80
UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MATERIAL BAJA KARBON RENDAH PADA LINGKUNGAN AIR LAUT SKRIPSI FARHAN ARIEF 0706268474 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL DEPOK DESEMBER 2010

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH KONSE NTRASI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-8/20249456-S51635-Farhan Arief.pdf · dimanfaatkan s ebagai inhibitor organik dan m elihat

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    STUDI PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK

    RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MATERIAL BAJA KARBON

    RENDAH PADA LINGKUNGAN AIR LAUT

    SKRIPSI

    FARHAN ARIEF

    0706268474

    FAKULTAS TEKNIK

    DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL

    DEPOK

    DESEMBER 2010

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    STUDI PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK

    RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MATERIAL BAJA KARBON

    RENDAH PADA LINGKUNGAN AIR LAUT

    SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

    FARHAN ARIEF

    0706268474

    FAKULTAS TEKNIK

    DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL

    DEPOK

    DESEMBER 2010

  • ii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan

    semua sumber baik yang dikutip maupun

    dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Farhan Arief

    NPM : 0706268474

    Tanda Tangan : …………………..

    Tanggal : Desember 2010

  • iii

    HALAMAN PENGESAHAN

    Skripsi ini diajukan oleh :

    Nama : Farhan Arief

    NPM : 0706268474

    Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material

    Judul Skripsi : Studi Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Organik

    Ramah Lingkungan Untuk Material Baja Karbon

    Rendah Pada Lingkungan Air Laut

    Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

    sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

    Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material

    Fakultas Teknik Universitas Indonesia

    DEWAN PENGUJI

    Pembimbing : Prof.Dr.Ir. Johny Wahyuadi, DEA. ( )

    Penguji 1 : Dr. Ir. Sutopo, Msc. ( )

    Penguji 2 : Ir. Andi Rustandi, MT. ( )

    Ditetapkan : Depok, Desember 2010

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan selalu kehadirat Allah SWT yang telah

    memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat sehat sehingga saya dapat

    menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. Penulisan skripsi ini dilakukan

    dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat untuk menggapai gelar Sarjana

    Teknik (.ST) jurusan Metalurgi dan Material di Departemen Teknik Metalurgi dan

    Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

    Skripsi ini mengambil tema korosi dengan judul “Studi Pengaruh

    Konsentrasi Inhibitor Organik Ramah Lingkungan Untuk Material Baja

    Karbon Rendah Pada Lingkungan Air Laut”. Skripsi ini berisi penelitian dan

    pengujian dari teh hijau dimana merupakan salah satu bahan organik yang

    dimanfaatkan sebagai inhibitor organik dan melihat pengaruh serta efisiensinya

    dengan memvariasikan konsentrasi pada lingkungan air laut. Dengan adanya

    penelitian ini maka diharapkan teh hijau bisa menjadi bahan alami potensial

    sebagai salah satu inhibitor organik dalam perlindungan korosi.

    Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

    dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya

    untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih

    kepada:

    1. Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi Soedarsono, DEA, selaku dosen pembimbing

    yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya

    dalam penyusunan skripsi ini.

    2. Prof. Dr-Ing. Ir. Bambang Suharno, selaku Kepala Departemen Teknik

    Metalurgi dan Material FTUI.

    3. Dr. Ir. Muhammad Anis M.Met, selaku Pembimbing Akademis.

    4. Ir. Ahmad Herman Yuwono, Phd, selaku Koordinator Mata Kuliah Spesial

    Departemen Metalurgi dan Material FTUI

    5. Orangtua saya tercinta (Abdul Syukur Gani dan Elvi Ilyas), yang telah

    memberikan bantuan dukungan moral dan materi hingga saya dapat

    menyelesaikan skripsi ini.

  • v

    6. Bang Riko, bang Aduy, dan rekan – rekan “lantai 3” yang telah banyak

    membantu dan memberi bimbingan selama penulisan skripsi ini.

    7. Teman – teman yang telah banyak membantu saya :

    a. Rekan tugas akhir saya yang memulai dan mengakhiri penelitian bersama

    - sama: Randha, Fahmi, dan Fadil. Sukses selalu buat kita boy!

    b. Rekan kerja praktek saya yang telah mengarungi lautan dan menerjang

    ganasnya ombak bersama: Andhi, Dito, dan Cio. Sukses selalu untuk kita.

    c. Rekan – rekan asisten laboratorium Korosi dan Perlindungan logam:

    Andika, Dito, Loorent, Cio, Ridwan, Hasbi, Kiki, Ricky, Sutan, Idham,

    dan Bret. Semangat dan sukses untuk kita. Suatu saat kita akan jadi orang

    “besar” saat kumpul kembali.

    d. Teman – teman sepermainan game online: jaul, ari, arya, dkk. Terima

    kasih telah menjerumuskan saya ke game “ini” dan selalu membuat saya

    tertawa.

    e. Kawan - kawan seperjuangan di Metalurgi dan Material angkatan 2007

    yang memulai kekeluargaan sejak dikumpulkan di masa PPAM hingga

    saat ini dan membuat banyak kenangan indah dan pengalaman tidak

    terlupakan. Semoga ikatan keluarga ini terus hingga tua nanti.

    f. Serta senior dan junior saya yang banyak memberikan semangat.

    g. Dan seluruh teman – teman yang tidak bisa disebutkan semuanya.

    Akhir kata, saya hanya bisa mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya

    kepada semua pihak baik yang telah disebut maupun tidak, saya hanya berharap

    Allah SWT akan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.

    Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu metalurgi dan

    material ke depannya.

    Depok, Desember 2010

    Penulis

  • vi

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

    UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

    bawah ini, :

    Nama : Farhan Arief

    NPM : 0706268474

    Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material

    Departemen : Metalurgi dan Material

    Fakultas : Teknik

    Jenis Karya : Skripsi

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

    Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive

    Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    Studi Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Organik Ramah Lingkungan untuk

    Material Baja Karbon Rendah Pada Lingkungan Air Laut

    beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

    Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia atau

    formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan

    mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

    sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok

    Pada Tanggal : Desember 2010

    Yang menyatakan

    (,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,)

  • vii Universitas Indonesia

    ABSTRAK

    Nama : Farhan Arief NPM : 0706268474 Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material Judul Skripsi : Studi Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Organik

    Ramah Lingkungan Untuk Material Baja Karbon Rendah Pada Lingkungan Air Laut

    Teh hijau sebagai bahan organik dapat dikembangkan sebagai inhibitor untuk mengurangi laju korosi untuk baja karbon rendah di lingkungan air laut. Teh hijau diharapkan dapat dijadikan sebagai inhibitor yang bersifat aman, ramah lingkungan, serta bio-degradable dan juga dapat mengurangi penggunaan bahan sintetis. Metode kehilangan berat digunakan untuk menguji keefektifan teh hijau sebagai inhibitor dengan variasi konsentrasi (2ml, 4ml, 6ml) dan lama perendaman selama 3 hari, dan hasilnya cukup baik untuk menghambat laju korosi pada baja karbon. Teh hijau yang mengandung senyawa antioksidan dan organik lainnya cukup efektif sebagai inhibitor organik dengan efisiensi sebesar 16.5%-41.4% untuk waktu rendam selama 3 hari.

    Kata kunci : Korosi; Baja Karbon Rendah; Teh hijau; Inhibitor organik; Metode kehilangan berat; Konsentrasi; Air laut

  • viii Universitas Indonesia

    ABSTRACT

    Name : Farhan Arief NPM : 0706268474 Major : Metallurgy and Material Engineering Title : Study of Effects of Green Inhibitors Concentration

    for Low carbon Steel in Sea Water Green tea, as organic materials, can be developed to be inhibitors to reduce corrosion rate of low carbon steel in sea water. Green tea is suspected to be one of inhibitors which is safe, friendly environtment, and bio-degreadable and also can reduce the use of anorganic materials. Weight loss methode is used to test the effectiveness of green tea as an inhibitors with various concentration (2ml, 4ml, 6ml) and the periode of immersion test is 3 days, and the result is quite good to inhibit corrosion rate of low carbon. Green tea which contains antioxidants and other organic compounds is effective enough as an organic inhibitors with an efficiency of inhibitor is 16.5%-41.4% for 3 days of the periode immersion test.

    Keywords : Corrosion; Low carbon steel; Green tea; Organic inhibitors; weight loss methode; concentration; Sea water

  • ix Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ..................................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

    UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................ vi

    ABSTRAK ........................................................................................................ vii

    ABSTRACT ....................................................................................................... viii

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii

    DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv

    DAFTAR RUMUS ........................................................................................... xvi

    DAFTAR NOTASI .......................................................................................... xvii

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii

    1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1

    1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 3

    1.3. Tujuan Penelitian..................................................................................... 5

    1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ...................................................... 5

    1.5. Sistematika Penulisan .............................................................................. 5

    2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7

    2.1. Prinsip Dasar Korosi ............................................................................... 7

    2.2. Jenis – jenis Korosi ................................................................................. 9

    2.3. Faktor Lingkungan Terhadap Korosi Logam di Lingkungan Air Laut ... 11

    2.4. Perlindungan Korosi .............................................................................. 13

    2.4.1. Proteksi Katodik ........................................................................... 14

    2.4.2. Coating......................................................................................... 15

    2.4.3. Inhibitor ....................................................................................... 15

  • x Universitas Indonesia

    2.4.3.1. Klasifikasi Inhibitor ............................................................. 16

    2.4.3.2. Mekanisme Adsorpsi Inhibitor Organik ................................ 20

    2.5 . Teh Hijau ............................................................................................. 22

    2.6. Perhitungan Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor .................................... 24

    2.6.1. Perhitungan Laju Korosi ............................................................... 24

    2.6.2. Efisiensi Inhibitor ......................................................................... 25

    3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 26

    3.1. Diagram Alir Penelitian ......................................................................... 26

    3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................... 27

    3.2.1. Alat............................................................................................... 27

    3.2.2. Bahan ........................................................................................... 27

    3.3. Prosedur Kerja ...................................................................................... 28

    3.3.1. Immersion Test (ASTM G31-72 .................................................... 28

    3.3.1.1. Persiapan Awal ..................................................................... 39

    3.3.1.2. Langkah Kerja Uji Rendam .................................................. 30

    3.3.1.3. Pembersihan Kupon (NACE RP0775-2005) ......................... 31

    3.4. Pengambilan Data ................................................................................. 31

    4. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. 33

    4.1. Hasil Pengujian ..................................................................................... 33

    4.1.1. Data Pengujian Spectroscopy Baja SPCC ...................................... 33

    4.1.2. Data Pengurangan Berat ............................................................... 33

    4.1.3. Data Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitoe ...................................... 34

    4.1.4. Data Perubahan pH Larutan .......................................................... 36

    4.1.6. Data Perubahan Potensial Logam.................................................. 37

    4.2. Pembahasan .......................................................................................... 38

    4.2.1. Analisis Pengujian Spectroscopy Baja SPCC ................................ 38

    4.2.2. Pengamatan Visual Dengan Dan Tanpa Penambahan Inhibitor Teh

    Hijau ...................................................................................................... 39

    4.2.3. Pengaruh pH Larutan Terhadap Laju Korosi ................................. 42

    4.2.4. Pengaruh Potensial Logam Terhadap Konsentrasi Inhibitor Teh

  • xi Universitas Indonesia

    Hijau dan Laju Korosi ............................................................................ 44

    4.2.5. Pengaruh Konsentrasu Inhibitor Terhadap Laju Korosi ................. 48

    5. KESIMPULAN ............................................................................................ 50

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 52

    LAMPIRAN ...................................................................................................... 55

  • xii Universitas Indonesia

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1. Skema Proses Korosi Fe di Larutan Netral dan Basa...................... 8

    Gambar 2.2. Contoh Korosi Seragam ................................................................ 9

    Gambar 2.3. Contoh Korosi Galvanik .............................................................. 10

    Gambar 2.4. Skema Korosi Erosi ..................................................................... 10

    Gambar 2.5. Pengaruh Oksigen Terlarut Pada Korosi Baja Karbon Rendah di air

    destilasi (temperatur 25oC dan perendaman 48 jam) yang

    mengandung 165 ppm CaCl2 ...................................................... 12

    Gambar 2.6. Diagram Polarisasi Suatu Logam Dengan Penambahan Inhibitor

    Anodik ....................................................................................... 17

    Gambar 2.7. Diagram Polarisasi Suatu Logam Dengan Penambahan Inhibitor

    Katodik ....................................................................................... 18

    Gambar 2.8. Struktur Molekul Aniline ............................................................. 21

    Gambar 2.9. Struktur molekul Benzenethiol ..................................................... 21

    Gambar 2.10. Struktur molekul 2-Aminobenzenethiol ...................................... 22

    Gambar 2.11. Daun Teh Hijau .......................................................................... 23

    Gambar 2.12. Struktur Kimia Kafein dan EGCE............................................... 23

    Gambar 2.13. Mekanisme Pembentukan Senyawa Kompleks ........................... 24

    Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian .............................................................. 26

    Gambar 3.2. Skematis Bentuk Kupon ............................................................. 29

    Gambar 4.1. Grafik Pengurangan Berat Terhadap Konsentrasi ........................ 34

    Gambar 4.2. Grafik Laju Korosi Terhadap Konsentrasi ................................... 35

    Gambar 4.3. Grafik Efisiensi Terhadap Konsentrasi ........................................ 35

    Gambar 4.4. Grafik perubahan pH terhadap Konsentrasi ................................ 37

    Gambar 4.5. Grafik Perubahan Potensial Logam Terhadap Konsentrasi .......... 38

    Gambar 4.6. Teh Hijau Merk “x” yang digunakan sebagai Inhibitor................ 40

    Gambar 4.7. Struktur Kimia Polifenol Teh (EGCG, R1 = OH dan R2 = galloyl;

    ECG, R1 = H dan R2 = galloyl; untuk EGC, R1 = OH dan R2 = H’

    untuk EC, R1 = H dan R2 = H) ................................................... 41

    Gambar 4.8. Struktur Kimia dari EGCE.......................................................... 42

    Gambar 4.9. Struktur Kimia Kafein ................................................................ 42

  • xiii Universitas Indonesia

    Gambar 4.10. Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial Pada

    Sistem tak Terinhibisi Pada Kondisi Sebelum dan Sesudah

    Pengujian .................................................................................... 45

    Gambar 4.11. Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial Pada Sistem

    Terinhibisi Dengan Penambahan 2 ml Pada Kondisi Sebelum dan

    Sesudah Pengujian ...................................................................... 46

    Gambar 4.12. Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial Pada

    Sistem Terinhibisi Dengan Penambahan 4 ml Pada Kondisi

    Sebelum dan Sesudah Pengujian ................................................. 46

    Gambar 4.13. Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial Pada

    Sistem Terinhibisi Dengan Penambahan 6 ml Pada Kondisi

    Sebelum dan Sesudah Pengujian ................................................. 47

    Gambar 6.1. Foto Sampel Tanpa Penambahan Inhibitor Sebelum Pencelupan .. 56

    Gambar 6.2. Foto Sampel Tanpa Penambahan Inhibitor Setelah Pencelupan .... 56

    Gambar 6.3. Foto Sampel Tanpa Penambahan Inhibitor Setelah Pickling ......... 56

    Gambar 6.4. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 2ml Sebelum

    Pencelupan ................................................................................. 57

    Gambar 6.5. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 2ml Setelah

    Pencelupan ................................................................................. 57

    Gambar 6.6. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 2ml Setelah Pickling ...

    .................................................................................................. 57

    Gambar 6.7. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 4ml Sebelum

    Pencelupan ................................................................................. 58

    Gambar 6.8. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 4ml Setelah

    Pencelupan ................................................................................. 58

    Gambar 6.9. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 4ml Setelah Pickling

    ................................................................................................... 58

    Gambar 6.10. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 6ml Sebelum

    Pencelupan ................................................................................. 59

    Gambar 6.11. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 6ml Setelah

    Pencelupan ................................................................................. 59

    Gambar 6.12. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 6ml Setelah Pickling

  • xiv Universitas Indonesia

    ................................................................................................... 59

    Gambar 6.13. Air Rendaman Tanpa dan Dengan Penambahan Inhibitor (kiri-

    kanan, atas kebawah) tanpa inhibitor, dengan penambahan inhibitor

    2ml, 4ml, dan 6ml ....................................................................... 60

    Gambar 6.14. Air Rendaman Setelah pengujian (kiri-kanan) tanpa inhibitor,

    dengan penambahan inhibitor 2ml, 4ml, dan 6ml ........................ 60

  • xv Universitas Indonesia

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1. Distribusi Kualitas Ketahanan Korosi Suatu Material ...................... 24

    Tabel 3.1. Data luas permukaan, massa, dan densitas ....................................... 28

    Tabel 4.1. Komposisi baja SPCC ..................................................................... 33

    Tabel 4.2. Data Pengurangan Berat Kupon ...................................................... 33

    Tabel 4.3. Data Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor ......................................... 34

    Tabel 4.4. Data pH Larutan.............................................................................. 36

    Tabel 4.5. Data Perubahan pH Larutan ............................................................ 36

    Tabel 4.6. Data Potensial Logam ..................................................................... 37

    Tabel 4.7. Data Perubahan Potensial logam ..................................................... 38

    Tabel 4.8. Rata – rata pH dan Potensial Awal – Akhir Logam .......................... 45

  • xvi Universitas Indonesia

    DAFTAR RUMUS

    1. Persamaan 2.1.

    = .

    . .

    Ket : K = konstanta (3.65 x 106)

    W = kehilangan berat (gram)

    D = densitas (gram/cm3)

    A = luas permukaan yang terendam (cm2)

    T = waktu (jam)

    2. Persamaan 2.2.

    ℎ = 100%

    Ket :

    XA = laju korosi tanpa penambahan inhibitor (mpy)

    XB = laju korosi dengan penambahan inhibitor (mpy)

    3. Persamaan 3.1.

    =

    Ket : = massa jenis (gr/cm3)

    m = berat sampel (gram)

    p = panjang (cm)

    l = lebar (cm)

    t = tinggi (cm)

    4. Persamaan 3.2. = 0,4

    5. Persamaan 3.3. ( ) = ( ) / + 0,222

  • xvii Universitas Indonesia

    DAFTAR NOTASI

    ρ = Massa jenis (gr/cm3)

    W0 = Berat awal sampel baja karbon rendah (gr)

    W1 = Berat akhir sampel baja karbon rendah (gr)

    ∆W = Pengurangan berat sampel baja karbon rendah (gr)

    CR = Corrosion rate (mpy)

    E0 = Potensial awal sampel baja karbon rendah (V vs SHE)

    E1 = Potensial akhir sampel baja karbon rendah (V vs SHE)

  • xviii Universitas Indonesia

    DAFTAR LAMPIRAN

    LAMPIRAN 1. Foto Pengamatan Sampel Tanpa Penambahan Inhibitor ......... 56

    LAMPIRAN 2. Foto Pengamatan Sampel Dengan Penambahan Inhibitor Teh

    Hijau 2ml .............................................................................. 57

    LAMPIRAN 3. Foto Pengamatan Sampel Dengan Penambahan Inhibitor Teh

    Hijau 4ml .............................................................................. 58

    LAMPIRAN 4. Foto Pengamatan Sampel Dengan Penambahan Inhibitor Teh

    Hijau 6ml .............................................................................. 59

    LAMPIRAN 5. Foto Pengamatan Air Rendaman Sebelum dan Sesudah

    Penambahan Inhibitor ........................................................... 60

    LAMPIRAN 6. Foto Pengamatan Setelah Pengujian Rendam ........................ 60

    LAMPIRAN 7. Hasil Spectroscopy Baja SPCC di CMPFA ............................ 61

  • 1

    Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Korosi adalah suatu proses degradasi material atau hilangnya material baik

    secara kualitas maupun kuantitas akibat adanya proses reaksi kimia dengan

    lingkungannya. Korosi juga didefinisikan sebagai hasil kerusakan dari reaksi

    kimia antara logam atau logam paduan dengan lingkungannya[1]. Korosi adalah

    proses alami yang tidak dapat dihentikan atau terus terjadi selama logam kontak

    dengan lingkungannya. Namun proses korosi dapat diminimalisir dan

    dikendalikan atau diperlambat lajunya dengan memperlambat proses

    perusakannya[7].

    Dalam perkembangannya, proses korosi sudah meliputi semua lingkup

    bidang yang berhubungan dengan penggunaan logam seperti pada bidang

    manufaktur, minyak dan gas, otomotif, pembuatan besi dan baja,dll. Dalam

    bidang minyak dan gas, korosi merupakan masalah serius karena dapat

    mengakibatkan kerugian baiks secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian

    langsung dari korosi dapat berupa biaya penggantian komponen, biaya perawatan,

    over-design, dll, sedangkan untuk kerugian tidak langsung seperti plant shutdown,

    lost production, kontaminasi produk, dll[1].

    Untuk mengatasi korosi, umumnya terdapat 4 metode dasar dalam

    pengendalian dan perlindungan korosi, yaitu :

    1. Proteksi Katodik (cathodic protection)

    Proteksi yang melindungi anoda daro proses oksidasi dengan

    memperlakukannya sebagai katoda.

    2. Pelapisan (coating)

    Proteksi yang mengisolasi permukaan logan dari kontak dengan

    lingkungannya sehingga proses dapat diminimalisir.

    3. Inhibitor

    Proteksi dengan mengendalikan korosi melalui penambahan sedikit zat

    kimia sehingga mengubah lingkungan kerja menjadi tidak korosif

    4. Pemilihan material dan desain (material selection and design)

  • 2

    Universitas Indonesia

    Pengendalian korosi dengan melakukan pemilihan serta desain yang

    tepat dimana efektif untuk menegah beberapa jenis korosi.

    Inhibitor merupakan pengendalian proses korosi dengan penambahan

    suatu zat atau senyawa kima dalam jumlah yang sangat sedikit (10-80 ppm) pada

    suatu lingkungan tertentu sehingga dapat menurukan laju korosinya dengan

    mengubah lingkungannya menjadi tidak korosif.

    Inhibitor menggunakan penambahan zat atau senyawa kimia baik secara

    sintetis maupun organik. Dalam aplikasi saat ini diberbagai bidang industri,

    penggunaan inhibitor sintesis masih lebih dipercaya karena sudah memiliki

    khasiat dan bukti memiliki kemampuan untuk mengendalikan dan memperlambat

    korosi. Selain itu, inhibitor sintesis mudah didapat dan efektif. Namun efek

    samping dari penggunaan inhibitor sintetis masih cukup beresiko dan berbahaya

    baik dalam segi keamanan maupun kesehatan dan dalam penggunaan secara terus-

    menerus, harga relatif mahal, dan tidak ramah lingkungan[9]

    Di abad 21 ini, masyarakat sudah mulai sadar akan bahaya dari

    penggunaan berbagai bahan sintetis dan mencoba untuk menggunakan bahan –

    bahan alami, maka munculah istilah “kembali ke alam” (back to nature). Istilah

    ini banyak dikampanyekan dan mulai dipergunakan oleh berbagai lapisan

    masyarakat untuk menggunakan bahan – bahan dari alam dalam berbagai aplikasi.

    Begitu juga dengan inhibitor, banyak bahan dari alam yang berpotensi untuk

    dikembangkan menggantikan bahan – bahan sintetis yang tidak ramah

    lingkungan. Dari penelitian Stupnisek-Lisac(2002) menyatakan bahwa inhibitor

    korosi untuk logam yang paling efektif adalah senyawa – senyawa organik[10].

    Bahan – bahan dari alam umumnya merupakan bahan yang aman dan ramah

    dengan lingkungan. Selain itu bahan organik memiliki persedian yang melimpah

    di alam namun masih terdapat tantangan untuk bagaimana kita dapat mengolah

    dan memanfaatkan secara sinergis dan baik dalam penggunaanya.

    Inhibitor organik yang saat ini dikembangkan biasanya berasal dari

    tumbuhan atau buah – buahan yang diekstrak dan umumnya yang mengandung

    atom yang memiliki pasangan elektron bebas seperti N, O, P, S, dll. Atom ini

    akan berfungsi sebagai ligan dalam pembentukan senyawa kompleks dimana

    senyawa kompleks dapat membentuk lapisan untuk menghambat proses

  • 3

    Universitas Indonesia

    oksidasi[9]. Terdapat beberapa penelitian terhadap bahan organik diantaranya

    penelitian Fraunhofer (1996) yang membuktikan bahwa ekstrak daun tembakau,

    kopi, dan teh cukup efektif sebagai inhibitor untuk beberapa sampel logam pada

    lingkungan larutan garam. Keefektifan bahan organik tersebut sebagai inhibitor

    karena ekstraknya mengandung unsur nitrogen untuk membentuk senyawa

    kompleks.

    Selain unsur tersebut, terdapat senyawa anti oksidan pada berbagai bahan

    organik diduga dapat menghentikan proses oksidasi. Menurut Indigomerie, anti-

    oksidan didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memperlambat terjadinya

    proses oksidasi.

    Dengan definisi tersebut maka dalam penelitian ini teh hijau yang secara

    komposisi banyak mengandung zat anti-oksidan serta senyawa organik lainnya

    akan dimanfaatkan sebagai inhibitor organik untuk material baja SPCC dalam

    lingkungan air laut. Lingkungan air laut mengkondisikan berbagai aplikasi dari

    aplikasi equipment yang digunakan di lingkungan atau di air laut itu tersendiri

    seperti pada pipa – pipa di industri minyak dan gas, water cooling system, proses

    destilasi, dll.

    Pada penelitian ini akan digunakan teh hijau sebagai bahan inhibitor

    organik pada material baja SPCC dalam lingkungan laut. Teh hijau yang memiliki

    kandungan anti-oksidan yang tinggi dapat digunakan sebagai penghambat proses

    oksidasi. Teh hijau yang banyak terdapat tumbuh di negara beriklim tropis,

    banyak tersedia, dan cukup murah dibanding bahan lainnya dapat dimanfaatkan

    dan dijadikan sebagai bahan inhibitor organik di masa depan dan mengurangi

    penggunaan bahan sintetis dalam mengendalikan korosi.

    1.2. Perumusan Masalah

    Korosi merupakan fenomena alam yang akan selalu ada ketika suatu

    logam kontak langsung dengan lingkungannya. Namun fenomena ini hanya

    membawa dampak buruk terhadap berbagai struktur yang disusun atas material

    logam karena dapat menyebabkan perpatahan atau kerusakan. Korosi juga

    memberikan kerugian dari segi ekonomi. Menurut berbagai penelitian, untuk

    mengatasi masalah korosi adalah dibutuhkan biaya sebesar 1-5% dari Gross

  • 4

    Universitas Indonesia

    National Product (GNP). Penelitian lainnya dari FHWA (The Unites States

    Federal Highway Administration) yang menyatakan bahwa biaya langsung

    tentang berbagai permasalahan korosi termasuk pencegahan berbagai bidang di

    negara Amerika Serikat mencapai hingga $276 miliar dimana merupakan 3,1%

    dari GDP (Gross Domestic Product)[12].

    Korosi pada bidang minyak dan gas sangat rentan terjadi terutama pada

    bagian jalur pipa distribusi atau peralatan yang berhubungan atau kontak dengan

    lingkungan yang korosif seperti dengan air laut. Air laut termasuk lingkungan

    korosif yang memiliki banyak faktor seperti kandungan oksigen, kandungan

    garam, mikrobiologi, dll. Pada pipa dan peralatan di pipa elbow, suction pump,

    dll, sering terjadi korosi pada internalnya. Biasanya dalam penarikan minyak

    mentah, tidak hanya crude oil yang diangkat tetapi juga ikut terangkat gas, air

    laut, mineral, dll. Kontaminasi dari air laut salah satunya dapat menyebabkan

    terjadinya korosi pada internal pipa dan peralatan yang mengakibatkan kebocoran

    dan mengganggu proses produksi.

    Pencegahan dapat dilakukan dengan penambahan zat inhibitor dimana zat

    tersebut dapat mengubah kondisi lingkungan kerja dan penggunaanya dalam

    jumlah yang sangat sedikit baik secara periodik atau kontinyu. Umumnya

    inhibitor yang digunakan adalah inhibitor sintetis. Inhibitor sintetis memang

    terbukti efektif, namun memiliki efek samping yang cukup berbahaya karena

    bahan ini tidak ramah lingkungan dan berbahaya untuk kesehatan bagi manusia.

    Pemanfaatan bahan organik sudah seharusnya dilakukan dengan sebaik

    mungkin. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan teh hijau sebagai bahan

    inhibitor organik. Teh hijau memiliki kandungan anti-oksidan dan senyawa

    organik lainnya sehingga dalam penelitian ini akan dilihat seberapa efektif teh

    hijau dapat menghambat terjadinya korosi pada lingkungan air laut. Bila teh hijau

    efektif dalam menghambat korosi pada lingkungan laut dibandingkan bahan

    organik dan sintetis lain, maka inhibitor ini dapat dijadikan bahan inhibitor

    organik yang aman untuk kesehatan, ramah lingkungan, aman, dan bio-

    degradable dimasa depan.

  • 5

    Universitas Indonesia

    1.3. Tujuan Penelitian

    a. Mengetahui pengaruh teh hijau sebagai inhibitor organik pada lingkungan

    air laut

    b. Mengetahui laju korosi dengan dan tanpa penambahan inhibitor teh hijau

    pada lingkungan air laut.

    c. Mengetahui efisiensi teh hijau sebagai inhibitor organik

    d. Mengetahui konsentrasi teh hijau yang efektif sebagai inhibitor organik.

    1.4. Ruang Lingkup Penelitian

    a. Teh hijau sebagai inhibitor organik akan diberikan pada larutan air laut

    yang merepresentasikan kondisi air laut sebenarnya.

    b. Sampel yang digunakan adalah baja SPCC

    c. Konsentrasi teh hijau yang digunakan adalah 10 gpl dengan beda

    penambahan masing – masing sampel yaitu 2 ml, 4 ml, dan 6ml.

    d. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kehilangan berat dengan

    lama waktu perendaman adalah 3 hari.

    e. Perhitungan laju korosi menggunakan metode kehilangan berat (weight

    loss) sesuai dengan standar ASTM G1-03

    f. Laruta rendam adalah air laut dengan volume yang disesuaikan dengan

    batas minimum volume kontak larutan terhadap permukaan sampel sesuai

    dengan standar ASTM G31-72

    1.5. Sistematika Penulisan

    Dalam penulisan ini, sistematika penulisan disusun agar konsep dalam

    penulisan skripsi menjadi berurutan sehingga akan didapat kerangka alur

    pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut dapat diartikan dalam

    bentuk banyak bab-bab yang saling berkaitan dengan yang lain. Bab-bab tersebut

    diantaranya :

    Bab 1 Pendahuluan

    Membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan

    penelitian, ruang lingkung penelitian, dan sistematika penulisan.

  • 6

    Universitas Indonesia

    Bab 2 Teori Penunjang

    Membahas mengenai teori korosi secara umum baik pengertian dan jenis – jenis

    korosi perlindungan terhadap korosi, aspek dan teoritis inhibitor, dan korosi pada

    lingkungan air laut

    Bab 3 Metodologi Penelitian

    Membahas mengenai diagram alir penelitian, alat dan bahan yang diperlukan

    untuk penelitian, dan prosedur penelitian.

    Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan

    Membahas mengenai pengolahan data yang didapat dari penelitian serta

    menganalisa hasil penelitian bai berupa angka, gambar, dan grafik, serta

    membandingkan dengan teori dan literatur

    Bab 5 Penutup

    Membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta

    saran-saran yang bisa dimanfaatkan berdasarkan hasil penelitian.

  • 7

    Universitas Indonesia

    BAB 2

    TEORI PENUNJANG

    2.1 Prinsip Dasar Korosi

    Korosi adalah proses degradasi suatu material atau hilangnya suatu

    material baik secara kualitas maupun kuantitas akibat adanya proses reaksi

    elektrokimia dengan lingkungannya. Korosi juga didefinisikan sebagai hasil

    perusakan dari reaksi kimia antara logam atau logam paduan dan

    lingkungannya[1]. Lingkungan dari terjadi korosi dapat berupa udara, air, larutan

    garam, larutan asam, dll.

    Korosi dapat terjadi atau berlangsung saat memiliki komponen yang

    menjadi syaratnya yaitu[14]:

    1. Anoda

    Sebagai tempat terjadinya reaksi oksidasi. Reaksi yang terjadi

    adalah pelarutan atau teroksidasinya logam menjadi ionnya. Reaksi

    yang terjadi dapat diuraikan sebagai:

    M → Mn+ + ne-

    Sebagai contoh reaksi oksidasi pada besi (Fe) : Fe →Fe2+ + 2e-

    2. Katoda

    Sebagai tempat terjadinya reaksi reduksi. Pada reaksi reduksi akan

    terjadi pengikatan elektron yang mengalami migrasi yang

    dilepaskan oleh anoda dalam proses oksidasi. Reaksi reduksi yang

    terjadi sendiri tergantung dari kondisi lingkungan (pH) dan

    elektrolitnya. Faktor – faktor tersebut akan mempengaruhi rekasi

    reduksi yang terjadi. Terdapat beberapa reaksi reduksi yang terjadi

    yaitu[1]:

    a. evolusi gas hidrogen : 2H+ + 2e- → H2

    b. reduksi oksigen

    asam :O2 + 4H+ + 4e- → 2H2O

    basa/netral : 2H2O + O2 + 4e- → 4OH-

    c. reduksi air : 2H2O + 2e- → H2 + 2OH-

    d. pengendapan logam : Mn+ + ne- → M

  • 8

    Universitas Indonesia

    3. Lingkungan yang konduktif sebagai tempat pergerakan ion

    (elektrolit)

    Reaksi korosi terjadi saat berada di lingkungan dimana lingkungan

    tersebut dapat menjadi tempat pergerakan ion.

    4. Hubungan elektrik antara anoda dan katoda untuk aliran dari arus

    elektron

    Gambar 2.1 Skema Proses Korosi Pada Fe di Larutan Netral dan Basa

    Proses yang terjadi pada korosi adalah proses elektrokimia yang

    merupakan reaksi reduksi dan oksidasi yang terjadi secara spontan[1]. Pada rekasi

    oksidasi terjadi pelarutan logam menjadi ion nya dan ion-ionnya tersebut akan

    bereaksi dengan lingkungan menjadi “rust” atau produk korosi. Produk korosi

    yang dihasilkan seperti Fe(OH)2. Proses elektrokimia dari korosi bila terdapat

    elektrolit. Salah satu elektrolit yang menyebabkan korosi adalah di dalam larutan

    (aqueous). Terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi korosi di sistem elektrolit

    cair (aqueous) diantaranya[15]:

    1. Komponen ion larutan dan konstentrasinya

    2. pH (tingkat keasaman)

    3. Kadar oksigen

    4. Tempeatur dan transfer panas

    5. Kecepatan (pergerakan fluida)

  • 9

    Universitas Indonesia

    2.2. Jenis – Jenis Korosi

    Terdapat beberapa jenis korosi yang terjadi di kehidupan sehari – hari.

    Jenis – jenis ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menyebabkan berbeda –

    beda bentuk korosi baik dari segi proses, mekanisme, kondisi, lingkungan sekitar,

    dan berbagai faktor lainnya. Jenis korosi tersebut antara lain[1]:

    1. Korosi seragam

    2. Korosi galvanik

    3. Korosi celah (crevice)

    4. Korosi sumuran (pitting)

    5. Environtmentally Induced Corrosion

    6. Hydrogen Damage

    7. Korosi batas butir

    8. Dealloying

    9. Korosi erosi

    Berbagai jenis korosi tersebut diperngaruhi oleh berbagai macam faktor. Pada

    elektrolit atau aplikasi air laut dapat terjadi beberapa jenis korosi dari jenis korosi

    diatas antara lain:

    a. Korosi Seragam (Uniform)

    Korosi seragam adalah jenis korosi yang umum terjadi pada berbagai

    peralatan yang terbuat dari logam. Karakteristik dari korosi ini terjadi pada bagian

    permukaan dan dimana pada bagian permukaan mengalami reaksi elektrokimia

    yang sama sehingga seluruh permukaan mengalami penghilangan material

    menjadi ionnya. Lingkungan korosif harus mengekspose sama untuk semua

    bagian dari permukaan logam. Akibat dari korosi jenis ini adalah logam akan

    kehilangan ketebalan per unit waktu. Korosi atmosfer adalah contoh yang

    memungkinkan terjadinya korosi seragam

    Gambar 2.2 Contoh Korosi Seragam

  • 10

    Universitas Indonesia

    b. Korosi Galvanik

    Korosi ini terjadi ketika dua buah logam digabung atau terhubung pada suatu

    elektrolit yang korosif. Logam yang memiliki potensial yang kurang mulia (lebih

    negatif dalam deret galvanik) akan bersifat anodik sedangkan pada logam lain

    yang potensialnya lebih mulia (lebih positif dalam deret galvanik) akan bersifat

    katodik. Sehingga korosi pada anoda akan terjadi lebih cepat dan pada katoda

    akan terjadi terlaindungi dan terjadi reaksi reduksi.

    Gambar 2.3. Contoh Korosi Galvanik

    c. Korosi erosi

    Korosi ini terjadi akibat adanya fluida yang korosif dan aliran fluida yang

    berkecepatan tinggi. Namun pada aliran yang lamban menyebabkan rendahnya

    laju korosi. Bila pergerakan fluida sangat cepat maka fluida korosif akan

    mengerosi secara fisik dan menghilangkan lapisan produk pelindung korosi.

    Selain itu dengan adanya lumpur atau pasir akan semakin meningkatkan serangan

    dari korosi erosi.

    Terdapat beberapa tipe dari korosi erosi yaitu korosi cavitasi dimana

    disebabkan pecahnya gelembung udara (bubles) yang dihasilkan oleh perubahan

    tekanan disepanjang permukaan yang terkspose fluida dengan kecepatan tinggi.

    Ledakan dari gelembung ini dapat merusak lapisan film dan mengeluarkan

    partikel dari logam. Tipe lainnya adalah fretting dimana terjadi akibat adanya

    pergerakan berulang akibat dari getaran atau dari logam dengan padatan lainnya.

    Gambar 2.4. Skema Korosi Erosi

  • 11

    Universitas Indonesia

    2.3. Faktor lingkungan Terhadap Korosi Logam di Lingkungan Air Laut

    Air laut adalah campuran kimia kompleks dimana memiliki beberapa

    tingkatan setiap unsur pada sistem periodik. Dalam aplikasinya faktor tersebut

    tidak memberikan efek secara individu namun saling terhubung setiap efek dari

    berbagai faktor tersebut. Faktor – faktor tersebut adalah[16]:

    a) Komposisi kimia air laut

    Total kandungan garam pada air laut sering disebut dengan salinitas.

    Garam – garam pada air laut merupakan fluida yang korosif. Dalam

    mengukur kadar garam dari air laut dengan melihat kadar klorin. Salinitas

    dari air laut dapat dirumuskan sebagai berikut[16]:

    Salinitas = 1.80655 x klorin.

    Selain itu kandungan air laut yang umumnya mengandung garam NaCl

    antara 3-3.5% memiliki kadar oksigen terlarut yang paling optimum[1].

    b) Konduktivitas elektrik

    Dari berbagai penelitian menyimpulkan bahwa air laut memiliki

    konduktivitas listrik yang sangat tinggi hingga mencapai 250 kali lebih

    tinggi dibanding air lain. Dengan tingginya konduktivitas air laut maka

    ketahanan dari elektrolit tidak terlalu penting dalam mempengaruhi arus

    korosi. Selain itu area yang terkena dampak korosi pada lingkungan air

    laut lebih luas dibandingkan dengan lingkungan lainnya.

    c) Senyawa halogen

    Senyawa halogen seperti klorida, bromida, iodida pada air laut mempunyai

    efek yang penting terhadap korosi dimana secara prinsip kekuatannya

    menyebabkan pecahnya lapisan oksida secara terlokalisasi. Selain itu ion

    ini juga merupakan faktor dalam perambatan dari inisiasi korosi setelah

    pecahnya lapisan pasif.

    d) Korosi atmosfer

    Atmosfer di sekitar air laut memiliki agresifitas yang lebih tinggi daripada

    atmosfer lainnya karena adanya pengaruh air laut yang menguap. Uap air

    yang mengandung garam – garam air laut dapat mengkorosi peralatan

    disekitar laut atau berada lingkungan laut.

  • 12

    Universitas Indonesia

    e) pH

    pH air laut umumnya adalah berada pada range 8.1-8.3 dimana pada range

    tersebut terdapat kesetimbangan antara ion – ion di dalam air dan karbon

    dioksida dari atmosfer. Ketika konsentrasi CO2 berkurang oleh proses

    fotosintesis, keasaman dari air laut akan meningkat hingga pH lebih dari 9.

    Bila terjadi dekomposisi oleh organisme laut yang menghasilkan

    hilangnya oksigen dan menghasilkan H2S akan dapat menurunkan pH

    dibawah 8. Namun normalnya pH air laut berada diatas tingkat evolusi

    hidrogen sehingga proses yang terjadi adalah reduksi oksigen.

    f) Oksigen

    Oksigen memainkan peranan yang penting dalam reaksi katodik dan

    mengkontribusi terbentuknya pasifitas pada baja tahan karat dan

    pembentukan lapisan pelindung oksida pada logam seperti aluminum dan

    titanium. Namun bila terlarut dalam air laut, dapat berperan penting dalam

    proses korosi. Kesetimbangan oksigen di dalam air laut dipengaruhi oleh

    tumbuhan laut dan organisme. Kandungan oksigen pun memiliki variasi di

    setiap kedalaman air laut dapat menghasilkan arus korosi dimana berakibat

    timbulnya korosi akibat bedanya aerasi disetiap kedalaman.

    Efek oksigen terlarut dapat terlihat pada Gambar 2.5. berikut.

    Gambar 2.5. Pengaruh oksigen terlarut pada korosi baja karbon rendah pada air destilasi (temperatur 25oC dan perendaman 48 jam) yang mengandung 165 ppm CaCl2[22]

  • 13

    Universitas Indonesia

    Laju korosi memiliki nilai optimum pada kadar oksigen dengan jangkauan

    10 – 15 ppm. Dari grafik ini terlihat walaupun kadar oksigen yang terlarut

    sedikit masih terlihat adanya korosi yang terjadi walaupun laju korosinya

    kecil. Adanya proses agitasi atau stirring dapat meningkatkan transport

    pelarutan oksigen dan meningkatkan laju korosi. Oksigen terlarut sering

    mempunyai variabel akses untuk tujuan berbeda pada permukaan yang

    lebih besar. pH yang lebih rendah terdapat di daerah anoda (di bawah

    deposit karat oksida) sedangkan di sekelilingnya merupakan daerah katoda

    (ber-pH tinggi) yang dihasilkan dari reaksi reduksi oksigen terlarut[31].

    g) Gas terlarut lainnya

    Terdapat gas terlarut lainnya yang dapat mengkontribusi terjadinya korosi.

    Air laut umumnya mengandung CO2 yang setimbang dengan atmosfer.

    Selain itu terdapat polusi amonia yang dapat mengkontribusi terjadinya

    stress corrosion cracking bila terakumulasi bersama oksigen serta terdapat

    H2S dan sulfida yang dihasilkan oleh sulfate reducing bacteria yang

    akibatnya dapat menimbulkan korosi sumuran (pitting)

    h) Gelembung udara

    Gelembung udara yang secara mekanis dihasilkan oleh beberapa mesin

    seperti pompa scoops propellers, dan lain-lain dimana dapat meningkatkan

    agresifitas serangan impingement.

    i) Temperatur

    Temperatur pada air laut juga merupakan salah satu faktor dalam proses

    korosi. Air laut pada daerah tropis dapat menghasilkan barrier untuk

    difusi oksigen akibat pertumbuhan yang cepat organisme laut, sedangkan

    pada air laut yang dingin seperti di laut artik, sedikitnya organisme laut

    mengurangi difusi oksigen sehingga meningkatkan kelarutan oksigen.

    2.4. Perlindungan Korosi

    Korosi merupakan proses alami dimana tidak dapat dihentikan atau terus

    terjadi selama logam berkontak dengan lingkungannya, namun proses ini dapat

    diminimalisir dan dikendalikan atau diperlambat lajunya dengan memperlambat

    proses perusakannya dengan melindungi logamnya[7]. Dalam perlindungan korosi,

  • 14

    Universitas Indonesia

    terdapat beberapa pendekatan diantaranya pendekatan termodinamika melalui

    diagram Pourbaix, pendekatan kinetika melalui proteksi katodik, pendekatan

    lapisan pelindung melalui proteksi anodik, coating, dan inhibitor, dan pendekatan

    struktur desain, kontrol lingkungan, dan metallurgical design.

    Metode perlindungan yang dijabarkan sebelumnya dapat diaplikasikan

    berdasarkan jenis, karakteristik, aplikasi dari material tersebut, kondisi

    lingkungan, biaya, dan efektivitas serta efisiensi. Pada material logam umumnya

    menggunakan perlindungan proteksi katodik, pelapisan (coatings), dan inhibitor.

    2.4.1. Proteksi Katodik

    Proteksi katodik adalah salah satu metode dari sekian banyak metode yang

    telah digunakan secara luas untuk pencegahan korosi dan mitigasinya. Dimana

    prinsipnya dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi korosi pada

    berbagai logam dan paduannya dari berbagai ekspose larutan elektrolit[1]. Proteksi

    ini bisa juga diprinsipkan dengan memperlakukan logam yang dilindungi sebagai

    katoda dengan menerapkan arus searah untuk mengalirkan elektron ke arah logam

    yang dilindungi. Sistem proteksi ini efektif untuk struktur – struktur yang

    terbenam didalam larutan atau didalam tanah. Sistem proteksi ini banyak

    diaplikasikan pada struktur – struktur kapal laut, jettie, instalasi pipa dan tangki

    baik dibawah tanah atau bawah laut dan lain – lain. Pemberian arus searah terbagi

    menjadi dalam perlindungan ini yaitu dengan menerapkan anoda korban

    (sacrificial anode) dan dengan pemberian arus tanding (impressed current)[1].

    Sistem proteksi dengan anoda korban memiliki prinsip yang sama dengan

    korosi galavanik. Prinsip dari anoda korban adalah dengan menghubungkan

    logam yang akan dilindungi dengan logam lain yang lebih reaktif dimana dapat

    dihubungkan dalam suatu media elektrolit sehingga akan diperoleh arus listrik

    dari reaksi galvanik yang terjadi. Arus yang timbul akibat adanya perbedaan

    potensial pada logam yang dilindungi dengan logam yang akan dikorbankan

    sehingga arus akan mengalir dari logam yang lebih noble menuju yang lebih

    reaktif. Umumnya jenis logam yang digunakan sebagai anoda korban adalah

    logam aluminum, seng, dan magnesium dalam berbagai paduan dengan komposisi

    tertentu.

  • 15

    Universitas Indonesia

    Sistem arus tanding adalah sistem proteksi dimana dengan meyuplai arus

    dari rectifier ke suatu anoda sehingga logam terlindungi (sebagai katoda). Arus

    yang disuplai dari rectifier diatur hingga mendapatkan suatu potensial proteksi

    untuk logam yang dilindungi dan yang dijadikan anoda biasanya adalah logam

    yang lebih noble atau inert.

    2.4.2. Coatings

    Coatings merupakan merupakan suatu cara pengendalian korosi dengan

    memberikan lapisan pelindung pada logam sehingga logam terisolasi dari

    lingkungannya yang korosif. Coating biasa diberikan pada seluruh permukaan

    logam sehingga reaksi antara permukaan logam dengan lingkungan mengalami

    pernghambatan. Lapisan isolator ini akan menghambat aliran arus listrik diseluruh

    permukaan logam yang dilindungi. Untuk aplikasi misalnya baja, metode coatings

    cukup efektif untuk dikombinasikan dengan metode proteksi katodik dalam

    peningkatan efektifitas[15].

    Umumnya coating dibagi menjadi 3 jenis yaitu:

    1. Pelapis logam : electroplating, electroless plating, hot-dip galvanizing,

    pack cementation, cladding, thermal spraying, dan physical vapor

    deposition

    2. Pelapis anorganik : anodizing, chromate filming, phospate coating,

    nitriding,dan lapisan pasif

    3. Pelapis organik : barrier effect, sacrificial effect, dan inhibitio effect

    2.4.3. Inhibitor

    Inhibitor adalah zat yang ditambahkan dalam jumlah yang relatif kecil (10-

    80ppm) ke dalam lingkungan yang korosif sehingga mengubah lingkungan dan

    menurunkan laju korosinya. Inhibitor memiliki beberapa mekanisme kerja secara

    umum yaitu[8]:

    a) Inhibitor teradsorbsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu

    lapisan tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini

    tidak terlihat dengan mata biasa namun dapat menghambat

    penyerangan lingkungan terhadap logam.

  • 16

    Universitas Indonesia

    b) Melalui pengaruh lingkungan (seperti pH) menyebabkan inhibitor

    dapat mengendap dan selanjutnya teradsorpsi pada permukaan logam

    serta melindunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup

    banyak dan lapisan dapat diamati dengan mata telanjang.

    c) Inhibitor lebih dahulu mengkorosi logamnya dan menghasilkan suatu

    zat kimia dan lalu mengalami adsorpsi dari produksi korosi untuk

    membentuk lapisan pasif pada permukaan

    d) Inhibitor menghilangkan konstituen yang agresif dari lingkungannya.

    Inhibitor sendiri akan terjadi reaksi antara lingkungan dan logamnya, mekanisme

    dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

    1. Interface inhibition : interaksi inhibitor dengan permukaan

    logam sehingga membentuk lapisan tipis pada permukaan logam

    tersebut

    2. Interpahes inhibition : interaksi yang terjadi dengan menurunkan

    tingkat korosifitas lingkungan seperti mengurangi kadar oksigen,

    pengaturan pH, netralisasi gas bersifat asam, dll.

    Inhibitor dapat mempengaruhi polarisasi dari anodik dan katodik.

    Pengaruh terhadap polarisasi ini adalah bila suatu sel korosi terdapat 4 komponen

    yaitu katoda, anoda, elektrolit, dan arus, maka inhibitor dapat menaikan polarisasi

    anodik atau katodik dan menaikan tahanan listrik dari rangkaian melalui

    pembentukan lapisan tipis pada permukaan. Pengaruh polarisasi ini dapat terlihat

    dalam pengujian polarisasi.

    2.4.3.1. Klasifikasi Inhibitor

    Inhibitor dalam dalam bagaimana mekanisme inhibitor tersebut bekerja

    dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu [4]:

    A. Inhibitor Anodik

    Inhibitor ini bekerja dengan mengurangi laju korosi suatu logam dengan

    memperlambat reaksi elektrokimia melalui pembentukan lapisan pasif

    dipermukaan logam sehingga logam terlindungi dari korosi. Dengan adanya

    penambahan inhibitor jenis inhibitor anodik ini, maka akan terjadi perubahan

    anodik yang cukup signifikan pada potensial korosinya sehingga memaksa

  • 17

    Universitas Indonesia

    logam membentuk lapisan pasif dan menggeser potensial korosinya ke nilai

    lebih noble. Inhibitor anodik itu sendiri terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :

    Oxidizing anions, merupakan jenis inhibitor anodik dimana

    membutuhkan oksigen dalam pembentukan lapisan pasif. Contoh

    dari jenis ini adalah kromat, nitrit, dan nitrat.

    Non-oxidizing ions, merupakan jenis inhibitor dimana tidak

    membutuhkan oksigen dalam pembentukan lapisan pasif. Contoh

    dari jenis ini adalah phospat, tungstat, dan molybdat.

    Inhibitor anodik ini sendiri paling banyak diaplikasikan dan paling

    efektif diantara jenis inhibitor lainya[4]

    Gambar 2.6. Diagram Polarisasi Suatu Logam Dengan Penambahan Inhibitor Anodik

    B. Inhibitor Katodik

    Inhibitor jenis ini bekerja dengan menghambat reaksi katodik suatu logam

    akibat pembentukan suatu persipitat di wilayah katoda yang dapat

    meningkatkan impedansi permukaan sekaligus membatasi reaksi reduksi

    untuk melindungi logam tersebut. Perlindungan terjadi akibat penghambatan

    reaksi reduksi yang terjadi di katoda sehingga otomatis reaksi di anoda juga

    berkurang atau terhambat karena reaksi yang terjadi di anoda dan katoda

    berjalan setimbang dan spontan. Dari inhibitor katodik ini terbagi menjadi tiga

    jenis yaitu:

  • 18

    Universitas Indonesia

    Racun katoda, jenis yang menghambat reaksi evolusi hidrogen.

    Contoh dari jenis ini adalah sulfida, selenida, arsenat, bismunat,

    dan antimonat

    Persipitat katoda, jenis yang dapat mengendap membentuk oksida

    sebagai lapisan pelindung pada logam. Contoh dari jenis ini

    adalah kalsium, seng, dan magnesium

    Oxygen scavenger, jenis yang dapat mengikat oksigen terlarut

    sehingga mencegah reaksi reduksi oksigen pada katoda. Contoh

    dari jenis ini adalah hidrasin, natrium, sulfit, dan hidroksil amin

    HCl.

    Gambar 2.7. Diagram Polarisasi Suatu Logam Dengan Penambahan Inhibitor Katodik

    C. Inhibitor Persipitasi

    Inhibitor jenis ini bekerja dengan membentuk persipitat di seluruh

    permukaan logam yang berperan sebagai lapisan pelindung untuk

    menghambat reaksi anodik dan katodik logam tersebut secara tidak langsung.

    Contoh dari jenis inhibitor ini adalah silikat dan phospat. Natrium silikat

    baik digunakan sebagai water softener untuk mencegah terjadinya rust water.

    Namun pemakaian sangat dipengaruhi pH dan saturation index. Selain itu

    phospat juga membutuhkan oksigen untk meningkatkan efektivitas kerjanya.

  • 19

    Universitas Indonesia

    Silikat dan phospat sangat berguna untuk sistem lingkungan dimana aditifnya

    tidak bersifat racun

    D. Inhibitor organik

    Inhibitor ini bekerja dengan membentuk senyawa kompleks yang

    mengendap pada permukaan logam sebagai lapisan pelindung yang bersifat

    hidrofobik yang dapat menghambat reaksi logam dengan lingkungannya.

    Reaksi yang terjadi dapat berupa reaksi anodik, reaksi katodik, atau keduanya.

    Hal ini bergantung dari reaksi pada permukaan logam dan potensial logam

    tersebut[17]. Selain itu juga dapat berfungsi untuk menetralisir konstituen

    korosif dan mengabsorbsi konstituen korosif tersebut. Penggunaan dengan

    konsentrasi yang tepat dapat mengoptimalkan perlindungan pada seluruh

    logam[4].

    Inhibitor organik akan teradsorpsi pada permukaan tergantung dari muatan

    inhibitor dan muatan logam untuk membentuk ikatan dari senyawa kompleks

    tersebut. Sebagai contoh kation inhibitor seperti amin atau anion inhibitor

    seperti sulfonat akan teradsorpsi tergantung muatan logam tersebut apakah

    negatif atau positif. Efektivitas dari inhibitor organik dipengaruhi oleh

    komposisi kimia, struktur molekul, dan gugus fungsi, ukuran, dan berat

    molekul, serta afinitas inhibitor terhadap logamnya[4].

    E. Volatile Corrosion Inhibitor

    Inhibitor jenis ini bekerja dengan menurunkan tingkat korosifitas

    lingkungan dari suatu logam yang ingin dilindungi berada sebagai senyawa

    yang dialirkan melalui lingkungan tertutup menuju lingkungan korosif

    tersebut dengan cara penguapan dari sumbernya. Inhibitor jenis ini yang

    sering digunakan morpholine, hydrazine pada boiler. Senyawa tersebut

    dialirkan sebagai uap untuk mencegah korosi pada bagian condenser tubes

    untuk menetralkan suasana asam dan menggeser pH kesuasana yang tidak

    terlalu asam. Pemakaian yang efisien dari inhibitor dari jenis ini dapat

    menghasilkan proses inhibisi secara cepat dan dapat digunakan untuk jangka

    waktu yang lama[4].

  • 20

    Universitas Indonesia

    2.4.3.2. Mekanisme Adsorpsi Inhibitor Organik

    Pada jenis inhibitor organik, terjadi proses adsorpsi pada permukaan

    logam untuk membentuk lapisan senyawa kompleks. Namun dalam adsorpsi

    terbagi menjadi 3 mekanisme yaitu[6]:

    a) Physical adsorption

    Mekanisme ini terbentuk hasil dari interaksi elektrostatik antara inhibitor

    dengan permukaan logam. Logam yang diberi muatan positif akan

    mengikat inhibitor dengan muatan negatif. Begitu juga dengan sebaliknya.

    Ikatan ini terbentuk dengan cepat dan bersifat bolak – balik namun mudah

    hilang atau rusak dari permukaan logam.

    b) Chemisorption

    Mekanisme ini terbentuk dari transfer atau membagi muatan antara

    molekul dari inhibitor dengan permukaan logam. Jenis adsorpsi ini sangat

    efektif karena sifatnya tidak bolak – balik namun dalam pembentukannya

    berjalan lebih lambat.

    c) Film Forming

    Mekanisme jenis ini dipengaruhi oleh struktur inhibitor, komposisi larutan

    sebagai media elektrolit, sifat bawaan dari logam, dan potensial

    elektrokimia pada lapisa antar muka logam-larutan. Adsorpsi inhibitor

    organik biasanya melibatkan minimal dua dari jenis adsorpsi di atas yang

    berjalan simultan. Sebagai contoh, adsorpsi inhibitor organik pada logam

    di lingkungan HCl adalah kombinasi chemisorptions-physical adsorption

    yang memberikan perlindungan fisik dan kimiawi[17].

    Mekanisme – mekanisme adsorpsi diatas dipengaruhi oleh banyak faktor

    diantaranya struktur inhibitor, komposisi larutan, sifat dari logam, dan potensial

    elektrokimia pada lapisan antar muka logam-larutan. Mekanisme adsorpsi secara

    umum diawali dengan dengan pertukaran molekul air (physical adsorption) yang

    terabsorbsi pada permukaan logam melalui reaksi[6]:

    (Inhibitor)solven + (nH2O)ads (Inhibitor)ads + (nH2O)ads

  • 21

    Selanjutnya inhibitor yang telah teradsopsi bereaksi (chemisorptions) dengan

    kation logam yang telah teroksidasi [18].

    Mn+ + (Inhibitor)ads M(Inhibitor)n+ads

    Adsorpsi di atas membentuk senyawa kompleks pada lapisan antar muka

    logam-larutan yang disebut organo metallic complex layer yang dapat

    menghambat reaksi permukaan[17]. Lapisan yang teradsorpsi tersebut dapat

    bertindak sebagai pelindung wilayah anodik, wilayah katodik, ataupun keduanya.

    Kecenderungan fungsi anodik-katodik dari inhibitor organik dapat dilihat dari

    desain dan struktur inhibitor organik tersebut.

    Inhibitor organik dapat berperan sebagai berikut yaitu[17]:

    1. Proton Acceptors, yaitu inhibitor organik yang menerima muatan positif dari

    larutan asam sehingga bermuatan positif (kation) dan bermigrasi ke katoda.

    Karena itu struktur inhibitor organik yang seperti ini memiliki fungsi katodik

    dan banyak digunakan pada lingkungan asam. Contohnya antara lain anilines,

    quinolines, dan aliphatic amines.

    Gambar 2.8. Struktur Molekul Aniline

    2. Electron Acceptors, yaitu inhibitor organik yang memiliki kemampuan untuk

    menerima elektron dan efektif untuk korosi dengan reaksi anodik. Struktur

    inhibitor organik ini memiliki kepadatan elektron yang tinggi dan pada larutan

    asam diasumsikan memiliki muatan negatif. Contohnya antara lain organic

    peroxides, organic thiols, dan kromat.

    Gambar 2.9. Struktur Molekul Benzenethiol

  • 22

    Universitas Indonesia

    3. Mixed Molecules, yaitu inhibitor organik yang memiliki lebih dari satu gugus

    utama pada struktur molekulnya dengan proton acceptor pada satu gugus

    utama dan electron acceptor pada gugus utama yang lain (inductomeric).

    Salah satu sifat ini akan dominan tergantung pada kondisi lingkungan. Karena

    inhibitor jenis ini dapat bertindak sebagai inhibitor katodik atau anodik,

    inhibitor ini juga disebut inhibitor ambiodic. Contohnya adalah 2-

    aminobenzenethiol. Struktur seperti ini juga memungkinkan inhibitor

    ambiodic untuk membentuk garam dari dua gugus utama tersebut dan dapat

    membebaskan ion organik pada lingkungan asam seperti HCl yang dapat

    mengurangi tingkat keasaman lingkungan tersebut.

    Gambar 2.10. Struktur Molekul 2-Aminobenzenethiol

    Selain dari desain dan strukturnya, fungsi tersebut juga dapat dilihat dari

    kecenderungan perubahan potensial korosi logamnya. Perubahan ke arah yang

    lebih positif menunjukkan penghambatan proses anodik. Perubahan ke arah yang

    lebih negatif menunjukkan penghambatan proses katodik. Sedangkan perubahan

    nilai potensial yang kecil menunjukkan penghambatan proses anodik dan

    katodik[4].

    2.5. Teh Hijau

    Teh hijau merupakan salah satu inhibitor yang sedang dikembangkan

    sebagai inhibitor organik. Teh hijau yang memiliki nama latin camellia sinesis

    merupakan salah satu jenis teh dalam proses pengolahannya tanpa proses

    fermentasi. Teh hijau sendiri memiliki kandungan antioksidan yang tinggi.

    Menurut Indigomore, anti oksidan dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang

    dapat memperlambat proses oksidasi. Antioksidan adalah molekul yang memiliki

    interaksi dengan aman terhadap molekul yang mengandung satu atau lebih

  • 23

    Universitas Indonesia

    elektron tak berpasangan[12]. Salah satu kandungan dari teh hijau yang merupakan

    komponen senyawa antioksidan adalah polifenol.

    Gambar 2.11. Daun Teh hijau

    Polifenol termasuk kedalam kelompok flavanol yang juga dikenal sebagai

    katekin. Katekin utama dari teh hijau adalah adalah epicatehcin (EC), epicatehcin

    galan (ECG), Epigalochatecin dan Epichatecin gallate (EGCE). Unsur katekin

    memiliki kandungan hingga mencapai 210 mg% (International Symposium on

    Health and Tea,1998). Selain kandungan polifenol, terdapat juga kandungan

    kafein yang cukup besar yaitu sekitar 40 mg% (International Symposium on

    Health and Tea,1998). Unsur ini termasuk senyawa yang mengandung atom N, O,

    P, S, dan atom – atom yang memiliki pasangan elektron bebas.

    Gambar 2.12. Struktur Kimia Kafein dan EGCE[9,18]

    . Unsur dari senyawa tersebut mengandung pasangan elektron bebas akan

    berfungsi sebagai ligan atau pendonor elektron dalam membentuk senyawa

    kompleks. Reaksi antara Fe2+ dengan inhibitor ekstrak bahan alam menghasilkan

    senyawa kompleks. Inhibitor dari ekstrak bahan alam yang mengandung nitrogen

    mendonorkan sepasang elektronnya pada permukaan logam mild steel ketika ion

    Fe2+ terdifusi ke dalam larutan elektrolit, reaksinya adalah: Fe Fe2+ + 2e-

    (melepaskan elektron) dan Fe2+ + 2e- Fe (menerima elektron). Produk senyawa

    kompleks yang dihasilkan adalah [Fe(NH3)6]2+ tersebut memiliki kestabilan yang

    tinggi dibanding dengan Fe.

  • 24

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.13. Mekanisme Pembentukan Senyawa Kompleks[9]

    2.6. Perhitungan Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor

    2.6.1. Perhitungan Laju Korosi

    Salah satu dari corrosion monitoring adalah dengan mengetahui laju

    korosi pada logam dari suatu struktur sehingga dari dengan mengetahui laju

    korosi kita dapat memprediksi kapan dan berapa lama struktur itu dapat bertahan

    terhadap serangan korosi[1]. Teknik monitoring korosi dapat dibagi menjadi

    beberapa metode yaitu kinetika (weight loss) dan elektrokimia (diagram

    polarisasi, linear polarization resistance, electrochemical impedance

    spectroscope, potensial korosi, dan electrochemical noise)[20].

    Metode weight loss atau kehilangan berat merupakan metode yang dapat

    digunakan untuk mendapatkan laju korosi. Prinsip dari metode ini adalah dengan

    menghitung banyaknya material yang hilang atau kehilangan berat seterlah

    dilakukan pengujian rendaman sesuai dengan standar ASTM G 31-72. Dengan

    menghitung massa logam yang telah dibersihkan dari oksida dan massa tersebut

    dinyatakan sebagai massa awal lalu dilakukan pada suatu lingkungan yang korosif

    seperti pada air laut selama waktu tertentu. Setelah itu dilakukan penghitungan

    massa kembali dari suatu logam setelah dibersihkan logam tersebut dari hasil

    korosi yang terbentuk dan massa tersebut dinyatakan sebagai massa akhir. Dengan

    mengambil beberapa data seperti luas permukaan yang terendam, waktu

    perendaman dan massa jenis logam yang di uji maka bisa dihasilkan suatu laju

    korosi. Persamaan laju korosi dapat ditunjukan pada persamaan berikut :

    ( ) = , .. .

    (2.1)

    Dimana : W = kehilangan berat (gr)

    D = massa jenis (gr/cm3)

    A = luas permukaan yang direndam (cm2)

    T = waktu (jam)

  • 25

    Universitas Indonesia

    Semakin besar laju korosi suatu logam maka semakin cepat material

    tersebut untuk terkorosi. Kualitas ketahanan korosi suatu material dapat dilhat

    pada Tabel 2.1.[1]: Tabel 2.1. Distribusi Kualitas Ketahanan Korosi Suatu Material

    Metode weight loss sering digunakan pada skala industri dan laboratorium

    karena peralatan sederhana dan hasil cukup akurat[22], namun dari pengujian

    dengan metode weight loss dalam mendapatkan suatu laju korosi memiliki

    kelemahan. Kelemahan tersebut adalah tidak dapat mendeteksi secara cepat

    perubahan yang terjadi saat proses korosi, perhitungan kupon yang tidak dapat

    diterjemahkan secara langsung dari peralatan, korosi lokalisasi tidak dapat dilihat

    langsung tanpa pemindahan kupon dari tempat pengujian, dan bentuk korosi yang

    tidak dapat dideteksi[23].

    2.6.2. Efisiensi Inhibitor

    Dalam penggunaan inhibitor dapat ditentukan efisiensi dari penggunaan

    inhibitor tersebut. Semakin besar efisiensi inhibitor tersebut maka semakin baik

    inhibitor tersebut untuk diaplikasikan di lapangan. Penghitungan efisiensi

    didapatkan melalui presentase penurunan laju korosi dengan adanya penambahan

    dibandingkan dengan laju korosi yang tanpa ditambahkan inhibitor. Penghitungan

    ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

    ℎ = 100% (2.2)

    Dimana Xa = laju korosi tanpa inhibitor (mpy)

    Xb = laju korosi dengan inhibitor (mpy).

  • 26

    Universitas Indonesia

    BAB 3

    Metodologi Penelitian

    3.1. Diagram Alir Penelitian

    Literatur

    Pengambilan data

    Pencelupan sampel selama 3 hari

    Penambahan 15 tetes inhibitor teh hijau 6ml; ukur pH dan

    potensial awal

    Penambahan 10 tetes inhibitor teh hijau 4ml; ukur pH dan

    potensial awal

    Penambahan 5 tetes inhibitor teh hijau 2ml; ukur pH dan potensial

    awal

    Tanpa Inhibitor;ukur pH dan potensial awal

    Wadah D Wadah C Wadah B Wadah A

    Uji Kandungan Pembuatan inhibitor teh hijau 10 gpl

    Pembuatan Larutan

    Uji komposisi, pengambilanfoto sampel, dan penimbangan berat

    awal sampel Preparasi sampel

    Analisa data dan pembahasan

    Mulai

    Selesai

  • 27

    Universitas Indonesia

    3.2. Alat dan Bahan

    3.2.1. Alat

    1. Mesin Potong

    2. Mesin bor

    3. Mata bor diameter 4 mm

    4. Kertas amplas #100

    5. Timbangan digital

    6. pH meter digital

    7. Multitester

    8. Jangka sorong

    9. Benang

    10. Wadah plastik PET untuk perendaman

    11. Cutter dan gunting

    12. Elektroda standar Ag/AgCl

    13. penggaris

    14. Kamera digital tipe SLR

    15. Beaker glass

    16. Pinset

    17. Hair dryer

    18. Magnetic stearer

    19. Ultrasonic agitator

    3.2.2. Bahan

    1. Baja SPCC

    Dimensi baja SPCC : 30 mm x 20 mm x 1 mm

    Densitas : dipilih 5 baja SPCC yang telah berbentuk kupon secara

    acak untuk penghitungan densitas. Panjang, lebar, dan tebal diukur

    dengan jangka sorong dan massa dengan timbangan digital. Densitas

    yang didapat adalah

    =

    (3.1)

    Dimana : massa jenis (gr/cm3) p : panjang (cm)

    l : lebar (cm) t : tinggi (cm)

  • 28

    Universitas Indonesia

    Tabel 3.1. Data Luas Permukaan, Massa, dan Massa Jenis

    sampel panjang (cm)

    lebar (cm)

    tinggi (cm)

    massa (gr)

    massa jenis (gr/cm3)

    1 3.01 2.03 0.1 4.75 7.773759063 2 3.03 2.1 0.095 4.73 7.824842635 3 3.07 2.13 0.097 4.57 7.204875604 4 3.05 2.07 0.1 4.68 7.412687099 5 3.08 2.13 0.1 4.77 7.270898116

    rata - rata 3.048 2.092 0.0984 4.7 7.490764035

    Dari kelima sampel diatas, maka didapat densitas rata – rata dari

    kupon SPCC adalah : , , , , , = 7.491

    2. Teh hijau kering merk “x”

    3. Air laut

    4. Toluena

    5. Acetone

    6. HCL 37% “Merck” dan inhibitor Barracor 12M sebagai zat pickling

    Masukan HCL 12M sebanyak 200 ml dan tambahkan 2 ml

    inhibitor barracor kedalam beaker glass 500ml

    7. NaHCO3

    Siapkan magnetic stearer dan letakkan beaker glass 500 ml

    diatasnya.

    Nyalakan magnetic stearer dan masukan NaHCO3 hingga berlebih

    dan tidak larut untuk mendapatkan larutan tak jenuh

    3.3. Prosedur Kerja

    3.3.1. Immersion test (ASTM G31-72)

    3.3.1.1. Persiapan Awal

    1. Persiapan Kupon

    Lembaran baja SPCC yang berukuran 200mm x 300mm dengan

    ketebalan 1mm dipotong – potong menjadi bentuk kupon dengan ukuran

    kupon 30mm x 20mm sebanyak 12 buah. Hasil pemotongan didapat setiap

  • 29

    Universitas Indonesia

    sampel berukuran 30mm x 20mm x 1mm. kupon diamplas dengan kertas

    amplas #100 untuk menghilangkan oksida dan karat yang menempel pada

    permukaan. Lakukan pengukuran massa kupon dari masing – masing sampel

    dan catat massa masing – masing sampel. Sampel yang telah siap dilakukan

    penomoran atau pemetaan sebagai berikut:

    Tiga buah kupon dengan untuk uji rendam tanpa penambahan

    inhibitor.

    Tiga buah kupon dengan untuk uji rendam dengan penambahan

    sebanyak 2 ml teh hijau konsentrasi 10gpl.

    Tiga buah kupon dengan untuk uji rendam dengan penambahan

    sebanyak 4 ml teh hijau konsentrai 10gpl.

    Tiga buah kupon dengan untuk uji rendam dengan penambahan

    sebanyak 6 ml teh hijau konsentrai 10gpl.

    2. Persiapan Larutan Rendam

    Larutan rendam yang digunakan adalah air laut asli bukan sintetis

    untuk mengaplikasikan pada lingkungan sebenarnya. Air laut yang diperlukan

    sebanyak 520ml untuk tiap pengujian pada satu kupon, maka disiapkan air

    laut sebanyak 6240ml untuk 12 sampel kupon dan ukur pH awal air laut.

    Larutan rendam yang diperlukan dihitung berdasarkan standar ASTM

    G31-72 yaitu (3.2)

    Gambar 3.2. Skematis Bentuk Kupon

    Luas permukaan sampel:

    = (2 x p x l) + (2 x p x t) + (2 x l x t) - (2πr2) + (t x 2πr)

    = (2 x 30 x 20) + (2 x 30 x 1) + (2 x 20 x 1) - (2 x 3,14 x 22) + (1 x 2 x

    3,14 x 2) = 1287,44 mm2

    Volume minimal = 1287,44 x 0,4 = 514,976 ml ≈ 520 ml

    r = 2 mm l = 20 mm

    p = 30 mm

    t = 1 mm

  • 30

    Universitas Indonesia

    3. Persiapan Inhibitor

    Dalam pembuatan inhibitor dengan konsentrasi 10 gpl diperlukan 2

    gram daun teh hijau kering, tuang kedalam beaker glass, lalu tambahkan 200

    ml aqudes panaskan dan aduk dengan magnetic stearer untuk menyeduh daun

    teh hijau dan mendapatkan teh hijau dengan konsentrasi 10 gpl. Saring ampas

    dari teh hijau dan tunggu dingin lalu siap digunakan sebagai inhibitor.

    4. Pengamatan Visual

    Sampel difoto dibagian permukaan dengan kamera digital untuk

    mendapatkan penampakan permukaan sebelum, sesudah dilakukan uji

    rendam, dan sesudah pembersihan.

    3.3.1.2. Langkah Kerja Uji Rendam

    1. Tuangkan 520 ml air laut ke masing – masing 12 buah wadah yang

    digunakan untuk uji rendam.

    2. Setiap kupon yang sudah dilubangi dimasukan benang dan diikat sehingga

    kupon dapat digantung dengan benang. Kupon yang telah diikat benang

    lalu digantung pada benang yang telah diikat pada bagian atas botol pada

    bagian atas wadah sehingga kupon dapat ditenggelamkan ke dalam

    larutan rendam pada posisi konstan.

    3. Masukan inhibitor dan lakukan penomoran untuk identifikasi dalam

    memudahkan pengamatan visual sebagai berikut :

    a. Tanapa penambahan inhibitor untuk pengujian rendam pada 3

    wadah dengan penomoran A1, A2, dan A3.

    b. Penambahan 2ml pada 3 wadah dengan penomoran B1, B2, dan

    B3.

    c. Penambahan 4 ml pada 3 wadah dengan penomoran C1, C2, dan

    C3

    d. Penambahan 6 ml pada 3 wadah dengan penomoran D1, D2, dan

    D3

  • 31

    Universitas Indonesia

    3.3.1.3. Pembersihan Kupon (NACE RP0775-2005)

    1. Setelah lama perendaman selesai sesuai waktu yang telah ditentukan (3

    hari), keluarkan kupon dari rendaman dan lakukan dokumentasi dengan

    kamera digital pada sampel kupon setelah perendaman.

    2. Celupkan kupon kedalam toluena selama waktu tertentu yang bertujuan

    untuk menghilangkan minyak atau lemak pada permukaan kupon. Setelah

    itu cuci dengan acetone dan keringkan dengan hair dryer.

    3. Setelah lakukan pengeringan, masukan sampel kupon kedalam beaker

    glass yang telah berisi larutan HCL 12M dengan kadar 37% “Merck” dan

    telah ditambahkan inhibitor barracor sebanyak 2 ml untuk proses pickling

    dan menghilangkan scale dari produk korosi. Lakukan proses ini

    dilakukan di dalam mesin ultrasonic agitator.

    4. Celupkan kupon kedalam larutan NaHCO3 lewat jenuh selama 1 menit

    untuk menghilangkan suasana asam setelah dari proses pickling

    sebelumnya lalu bilas dengan aquadesh

    5. Celupkan kembali kupon kedalam acetone dan keringkan dengan hair

    dryer. Setelah kering lakukan penghitungan massa sesudah pembersihan

    dan foto kupon

    III.4. Pengambilan Data

    Data – data dalam pengujian ini yang diperlukan adalah sebagai berikut :

    1. pH Larutan

    Pengambilan data pH larutan dilakukan dengan menggunakan pH meter

    digital. Sensor pada bagian ujung pH meter dicelupkan setelah dilakukan

    kalibrasi kedalam larutan rendam baik sebelum dilakukan perendaman

    dan setelah proses perendaman berakhir.

    2. Potensial Logam

    Pengukuran nilai potensial dilakukan dengan menggunakan multitester.

    Multitester menggunakan 3 pengukuran pada 3 angka dibelakang koma

    dimana bagian positif dihubungkan dengan sampel dan bagian negatif

    dihubungkan dengan elektroda standar Ag/AgCl, sehingga didapat

    potensial Ag/AgCl.

  • 32

    Universitas Indonesia

    Potensial yang didapat lalu dikonversi ke dalam SHE sesuai dengan

    persamaan[1] yaitu:

    Potensial V vs SHE = V vs Ag/AgCl + 0.222 (3.3)

    3. Berat Akhir Sampel

    Setelah dilakukan pembersihan pada kupon dengan proses pickling sesuai

    standar NACE RP0775-2005, sampel ditimbang kembali berat akhirnya

    dengan timbangan digital untuk mengukur setelah dilakukan perendaman

    dan diolah untuk mendapatkan berat yang hilang dan laju korosi. Laju

    korosi dapat menggunakan dengan metode kehilangan berat sesuai dengan

    standar ASTM G1-03.

    4. Pengamatan Visual

    Sampel yang telah dilakukan perendaman dilakukan dokumentasi

    menggunakan kamera digital SLR untuk melihat dan mengamati oksida –

    oksida serta lapisan yang terbentuk pada sampel.

  • 33

    Universitas Indonesia

    BAB 4

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil Pengujian

    4.1.1. Pengujian Spectroscopy Baja SPCC

    Baja SPCC yang digunakan sebagai sampel diuji Spectroscopy di CMPFA

    (Center for Material Processing and Failure Analysis) untuk mengetahui

    komposisinya. Baja yang digunakan merupakan baja karbon SPCC dengan

    komposisi sebagai berikut: Tabel 4.1. Komposisi Baja SPCC

    Fe(%) C(%) Si(%) Mn(%) Cr(%) Al(%)

    99.7 0.054

  • 34

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.1. Grafik Pengurangan Berat Terhadap Konsentrasi

    4.1.3. Data Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor Tabel 4.3 Data Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor

    Kupon Status Inhibitor ∆W (gr)

    Corrosion Rate

    (MPY)

    Rata - rata CR (MPY)

    Efisiensi Inhibitor(%)

    A 1 Tanpa Inhibitor

    0.0149 7.4032 6.6414

    2 0.0122 6.0617 3 0.013 6.4592

    B 1 Penambahan 2ml

    0.01 4.9686 5.5483

    16.4589 2 0.0102 5.0680 3 0.0133 6.6082

    C 1 Penambahan 4ml

    0.0094 4.6705 4.5877

    30.9227 2 0.0093 4.6208 3 0.009 4.4717

    D 1 Penambahan 6 ml

    0.0078 3.8755 3.8921

    41.3965 2 0.0078 3.8755 3 0.0079 3.9252

    0

    0.005

    0.01

    0.015

    0.02

    0 2 4 6 8

    Wei

    ght L

    oss

    (gr)

    Konsentrasi (ml)

    Grafik Pengurangan Berat terhadap Konsentrasi

    weigth loss (gr)

    wieght loss rata-rata (gr)Linear (weigth loss (gr))

  • 35

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.2. Grafik Laju Korosi Terhadap Konsentrasi

    Gambar 4.3. Grafik Efisiensi Inhibitor Terhadap Konsentrasi

    0.0000

    1.0000

    2.0000

    3.0000

    4.0000

    5.0000

    6.0000

    7.0000

    8.0000

    0 2 4 6 8

    Corr

    osio

    n Ra

    te(M

    PY)

    Konsentrasi (ml)

    Grafik Corrosion Rate Terhadap Konsentrasi

    CR(mpy)

    Rata-rata CR (mpy)

    Linear (CR(mpy))

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    0 2 4 6 8

    Efis

    iens

    i (%

    )

    Konsentrasi (ml)

    Grafik Efisiensi Terhadap Konsentrasi

    efisiensi (%)

  • 36

    Universitas Indonesia

    4.1.4. Perubahan pH Larutan Tabel 4.4. Data pH Larutan

    Kupon Status Inhibitor pH

    pH Awal

    Rata-rata pH awal

    pH Akhir

    Rata-rata pH akhir

    Corrosion Rate (CR)

    A 1 Tanpa Inhibitor 7.1 7.1 7.6 7.600 6.6414 2 7.1 7.5 3 7.1 7.7

    B 1 Penambahan 2ml 7.1 7.067 7.5 7.433 5.5483 2 7.1 7.4 3 7 7.4

    C 1 Penambahan 4ml 6.9 6.9 7.3 7.233 4.5877 2 6.9 7.2 3 6.9 7.2

    D 1 Penambahan 6ml 6.9 6.9 7 7.133 3.8921 2 6.9 7.2 3 6.9 7.2

    Tabel 4.5. Data Perubahan pH Larutan

    Kupon Status Inhibitor pH

    Rata-rata pH

    awal

    Rata-rata pH

    akhir

    Perubahan pH

    Perubahan pH(%)

    A 1 Tanpa Inhibitor 7.1 7.600 0.500 7.042 2 3

    B 1 Penambahan 2ml 7.067 7.433 0.366 5.184 2 3

    C 1 Penambahan 4ml 6.9 7.233 0.333 4.826 2 3

    D 1 Penambahan 6ml 6.9 7.133 0.233 3.377 2 3

  • 37

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.4. Grafik Perubahan pH terhadap Konsentrasi

    4.1.6. Perubahan Potensial Tabel 4.6. Data Potensial Logam

    Kupon Status Inhibitor

    Potensial

    E0 (E vs Ag/AgCl)

    (mv)

    Rata-rata E0 (E vs

    Ag/AgCl)(mv)

    E1 (E vs Ag/AgCl) (mv)

    Rata-rata E1 (E vs

    Ag/AgCl) (mv)

    A 1

    Tanpa Inhibitor

    -423 -423

    -661 -661.33 2 -420 -663

    3 -425 -660

    B 1

    Penambahan 2ml

    -482 -487

    -644 -639.667 2 -477 -635

    3 -502 -640

    C 1

    Penambahan 4ml

    -602 -560

    -675 -678.33 2 -590 -670

    3 -488 -690

    D 1

    Penambahan -633

    -631 -690

    -686.667 2 -625 -680 3 -635 -690

    6.86.9

    77.17.27.37.47.57.67.7

    0 1 2 3 4

    pH

    Hari

    Grafik Perubahan pH

    Tanpa Inhibitor

    Penambahan 2ml

    Penambahan 4ml

    Penambahan 6ml

  • 38

    Universitas Indonesia

    Tabel 4.7. Data Perubahan Potensial Logam

    Kupon Status Inhibitor

    Potensial

    Rata-rata E0 (E vs

    Ag/AgCl)(mv)

    Rata-rata E1 (E vs

    Ag/AgCl) (mv)

    Rata-rata Perubahan E (E vs Ag/AgCl)

    (mv)

    Rata-rata perubahan E

    (%)

    A 1

    Tanpa Inhibitor -423 -661.33 238.663 118.934 2

    3

    B 1

    Penambahan 2ml -487 -639.667 152.667 57.61 2

    3

    C 1

    Penambahan 4ml -560 -678.33 118.33 35.001 2

    3

    D 1

    Penambahan -631 -686.667 55.667 13.611 2 3

    Gambar 4.5. Grafik Perubahan Potensial logam Terhadap Konsentrasi

    4.2. Pembahasan

    4.2.1. Analisis Pengujian Spectroscopy Baja SPCC

    Dari hasil pengujian spectrosopy pada baja sebagai sampel dalam

    pengujian rendam maka dapat disimpulkan baja ini termasuk merupakan baja

    karbon rendah. Unsur – unsur yang menyusun dari baja ini adalah Fe (99.7%)

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    0 2 4 6

    Pote

    nsia

    l (m

    V)

    konsentrasi (ml)

    Perubahan potensial

    Perubahan potensial

  • 39

    Universitas Indonesia

    sebagai unsur penyusun utama, dan unsur lain seperti C (0.054%), Si (,0.005%),

    Mn (0.0064%), Cr (0.016%), Al (0.05%), Ni (

  • 40

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.6. Teh hijau merk “x” yang digunakan sebagai inhibitor organik

    Kondisi awal semua sampel pengujian dalam keadaan bersih dari oksida

    dan karat yang ada dengan pembersihan secara mekanis menggunakan kertas

    amplas (Lampiran). Ketika sampel direndam pada rendaman lingkungan air laut

    maka terjadi reaksi reduksi oksigen dan air pada katoda[1]. Reaksi reduksi yang

    terjadi adalah sebagai berikut[1]:

    2H2O + O2 + 4e- → 4OH-

    Reduksi yang terjadi adalah reduksi oksigen karena rendaman dengan

    lingkungan air laut memiliki kandungan oksigen yang optimum. Oksigen yang

    terlarut pada air laut optimum saat kandungan NaCl mencapai 3-3,5%[1]. Hasil

    dari reduksi ini adalah terbentuknya ion OH- dimana akan mengakibatkan

    lingkungan menjadi lebih basa saat proses reduksi terjadi. Peningkatan pH pada

    kondisi lingkungan dapat dilihat dari hasil pengukuran pH sebelum dan sesudah

    pengujian dimana umumnya pengujian baik sistem terinhibisi dan tidak terinhibisi

    mengalami peningkatan pH. Reduksi yang terjadi di katoda mempengaruhi reaksi

    oksidasi yang ada di anoda dimana akan terjadi proses korosi. Hal ini terjadi

    karena reaksi yang terjadi adalah reaksi spontan. Reaksi reduksi oksigen inilah

    yang mengontrol laju korosi selain itu yang mempengaruhi juga adalah reaksi

    reduksi hidrogen[2]. Korosi yang terjadi pada lingkungan air laut umumnya adalah

    korosi seragam dan korosi pitting, bila terdapat aliran maka bisa terjadi korosi

    erosi[16]. Reaksi yang terjadi pada baja di air laut adalah[1] :

    Reaksi oksidasi (anoda) : Fe → Fe2+ + 2e-

    Reaksi reduksi (katoda) : 2H2O + O2 + 4e- → 4OH-

    Setelah proses pencelupan, permukaan sampel pada pada sistem yang

    tidak terinhibisi mengalami korosi seragam terutama pada permukaan dan bagian

  • 41

    Universitas Indonesia

    pinggir dari sampel yang menghasilkan scale sebagai produk dari korosi. Namun

    pada sistem yang terinhibisi, korosi seragam yang terjadi tidak terlalu banyak dan

    terbentuk lapisan tipis yang terbentuk pada permukaan logan dan mengendap.

    Lapisan ini terbentuk akibat penambahan ekstrak teh hijau sebagai inhibitor

    organik. Hal ini juga terlihat dari semakin besar konsentrasi atau penamba