulkan menggunakan cara scraping
berbeda dengan yang menggunakan flushing. Sobel (1956) dalam Merkel (1981)
mengklasifikasikan cara pengangkutan limbah berdasarkan karakteristiknya, yaitu
semisolid, semiliquid dan liquid.
1. Limbah peternakan semipadat :
Limbah yang berbentuk semipadat jelas tidak dapat dialirkan tanpa
bantuan penggerak secara mekanik. Limbah terletak kuat pada lantai (lengket)
dan sangat berat untuk dipindahkan dan membutuhkan periode waktu yang lama.
Pada umumnya berpendapat bahwa lebih tepat limbah ini dikategorikan sebagai
limbah segar.
2. Limbah peternakan semicair :
Limbah semicair adalah limbah yang telah mengalami pengenceran
dengan air dan bertambahnya aktifitas mikroorganisme. Limbah dengan mudah
dapat dialirkan tanpa bantuan mekanik yang dapat dengan mudah dilihat dengan
mata telanjang. Limbah semiliquid biasanya mengandung 5 – 15 % bahan kering
(total solid concentrasions) dan diklasifikasikan sebagai slurry.
3. Limbah peternakan cair :
Limbah peternakan yang cair adalah limbah yang sudah berbentuk cairan
yang pada umumnya mengandung bahan kering (total solid concentrasions)
kurang dari 5 % dan berasal dari aliran kandang feedlot, efluen dari sistem
pengolahan dan kamar susu. Karakteristik alirannya hampir sama dengan aliran
air dan susu.
Ada dua sistem pengangkutan limbah peternakan, yaitu
a. Pengangkutan secara mekanik untuk limbah padat dan atau semipadat
b. Pengangkutan dengan air (hydraulic transport) untuk limbah cair dan
semicair.
3.2.1. Pengangkutan secara mekanik
Limbah peternakan yang berbentuk padat atau semipadat dapat diangkut
secara mekanik menggunakan alat konveyor atau pompa penyedot.
1. Konveyor
Ada beberapa macam konveyor yang digunakan di bidang pertanian,
diantaranya belt conveyor, chain conveyor, apron conveyor, pneumatic conveyor.
Untuk tujuan pengangkutan limbah peternakan pada umumnya menggunakan
chain conveyor. Konveyor ini sangat cocok untuk limbah peternakan karena
selain biayanya murah juga sederhana, mudah dibuat, dan sangat operasional
untuk berbagai kondisi. Bentuk spesifik konveyor untuk penanganan limbah
ternak adalah scraper conveyor. Alat jenis ini sering digunakan untuk
membersihkan parit dan alley kandang.
2. Pompa penyedot :
Sistem lain pengangkutan limbah peternakan secara mekanik adalah
menggunakan pompa penyedot yang terdiri atas pipa penghisap berukuran besar
yang digunakan untuk menggerakan cairan atau padatan melalui pipa ke kolam
penampungan. Ada dua tipe pompa penyedot, yaitu hollow piston pump,
digunakan untuk mengangkut (memindahkan) limbah peternakan cair sedangkan
dan solid piston pump, digunakan untuk mengangkut (memindahkan) limbah
peternakan semipadat.
3.2.2. Pengangkutan limbah peternakan dengan sistem aliran
1. Tipe aliran.
Pada pengangkutan sistem ini dikategorikan ada beberapa tipe aliran,
yaitu:
a. Steady flow, tipe aliran yang terjadi tidak mengalami perubahan karena
waktu dan aliran relatif konstan.
b. Varied flow, tipe aliran yang kecepatan berubah-ubah bergantung kondisi
pada waktu tertentu.
c. Uniform flow, tipe aliran ini terjadi apabila tidak ada perubahan
kecepatan pada arah aliran secara spontan.
d. Nonuniform flow, tipe ini terjadi apabila kecepatan aliran bervariasi
antara tempat yang satu dengan yang lain secara spontan.
2. Bentuk Saluran
Bentuk saluran pengangkutan limbah terdiri atas bentuk saluran terbuka
yaitu saluran yang bagian permukaannya tampak terlihat dan bentuk saluran yang
tertutup. Bentuk saluran yang tertutup pada umumnya menggunakan pipa yang
terbuat dari bahan logam atau PVC.
3.3. Pemisahan (Separation) Limbah PeternakanPemisahan fase pada limbah biasanya dilakukuan sebagai tahap awal dari
pengolahan maupun bagian dari sistem penyimpanan yaitu dengan cara
sedimentasi.
Tujuan utama dari penggunaan unit ini adalah untuk menghasilkan cairan
clarified dan juga mendapatkan konsentrasi padatan yang mudah dikelola.
Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendapan partikel limbah
antara lain:
1. Ukuran partikel
2. Konsentrasi bahan tersuspensi
3. Temperatur
4. Waktu retensi
5. Kedalaman tempat penampung
3.4. Penyimpanan (Storage) Limbah Peternakan
Penyimpanan ini merupakan bagian dari penanganan limbah, berupa
penampungan yang diperlukan sebelum limbah diolah maupun sebelum limbah
dibuang.
Dalam penyediaan tempat penyimpanan limbah ini ada beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan, diantaranya lokasi dan kapasitas tempat penyimpanan.
Sebagian besar responden sebanyak 65,98% menyatakan kadang-kadang
dan sebanyak 19,59% menyatakan sering melaksanakan pemisahan limbah ternak.
Limbah ternak biasanya dipisahkan antara limbah yang berupa kotoran ternak dan
sisa pakan (rarapen). Sebelum diolah atau dimanfaatkan lebih lanjut, limbah
ternak biasanya disimpan di tempat penyimpanan. Hasil survey menunjukkan
bahwa dominan responden sebanyak 56,70% menyatakan kadang-kadang dan
sebanyak 31,96% menyatakan sering melaksanakan penyimpanan limbah ternak
(Setiawan dkk, 2013). Umumnya periode penyimpanan limbah ternak ini berkisar
antara 1-4 minggu sebelum dimanfaatkan lebih lanjut. Sebagian besar
pemanfaatan limbah ternak adalah sebagai pupuk organic sehingga dengan
mengacu pada pendapat Merkel (1981) system penyimpanan tersebut adalah
jangka pendek dimana penyimpanan limbah ternak bersifat sementara sebelum
digunakan.
IV
KESIMPULAN
- Karakteristik limbah peternakan :
a. Secara Fisik
Secara fisik karakteristik limbah peternakan dapat diketahui berdasarkan
bentuk (padat, semi padat dan cair), tekstur (kekompakan) dan jumlah (kg
per unit ternak) yang dihasilkan.
b. Secara Kimiawi
Secara kimiawi sifat limbah ditentukan oleh komposisi zat kimia yang
terkandung dan tingkat keasaman (pH).
c. Secara Biologis
Secara biologis sifat limbah ditentukan oleh jenis dan populasi mikroflora-
fauna yang terkandung di dalamnya.
- Keberhasilan pengelolaan limbah peternakan sangat dipengaruhi oleh teknik
penanganan yang dilakukan, yang meliputi teknik pengumpulan (collections),
pengangkutan (transport), pemisahan (separation) dan penyimpanan
(storage) atau pembuangan (disposal).
- Berdasarkan sistem tersebut, ada tiga cara mendasar pengumpulan limbah,
yang disebut :
a. Scraping, yaitu membersihkan dan mengumpulkan limbah dengan cara
menyapu atau mendorong/menarik (dengan sekop atau alat lain)
limbah.
b. Free-fall, yaitu pengumpulan limbah dengan cara membiarkan limbah
tersebut jatuh bebas melewati penyaring atau penyekat lantai ke dalam
lubang pengumpul di bawah lantai kandang.
c. Flushing, yaitu pengumpulan limbah menggunakan air untuk
mengangkut limbah tersebut dalam bentuk cair.
- Ada dua sistem pengangkutan limbah peternakan, yaitu
1. Secara mekanik untuk limbah padat dan atau semipadat
2. Pengangkutan dengan air (hydraulic transport) untuk limbah cair dan
semicair.
DAFTAR PUSTAKA
Merkel, J.A. 1981. Managing Livestock Wastes. AVI Publishing Company. Inc.Westport.Connecticut.
Setiawan, Asep., Tb. Benito, A.K., Yuli, A.H. 2013. Jurnal “Pengelolaan Limbah Ternak pada Kawasan Budidaya Ternak Sapi Potong di Kabupaten Majalengka”. Sumedang : Universitas Padjadjaran.
Sihombing D,T,H. 2002. Tehnik pengelolan limbah kegiatan usaha peternakan. Puasat penelitian lingkungan hidup. Institut Pertanian Bogor