125
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, mengatur terbentuknya Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). KKI menetapkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia dan Standar Pendidikan Profesi Dokter pada tahun 2006. Hal ini menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) untuk mewajibkan institusi penyelenggara pendidikan kedokteran, menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK merupakan penyerapan dari problem-based learning dan prinsip integrasi berbagai ilmu kedokteran. Penerapan ini, pada kenyataannya tergantung pada kemampuan berbagai institusi pendidikan yang kondisinya berbeda-beda. Akibatnya timbul perbedaan yang cukup besar, terhadap kualitas pendidikan pada institusi pendidikan yang satu dengan yang lain. Saat ini, uji kompetensi dititikberatkan pada uji pengetahuan pilihan ganda. Model ujian ini kurang menggambarkan kompetensi lulusan, karena aspek keterampilan klinik dan perilaku kurang teruji. Hal ini semakin mendorong diterapkannya metode uji keterampilan klinik, salah satunya adalah OSCE yaitu Objective Structured Clinical Examination (Dikti, 2011). OSCE adalah suatu metode untuk menguji kompetensi keterampilan klinik secara obyektif dan terstruktur. Objektif karena semua peserta ujian diuji dengan materi ujian yang sama. Penguji OSCE, diberikan panduan lembar

ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang

Praktik Kedokteran, mengatur terbentuknya Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

KKI menetapkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia dan Standar Pendidikan

Profesi Dokter pada tahun 2006. Hal ini menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi (Dikti) untuk mewajibkan institusi penyelenggara pendidikan

kedokteran, menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK

merupakan penyerapan dari problem-based learning dan prinsip integrasi

berbagai ilmu kedokteran. Penerapan ini, pada kenyataannya tergantung pada

kemampuan berbagai institusi pendidikan yang kondisinya berbeda-beda.

Akibatnya timbul perbedaan yang cukup besar, terhadap kualitas pendidikan pada

institusi pendidikan yang satu dengan yang lain. Saat ini, uji kompetensi

dititikberatkan pada uji pengetahuan pilihan ganda. Model ujian ini kurang

menggambarkan kompetensi lulusan, karena aspek keterampilan klinik dan

perilaku kurang teruji. Hal ini semakin mendorong diterapkannya metode uji

keterampilan klinik, salah satunya adalah OSCE yaitu Objective Structured

Clinical Examination (Dikti, 2011).

OSCE adalah suatu metode untuk menguji kompetensi keterampilan

klinik secara obyektif dan terstruktur. Objektif karena semua peserta ujian diuji

dengan materi ujian yang sama. Penguji OSCE, diberikan panduan lembar

Page 2: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

2

penilaian dan cara menilai keterampilan klinik yang dilakukan peserta ujian.

Subyektivitas dapat dihindari dengan menggunakan metode ini, karena penguji

menilai berdasarkan tindakan yang dilakukan peserta kemudian mencocokannya

dengan kriteria penilaian yang ada, bukan berdasarkan pengetahuan penguji.

Terstruktur karena semua instruksi ujian dituliskan dengan urut pada lembar yang

telah disediakan. Pada prosesnya, penguji akan menilai setiap peserta ujian di satu

stasiun. Penguji menilai dengan cara melakukan observasi dan mengajukan

pertanyaan serta menunjukan hasil pemeriksaan penunjang jika diminta dalam

soal. Waktu ujian yang menjadi tanggungjawab setiap penguji, tergantung banyak

sedikitnya materi yang harus diujikan. Standar OSCE Nasional adalah 15 menit,

untuk setiap penguji yang bertanggungjawab pada setiap stasiun ujian.

Kompetensi klinik yang diujikan yaitu anamnesa, pemeriksaan fisik, keterampilan

prosedur klinik, interpretasi hasil laboratorium, manajemen terapi, kemampuan

komunikasi dan perilaku profesional (Dikti, 2011).

OSCE yang diterapkan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-

Azhar (FK UNIZAR) Mataram terdiri atas tiga jenis yaitu, (1) OSCE reguler yang

dilakukan pada setiap akhir modul, bertujuan sebagai ujian keterampilan klinik

modul. Pada setiap semester diberikan tiga sampai empat modul pembelajaran,

sehingga dalam satu semester bisa dilakukan tiga sampai empat kali ujian OSCE

reguler. Pada semester ganjil, minimal berlangsung 12 kali ujian OSCE reguler

(semester I, III, V, VII) jika seluruh peserta dinyatakan lulus. Jumlah ujian OSCE

reguler pada semester ganjil bisa bertambah, jika ada peserta yang dinyatakan

tidak lulus. Sedangkan pada semester genap , minimal dilaksanakan 9 kali ujian

Page 3: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

3

OSCE reguler (Semester II, IV, VI) jika semua peserta dinyatakan lulus. Jumlah

OSCE reguler pada semester genap bisa juga bertambah, kalau ada peserta yang

diharuskan mengulang karena tidak lulus sebelumnya. (2) OSCE Komprehensif,

dilakukan setelah mahasiswa menyelesaikan program pendidikan sarjana

kedokteran. Tujuannya sebagai tes masuk untuk mengikuti program pendidikan

profesi dokter, diselenggarakan minimal tiga kali dalam setahun sesuai dengan

format OSCE Nasional. (3) OSCE Nasional diselenggarakan mengikuti kalender

Uji Kompetensi Dokter yang telah ditetapkan oleh Panitia Uji Kompetensi

sebanyak empat kali dalam satu tahun. OSCE ini bertujuan untuk memperoleh

sertifikat kompetensi dalam bentuk Surat Tanda Registrasi yang dapat digunakan

memperoleh Surat Izin Praktik.

Penguji OSCE reguler di FK UNIZAR yang sudah terlatih adalah enam

orang dokter, berasal dari staf pengajar FK UNIZAR yang telah memenuhi syarat

sebagai penguji OSCE, memenuhi kualifikasi pendidikan S2 dan atau dokter

Spesialis serta telah mengikuti dan mendapatkan sertifikat pelatihan penguji

OSCE Nasional yang diselenggarakan oleh Komite Bersama uji kompetensi

Dokter Indonesia.

Penguji OSCE reguler di FK UNIZAR harus melaksanakan tugas 10

jam. Pelaksanaan ujian OSCE reguler menggunakan enam dosen penguji yang

harus bertanggungjawab pada satu stasiun ujian dengan alokasi waktu observasi

simulasi keterampilan adalah 10 menit untuk setiap peserta ujian. Jumlah peserta

yang di uji adalah 60 orang, sehingga total waktu menguji adalah 600 menit atau

10 jam. Penguji melaksanakan tugas menguji untuk 60 peserta ujian, dilakukan

Page 4: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

4

sambil duduk selama kurang lebih 10 jam. Proses kerja yang sama dilakukan

berulang dan melibatkan aktivitas fisik serta mental, dapat menimbulkan

kelelahan umum maupun kebosanan bahkan keluhan otot. Hal ini dapat

disebabkan oleh waktu yang digunakan melebihi jadwal yang telah ditetapkan,

metode kerja yang kurang variatif atau bersifat monoton, sarana dan prasarana

yang kurang sesuai dengan antropometri serta kurangnya melakukan istirahat

berupa istirahat aktif. Dampak yang ditimbulkan dapat mempengaruhi ketelitian,

kecepatan dan konstansi kerja yang pada akhirnya kinerja bisa terganggu

(Sutajaya, 2006).

Kinerja seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya

keluhan kerja berupa kebosanan, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan

(Mangkuprawira, 2003). Oleh karena itu, peningkatan kinerja secara ergonomis

dapat diukur berdasarkan indikator penurunan kebosanan, keluhan

muskuloskeletal dan kelelahan (Arimbawa, 2010). Kelelahan biasanya dapat

berupa adanya perasaan sakit, berat pada bola mata (mengantuk) pusing, jantung

berdebar dan malas beraktivitas (Kroemer dan Grandjean, 2000). Kelelahan yang

dialami penguji ditandai dengan beberapa aktivitas, seperti (1) menoleh ke kiri

dan ke kanan; (2) menggeser-geser pantat; (3) menguap; dan (4) waktu ujian

dirasakan berlangsung sangat lambat (Sutajaya, 2006).

Studi pendahuluan mengenai kebosanan, kelelahan dan keluhan

muskuloskeletal terhadap penguji dengan duduk statis dalam waktu lama

didapatkan bahwa dari total enam orang penguji yang mengalami kelelahan

sebanyak empat orang dan keluhan muskuloskeletal di bagian bahu sebanyak tiga

orang, bagian punggung sebanyak empat orang, bagian pinggang sebanyak lima

Page 5: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

5

orang serta bagian bokong sebanyak lima orang. Sebanyak enam orang atau

semuanya mengalami kebosanan saat menguji. Penelitian lain yang dilakukan

oleh Irwanti (2011) pada siswa kelas X SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung

dalam proses pembelajaran dengan duduk statis dalam waktu lama didapatkan

bahwa sebanyak 44,5% peserta didik mengalami kelelahan dan keluhan

muskuloskeletal di bagian bahu sebanyak 40,5%, bagian punggung sebanyak

45%, bagian pinggang sebanyak 62,7% serta bagian bokong sebanyak 47,3%.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kebosanan,

kelelahan, dan keluhan muskeloskeletal adalah dengan melakukan peregangan,

mengatur waktu istirahat yang lebih sering, pemberian teh manis serta menguji di

beberapa stasiun secara bergantian. Upaya yang paling mungkin dilakukan untuk

mengurangi kebosanan, kelelahan, keluhan muskuloskeletal pada ujian OSCE

reguler adalah dengan melakukan peregangan otot dan pemberian teh manis

selama kegiatan menguji. Pengaturan jam istirahat yang lebih sering dinilai tidak

mungkin berkenaan dengan waktu pelaksanaan yang sudah tergolong sangat lama,

demikian pula dengan menguji dibeberapa stasiun secara bergantian tidak

memungkinkan karena akan mengakibatkan bertambahnya beban kerja penguji.

Peregangan merupakan suatu usaha untuk memperpanjang otot istirahat

(relaksasi) sehingga tidak menjadi tegang. Selain mempengaruhi tubuh,

peregangan juga menyegarkan pikiran karena dapat beradaptasi secara visual

terhadap kondisi lingkungan yang lebih variatif. Jika dilakukan dengan perlahan

dan fokus, peregangan dapat menjadi alat penghilang stres (Alter, 2003). Teh

dinyatakan mengandung kafein, selain theanine katekin dan flavonoid oleh

Walton (2002) dalam Sofwan (2013) dapat meningkatkan ketahanan fisik serta

Page 6: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

6

menunda terjadinya kelelahan karena meningkatkan kadar serotonin yang ada di

otak. Selain itu, kafein dalam teh juga dapat meningkatkan konsentrasi sewaktu

bekerja dan dapat memperbaiki mood saat bekerja sehingga membuat suasana

kerja menjadi kondusif dan menyenangkan (Sofwan, 2013)

Oleh karena itu, dipandang perlu melakukan penelitian kinerja penguji

OSCE reguler berorientasi ergonomi dengan melakukan peregangan di sela-sela

menguji dan pemberian teh manis untuk menurunkan kebosanan, kelelahan dan

keluhan muskuloskeletal penguji OSCE di Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Al-Azhar Mataram. Peningkatan kinerja tersebut, diharapkan meningkatkan mutu

lulusan yang dihasilkan karena menguasai kompetensi sesuai Standar Kompetensi

Dokter Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian ujian OSCE

reguler berorientasi ergonomi berupa istirahat aktif berbentuk peregangan dan

minum teh manis sebagai berikut:

a. Apakah Ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi berupa istirahat aktif

berbentuk peregangan dan minum teh manis dapat meningkatkan kinerja

penguji di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram di lihat

dari penurunan kebosanan?

b. Apakah Ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi berupa istirahat aktif

berbentuk peregangan dan minum teh manis dapat meningkatkan kinerja

Page 7: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

7

penguji di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram di lihat

dari penurunan kelelahan?

c. Apakah Ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi berupa istirahat aktif

berupa peregangan dan minum teh manis dapat meningkatkan kinerja penguji

di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram di lihat dari

penurunan keluhan muskuloskeletal?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji adanya peningkatan kinerja penguji

OSCE Reguler di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram

dilihat dari penurunan kebosanan, penurunan kelelahan dan penurunan keluhan

muskuloskeletal

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini sebagai berikut.

a. Untuk mengetahui ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi dapat

meningkatkan kinerja penguji OSCE di Fakultas Kedokteran Universitas

Islam Al-Azhar Mataram di lihat dari penurunan kebosanan.

b. Untuk mengetahui ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi dapat

meningkatkan kinerja penguji OSCE di Fakultas Kedokteran Universitas

Islam Al-Azhar Mataram di lihat dari penurunan kelelahan.

Page 8: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

8

c. Untuk mengetahui ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi dapat

meningkatkan kinerja penguji OSCE di Fakultas Kedokteran Universitas

Islam Al-Azhar Mataram di lihat dari penurunan keluhan muskuloskeletal

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan :

a. Dapat memberikan solusi terhadap permasalahan ujian OSCE reguler dalam

hal peningkatan kinerja para penguji OSCE di Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Al-Azhar Mataram

b. Menjadi salah satu masukan bagi pengambil kebijakan pada perguruan tinggi

Universitas Islam Al-Azhar Mataram untuk memperhatikan proses ujian

OSCE reguler agar lebih memenuhi kaedah ilmu ergonomi.

c. Dapat digunakan untuk membantu para penguji OSCE di perguruan tinggi

manapun agar bekerja lebih optimal dengan kinerja yang baik.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Penelitian ini merupakan aplikasi dari teori ergonomi, diharapkan dapat

memperkaya khasanah ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan acuan untuk

penelitian yang sejenis atau penelitian lebih lanjut yang mendalam

Page 9: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ujian OSCE di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar (FK

UNIZAR) Mataram

2.1.1 Objective Structured Clinical Examination (OSCE)

OSCE adalah suatu metode untuk menguji kompetensi klinik secara

objektif dan terstruktur, dalam bentuk putaran stasiun dengan waktu tertentu.

Metode ini disebut objektif dan terstruktur, Objektif karena semua peserta ujian

diuji dengan materi ujian yang sama. Penguji OSCE, diberikan panduan lembar

penilaian dan cara menilai keterampilan klinik yang dilakukan peserta ujian.

Subyektivitas dapat dihindari dengan menggunakan metode ini, karena penguji

menilai berdasarkan tindakan yang dilakukan peserta kemudian mencocokannya

dengan kriteria penilaian yang ada, bukan berdasarkan pengetahuan penguji.

Terstruktur karena semua instruksi ujian dituliskan dengan urut pada lembar yang

telah disediakan.

Selama ujian penguji harus menguji peserta yang mendatangi beberapa

stasiun secara berurutan. Pada masing-masing stasiun ada suatu tugas atau soal

yang harus dikerjakan/ didemonstrasikan atau pertanyaan yang harus dijawab

oleh peserta ujian. Penguji harus mengobservasi peserta yang datang pada stasiun

ujian yang menjadi tanggungjawabnya mengenai kemampuan menginterpretasi

data atau materi klinik serta menjawab pertanyaan lisan. Setiap stasiun, dibuat

seperti kondisi klinik yang mendekati senyata mungkin. Penguji OSCE menilai

Page 10: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

10

berdasarkan keputusan yang sifatnya menyeluruh, bersumber dari berbagai

komponen kompetensi. Setiap penguji yang bertugas pada setiap stasiun,

bertanggungjawab pada materi uji yang spesifik. Setiap penguji harus

memberikan materi uji klinik yang sama kepada seluruh peserta ujian. Setiap

penguji menyiapkan waktu untuk masing-masing peserta ujian, tergantung pada

modul pembelajaran yang berkisar antara lima sampai lima belas menit. Paling

sering menggunakan waktu sepuluh menit.

2.1.2 Jenis OSCE di FK UNIZAR

2.1.2.1 OSCE Nasional

OSCE Nasional diselenggarakan mengikuti kalender Uji Kompetensi yang

telah ditetapkan Panitia Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi

Dokter, yaitu empat kali dalam satu tahun. OSCE ini bertujuan untuk memperoleh

sertifikat kompetensi dalam bentuk Surat Tanda Registrasi yang dapat digunakan

memperoleh Surat Izin Praktik.

Beberapa aturan yang menjadi dasar pelaksanaan Uji Kompetensi di

Indonesia dalam bentuk OSCE adalah (Dikti, 2011):

a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan

c. Undang-undang Republik Indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran

Page 11: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

11

d. Perkonsil Nomor 1/2005 tentang Registrasi

e. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 20/KKI/KEP/IX/2006

tentang Pengesahan Standar Pendidikan Profesi Dokter

f. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 21 A/KKI/Kep/IX/2006

tentang Standard Kompetensi Dokter Indonesia

Adapun tujuan dilaksanakannya OSCE secara nasional adalah:

a. Penapisan dokter/dokter gigi untuk menghasilkan dokter/dokter gigi yang

kompeten

b. Menciptakan sistem ujian yang objektif dan terstandar secara nasional

c. Melengkapi ujian kompetensi dari segi psikomotor dan perilaku

Blue print OSCE menggambarkan materi yang diujikan secara

proporsional. Blue print menentukan keterampilan klinik, keterampilan

komunikasi, dan pengetahuan yang diuji dengan memperhatikan keterwakilan

sistem, lokasi, fokus kompetensi, serta kasus sehingga peserta diuji secara

komprehensif. Adapun komponen penilaian berdasarkan blue print OSCE tersebut

adalah penilaian kompetensi (Actual Mark) yang terdiri dari tujuh area

kompetensi dan yang kedua adalah penilaian keseluruhan (Global rating).

a. Penilaian Kompetensi (Actual Mark)

Kompetensi yang dinilai dalam OSCE Uji Kompetensi Dokter Indonesia

adalah:

1) Kemampuan Anamnesis

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta memfasilitasi pasien

untuk menceritakan kesakitannya. Menggunakan pertanyaan yang sesuai

Page 12: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

12

untuk mendapatkan informasi yang akurat. Memberikan respon yang sesuai

terhadap isyarat pasien baik yang verbal maupun non verbal.

2) Kemampuan pemeriksaan fisik

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta melakukan pemeriksaan

fisik sesuai masalah klinik pasien dengan menggunakan teknik pemeriksaan

yang logis, sistematik/runut dan efisien. Tanggap terhadap kenyamanan

pasien dan memberikan penjelasan ke pasien

3) Melakukan tes/prosedur klinik atau interpretasi data untuk menunjang

diagnosis banding atau diagnosis.

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta untuk melakukan suatu

tes/prosedur klinik dengan benar dan menyampaikan prosedur atau hasilnya

atau menginterpretasi hasil pemeriksaan penunjang dengan benar dan

menjelaskan kepada pasien dengan tepat.

4) Penegakan diagnosis/diagnosis banding

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta menetapkan

diagnosis/diagnosis banding yang tepat, sesuai dengan masalah klinik pasien.

5) Tatalaksana

a. Non-farmakoterapi (tindakan)

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta melakukan tindakan yang

sesuai masalah klinik pasien dan menyampaikan alasan dan prosedur

pelaksanaan tindakan.

Page 13: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

13

b. Farmakoterapi

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta memilih obat yang

rasional.

6) Komunikasi dan atau edukasi pasien

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta berkomunikasi dengan

baik, yaitu menggali perspektif pasien dengan bahasa yang bisa dimengerti,

memberikan kesempatan bertanya kepada pasien, menanggapi

pertanyaan/pernyataan pasien baik verbal maupun non verbal, melakukan

diskusi, negosiasi dan membina hubungan baik dengan pasien dan atau

memberikan penyuluhan yang isinya sesuai dengan masalah pasien dengan

cara yang tepat.

7) Perilaku Profesional

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta mempraktekkan aspek

profesionalisme yaitu meminta informed consent, melakukan setiap tindakan

dengan berhati-hati dan teliti sehingga tidak membahayakan pasien,

memperhatikan kenyamanan pasien, melakukan tindakan sesuai prioritas dan

menunjukan rasa hormat kepada pasien. Menyadari keterbatasan dengan

merujuk pasien ke dokter/layanan kesehatan yang lebih baik.

b. Penilaian Umum (Global Rating)

Selain penilaian kompetensi, peserta ujian akan dinilai kemampuannya

secara umum. Komponen penilaian ini merupakan impresi penguji setelah melihat

kemampuan peserta secara keseluruhan apakah peserta mampu menjadi dokter

Page 14: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

14

dengan kemampuan yang ada. Terdiri dari tidak lulus, borderline, lulus serta

superior. Nilai borderline akan menjadi dasar dalam penentuan nilai batas lulus.

Tujuh area kompetensi yang akan diujikan tidak harus selalu ada di tiap stasiun,

bisa saja satu stasiun hanya menguji beberapa kemampuan kompetensi, misalnya

di stasiun satu menguji kompetensi anamnesa dan pemeriksaan fisik serta perilaku

profesional, di stasiun dua diujikan titik beratnya pada kemampuan diagnosis,

terapi, edukasi pasien dan perilaku profesional dan sebagainya. Dari 12 stasiun

yang diujikan, ketujuh area kompetensi tersebut harus masuk didalamnya. Satu

area kompetensi yang wajib ada di tiap stasiun adalah perilaku profesional.

Adapun 12 stasiun yang akan dinilai dalam OSCE Dokter, yaitu:

1) Endokrin dan metabolisme

2) Hematologi dan onkologi

3) Psikiatri

4) Sistem gastrointestinal

5) Sistem kardiovaskuler

6) Sistem muskuloskeletal

7) Sistem genitourinaria

8) Sistem pengindraan

9) Sistem reproduksi

10) Sistem respirasi

11) Sistem saraf

12) Kepala leher

Page 15: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

15

Setiap stasiun dilaksanakan dalam waktu 15 menit. Minimal tujuh stasiun

harus menggunakan Pasien Standar dan maksimal lima stasiun menggunakan

manekin atau alat peraga. Penulisan soal perlu diperhatikan dengan baik agar

peserta ujian tidak mengalami kesulitan saat membaca soal dan penguji, pasien

standar, serta laboran mudah menjalankan perintah yang ada di soal pada stasiun

tersebut. Format penulisan soalpun distandarkan secara nasional, meliputi unsur

sebagai berikut:

1) Nomor stasiun

2) Judul stasion

3) Waktu yang dibutuhkan

4) Tujuan stasiun

5) Kompetensi

6) Kategori

7) Instruksi untuk peserta

8) Instruksi untuk penguji

9) Instruksi untuk pasien simulasi

10) Peralatan yang dibutuhkan

11) Penulis

12) Referensi

13) Lembar Penilaian (Rubrik)

Soal OSCE dibuat oleh staf pendidik yang juga merupakan tenaga

kesehatan sesuai profesi dari institusi pendidikan kedokteran di Indonesia. Proses

pembuatan soal dilakukan bersama-sama dalam suatu lokakarya yang diadakan di

Page 16: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

16

tingkat regional. Soal yang dihasilkan dari workshop ini kemudian ditelaah oleh

Tim OSCE Nasional untuk analisis kemungkinan pelaksanaan stasiun tersebut.

Soal yang telah dianggap layak selanjutnya ditelaah kembali oleh Kolegium

terkait (panel expert). Selanjutnya soal ini diujicobakan pada pelatihan penguji

OSCE dan pelatih Pasien Standarisasi (PS). Soal yang baik disimpan dalam bank

soal UKDI dan memiliki kesempatan untuk diujikan pada OSCE UKDI. Setiap

soal OSCE harus dibuat sesuai cetak biru penilaian dan format penulisan soal

yang disepakati dengan menggunakan formulir yang terstandarisasi serta di

review bersama sesuai formulir yang terstandarisasi. Soal OSCE yang telah

dihasilkan disimpan dalam bank soal OSCE dalam bentuk komputerisasi.

Penentuan batas lulus dilakukan setelah penyelenggaraan OSCE secara

nasional selesai pada periode ujian tertentu. Metode yang digunakan adalah

Borderline Group Method atau Borderline Regression Method. Metode ini

memiliki kredibilitas yang lebih baik karena memiliki penilaian sebagai berikut.

1) Setiap peserta dinilai pada setiap stasiun menggunakan lembar penilaian

peserta yang berdasarkan kemampuan peserta dengan memperhatikan daftar

tilik yang disediakan (actual mark).

2) Pada bagian bawah dari lembar tersebut terdapat global performance yang

merupakan persepsi (kesan) umum dari penguji terhadap keseluruhan

penampilan peserta (sesuai aspek yang diuji, mulai anamnesis sampai dengan

perilaku profesional) berupa superior, lulus, borderline atau tidak lulus.

3) Selanjutnya data dari setiap stasiun dikumpulkan dan dihitung.

Page 17: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

17

4) Dibuat suatu perhitungan persamaan dengan komputerisasi dengan

menggunakan hasil dari global performance sebagai variabel bebas

(independen) dan hasil dari daftar tilik sebagai variabel tergantung

(dependen).

5) Nilai batas lulus adalah perpotongan antara kandidat yang borderline dan

lulus.

6) Nilai batas lulus ini menunjukkan minimum kemampuan seorang dokter

untuk stasiun tersebut.

Metode ini sangat tergantung dari kemampuan penguji untuk menjadi

penilai yang tepat dalam menentukan penampilan minimal seorang kandidat dan

juga sangat tergantung pada jumlah kandidat yang mengikuti OSCE pada periode

tertentu. Kelulusan OSCE melihat kelulusan stasiun dengan penentuan metode di

atas.

2.1.2.2 OSCE Komprehensif

OSCE Komprehensif merupakan OSCE yang dilakukan setelah

mahasiswa menyelesaikan program pendidikan sarjana kedokteran. OSCE ini

syarat wajib sebelum mahasiswa mengikuti program pendidikan profesi dokter

atau kepaniteraan klinik (Co Assisten/Co Ass) di rumah sakit atau sarana

pelayanan kesehatan lain. Diselenggarakan minimal tiga kali dalam setahun

mengikuti format OSCE Nasional.

Format OSCE komprehensif mengacu kepada OSCE Nasional.

Mahasiswa yang dinyatakan lulus di semua stasiun berhak melanjutkan ke jenjang

pendidikan profesi dokter. Sebaliknya mahasiswa yang tidak lulus pada OSCE ini

Page 18: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

18

diharuskan mengulang di OSCE komprehensif berikutnya sampai lulus disemua

stasiun.

2.1.2.3 OSCE Reguler

OSCE reguler dilaksanakan berdasarkan standar nasional mulai dari

pembuatan soal, proses ujian hingga penentuan kelulusan menggunakan

borderline group methode. Tujuan pelaksanaan OSCE reguler adalah menguji

keterampilan klinis peserta didik, dilaksanakan pada setiap akhir modul setelah

mempelajari materi klinik setiap modul.

Ujian berlangsung dalam tiga sesi, yaitu: (1) sebelum istirahat makan

siang; (2) setelah istirahat makan siang dan sebelum shalat ashar; (3) setelah

selesai shalat ashar. Pada sesi pertama, penguji harus melaksanakan tugas selama

300 menit tanpa istirahat atau asupan kalori apapun karena jumlah peserta yang

diuji adalah 30 orang. Waktu setiap peserta adaah 10 menit. Kegiatan yang

dilakukan selama duduk 300 menit (5 jam) merupakan kegiatan yang sama dan

diulang untuk 30 peserta ujian yaitu mengobservasi tindakan yang dilakukan

peserta ujian. Pada sesi kedua dilakukan selama 180 menit (3 jam) mulai pukul

13.00-16.00 karena jumlah peserta ujian adalah 18 mahasiswa. Penguji melakukan

kegiatan yang sama seperti pada sesi pertama, tetapi kondisi lingkungan sudah

lebih panas dan jam biologis istirahat. Pada sesi ketiga dilakukan selama 120

menit (2 jam) mulai pukul 16.15-18.15 karena jumlah peserta ujian hanya 12

mahasiswa.

Page 19: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

19

2.1.3 Frekuensi dan Durasi OSCE reguler di FK UNIZAR

2.1.3.1 Frekuensi

Pada satu semester telah disiapkan tiga sampai empat modul

pembelajaran, sehingga bisa dilakukan tiga sampai empat kali ujian OSCE. Pada

semester ganjil terdapat empat semester aktif (semester I, III, V, VII), sehingga

dalam 1 semester dilakukan sedikitnya 12 kali ujian OSCE reguler. Mahasiswa

yang tidak lulus di salah satu stasiun OSCE reguler, harus mengikuti ujian

ulangan OSCE reguler. Pada semester genap terdapat tiga semester aktif (semester

II, IV, VI), maka dalam 1 semester genap dilakukan sedikitnya 9 kali ujian OSCE

reguler. Mahasiswa yang tidak lulus di salah satu stasiun OSCE reguler, harus

mengikuti ujian ulangan OSCE reguler.

2.1.3.2 Durasi

OSCE reguler di FK UNIZAR dilakukan oleh enam penguji yang

bertanggungjawab terhadap satu stasiun ujian dengan alokasi waktu bertugas

adalah 10 menit untuk setiap peserta ujian yang pada awal dan akhir ujian ditandai

bunyi bel. Total satu putaran OSCE adalah 60 menit. Enam peserta ujian yang

telah dipanggil untuk ujian menempatkan diri di depan stasiun yang telah

ditentukan, satu orang di stasiun satu, yang lain di stasiun dua, tiga, empat, lima

dan enam. Bel pertama berbunyi menandakan peserta mulai mengerjakan ujian

dan dimulai juga tugas penguji dalam menguji. Sepuluh menit berlalu bel akan

berbunyi dan peserta ujian harus berpindah dari stasiun awal ke stasiun

berikutnya. Peserta yang mulai ujian di stasiun satu pindah ke stasiun dua, peserta

di stasiun dua pindah ke stasiun tiga, peserta di stasiun tiga pindah ke stasiun

Page 20: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

20

empat, peserta di stasiun empat pindah ke stasiun lima, peserta di stasiun lima

pindah ke stasiun enam, peserta di stasiun enam pindah ke stasiun satu. Demikian

seterusnya hingga ada bel berbunyi dua kali menandakan peserta selesai

mengerjakan ujian disemua stasiun. Berikutnya akan dipanggil enam peserta ujian

lagi untuk ujian yang sama seperti prosedur yang telah dijelaskan, seterusnya

hingga semua peserta. Total peserta ujian adalah 60 orang. Sehingga total ada 10

kali putaran ujian OSCE. Jika masing-masing putaran 60 menit, maka total ujian

adalah 600 menit atau 10 jam.

2.1.4 Proses OSCE reguler di FK UNIZAR

2.1.4.1 Persiapan

Persiapan merupakan tahapan terpanjang dalam rangkaian OSCE, meliputi

sejumlah materi yang harus dipersiapkan sebelum OSCE dimulai. Pengarahan

OSCE reguler diadakan maksimal satu hari sebelum OSCE dilaksanakan, bagi

peserta ujian OSCE yang sudah memenuhi syarat kehadiran seratus persen

diperkenankan mengikuti OSCE reguler dan wajib hadir pada pengarahan OSCE

reguler. Peserta yang tidak menghadiri pengarahan maka tidak diikutsertakan

dalam ujian OSCE. Pada pengarahan ini, dijelaskan jumlah penguji yang

bertanggungjawab pada satu stasiun ujian. Pelaksanaan perputaran/rotasi, setelah

peserta selesai di uji oleh seorang penguji yang bertanggungjawab disalah satu

stasiun. Ketentuan lain yang wajib ditaati seperti: larangan membawa apapun ke

dalam stasiun ujian dan lain sebagainya. Pada acara pengarahan ini juga dibagikan

nomor peserta ujian, sebagai faktor yang paling menentukan tentang waktu

Page 21: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

21

peserta akan memulai ujian, karena mereka dipanggil untuk ujian OSCE

berdasarkan nomor peserta. Pengarahan diberikan oleh instruktur skills lab,

sebagai penanggungjawab modul bersangkutan dan dihadiri juga oleh seluruh

instruktur skills lab yang juga bertindak sebagai penguji OSCE.

a. Membuat soal

Pembuatan soal mengikuti format baku OSCE Nasional, terdiri atas:

nomor stasiun, judul stasiun, waktu yang dibutuhkan, tujuan stasiun, kompetensi,

kategori, instruksi untuk peserta, instruksi untuk penguji, instruksi untuk pasien

simulasi, peralatan yang dibutuhkan, penulis, referensi, dan lembar penilaian.

setiap instruktur, sebelumnya sudah diminta membuat soal terlebih dahulu,

kemudian dirapatkan dengan seluruh instruktur yang juga menguji saat OSCE

berlangsung. Soal yang digunakan pada OSCE disesuaikan dengan modul yang

diujikan pada OSCE tetapi tetap mengacu pada tujuh area kompetensi dan Standar

Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang berkriteria kompetensi 4, artinya

keterampilan tersebut wajib dikuasai oleh level dokter umum. Pada tahap ini juga

terlihat instruksi untuk peserta yaitu soal yang harus dikerjakan, terdapat juga

instruksi untuk penguji, instruksi untuk pasien simulasi, peralatan yang

dibutuhkan sehingga dapat ditentukan lama perkiraan waktu yang dibutuhkan

peserta untuk mengerjakan soal tersebut. Selain itu, diketahui jumlah pasien

simulasi yang dibutuhkan pada OSCE tersebut dan jenis alat dan bahan yang

dibutuhkan. Terakhir adalah membuat lembar penilaian/rubrik, berisi jawaban dari

soal yang ditanyakan dan item yang dijadikan penilaian. Rubrik berisi dua hal

pokok dalam penilaian yaitu penilaian actual mark dan global rating.

Page 22: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

22

Pada Actual Mark, misalnya dalam satu stasiun kompetensi yang dinilai

adalah kemampuan anamnesa, pemeriksaan fisik, komunikasi dan perilaku

profesional. Skala penilaian adalah 0-3 untuk setiap kompetensi. Sebagai contoh

pada kompetensi anamnesa, nilai 0 jika peserta ujian tidak melakukan anamnesa

sama sekali, nilai 1 jika melakukan sebagian dari anamnesa, nilai 2 jika

melakukan keseluruhan anamnesa tetapi tidak sempurna, nilai 3 jika melakukan

seluruh poin anamnesa dengan sempurna. Ketentuan tersebut tidak baku, tetapi

dapat dibakukan setelah disepakati dalam rapat. Pada kompetensi pemeriksaan

fisik yang harus urut misalnya dapat digunakan skala angka, jika dalam satu

pemeriksaan fisik terdapat 10 langkah misalnya, nilai 0 tidak melakukan sama

sekali, nilai 1 melakukan 1-5 step, nilai 2 melakukan 6-8 step, nilai 3 melakukan

9-10 step. Begitu juga berlaku untuk menilai komunikasi dan perilaku profesional.

Semua ketentuan tersebut mengacu kepada standar OSCE nasional, hanya titik

berat penilaiannya, ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama.

Pada global rating, penguji menilai keseluruhan penampilan peserta.

Global rating dinilai paling belakang dari penampilan peserta secara umum. Nilai

untuk global rating adalah lulus, tidak lulus, borderline dan superior. Penilaian

global rating ini dijadikan acuan pada borderline group methode, karena semua

nilai peserta yang mendapatkan borderline dijumlahkan kemudian dibagi

sejumlah peserta yang mendapatkan nilai borderline. Hasil bagi tersebut adalah

nilai yang menjadi batas lulus peserta ujian. Rubrik inilah yang dijadikan acuan

penguji dalam menilai. Tahap membuat soal ini dilakukan maksimal satu minggu

sebelum OSCE dilaksanakan

Page 23: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

23

b. Review soal

Setelah soal disepakati, melakukan review. Pada tahap ini, setiap

penguji diberikan tugas menguji di salah satu stasiun. Penguji harus melakukan

demonstrasi skills yang diujiankan. Dengan demikian, alokasi waktu ujian dapat

lebih jelas lagi. Misalnya, Jika penguji mampu mengerjakan soal ujian dalam

waktu delapan menit maka waktu yang akan disediakan pada saat ujian adalah

sepuluh menit. Semua penguji melakukan review pada soal yang diujinya dan

harus mencapai kesepakatan waktu ujian. Jika terlalu lama, jumlah soalnya

dikurangi, sebaliknya jika terlalu cepat, maka soal harus ditambah.

c. Persiapan tata ruang, alat dan bahan

Setelah pengarahan atau satu hari menjelang ujian OSCE, ruangan

harus sudah di tata sesuai dengan soal ujian. Pada stasiun yang mengharuskan

peserta ujian melakukan anamnesa atau wawancara maka harus disediakan set

meja dan kursi yang di tata untuk pasien simulasi dan peserta ujian, pada stasiun

yang membutuhkan pemeriksaan fisik dada atau perut harus disediakan bed pasien

berbaring. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan, juga harus sudah di tempatkan

pada stasiun masing-masing.

2.1.4.2 Proses Ujian OSCE Reguler

Pukul enam pagi, semua yang terlibat dalam penyelenggaraan OSCE

reguler sudah harus hadir di gedung skills lab. Peserta mulai mempersiapkan diri,

penguji kembali melakukan cek semua yang dibutuhkan stasiunnya masing-

masing termasuk melakukan briefing ulang terhadap pasien simulasi, ini penting

agar pasien simulasi dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak

Page 24: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

24

menyimpang dari skenario soal. Dokter penanggungjawab, melakukan final

briefing kepada peserta ujian. Setelah semua siap, enam orang dokter penguji

memasuki stasiun masing-masing dan satu orang dokter penanggungjawab tidak

ikut menguji, karena tugasnya mengawasi dan memastikan ujian OSCE

berlangsung dengan baik dan lancar.

Peserta ujian dipanggil berdasarkan nomor peserta, enam orang peserta

ujian memasuki ruang ujian dan menunggu di depan stasiun masing-masing yang

sudah diberi nama. Bel pertama berbunyi, peserta ujian mulai membaca soal yang

tertempel di depan stasiun ujian, setelah dirasa cukup memahami isi instruksi

peserta (soal) kemudian peserta ujian memasuki stasiunnya. Peserta mulai

mengerjakan materi yang diinstruksikan oleh soal. Penguji memperhatikan dan

mengamati setiap langkah demi langkah yang dikerjakan oleh peserta ujian,

menilainya berdasarkan rubrik yang telah di persiapkan. Jika bel berbunyi,

tandanya waktu habis dan peserta ujian harus berpindah ke stasiun berikutnya.

Peserta ujian yang berada di stasiun satu berpindah ke stasiun dua, peserta di

stasiun dua berpindah ke stasiun tiga, peserta di stasiun tiga berpindah ke stasiun

empat, peserta di stasiun empat berpindah ke stasiun lima, peserta di stasiun lima

berpindah ke stasiun enam, peserta di stasiun enam berpindah ke stasiun satu

demikian seterusnya hingga enam stasiun mereka masuki dan mengerjakan semua

soal.

Page 25: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

25

Gambar 2.1: Denah ruang skills lab FK UNIZAR dan perpindahan antar stasiun

Bunyi bel dua kali menandakan waktu habis dan semua peserta menyelesaikan

enam putaran stasiun. Peserta yang telah selesai ujian turun melalui tangga

belakang dan peserta putaran berikutnya memasuki ruangan, demikian seterusnya

hingga peserta melaksanakan ujian semuanya.

2.1.4.3 Penentuan kelulusan

Peserta ujian OSCE dinyatakan lulus di salah satu stasiun, apabila

nilainya di atas borderline. Pada saat ujian, penguji menilai peserta berdasarkan

nilai actual mark (skala 0-3) setiap komponen kompetensi dan global rating

(lulus, tidak lulus, borderline, superior) hasil semua peserta yang mendapatkan

nilai borderline dijumlahkan menjadi satu. Misalnya dalam satu stasiun diujikan

empat komponen kompetensi, setiap kompetensi nilai maksimal tiga jadi nilai

tertinggi di stasiun tersebut adalah 12. Peserta yang mendapatkan predikat

borderline misalnya ada 10 orang dengan nilai masing-masing 5,5,6,5,6,5,6,6,5,4,

total 53. Nilai total tersebut dibagi sejumlah peserta yang mendapatkan predikat

borderline yaitu 10 orang. Jadi nilai batas lulus di stasiun tersebut adalah 5,3.

STASIUN 6

STASIUN 5

STASIUN 4

STASIUN

1

STASIUN

2

STASIUN

3

Page 26: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

26

Peserta yang jumlah nilai actual mark nya lebih dari itu dinyatakan lulus di

stasiun tersebut. Sebaliknya, peserta yang jumlah nilai actual mark kurang dari

atau sama dengan 5,3 dinyatakan tidak lulus. Jika peserta mendapatkan predikat

lulus pada saat penilaian global rating namun jumlah nilai actual marknya di

bawah atau sama dengan ambang batas lulus maka peserta tersebut dinyatakan

tidak lulus. Sebaliknya peserta dengan predikat tidak lulus dan borderline yang

jumlah nilai actual mark nya diatas nilai ambang batas lulus maka peserta tersebut

hasil akhirnya dinyatakan lulus. Peserta yang hasil akhirnya dinyatakan tidak

lulus, dapat mengikuti ujian ulang yang waktu pelaksanaan ditentukan kemudian.

Peserta hanya mengulang pada stasiun yang tidak lulus saja.

2.2 Kondisi Penguji OSCE Reguler di Fakultas Kedokteran Universitas

Islam Al-Azhar (FK UNIZAR) Mataram

2.2.1 Stasiun Kerja Penguji OSCE di FK UNIZAR

OSCE reguler dibagi dalam enam stasiun, masing-masing stasiun

terdapat seorang penguji OSCE reguler. Tiap stasiun dilengkapi dengan kursi dan

meja kerja. Selain itu ada juga bed periksa dan meja alat untuk digunakan ujian.

Penguji bertugas mengamati dan menilai di lembar penilaian yang telah

disediakan dimeja masing-masing. Stasiun kerja penguji OSCE reguler dapat

dilihat pada Gambar 2.2

Page 27: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

27

Gambar 2.2 stasiun kerja penguji OSCE reguler FK UNIZAR

Faktor yang penting dan mempengaruhi kondisi pengujii saat bekerja

adalah lingkungan kerja, yang meliputi suhu, intensitas penerangan dan

kebisingan.

a. Suhu

Suhu udara di setiap stasiun OSCE reguler dapat disesuaikan dengan

kondisi masing-masing penguji OSCE reguler karena semua stasiun sudah

dilengkapi pendingin ruangan.

b. Intensitas penerangan

Penerangan disetiap stasiun berasal dari cahaya matahari dan jika dirasa

kurang memadai dapat menggunakan lampu. Rata-rata penerangan tiap

stasiun adalah 500 lux.

c. Kebisingan

Setiap stasiun OSCE dilengkapi dengan dinding yang dapat meredam

suara, sehingga ketika dalam keadaan tertutup, semua suara dari luar tidak

terdengar.

Page 28: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

28

2.2.2 Sikap kerja penguji OSCE reguler di FK UNIZAR

Sikap kerja para penguji OSCE reguler selama menjalankan tugas

adalah posisi duduk dikursi dengan sandaran, dilengkapi meja kerja. Penguji

mengamati dan menilai peserta ujian dari tempat duduk tersebut, dengan sikap

kerjaseperti ditunjukan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Sikap Kerja Penguji OSCE Reguler FK UNIZAR

2.2.3 Kinerja Penguji OSCE di FK UNIZAR

Pada proses kerja yaitu menguji OSCE reguler di FK UNIZAR, penguji

dengan kinerja baik akan mampu menilai dengan objektif sesuai lembar penilaian

dan sesuai kemampuan peserta. Penguji dapat menilai dengan objektif jika dalam

kondisi yang baik, tidak merasa bosan, tidak merasa kelelahan maupun terdapat

keluhan muskuloskeletal. Kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya keluhan kerja berupa: kebosanan akibat beban kerja, keluhan

muskuloskeletal, dan kelelahan (Mangkuprawira, 2003). Sehingga peningkatan

kinerja secara ergonomis dapat diukur berdasarkan indikator penurunan

kebosanan akibat beban kerja, keluhan muskuloskeletal dan kelelahan

(Arimbawa, 2010).

Page 29: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

29

Kinerja penguji OSCE reguler diniai baik pada akhirnya adalah jika dapat

melakukan penilaian dengan obyektif. Hal ini dapat tercermin dari: 1)lembar

penilaian terisi penuh, 2) terdapat feedback yang dituliskan pada lembar penilaian

terutama pada saat tidak meluluskan peserta ujian, 3) dapat

mempertanggungjawabkan apa yang dinilai saat rapat akhir penentuan kelulusan,

4) sedikit atau bahkan tidak ada komplain dari peserta ujian yang dirugikan

akibat kesalahan penilaian saat nilai diumumkan.

2.2.4 Beban Kerja Penguji OSCE reguler di FK UNIZAR

Penguji memperhatikan dan mengamati setiap langkah demi langkah

tindakan peserta ujian, menilainya berdasarkan rubrik yang telah di persiapkan.

Jika bel berbunyi, tandanya waktu habis dan penguji ujian harus menghentikan

tugasnya sementara serta menunggu datangnya peserta ujian berikutnya. Peserta

ujian yang berada di stasiun satu berpindah ke stasiun dua, peserta di stasiun dua

berpindah ke stasiun tiga, peserta di stasiun tiga berpindah ke stasiun empat,

peserta di stasiun empat berpindah ke stasiun lima, peserta di stasiun lima

berpindah ke stasiun enam, peserta di stasiun enam berpindah ke stasiun satu

demikian seterusnya hingga enam stasiun mereka masuki dan mengerjakan semua

soal.

Ujian berlangsung dalam tiga sesi, yaitu: (1) sebelum istirahat makan

siang; (2) setelah istirahat makan siang dan sebelum shalat ashar; (3) setelah

selesai shalat ashar. Pada sesi pertama, penguji harus melaksanakan tugas selama

300 menit tanpa istirahat atau asupan kalori apapun karena jumlah peserta yang

Page 30: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

30

diuji adalah 30 orang. Waktu setiap peserta adaah 10 menit. Kegiatan yang

dilakukan selama duduk 300 menit (5 jam) merupakan kegiatan yang sama dan

diulang untuk 30 peserta ujian yaitu mengobservasi tindakan yang dilakukan

peserta ujian. Pada sesi kedua dilakukan selama 180 menit (3 jam) mulai pukul

13.00-16.00 karena jumlah peserta ujian adalah 18 mahasiswa. Penguji melakukan

kegiatan yang sama seperti pada sesi pertama, tetapi kondisi lingkungan sudah

lebih panas dan jam biologis istirahat. Pada sesi ketiga dilakukan selama 120

menit (2 jam) mulai pukul 16.15-18.15 karena jumlah peserta ujian hanya 12

mahasiswa. Beban kerja fisik dan mental penguji OSCE reguler lebih dari 10 jam.

2.2.5 Kebosanan, Kelelahan Kerja dan Keluhan Muskuloskeletal Penguji

OSCE di FK UNIZAR

Studi pendahuluan mengenai kebosanan, kelelahan dan keluhan

muskuloskeletal terhadap penguji didapatkan bahwa dari total enam orang penguji

yang mengalami kelelahan sebanyak empat orang dan keluhan muskuloskeletal di

bagian bahu sebanyak tiga orang, bagian punggung sebanyak empat orang, bagian

pinggang sebanyak lima orang serta bagian bokong sebanyak lima orang.

Sebanyak enam orang atau semuanya mengalami kebosanan saat menguji.

2.3 Tinjauan Ergonomi

Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni untuk menserasikan cara, alat

dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia, demi

terbentuknya kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien

Page 31: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

31

untuk tercapainya produktivitas kerja yang setinggi-tingginya. Sebagai ilmu yang

bersifat multidisipliner dimana terintegrasi elemen-elemen fisiologi, psikologi,

anatomi, higiene, teknologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan

pekerjaan, perkembangan dan prakteknya bertujuan sebagai berikut: (Manuaba,

1998)

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya dalam rangka

mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban

mental dan fisik serta mempromosikan kepuasan kerja.

b. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki kualitas kontak

sosial dan bagaimana megorganisasikan kerja yang sebaik-baiknya.

c. Berkontribusi kepada keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomi,

antropologi dan budaya dari sistem manusia/mesin, demi tercapainya efisiensi

yang lebih tinggi dari sistem tersebut

Adapun aspek kajian dalam rangka mencapai ketiga tujuan di atas adalah sebagai

berikut:

1) Energi (status nutrisi), dimana nutrisi yang cukup sebagai sumber energi

pekerja mutlak diperlukan, untuk mampu menyelesaikan pekerjaan selama

waktu kerja

2) Aplikasi dari tenaga, dimana diupayakan pemanfaatan tenaga otot secara

optimal dan efisien dengan mendesain pekerjaan sebaik mungkin dan kalau

perlu mengadakan latihan bagi pekerja untuk menekan “stress” (rangsangan

aksi) kepada otot pekerja seminim mungkin

Page 32: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

32

3) Posisi tubuh, dimana sikap kerja yang buruk dan terlalu banyak lembur akan

menyebabkan adanya “strain” (reaksi) muskuloskeletal dan menimbulkan

efek negatif kepada kesehatan. Untuk mencegah situasi seperti itu, posisi

kepala, badan dan anggota gerak perlu diperhatikan, khususnya yang

berkaitan dengan cara kerja dan ruang kerja.

4) Kondisi lingkungan, dimana panas, cahaya, bising dan getaran perlu dikaji

untuk mencegah adanya “strain” (reaksi) mental dan fisik.

5) Kondisi yang berhubungan dengan waktu, dimana studi perlu dilakukan

mengenai waktu istirahat, hari libur dan pola kerja bergilir, untuk mengurangi

kelelahan dan pengaruh yang negatif kepada kesejahteraan pekerja.

6) Kondisi sosial, dimana perhatian harus diberikan kepada bagaimana

pekerjaan harus diatur, pemberian “reward” (hadiah) dan kualitas interaksi

sosial antar pekerja dengan berubahnya teknologi.

7) Kondisi informasi, dimana jumlah dan kualitas informasi yang diperlukan

pekerja untuk mampu melaksanakan tugasnya dengan baik merupakan satu

hal yang mutlak. Strain mental dan fisik akan muncul bila informasi yang

dibutuhkan melebihi kapasitas kerja

8) Interaksi manusia/mesin, dimana menetapkan secara tepat apa yang menjadi

tugas pekerja manusia/mesin

Dengan upaya ergonomis, kelelahan kerja dengan segala bentuknya seperti karena

adanya monotoni, besar dan lamanya kerja fisik atau mental, mikro-klimat yang

buruk, masalah-masalah psikologis serta adanya penyakit, bekerja dengan

perasaan sakit dan kurang energi, benar-benar bisa dilenyapkan (Manuaba, 1998).

Page 33: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

33

2.3.1 Konsep Ergonomi

Ergonomi merupakan suatu ilmu, seni dan teknologi yang berupaya

untuk menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,

kebolehan dan segala keterbatasan manusia, sehingga manusia dapat berkarya

secara optimal tanpa pengaruh buruk dari pekerjaannya. Dari sudut pandang

ergonomi, antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja harus selalu dalam garis

keseimbangan sehingga dicapai performansi kerja yang tinggi. Dengan kata lain,

tuntutan tugas pekerjaan tidak boleh terlalu rendah (underload) dan juga tidak

boleh terlalu berlebihan (overload). Karena keduanya, baik underload dan

overload akan menyebabkan stres. Konsep keseimbangan antara kapasitas kerja

dengan tuntutan tugas tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.4 Bagan Konsep Dasar Dalam Ergonomi (Manuaba, 2000)

TASK DEMANDS

WORK CAPACITY

PERFORMANCE

Material

Characteristic

Task/work place

Characteristic

Organization

Characteristic

Environmental

Characteristic

Personal

Capacity Physiological

Capacity

Psychological

Capacity

Biomechanical

Capacity

Quality

Fatique

Discomfort

Injury

Stress

Accident

Diseases

Productivity

Page 34: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

34

2.3.2 Sikap Kerja dalam Ergonomi

Sikap kerja adalah sikap tubuh (posture) manusia saat berinteraksi

dengan alat/peralatan kerja. Sikap kerja yang baik adalah sikap kerja yang

memungkinkan melaksanakan pekerjaan dengan efektif dan dengan usaha otot

yang sedikit. Secara mendasar sikap tubuh dalam keadaan tidak melakukan

gerakan atau pekerjaan adalah sikap berdiri, berbaring, berjongkok dan duduk

(Pheasant, 1991). Posisi dan sikap kerja para pekerja saat melakukan aktivitas di

tempat kerja berpengaruh terhadap respon fisiologis pekerja tersebut. Sikap kerja

yang tidak alamiah/ fisiologis merupakan penyebab munculnya berbagai

gangguan pada sistem muskuloskeletal (Manuaba, 1998). Untuk mengatasi

masalah tersebut perlu diketahui kriteria sikap kerja yang ideal dalam melakukan

suatu kegiatan atau pekerjaan antara lain adalah sebagai berikut (Pheasant, 1991;

Palilingan dkk, 2012) :

1) Otot yang bekerja secara statis sangat sedikit.

2) Dalam melakukan tugas dengan memakai tangan dilakukan secara mudah dan

alamiah.

3) Sikap kerja yang berubah – ubah atau dinamis lebih baik daripada sikap kerja

statis rileks.

4) Sikap kerja statis rileks lebih baik daripada sikap kerja statis tegang

Menurut Pheasant (1991), prinsip dasar dalam mengatasi sikap tubuh selama

bekerja adalah sebagai berikut:

1) Cegah inklinasi ke depan pada leher dan kepala.

2) Cegah inklinasi ke depan pada tubuh.

Page 35: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

35

3) Cegah penggunaan anggota gerak bagian atas dalam keadaan terangkat.

4) Cegah pemutaran badan dalam sikap asimetris (terpilin).

5) Persendian hendaknya dalam rentangan sepertiga dari gerakan maksimum.

6) Jika menggunakan tenaga otot, hendaknya dalam posisi yang mengakibatkan

kekuatan maksimal.

Kasus yang paling umum berkaitan dengan sikap kerja pada saat melakukan

aktivitas sehari– hari adalah sebagai berikut: (Pheasant, 1991).

1) Inklinasi ke depan pada leher dan kepala, karena medan display terlalu rendah

atau objek terlalu kecil.

2) Sikap kerja membungkuk, karena medan kerja yang terlalu rendah dan objek

diluar jangkauan.

3) Sikap asimetris (terpilin) yang mengakibatkan terjadinya perbedaan beban

pada kedua sisi tulang belakang.

4) Sikap kerja yang salah dapat mengakibatkan postural deformitas pada tubuh

antara lain: lordosis, khiposis dan skoliosis.

Selanjutnya menurut Bridger (1995), sikap kerja yang dilakukan oleh pekerja

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:

1) Karakteristik pekerja (subjek): umur, jenis kelamin, antropometri, berat

badan, kesegaran jasmani, pergerakan sendi, penglihatan serta ketangkasan.

2) Tuntutan jenis pekerjaan (task): posisi tubuh, siklus waktu kerja, periode

istirahat, urut – urutan pekerjaan.

3) Rancangan luasan kerja (work space): ukuran peralatan yang digunakan,

ukuran bahan yang dikerjakan, rancangan peralatan, ukuran luasan kerja

Page 36: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

36

4) Lingkungan kerja (environment): intensitas penerangan, suhu lingkungan,

kelembaban udara, kecepatan udara, kebisingan, debu, dan vibrasi.

Sikap kerja hendaknya diupayakan dalam posisi alamiah sehingga tidak

menimbulkan sikap paksa yang melampaui kemampuan fisiologis tubuh

(Cumming, 2003). Sikap kerja paksa bisa terjadi pada saat memegang,

mengangkat, dan mengangkut, dan berdiri terlalu lama atau karena

ketidaksesuaian antara alat kerja dengan ukuran tubuh pekerja (Dempsey, 2003;

Hutagalung, 2008).

2.3.3 Mengurangi Beban Kerja dalam Ergonomi

Dalam menghadapi dan mengerjakan suatu pekerjaan berarti tubuh pekerja

akan menerima beban dari luar tubuhnya. Beban tersebut dapat berupa beban fisik

maupun beban mental. Dalam ergonomi setiap beban kerja yang diterima oleh

seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik,

kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban

tersebut. Secara umum Menurut Adiputra (2002), Beban kerja (work load)

merupakan faktor stressor tubuh yang dibedakan menjadi dua kelompok besar

yaitu:

1) External load ( Stressor) adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh

pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri,

organisasi dan lingkungan kerja. Tugas – tugas yang dilakukan baik bersifat

fisik seperti ; sarana kerja, kondisi kerja dan sikap kerja, maupun bersifat

mental seperti kompleksitas atau sulit tidaknya pekerjaan yang mempengaruhi

Page 37: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

37

tingkat emosi pekerja. Organisasi mencakup lamanya waktu kerja, proses kerja

dan sistem kerja. Lingkungan kerja seperti panas lingkungan, intensitas

penerangan, kelembaban dan lain –lain.

2) Internal load (strain) adalah beban kerja yang berasal dari dalam tubuh pekerja

yang berkaitan erat dengan adanya harapan, keinginan, kepuasan dan lain –

lain.

Kriteria penilaian beban kerja yang dapat dipakai (Rodahl, 1989), yaitu:

a. Kriteria objektif, yang dapat diukur dan dilakukan oleh pihak lain yang meliputi

reaksi fisiologis, reaksi psikologis/ perubahan tindak tanduk;

b. Kriteria subjektif yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan sebagai

pengalaman pribadi, misalnya beban kerja yang dirasakan sebagai kelelahan

yang menggangu, rasa sakit atau pengalaman lain yang dirasakan.

Beban kerja pada proses menguji pada ujian OSCE dapat berupa beban

kerja yang berasal dari faktor eksternal dan dapat juga berasa dari faktor internal.

Untuk itu dalam penilaiannya ada dua kriteria yang dapat dipakai : (a) kriteria

objektif, yang dapat diukur melalui reaksi fisiologis yaitu pengukuran denyut nadi

dan pengukuran penurunan konsentrasi, (b) kriteria subjektif, yang dilakukan oleh

orang yang bersangkutan sebagai pengalaman pribadi, misalnya beban kerja yang

dirasakan sebagai kelelahan yang mengganggu, rasa sakit atau pengalaman lain

yang dirasakan dinilai melalui kuesioner.

Usaha – usaha menurunkan beban kerja menurut Hutagalung (2008),

faktor – faktor yang harus menjadi perhatian adalah:

Page 38: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

38

1) Status nutrisi yaitu jumlah kalori yang diperlukan, kualitas gizi, saat

pemberian yang tepat, frekuensi yang tepat, selera, kemauan, kemampuan

ekonomis yang bersangkutan.

2) Pemanfaatan tenaga otot yaitu dengan masih dipakainya tenaga manusia

sebagai alat angkut, maka cara angkat – angkut barang dan besarnya kemasan

yang boleh dibawa harus benar -benar serasi dengan kemampuan, kebolehan

dan batasan manusia (Manuaba, 1998).

3) Posisi tubuh yang salah atau tidak alamiah, apalagi didalam sikap paksa jelas

akan mengurangi produktivitas seseorang.

4) Kondisi lingkungan yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk bisa

bekerja secara optimal dan produktif.

5) Jam kerja manusia adalah 8jam/hari yang masih bisa ditoleransi ialah 1 jam

lembur setelah 8 jam kerja/hari, dengan catatan bahwa selama 8 jam kerja

tersebut terdapat 2 kali istirahat dan 1 kali makan siang.

6) Kondisi sosial seperti rasa harga diri, motivasi dan kepuasan kerja merupakan

keharusan untuk adanya partisipasi karyawan didalam upaya pencapaian

produktivitas yang setinggi-tingginya. Cara kerja dan sistem manajemen

sangat perlu diperhatikan.

7) Komunikasi dan informasi yang berjalan dua arah jelas merupakan satu

keharusan dalam upaya meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui

adanya rasa ikut memiliki untuk kemudian menjadi ikut bertanggug jawab.

8) Dalam interaksi manusia – mesin, rangsangan melalui display dan reaksi

melalui kontrol harus benar – benar diatur sedemikian rupa sehingga mudah

Page 39: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

39

dikerjakan tanpa adanya beban mental atau fisik yag berlebihan (Manuaba,

1998).

2.3.4 Mencegah Kelelahan Kerja menurut Ergonomi

2.3.4.1 Karakteristik Kelelahan

Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda – beda dari setiap

individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan

kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Kelelahan adalah suatu mekanisme

perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi

pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Keluhan

subjektif merupakan tanda personal yang menyatakan adanya suatu kelelahan

yang dialami seseorang akibat beban kerja yang membebaninya karena interaksi

seseorang dengan jenis pekerjaan, rancangan tempat kerja, dan atau peralatan

kerja, termasuk sikap kerjanya (Bridger, 1995; Suardana, 2001).

Menurut Kroemer dan Grandjean (2000) kelelahan merupakan suatu

keadaan yang tercermin dari gejala perubahan psikologis berupa kelambanan

aktivitas motorik dan respirasi, adanya perasaan sakit, berat pada bola mata,

pelemahan motivasi, penurunan aktivitas yang akan mempengaruhi aktivitas fisik

dan mental. Adiputra (2003) mengatakan bahwa terjadinya kelelahan pada

pekerja adalah adanya organ tubuh secara terus menerus menerima beban kerja

eksternal dengan tanpa kesempatan istirahat atau mendapat beban kerja yang

melewati kapasitasnya. Sedangkan Manuaba (1998) berpendapat bahwa

kelelahan dapat terjadi karena adanya lingkungan kerja yang terlalu panas. Secara

Page 40: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

40

fisiologis terdapat dua macam kelelahan (Guyton dan Hall, 1996, Suma’mur,

1995) yaitu: kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot adalah keadaan

dimana otot mengalami kelelahan akibat ketegangan yang berlebihan, terlihat dari

beberapa gejala tremor pada otot atau perasan nyeri yang terdapat pada otot,

penurunan tenaga, gerakan otot yang lebih lambat dan juga koordinasi otot

menurun. Kelelahan umum adalah gejala berkurangnya kemampuan untuk

bekerja, terjadinya kekacauan pikiran, respirasi, lelah seluruh badan, terkadang

juga perasaan sakit dan berat pada mata. Pulat (1992) mengemukakan secara

umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan

yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam

kerja. Berikut ini adalah gambar skema taksonomi dari kelelahan yaitu sebagai

berikut (Astrand dan Rodahl, K. 1989; Tarwaka, 2011):

Gambar 2.5 Skema Taksonomi Kelelahan

Kelelahan sesungguhnya merupakan suatu mekanisme perlindungan

tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut atau dapat dikatakan sebagai

Page 41: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

41

alarm tubuh yang mengisyaratkan seseorang untuk segera beristirahat.

Mekanisme ini diatur oleh sistem saraf pusat yang dapat mempercepat impuls

yang terjadi di sistem aktivasi oleh sistem saraf simpatis dan memperlambat

impuls yang terjadi di sistem inhibisi oleh sistem saraf parasimpatis. Menurunnya

kemampuan dan ketahanan tubuh akan mengakibatkan menurunnya efisiensi dan

kapasitas kerja. Kelelahan bisa merupakan kelelahan fisik maupun psikologis.

Kelelahan fisik disebabkan adanya bahan – bahan laktat hasil metabolisme,

sedangkan kelelahan psikis lebih ke arah bagaimana keserasian hubungan

perorangan antar tenaga kerja ke atas, mendatar maupun ke bawah. Lingkungan

kerja yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan kelalahan psikologis yang

dapat dirasakan kelelahan tersebut pada awal – awal bekerja dimana secara fisik

sebenarnya belum lelah. Untuk itu maka perlu dibina suasana lingkungan kerja

yang harmonis, menyenangkan sehingga menimbulkan semangat kerja yang

tinggi. Menurut Grandjean (2000) dan Sedarmayanti (1996) bahwa kelelahan

yang berlanjut dapat menyebabkan kelelahan kronis dengan gejala yaitu : (1)

terjadinya penurunan kestabilan fisik, (2) kebugaran berkurang, (3) gerakan

lamban dan cenderung diam, (4) malas bekerja atau beraktivitas, (5) adanya rasa

sakit yang semakin meningkat. Kelelahan yang berlanjut dapat menimbulkan efek

psikologi juga yang ditandai dengan gejala – gejala berikut: (1) meningkatnya

kejengkelan (tidak toleran), (2) kecenderungan ke arah depresi (kebingungan yang

tidak bermotif) dan kelelahan umum dalam perjuangan dan malas akan pekerjaan.

Disamping itu kelelahan juga menyebabkan gangguan psikosomatik yang ditandai

dengan sakit kepala, pening kepala, mengantuk, jantung berdebar – debar,

Page 42: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

42

keluarnya keringat dingin, nafsu makan berkurang atau hilang dan adanya

gangguan pencernaan (Pheasant 1991).

2.3.4.2 Faktor Penyebab Kelelahan

Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor yang sangat kompleks dan

saling mengkait antara faktor satu dengan yang lain. Yang terpenting adalah

bagaimana menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronis.

Agar dapat menangani kelelahan dengan tepat, maka harus mengetahui apa yang

menjadi penyebab terjadinya kelelahan. Berikut ini adalah uraian secara skematis

antara faktor penyebab terjadinya kelelahan, resiko dan cara menangani kelelahan

seperti pada gambar di bawah ini (Tarwaka, 2011).

Gambar 2.6 Penyebab Kelelahan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko

Kelelahan

Page 43: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

43

Kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh

karena berbagai faktor seperti pekerjaan yang monoton, kerja otot statis, alat dan

sarana kerja yang tidak sesuai dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja

yang tidak ergonomis, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja – istirahat yang

tidak tepat.

2.3.5 Mencegah Kebosanan Menurut Ergonomi

2.3.5.1 Pengertian kebosanan

Menurut Anoraga (1998) kebosanan adalah ungkapan tidak enak dari

perasaan tidak menyenangkan, perasaan lelah yang menguras seluruh minat dan

tenaga. Biasanya kebosanan juga diartikan dengan kondisi kekurangan sesuatu

seperti kedamaian, kepuasan dan perasaan ingin lari dari sesuatu, meskipun

perasaan ini bukan saja disebabkan semata-mata oleh kebosanan. Singkatnya,

kebosanan adalah bentuk lain dari perasaan tersiksa. Kebosanan adalah suatu

pengingat akan adanya keterbatasan dan dapat terjadi pada segala hal. Kebosanan

dapat timbul karena kurangnya perubahan pada sesuatu yang menjadi perhatian

seseorang dan dapat menjadi suatu alat atau barometer dari kondisi seseorang.

Kebosanan dapat juga dimanifestasikan dengan ketidakmampuan untuk duduk

berlama-lama, keinginan untuk segera pergi ke suatu tempat atau ingin menjadi

seseorang yang lain.

2.3.5.2 Fisiologi kebosanan

Secara fisiologis Kroemer dan Grandjean (2000) menjelaskan secara

singkat bahwa situasi dengan stimulus yang rendah, berulang-ulang atau dengan

tuntutan fisik dan mental yang rendah akan menimbulkan stimulus yang kecil pula

Page 44: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

44

pada daerah kesadaran di otak manusia. Dengan kata lain, daya tahan seseorang

untuk memberikan perhatian pada suatu stimulus yang monoton lama kelamaan

akan berkurang, sehingga dibutuhkan kehadiran stimulus lain untuk meningkatkan

kesiagaan.

2.3.5.3 Faktor penyebab kebosanan

Para ahli menyebutkan secara luas faktor-faktor penyebab kebosanan

sebagai berikut (Pulat,1992; Kroemer dan Grandjean ,2000).

1. Pekerjaan kurang menarik.

2. Kurangnya motivasi terhadap pekerjaan.

3. Pekerjaan tidak membutuhkan ketrampilan yang tinggi.

4. Kecepatan kerja terlalu lambat.

5. Lingkungan tidak menarik atau suram.

6. Kurangnya kesempatan bagi tubuh untuk bergerak

7. Kondisi panas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan sesuai dengan pendapat Anastasi

(1989), bahwa sumber kebosanan sebagai berikut.

1. Individu.

Karakteristik orang berbeda-beda sehingga setiap orang memiliki kerentanan

yang berbeda-beda pula terhadap kebosanan sekalipun melakukan kegiatan

yang sama

2. Lingkungan.

Kondisi lingkungan yang sifatnya mengganggu pemusatan perhatian dapat

meningkatkan kebosanan, demikian pula yang menimbulkan konflik antara

keinginan untuk berpaling ke aktivitas lain yang lebih menarik

Page 45: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

45

3. Jenis kegiatan

Kegiatan yang membutuhkan sedikit perhatian, pekerjaan yang semi otomatis,

pekerjaan monoton dan pekerjaan yang menimbulkan minat intrinsik kecil

adalah jenis-jenis kegiatan yang berakibat membosankan.

2.3.5.4 Akibat kebosanan

Efek dari tugas-tugas monoton yang membosankan antara lain adalah

timbulnya rasa kesal, lemas, lelah dan berkurangnya kewaspadaan (Kroemer dan

Grandjean, 2000; Pulat, 1992).

2.3.6 Meningkatkan kinerja dalam ergonomi

Kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun

kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu

maupun kelompok kerja personel (Ilyas, 2001). As’ad (2000) mengungkapkan

bahwa penampilan kerja (job performance) adalah sebagai hasil kerja

yang menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerjanya.

Tingkat sejauhmana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut tingkat

prestasi (level of performance). Kinerja (performance) dapat juga diartikan

sebagai suatu catatan keluaran hasil dari suatu fungsi jabatan atau seluruh

aktivitas kerjanya dalam periode waktu tertentu (Singer, 1990).

Kinerja adalah hasil yang dicapai melalui serangkaian kegiatan dan tata

cara tertentu dengan menggunakan sumber daya perusahaan untuk

mencapai sasaran perusahaan yang ditetapkan (Mangkunegara, 2000). Kinerja

juga dikenal dengan istilah karya, di mana pengertian yang dikemukakan

Page 46: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

46

oleh Cantika (2005) bahwa kinerja adalah Hasil pelaksanaan suatu pekerjaan,

baik bersifat fisik ataupun material dan non fisik atau non material. Kinerja

sumber daya manusia merupakan istilah yang berasal dari kata Job

Performance atau Aktual Performance (prestasi kerja atau prestasi

sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi kinerja seseorang adalah hasil

kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah

prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang

dicapai per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah

(Mangkunegara, 2000) :

a. Pengetahuan (knowledge). Pengetahuan yaitu kemampuan yang dimiliki

yang lebih berorientasi pada intelejensi dan daya pikir serta

penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki seseorang. Pengetahuan

seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, media dan

informasi yang diterima.

b. Ketrampilan (skill). Kemampuan dan penguasaan teknis operasional di

bidang tertentu yang dimiliki seseorang. Seperti ketrampilan konseptual

(Conseptual Skill), ketrampilan manusia (Human Skill), dan

ketrampilan teknik (Technical Skill).

c. Kemampuan (ability). Kemampuan yang terbentuk dari sejumlah

Page 47: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

47

kompetensi yang dimiliki seorang yang mencakup loyalitas,

kedisiplinan, kerjasama dan tanggung jawab.

d. Faktor motivasi (Motivation). Motivasi diartikan suatu sikap (attitude)

pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja di lingkungan

perusahaannya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya

akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi sebaliknya jika mereka

bersifat negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja

yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan

kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pemimpin, pola kepemimpinan

kerja dan kondisi kerja.

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja juga terdiri dari

faktor internal dan faktor eksternal (Mangkunegara, 2000). Faktor internal

(disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang.

Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai

kemampuan tinggi maupun seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan jika

karyawan mempunyai kinerja yang buruk disebabkan karena orang tersebut

mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-

upaya untuk memperbaiki kemampuannya. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor

yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti

perilaku, sikap, dan tindakan- tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan,

fasilitas kerja, dan iklim organisasi.

Page 48: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

48

2.3.7 Pengaruh Kebosanan, Kelelahan, Keluhan Muskuloskeletal terhadap

Kinerja

a. Pengaruh kebosanan terhadap Kinerja

Kegiatan yang membutuhkan sedikit perhatian, pekerjaan yang semi

otomatis, pekerjaan monoton dan pekerjaan yang menimbulkan minat intrinsik

kecil adalah jenis-jenis kegiatan yang berakibat membosankan (Anastasi, 1989).

Efek dari tugas-tugas monoton yang membosankan antara lain adalah timbulnya

rasa kesal, lemas, lelah dan berkurangnya kewaspadaan (Kroemer dan Grandjean,

2000; Pulat, 1992). Keluhan kebosanan tersebut adalah ungkapan perasaan yang

dirasakan oleh seorang pekerja dalam melakukan pekerjaan yang dapat

mempengaruhi tingkat kinerja (level of performance) seorang pekerja dalam

menjalankan tugasnya (Mangkuprawira, 2003)

b. Pengaruh Kelelahan terhadap Kinerja

Adiputra (2003) mengatakan bahwa terjadinya kelelahan pada pekerja

adalah adanya organ tubuh secara terus menerus menerima beban kerja eksternal

dengan tanpa kesempatan istirahat atau mendapat beban kerja yang melewati

kapasitasnya. Munculnya kelelahan secara ergonomis diantaranya disebabkan

oleh pekerjaan yang monotoni (Manuaba, 1983). kelelahan ditandai dengan

adanya perubahan psikologis berupa kelambanan aktivitas motoris dan respirasi,

adanya perasaan sakit, berat pada bola mata, pelemahan motivasi dan aktivitas

fisik lainnya yang akan mempengaruhi aktivitas fisik maupun mental (Kroemer

dan Grandjaen, 2000). Beban kerja fisik yang ringan dan suasana monoton di

lingkungan kerja mempercepat timbulnya kelelahan yang dipicu oleh kebosanan

(Suma’mur, 2009). Kebosanan dapat mempengaruhi tingkat kinerja (level of

Page 49: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

49

performance) seorang pekerja dalam menjalankan tugasnya (Mangkuprawira,

2003).

c. Pengaruh keluhan muskuloskeletal terhadap kinerja

Sikap kerja statis dalam waktu lama dapat menyebabkan gangguan pada

otot rangka (musculoskeletal disorder) (Hales and Bernard, 1996). Keluhan

muskuloskeletal terutama keluhan pada leher bagian belakang (tengkuk atau

kuduk) umumnya terjadi pada pekerja dengan pekerjaan manual dengan posisi

duduk terus-menerus. Menurut Syaifuddin (2005) Duduk terlalu lama dapat

menyebabkan nyeri pada pinggang bawah atau low back pain. Akibat posisi yang

tidak alamiah tersebut, jelas akan mempengaruhi produktivitas seseorang

(Manuaba, 1992). Pekerja yang memiliki produktivitas tinggi maka pekerja

tersebut disebut memiliki kinerja (level of performance) tinggi. Sebaliknya

pekerja dengan tingkat produktivitas rendah, maka mereka disebut memiliki

kinerja (level of performance) rendah (Vroom dalam As’ad, 2000).

Dapat disimpulkan bahwa faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja

seseorang adalah kebosanan akibat beban kerja, kelelahan dan keluhan

muskuloskeletal (Mangkuprawira, 2003). Sehingga peningkatan kinerja secara

ergonomis dapat diukur berdasarkan penurunan: kebosanan akibat beban kerja,

kelelahan dan keluhan muskuloskeletal (Arimbawa, 2010).

2.4 Peregangan otot

2.4.1 Pengertian peregangan otot

Peregangan otot merupakan suatu usaha untuk memperpanjang otot

istirahat (relaksasi). Sehingga dengan adanya peregangan ini kelenturan

Page 50: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

50

(fleksibilitas) menjadi meningkat. Kelenturan (fleksibilitas) adalah kemampuan

untuk menggerakkan otot beserta persendian pada seluruh daerah pergerakan.

Kurangnya kelenturan pada tubuh dapat menyebabkan ketidakseimbangan

mekanis pada tubuh. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui pentingnya

peregangan dalam kegiatan sehari-hari, terlebih lagi untuk otot-otot yang bekerja

statis, seperti proses menguji yang hanya duduk sepanjang hari menilai peserta

ujian dengan soal yang sama beruang-ulang (Alter, 2003).

Manfaat melakukan peregangan sebagai berikut.

a. Peregangan dapat meningkatkan kebugaran fisik seseorang.

b. Peregangan dapat meningkatkan mental dan relaksasi fisik.

c. Peregangan dapat mengurangi risiko keseleo sendi dan cedera otot (kram).

d. Peregangan dapat mengurangi risiko cedera punggung.

e. Peregangan dapat mengurangi rasa nyeri otot.

f. Peregangan dapat mengurangi rasa sakit yang menyiksa pada saat menstruasi.

g. Peregangan dapat mengurangi ketegangan otot.

2.4.2 Beberapa metode peregangan

Peregangan berhubungan dengan proses pemanjangan otot (elongation).

Latihan-latihan peregangan dapat dilakukan dalam beberapa cara tergantung pada

tujuan yang ingin dicapai, kemampuan dan keadaan atau kondisi tubuh. Menurut

Alter (2003) terdapat lima teknik peregangan dasar sebagai berikut.

Page 51: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

51

1. Teknik peregangan statis

Peregangan statis meliputi teknik peregangan dengan posisi tubuh bertahan

(artinya, melakukan peregangan dengan tubuh tetap pada posisi semula tanpa

berpindah tempat). Dalam teknik tersebut otot diregangkan pada titik yang paling

jauh kemudian bertahan pada posisi meregang. Manfaat yang paling penting

dalam teknik statis adalah bahwa teknik tersebut adalah cara yang lebih aman

dalam melakukan peregangan. Manfaat lain dari teknik peregangan ini sebagai

berikut.

a. Memerlukan energi yang lebih sedikit.

b. Memberikan waktu yang cukup untuk mengulang kembali kepekaan

(sensitivity) pada otot.

c. Dapat menyebabkan relaksasi pada otot.

2. Teknik peregangan balistik

Peregangan balistik adalah gerakan-gerakan yang berbentuk ritmis. Teknik

ini merupakan teknik peregangan yang paling kontroversial, sebab teknik ini

sering kali menyebabkan rasa sakit dan cedera pada otot. Kekurangan-

kekurangan lain dalam penggunaan teknik ini sebagai berikut

a. Teknik ini tidak memberikan cukup waktu bagi jaringan-jaringan otot untuk

menyesuaikan diri pada peregangan yang sedang dilakukan.

b. Diawali dengan meningkatkan tegangan pada otot, hal ini membuat kita lebih

sukar untuk meregangkan jaringan-jaringan penghubung pada otot.

3. Teknik peregangan pasif

Page 52: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

52

Teknik peregangan pasif merupakan suatu teknik peregangan dimana

seseorang dalam keadaan rileks dan tanpa mengadakan kontribusi pada daerah

gerakan. Manfaat yang dapat diperoleh dari peregangan pasif tersebut sebagai

berikut.

a. Teknik ini efektif apabila otot antagonis (yaitu otot yang berperan dalam

gerakan yang terjadi) dalam kondisi yang terlalu lemah untuk menerima respon

gerakan.

b. Arah, lamanya waktu melakukan peregangan, dan intensitasnya dapat diukur.

c. Dapat memajukan kekompakan tim bila mana peregangan tersebut

dilakukan bersama-sama dengan atlet-atlet lainnya.

Kelemahan utama dari peregangan pasif adalah resiko adanya rasa sakit

ataupun mengalami luka (cedera) yang lebih besar, apabila rekan kita

mempergunakan tenaga eksternal secara tidak tepat.

4. Teknik peregangan aktif

Peregangan aktif dilakukan dengan menggunakan otot-otot tanpa

mendapat bantuan dari kekuatan eksternal. Kelemahan-kelemahan utama dari

peregangan aktif ini adalah, bahwa peregangan ini menjadi tidak efektif

dikarenakan adanya gangguan-gangguan tertentu pada tubuh dan juga adanya

cedera seperti terkilir yang kuat, peradangan atau patah tulang.

5. Teknik proprioseptif

Teknik ini merupakan peregangan yang dapat dipergunakan untuk

memperbaiki jangkauan gerakan anda. Teknik ini juga berhubungan dengan

teknik yang dikembangkan sebagai model terapi fisik pada rehabilitasi pasien.

Page 53: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

53

2.4.3 Penggunaan peregangan dalam menguji OSCE

Penggunaan peregangan dalam menguji dapat membantu penguji

mengurangi ketegangan pada otot-ototnya. Ketegangan otot-otot tersebut tentunya

akan mengakibatkan kelelahan pada penguji itu sendiri. Beberapa bentuk adaptasi

dapat diperolah dari aktivitas peregangan yang dilakukan dan tentunya

peregangan tersebut di lakukan dengan teknik yang benar. Adapun teknik yang

digunakan untuk menyelingi proses menguji yang dapat dilakukan oleh penguji

adalah teknik peregangan statik.

Beberapa bentuk adaptasi dapat diperoleh dari aktivitas peregangan

yang telah dilakukan. Ketika otot tiba-tiba diregangkan maka pertama-tama akan

timbul stretch reflex (refleks meregang), selanjutnya otot yang kita regangkan

akan berkontraksi. Strech reflex adalah suatu operasi dasar dari sistem saraf yang

membantu menjaga kesehatan otot yang sedang meregang. Otot yang sedang

meregang akan memanjang (menjadi lebih panjang) pada serat–serat otot dan

muscle spindles-nya.

Selama kurun waktu bertambahnya tingkat peregangan, sarung-sarung

(lapisan) facial yang menyelubungi otot-otot akan menyebabkan perubahan

panjang menjadi semipermiabel. Sarung-sarung ini meliputi epymisium,

endomysium, dan perimysium. Pada akhirnya peregangan yang dalam hal ini

dipergunakan peregangan statik dapat menstimulasi produksi dan penyimpanan

glycoaminoglycans (GAGs). GAGs tersebut bersama-sama dengan air dan asam

hyaluron, melumasi dan menjaga jarak kritis antara serat-serat jaringan

penghubung dalam tubuh (Alter, 2003).

Page 54: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

54

Peregangan dapat diberikan setiap dua setengah jam menguji selama 5

menit. Karena diperkirakan pada saat itu penguji berada pada puncak kelelahan

dan ketegangan otot akibat dari sikap statis.

2.5 Minum Teh

Teh berasal dari daun teh yang sudah dikeringkan. Daun teh (Camellia

sinensis) yang sudah dikeringkan mempunyai banyak manfaat bagi tubuh. Ada

banyak jenis teh di dunia, tetapi secara umum ada enam jenis teh berdasarkan cara

dan proses pembuatannya. Enam jenis teh tersebut yaitu: teh hijau teh kuning, teh

putih, teh hitam, teh fermentasi, dan teh oolong. Walaupun berbeda jenis,

kandungan zat yang ada di dalamnya hampir sebagian besar sama, hanya

jumlahnya (kadar) saja yang berbeda. Teh mengandung kafein, theanin, katekin,

serta flavonoid. Keempat kandungan inilah yang memiliki efek menguntungkan

bagi tubuh jika dikonsumsi dalam jumlah yang tepat (Sofwan, 2013).

2.5.1 Kandungan Kafein dalam Teh

Kafein merupakan suatu senyawa golongan alkaloid xantin. Zat ini dapat

ditemukan pada berbagai tumbuhan ataupun buah-buahan, minuman energi,

cokelat, kopi dan teh. Secara umum, kafein merupakan stimulan saraf bagi tubuh

manusia, atas dasar inilah minum kopi atau teh akan menghilangkan rasa kantuk

dan melawan rasa lelah (Sofwan, 2013).

Menurut European Food Information Council (EUFIC) dan International

Coffee Organization (ICO), jumlah kafein yang disarankan dan dalam batas aman

untuk dikonsumsi adalah sebanyak 300 mg per hari. Ini setara dengan lima gelas

teh, lima gelas kopi instan, tiga gelas robusta, atau dua gelas arabika. Walaupun

Page 55: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

55

pada beberapa penelitian dikatakan konsumsi kafein 1000 mg sehari masih aman.

Sebaiknya konsumsi dibatasi hanya sebanyak 300 mg per hari mengingat tingkat

penerimaan kafein terhadap tubuh berbeda-beda pada tiap individu (Bonita,

2007).

Mengkonsumsi kafein dalam jumlah besar dan frekuensi berlebihan dapat

menyebabkan tubuh mengalami semacam ketagihan atau kecanduan. Astawan

(2012) menyatakan bahwa konsumsi kafein sebanyak 600 mg selama 10-15 hari

berturut-turut akan menyebabkan kecanduan. Orang tersebut akan sulit

melepaskan diri dari minum kopi atau teh dan apabila dihentikan secara tiba-tiba

akan menimbukan efek sakit kepala, sulit konsentrasi, lelah dan lemas. Ketagihan

atau kecanduan akibat kafein ini sangat berbeda dengan ketergantungan akibat

merokok dan narkoba yang lebih merusak tubuh. Ketagihan atau kecanduan

akibat kafein dapat hilang dengan mudah dalam beberapa hari saja setelah tidak

mengonsumsi kafein.

2.5.2 Manfaat Minum Teh

Manfaat minum teh berdasarkan kandungan kafein didalamnya menurut

Walton (2002) dalam Sofwan (2013) kafein jika dikonsumsi dengan benar dan

tidak melebihi kadar yang dianjurkan dapat meningkatkan ketahanan fisik dan

menunda terjadinya kelelahan dengan cara meningkatkan kadar serotonin yang

ada di otak. Selain itu, kafein dalam teh juga dapat meningkatkan konsentrasi

sewaktu bekerja dan dapat memperbaiki mood saat bekerja sehingga membuat

suasana kerja menjadi kondusif dan menyenangkan (Sofwan, 2013).

Page 56: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

56

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Secara ergonomis faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang untuk

melakukan pekerjaan sebagai berikut.

a. Faktor manusia yang berkaitan dengan karakteristik subjek, umur, jenis

kelamin, ukuran antropometrik tubuh, pengalaman kerja, kondisi kesehatan.

b. Faktor tugas (task) yang berkaitan dengan stasiun kerja, jenis tugas, sikap

kerja, cara kerja

c. Faktor organisasi yang berkaitan dengan waktu kerja, waktu istirahat, durasi

dan frekuensi kerja

d. Faktor lingkungan yang berkaitan dengan suhu udara yang mengakibatkan

terjadinya beban kerja tambahan menimbulkan adanya beban fisik dan

mental yang berlebihan.

Kinerja seseorang juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu kebosanan

akibat beban kerja, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal (Mangkuprawira,

2003). Sehingga peningkatan kinerja secara ergonomis dapat diukur berdasarkan

penurunan: kebosanan akibat beban kerja, kelelahan dan keluhan

muskuloskeletal (Arimbawa, 2010).

Jam kerja yang panjang dan pekerjaan yang monoton mengakibatkan

kebosanan, kelelahan dan munculnya keluhan muskuloskeletal saat menguji. Hal

Page 57: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

57

ini akan mempengaruhi obyektifitas dalam menguji sehingga efeknya terjadi

penurunan kinerja penguji. Faktor lain yang dapat menimbulkan kebosanan,

kelelahan dan keluhan muskuloskeletal pada penguji adalah: (1) penguji duduk

pasif dalam menjalankan tugas selama menguji; (2) waktu berlangsungnya proses

ujian OSCE yang sangat panjang yaitu sepuluh jam, (3) menguji hal yang sama

berulang-ulang sehingga menimbulkan ritme kerja yang monotone dan; (4)

sarana dan prasarana yang digunakan kurang ergonomis. Salah satu yang dapat

dilakukan adalah dengan memberikan istirahat aktif berupa peregangan otot

dalam proses menguji dan memberikan minum teh manis. Sehingga kebosanan,

kelelahan dan keluhan muskuloskeletal yang dialami penguji dapat diminimalisir.

Sebagaimana penjelasan diatas, kinerja pada dasarnya berkaitan erat

dengan proses kerja. Proses kerja dipengaruhi oleh subjek, tugas, faktor

organisasi dan lingkungan kerja. Lebih spesifik, kinerja dipengaruhi oleh faktor

kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal. Pada proses kerja yaitu

menguji OSCE reguler di FK UNIZAR, penguji dengan kinerja baik akan mampu

menilai dengan obyektif sesuai lembar penilaian dan sesuai kemampuan peserta.

Indikatornya adalah menurunnya kebosanan, kelelahan dan keluhan

muskuloskeletal.

Page 58: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

58

3.2 Konsep Penelitian

Konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti bagan berikut ini :

MASUKAN PROSES LUARAN

Gambar 3.1

Bagan Kerangka Konsep Penelitian

Kondisi

Subjek: Umur,

ketrampilan/

pengalaman,

kondisi

kesehatan.

Pekerjaan:

Jenis

pekerjaan,

cara kerja dan

tempat kerja

Ujian OSCE

Reguler

Berorientasi

Ergonomi yaitu

dengan

peregangan dan

pemberian teh

manis

Peningkatan

Kinerja Penguji

OSCE dilihat dari

penurunan

kebosanan,

kelelahan dan

keluhan

muskuloskeletal

Organisasi:

Durasi dan

Frekuensi

Kerja

Lingkungan:

Suhu,

penerangan,

kebisingan

Page 59: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

59

3.3 Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka, kerangka berpikir, dan konsep penelitian

di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah:

a. Ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi yaitu istirahat aktif dengan

peregangan dan minum teh manis dapat meningkatkan kinerja penguji di

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar dilihat dari penurunan

kebosanan

b. Ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi yaitu istirahat aktif dengan

peregangan dan minum teh manis dapat meningkatkan kinerja penguji di

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar dilihat dari penurunan

kelelahan

c. Ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi yaitu istirahat aktif dengan

peregangan dan minum teh manis dapat meningkatkan kinerja penguji di

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar dilihat dari penurunan

keluhan muskuloskeletal

Page 60: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

60

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian eksperimental ini menggunakan rancangan sama subjek atau

treatment by subjek design. Rancangan sama subjek adalah rancangan serial,

karena semua sampel ditetapkan sebagai subjek kontrol dan juga subjek

perlakuan, pada periode waktu yang berbeda (Bakta, 2000). Secara sederhana

dapat diilustrasikan seperti Gambar 4.1. Berdasarkan rancangan tersebut

pengukuran dilakukan dua kali pada setiap perlakuan yaitu sebelum dan sesudah

ujian OSCE Reguler tanpa orientasi ergonomi serta sebelum dan sesudah OSCE

Reguler dengan orientasi ergonomi.

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Treatment by Subject Design

Keterangan:

P : Populasi, yaitu Staf Pengajar Keterampilan Klinik FK UNIZAR

TS : Total Sampling

P0 : Tahap1 yaitu proses ujian OSCE reguler tanpa orientasi ergonomi

yaitu tanpa peregangan dan tanpa pemberian teh manis

P1 : Tahap 2 yaitu Proses menguji OSCE reguler dengan orientasi

ergonomi yaitu dengan peregangan dan diberikan teh manis

O1 : Pendataan awal tahap 1 (Penguji OSCE Reguler menguji seperti

biasa, tanpa orientasi ergonomi yaitu tanpa peregangan dan tanpa

pemberian teh manis) sebelum kegiatan menguji

O2 : Pendataan akhir tahap 1 (Penguji OSCE Reguler menguji seperti

biasa, tanpa orientasi ergonomi yaitu tanpa istirahat aktif dengan

peregangan dan tanpa pemberian teh manis) sebelum kegiatan

menguji

P0 P1

WOP O1 O2 O3 O4 P

TS

Page 61: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

61

WOP : (Washing Out Period) dilakukan selama satu minggu untuk

menghilangkan efek kondisi kerja sebelum intervensi. Pada masa

ini sampel diberikan kesempatan adaptasi terhadap sistem kerja

dengan intervensi ergonomi

O3 : Pendataan awal tahap 2 (Penguji OSCE Reguler menguji dengan

orientasi ergonomi yaitu adanya istirahat aktif dengan peregangan

dan pemberian teh manis) setelah kegiatan menguji

O4 : Pendataan akhir tahap 2 (Penguji OSCE Reguler menguji dengan

orientasi ergonomi yaitu adanya istirahat aktif dengan peregangan

dan pemberian teh manis) setelah kegiatan menguji

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keterampilan Klinis

(Skills Lab) Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram.

Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2014.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada bidang ergonomi fisiologi kerja yang diterapkan

pada penguji OSCE Reguler Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar

Mataram

4.4 Penentuan Sumber Data

4.4.1 Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi target dalam penelitian ini adalah semua Dosen FK UNIZAR.

Populasi terjangkau adalah Dosen FK UNIZAR yang sudah pernah mengikuti

pelatihan Penguji OSCE. Pada pelaksanaan penelitian ini yang dapat

dijadikan subjek berjumlah 6 orang.

Page 62: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

62

2.Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah 6 orang penguji OSCE reguler FK

UNIZAR Mataram

3. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan teknik total sampling, karena

semua dosen yang pernah menjadi pengajar dan penguji OSCE reguler di FK

UNIZAR dipergunakan sebagai sampel yaitu berjumlah 6 orang penguji.

4.4.2 Kriteria subjek

1. Kriteria inklusi subjek:

a. Umur antara 25 tahun sampai 35 tahun;

b. Dosen di FK UNIZAR Mataram;

c. Pernah mengajar di laboratorium keterampilan klinik (skills lab) FK

UNIZAR;

d. Pernah mendapatkan pelatihan penguji OSCE sesuai standar baku;

e. Pernah menjadi penguji OSCE reguler FK UNIZAR;

f. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani lembar

informed consent.

2. Kriteria eksklusi

a. Dalam kondisi sakit/cacat fisik yang mengganggu

b. Dalam kondisi hamil

Page 63: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

63

c. Patut diduga menggunakan obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil

penelitian

3 Kriteria drop out:

a. Subjek tidak dapat mengikuti penelitian secara penuh sehingga tidak

dapat meneruskan kegiatan dalam penelitian ini;

b. Jatuh sakit atau cidera saat penelitian berlangsung

c. Subjek tidak bisa diajak kerjasama

d. Memberikan data yang ekstrim.

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel

Variabel penelitian ini adalah semua faktor yang dapat

mempengaruhi faktor risiko dan kinerja Penguji OSCE Reguler, antara lain:

Kondisi subjek yang meliputi umur, tingkat pendidikan/keterampilan, kondisi

kesehatan; Pekerjaan yang meliputi jenis pekerjaan, sikap kerja, dan tempat

kerja; Organisasi yang meliputi durasi dan frekuensi; dan Lingkungan yang

meliputi suhu, intensitas penerangan dan kebisingan. Variabel-variabel tersebut

di atas dapat diklasifikasikan menjadi variabel bebas, variabel tergantung,

dan variabel kontrol. Analisis hubungan antara variabel dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

a. Variabel bebas meliputi dua kategori yaitu :

1. Menguji OSCE tanpa perlakuan ergonomi;

2. Menguji OSCE dengan perlakuan ergonomi;

b. Variabel tergantung adalah peningkatan kinerja dilihat dari penurunan

Page 64: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

64

kebosanan,penurunan kelelahan dan penurunan keluhan muskuloskeletal

c. Variabel pengganggu yang dikontrol adalah :

1. Kondisi subjek (umur, tingkat ketrampilan/pengalaman, dan kondisi

kesehatan);

2. Pekerjaan (jenis pekerjaan, cara kerja, tempat kerja);

3. Organisasi kerja (durasi dan frekuensi kerja); dan kondisi lingkungan

(suhu, intensitas penerangan, kebisingan.).

Hubungan antara variabel dalam penelitian ini secara bagan dapat

dilihat pada gambar berikut.

Variabel Bebas Variabel Kontrol

a. Menguji OSCE reguler tanpa

orientasi ergonomi yaitu tanpa

peregangan dan tanpa

pemberian teh manis

b. Menguji OSCE reguler dengan

orientasi ergonomi yaitu

dengan peregangan dan dengan

pemberian teh manis

a. Kondisi subjek (umur, tingkat

ketrampilan/pengalaman, dan

kondisi kesehatan).

b. Pekerjaan (jenis, cara, dan

tempat kerja).

c. Organisasi Kerja (durasi

dan frekuensi kerja).

d. Lingkungan Kerja (suhu,

intensitas penerangan,

kebisingan).

Variabel Tergantung

Peningkatan kinerja yang dilihat dari

penurunan kebosanan, penurunan kelelahan

dan penurunan keluhan muskuloskeletal

Gambar 4.2

Bagan Hubungan antara Variabel Penelitian

Page 65: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

65

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai

berikut.

1. Kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun

kuantitas yang dicapai per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas

kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja

pada dasarnya berkaitan erat dengan proses kerja. Proses kerja di pengaruhi

oleh subjek, tugas, fak tor organisasi dan lingkungan kerja. Pada proses

kerja yaitu menguji OSCE reguler di FK UNIZAR, penguji dengan kinerja

baik akan mampu menilai dengan obyektif sesuai lembar penilaian dan sesuai

kemampuan peserta. Kinerja penguji OSCE reguler diniai baik pada akhirnya

adalah jika dapat melakukan penilaian dengan obyektif. Hal ini dapat

tercermin dari: 1)lembar penilaian terisi penuh, 2) terdapat feedback yang

dituliskan pada lembar penilaian terutama pada saat tidak meluluskan peserta

ujian, 3) dapat mempertanggungjawabkan apa yang dinilai saat rapat akhir

penentuan kelulusan, 4) sedikit atau bahkan tidak ada komplain dari peserta

ujian yang dirugikan akibat kesalahan penilaian saat nilai diumumkan.

Istirahat aktif berupa peregangan otot dan pemberian teh manis dalam proses

menguji akan menurunkan kebosanan, kelelahan dan keluhan

muskuloskeletal yang dialami penguji sehingga akan meningkatkan kinerja

penguji OSCE reguler di FK UNIZAR Mataram.

2. Kebosanan adalah tingkat ungkapan perasaan yang tidak menyenangkan,

perasaan lelah yang menguras seluruh minat dan tenaga. Di data dengan

Page 66: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

66

menggunakan kuesioner kebosanan. Pendataan tingkat kebosanan dilakukan

sebelum menguji, dan setelah menguji, rinciannya yaitu:

1) Pukul 06.45 WITA dilakukan pendataan tingkat kebosanan sebelum

menguji

2) Pukul 18.25 WITA dilakukan pendataan tingkat kebosanan setelah

menguji.

Jadi pendataan tingkat kebosanan dilakukan sebanyak empat kali. Dua kali

pada tahap satu, yaitu tanpa intervensi ergonomi dan dua kali pada tahap dua

yaitu dengan intervensi ergonomi.

3. Kelelahan adalah tingkat reaksi fungsional dari pusat kesadaran yang

dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi)

dan sistem penggerak (aktivasi). Di data dengan menggunakan 30 item of

rating scale yang dikeluarkan oleh Japan Association of Industrial and

Health. Kuesioner ini terdiri atas tiga kategori yaitu: pelemahan aktivitas

(item 1 – 10), pelemahan motivasi (Item 11 – 20) dan kelelahan fisik (item 21

– 30). Pendataan tingkat kelelahan dilakukan sebelum menguji dan setelah

menguji, rinciannya yaitu:

1) Pukul 06.50 WITA dilakukan pendataan tingkat kelelahan sebelum

menguji

2) Pukul 18.30 WITA dilakukan pendataan tingkat kelelahan setelah

menguji .

Jadi pendataan tingkat kelelahan dilakukan sebanyak empat kali. Dua

kali pada tahap satu, yaitu tanpa intervensi ergonomi dan dua kali pada

Page 67: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

67

tahap dua yaitu dengan intervensi ergonomi.

4. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan otot skeletal yang terjadi pada otot

rangka yang dialami penguji OSCE reguler FK UNIZAR. Keluhan

muskuloskeletal diukur dengan kuesioner Nordic Body Map yang

dimodifikasi dengan empat skala Likert. Pendataan keluhan muskuloskeletal

dilakukan sebelum menguji dan setelah menguji, rinciannya yaitu:

1) Pukul 06.55 WITA dilakukan pendataan keluhan muskuloskeletal

sebelum menguji

2) Pukul 18.35 WITA dilakukan pendataan keluhan muskuloskeletal setelah

menguji .

Jadi pendataan keluhan muskuloskeletal dilakukan sebanyak empat kali.

Dua kali pada tahap satu, yaitu tanpa intervensi ergonomi dan dua kali

pada tahap dua yaitu dengan intervensi ergonomi.

5. Menguji OSCE reguler tanpa orientasi ergonomi adalah proses menguji

OSCE reguler tanpa intervensi ergonomi dalam hal ini tanpa melakukan

peregangan otot dan tanpa pemberian teh manis.

6. Menguji OSCE reguler dengan orientasi ergonomi adalah proses

menguji OSCE reguler dengan intervensi ergonomi dalam hal ini dengan

melakukan peregangan otot dan pemberian teh manis.

7. Peregangan otot merupakan suatu usaha untuk memperpanjang otot istirahat

(relaksasi). Sehingga dengan adanya peregangan ini kelenturan (fleksibilitas)

menjadi meningkat. Peregangan otot dilakukan sebanyak 5 kali selama

Page 68: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

68

proses menguji yang berlangsung dari pukul 07.00 – 18.00 Wita dengan

pembagian sebagai berikut:

1) Peregangan pertama pukul 07.00 WITA selama lima menit

2) Peregangan kedua Pukul 09.30 WITA selama lima menit

3) Peregangan ketiga pukul 12.05 WITA selama lima menit

4) Peregangan keempat pukul 15.30 WITA selama lima menit

5) Peregangan kelima pukul 18.20 WITA selama lima menit

Gerakan peregangan otot yang dapat dilakukan adalah peregangan otot pada

kondisi statis sebagai berikut.

a) Peregangan otot leher: berfungsi untuk meregangkan otot

sternocleidomastoideus dan otot trapezius. Gerakan peregangan itu sendiri

terdiri atas gerakan sebagai berikut.

1) Menundukkan kepala ke bawah dan meregangkan kepala ke atas

dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali.

2) Menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri dengan hitungan 8 – 10 detik

diulangi 2 sampai 3 kali

3) Gerakan seolah-olah Mematahkan kepala ke kanan dan ke kiri

dilakukan dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali.

b) Peregangan otot tangan dan lengan: bertujuan untuk meregangkan otot

triceps brachii, deltoideus, biceps brachii, fleksor antebrachii, dan

ekstensor antebrachii. Gerakan peregangan itu sendiri terdiri atas gerakan

sebagai berikut.

Page 69: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

69

1) Menekuk tangan kanan menyamping ke kiri dengan ditahan

menggunakan tangan kanan dan kemudian sebaliknya dengan

dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali.

2) Tangan kanan ditekuk di belakang kepala kemudian ditekan

menggunakan tangan kiri dan kemudian sebaliknya dengan dengan

hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali.

3) Meregangkan atau menarik kedua tangan ke atas dengan hitungan 8

– 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali.

4) Menekuk telapak tangan kanan ke atas dan ke bawah dengan dengan

hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali serta demikian juga

dengan tangan kiri.

c) Peregangan otot pinggang dan perut: ditujukan untuk meregangkan otot

serratus anterior, rectus abdominis, latissimus dorsi, obliquus abdominis

eksternus, dan inscriptiones tendineii. Gerakan peregangan itu sendiri

terdiri atas gerakan sebagai berikut.

1) Mencondongkan badan ke samping kanan dan ke samping kiri dengan

hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali.

2) Memutar badan ke kanan dan kiri dengan hitungan 8 – 10 detik

diulangi 2 sampai 3 kali.

d) Peregangan otot punggung, bertujuan untuk meregangkan otot trapezius

dan latissimus dorsi. Gerakan peregangan itu sendiri terdiri atas gerakan

sebagai berikut.

Posisi berdiri, meletakkan telapak tangan pada punggung bagian bawah

(tepat di bagian ginjal) dengan jari-jari tangan menunjuk ke bawah dan ibu

jari menunjuk keluar dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3

Page 70: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

70

kali.

e) Peregangan bahu, bertujuan untuk meregangkan otot deltoideus. Tarik

bahu ke atas, kearah telinga. Ulangi dengan hitungan 3 – 4 detik diulangi

5 sampai 6 kali.

8. Umur Penguji OSCE reguler adalah selang waktu dari sejak lahir sampai

pada saat dilakukan pengukuran, dilihat dari KTP berdasarkan tahun

lahir, satuan tahun;

9. Keterampilan/pengalaman adalah ketrampilan/pengalaman subjek dalam

hal menguji OSCE reguler, dinyatakan dengan pengakuan subjek dan surat

tugas sebagai instruktur dan penguji OSCE reguler.

10. Durasi kerja adalah Jam kerja menguji OSCE yaitu mulai pukul 07.00

WITA s.d 18.00 WITA.

11. Frekuensi kerja adalah banyaknya jumlah menguji OSCE reguler yang harus

dilakukan penguji dalam satu semester.

12. Suhu udara adalah suhu lingkungan dalam derajat celcius yang diukur

dengan thermometer ruangan merk Luxtron LM 800. Pengukuran dilakukan

pada setiap stasiun OSCE reguler. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali

yaitu pada pukul 07.00 WITA dan 13.00 WITA dan 18.20

13. Intensitas penerangan adalah fluks cahaya yang jatuh pada suatu bidang

seluas 1 m2

satuan untuk intensitas penerangan adalah luks (lx),

diukur dengan luxmeter, merek Sanwa buatan Sanwa Electronic Japan.

Pengukuran dilakukan pada setiap stasiun OSCE reguler. Pengukuran

dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada pukul 07.05 WITA, pukul 13.05 WITA

dan pukul 18.25 WITA

Page 71: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

71

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

a. Thermometer ruangan merk Luxtron LM 800, digunakan untuk mengukur

suhu ruang, dengan satuan derajat celcius (0C)

b. Luxmeter untuk mengukur intensitas penerangan, dengan spesifikasi merek

Sanwa, buatan Sanwa Electric Japan;

c. Sound Level Meter merk Rion dengan satuan decibel A (dB. A), digunakan

untuk mengukur tingkat kebisingan.

d. Kamera film merek Nikon D40x degan lensa 18-55mm digunakan

untuk mendokumentasikan proses kerja selama OSCE.

e. Kuesioner kebosanan saat menguji dengan lima skala Likert yang

dimodifikasi untuk mengetahui tingkat kebosanan subjek

f. Kuesioner 30 daftar pertanyaan dengan empat skala Likert dari IFRC

(Industrial Fatigue Research Committee) Jepang digunakan untuk

identifikasi kelelahan secara umum.

g. Kuesioner Nordic Body Map dengan empat skala Likert digunakan untuk

menginterpretasikan keluhan otot skeletal penguji OSCE.

h. Form persetujuan sebagai subjek penelitian, berisi pernyataan bahwa subjek

bersedia dijadikan subjek penelitian

Page 72: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

72

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Alur Penelitian

Gambar 4.3

Alur Penelitian

Populasi Target

Dosen FK UNIZAR

Sampel

6 Orang Penguji

PERIODE 1 (P0)

3x Pengulangan PERIODE 2 (P1)

3x Pengulangan

Data Sebelum Menguji

OSCE (O1)

Kebosanan, Kelelahan,

keluhan muskuloskeletal,

Suhu, intensitas

penerangan, kebisingan

Menguji OSCE Reguler

tanpa Orientasi

Ergonomi

Data Setelah Menguji

OSCE (O1)

Kebosanan, Kelelahan,

keluhan muskuloskeletal,

Suhu, intensitas

penerangan, kebisingan

Data Sebelum Menguji

OSCE (O3)

Kebosanan, Kelelahan,

keluhan muskuloskeletal,

Suhu, intensitas penerangan,

kebisingan

Menguji OSCE Reguler

dengan Orientasi

Ergonomi

Data Setelah Menguji

OSCE (O4)

Kebosanan, Kelelahan,

keluhan muskuloskeletal,

Suhu, intensitas

penerangan, kebisingan

ANALISIS

Populasi Terjangkau

6 Orang Penguji

Kriteria

Inklusi

Total Sampling

WOP

Page 73: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

73

4.7.2 Tata Laksana Penelitian

1. Tahap Persiapan

Pada penelitian ini, tahap persiapan sebelum dilakukan penelitian adalah sebagai

berikut:

a. Pendataan subjek yang menjadi populasi target dan populasi terjangkau

b. Menyiapkan kelengkapan administrasi yang diperlukan untuk mendukung

jalannya penelitian, yaitu informed consent (surat persetujuan sebagai

subjek), formulir biodata, kuesioner kebosanan, kuesioner 30 item dengan

empat skala Likert, kuesioner Nordic Body Map.

c. Menghubungi subjek untuk diminta kesediannya mengikuti penelitian.

d. Melakukan pemilihan sampel berdasarkan metode dan kriteria yang telah

ditetapkan. Menggunakan total sampling yaitu 6 orang penguji dengan tiga

kali pengulangan jadi total 18 sampel.

e. Mengadakan diskusi dengan subjek untuk menjelaskan penelitian yang akan

dilakukan.

f. Subjek mengisi biodata yang telah disediakan.

g. Mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian.

h. Mempersiapkan prosedur OSCE reguler dan pengambilan data.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

Penelitian ini adalah penelitian sama subjek, terdiri dari dua periode yaitu

periode satu menguji tanpa intervensi ergonomi sebanyak 6 orang dokter penguji

OSCE reguler dan diakukan pengulangan sebanyak tiga kali jadi total 18 sampel

dan periode kedua dengan subjek yang sama menguji dengan intervensi ergonomi.

Page 74: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

74

Lama OSCE reguler untuk tiap tahap adalah sepuluh jam yaitu dari pukul 07.00

Wita hingga pukul 18.20 Wita dengan asumsi istirahat satu jam. Tahap kegiatan

pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut.

a. Sebelum mulai menguji

1) Subjek mengisi kuesioner (kebosanan, 30 daftar pertanyaan dari

IFRC (Industrial Fatigue Research Committee Jepang dan Kuesioner

Nordic Body Map).

2) Pencatatan suhu lingkungan (dalam oC), intensitas penerangan dan

kebisingan.

3) Penguji melakukan cek ulang alat bahan ujian serta kelengkapan rubrik,

template dan lembar penilaian ujian OSCE reguler satu jam sebelum ujian

dimulai

4) Dokumentasi pengukuran.

b. Pada waktu menguji (sesi 1 pagi)

1) Pencatatan suhu lingkungan (dalam oC) intensitas penerangan dan

kebisingan.

2) Pada tahap satu (tanpa intervensi ergonomi) penguji hanya duduk selama

menguji. Sedangkan pada tahap dua (dengan intervensi ergonomi) Penguji

melakukan istirahat aktif dengan peregangan dan pemberian teh manis.

3) Dokumentasi pengukuran.

c. Pada saat istirahat siang

Subjek istirahat makan siang dan melakukan ibadah shalat dzuhur

Page 75: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

75

Pada waktu menguji (sesi 2 siang)

1) Pencatatan suhu lingkungan (dalam oC) intensitas penerangan dan

kebisingan.

2) Pada tahap satu (tanpa intervensi ergonomi) penguji hanya duduk selama

menguji. Sedangkan pada tahap dua (dengan intervensi ergonomi) Penguji

melakukan istirahat aktif dengan peregangan dan pemberian minum teh

manis

3) Dokumentasi pengukuran.

d. Setelah Menguji

1) Subjek mengisi kuesioner (kebosanan, 30 daftar pertanyaan dari

IFRC (Industrial Fatigue Research Committee Jepang dan Kuesioner

Nordic Body Map).

2) Dokumentasi Pengukuran.

e. Protokol pelaksanaan penelitian

Protokol pelaksanaan kegiatan penelitian adalah sebagai berikut.

Tahap satu

1) Pukul 06.00 WITA subjek dikumpulkan (satu jam sebelum penelitian)

penguji melakukan cek ulang kesiapan tata ruang, alat dan bahan OSCE,

rubrik dan lembar penilaian.

2) Pukul 06.45 WITA Subjek mengisi kuesioner kebosanan, 30 item

kelelahan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang dan

Kuesioner Nordic Body Map).

Page 76: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

76

3) Pukul 07.00 WITA subjek dipersilahkan mulai menguji OSCE reguler sesi

satu.

4) Melakukan pengukuran suhu, intensitas penerangan, kebisingan di

stasiun kerja, mulai pukul 07.00 WITA

5) Penguji melakukan tugas dalam menguji OSCE reguler pada sesi 1 (pagi).

6) Pukul 12.00 WITA, subjek berhenti menguji.

7) Pukul 12.00 WITA istirahat makan siang dan ibadah shalat Dzuhur

8) Pukul 13.00 WITA subjek dipersilahkan mulai menguji OSCE reguler sesi

dua.

9) Melakukan pengukuran suhu, intensitas penerangan, kebisingan di

stasiun kerja, mulai pukul 13.00 WITA

10) Penguji melakukan tugas dalam menguji OSCE reguler pada sesi dua

(siang).

11) Pukul 15.30 subjek menjalankan ibadah shalat Ashar

12) Pukul 15.45 subjek Kembali melanjutkan tugas menguji

13) Pukul 18.15 WITA, subjek berhenti menguji.

14) Pukul 18.15 WITA Subjek mengisi kuesioner (kebosanan, 30

daftar pertanyaan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee)

Jepang dan Kuesioner Nordic Body Map).

15) Melakukan pengukuran suhu, intensitas penerangan, kebisingan di

stasiun kerja, mulai pukul 18.20 WITA

Page 77: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

77

Tahap dua

1) Pukul 06.00 WITA subjek dikumpulkan (satu jam sebelum penelitian)

penguji melakukan cek ulang kesiapan tata ruang, alat dan bahan OSCE,

rubrik dan lembar penilaian.

2) Pukul 06.45 WITA Subjek mengisi kuesioner kebosanan, 30 item

kelelahan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang dan

Kuesioner Nordic Body Map.

3) Pukul 07.00 WITA subjek melakukan istirahat aktif dengan peregangan

otot selama 5 menit dan pemberian teh manis sebanyak 2 kotak, masing-

masing 300 ml.

4) Pukul 07.05 WITA subjek dipersilahkan mulai menguji OSCE reguler sesi

satu.

5) Melakukan pengukuran suhu, intensitas penerangan, kebisingan di

stasiun kerja, mulai pukul 07.05 WITA

6) Pukul 09.30 WITA subjek melakukan istirahat aktif dengan peregangan

otot selama 5 menit dan pemberian teh manis

7) Pukul 09.35 WITA subjek kembali menguji

8) Pukul 12.05 subjek berhenti menguji, subjek melakukan istirahat aktif

dengan peregangan otot selama 5 menit

9) Pukul 12.05 wita istirahat makan siang dan ibadah shalat Dzuhur

10) Pukul 13.00 WITA subjek dipersilahkan mulai menguji OSCE reguler sesi

dua (siang)

Page 78: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

78

11) Pemberian teh manis sebanyak 2 kotak, masing-masing 300ml dan

melakukan pengukuran suhu, intensitas penerangan, kebisingan di stasiun

kerja, mulai pukul 13.00 WITA

12) Pukul 15.30 subjek melakukan istirahat aktif dengan peregangan otot

selama 5 menit

13) Pukul 15.35 subjek menjalankan ibadah shalat Ashar

14) Pukul 15.50 subjek Kembali melanjutkan tugas menguji

15) Pukul 18.20 WITA, subjek berhenti menguji.

16) Melakukan pengukuran suhu, intensitas penerangan, kebisingan di

stasiun kerja, mulai pukul 18.20 WITA

17) Pukul 18.20 WITA subjek melakukan istirahat aktif dengan peregangan

otot selama 5 menit

18) Pukul 18.25 WITA Subjek mengisi kuesioner kebosanan, 30 item

kelelahan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang dan

Kuesioner Nordic Body Map).

4.7.3 Prosedur pengukuran Kebosanan, Kelelahan dan keluhan

muskuloskeletal

Penilaian kebosanan dengan menggunakan kues ioner

kebosanan dengan l ima skala Liker t yang te lah d imodi f ikas i .

kelelahan secara umum dinilai dengan kuesioner 30 item kelelahan dengan

empat skala Likert dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee)

Page 79: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

79

Jepang dan keluhan otot skeletal yang dinilai dengan kuesioner Nordic Body

Map empat skala Likert. Adapun langkah penilaiannya adalah sebagai berikut.

a. Persiapan

1) Mempersiapkan kuesioner kebosanan, kuesioner 30 item pertanyaan

dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang, kuesioner

Nordic Body Map sesuai dengan jumlah subjek.

2) Menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada subjek penelitian.

b. Prosedur penilaian

1) Sebelum mulai ujian OSCE, masing-masing subjek diberikan

kuesioner kebosanan, kuesioner 30 item kelelahan dari IFRC

(Industrial Fatigue Research Committee) Jepang, kuesioner Nordic Body

Map dan subjek diminta untuk mengisi sendiri kuesioner tersebut dengan

memberi tanda rumput ( √ ) pada item-item yang sesuai, kemudian

hasilnya dikumpulkan.

2) Setelah selesai ujian OSCE, masing-masing subjek diberikan lagi

kuesioner kebosanan, kuesioner 30 item kelelahan dari IFRC

(Industrial Fatigue Research Committee) Jepang, kuesioner Nordic Body

Map dan subjek diminta untuk mengisi sendiri kuesioner tersebut dengan

memberi tanda rumput ( √ ) pada item yang sesuai, kemudian hasilnya

dikumpulkan.

3) Penilaian ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu: pertama dilakukan pagi

sebelum ujian OSCE dimulai dan kedua sore hari setelah selesei ujian

OSCE.

Page 80: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

80

c. Pencatatan

1) Skor kebosanan sebelum kerja adalah jumlah skor kebosanan sebelum

kerja dengan menggunakan 5 skala Likert.

2) Skor kebosanan setelah kerja adalah jumlah skor kebosanan setelah kerja

dengan menggunakan 5 skala Likert.

3) Skor kelelahan sebelum kerja adalah jumlah skor keluhan kelelahan

sebelum kerja dengan menggunakan 4 skala Likert.

4) Skor kelelahan setelah kerja adalah jumlah skor keluhan kelelahan setelah

kerja dengan menggunakan 4 skala Likert.

5) Skor keluhan otot skeletal sebelum kerja adalah jumlah skor keluhan otot

skeletal sesuai dengan tingkat keluhan yang dirasakan sebelum kerja

dengan menggunakan 4 skala Likert.

6) Skor keluhan otot skeletal setelah kerja adalah jumlah skor keluhan otot

skeletal sesuai dengan tingkat keluhan yang dirasakan setelah kerja dengan

menggunakan 4 skala Likert.

7) Skor kebosanan dihitung berdasarkan selisih nilai skor kebosanan

setelah kerja dikurangi nilai skor kebosanan sebelum kerja.

8) Skor kelelahan dihitung berdasarkan selisih nilai skor kelelahan

setelah kerja dikurangi nilai skor kelelahan sebelum kerja.

9) Skor keluhan otot skeletal dihitung berdasarkan selisih nilai skor

keluhan otot skeletal setelah kerja dikurangi nilai skor keluhan otot

skeletal sebelum kerja.

Page 81: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

81

4.8 Pengolahan dan analisis data

Pengolahan data dari hasil pengukuran adalah sebagai berikut.

1) Uji normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa sampel benar-benar

berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas data

terhadap kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal menggunakan

statistik Kolmogorow-Smirnov (K-S) dengan menggunakan program SPSS

16 for Windows. Kriteria pengujian data menggunakan taraf signifikansi

95% (α = 0,05).

2) Uji t sampel berpasangan

(a) Data kondisi lingkungan dianalisis dengan uji paired-sample t test

pada taraf signifikansi 95%.

(b) Data kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal dianalisis

dengan uji paired-sample t test karena datanya berdistribusi normal

pada taraf signifikansi 95%.

Uji t sampel berpasangan (paired-sample t test) merupakan

pengujian yang dilakukan terhadap dua sampel yang berpasangan. Sampel

yang berpasangan dapat diartikan sebagai sampel dengan subjek yang

sama namun mengalami dua treatment atau perlakuan berbeda.

Page 82: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

82

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian dengan rancangan treatment by subject design ini telah

dilakukan pada bulan Oktober - November 2014 di Laboratorium Keterampilan

Klinik (skills lab) Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram.

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 18 orang. Sampel pada tahap satu

(tanpa intervensi ergonomi yaitu tanpa melakukan peregangan otot dan tanpa

diberikan minum teh manis) dan pada tahap dua (dengan intervensi ergonomi

yaitu dengan melakukan peregangan dan dengan diberikan minum teh manis).

Hasil analisis deskriptif terhadap data karakteristik subjek yang meliputi variabel

umur, berat badan dan tinggi badan disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Data Karakteristik Subjek Penguji OSCE Reguler di Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Al-Azhar Mataram

(n=18)

No Variabel Rentangan Rerata Simpang Baku

1 Umur (tahun) 27-32 29,3 2,7

2 Berat Badan (kg) 55-78 62,3 15,7

3 Tinggi Badan (cm) 157-170 165,3 4,7

Dari Tabel 5.1 diketahui bahwa rerata umur, berat badan dan tinggi badan penguji

OSCE reguler termasuk dalam rentangan ideal.

Page 83: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

83

5.2 Kondisi Lingkungan Kerja

Kondisi lingkungan kerja yang diindikasikan dapat berpengaruh terhadap

kondisi kerja adalah suhu, intensitas penerangan, dan intensitas kebisingan. Hasil

uji normalitas terhadap data kondisi lingkungan menunjukkan bahwa data

berdistribusi normal. Dengan demikian dilanjutkan dengan analisis parametric

menggunakan uji paired-sample t test. Hasil analisis data kondisi lingkungan di

ruang skills lab Fakultas Kedokteran universitas Islam Al-Azhar dapat dilihat

pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Data Kondisi Lingkungan Ruang Skills Lab OSCE Reguler di Fakultas

Kedokteran Universitas IslamAl-Azhar Mataram

(n=18)

No Variabel Tahap 1 Tahap 2 T P

Rerata SB Rerata SB

1 Suhu ruang (0C) 24,4 0,38 25,1 0,29 -2,400 0,174

2 Intensitas

Penerangan (Lux) 507,6 10,17 509,2 2,54 -0,444 0,699

3 Intensitas

Kebisingan (dB) 69,8 0,57 70,1 0,68 -1,581 0,169

Data pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa kondisi lingkungan dilihat dari suhu,

intensitas penerangan, intensitas kebisingan di ruang skills lab pada tahap

satu (tanpa intervensi ergonomi) dan tahap dua (dengan intervensi ergonomi)

adalah tidak berbeda bermakna (p>0,05). Ini berarti data kondisi lingkungan antar

kedua perlakuan adalah sama.

Page 84: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

84

5.3 Kebosanan Dalam Proses Menguji OSCE Reguler

5.3.1 Analisis efek sisa terhadap kebosanan dalam proses menguji OSCE

reguler

Efek sisa ini diukur dengan membandingkan rerata nilai kebosanan pada

penelitian tahap 1 dan tahap 2 antar subjek penelitian, ditampilkan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3

Efek Sisa Nilai Rerata Kebosanan antar Perlakuan pada Penguji OSCE

Reguler di Fakultas Kedokteran Universitas IslamAl-Azhar Mataram

(n=18)

Kelompok Rerata Simpang Baku Nilai t Nilai p

Tahap 1 37,866 6,189 0,228 0,693

Tahap 2 38,135 6,108

Jumlah nilai kebosanan pada tahap satu dan perlakuan tahap dua diuji

normalitasnya dengan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S), didapat data berdistribusi

normal, dimana (p>0,05). Dari hasil uji independent samples test diketahui

perbedaan jumlah nilai kebosanan pada tahap 1 dan perlakuan pada tahap 2 dari

subjek penelitian tidak berbeda, di mana t= 0,228 dengan p=0,693. Hal ini berarti

bahwa tidak terdapat efek sisa dari tahap satu terhadap perlakuan pada tahap dua.

5.3.2 Analisis efek perlakuan terhadap kebosanan dalam proses

menguji OSCE Reguler.

Kebosanan diukur dengan menggunakan kuesioner kebosanan

menggunakan empat skala Likert dan diperoleh skor kebosanan sebelum dan

sesudah perlakuan, sebagaimana terlihat pada Tabel 5.4

Page 85: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

85

Tabel 5.4

Nilai Rerata Kebosanan antar Perlakuan

pada Penguji OSCE Reguler di Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Al-Azhar Mataram

(n=18)

Tahap 1 Tahap 2 Nilai t

Nilai p

Rerata SB Rerata SB

Sebelum

Menguji

37,866 6,189 38,135 6,108 2,014 0,056

Sesudah

Menguji

77,590 10,127 64,550 8,739 3,160 0,003

Beda 39,724 12,172 26,415 10,233 3,231 0,003

Sebelum dilakukan uji paired-sample t test data kebosanan dalam proses

menguji, diuji menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) pada tingkat

kepercayaan (α=0,05). Data tersebut pada masing-masing tahap adalah

berdistribusi normal (p>0,05), sehingga dilanjutkan dengan menggunakan uji

paired-sample t test. Hasil uji paired-sample t test terhadap kebosanan sebelum

menguji tidak berbeda bermakna (p>0,05), ini berarti kebosanan sebelum menguji

untuk masing-masing tahap adalah sama. Sedangkan kebosanan sesudah menguji

berbeda bermakna (p<0,05), ini berarti skor kebosanan sesudah menguji untuk

kedua perlakuan adalah berbeda.

5.4 Kelelahan dalam Proses Menguji OSCE Reguler

5.4.1 Analisis efek sisa terhadap kelelahan dalam proses menguji OSCE

reguler

Efek sisa terjadi apabila washing out period tidak cukup sehingga efek

tahap satu masih ada pada waktu diberikan perlakuan pada tahap dua. Efek sisa ini

dicari dengan membandingkan rerata nilai kelelahan pada penelitian perlakuan

Page 86: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

86

tahap satu dan perlakuan pada tahap dua antar subjek penelitian, ditampilkan pada

Tabel 5.5

Tabel 5.5

Efek Sisa Nilai Rerata Kelelahan antar Perlakuan pada Penguji OSCE

Reguler di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram

(n=18)

Kelompok Rerata Simpang Baku Nilai t Nilai p

Tahap 1 32,225 1,818 0,000 1,000

Tahap 2 32,225 1,846

Jumlah nilai kelelahan pada tahap satu dan perlakuan pada tahap dua dari masing-

masing kelompok perlakuan diuji normalitasnya dengan uji Kolmogorov-Smirnov

(K-S), didapat data berdistribusi normal, dimana (p> 0,05). Dari hasil uji

independent samples test diketahui perbedaan jumlah nilai kelelahan pada tahap

satu dan perlakuan pada tahap dua dari masing-masing kelompok perlakuan

subjek penelitian tidak berbeda, di mana t= 0,000 dengan p=1,000. Hal ini berarti

bahwa tidak terdapat efek sisa dari tahap satu terhadap perlakuan pada tahap dua.

5.4.2 Analisis efek perlakuan terhadap kelelahan dalam proses menguji

OSCE reguler

Kelelahan subjektif adalah rerata skor pengisian kuesioner 30 item yang

terbagi menjadi tiga bagian, 1 – 10 adalah pelemahan aktivitas, 11 – 20 adalah

pelemahan motivasi dan 21 – 30 adalah kelelahan fisik akibat keadaan umum.

Hasil analisis kelelahan dalam proses menguji antara tahap satu dan perlakuan

tahap dua disajikan pada Tabel 5.6.

Page 87: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

87

Tabel 5.6

Nilai Rerata Kelelahan antar Perlakuan

pada Penguji OSCE Reguler di Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Al-Azhar Mataram

(n=18)

Tahap 1 Tahap 2 Nilai t

Nilai p

Rerata SB Rerata SB

Sebelum

Menguji

32,225 1,819 32,225 1,847 0,001 1,000

Sesudah

Menguji

76,275 3,823 55,750 4,292 28,665 0,001

Beda 44,050 3,843 23,525 4,635 28,696 0,001

Dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) diperoleh bahwa skor

kelelahan berdistribusi normal, sehingga dilanjutkan dengan uji paired-sample t

test. Hasil uji t-paired skor kelelahan sebelum perlakuan tidak berbeda bermakna

(p>0,05), ini berarti skor kelelahan sebelum perlakuan untuk kedua perlakuan

adalah sama. Sedangkan skor kelelahan sesudah perlakuan berbeda bermakna

(p<0,05), ini berarti skor kelelahan sesudah menguji antara tahap satu (tanpa

intervensi ergonomi) dengan perlakuan tahap dua (dengan intervensi ergonomi)

adalah berbeda.

5.5 Keluhan Muskuloskeletal dalam Proses Menguji OSCE Reguler

5.5.1 Analisis efek sisa keluhan muskuloskeletal

Efek sisa terjadi apabila washing out period tidak cukup sehingga efek

pada tahap satu (tanpa intervensi ergonomi) masih ada pada waktu diberikan pada

tahap dua (dengan intervensi ergonomi). Efek sisa ini dicari dengan

membandingkan rerata nilai keluhan muskuloskeletal pada penelitian perlakuan

pada tahap satu dan dua antar subjek penelitian, ditampilkan pada Tabel 5.7.

Page 88: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

88

Tabel 5.7

Efek Sisa Nilai Rerata Keluhan Muskuloskeletal antar Perlakuan pada

Penguji OSCE Reguler di Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Al-Azhar Mataram

(n=18)

Kelompok Rerata Simpang Baku Nilai t Nilai p

Tahap 1 31,225 2,547 1,147 0,255

Tahap 2 31,875 2,524

5.5.2 Analisis efek perlakuan terhadap keluhan muskuloskeletal

dalam proses menguji

Keluhan muskuloskeletal diukur menggunakan Nordic Body Map dengan

penilaian empat skala Likert. Analisis data mengenai keluhuan muskuloskeletal

terlihat pada Tabel 5.8

Tabel 5.8

Nilai rerata Keluhan Muskuloskeletal antar Perlakuan pada Penguji OSCE

Reguler di Fakultas Kedokteran Universitas IslamAl-Azhar Mataram

Tahap 1 Tahap 2 Nilai t

Nilai p

Rerata SB Rerata SB

Sebelum

Menguji 31,225 2,547 31,875 2,524 1,433 0,160

Sesudah

Menguji 70,475 4,674 45,900 5,213 36,382 0,001

Beda 39,250 5,633 14,025 4,999 29,291 0,001

Dengan menggunakan uji normalitas Kolmogorv-Smirnov diperoleh bahwa

keluhan muskuloskeletal sebelum dan sesudah menguji berdistribusi normal,

sehingga dilanjutkan dengan uji paired-sample t test. Hasil uji paired-sample t test

skor keluhan muskuloskeletal sebelum menguji tidak berbeda bermakna (p>0,05),

ini berarti skor keluhan muskuloskeletal sesudah menguji antara tahap satu (tanpa

intervensi ergonomi) dengan tahap dua (dengan intervensi ergonomi) adalah

berbeda.

Page 89: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

89

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian sebanyak 18 orang dengan karakteristik yang akan

dibahas adalah umur, tinggi badan dan berat badan. Umur subjek yang terlibat

dalam penelitian ini antara 27 – 37 tahun dengan rerata 29,3 ± 2,7 tahun.

Rentangan umur ini merupakan rentangan umur yang sesuai untuk dosen yang

dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang mereka miliki. Irawan

& Suparmoko (2002) menyatakan bahwa umur produktif berkisar antara 15

– 64 tahun. Grandjean (2000) mengatakan bahwa kondisi umur berpengaruh

terhadap kemampuan kerja fisik atau kekuatan otot seseorang. Kemampuan fisik

maksimal seseorang dicapai pada umur antara 25 – 35 tahun dan akan terus

menurun seiring dengan bertambahnya umur. Dilihat dari umur subjek, berat

badan dan tinggi badan dapat dinyatakan bahwa pada penelitian ini kondisi

fisik subjek berada pada umur produktif dan dalam kondisi yang baik dengan

tubuh yang termasuk ideal sehingga pengaruhnya terhadap penelitian dapat

diabaikan.

6.2 Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan yang didata dalam penelitian ini adalah suhu ruangan,

intensitas pencahayaan, dan intensitas kebisingan sebelum perlakuan dan sesudah

perlakuan. Kelembaban tidak diukur karena semua ruang dalam proses ujian

Page 90: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

90

OSCE menggunakan pendingin ruangan. Temuan pada penelitian ini adalah rerata

suhu ruang ujian pada tahap 1 adalah 24,4°C dan tahap 2 adalah 25,1°C. Manuaba

(1998) menyatakan bahwa orang Indonesia yang berada di daerah tropis

teraklimatisasi atau merasa nyaman dengan suhu kering antara 24-28°C. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa suhu pada kedua perlakuan berada pada kategori

nyaman. Hasil uji paired-sample t test membuktikan bahwa suhu ruang untuk

kedua tahap adalah tidak berbeda bermakna (p>0,05), ini berarti subjek penelitian

terpapar oleh suhu ruang relatif sama antara kedua tahap, serta tidak bertindak

sebagai variabel pengganggu karena pengaruhnya dapat dikontrol.

Pencahayaan merupakan salah satu hal yang penting dalam proses belajar

mengajar termasuk saat ujian OSCE berlangsung. Pencahayaan yang baik

memberikan situasi yang nyaman dalam melihat objek dengan jelas sehingga otot-

otot mata tidak mengalami kelelahan. Rerata intensitas cahaya pada tahap 1

adalah 507,6 lux dan tahap 2 adalah 509,2 lux. Untuk kegiatan membaca dan

menulis diperlukan intensitas pencahayaan sebesar 350-700 lux (Kroemer dan

Grandjean, 2000). Jadi intensitas cahaya di dalam ruang ujian, masih berada

dalam batas kenyamanan. Berdasarkan uji paired-sample t test terlihat bahwa

intensitas cahaya kedua perlakuan adalah tidak berbeda bermakna dengan p>0,05.

Manuaba (1998) menyatakan apabila penerangan tidak memadai akan dapat

menimbulkan 2 macam kelelahan, baik penglihatan maupun saraf. Bila kondisi ini

berlangsung kronis, maka akan ditandai dengan tanda-tanda pusing dan vertigo,

sulit tidur, dan hilang nafsu makan serta malas dan lamban dalam bertindak.

Page 91: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

91

6.3 Kebosanan Penguji OSCE Reguler

Kebosanan dalam proses menguji ditandai dengan berkurangnya perhatian

Penguji OSCE reguler terhadap peserta ujian atau penguji OSCE reguler

mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatiannya pada tugas yang

sedang dilaksanakan. Kondisi seperti ini sering menyertai penguji OSCE reguler

pada proses ujian yang terlalu lama dan penguji OSCE menilai hal yang sama

berulang-ulang. Jika kondisi yang membosankan tersebut berkepanjangan, akan

muncul perasaan gelisah, ingin menghindar dari aktivitas tersebut dan

menurunnya motivasi untuk menguji dengan objektif.

Kebosanan berhubungan dengan Reticular Activating System (RAS). RAS

di bagian atas batang otak diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat

mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran, memberi stimulus visual,

pendengaran, nyeri, dan sensori raba, serta emosi dan proses berfikir. Pada saat

sadar, RAS melepaskan katekolamin, sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan

serum serotonin dari Bulbar Synchronizing Region (BSR) (Potter & Perry, 2005).

Bila aktivitas RAS ini meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar jika

aktivitas RAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas RAS

ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter seperti sistem

serotoninergik, noradrenergik, kolinergik, histaminergik (Japardi, 2002).

Serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino triptofan.

Dengan bertambahnya jumlah triptofan, maka jumlah serotonin yang terbentuk

juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk.

Page 92: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

92

Tubuh mengalami proses kimia karena glukosa yang didapat dari makanan

diubah menjadi energi mekanik, membuat otot bekerja dan menjadi sumber

tenaga. Energi ini disebut ATP (adenosin tri fosfat), yaitu gugus adenosin yang

mengikat tiga gugus fosfat. Ketika satu gugus fosfat lepas dari ATP akan dilepas

energi sebesar 30 KJ, yang dapat digunakan untuk menggerakkan otot. Tubuh

punya dua cara untuk mengambil energi dari glukosa, yang pertama aerobik

(memerlukan udara) disebut juga siklus Krebs, melepas energi 3.000 KJ dan yang

kedua anaerobik (tanpa udara), mengubah glukosa menjadi asam laktat dan

melepas energi 150 KJ. Dalam keadaan normal, tubuh bergantung pada proses

aerob. Saat tubuh kelelahan, kadar oksigen dalam aliran darah tidak cukup untuk

menghasilkan energi melalui proses aerob. Karena itu, terjadi proses anerob.

Proses anaerob ini terjadi di otot. Pada keadaan statis, asam laktat pun terkumpul

di otot dan menimbulkan rasa lelah. Kumpulan asam laktat ini dan kondisi yang

anaerob (kurang oksigen) membuat tubuh mengirim sinyal lelah ke otak dan otak

pun balik memerintahkan tubuh untuk istirahat, yang ditandai dengan rasa bosan

dan kantuk.

Situasi dengan stimulus yang rendah, berulang-ulang atau dengan tuntutan

fisik dan mental yang rendah akan menimbulkan stimulus yang kecil pula pada

daerah kesadaran di otak manusia. Dengan kata lain, daya tahan seseorang untuk

memberikan perhatian pada suatu stimulus yang monoton lama kelamaan akan

berkurang. Akibatnya timbul rasa bosan, sehingga dibutuhkan kehadiran stimulus

lain untuk meningkatkan kesiagaan. Stimulus tersebut dalam hal ini adalah

melakukan peregangan otot.

Page 93: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

93

Hasil uji paired-sample t test sebelum menguji antara tahap satu (tanpa

intervensi ergonomi) dan perlakuan pada tahap dua (dengan intervensi ergonomi)

membuktikan bahwa kedua tahap tersebut tidak berbeda bermakna dengan nilai

p>0,05. Ini membuktikan bahwa kondisi penguji OSCE reguler dilihat dari faktor

kebosanan sebelum proses menguji adalah sama. Proses menguji yang

berkepanjangan sering memunculkan rasa bosan yang ditandai dengan mood yang

negatif, lelah, lemas, dan menurunnya konsentrasi serta ingin beralih dari aktivitas

tersebut. Hasil uji beda terhadap rerata skor kebosanan setelah proses menguji

membuktikan bahwa kedua tahap tersebut berbeda bermakna dengan nilai p <

0,05. Ini membuktikan bahwa kondisi penguji OSCE reguler dilihat dari faktor

kebosanan setelah proses menguji adalah berbeda. Hal ini terlihat dari perbedaan

rerata skor kebosanan pada perlakuan tahap satu (tanpa intervensi ergonomi) yaitu

39,724 dan perlakuan pada tahap dua (dengan intervensi ergonomi) yaitu 26,415.

Hasil analisis ini membuktikan bahwa menguji dengan menyisipkan

peregangan dan pemberian teh manis mengurangi rerata kebosanan sebesar 33,5%

secara signifikan (p<0,05) seperti terlihat pada Tabel 5.4. Temuan ini didukung

oleh Wulanyani (2004) yang melaporkan bahwa pengaturan istirahat mampu

mengurangi kebosanan secara signifikan (p<0,05) pada pelinting kertas rokok di

CV ”X” Denpasar. Hasil ini juga didukung oleh Irwanti (2011) pembelajaran

dengan menyisipkan peregangan mengurangi rerata kebosanan sebesar 18,54%

secara signifikan (p<0,05) pada peserta didik kelas X SMK Pariwisata Triatma

Jaya Badung.

Page 94: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

94

6.4 Kelelahan Penguji OSCE Reguler

Hasil uji paired-sample t test kelelahan sebelum menguji antara tahap satu

(tanpa intervensi ergonomi) dan perlakuan pada tahap dua (dengan intervensi

ergonoi) menunjukkan bahwa kedua perlakuan tersebut tidak berbeda bermakna

dengan nilai p>0,05. Ini membuktikan bahwa kondisi penguji OSCE reguler

dilihat dari faktor kelelahan sebelum proses menguji adalah sama. Hasil uji beda

terhadap rerata skor kelelahan setelah proses menguji menunjukkan bahwa kedua

tahap tersebut berbeda bermakna dengan nilai p<0,05. Ini membuktikan bahwa

kondisi penguji OSCE reguler dilihat dari faktor kelelahan setelah proses

pembelajaran adalah berbeda. Hal ini terlihat dari perbedaan rerata skor kelelahan

pada tahap satu (tanpa intervensi ergonomi) yaitu 44,050 dan perlakuan pada

tahap dua (dengan intervensi ergonomi) yaitu 23,525. Terjadi penurunan

kelelahan pada perlakuan dua sebesar 46,59%.

Terjadinya peningkatan kelelahan dalam menguji karena tubuh penguji

OSCE reguler melakukan posisi statis terus menerus. Dengan kondisi tersebut,

maka tubuh akan mengeluarkan energi yang lebih banyak karena harus

mempertahankan posisi tersebut selama proses menguji. Sedangkan pada proses

menguji yang menyisipkan peregangan otot (perlakuan pada tahap 2), penguji

OSCE reguler lebih merasa nyaman dan menjadi lebih rileks karena kondisi tubuh

tidak lagi melakukan posisi statis secara terus menerus, sehingga berkurangnya

penumpukan produk sampah metabolisme di darah. Adanya peregangan

mengurangi monotoni dan mengaktifkan Reticular Activating System (RAS). Pada

saat lelah dan bosan, akan membuat stimulus ke RAS mengunci rapat, sehingga

Page 95: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

95

otak tidak dapat menerima informasi dengan baik, Sebaliknya pada kondisi

peregangan akan terjadi relaksasi, maka lebih banyak stimulusmenuju RAS akan

membuka, sehingga dapat berpikir dengan jernih (Ratna, 1996). Ini berarti

menguji dengan menyisipkan peregangan dan pemberian teh manis mampu

mengurangi kelelahan penguji OSCE reguler secara bermakna (p<0,05). Temuan

ini juga didukung oleh Sutajaya (2006) yang menyatakan bahwa pembelajaran

sistemik, holistik, interdisipliner, dan partisipatori (SHIP) yang menerapkan

prinsip ergonomi menurunkan kelelahan mahasiswa dalam proses perkuliahan.

Dengan adanya peregangan di sela menguji OSCE reguler maka tingkat kelelahan

dalam menguji dapat diturunkan. Arimbawa (2010) menyatakan bahwa redesain

peralatan kerja secara ergonomis menurunkan kelelahan sebesar 17,72 atau

sebesar 25,07% pada pembuat minyak kelapa tradisional di kecamatan Dawan

Klungkung. Wiradharma (2012) menyatakan bahwa kelelahan pada praktikan

mengalami penurunan sebesar 20,3% pada Praktikum odontektomi berorientasi

ergonomi di jurusan kedokteran gigi universitas mahasaraswati denpasar.

6.5 Keluhan Muskuloskeletal Penguji OSCE Reguler

Proses menguji yang dilakukan dengan posisi duduk lama di ruangan,

umumnya didominasi oleh aktivitas yang melibatkan kontraksi otot yang bersifat

statis karena penguji OSCE saat mendengar, melihat dan menilai peserta ujian

tetap berada di tempat duduknya. Sikap kerja seperti ini dilakukan penguji OSCE

reguler selama kurang lebih 10 jam, yang dapat mengakibatkan kekuatan otot

Page 96: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

96

berkurang, bertambah panjangnya waktu laten kontraksi dan kurangnya

koordinasi sehingga timbul keluhan muskuloskeletal (Suma’mur, 2009).

Keluhan muskuloskeletal dihitung berdasarkan selisih skor keluhan dari

pengisian kuesioner Nordic Body Map sebelum dan sesudah perlakuan

berdasarkan empat skala likert. Pada penelitian ini proses menguji pada tahap satu

didominasi oleh aktivitas dengan sikap kerja statis. Melalui proses menguji yang

diselingi dengan peregangan, sikap kerja statis menjadi dinamis. Peregangan otot

yang dilakukan memberikan efek berkurangnya keluhan muskuloskeletal. Hasil

uji paired-sample t test sebelum perlakuan antara tahap satu dan perlakuan pada

tahap dua menunjukkan bahwa kedua perlakuan tersebut tidak berbeda bermakna

dengan nilai p>0,05. Ini membuktikan bahwa kondisi penguji OSCE reguler

dilihat dari faktor keluhan muskuloskeletal sebelum proses menguji adalah sama.

Hasil uji beda terhadap rerata skor keluhan muskuloskeletal setelah proses

menguji menunjukkan bahwa kedua perlakuan pada tahap satu dan tahap dua

tersebut berbeda bermakna dengan nilai p<0,05. Ini membuktikan bahwa kondisi

penguji OSCE reguler dilihat dari faktor keluhan muskuloskeletal setelah proses

menguji adalah berbeda. Hal ini terlihat dari rerata skor keluhan muskuloskeletal

pada tahap satu (tanpa intervensi ergonomi) yaitu 39,25 dan pada perlakuan pada

tahap dua (dengan intervensi ergonomi) yaitu 14,02.

Tingginya keluhan muskuloskeletal pada tahap satu disebabkan karena

sikap kerja statis dalam waktu yang lama berakibat penumpukan sisa-sisa

metabolisme seperti asam laktat karena tidak optimalnya sirkulasi tubuh. Hal ini

disebabkan oleh karena penekanan kapiler-kapiler otot akibat kontraksi otot statis

Page 97: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

97

(Suma’mur, 2009). Kadar asam laktat yang tinggi juga menggambarkan

ketidakmampuan sistem energi aerobik, sehingga suplai energi bergeser ke sistem

anaerobik. Keadaan ini menyebabkan peningkatan produksi asam laktat dalam

jaringan dan menurunkan asam laktat dalam hati karena terhambatnya glikolisis

(Citrawati dkk, 2001)

Peregangan menyebabkan keluhan muskuloskeletal menurun sebesar

64,28%. Penurunan ini disebabkan karena pada saat diberikan peregangan,

perbaikan sirkulasi darah berakibat otot dapat pulih kembali dan dapat

membangun zat-zat yang diperlukan bagi otot, dalam hal ini adalah pendaur-

ulangan asam laktat sisa metabolisme otot untuk diubah menjadi karbon dioksida

(CO2), air, dan glikogen serta protein yang akan dimanfaatkan kembali. Nala

(1998) menyatakan bahwa proses pemulihan berusaha untuk mengembalikan

kondisi tubuh ke kondisi semula. Disini diupayakan agar darah yang terkumpul di

otot skeletal lebih cepat bersirkulasi menuju hati, jantung dan paru. Hal ini

berfungsi pula untuk membersihkan sisa hasil metabolisme berupa tumpukan

asam laktat yang berada di dalam otot dan darah. Asam laktat ini merupakan

limbah hasil metabolisme sel otot sebagian besar (65%) akan didaur ulang dengan

cara oksidasi (sistem aerobik) menjadi karbondioksida dan air. Sisanya diubah

menjadi glikogen hati dan darah (20%) serta protein (15%) dimanfaatkan kembali

untuk menjadi energi. Itu bisa terjadi melalui proses pemulihan, yang salah

satunya adalah dengan cara melakukan berbagai gerakan aktif yang ringan seperti

jalan atau menggerak-gerakkan tubuh serta anggota tubuh atas dan bawah (lengan

dan tungkai) secara ringan setelah melakukan aktivitas fisik.

Page 98: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

98

Pada peregangan di sela proses menguji akan memberikan peluang kepada

penguji OSCE reguler untuk melakukan istirahat aktif sehingga mengurangi

keluhan muskuloskeletal. Temuan ini juga didukung oleh Sutajaya (2006) yang

menyatakan bahwa peregangan disela waktu pembelajaran menurunkan keluhan

muskuloskeletal mahasiswa dalam proses perkuliahan.

6.6 Penurunan Kebosanan, Kelelahan dan Keluhan Muskuloskeletal

Meningkatkan Kinerja Penguji OSCE Reguler

Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan (p

<0,05) pada rerata skor kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal.

Rerata skor kebosanan perlakuan tahap satu yaitu 39,724 dan perlakuan tahap dua

yaitu 26,415. Terjadi penurunan rerata kebosanan sebesar 33,5%. Rerata skor

kelelahan tahap satu yaitu 44,050 dan tahap dua yaitu 23,525. Terjadi penurunan

kelelahan pada perlakuan dua sebesar 46,59%. Rerata skor keluhan

muskuloskeletal perlakuan tahap satu yaitu 39,25 dan perlakuan tahap dua yaitu

14,02. Terjadi penurunan rerata keluhan muskuloskeletal sebesar 64,28%. Proses

ujian OSCE reguler dengan orientasi ergonomi yaitu dilakukan peregangan dan

diberikan teh manis dapat menurunkan kebosanan, kelelahan dan keluhan

muskuloskeletal para penguji OSCE reguler di Fakultas Kedokteran Universitas

Islam Al-Azhar Mataram.

Kinerja penguji OSCE reguler dinilai baik pada akhirnya adalah jika dapat

melakukan penilaian dengan obyektif. Hal ini dapat tercermin dari: 1)lembar

penilaian terisi penuh, 2) terdapat feedback yang dituliskan pada lembar penilaian

Page 99: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

99

terutama pada saat tidak meluluskan peserta ujian, 3) dapat

mempertanggungjawabkan apa yang dinilai saat rapat akhir penentuan kelulusan,

4) sedikit atau bahkan tidak ada komplain dari peserta ujian yang dirugikan

akibat kesalahan penilaian saat nilai diumumkan.

Pada tahap satu yaitu menguji OSCE tanpa orientasi ergonomi (tanpa

peregangan dan tanpa pemberian teh manis) masih banyak ditemukan pada lembar

penilaian mahasiswa yang tidak lulus namun tidak dituliskan oleh penguji sebab

ketidaklulusannya, dalam hal ini penguji tidak memberikan feedback pada lembar

penilaian. Pada saat rapat penentuan kelulusan, banyak diantara penguji yang lupa

dasar menetapkan tidak lulus kepada peserta ujian karena tidak menuliskan

feedback di lembar penilaian.

Pada tahap dua yaitu menguji OSCE dengan orientasi ergonomi (dengan

peregangan dan dengan pemberian teh manis) semua lembar penilaian dan lembar

feedback bagi yang tidak lulus terisi penuh. Selain itu semua penguji dapat

mempertanggungjawabkan yang dinilai saat rapat akhir penentuan kelulusan.

Terjadi peningkatan kinerja penguji yang signifikan akibat penerapan prinsip

ergonomi dalam menguji OSCE reguler di Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Al-Azhar Mataram. Peningkatan Kinerja tersebut terjadi karena Proses menguji

OSCE reguler berorientasi ergonomi yaitu dengan peregangan dan pemberian teh

manis dapat menurunkan kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal para

penguji OSCE reguler.

Kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal selama menguji

disebabkan karena penguji duduk lama kurang lebih 10 jam, pekerjaan yang

Page 100: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

100

monoton harus menguji enam puluh orang berbeda dengan meteri observasi yang

sama. Jika dibiarkan, keadaan tersebut mengakibatkan penguji tidak objektif

dalam menilai peserta ujian. Intervensi ergonomi yaitu peregangan otot dan

pemberian teh manis dapat menurunkan kebosanan, kelelahan dan keluhan

muskuloskeletal sehingga tubuh tetap bugar, penguji dapat fokus dan dapat

konsentrasi dengan baik. Akibatnya penguji penuh semangat menjalankan

tugasnya. Efek dari hal tersebut adalah produktivitas meningkat sehingga kinerja

meningkat

Page 101: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

101

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas yang dikaji berdasarkan literatur yang

mendukung dan temuan di lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi yaitu istirahat aktif dengan

peregangan dan minum teh manis dapat meningkatkan kinerja penguji di

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar di lihat dari penurunan

kebosanan

2. Ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi yaitu istirahat aktif dengan

peregangan dan minum teh manis dapat meningkatkan kinerja penguji di

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar di lihat dari penurunan

kelelahan

3. Ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi yaitu istirahat aktif dengan

peregangan dan minum teh manis dapat meningkatkan kinerja penguji di

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar di lihat dari penurunan

keluhan muskuloskeletal

7.2 Saran

Berdasarkan temuan pada penelitian ini dapat disarankan sebagai berikut.

1. Dari hasil penelitian ini, dipandang perlu untuk memberikan mata

kuliah ergonomi pada fakultas kedokteran sehingga nantinya proses kerja

Page 102: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

102

dokter maupun dosen di fakutas kedokteran lebih produktif dan sesuai dengan

kaidah ergonomi.

2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam dengan menggunakan

intervensi ergonomi lain dalam memecahkan masaah ergonomi pada proses

ujian OSCE di fakultas kedokteran. Misalnya: pengaturan waktu, durasi dan

frekuensi ujian OSCE reguler. Selain itu, menggunakan subjek dengan

perbedaan usia, berat dan tinggi badan yang kecil agar simpang baku tidak

terlalu besar sehingga kinerja bisa lebih tinggi

3. Perlu menyiapkan stasiun ujian OSCE reguler yang lebih representatif. Selain

itu, waktu ujian dipersingkat menjadi 5 jam agar jam kerja penguji dapat

optimal dan kinerja dapat lebih ditingkatkan

Page 103: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

103

DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, I.N. 2002. Denyut Nadi dan Kegunaannya Dalam Ergonomi. Jurnal

Ergonomi Indonesia. Vol. 3. No. 16: 22-26.

Adiputra, I.N. 2003. Kapasitas Kerja Fisik Orang Bali. Majalah Kedokteran

Udayana (Udayana Medical Journal). 34 (120,4) p ;108-110

Alter, MJ. 2003. 300 Tehnik Peregangan Olahraga. Yogyakarta: Grafindo Persada

Anastasi, A. 1989. Field of Applied Psychology . Jakarta: CV Rajawali.

Anoraga, P. 1998. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta

Arimbawa, IMG. 2010. Redesain Peralatan Kerja Secara Ergonomis. Denpasar:

Udayana University Press

As’ad, M., 2000. Psikologi Industri, Edisi ke-4, Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Bakta I.M. 2000. Rancangan Penelitian. Denpasar: Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana.

Bonita, JS. 2007. Coffee and Cardiovascular disease: In Vitro, cellular, animal,

and human studies. Pharmacological Research.

Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomic. Singapore: McGraw Hill Inc.

Cantika. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Malang: Penerbit

Universitas Muhammadiyah Malang.

Citrawati, DM., Sutajaya, IM., dan Maharta, IK, 2001. Anatomi dan Fisiologi

Manusia. Jakarta: Bhatara Niaga Media. Choi HK, Willett W, Curhan G. 2007. Coffee Consumption and Risk of Incident

Gout in Men. Arthritis and Rheumatism.

Cummings, B. 2003. Interactive Physiology. San Francisco: Pearson Education

Inc.

Dempsey, P.G. 2003. A Survey of Lifting and Lowering Task. International

Journal of Industry Ergonomics. P 31 (1) 11-16.

Dikti, 2006. Health Professional Education Quality Project: Pedoman Persiapan

dan Penyelenggaraan Objective Structured Clinical Examination

(OSCE) untuk Dokter Dan Dokter Gigi. [cited 2014 January 14].

Available-from:URL:

Page 104: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

104

http://hpeq.dikti.go.id/v2/images/Produk/Panduan_Penyelenggaraan_

Ujian_Osce.pdf

Ganong, W.F. 2001. Review of Medical Physiology. 20th

Edition. New York:

Lange Medical Books/McGraw-Hill Medical Publishing Division.

Grandjean, E. 2000. Fitting the Task to The man. A Textbook Of Occupational

Ergonomics. 4th

edition. New York: Taylor & Francis.

Guyton.1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. (terjemahan). Jakarta:

EGC. Penerbit Buku Kedokteran

Guyton, A.C. dan J.E. Hall. 1996. Medicine Physiology. Pensylvania: W. B.

Sounders Company.

Hales, TR and Bernard, BP. 1996. Epidemiology of Work Related

Musculoskeletal Disorder. Journal Orthopedic Clinic. North America.

27:679-709

Hutagalung, R. 2008. Perbaikan Kualitas Kerja Dengan Menerapkan Pendekatan

Ergonomi Meningkatkan Kinerja Buruh AngkatAngkut Tradisional Di

Pasar Badung Denpasar. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas

Udayana.

Ilyas, Y., 2001. Kinerja Teori Penilaian dan Penelitian. Jakarta: FKM UI.

Irawan dan Suparmoko. 2002. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta :

BPFE Universitas Gajah Mada.

Irwanti, NKD. 2011, Peregangan Otot Di Sela Pembelajaran Mengurangi

Kebosanan, Kelelahan Dan Keluhan Muskuloskeletal Peserta Didik

Kelas X, Smk Pariwisata Triatma Jaya Badung. Denpasar: Program

Pascasarjana Universitas Udayana.

Kroemer, K.H.E, dan Grandjean, E. 2000. Fitting The Task To The Human; A

Textbook Of Occupational Ergonomics. 5th

Edition. U.K: Taylor &

Francis.

Mangkunegara, A.A, dan Prabu, A. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan, Cetakan Pertama. Bandung: Remaja Rosda Karya

Mangkuprawira, S. 2003. Managemen Sumber Daya Manusia Strategik. Cetakan

Kedua. Jakarta: Ghalia Indonesia

Page 105: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

105

Manuaba, I.B.A. 1998. Dengan Desain yang Aman Mencegah Kecelakaan dan

Cedera. Bunga Rampai Ergonomi. Volume 1. Denpasar: Program

Studi Ergonomi - Fisiologi Kerja. Denpasar: Universitas Udayana.

Manuaba, I.B.A. 2000. Ergonomi Meningkatkan Kinerja Tenaga Kerja dan

Perusahaan. Dalam Hermansyah editor. Prosiding Simposium dan

Pameran Ergonomi Indonesia 2000. Bandung : ITB Press. p. 11-9.

Manuaba, I.B.A. 1992. Pengaruh Ergonomi Terhadap Produktivitas. Seminar

Produktivitas Tenaga Kerja. Jakarta 30 Januari 1992

Nala, N. 1998. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Program

Pascasarjana Program Studi Fisiologi Olahraga Universitas Udayana.

Palilingan, R., Adiputra, I., Dinata, K., Dewi, A., 2012b. Analisis Sikap Kerja

Dengan Menggunakan Metode REBA (rapid entire body assessment)

Pada Buruh Angkat Angkut Wanita di Pasar Tradisional Badung

Denpasar. Seminar IAIFI, Manado, 17-18 Mei 2012.

Perry, A.G dan Potter, P.A. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:

penerbit EGC

Pheasant, S. 1991. Ergonomics, Work and Health. London: Macmillan Academic.

Profesional Ltd

Pulat, B.M. 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics. Prentice-Hall,

Englewood Cliffs, New Jersey.

Ratna. M. 1996. Buku Kuliah Susunan Saraf Otak Manusia. Jakarta: CV.

Infomedika.

Rodahl, K. 1989. The Physiologi of Work. London: Taylor & Francis.

Sedarmayanti. 1996. Tata kerja dan produktivitas kerja, suatu tinjauan aspek

Ergonomi atau kaitan antara manusia dengan lingkungan kerja.

Bandung: CV. Mandar Maju.

Singer, M.G. 1990. Human Resource Management. Boston: PSW-Kent Publising

Company.

Sofwan, R. 2013. Bugar Selalu di Tempat Kerja. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu

Populer

Suardana, E. 2001. Penggunaan Tangkai Tambahan Pada Sekop Menurunkan

Beban Kerja Serta Keluhan Subjektif Penyekop Pasir. Magister

Page 106: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

106

Program Studi Ergonomi - Fisiologi Kerja. Denpasar: Universitas

Udayana.

Suma’mur, PK. 1995. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.

Toko Gunung Agung.

Suma’mur, P.K. 2009. Hygiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta:

Sagung Seto

Sutajaya, IM. 2006. Pembelajaran Melalui Pendekatan Sistemik Holistik

Interdisipliner dan Partisipatori (SHIP) Mengurangi Kelelahan

Keluhan Muskuloskeletal dan Kebosanan serta Meningkatkan Luaran

Proses Belajar Mahasiswa Biologi IKIP Singaraja.

(Disertasi). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Sutjana, D. P. dan Sutajaya, I.M. 2005. Penuntun Tugas Lapangan Program Studi

Ergonomi-Fisiologi Kerja. Program Pascasarjana Universitas Udayana

Denpasar.

Syaifuddin, M. 2005. Supply Chain Risk Management (Studi Literatur Dan

Pengembangan Framework). Prosiding Seminar Nasional The

Application of Technology Toward a Better Life. Universitas

Teknologi Yogyakarta (UTY) Yogyakarta 29-30 Juli 2005

Tarwaka. 2011. Ergonomi Industri : Dasar-dasar pengetahuan ergonomi dan

aplikasi di tempat kerja. Cetakan kedua. Surakarta : Harapan Press

Solo.

Walton C, Kalmar JM Cafarelli E. “Effect of Caffeine on self-sustained Firing in

Human Motor Units”. Journal of Physiology. 2002

Wiradharma, N. 2012. Praktikum Odontektomi Berorientasi Ergonomi

Meningkatkan Kinerja Praktikan Di Jurusan Kedokteran Gigi

Universitas Mahasaraswati Denpasar. (Tesis). Denpasar: Program

Pascasarjana Universitas Udayana

Wolinsky, I., Hickson, J.F.1994. Nutrition in Exercise and Sport. London: CRC.

Press.

Yoshitake, H. 1971. Relations between the symptoms and the feeling of fatigue,

In K. Hashimoto, K. Kogi, & E. Grandjean (Eds), Methodology in

human fatigue assessment. London : Taylor & Francis Ltd

Page 107: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

107

Lampiran 1. Kuesioner Kebosanan

KUESIONER KEBOSANAN DALAM PROSES MENGUJI

Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia sesuai dengan kondisi

saudara saat ini.

STS : Sangat Tidak Setuju S : Setuju

SS : Sangat Setuju SS : Sangat Setuju AS : Agak Setuju

NO PERTANYAAN JAWABAN

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

1 Saya menyukai materi yang sedang diujikan 2 Saya menyukai cara peserta memberikan jawaban 3 Saya menyukai penampilan peserta 4 Saya selalu penuh semangat saat menguji 5 Saya merasa ketinggalan informasi jika tidak hadir 6 Pada saat menguji saya merasa ingin cepat-cepat

keluar dari ruang ujian

7 Proses ujian saya rasakan sangat lamban 8 Saya merasa waktu berlalu dengan cepat saat

menguji

9 Saya merasa kurang termotivasi untuk menguji 10 Saya merasa kesulitan dalam menguji 11 Saya merasa malas mencatat penilaian peserta 12 Saya merasa malas mendengarkan jawaban peserta 13 Saya merasa enggan untuk berkomentar atas

performance peserta

14 Saya merasa enggan untuk menjawab pertanyaan

peserta

15 Saya selalu merasa gelisah 16 Saya sering menguap 17 Saya sering menggeser-geser pantat 18 Saya sering menoleh ke kiri dan ke kanan 19 Saya merasa kurang konsentrasi 20 Saya sulit menahan rasa kantuk 21 Saya sering melamun 22 Saya sering terkejut jika ditanya peserta 23 Saya lebih suka ngobrol daripada menguji 24 Saya merasa jawaban peserta dapat dengan mudah

dimengerti

25 Saya merasa metode ujian bersifat monoton 26 Saya mengalami kesulitan saat ingin mencatat

feedback peserta

(Sumber: Anoraga, 1998 (modifikasi))

Page 108: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

108

Lampiran 2

KUESIONER KELELAHAN SECARA UMUM DENGAN 30 ITEM

PERNYATAAN

N a m a : ________________________________

Sampaikan perasaan saudara terhadap pertanyaan di bawah ini, dengan mengisi

kolom disebelah kanannya. Pilihlah :

A : tidak sama sekali C : ya merasa

B : agak merasa D : sangat merasa

NO PERTANYAAN JAWABAN

(1)

(2)

(3)

(4)

1 Apakah saudara merasa berat di bagian kepala ?

2 Apakah saudara merasa lelah pada seluruh badan ?

3 Apakah kaki saudara terasa berat ?

4 Apakah saudara menguap ?

5 Apakah pikiran saudara terasa kacau ?

6 Apakah saudara merasa mengantuk ?

7 Apakah saudara merasakan ada beban di mata ?

8 Apakah saudara merasa kaku atau canggung dalam

bergerak ?

9 Apakah saudara merasa sempoyongan ketika berdiri ?

10 Apakah ada perasaan ingin berbaring ?

11 Apakah saudara merasa susah berpikir ?

12 Apakah saudara merasa lelah untuk bicara ?

13 Apakah perasaan saudara menjadi gugup ?

14 Apakah saudara tidak bisa berkonsentrasi ?

15 Apakah saudara tidak dpt memusatkan perhatian thd

sesuatu ?

16 Apakah saudara punya kecendrungan untuk lupa ?

17 Apakah saudara merasa kurang percaya diri ?

18 Apakah saudara merasa cemas terhadap sesuatu ?

19 Apakah saudara merasa tidak dapat mengontrol sikap ?

20 Apakah saudara merasa tidak dapat tekun dalam

pekerjaan ?

21 Apakah saudara merasa sakit kepala ?

22 Apakah saudara merasa kaku di bagian bahu ?

23 Apakah saudara merasakan nyeri di punggung ?

24 Apakah nafas saudara terasa tertekan ?

25 Apakah saudara merasa haus ?

26 Apakah suara saudara terasa serak ?

27 Apakah saudara merasa pening ?

28 Apakah kelopak mata saudara terasa kejang ?

29 Apakah anggota badan saudara terasa bergetar (tremor) ?

30 Apakah saudara merasa kurang sehat ?

(Sumber: Sutjana, 2005)

Page 109: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

109

Lampiran 3. Kuesioner Keluhan Muskuloskeletal

KUESIONER NORDIC BODY MAP

PETUNJUK : berilah tanda silang ( X ) pada kolom yang tersedia

SESUAI DENGAN keluhan sakit / kaku pada otot yang Saudara rasakan.

N a m a :................................................................................

TINGKAT NO JENIS KELUHAN KELUHAN

(1)

(2)

(3)

(4)

0 Sakit/kaku pada leher bagian atas

1 Sakit/kaku pada leher bagian bawah

2 Sakit pada bahu kiri

3 Sakit pada bahu kanan

4 Sakit pada lengan atas kiri

5 Sakit pada punggung

6 Sakit pada lengan atas kanan

7 Sakit pada pinggang

8 Sakit pada bokong

9 Sakit pada pantat

10 Sakit pada siku kiri

11 Sakit pada siku kanan

12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan

14 Sakit pada pergelangan tangan kiri

15 Sakit pada pergelangan tangan kanan

16 Sakit pada tangan kiri

17 Sakit pada tangan kanan

18 Sakit pada paha kiri

19 Sakit pada paha kanan

20 Sakit pada lutut kiri

21 Sakit pada lutut kanan

22 Sakit pada betis kiri

23 Sakit pada betis kanan

24 Sakit pada pergelangan kaki kiri

25 Sakit pada pergelangan kaki kanan

26 Sakit pada kaki kiri

27 Sakit pada kaki kanan (Sumber: Sutjana, 2005)

KETERANGAN :

A : Tidak sakit (dapat melaksanakan pekerjaan tanpa keluhan)

B : Agak sakit (dapat bekerja meskipun kadang-kadang merasa sakit)

C : Sakit (tetap dapat bekerja meskipun tidak sepenuhnya)

D : Sangat sakit (merasa sakit dan tidak dapat melaksanakan pekerjaan)

Page 110: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

110

Lampiran 4. Surat Persetujuan

SURAT PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

1. Nama : .....................................................................

2. Umur/Tanggal Lahir : .....................................................................

3. Jenis kelamin : Pria/Wanita

4. TB/BB : Dengan ini menyatakan sepenuhnya menyadari manfaat dan resiko penelitian

yang berjudul ”Ujian OSCE Reguler Berorientasi Ergonomi Meningkatkan

Kinerja Penguji di Fakultas kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram”

oleh karena itu dengan sukarela saya menyetujui untuk diikutsertakan sebagai

subjek penelitian dengan catatan apabila suatu saat merasa dirugikan dalam

bentuk apapun dapat menarik diri dari persetujuan ini.

Mengetahui Mataram, ............................... Peneliti, Hormat saya,

Dr. IING ...............................................

Page 111: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

111

Lampiran 5. Karakteristik Subjek

subjek Umur (tahun) Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm)

1 28 62 170

2 30 65 157

3 29 78 170

4 32 58 164,5

5 27 55 161,5

6 30 56 169

7 28 62 170

8 30 65 157

9 29 78 170

10 32 58 164,5

11 27 55 161,5

12 30 56 169

13 28 62 170

14 30 65 157

15 29 78 170

16 32 58 164,5

17 27 55 161,5

18 30 56 169

rerata 29,3 62,3 165,3

SB 2,7 15,7 4,7

Min 27 55 157

Maks 32 78 170

Page 112: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

112

Lampiran 6. Data Lingkungan dan Analisis Statistik 6.1 rerata kondisi lingkungan pada tahap 1 dan tahap 2 P0 P1

pengukura

n

Suhu

In

cahaya

In

Suara

Suhu

In

cahaya

In

Suara

1 24,7

8

508,6 69,7 25,2 511,7 70,5

2 24,1 511,7 69,1 24,9 513,6 69,4

3 24,6 502,4 70,5 25,1 502,5 70,3

rata-rata 24,4 507,6 69,8 25,1 509,2 70,1

SB 0,38 10,17 0,57 0,29 2,54 0,68 6.2 Analisis Deskriptif Data Lingkungan

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation P0_Suhu

P0_intensitas_cahaya

P0_intensitas_suara

P1_suhu

P1_intensitas_cahaya

P1_intensitas_Suara

Valid N (listwise)

3

3

3

3

3

3

24,10

502,40

69,10

24,90

502,50

69,40

24,70

511,70

70,50

25,10

513,60

70,50

24,4000

507,6000

69,8000

25,0800

509,2000

70,1000

,37777

10,16031

,56772

,28749

2,54229

,67823

6.3 Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig. P0_Suhu_

P0_intensitas_cahaya

P0_intensitas_suara

P1_suhu

P1_intensitas_cahaya

P1_intensitas_Suara

,229

,277

,242

,213

,217

,322

3

3

3

3

3

3

,200*

,200*

,200*

,200*

,200*

,098

,894

,885

,879

,939

,927

,858

3

3

3

3

3

3

,377

,331

,305

,656

,578

,221

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Page 113: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

113

6.4 Analisis Uji T data lingkungan

T-Test

Group Statistics

kelompok

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Mean Suhu Perlakuan1

Perlakuan2 3

3 24,4000

25,0800

,37777

,28749

,16000

,12410 intensitas_cahaya Perlakuan1

Perlakuan2 3

3 507,6000

509,2000

10,16031

2,54229

4,54383

1,14307 intensitas_suara Perlakuan1

Perlakuan2 3

3 69,8000

70,1000 ,56772

,67823

,24495

,30332

Page 114: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

114

Lampiran 7 Uji Normalitas Data Kebosanan

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Perlakuan Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

Kebosananpre tanpa perlakuan .094 18 .200* .956 18 .124

dengan perlakuan .109 18 .200* .951 18 .082

kebosananpost tanpa perlakuan .088 18 .200* .977 18 .586

dengan perlakuan .076 18 .200* .978 18 .631

bedakebosanan tanpa perlakuan .127 18 .106 .971 18 .397

dengan perlakuan .065 18 .200* .988 18 .942

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Page 115: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

115

Lampiran 8 Uji Independent Samples Test untuk efek sisa kebosanan

Independent Samples Test

Levene's

Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence

Sig. Interval of the

(2- Mean Std. Error Difference

F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

kebosananpre Equal

-

-

variances .001 .971 78 .693 -.17500 1.36480 2.54211

.228 2.89211

assumed

Equal

variances - 77.998 .693 -.17500 1.36480

- 2.54211

not

.228 2.89211

assumed

Page 116: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

116

Lampiran 9 Uji Beda terhadap Kebosanan

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Kebosanan sebelum 38.0000 18 6.08908 .96277

perlakuan

Kebosanan sebelum 38.1750 18 6.11802 .96734

perlakuan 2

Pair 2 Kebosanan setelah

72.9500 18 10.12727 1.60126

perlakuan 1

Kebosanan setelah 66.6500 18 8.73998 1.38191

perlakuan 2

Pair 3Beda kebosanan perlakuan 34.9500 18 12.17174 1.92452

1

Beda kebosanan perlakuan 28.4750 18 10.23315 1.61800

2

Paired Samples Correlations

N

Correlation Sig.

Pair 1 Kebosanan sebelum

perlakuan & Kebosanan 18 .996 .000

sebelum perlakuan 2

Pair 2 Kebosanan setelah

perlakuan 1 & Kebosanan 18 .112 .490

setelah perlakuan 2

Pair 3 Beda kebosanan perlakuan

1 & Beda kebosanan 18 .370 .019

perlakuan 2

Page 117: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

117

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair Kebosanan

1 sebelum

perlakuan 1

- Kebosanan

sebelum

perlakuan 2

-.17500

.54948

.08688

-.35073

.00073

-2.014

39

.056

Pair Kebosanan

2 setelah

perlakuan 1

- Kebosanan

setelah

perlakuan 2

6.30000

12.61094

1.99397

2.26682

10.333

18

3.160

39

.003

Pair Beda

3 kebosanan

perlakuan 1

- Beda

kebosanan

perlakuan 2

6.47500

12.67339

2.00384

2.42185

10.528

15

3.231

39

.003

Page 118: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

118

Lampiran 10. Uji Normalitas Data Kelelahan

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

Kelelahanpreseb1 .175 18 .200 .883 18 .001

Kelelahanpreseb2 .182

18

.870

18

.000

.200

Kelelahansed1 .124 18 .123 .972 18 .425

kelelahansed2 .122 18 .136 .953 18 .095

Bedaperlakuan1 .127 18 .104 .962 18 .201

Bedaperlakuan2 .125 18 .115 .962 18 .196

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Kelelahanpreseb1 18 30.00 35.00 32.2250 1.81853

Kelelahanpreseb2 18 30.00 35.00 32.2250 1.84651

Kelelahansed1

18 64.00 81.00 73.7250 3.82292

kelelahansed2 18 45.00 64.00 51.7000 4.29191

Bedaperlakuan1 18 33.00 48.00 41.5000 3.84308

Bedaperlakuan2 18 11.00 31.00 19.4750 4.63536

Valid N (listwise)

Page 119: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

119

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Kelelahan sebelum 32.2250 18 1.81853 .28753

perlakuan 1

Kelelahan sebelum 32.2250 18 1.84651 .29196

perlakuan 2

Pair 2 Kelelahan sesudah

76.275 18 3.82292 .60446

perlakuan 1

Kelelahan sesudah 55.750 18 4.29191 .67861

perlakuan 2

Pair 3 Beda kelelahan perlakuan 1 44.050 18 3.84308 .60764

Beda kelelahan perlakuan 2 23.525 18 4.63536 .73291

Page 120: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

120

Lampiran 11 Uji Independent Samples Test untuk efek sisa kelelahan

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95%

Confidence

Sig. Interval of the

(2- Mean Std. Error Difference

F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

kelelahanpre Equal -

variances .014 .905 .000 78 1.000 .00000 .40978 .81580

.81580

assumed

Equal -

variances

.000 77.982 1.000 .00000 .40978 .81581

.81581

not assumed

Page 121: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

121

Lampiran 12 Uji Beda terhadap Kelelahan

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Kelelahan sebelum perlakuan 1 & 18 .664 .000

Kelelahan sebelum perlakuan 2

Pair 2 Kelelahan sesudah perlakuan 1 & 18 .287 .027

Kelelahan sesudah perlakuan 2

Pair 3 Beda kelelahan perlakuan 1 & Beda 18 .356 .024

kelelahan perlakuan 2

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence

Std. Interval of the

Difference

Std. Error Sig. (2-

Mean Deviation Mean Lower Upper T Df tailed)

Pair Kelelahan sebelum

1 perlakuan 1 - .00000 1.50214 .23751 -.48041 .48041 .000 39 1.000

Kelelahan sebelum

perlakuan 2

Pair Kelelahan sesudah

2 perlakuan 1 - 2.20250E1 4.85950 .76835 20.47086 23.57914 28.665 39 .000

Kelelahan sesudah

perlakuan 2

Pair Beda kelelahan

3 perlakuan 1 - Beda

2.20250E1 4.85422 .76752 20.47254 23.57746 28.696 39 .000

kelelahan

perlakuan 2

Page 122: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

122

Lampiran 13 Uji Normalitas Data Keluhan Muskuloskeletal

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

Keluhan sebelum .185

18 .200* .909 18

.004

perlakuan 1

Keluhan sebelum .146

18 .200* .950 18

.074

perlakuan 2

Keluhan sesudah

.180

18 .200* .911 18

.004

perlakuan 1

Keluhan sesudah .192

18 .200* .874 18

.000

perlakuan 2

Perbedaan keluhan .113

18 .200* .952 18

.086

perlakuan 1

bedakeluhan2 .102

18

.965 18

.241

.200*

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance

Page 123: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

123

Lampiran 14 Uji Independent Samples Test untuk efek sisa keluhan muskuloskeletal

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95%

Confidence

Sig. Interval of the

(2- Mean Std. Error Difference

F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

keluhanpre Equal -

-

variances .011 .916 78 .255 -.65000 .56690

.47862

1.147

1.77862

assumed

Equal -

-

variances

77.993 .255 -.65000 .56690

.47862

1.147

1.77862

not assumed

Page 124: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

124

Lampiran 15 Uji Beda terhadap Keluhan Muskuloskeletal

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Keluhan sebelum 31.2250 18 2.54687 .40270

perlakuan 1

Keluhan sebelum 31.8750 18 2.52361 .39902

perlakuan 2

Pair 2 Keluhan sesudah

70.4750 18 4.67392 .73901

perlakuan 1

Keluhan sesudah

45.9000 18 5.21241 .82415

perlakuan 2

Pair 3 Perbedaan

keluhan 39.2500 18 5.63301 .89066

perlakuan 1

bedakeluhan2 14.0250 18 4.99994 .79056

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1Keluhan sebelum perlakuan

1 & Keluhan sebelum 18 .360 .023

perlakuan 2

Pair 2Keluhan sesudah perlakuan

1 & Keluhan sesudah 18 .631 .000

perlakuan 2

Pair 3 Perbedaan keluhan 18

.480

.002

perlakuan 1 & bedakeluhan2

Page 125: ujian osce reguler berorientasi ergonomi meningkatkan kinerja

125

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence

Interval of the

Std. Std. Error Difference Sig. (2-

Mean Deviation Mean Lower Upper T df tailed)

Pair Keluhan sebelum

1 perlakuan 1 - -.65000 2.86938 .45369 -1.56767 .26767 -1.433 39 .160

Keluhan sebelum

perlakuan 2

Pair Keluhan sesudah

2 perlakuan 1 -

2.45750E1 4.27208 .67547 23.20872 25.94128 36.382 39 .000

Keluhan sesudah

perlakuan 2

Pair Perbedaan

3 keluhan perlakuan 2.52250E1 5.44665 .86119 23.48308 26.96692 29.291 39 .000

1 - bedakeluhan2