UJI EFEKTIVITAS TEKNIK BIOPRIMING DAN SUMBER BENIH ...faperta.uho.ac.id/agriplus/Fulltext/2014/AGP2402002.pdf · agriplus, volume 24 nomor : 02 mei 2014, issn 0854-0128 uji efektivitas

  • Upload
    hatram

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128

    UJI EFEKTIVITAS TEKNIK BIOPRIMING DAN SUMBER BENIH TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BIBIT KAKAO

    Oleh : Gusti Ayu Kade Sutariati1*, La Ode Safuan1, Andi Khaeruni1, Fitrianti Handayani2

    ABSTRACT

    The research was aimed to evaluate the effectiveness of biopriming treatment and seed sources on viability and vigor of cocoa seedling. The experiment was conducted in Laboratory Department of Agronomy Faculty of Agriculture Halu Oleo University, from January to May 2013. Laboratory research was arranged in split plot completely design. The main factor was variety which consisted of 3 varieties ie. Hybrid (V1), Sulawesi 1 (V2) and Sulawesi 2 (V3). The sub plot was seed biopriming with rhizobacteria treatments which consisted of 6 treatments, namely: without seed biopriming (B0), seedbiopriming with Bacillus sp. CKD061 (B1), seed biopriming with P. fluorescens PG01 (B2), seedbiopriming with S. liquefaciens SG01 (B3), seed biopriming with Trichoderma sp. (B4), and seed priming with KNO3 (B5). Every treatment was replicated 3 times, therefore, overall there were 54 experimental units. Data obtained were analized using analysis of variance and followed with Duncans Multiple Range Test. The result of experiment showed that Bacillus sp. CKD061 and Trichoderma sp. were efective in improving viability and vigor of all seed sources of cocoa seed used. In all seed sources used (Hybrid, Sulawesi 1, and Sulawesi 2), these treatment were effective in increasing germination persentage, growth uniformity, index vigor, and growth compared with untreated treatment. For the best result, still needed further research to evaluated stability effect of seed biopriming on cocoa seedling in the field.

    Keywords: biopriming, rhizobacteria, cocoa seedling

    PENDAHULUAN

    Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperanan penting bagi perekonomian Indonesia terutama dalam hal pendapatan petani khususnya sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber devisa negara. Produksi kakao saat ini 435.000 ton dengan produksi dari perkebunan rakyat sekitar 87%. Produksi tertinggi yakni 67% diperoleh dari wilayah sentra produksi kakao yang berpusat di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Awal perluasan areal kakao dilakukan sekitar 25 tahun yang lalu. Hal ini berarti bahwa pertanaman kakao di Indonesia telah cukup tua yang menyebabkan kurang produktif.

    Hasil penelitian menunjukkan, tanaman kakao yang telah berusia 25 tahun produktivitasnya tinggal setengah dari

    potensi produksinya (Suhendy, 2007). Rendahnya produktivitas kakao pada umumnya disebabkan belum menggunakan klon/varietas unggul dan tanaman sebagian besar berumur tua/rusak serta minimnya tingkat pemeliharaan yang dilakukan oleh para pekebun (Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, 2010).

    Beberapa faktor penyebab rendahnya produktivitas dan mutu kakao Indonesia saat ini adalah bahan tanaman yang digunakan sangat beragam dan tidak jelas sumbernya, umur tanaman yang sudah tua, penerapan teknis budidaya yang sangat rendah yang berdampak pada tingginya tingkat seranganhama dan penyakit tanaman. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kakao adalah peremajaan dan rehabilitasi tanaman dengan penggunaan bahan tanam unggul di antaranya varietas Hibrida, klon Sulawesi 1, dan klon Sulawesi 2. Varietas

    1) Staf Pengajar Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari, 111 2) Mahasiswa Pada Program Pasca Sarjana Universitas Halu Oleo Kendari

  • 112

    AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128

    Hibrida adalah varietas dari hasil persilangan antara Na 32 dan UIT 1. Varietas Hibrida memiliki daya hasil tinggi, mutu baik (biji besar), serta tahan terhadap hama dan penyakit. Klon Sulawesi 1 dan Sulawesi 2 merupakan kakao lindak dengan biji berwarna ungu, yang juga tahan terhadap hama dan penyakit, serta memiliki produktivitas yang tinggi.

    Salah satu upaya untuk meningkatkan vigor benih kakao adalah melalui teknik bio-invigorasi benih. Teknik bio-invigorasi benih dapat dilakukan dengan cara matriconditioning benih atau priming benih(Ilyas, 2005). Matriconditioning adalah conditioning dengan menggunakan media padatan lembap yang mempunyai daya pegang air yang tinggi. Priming benih adalah conditioning dengan menggunakan larutan primingtik seperti KNO3, KH2PO4, NaCl dan manitol yang tidak bersifat racunbagi benih. Salah satu perlakuan primingyang efektif dan relatif lebih murah yakni dengan menggunakan larutan primingtik berupa garam KNO3. Larutan KNO3 salah satu fungsinya adalah untuk mempercepat penerimaan oksigen oleh benih (Sutariati, 2002).

    Perlakuan priming benih yang diintegrasikan dengan rizobakteri disebut biopriming. Hasil penelitian Sutariati et al. (2012), menunjukkan bahwa rizobakteri dari kelompok Bacillus spp., Pseudomonas spp., dan Serratia spp. yang diisolasi dari pertanaman cabai dan tomat sehat, dapat menghasilkan hormon tumbuh IAA.

    Serratia spp. dilaporkan mampu mensintesis asam indol asetat (IAA) (Maunuksela, 2001). Bacillus spp. mampu mensintesis IAA (ElSorra, et al. 2007; Idris et al., 2009; Esturk et al. 2010), giberelin dan sitokinin (Liu et al. 2013). Demikian pula isolat Pseudomonas fluorescens mampu menghasilkan IAA (Ashrafuzzaman et al.2009; Khakipour et al., 2008; Ahmat et al., 2005), giberelin dan sitokinin (Liu et al.

    2013). Rizobakteri dari kelompok Bacillusspp. dan Pseudomonas spp. dilaporkan mampu melarutkan fosfat (Cherif-Silini et al., 2013), sedangkan rizobakteri dari kelompok Serratia spp. mampu memfiksasi nitrogen (Bai et al. 2003).

    Dalam penelitian ini juga digunakan jenis cendawan yang berfungsi sebagai agensia hayati yaitu Trichoderma spp. Hal ini disebabkan beberapa isolat Trichoderma spp. mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman atau menghasilkan fitohormon seperti Indole Acetic Acid (IAA) dan hormon sejenisnya (Vinale et al., 2008). Lebih lanjut El-Mohamedy et al., (2011), bahwa Trichoderma harzainum mampu berperan sebagai agen biokontrol dan meningkatkan hasil tanaman.

    Penelitian ini bertujuan untukmengevaluasi efektivitas perlakuan bio-invigorasi dan sumber benih dalam meningkatkan viabilitas dan vigor benih dan sekaligus sebagai bahan informasi dan acuan teknologi untuk penelitian selanjutnya serta teknologi yang digunakan menjadi salah satu metode yang efektif, efesien dan ramah lingkungan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih kakao.

    BAHAN DAN METODE

    Tempat dan WaktuPenelitian ini berlangsung dari bulan

    Januari tahun 2013 sampai bulan Mei tahun 2013, dilakukan di Laboratorium Unit Agronomi Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari.

    Bahan dan Alat

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao Hibrida (hasil persilangan antara Na 32 dan UIT 1), Sulawesi 1, dan Sulawesi 2, aquades, pupuk organik plus GAKSI, isolat bakteri indigenus P. fluorescens PG01, S. liquefaciens SG01, Bacillus sp. CKD061, dan Trichoderma sp. (isolat koleksi Dr. Ir.

  • 113

    AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128

    Gusti Ayu Kade Sutariati, M.Si), KNO3, aquades, agar, tissue, spiritus, aluminium foil, label, alkohol 70%, protease pepton, glycerol, K2HPO4, MgSO4.7H2O, Trypthic Soy Broth (TSB). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gembor, oven, timbangan analitik, jarum ose, cawan petri, lampu Bunsen, hand potters, autoclave, laminar air flow cabinet, gelas ukur, kamera digital, hot plate, dan alat tulis menulis.

    Metode

    Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam pola split plot. Petak utama adalah sumber benih terdiri atas tiga taraf yaitu: Hibrida (S0), Sulawesi 1 (S1), dan Sulawesi 2 (S2). Anak petak adalah perlakuaan bio-invigorasi (biopriming) benih, yang terdiri atas 6 perlakuan yaitu: kontrol (B0),biopriming Bacillus sp. CKD061 (B1),biopriming P. fluorescens PG01 (B2), biopriming S. liquefaciens SG01 (B3),biopriming Trichoderma sp. (B4), danpriming KNO3 (B5). Setiap perlakuan diulang 3 kali, sehingga secara keseluruhan terdapat 54 unit percobaan.

    Media yang digunakan untuk perbanyakan bakteri yaitu TSA dan Kings B. Media TSA dibuat dari campuran agar 20 g dan TSB 30 g. Sedangkan untuk pembuatan media Kings B terdiri dari campuran agar 20 g, protease peptone 20 g, glycerol 15 ml, K2HPO4 2,5 g, dan MgSO4.7H2O 6 g. Campuran bahan untuk pembuatan media TSA dan Kings B dilarutkan dalam aquades 1000 ml dan direbus sampai mendidih selama 20 menit. Campuran bahan yang telah mendidih dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan disterilkan dengan menggunakan autoclave(T 121o C, p 1 atm, t 20 menit). Setelah itu, campuran bahan tersebut dituang dalam cawan petri setebal 0,5 cm secara aseptik dalam laminar air flow cabinet kemudian didinginkan dan siap digunakan. Sebelum

    digunakan, rizobakteri ditumbuhkan terlebih dahulu dalam medium TSA padat (untuk Bacillus sp. CKD061 dan S. liquefaciens SG01), Kings B (untuk P. fluorescens PG01), dan PDA (untuk Trichoderma sp.). dan diinkubasi selama 48 jam. Koloni bakteri yang tumbuh disuspensikan dalam akuades steril hingga kerapatan populasi 109

    cfu/mL (satu lup ose dalam 10 mL aquades steril). Benih direndam dalam KNO3 dan juga suspensi Bacillus sp. CKD061, suspensi isolat P. fluorescens PG01, suspensi isolat S. liquefaciens SG01, dan suspensi Trichoderma sp. selama 8 jam. Benih ditanam dalam kotak pengecambahan sebanyak 20 butir benih untuk masing-masing perlakuan. Pemeliharaan dilakukan selama pelaksanaan penelitian yakni penyiraman 2 kali sehari (pagi dan sore) dan disesuaikan dengan kelembapan media tumbuh.

    Uji viabilitas dan vigor bibit kakaoPengujian menggunakan boks

    perkecambahan berukuran 20 cm x 15 cm x 10 cm (panjang x lebar x tinggi) berisi arang sekam steril sebagai media perkecambahan. Setiap perlakuan ditanam 25 benih, tiga ulangan. Pengaruh perlakuan benih dievaluasi menggunakan peubah sebagai berikut:1) Daya berkecambah (DB),

    menggambarkan viabilitas potensial benih (Sadjad et al. 1999), dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hari terakhir pengamatan (14hst) dengan rumus:

    DB = x 100%

    2) Keserempakan tumbuh (KST), menggambarkan vigor benih (Sadjad et al. 1999), dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hari antara hitungan pertama (7 hst) dan kedua (14 hst) yaitu pada 10 hst.

  • 114

    AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128

    3) Indeks vigor (IV), menggambarkan vigor kecepatan tumbuh (Copeland & McDonald 1995), dihitung berdasarkan persentase kecambah normal pada hitungan pertama (7 hst) dengan rumus:

    IV = x 100%

    4) Kecepatan tumbuh relatif (KCT-R), menggambarkan vigor benih, merupakan perbandingan nilai KCT dengan KCTmaksimum. KCT maksimum sendiri diperoleh dari asumsi bahwa pada saat hitungan pertama kecambah normal sudah mencapai 100%. KCT dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan tumbuh harian (Sadjad et al. 1999) dengan rumus:

    KCT-R =

    KCT =

    KCT maks =

    Analisis Data.

    Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Apabila dalam analisis ragam terdapat pengaruh nyata maka dilakukan dengan uji berganda Duncan (UJBD) pada taraf nyata =0,05.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    H a s i l

    1. Daya Berkecambah

    Perlakuan biopriming benih lebih mampu meningkatkan daya berkecambahbenih kakao Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2 dibandingkan dengan kontrol (Gambar 1).Dibandingkan dengan kontrol, benih menggunakan perlakuan biopriminglebih mampu meningkatkan dayaberkecambah benih kakao Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2. Di antara keenam jenis perlakuan biopriming yang digunakan, biopriming Bacillus sp. CKD061 danbiopriming Trichoderma sp. memberikan persentase daya berkecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan biopriming P. fluorescens PG01, biopriming S. liquefaciensSG01, dan priming KNO3 pada sumber benih Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2. Daya berkecambah benih kakao Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2 terendah terdapat pada kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, dari tiga sumber benih yang digunakan, benih kakao Hibrida menunjukkan performa daya berkecambah yang lebih baik dibandingkan dengan benih kakao Sulawesi 1 dan Sulawesi 2 (Tabel 1).

    2. Keserempakan Tumbuh

    Perlakuan biopriming benih juga lebih mampu meningkatkan keserempakan tumbuh benih kakao Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2 dibandingkan dengan kontrol. Diantara keenam perlakuan biopriming yang digunakan, pada benih kakao Hibrida biopriming Bacillus sp. CKD061 dan biopriming Trichoderma sp. memberikan persentase keserempakan tumbuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuanbiopriming P. fluorescens PG01, bioprimingS. liquefaciens SG01, dan priming KNO3.

    .

    Keterangan : t = waktu pengamatan N = % KN setiap waktu pengamatan tn = waktu akhir pengamatan

  • 115

    AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128

    Tabel 1. Pengaruh perlakuan biopriming benih dan sumber benih terhadap daya berkecambah benih kakao Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2

    BioprimingBenih

    Sumber Benih Rataan BioprimingHibrida Sulawesi 1 Sulawesi 2

    Daya Berkecambah (%)Kontrol 68,33 c P 41,67 c Q 41,67 d Q 50,56Biopriming CKD061 96,67 a P 95,00 a P 95,00 a P 95,56Biopriming PG01 95,00 a P 88,33 ab Q 86,67 bc Q 90,00Biopriming SG01 93,33 a P 86,67 b P 86,67 bc P 88,89Biopriming Tricho 96,67 a P 95,00 a P 93,33 ab P 95,00Priming KNO3 81,67 b P 85,00 b P 80,00 c P 82,22Rataan Varietas 88,61 81,95 80,56

    Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji DMRT 0,05.

    Pada benih kakao Sulawesi 1, hanya perlakuan biopriming Bacillus sp. CKD061memberikan persentasekeserempakan tumbuh yang lebih tinggidibandingkan dengan biopriming P. fluorescens PG01, biopriming S. liquefaciens SG01, biopriming Trichoderma sp., danpriming KNO3. Sementara pada benih kakao Sulawesi 2, yang memberikan persentase keserempakan tumbuh yang lebih tinggiadalah biopriming Bacillus sp. CKD061,

    biopriming P. fluorescens PG01, dan biopriming Trichoderma sp. Keserempakan tumbuh benih kakao Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2 terendah terdapat pada kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, dari tiga sumber benih yang digunakan, benih kakao Hibrida menunjukkan performa keserempakan tumbuh yang lebih baik dibandingkan dengan benih kakao Sulawesi 1 dan Sulawesi 2 (Tabel 2).

    Tabel 2. Pengaruh perlakuan biopriming benih dan sumber benih terhadap keserempakan tumbuh benih kakao Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2

    BioprimingBenih

    Sumber Benih Rataan BioprimingHibrida Sulawesi 1 Sulawesi 2

    Keserempakan Tumbuh (%)Kontrol 58,33 c P 36,67 d Q 36,67 b Q 50,56Biopriming CKD061 90,00 a P 86,67 a P 63,33 a Q 95,56Biopriming PG01 73,33 b P 68,33 bc P 60,00 a P 90,00Biopriming SG01 78,33 ab P 68,33 bc P 45,00 bc Q 88,89Biopriming Tricho 90,00 a P 75,00 b PQ 61,67 a Q 95,00Priming KNO3 75,00 ab P 63,33 c PQ 56,67 ab Q 82,22Rataan Varietas 77,50 66,39 53,89

    Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji DMRT 0,05.

  • 116

    AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128

    3. Indeks Vigor

    Di antara keenam perlakuan biopriming yang digunakan, pada benih kakao Hibrida biopriming Bacillus sp.CKD061 dan biopriming Trichoderma sp.memberikan persentase indeks vigor yang lebih tinggi dibandingkan dengan bioprimingP. fluorescens PG01, biopriming S. liquefaciens SG01, dan priming KNO3. Pada benih kakao Sulawesi 1, biopriming Bacillus sp. CKD061 memberikan persentase indeks vigor yang lebih tinggi dibandingkan denganbiopriming P. fluorescens PG01, bioprimingS. liquefaciens SG01, bioprimingTrichoderma sp., dan priming KNO3.Sementara pada benih kakao Sulawesi 2, yang memberikan persentase indeks vigoryang tinggi adalah biopriming Trichoderma sp., dan priming KNO3. Indeks vigor benih kakao Hibrida terendah terdapat pada kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

    Pada Sulawesi 1, indeks vigor benih terendah terdapat pada kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuan biopriming Bacillus sp. CKD061 tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan biopriming P. fluorescens PG01, biopriming S. liquefaciens SG01, bioprimingTrichoderma sp., dan priming KNO3. Sementara pada benih kakao Sulawesi 2, indeks vigor terendah terdapat pada kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuanbiopriming Bacillus sp. CKD061 bioprimingP. fluorescens PG01, bioprimingTrichoderma sp., dan priming KNO3 tetapi berbeda tidak nyata pada perlakuan biopriming S. liquefaciens SG01. Sementara itu, dari tiga sumber benih yang digunakan, benih kakao Hibrida menunjukkan performa indeks vigor yang lebih baik dibandingkan dengan benih kakao Sulawesi 1 dan Sulawesi 2 (Tabel 3).

    Tabel 3. Pengaruh perlakuan biopriming benih dan sumber benih terhadap indeks vigor benih kakao Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2

    BioprimingBenih

    Sumber Benih Rataan BioprimingHibrida Sulawesi 1 Sulawesi 2

    Indeks Vigor (%)Kontrol 46,67 c P 35,00 b PQ 28,33 c Q 36,67Biopriming CKD061 80,00 a P 71,67 a P 51,67 a Q 67,78Biopriming PG01 68,33 ab P 41,67 b Q 50,00 ab Q 53,33Biopriming SG01 66,67 ab P 50,00 b Q 38,33 bc Q 51,67Biopriming Tricho 76,67 ab P 50,00 b Q 55,00 a PQ 60,56Priming KNO3 61,67 b P 38,33 b Q 55,00 a P 51,67Rataan Varietas 66,67 47,78 46,39

    Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji DMRT 0,05.

    4. Kecepatan Tumbuh Relatif

    Perlakuan benih menggunakan biopriming mampu meningkatkan kecepatan tumbuh relatif benih kakao Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2 dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan biopriming

    Bacillus sp. CKD061 dan bioprimingTrichoderma sp. memberikan kecepatan tumbuh relatif terbaik dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan biopriming P. fluorescens PG01, biopriming S. liquefaciens SG01, priming KNO3 pada benih kakao

  • 117

    AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128

    Hibrida. Pada benih kakao Sulawesi 1, hanya perlakuan biopriming Bacillus sp. CKD061 yang memberikan kecepatan tumbuh relatif tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sementara pada benih kakao Sulawesi 2, yang memberikan persentase kecepatan tumbuh relatif tertinggi adalah perlakuan biopriming Bacillus sp. CKD061 dan biopriming Trichoderma sp.

    Kecepatan tumbuh relatif benih terendah terdapat pada kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, dari tiga sumber benih yang digunakan, benih kakao Hibrida menunjukkan performa kecepatan tumbuh relatif yang lebih baik dibandingkan dengan benih kakao Sulawesi 1 dan Sulawesi 2 (Tabel 4).

    Tabel 4. Pengaruh perlakuan biopriming benih dan sumber benih terhadap kecepatan tumbuh relatif benih kakao Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2

    BioprimingBenih

    Sumber Benih Rataan BioprimingHibrida Sulawesi 1 Sulawesi 2

    Kecepatan Tumbuh Relatif (%/etmal)Kontrol 74,28 c P 44,67 d Q 43,79 d Q 54,24Biopriming CKD061 112,61 a P 105,46 a PQ 99,35 a Q 105,81Biopriming PG01 102,61 a P 90,67 bc Q 92,66a b Q 95,31Biopriming SG01 103,72 a P 91,47 bc PQ 87,84b c Q 94,34Biopriming Tricho 111,45 a P 99,90 ab Q 95,17 a Q 102,17Priming KNO3 89,94 b P 87,23 c P 85,66 c P 87,61Rataan Varietas 99,10 86,57 84,08

    Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji DMRT 0,05.

    Pembahasan

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan bio-invigorasi (biopriming) benih secara nyata mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih kakao dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penggunaan bio-invigorasi (biopriming) sebagai perlakuan benih mampu memperbaiki viabilitas dan vigor benih tanaman. Perlakuan bioprimingbenih terbukti efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih tanaman (Ilyas et al., 2002; Sutariati, 2006; Wahid et al., 2008; Moradi and Younesi, 2009).

    Perlakuan biopriming benih dilakukan untuk mengatasi rendahnya produktivitas

    yang disebabkan penggunaan benih bervigor rendah. Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing-masing kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Perlakuan biopriming benih menunjukkan perbedaaan yang sangat nyata antara benih yang diberi perlakuan biopriming dengan benih tanpa perlakuan biopriming. Hasil pengamatan terhadap beberapa peubah viabilitas dan vigor benih menunjukkan bahwa rizobakteri Bacillus sp. CKD061 dan Trichoderma sp. lebih respon terhadap benih kakao, sementara P. fluorescens PG01, S.liquefaciens SG01, dan KNO3 kurang memberikan respon terhadap benih kakao yang digunakan. Proses kolonisasi rizobakteri dengan tanaman inang, dimulai saat benih berkecambah. Pada saat yang

  • 118

    AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128

    bersamaan, rizobakteri juga membutuhkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Umumnya nutrisi rizobakteri diperoleh dari asam-asam organik yang dikeluarkan inangnya, dan jenis asam organik ini tentunya berbeda antara tanaman yang satu dengan lainnya. Oleh karena itu, kurangnya kontribusi yang diberikan oleh rizobakteri terhadap inangnya kemungkinan disebabkan oleh kurangnya perolehan nutrisi dari inangnya.

    Selain perbaikan yang disebabkan oleh penggunaan rizobakteri secara mandiri, aplikasi teknik invigorasi sebagai media inokulasi rizobakteri pada benih juga memberikan peran positif yang tidak dapat diabaikan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, teknik invigorasi benih adalah perlakuan pada benih (seed conditioning) yang bertujuan untuk mempercepat dan menyeragamkan pertumbuhan serta meningkatkan persentase pemunculan kecambah dan bibit. Seed conditioningmerupakan perbaikan fisiologis dan biokimiawi yang berhubungan dengan kecepatan dan keserempakan, perbaikan dan peningkatan potensial perkecambahan dalam benih selama penundaan perkecambahan oleh media potensial matriks rendah (matriconditioning) (Ilyas, 2005). Penggunaan teknik invigorasi benih terbukti efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih (Ilyas et al., 2002; Wahid et al., 2008). Penggunaan teknologi invigorasi benih plus rizobakteri juga mampu melindungi benih yang ditanam dari cendawan tular benih dan tular tanah (Sutariati, 2006; Moradi & Younesi, 2009).

    Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan biopriming Bacillus sp. CKD061 dan biopriming Trichoderma sp.mampu meningkatkan persentase daya berkecambah benih dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan biopriming P. fluorescens PG01, biopriming S. liquefaciens

    SG01, priming KNO3 (pada benih kakao Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2).

    Hasil pengamatan persentase keserempakan tumbuh tertinggi pada benih kakao Hibrida dan Sulawesi 2 ditunjukkan oleh perlakuan biopriming Bacillus sp. CKD061 dan biopriming Trichoderma sp.sementara itu, pada benih kakao Sulawesi 1, persentase keserempakan tumbuh tertinggi diperoleh pada perlakuan bioprimingBacillus sp. CKD061.

    Indeks vigor benih kakao Hibrida tertinggi diperoleh pada perlakuan biopriming Bacillus sp. CKD061 danbiopriming Trichoderma sp. Sementara itu, pada benih kakao Sulawesi 1, hanya perlakuan biopriming Bacillus sp. CKD061yang lebih mampu meningkatkan persentase indeks vigor benih kakao. Pada benih kakao Sulawesi 2, yang memberikan persentase indeks vigor tertinggi adalah perlakuan biopriming Trichoderma sp. dan priming KNO3.

    Pada pengamatan kecepatan tumbuh relatif benih kakao Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2, kecepatan tumbuh relatif tertinggi diperoleh pada perlakuanbiopriming Bacillus sp. CKD061 dan biopriming Trichoderma sp. Dari hasil percobaan di menunjukkan bahwa sumber benih Hibrida memberikan performa yang lebih baik dibandingkan dengan sumber benih Sulawesi 1 dan Sulawesi 2.

    Perlakuan biopriming Bacillus sp. CKD061 secara kontinuitas memberikan respon yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan kontrol pada pertumbuhan tanaman. Hal ini diduga karena Bacillus sp. CKD061 dapat memproduksi hormon tumbuh IAA, giberelin, dan sitokinin, disamping kemampuannya melarutkan fosfat, dan memfiksasi nitrogen (Timmusk et al., 2005; Yasmin et al., 2009; Sheela dan Usharani, 2013). Menurut Sutariati et al. (2010) Bacillus sp. CKD061 mampu memproduksi IAA dengan

  • 119

    AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128

    konsentrasi 346,97 ppm. IAA merupakan bentuk aktif dari hormon auksin yang dijumpai pada tanaman dan berperan dalam meningkatkan perkembangan sel, dan meningkatkan aktivitas enzim.

    Selain berperan memacu pertumbuhan tanaman, Bacillus sp. juga mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara dengan kemampuannya dalam memfiksasi N dan melarutkan P. Penggunaan rizobakteri pelarut fosfat yang dapat mensubstitusi sebagian atau seluruh kebutuhan tanaman akan unsur P dapat memberikan hasil positif terhadap pertumbuhan tanaman. Hara fosfat sangat diperlukan dalam proses metabolisme tanaman antara lain untuk merangsang pertumbuhan tanaman, perkembangan akar, pertumbuhan buah, memperbaiki kualitas serta memperkuat daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Pelarutan fosfat ini disebabkan oleh bakteri yang menghasilkan enzim fosfatase yang dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik misalnya fosfolipid dan glikolipid yang menyediakan unsur hara menjadi bentuk yang tersedia sehingga ketersediaan unsur P tanaman tercukupi (Sharma et al., 2013). Sedangkan kemampuan melekatkan P dari senyawa P yang terikat oleh gibsid disebabkan karena kemampuan rizobakteri untuk menghasilkan asam organik.

    Kemampuan Trichoderma sp. memacu pertumbuhan tanaman telah dilaporkan oleh Hajieghrari (2010) pada bibit jagung yang diberi Trichoderma. IsolatTrichoderma sp. mampu meningkatkan panjang akar dan tunas bibit jagung serta meningkatkan konduktivitas stomata. Hal ini disebabkan beberapa isolat Trichoderma sp. mampu menghasilkan faktor-faktor yang dapat mendorong pertumbuhan tanaman atau menghasilkan fitohormon seperti Indole Acetic Acid (IAA) dan hormon sejenisnya (Vinale et al., 2008). Selain itu, Trichoderma

    sp. mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan selanjutnya menyediakan hara bagi tanaman (Mahanta et al., 2014, Singh et al., 2014).

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian efektivitas teknik bio-invigorasi terhadap viabilitas dan vigor beberapa sumber benih kakao, dapat disimpulkan bahwa:1. Ketiga sumber benih yang digunakan

    dalam penelitian ini (Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2) responsif terhadap perlakuan bio-invigorasi (biopriming)benih yang diberikan, ditunjukkan dengan peningkatan terhadap viabilitas dan vigor benih kakao.

    2. Perlakuan biopriming Bacillus sp. CKD061 dan biopriming Trichoderma sp. memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap viabilitas dan vigor benih kakao.

    SARAN

    Dalam upaya untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih kakao maka dianjurkan untuk menggunakan biopriming Bacillus sp. CKD061 dan bioprimingTrichoderma sp. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh perlakuanbiopriming Bacillus sp. CKD061 danbiopriming Trichoderma sp. pada ketiga sumber benih yang digunakan (benih kakao Hibrida, Sulawesi 1, dan Sulawesi 2) di lapangan.

    UCAPAN TERIMAKASIH

    Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025), atas bantuan dana yang diberikan untuk membiayai kegiatan penelitian ini.

  • 120

    AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128

    DAFTAR PUSTAKA

    Ahmad, F., I. Ahmad and M.S. Khan. 2005. Indole acetic acid production by the indigenous isolates of azotobacterand fluorescent pseudomonasin the presence and absence of tryptophan. Turk. J. Biol., 29: 29-34.

    Ashrafuzzaman, M., F. A. Hossen, M. R. Ismail, Md. A. Hoque, M. Z. Islam, S. M. Shahidullah, and S. Meon. 2009. Efficiency of Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR) for the Enhancement of Rice Growth. African Journal of Biotechnology. 8 (7):1247-1252.

    Bai, Y., X. Zhou and D. L. Smith. 2003. Enhancod Soybean Plant GrowthResulting from Coinoculation of Bacillus Strains with Bradyrhizobium Japonicum. Crop Sci. 43:1774-1781.

    Cherif-Silini, H., A. Silini, M. Ghoul, B. Yahiaoui, and F. Arif. 2013. Solubilization of phosphate by the Bacillus under salt stress and in the presence of osmoprotectant compounds. African Journal of Microbiology Research Vol. 7(37): 4562-4571.

    Chet, I., 2001. Effect of Trichoderma harzianum on microelement concentrations and increased growth of cucumber plants. Plant Soil 235, 235-242.

    Copeland, L.O., and McDonald. 1985. Principles of Seed Science and Technology. Bugress Publ Co. Minneapolis.

    Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. 2010. Pedoman Teknis Pembangunan Perkebunan Kakao. Kementerian Pertanian. Jakarta.

    ElMohamedy, R.S.R., E.H.A. ElSamad, H.A.M. Habib and T.F. El-Bab. 2011.

    Effect of using bio-control agents on growth, yield, head quality and root rot control in broccoli plants grown under greenhouse conditions. International Journal of Academic Research, 3(2): 71-80.

    ElSorra, E. I., D.J. Iglesias, M. Talon, and R. Borriss. 2007. Tryptophan-Dependent Production of Indole-3-Acetic Acid (IAA) Affects Level of Plant Growth Promotion by Bacillus amyloliquefaciens FZB42. American Phytopathological Society. 20 (6):619-626.

    Erturk, Y., S. Ercisli., A. Haznedar dan R. Cakmakci. 2010. Effects of plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) on rooting and root growth of kiwifruit (Actinidia deliciosa) stem cuttings. Biol Res, 43: 91-98.

    Hajieghrari, B., 2010. Effects of some iranian Trichoderma isolates on maize seed germination and seedling vigor. African J Biotech 9 (28), 4342-4347

    Idris, A., N. Labuschagne and L. Korsten. 2009. Efficacy of rhizobacteria for growth promotion in sorghum under greenhouse conditions and selected modes of action studies. Journal of Agricultural Science, 147:1730

    Ilyas, S., 2005. Perubahan Fisiologis dan Biokimia dalam Proses Seed Conditioning. Keluarga Benih Vol. VI, 2: 70-79.

    Ilyas, S., Sutariati, G.A.K., Suwarno, F.C., and Sudarsono. 2002. Matriconditioning Improved Quality and Protein Level of Medium Vigor Hot Pepper Seed. Seed Technol. 24:65-75.

    Joner, E.J., I.M. Aarle and M. Vosatka. 2000. Phosphatase Activity of Extraradical

  • 121

    AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128

    Arbuscular Mychoriza hyphae: A review. Plant Soil 226:190-210.

    Joo Gil-Jae, Young-Mog Kim, Jung Tae-Kim, In-Koo Rhee, Jin-Ho Kim and In-Jung Lee. 2004. Gibberellins-Producing Rhizobacteria Increase Endogenous Gibberellins Content and Promote Growth of Red Peppers, Journal of Microbiology. 43(6):510-515.

    Khakipour, K., K. Khavazi, H. Mojallali, E. Pazira and H. Asadirahmani. 2008. Production of auxin hormone by fluorescent pseudomonads. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci., 4 (6): 687-692.

    Liu, F., S. Xing, H. Ma, Z. Du, and B. Ma. 2013. Cytokinin-producing, plant growth-promoting rhizobacteria that confer resistance to drought stress in Platycladus orientalis container seedlings. Appl Microbiol Biotechnol. 97(20): 9155-64.

    Mahanta, K., D.K. Jha, D.J. Rajkhowa, and M. Kumar. 2014. Isolation and evaluation of native cellulose degrading microorganisms for efficient bioconversion of weed biomass and rice straw. J Environ Biol. 2014 Jul;35(4):721-725.

    Moradi, A., and O. Younesi. 2009. Effects Of Priming- And Hydro-Priming On Seed Parameters Of Grain Sorghum (Sorghum Bicolor L.). Australian Journal Of Basic And Applied Sciences, 3(3): 1696-1700.

    Sadjad, 1999. Dari Benih Kepada Benih. Penerbit PT. Grasindi Widjasara Indonesia. Jakarta.

    Sadjad, S., E. Muniarti, dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih, dari Komperatif ke Simulatif. PT

    Grasindo Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

    Sharma, S.B., Z. Riyaz, Sayyed, Mrugesh, H. Trivedi, and T.A. Gobi. 2013. Phosphate solubilizing microbes: sustainable approach for managing phosphorus deficiency in agricultural soils. http://www.springerplus.com/content/2/1/587 [Diakses 23 Juli 2013].

    Sheela, T. and Usharani. 2013. Influence of plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) on the growth of maize (Zea mays L.). Golden research Thoughts Journal, 3(6):1-4

    Singh, A.S, J. Panja, and J. Shah. 2014. Evalution of suitable organic subtrates based Trichodema harzianum formulation for managing Rhizoctonia solani causing collar rot disease of cowpea. Int.J.CurrMicrobial.App.Sci 3(8): 127-134.

    Suhendy. 2007. Rehabilitasi Tanaman Kakao: Tinjauan Potensi, Permaslahan, Rehabilitasi Tanaman Kakao di Desa Primatani Tonggolobibi. Prosiding Seminar Nasional 2007. Pengembangan Inovasi Pertanian Lahan Marginal. Departemen Pertanian.

    Sutariati, G.A.K., 2002. Peningkatan Performansi Benih Cabai (Capsicum anuum L.). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://tumoutou.net/702.05123/gusti.ayu.ks.htm [4 November 2007].

    Sutariati, G.A.K., 2006. Perlakuan Benih dengan Agens Biokontrol untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa, Peningkatan Hasil dan Mutu Benih Cabai. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

  • 122

    AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128

    Sutariati, G.A.K. dan L.O. Safuan. 2012. Perlakuan Benih dengan Rizobakteri Meningkatkan Mutu Benih dan Hasil Cabai (Capsicum annuum L.). J. Agronomi. Indonesia 40 (2):125-131 (2012).

    Timmusk, S., N. Grantcharova, and E.G.H. Wagner. 2005. Paenibacillus polymyxa Invades Plant Roots and Forms Biofilms. Appl. Environ. Microbiol. 71:7292-7300.

    Vinale F., K. Sivasithamparam, E.L. Ghisalberti, R. Marra, M.J. Barbetti, H. Li, S.L. Woo and M. Lorito. 2008. A Novel Role for Trichoderma Secondary Metabolites in the

    Interactions with Plants. Physiol Mol Plant Pathol 72, 80-86.

    Wahid, A., A. Noreen, M.A. Shahzad, Basra, S. Gelani, and M. Farooq. 2008. Priming-Induced Metabolic Changes in Sunflower (Helianthus Annuus) Achenes Improve Germination and Seedling Growth. Botanical Studies 49: 343-350.

    Yasmin, F., R. Othman, K. Sijam, and M.S. Saad. 2009. Characterization of beneficial properties of plantgrowth-promoting rhizobacteria isolated from sweet potato rhizosphere. African Journal of Microbiology Research, 3(11): 817-821.

    Cover Edisi Mei 2014.pdfaGRIPLUS COVER DALAM.pdfAgriplus Mei 2014.pdfDaftar Isi Edisi Mei 2014.pdf