Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK
RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MATERIAL BAJA KARBON
RENDAH PADA LINGKUNGAN AIR LAUT
SKRIPSI
FARHAN ARIEF
0706268474
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
DESEMBER 2010
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK
RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MATERIAL BAJA KARBON
RENDAH PADA LINGKUNGAN AIR LAUT
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
FARHAN ARIEF
0706268474
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
DESEMBER 2010
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan
semua sumber baik yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Farhan Arief
NPM : 0706268474
Tanda Tangan : …………………..
Tanggal : Desember 2010
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Farhan Arief
NPM : 0706268474
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Judul Skripsi : Studi Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Organik
Ramah Lingkungan Untuk Material Baja Karbon
Rendah Pada Lingkungan Air Laut
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Prof.Dr.Ir. Johny Wahyuadi, DEA. ( )
Penguji 1 : Dr. Ir. Sutopo, Msc. ( )
Penguji 2 : Ir. Andi Rustandi, MT. ( )
Ditetapkan : Depok, Desember 2010
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan selalu kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat sehat sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. Penulisan skripsi ini dilakukan
dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat untuk menggapai gelar Sarjana
Teknik (.ST) jurusan Metalurgi dan Material di Departemen Teknik Metalurgi dan
Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Skripsi ini mengambil tema korosi dengan judul “Studi Pengaruh
Konsentrasi Inhibitor Organik Ramah Lingkungan Untuk Material Baja
Karbon Rendah Pada Lingkungan Air Laut”. Skripsi ini berisi penelitian dan
pengujian dari teh hijau dimana merupakan salah satu bahan organik yang
dimanfaatkan sebagai inhibitor organik dan melihat pengaruh serta efisiensinya
dengan memvariasikan konsentrasi pada lingkungan air laut. Dengan adanya
penelitian ini maka diharapkan teh hijau bisa menjadi bahan alami potensial
sebagai salah satu inhibitor organik dalam perlindungan korosi.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi Soedarsono, DEA, selaku dosen pembimbing
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr-Ing. Ir. Bambang Suharno, selaku Kepala Departemen Teknik
Metalurgi dan Material FTUI.
3. Dr. Ir. Muhammad Anis M.Met, selaku Pembimbing Akademis.
4. Ir. Ahmad Herman Yuwono, Phd, selaku Koordinator Mata Kuliah Spesial
Departemen Metalurgi dan Material FTUI
5. Orangtua saya tercinta (Abdul Syukur Gani dan Elvi Ilyas), yang telah
memberikan bantuan dukungan moral dan materi hingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini.
v
6. Bang Riko, bang Aduy, dan rekan – rekan “lantai 3” yang telah banyak
membantu dan memberi bimbingan selama penulisan skripsi ini.
7. Teman – teman yang telah banyak membantu saya :
a. Rekan tugas akhir saya yang memulai dan mengakhiri penelitian bersama
- sama: Randha, Fahmi, dan Fadil. Sukses selalu buat kita boy!
b. Rekan kerja praktek saya yang telah mengarungi lautan dan menerjang
ganasnya ombak bersama: Andhi, Dito, dan Cio. Sukses selalu untuk kita.
c. Rekan – rekan asisten laboratorium Korosi dan Perlindungan logam:
Andika, Dito, Loorent, Cio, Ridwan, Hasbi, Kiki, Ricky, Sutan, Idham,
dan Bret. Semangat dan sukses untuk kita. Suatu saat kita akan jadi orang
“besar” saat kumpul kembali.
d. Teman – teman sepermainan game online: jaul, ari, arya, dkk. Terima
kasih telah menjerumuskan saya ke game “ini” dan selalu membuat saya
tertawa.
e. Kawan - kawan seperjuangan di Metalurgi dan Material angkatan 2007
yang memulai kekeluargaan sejak dikumpulkan di masa PPAM hingga
saat ini dan membuat banyak kenangan indah dan pengalaman tidak
terlupakan. Semoga ikatan keluarga ini terus hingga tua nanti.
f. Serta senior dan junior saya yang banyak memberikan semangat.
g. Dan seluruh teman – teman yang tidak bisa disebutkan semuanya.
Akhir kata, saya hanya bisa mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya
kepada semua pihak baik yang telah disebut maupun tidak, saya hanya berharap
Allah SWT akan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.
Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu metalurgi dan
material ke depannya.
Depok, Desember 2010
Penulis
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini, :
Nama : Farhan Arief
NPM : 0706268474
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Departemen : Metalurgi dan Material
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Studi Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Organik Ramah Lingkungan untuk
Material Baja Karbon Rendah Pada Lingkungan Air Laut
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia atau
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : Desember 2010
Yang menyatakan
(,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,)
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Farhan Arief NPM : 0706268474 Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material Judul Skripsi : Studi Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Organik
Ramah Lingkungan Untuk Material Baja Karbon Rendah Pada Lingkungan Air Laut
Teh hijau sebagai bahan organik dapat dikembangkan sebagai inhibitor untuk mengurangi laju korosi untuk baja karbon rendah di lingkungan air laut. Teh hijau diharapkan dapat dijadikan sebagai inhibitor yang bersifat aman, ramah lingkungan, serta bio-degradable dan juga dapat mengurangi penggunaan bahan sintetis. Metode kehilangan berat digunakan untuk menguji keefektifan teh hijau sebagai inhibitor dengan variasi konsentrasi (2ml, 4ml, 6ml) dan lama perendaman selama 3 hari, dan hasilnya cukup baik untuk menghambat laju korosi pada baja karbon. Teh hijau yang mengandung senyawa antioksidan dan organik lainnya cukup efektif sebagai inhibitor organik dengan efisiensi sebesar 16.5%-41.4% untuk waktu rendam selama 3 hari.
Kata kunci : Korosi; Baja Karbon Rendah; Teh hijau; Inhibitor organik; Metode kehilangan berat; Konsentrasi; Air laut
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Farhan Arief NPM : 0706268474 Major : Metallurgy and Material Engineering Title : Study of Effects of Green Inhibitors Concentration
for Low carbon Steel in Sea Water Green tea, as organic materials, can be developed to be inhibitors to reduce corrosion rate of low carbon steel in sea water. Green tea is suspected to be one of inhibitors which is safe, friendly environtment, and bio-degreadable and also can reduce the use of anorganic materials. Weight loss methode is used to test the effectiveness of green tea as an inhibitors with various concentration (2ml, 4ml, 6ml) and the periode of immersion test is 3 days, and the result is quite good to inhibit corrosion rate of low carbon. Green tea which contains antioxidants and other organic compounds is effective enough as an organic inhibitors with an efficiency of inhibitor is 16.5%-41.4% for 3 days of the periode immersion test.
Keywords : Corrosion; Low carbon steel; Green tea; Organic inhibitors; weight loss methode; concentration; Sea water
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................ vi
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
ABSTRACT ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv
DAFTAR RUMUS ........................................................................................... xvi
DAFTAR NOTASI .......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian..................................................................................... 5
1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ...................................................... 5
1.5. Sistematika Penulisan .............................................................................. 5
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7
2.1. Prinsip Dasar Korosi ............................................................................... 7
2.2. Jenis – jenis Korosi ................................................................................. 9
2.3. Faktor Lingkungan Terhadap Korosi Logam di Lingkungan Air Laut ... 11
2.4. Perlindungan Korosi .............................................................................. 13
2.4.1. Proteksi Katodik ........................................................................... 14
2.4.2. Coating......................................................................................... 15
2.4.3. Inhibitor ....................................................................................... 15
x Universitas Indonesia
2.4.3.1. Klasifikasi Inhibitor ............................................................. 16
2.4.3.2. Mekanisme Adsorpsi Inhibitor Organik ................................ 20
2.5 . Teh Hijau ............................................................................................. 22
2.6. Perhitungan Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor .................................... 24
2.6.1. Perhitungan Laju Korosi ............................................................... 24
2.6.2. Efisiensi Inhibitor ......................................................................... 25
3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 26
3.1. Diagram Alir Penelitian ......................................................................... 26
3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................... 27
3.2.1. Alat............................................................................................... 27
3.2.2. Bahan ........................................................................................... 27
3.3. Prosedur Kerja ...................................................................................... 28
3.3.1. Immersion Test (ASTM G31-72 .................................................... 28
3.3.1.1. Persiapan Awal ..................................................................... 39
3.3.1.2. Langkah Kerja Uji Rendam .................................................. 30
3.3.1.3. Pembersihan Kupon (NACE RP0775-2005) ......................... 31
3.4. Pengambilan Data ................................................................................. 31
4. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. 33
4.1. Hasil Pengujian ..................................................................................... 33
4.1.1. Data Pengujian Spectroscopy Baja SPCC ...................................... 33
4.1.2. Data Pengurangan Berat ............................................................... 33
4.1.3. Data Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitoe ...................................... 34
4.1.4. Data Perubahan pH Larutan .......................................................... 36
4.1.6. Data Perubahan Potensial Logam.................................................. 37
4.2. Pembahasan .......................................................................................... 38
4.2.1. Analisis Pengujian Spectroscopy Baja SPCC ................................ 38
4.2.2. Pengamatan Visual Dengan Dan Tanpa Penambahan Inhibitor Teh
Hijau ...................................................................................................... 39
4.2.3. Pengaruh pH Larutan Terhadap Laju Korosi ................................. 42
4.2.4. Pengaruh Potensial Logam Terhadap Konsentrasi Inhibitor Teh
xi Universitas Indonesia
Hijau dan Laju Korosi ............................................................................ 44
4.2.5. Pengaruh Konsentrasu Inhibitor Terhadap Laju Korosi ................. 48
5. KESIMPULAN ............................................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 52
LAMPIRAN ...................................................................................................... 55
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema Proses Korosi Fe di Larutan Netral dan Basa...................... 8
Gambar 2.2. Contoh Korosi Seragam ................................................................ 9
Gambar 2.3. Contoh Korosi Galvanik .............................................................. 10
Gambar 2.4. Skema Korosi Erosi ..................................................................... 10
Gambar 2.5. Pengaruh Oksigen Terlarut Pada Korosi Baja Karbon Rendah di air
destilasi (temperatur 25oC dan perendaman 48 jam) yang
mengandung 165 ppm CaCl2 ...................................................... 12
Gambar 2.6. Diagram Polarisasi Suatu Logam Dengan Penambahan Inhibitor
Anodik ....................................................................................... 17
Gambar 2.7. Diagram Polarisasi Suatu Logam Dengan Penambahan Inhibitor
Katodik ....................................................................................... 18
Gambar 2.8. Struktur Molekul Aniline ............................................................. 21
Gambar 2.9. Struktur molekul Benzenethiol ..................................................... 21
Gambar 2.10. Struktur molekul 2-Aminobenzenethiol ...................................... 22
Gambar 2.11. Daun Teh Hijau .......................................................................... 23
Gambar 2.12. Struktur Kimia Kafein dan EGCE............................................... 23
Gambar 2.13. Mekanisme Pembentukan Senyawa Kompleks ........................... 24
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian .............................................................. 26
Gambar 3.2. Skematis Bentuk Kupon ............................................................. 29
Gambar 4.1. Grafik Pengurangan Berat Terhadap Konsentrasi ........................ 34
Gambar 4.2. Grafik Laju Korosi Terhadap Konsentrasi ................................... 35
Gambar 4.3. Grafik Efisiensi Terhadap Konsentrasi ........................................ 35
Gambar 4.4. Grafik perubahan pH terhadap Konsentrasi ................................ 37
Gambar 4.5. Grafik Perubahan Potensial Logam Terhadap Konsentrasi .......... 38
Gambar 4.6. Teh Hijau Merk “x” yang digunakan sebagai Inhibitor................ 40
Gambar 4.7. Struktur Kimia Polifenol Teh (EGCG, R1 = OH dan R2 = galloyl;
ECG, R1 = H dan R2 = galloyl; untuk EGC, R1 = OH dan R2 = H’
untuk EC, R1 = H dan R2 = H) ................................................... 41
Gambar 4.8. Struktur Kimia dari EGCE.......................................................... 42
Gambar 4.9. Struktur Kimia Kafein ................................................................ 42
xiii Universitas Indonesia
Gambar 4.10. Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial Pada
Sistem tak Terinhibisi Pada Kondisi Sebelum dan Sesudah
Pengujian .................................................................................... 45
Gambar 4.11. Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial Pada Sistem
Terinhibisi Dengan Penambahan 2 ml Pada Kondisi Sebelum dan
Sesudah Pengujian ...................................................................... 46
Gambar 4.12. Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial Pada
Sistem Terinhibisi Dengan Penambahan 4 ml Pada Kondisi
Sebelum dan Sesudah Pengujian ................................................. 46
Gambar 4.13. Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial Pada
Sistem Terinhibisi Dengan Penambahan 6 ml Pada Kondisi
Sebelum dan Sesudah Pengujian ................................................. 47
Gambar 6.1. Foto Sampel Tanpa Penambahan Inhibitor Sebelum Pencelupan .. 56
Gambar 6.2. Foto Sampel Tanpa Penambahan Inhibitor Setelah Pencelupan .... 56
Gambar 6.3. Foto Sampel Tanpa Penambahan Inhibitor Setelah Pickling ......... 56
Gambar 6.4. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 2ml Sebelum
Pencelupan ................................................................................. 57
Gambar 6.5. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 2ml Setelah
Pencelupan ................................................................................. 57
Gambar 6.6. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 2ml Setelah Pickling ...
.................................................................................................. 57
Gambar 6.7. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 4ml Sebelum
Pencelupan ................................................................................. 58
Gambar 6.8. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 4ml Setelah
Pencelupan ................................................................................. 58
Gambar 6.9. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 4ml Setelah Pickling
................................................................................................... 58
Gambar 6.10. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 6ml Sebelum
Pencelupan ................................................................................. 59
Gambar 6.11. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 6ml Setelah
Pencelupan ................................................................................. 59
Gambar 6.12. Foto Sampel Dengan Penambahan Inhibitor 6ml Setelah Pickling
xiv Universitas Indonesia
................................................................................................... 59
Gambar 6.13. Air Rendaman Tanpa dan Dengan Penambahan Inhibitor (kiri-
kanan, atas kebawah) tanpa inhibitor, dengan penambahan inhibitor
2ml, 4ml, dan 6ml ....................................................................... 60
Gambar 6.14. Air Rendaman Setelah pengujian (kiri-kanan) tanpa inhibitor,
dengan penambahan inhibitor 2ml, 4ml, dan 6ml ........................ 60
xv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Distribusi Kualitas Ketahanan Korosi Suatu Material ...................... 24
Tabel 3.1. Data luas permukaan, massa, dan densitas ....................................... 28
Tabel 4.1. Komposisi baja SPCC ..................................................................... 33
Tabel 4.2. Data Pengurangan Berat Kupon ...................................................... 33
Tabel 4.3. Data Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor ......................................... 34
Tabel 4.4. Data pH Larutan.............................................................................. 36
Tabel 4.5. Data Perubahan pH Larutan ............................................................ 36
Tabel 4.6. Data Potensial Logam ..................................................................... 37
Tabel 4.7. Data Perubahan Potensial logam ..................................................... 38
Tabel 4.8. Rata – rata pH dan Potensial Awal – Akhir Logam .......................... 45
xvi Universitas Indonesia
DAFTAR RUMUS
1. Persamaan 2.1.
= .
. .
Ket : K = konstanta (3.65 x 106)
W = kehilangan berat (gram)
D = densitas (gram/cm3)
A = luas permukaan yang terendam (cm2)
T = waktu (jam)
2. Persamaan 2.2.
ℎ = 100%
Ket :
XA = laju korosi tanpa penambahan inhibitor (mpy)
XB = laju korosi dengan penambahan inhibitor (mpy)
3. Persamaan 3.1.
=
Ket : = massa jenis (gr/cm3)
m = berat sampel (gram)
p = panjang (cm)
l = lebar (cm)
t = tinggi (cm)
4. Persamaan 3.2. = 0,4
5. Persamaan 3.3. ( ) = ( ) / + 0,222
xvii Universitas Indonesia
DAFTAR NOTASI
ρ = Massa jenis (gr/cm3)
W0 = Berat awal sampel baja karbon rendah (gr)
W1 = Berat akhir sampel baja karbon rendah (gr)
∆W = Pengurangan berat sampel baja karbon rendah (gr)
CR = Corrosion rate (mpy)
E0 = Potensial awal sampel baja karbon rendah (V vs SHE)
E1 = Potensial akhir sampel baja karbon rendah (V vs SHE)
xviii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Foto Pengamatan Sampel Tanpa Penambahan Inhibitor ......... 56
LAMPIRAN 2. Foto Pengamatan Sampel Dengan Penambahan Inhibitor Teh
Hijau 2ml .............................................................................. 57
LAMPIRAN 3. Foto Pengamatan Sampel Dengan Penambahan Inhibitor Teh
Hijau 4ml .............................................................................. 58
LAMPIRAN 4. Foto Pengamatan Sampel Dengan Penambahan Inhibitor Teh
Hijau 6ml .............................................................................. 59
LAMPIRAN 5. Foto Pengamatan Air Rendaman Sebelum dan Sesudah
Penambahan Inhibitor ........................................................... 60
LAMPIRAN 6. Foto Pengamatan Setelah Pengujian Rendam ........................ 60
LAMPIRAN 7. Hasil Spectroscopy Baja SPCC di CMPFA ............................ 61
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Korosi adalah suatu proses degradasi material atau hilangnya material baik
secara kualitas maupun kuantitas akibat adanya proses reaksi kimia dengan
lingkungannya. Korosi juga didefinisikan sebagai hasil kerusakan dari reaksi
kimia antara logam atau logam paduan dengan lingkungannya[1]. Korosi adalah
proses alami yang tidak dapat dihentikan atau terus terjadi selama logam kontak
dengan lingkungannya. Namun proses korosi dapat diminimalisir dan
dikendalikan atau diperlambat lajunya dengan memperlambat proses
perusakannya[7].
Dalam perkembangannya, proses korosi sudah meliputi semua lingkup
bidang yang berhubungan dengan penggunaan logam seperti pada bidang
manufaktur, minyak dan gas, otomotif, pembuatan besi dan baja,dll. Dalam
bidang minyak dan gas, korosi merupakan masalah serius karena dapat
mengakibatkan kerugian baiks secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian
langsung dari korosi dapat berupa biaya penggantian komponen, biaya perawatan,
over-design, dll, sedangkan untuk kerugian tidak langsung seperti plant shutdown,
lost production, kontaminasi produk, dll[1].
Untuk mengatasi korosi, umumnya terdapat 4 metode dasar dalam
pengendalian dan perlindungan korosi, yaitu :
1. Proteksi Katodik (cathodic protection)
Proteksi yang melindungi anoda daro proses oksidasi dengan
memperlakukannya sebagai katoda.
2. Pelapisan (coating)
Proteksi yang mengisolasi permukaan logan dari kontak dengan
lingkungannya sehingga proses dapat diminimalisir.
3. Inhibitor
Proteksi dengan mengendalikan korosi melalui penambahan sedikit zat
kimia sehingga mengubah lingkungan kerja menjadi tidak korosif
4. Pemilihan material dan desain (material selection and design)
2
Universitas Indonesia
Pengendalian korosi dengan melakukan pemilihan serta desain yang
tepat dimana efektif untuk menegah beberapa jenis korosi.
Inhibitor merupakan pengendalian proses korosi dengan penambahan
suatu zat atau senyawa kima dalam jumlah yang sangat sedikit (10-80 ppm) pada
suatu lingkungan tertentu sehingga dapat menurukan laju korosinya dengan
mengubah lingkungannya menjadi tidak korosif.
Inhibitor menggunakan penambahan zat atau senyawa kimia baik secara
sintetis maupun organik. Dalam aplikasi saat ini diberbagai bidang industri,
penggunaan inhibitor sintesis masih lebih dipercaya karena sudah memiliki
khasiat dan bukti memiliki kemampuan untuk mengendalikan dan memperlambat
korosi. Selain itu, inhibitor sintesis mudah didapat dan efektif. Namun efek
samping dari penggunaan inhibitor sintetis masih cukup beresiko dan berbahaya
baik dalam segi keamanan maupun kesehatan dan dalam penggunaan secara terus-
menerus, harga relatif mahal, dan tidak ramah lingkungan[9]
Di abad 21 ini, masyarakat sudah mulai sadar akan bahaya dari
penggunaan berbagai bahan sintetis dan mencoba untuk menggunakan bahan –
bahan alami, maka munculah istilah “kembali ke alam” (back to nature). Istilah
ini banyak dikampanyekan dan mulai dipergunakan oleh berbagai lapisan
masyarakat untuk menggunakan bahan – bahan dari alam dalam berbagai aplikasi.
Begitu juga dengan inhibitor, banyak bahan dari alam yang berpotensi untuk
dikembangkan menggantikan bahan – bahan sintetis yang tidak ramah
lingkungan. Dari penelitian Stupnisek-Lisac(2002) menyatakan bahwa inhibitor
korosi untuk logam yang paling efektif adalah senyawa – senyawa organik[10].
Bahan – bahan dari alam umumnya merupakan bahan yang aman dan ramah
dengan lingkungan. Selain itu bahan organik memiliki persedian yang melimpah
di alam namun masih terdapat tantangan untuk bagaimana kita dapat mengolah
dan memanfaatkan secara sinergis dan baik dalam penggunaanya.
Inhibitor organik yang saat ini dikembangkan biasanya berasal dari
tumbuhan atau buah – buahan yang diekstrak dan umumnya yang mengandung
atom yang memiliki pasangan elektron bebas seperti N, O, P, S, dll. Atom ini
akan berfungsi sebagai ligan dalam pembentukan senyawa kompleks dimana
senyawa kompleks dapat membentuk lapisan untuk menghambat proses
3
Universitas Indonesia
oksidasi[9]. Terdapat beberapa penelitian terhadap bahan organik diantaranya
penelitian Fraunhofer (1996) yang membuktikan bahwa ekstrak daun tembakau,
kopi, dan teh cukup efektif sebagai inhibitor untuk beberapa sampel logam pada
lingkungan larutan garam. Keefektifan bahan organik tersebut sebagai inhibitor
karena ekstraknya mengandung unsur nitrogen untuk membentuk senyawa
kompleks.
Selain unsur tersebut, terdapat senyawa anti oksidan pada berbagai bahan
organik diduga dapat menghentikan proses oksidasi. Menurut Indigomerie, anti-
oksidan didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memperlambat terjadinya
proses oksidasi.
Dengan definisi tersebut maka dalam penelitian ini teh hijau yang secara
komposisi banyak mengandung zat anti-oksidan serta senyawa organik lainnya
akan dimanfaatkan sebagai inhibitor organik untuk material baja SPCC dalam
lingkungan air laut. Lingkungan air laut mengkondisikan berbagai aplikasi dari
aplikasi equipment yang digunakan di lingkungan atau di air laut itu tersendiri
seperti pada pipa – pipa di industri minyak dan gas, water cooling system, proses
destilasi, dll.
Pada penelitian ini akan digunakan teh hijau sebagai bahan inhibitor
organik pada material baja SPCC dalam lingkungan laut. Teh hijau yang memiliki
kandungan anti-oksidan yang tinggi dapat digunakan sebagai penghambat proses
oksidasi. Teh hijau yang banyak terdapat tumbuh di negara beriklim tropis,
banyak tersedia, dan cukup murah dibanding bahan lainnya dapat dimanfaatkan
dan dijadikan sebagai bahan inhibitor organik di masa depan dan mengurangi
penggunaan bahan sintetis dalam mengendalikan korosi.
1.2. Perumusan Masalah
Korosi merupakan fenomena alam yang akan selalu ada ketika suatu
logam kontak langsung dengan lingkungannya. Namun fenomena ini hanya
membawa dampak buruk terhadap berbagai struktur yang disusun atas material
logam karena dapat menyebabkan perpatahan atau kerusakan. Korosi juga
memberikan kerugian dari segi ekonomi. Menurut berbagai penelitian, untuk
mengatasi masalah korosi adalah dibutuhkan biaya sebesar 1-5% dari Gross
4
Universitas Indonesia
National Product (GNP). Penelitian lainnya dari FHWA (The Unites States
Federal Highway Administration) yang menyatakan bahwa biaya langsung
tentang berbagai permasalahan korosi termasuk pencegahan berbagai bidang di
negara Amerika Serikat mencapai hingga $276 miliar dimana merupakan 3,1%
dari GDP (Gross Domestic Product)[12].
Korosi pada bidang minyak dan gas sangat rentan terjadi terutama pada
bagian jalur pipa distribusi atau peralatan yang berhubungan atau kontak dengan
lingkungan yang korosif seperti dengan air laut. Air laut termasuk lingkungan
korosif yang memiliki banyak faktor seperti kandungan oksigen, kandungan
garam, mikrobiologi, dll. Pada pipa dan peralatan di pipa elbow, suction pump,
dll, sering terjadi korosi pada internalnya. Biasanya dalam penarikan minyak
mentah, tidak hanya crude oil yang diangkat tetapi juga ikut terangkat gas, air
laut, mineral, dll. Kontaminasi dari air laut salah satunya dapat menyebabkan
terjadinya korosi pada internal pipa dan peralatan yang mengakibatkan kebocoran
dan mengganggu proses produksi.
Pencegahan dapat dilakukan dengan penambahan zat inhibitor dimana zat
tersebut dapat mengubah kondisi lingkungan kerja dan penggunaanya dalam
jumlah yang sangat sedikit baik secara periodik atau kontinyu. Umumnya
inhibitor yang digunakan adalah inhibitor sintetis. Inhibitor sintetis memang
terbukti efektif, namun memiliki efek samping yang cukup berbahaya karena
bahan ini tidak ramah lingkungan dan berbahaya untuk kesehatan bagi manusia.
Pemanfaatan bahan organik sudah seharusnya dilakukan dengan sebaik
mungkin. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan teh hijau sebagai bahan
inhibitor organik. Teh hijau memiliki kandungan anti-oksidan dan senyawa
organik lainnya sehingga dalam penelitian ini akan dilihat seberapa efektif teh
hijau dapat menghambat terjadinya korosi pada lingkungan air laut. Bila teh hijau
efektif dalam menghambat korosi pada lingkungan laut dibandingkan bahan
organik dan sintetis lain, maka inhibitor ini dapat dijadikan bahan inhibitor
organik yang aman untuk kesehatan, ramah lingkungan, aman, dan bio-
degradable dimasa depan.
5
Universitas Indonesia
1.3. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui pengaruh teh hijau sebagai inhibitor organik pada lingkungan
air laut
b. Mengetahui laju korosi dengan dan tanpa penambahan inhibitor teh hijau
pada lingkungan air laut.
c. Mengetahui efisiensi teh hijau sebagai inhibitor organik
d. Mengetahui konsentrasi teh hijau yang efektif sebagai inhibitor organik.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
a. Teh hijau sebagai inhibitor organik akan diberikan pada larutan air laut
yang merepresentasikan kondisi air laut sebenarnya.
b. Sampel yang digunakan adalah baja SPCC
c. Konsentrasi teh hijau yang digunakan adalah 10 gpl dengan beda
penambahan masing – masing sampel yaitu 2 ml, 4 ml, dan 6ml.
d. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kehilangan berat dengan
lama waktu perendaman adalah 3 hari.
e. Perhitungan laju korosi menggunakan metode kehilangan berat (weight
loss) sesuai dengan standar ASTM G1-03
f. Laruta rendam adalah air laut dengan volume yang disesuaikan dengan
batas minimum volume kontak larutan terhadap permukaan sampel sesuai
dengan standar ASTM G31-72
1.5. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, sistematika penulisan disusun agar konsep dalam
penulisan skripsi menjadi berurutan sehingga akan didapat kerangka alur
pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut dapat diartikan dalam
bentuk banyak bab-bab yang saling berkaitan dengan yang lain. Bab-bab tersebut
diantaranya :
Bab 1 Pendahuluan
Membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan
penelitian, ruang lingkung penelitian, dan sistematika penulisan.
6
Universitas Indonesia
Bab 2 Teori Penunjang
Membahas mengenai teori korosi secara umum baik pengertian dan jenis – jenis
korosi perlindungan terhadap korosi, aspek dan teoritis inhibitor, dan korosi pada
lingkungan air laut
Bab 3 Metodologi Penelitian
Membahas mengenai diagram alir penelitian, alat dan bahan yang diperlukan
untuk penelitian, dan prosedur penelitian.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Membahas mengenai pengolahan data yang didapat dari penelitian serta
menganalisa hasil penelitian bai berupa angka, gambar, dan grafik, serta
membandingkan dengan teori dan literatur
Bab 5 Penutup
Membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta
saran-saran yang bisa dimanfaatkan berdasarkan hasil penelitian.
7
Universitas Indonesia
BAB 2
TEORI PENUNJANG
2.1 Prinsip Dasar Korosi
Korosi adalah proses degradasi suatu material atau hilangnya suatu
material baik secara kualitas maupun kuantitas akibat adanya proses reaksi
elektrokimia dengan lingkungannya. Korosi juga didefinisikan sebagai hasil
perusakan dari reaksi kimia antara logam atau logam paduan dan
lingkungannya[1]. Lingkungan dari terjadi korosi dapat berupa udara, air, larutan
garam, larutan asam, dll.
Korosi dapat terjadi atau berlangsung saat memiliki komponen yang
menjadi syaratnya yaitu[14]:
1. Anoda
Sebagai tempat terjadinya reaksi oksidasi. Reaksi yang terjadi
adalah pelarutan atau teroksidasinya logam menjadi ionnya. Reaksi
yang terjadi dapat diuraikan sebagai:
M → Mn+ + ne-
Sebagai contoh reaksi oksidasi pada besi (Fe) : Fe →Fe2+ + 2e-
2. Katoda
Sebagai tempat terjadinya reaksi reduksi. Pada reaksi reduksi akan
terjadi pengikatan elektron yang mengalami migrasi yang
dilepaskan oleh anoda dalam proses oksidasi. Reaksi reduksi yang
terjadi sendiri tergantung dari kondisi lingkungan (pH) dan
elektrolitnya. Faktor – faktor tersebut akan mempengaruhi rekasi
reduksi yang terjadi. Terdapat beberapa reaksi reduksi yang terjadi
yaitu[1]:
a. evolusi gas hidrogen : 2H+ + 2e- → H2
b. reduksi oksigen
asam :O2 + 4H+ + 4e- → 2H2O
basa/netral : 2H2O + O2 + 4e- → 4OH-
c. reduksi air : 2H2O + 2e- → H2 + 2OH-
d. pengendapan logam : Mn+ + ne- → M
8
Universitas Indonesia
3. Lingkungan yang konduktif sebagai tempat pergerakan ion
(elektrolit)
Reaksi korosi terjadi saat berada di lingkungan dimana lingkungan
tersebut dapat menjadi tempat pergerakan ion.
4. Hubungan elektrik antara anoda dan katoda untuk aliran dari arus
elektron
Gambar 2.1 Skema Proses Korosi Pada Fe di Larutan Netral dan Basa
Proses yang terjadi pada korosi adalah proses elektrokimia yang
merupakan reaksi reduksi dan oksidasi yang terjadi secara spontan[1]. Pada rekasi
oksidasi terjadi pelarutan logam menjadi ion nya dan ion-ionnya tersebut akan
bereaksi dengan lingkungan menjadi “rust” atau produk korosi. Produk korosi
yang dihasilkan seperti Fe(OH)2. Proses elektrokimia dari korosi bila terdapat
elektrolit. Salah satu elektrolit yang menyebabkan korosi adalah di dalam larutan
(aqueous). Terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi korosi di sistem elektrolit
cair (aqueous) diantaranya[15]:
1. Komponen ion larutan dan konstentrasinya
2. pH (tingkat keasaman)
3. Kadar oksigen
4. Tempeatur dan transfer panas
5. Kecepatan (pergerakan fluida)
9
Universitas Indonesia
2.2. Jenis – Jenis Korosi
Terdapat beberapa jenis korosi yang terjadi di kehidupan sehari – hari.
Jenis – jenis ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menyebabkan berbeda –
beda bentuk korosi baik dari segi proses, mekanisme, kondisi, lingkungan sekitar,
dan berbagai faktor lainnya. Jenis korosi tersebut antara lain[1]:
1. Korosi seragam
2. Korosi galvanik
3. Korosi celah (crevice)
4. Korosi sumuran (pitting)
5. Environtmentally Induced Corrosion
6. Hydrogen Damage
7. Korosi batas butir
8. Dealloying
9. Korosi erosi
Berbagai jenis korosi tersebut diperngaruhi oleh berbagai macam faktor. Pada
elektrolit atau aplikasi air laut dapat terjadi beberapa jenis korosi dari jenis korosi
diatas antara lain:
a. Korosi Seragam (Uniform)
Korosi seragam adalah jenis korosi yang umum terjadi pada berbagai
peralatan yang terbuat dari logam. Karakteristik dari korosi ini terjadi pada bagian
permukaan dan dimana pada bagian permukaan mengalami reaksi elektrokimia
yang sama sehingga seluruh permukaan mengalami penghilangan material
menjadi ionnya. Lingkungan korosif harus mengekspose sama untuk semua
bagian dari permukaan logam. Akibat dari korosi jenis ini adalah logam akan
kehilangan ketebalan per unit waktu. Korosi atmosfer adalah contoh yang
memungkinkan terjadinya korosi seragam
Gambar 2.2 Contoh Korosi Seragam
10
Universitas Indonesia
b. Korosi Galvanik
Korosi ini terjadi ketika dua buah logam digabung atau terhubung pada suatu
elektrolit yang korosif. Logam yang memiliki potensial yang kurang mulia (lebih
negatif dalam deret galvanik) akan bersifat anodik sedangkan pada logam lain
yang potensialnya lebih mulia (lebih positif dalam deret galvanik) akan bersifat
katodik. Sehingga korosi pada anoda akan terjadi lebih cepat dan pada katoda
akan terjadi terlaindungi dan terjadi reaksi reduksi.
Gambar 2.3. Contoh Korosi Galvanik
c. Korosi erosi
Korosi ini terjadi akibat adanya fluida yang korosif dan aliran fluida yang
berkecepatan tinggi. Namun pada aliran yang lamban menyebabkan rendahnya
laju korosi. Bila pergerakan fluida sangat cepat maka fluida korosif akan
mengerosi secara fisik dan menghilangkan lapisan produk pelindung korosi.
Selain itu dengan adanya lumpur atau pasir akan semakin meningkatkan serangan
dari korosi erosi.
Terdapat beberapa tipe dari korosi erosi yaitu korosi cavitasi dimana
disebabkan pecahnya gelembung udara (bubles) yang dihasilkan oleh perubahan
tekanan disepanjang permukaan yang terkspose fluida dengan kecepatan tinggi.
Ledakan dari gelembung ini dapat merusak lapisan film dan mengeluarkan
partikel dari logam. Tipe lainnya adalah fretting dimana terjadi akibat adanya
pergerakan berulang akibat dari getaran atau dari logam dengan padatan lainnya.
Gambar 2.4. Skema Korosi Erosi
11
Universitas Indonesia
2.3. Faktor lingkungan Terhadap Korosi Logam di Lingkungan Air Laut
Air laut adalah campuran kimia kompleks dimana memiliki beberapa
tingkatan setiap unsur pada sistem periodik. Dalam aplikasinya faktor tersebut
tidak memberikan efek secara individu namun saling terhubung setiap efek dari
berbagai faktor tersebut. Faktor – faktor tersebut adalah[16]:
a) Komposisi kimia air laut
Total kandungan garam pada air laut sering disebut dengan salinitas.
Garam – garam pada air laut merupakan fluida yang korosif. Dalam
mengukur kadar garam dari air laut dengan melihat kadar klorin. Salinitas
dari air laut dapat dirumuskan sebagai berikut[16]:
Salinitas = 1.80655 x klorin.
Selain itu kandungan air laut yang umumnya mengandung garam NaCl
antara 3-3.5% memiliki kadar oksigen terlarut yang paling optimum[1].
b) Konduktivitas elektrik
Dari berbagai penelitian menyimpulkan bahwa air laut memiliki
konduktivitas listrik yang sangat tinggi hingga mencapai 250 kali lebih
tinggi dibanding air lain. Dengan tingginya konduktivitas air laut maka
ketahanan dari elektrolit tidak terlalu penting dalam mempengaruhi arus
korosi. Selain itu area yang terkena dampak korosi pada lingkungan air
laut lebih luas dibandingkan dengan lingkungan lainnya.
c) Senyawa halogen
Senyawa halogen seperti klorida, bromida, iodida pada air laut mempunyai
efek yang penting terhadap korosi dimana secara prinsip kekuatannya
menyebabkan pecahnya lapisan oksida secara terlokalisasi. Selain itu ion
ini juga merupakan faktor dalam perambatan dari inisiasi korosi setelah
pecahnya lapisan pasif.
d) Korosi atmosfer
Atmosfer di sekitar air laut memiliki agresifitas yang lebih tinggi daripada
atmosfer lainnya karena adanya pengaruh air laut yang menguap. Uap air
yang mengandung garam – garam air laut dapat mengkorosi peralatan
disekitar laut atau berada lingkungan laut.
12
Universitas Indonesia
e) pH
pH air laut umumnya adalah berada pada range 8.1-8.3 dimana pada range
tersebut terdapat kesetimbangan antara ion – ion di dalam air dan karbon
dioksida dari atmosfer. Ketika konsentrasi CO2 berkurang oleh proses
fotosintesis, keasaman dari air laut akan meningkat hingga pH lebih dari 9.
Bila terjadi dekomposisi oleh organisme laut yang menghasilkan
hilangnya oksigen dan menghasilkan H2S akan dapat menurunkan pH
dibawah 8. Namun normalnya pH air laut berada diatas tingkat evolusi
hidrogen sehingga proses yang terjadi adalah reduksi oksigen.
f) Oksigen
Oksigen memainkan peranan yang penting dalam reaksi katodik dan
mengkontribusi terbentuknya pasifitas pada baja tahan karat dan
pembentukan lapisan pelindung oksida pada logam seperti aluminum dan
titanium. Namun bila terlarut dalam air laut, dapat berperan penting dalam
proses korosi. Kesetimbangan oksigen di dalam air laut dipengaruhi oleh
tumbuhan laut dan organisme. Kandungan oksigen pun memiliki variasi di
setiap kedalaman air laut dapat menghasilkan arus korosi dimana berakibat
timbulnya korosi akibat bedanya aerasi disetiap kedalaman.
Efek oksigen terlarut dapat terlihat pada Gambar 2.5. berikut.
Gambar 2.5. Pengaruh oksigen terlarut pada korosi baja karbon rendah pada air destilasi (temperatur 25oC dan perendaman 48 jam) yang mengandung 165 ppm CaCl2[22]
13
Universitas Indonesia
Laju korosi memiliki nilai optimum pada kadar oksigen dengan jangkauan
10 – 15 ppm. Dari grafik ini terlihat walaupun kadar oksigen yang terlarut
sedikit masih terlihat adanya korosi yang terjadi walaupun laju korosinya
kecil. Adanya proses agitasi atau stirring dapat meningkatkan transport
pelarutan oksigen dan meningkatkan laju korosi. Oksigen terlarut sering
mempunyai variabel akses untuk tujuan berbeda pada permukaan yang
lebih besar. pH yang lebih rendah terdapat di daerah anoda (di bawah
deposit karat oksida) sedangkan di sekelilingnya merupakan daerah katoda
(ber-pH tinggi) yang dihasilkan dari reaksi reduksi oksigen terlarut[31].
g) Gas terlarut lainnya
Terdapat gas terlarut lainnya yang dapat mengkontribusi terjadinya korosi.
Air laut umumnya mengandung CO2 yang setimbang dengan atmosfer.
Selain itu terdapat polusi amonia yang dapat mengkontribusi terjadinya
stress corrosion cracking bila terakumulasi bersama oksigen serta terdapat
H2S dan sulfida yang dihasilkan oleh sulfate reducing bacteria yang
akibatnya dapat menimbulkan korosi sumuran (pitting)
h) Gelembung udara
Gelembung udara yang secara mekanis dihasilkan oleh beberapa mesin
seperti pompa scoops propellers, dan lain-lain dimana dapat meningkatkan
agresifitas serangan impingement.
i) Temperatur
Temperatur pada air laut juga merupakan salah satu faktor dalam proses
korosi. Air laut pada daerah tropis dapat menghasilkan barrier untuk
difusi oksigen akibat pertumbuhan yang cepat organisme laut, sedangkan
pada air laut yang dingin seperti di laut artik, sedikitnya organisme laut
mengurangi difusi oksigen sehingga meningkatkan kelarutan oksigen.
2.4. Perlindungan Korosi
Korosi merupakan proses alami dimana tidak dapat dihentikan atau terus
terjadi selama logam berkontak dengan lingkungannya, namun proses ini dapat
diminimalisir dan dikendalikan atau diperlambat lajunya dengan memperlambat
proses perusakannya dengan melindungi logamnya[7]. Dalam perlindungan korosi,
14
Universitas Indonesia
terdapat beberapa pendekatan diantaranya pendekatan termodinamika melalui
diagram Pourbaix, pendekatan kinetika melalui proteksi katodik, pendekatan
lapisan pelindung melalui proteksi anodik, coating, dan inhibitor, dan pendekatan
struktur desain, kontrol lingkungan, dan metallurgical design.
Metode perlindungan yang dijabarkan sebelumnya dapat diaplikasikan
berdasarkan jenis, karakteristik, aplikasi dari material tersebut, kondisi
lingkungan, biaya, dan efektivitas serta efisiensi. Pada material logam umumnya
menggunakan perlindungan proteksi katodik, pelapisan (coatings), dan inhibitor.
2.4.1. Proteksi Katodik
Proteksi katodik adalah salah satu metode dari sekian banyak metode yang
telah digunakan secara luas untuk pencegahan korosi dan mitigasinya. Dimana
prinsipnya dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi korosi pada
berbagai logam dan paduannya dari berbagai ekspose larutan elektrolit[1]. Proteksi
ini bisa juga diprinsipkan dengan memperlakukan logam yang dilindungi sebagai
katoda dengan menerapkan arus searah untuk mengalirkan elektron ke arah logam
yang dilindungi. Sistem proteksi ini efektif untuk struktur – struktur yang
terbenam didalam larutan atau didalam tanah. Sistem proteksi ini banyak
diaplikasikan pada struktur – struktur kapal laut, jettie, instalasi pipa dan tangki
baik dibawah tanah atau bawah laut dan lain – lain. Pemberian arus searah terbagi
menjadi dalam perlindungan ini yaitu dengan menerapkan anoda korban
(sacrificial anode) dan dengan pemberian arus tanding (impressed current)[1].
Sistem proteksi dengan anoda korban memiliki prinsip yang sama dengan
korosi galavanik. Prinsip dari anoda korban adalah dengan menghubungkan
logam yang akan dilindungi dengan logam lain yang lebih reaktif dimana dapat
dihubungkan dalam suatu media elektrolit sehingga akan diperoleh arus listrik
dari reaksi galvanik yang terjadi. Arus yang timbul akibat adanya perbedaan
potensial pada logam yang dilindungi dengan logam yang akan dikorbankan
sehingga arus akan mengalir dari logam yang lebih noble menuju yang lebih
reaktif. Umumnya jenis logam yang digunakan sebagai anoda korban adalah
logam aluminum, seng, dan magnesium dalam berbagai paduan dengan komposisi
tertentu.
15
Universitas Indonesia
Sistem arus tanding adalah sistem proteksi dimana dengan meyuplai arus
dari rectifier ke suatu anoda sehingga logam terlindungi (sebagai katoda). Arus
yang disuplai dari rectifier diatur hingga mendapatkan suatu potensial proteksi
untuk logam yang dilindungi dan yang dijadikan anoda biasanya adalah logam
yang lebih noble atau inert.
2.4.2. Coatings
Coatings merupakan merupakan suatu cara pengendalian korosi dengan
memberikan lapisan pelindung pada logam sehingga logam terisolasi dari
lingkungannya yang korosif. Coating biasa diberikan pada seluruh permukaan
logam sehingga reaksi antara permukaan logam dengan lingkungan mengalami
pernghambatan. Lapisan isolator ini akan menghambat aliran arus listrik diseluruh
permukaan logam yang dilindungi. Untuk aplikasi misalnya baja, metode coatings
cukup efektif untuk dikombinasikan dengan metode proteksi katodik dalam
peningkatan efektifitas[15].
Umumnya coating dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Pelapis logam : electroplating, electroless plating, hot-dip galvanizing,
pack cementation, cladding, thermal spraying, dan physical vapor
deposition
2. Pelapis anorganik : anodizing, chromate filming, phospate coating,
nitriding,dan lapisan pasif
3. Pelapis organik : barrier effect, sacrificial effect, dan inhibitio effect
2.4.3. Inhibitor
Inhibitor adalah zat yang ditambahkan dalam jumlah yang relatif kecil (10-
80ppm) ke dalam lingkungan yang korosif sehingga mengubah lingkungan dan
menurunkan laju korosinya. Inhibitor memiliki beberapa mekanisme kerja secara
umum yaitu[8]:
a) Inhibitor teradsorbsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu
lapisan tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini
tidak terlihat dengan mata biasa namun dapat menghambat
penyerangan lingkungan terhadap logam.
16
Universitas Indonesia
b) Melalui pengaruh lingkungan (seperti pH) menyebabkan inhibitor
dapat mengendap dan selanjutnya teradsorpsi pada permukaan logam
serta melindunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup
banyak dan lapisan dapat diamati dengan mata telanjang.
c) Inhibitor lebih dahulu mengkorosi logamnya dan menghasilkan suatu
zat kimia dan lalu mengalami adsorpsi dari produksi korosi untuk
membentuk lapisan pasif pada permukaan
d) Inhibitor menghilangkan konstituen yang agresif dari lingkungannya.
Inhibitor sendiri akan terjadi reaksi antara lingkungan dan logamnya, mekanisme
dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Interface inhibition : interaksi inhibitor dengan permukaan
logam sehingga membentuk lapisan tipis pada permukaan logam
tersebut
2. Interpahes inhibition : interaksi yang terjadi dengan menurunkan
tingkat korosifitas lingkungan seperti mengurangi kadar oksigen,
pengaturan pH, netralisasi gas bersifat asam, dll.
Inhibitor dapat mempengaruhi polarisasi dari anodik dan katodik.
Pengaruh terhadap polarisasi ini adalah bila suatu sel korosi terdapat 4 komponen
yaitu katoda, anoda, elektrolit, dan arus, maka inhibitor dapat menaikan polarisasi
anodik atau katodik dan menaikan tahanan listrik dari rangkaian melalui
pembentukan lapisan tipis pada permukaan. Pengaruh polarisasi ini dapat terlihat
dalam pengujian polarisasi.
2.4.3.1. Klasifikasi Inhibitor
Inhibitor dalam dalam bagaimana mekanisme inhibitor tersebut bekerja
dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu [4]:
A. Inhibitor Anodik
Inhibitor ini bekerja dengan mengurangi laju korosi suatu logam dengan
memperlambat reaksi elektrokimia melalui pembentukan lapisan pasif
dipermukaan logam sehingga logam terlindungi dari korosi. Dengan adanya
penambahan inhibitor jenis inhibitor anodik ini, maka akan terjadi perubahan
anodik yang cukup signifikan pada potensial korosinya sehingga memaksa
17
Universitas Indonesia
logam membentuk lapisan pasif dan menggeser potensial korosinya ke nilai
lebih noble. Inhibitor anodik itu sendiri terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
Oxidizing anions, merupakan jenis inhibitor anodik dimana
membutuhkan oksigen dalam pembentukan lapisan pasif. Contoh
dari jenis ini adalah kromat, nitrit, dan nitrat.
Non-oxidizing ions, merupakan jenis inhibitor dimana tidak
membutuhkan oksigen dalam pembentukan lapisan pasif. Contoh
dari jenis ini adalah phospat, tungstat, dan molybdat.
Inhibitor anodik ini sendiri paling banyak diaplikasikan dan paling
efektif diantara jenis inhibitor lainya[4]
Gambar 2.6. Diagram Polarisasi Suatu Logam Dengan Penambahan Inhibitor Anodik
B. Inhibitor Katodik
Inhibitor jenis ini bekerja dengan menghambat reaksi katodik suatu logam
akibat pembentukan suatu persipitat di wilayah katoda yang dapat
meningkatkan impedansi permukaan sekaligus membatasi reaksi reduksi
untuk melindungi logam tersebut. Perlindungan terjadi akibat penghambatan
reaksi reduksi yang terjadi di katoda sehingga otomatis reaksi di anoda juga
berkurang atau terhambat karena reaksi yang terjadi di anoda dan katoda
berjalan setimbang dan spontan. Dari inhibitor katodik ini terbagi menjadi tiga
jenis yaitu:
18
Universitas Indonesia
Racun katoda, jenis yang menghambat reaksi evolusi hidrogen.
Contoh dari jenis ini adalah sulfida, selenida, arsenat, bismunat,
dan antimonat
Persipitat katoda, jenis yang dapat mengendap membentuk oksida
sebagai lapisan pelindung pada logam. Contoh dari jenis ini
adalah kalsium, seng, dan magnesium
Oxygen scavenger, jenis yang dapat mengikat oksigen terlarut
sehingga mencegah reaksi reduksi oksigen pada katoda. Contoh
dari jenis ini adalah hidrasin, natrium, sulfit, dan hidroksil amin
HCl.
Gambar 2.7. Diagram Polarisasi Suatu Logam Dengan Penambahan Inhibitor Katodik
C. Inhibitor Persipitasi
Inhibitor jenis ini bekerja dengan membentuk persipitat di seluruh
permukaan logam yang berperan sebagai lapisan pelindung untuk
menghambat reaksi anodik dan katodik logam tersebut secara tidak langsung.
Contoh dari jenis inhibitor ini adalah silikat dan phospat. Natrium silikat
baik digunakan sebagai water softener untuk mencegah terjadinya rust water.
Namun pemakaian sangat dipengaruhi pH dan saturation index. Selain itu
phospat juga membutuhkan oksigen untk meningkatkan efektivitas kerjanya.
19
Universitas Indonesia
Silikat dan phospat sangat berguna untuk sistem lingkungan dimana aditifnya
tidak bersifat racun
D. Inhibitor organik
Inhibitor ini bekerja dengan membentuk senyawa kompleks yang
mengendap pada permukaan logam sebagai lapisan pelindung yang bersifat
hidrofobik yang dapat menghambat reaksi logam dengan lingkungannya.
Reaksi yang terjadi dapat berupa reaksi anodik, reaksi katodik, atau keduanya.
Hal ini bergantung dari reaksi pada permukaan logam dan potensial logam
tersebut[17]. Selain itu juga dapat berfungsi untuk menetralisir konstituen
korosif dan mengabsorbsi konstituen korosif tersebut. Penggunaan dengan
konsentrasi yang tepat dapat mengoptimalkan perlindungan pada seluruh
logam[4].
Inhibitor organik akan teradsorpsi pada permukaan tergantung dari muatan
inhibitor dan muatan logam untuk membentuk ikatan dari senyawa kompleks
tersebut. Sebagai contoh kation inhibitor seperti amin atau anion inhibitor
seperti sulfonat akan teradsorpsi tergantung muatan logam tersebut apakah
negatif atau positif. Efektivitas dari inhibitor organik dipengaruhi oleh
komposisi kimia, struktur molekul, dan gugus fungsi, ukuran, dan berat
molekul, serta afinitas inhibitor terhadap logamnya[4].
E. Volatile Corrosion Inhibitor
Inhibitor jenis ini bekerja dengan menurunkan tingkat korosifitas
lingkungan dari suatu logam yang ingin dilindungi berada sebagai senyawa
yang dialirkan melalui lingkungan tertutup menuju lingkungan korosif
tersebut dengan cara penguapan dari sumbernya. Inhibitor jenis ini yang
sering digunakan morpholine, hydrazine pada boiler. Senyawa tersebut
dialirkan sebagai uap untuk mencegah korosi pada bagian condenser tubes
untuk menetralkan suasana asam dan menggeser pH kesuasana yang tidak
terlalu asam. Pemakaian yang efisien dari inhibitor dari jenis ini dapat
menghasilkan proses inhibisi secara cepat dan dapat digunakan untuk jangka
waktu yang lama[4].
20
Universitas Indonesia
2.4.3.2. Mekanisme Adsorpsi Inhibitor Organik
Pada jenis inhibitor organik, terjadi proses adsorpsi pada permukaan
logam untuk membentuk lapisan senyawa kompleks. Namun dalam adsorpsi
terbagi menjadi 3 mekanisme yaitu[6]:
a) Physical adsorption
Mekanisme ini terbentuk hasil dari interaksi elektrostatik antara inhibitor
dengan permukaan logam. Logam yang diberi muatan positif akan
mengikat inhibitor dengan muatan negatif. Begitu juga dengan sebaliknya.
Ikatan ini terbentuk dengan cepat dan bersifat bolak – balik namun mudah
hilang atau rusak dari permukaan logam.
b) Chemisorption
Mekanisme ini terbentuk dari transfer atau membagi muatan antara
molekul dari inhibitor dengan permukaan logam. Jenis adsorpsi ini sangat
efektif karena sifatnya tidak bolak – balik namun dalam pembentukannya
berjalan lebih lambat.
c) Film Forming
Mekanisme jenis ini dipengaruhi oleh struktur inhibitor, komposisi larutan
sebagai media elektrolit, sifat bawaan dari logam, dan potensial
elektrokimia pada lapisa antar muka logam-larutan. Adsorpsi inhibitor
organik biasanya melibatkan minimal dua dari jenis adsorpsi di atas yang
berjalan simultan. Sebagai contoh, adsorpsi inhibitor organik pada logam
di lingkungan HCl adalah kombinasi chemisorptions-physical adsorption
yang memberikan perlindungan fisik dan kimiawi[17].
Mekanisme – mekanisme adsorpsi diatas dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya struktur inhibitor, komposisi larutan, sifat dari logam, dan potensial
elektrokimia pada lapisan antar muka logam-larutan. Mekanisme adsorpsi secara
umum diawali dengan dengan pertukaran molekul air (physical adsorption) yang
terabsorbsi pada permukaan logam melalui reaksi[6]:
(Inhibitor)solven + (nH2O)ads (Inhibitor)ads + (nH2O)ads
21
Selanjutnya inhibitor yang telah teradsopsi bereaksi (chemisorptions) dengan
kation logam yang telah teroksidasi [18].
Mn+ + (Inhibitor)ads M(Inhibitor)n+ads
Adsorpsi di atas membentuk senyawa kompleks pada lapisan antar muka
logam-larutan yang disebut organo metallic complex layer yang dapat
menghambat reaksi permukaan[17]. Lapisan yang teradsorpsi tersebut dapat
bertindak sebagai pelindung wilayah anodik, wilayah katodik, ataupun keduanya.
Kecenderungan fungsi anodik-katodik dari inhibitor organik dapat dilihat dari
desain dan struktur inhibitor organik tersebut.
Inhibitor organik dapat berperan sebagai berikut yaitu[17]:
1. Proton Acceptors, yaitu inhibitor organik yang menerima muatan positif dari
larutan asam sehingga bermuatan positif (kation) dan bermigrasi ke katoda.
Karena itu struktur inhibitor organik yang seperti ini memiliki fungsi katodik
dan banyak digunakan pada lingkungan asam. Contohnya antara lain anilines,
quinolines, dan aliphatic amines.
Gambar 2.8. Struktur Molekul Aniline
2. Electron Acceptors, yaitu inhibitor organik yang memiliki kemampuan untuk
menerima elektron dan efektif untuk korosi dengan reaksi anodik. Struktur
inhibitor organik ini memiliki kepadatan elektron yang tinggi dan pada larutan
asam diasumsikan memiliki muatan negatif. Contohnya antara lain organic
peroxides, organic thiols, dan kromat.
Gambar 2.9. Struktur Molekul Benzenethiol
22
Universitas Indonesia
3. Mixed Molecules, yaitu inhibitor organik yang memiliki lebih dari satu gugus
utama pada struktur molekulnya dengan proton acceptor pada satu gugus
utama dan electron acceptor pada gugus utama yang lain (inductomeric).
Salah satu sifat ini akan dominan tergantung pada kondisi lingkungan. Karena
inhibitor jenis ini dapat bertindak sebagai inhibitor katodik atau anodik,
inhibitor ini juga disebut inhibitor ambiodic. Contohnya adalah 2-
aminobenzenethiol. Struktur seperti ini juga memungkinkan inhibitor
ambiodic untuk membentuk garam dari dua gugus utama tersebut dan dapat
membebaskan ion organik pada lingkungan asam seperti HCl yang dapat
mengurangi tingkat keasaman lingkungan tersebut.
Gambar 2.10. Struktur Molekul 2-Aminobenzenethiol
Selain dari desain dan strukturnya, fungsi tersebut juga dapat dilihat dari
kecenderungan perubahan potensial korosi logamnya. Perubahan ke arah yang
lebih positif menunjukkan penghambatan proses anodik. Perubahan ke arah yang
lebih negatif menunjukkan penghambatan proses katodik. Sedangkan perubahan
nilai potensial yang kecil menunjukkan penghambatan proses anodik dan
katodik[4].
2.5. Teh Hijau
Teh hijau merupakan salah satu inhibitor yang sedang dikembangkan
sebagai inhibitor organik. Teh hijau yang memiliki nama latin camellia sinesis
merupakan salah satu jenis teh dalam proses pengolahannya tanpa proses
fermentasi. Teh hijau sendiri memiliki kandungan antioksidan yang tinggi.
Menurut Indigomore, anti oksidan dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang
dapat memperlambat proses oksidasi. Antioksidan adalah molekul yang memiliki
interaksi dengan aman terhadap molekul yang mengandung satu atau lebih
23
Universitas Indonesia
elektron tak berpasangan[12]. Salah satu kandungan dari teh hijau yang merupakan
komponen senyawa antioksidan adalah polifenol.
Gambar 2.11. Daun Teh hijau
Polifenol termasuk kedalam kelompok flavanol yang juga dikenal sebagai
katekin. Katekin utama dari teh hijau adalah adalah epicatehcin (EC), epicatehcin
galan (ECG), Epigalochatecin dan Epichatecin gallate (EGCE). Unsur katekin
memiliki kandungan hingga mencapai 210 mg% (International Symposium on
Health and Tea,1998). Selain kandungan polifenol, terdapat juga kandungan
kafein yang cukup besar yaitu sekitar 40 mg% (International Symposium on
Health and Tea,1998). Unsur ini termasuk senyawa yang mengandung atom N, O,
P, S, dan atom – atom yang memiliki pasangan elektron bebas.
Gambar 2.12. Struktur Kimia Kafein dan EGCE[9,18]
. Unsur dari senyawa tersebut mengandung pasangan elektron bebas akan
berfungsi sebagai ligan atau pendonor elektron dalam membentuk senyawa
kompleks. Reaksi antara Fe2+ dengan inhibitor ekstrak bahan alam menghasilkan
senyawa kompleks. Inhibitor dari ekstrak bahan alam yang mengandung nitrogen
mendonorkan sepasang elektronnya pada permukaan logam mild steel ketika ion
Fe2+ terdifusi ke dalam larutan elektrolit, reaksinya adalah: Fe Fe2+ + 2e-
(melepaskan elektron) dan Fe2+ + 2e- Fe (menerima elektron). Produk senyawa
kompleks yang dihasilkan adalah [Fe(NH3)6]2+ tersebut memiliki kestabilan yang
tinggi dibanding dengan Fe.
24
Universitas Indonesia
Gambar 2.13. Mekanisme Pembentukan Senyawa Kompleks[9]
2.6. Perhitungan Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor
2.6.1. Perhitungan Laju Korosi
Salah satu dari corrosion monitoring adalah dengan mengetahui laju
korosi pada logam dari suatu struktur sehingga dari dengan mengetahui laju
korosi kita dapat memprediksi kapan dan berapa lama struktur itu dapat bertahan
terhadap serangan korosi[1]. Teknik monitoring korosi dapat dibagi menjadi
beberapa metode yaitu kinetika (weight loss) dan elektrokimia (diagram
polarisasi, linear polarization resistance, electrochemical impedance
spectroscope, potensial korosi, dan electrochemical noise)[20].
Metode weight loss atau kehilangan berat merupakan metode yang dapat
digunakan untuk mendapatkan laju korosi. Prinsip dari metode ini adalah dengan
menghitung banyaknya material yang hilang atau kehilangan berat seterlah
dilakukan pengujian rendaman sesuai dengan standar ASTM G 31-72. Dengan
menghitung massa logam yang telah dibersihkan dari oksida dan massa tersebut
dinyatakan sebagai massa awal lalu dilakukan pada suatu lingkungan yang korosif
seperti pada air laut selama waktu tertentu. Setelah itu dilakukan penghitungan
massa kembali dari suatu logam setelah dibersihkan logam tersebut dari hasil
korosi yang terbentuk dan massa tersebut dinyatakan sebagai massa akhir. Dengan
mengambil beberapa data seperti luas permukaan yang terendam, waktu
perendaman dan massa jenis logam yang di uji maka bisa dihasilkan suatu laju
korosi. Persamaan laju korosi dapat ditunjukan pada persamaan berikut :
( ) = , .. .
(2.1)
Dimana : W = kehilangan berat (gr)
D = massa jenis (gr/cm3)
A = luas permukaan yang direndam (cm2)
T = waktu (jam)
25
Universitas Indonesia
Semakin besar laju korosi suatu logam maka semakin cepat material
tersebut untuk terkorosi. Kualitas ketahanan korosi suatu material dapat dilhat
pada Tabel 2.1.[1]: Tabel 2.1. Distribusi Kualitas Ketahanan Korosi Suatu Material
Metode weight loss sering digunakan pada skala industri dan laboratorium
karena peralatan sederhana dan hasil cukup akurat[22], namun dari pengujian
dengan metode weight loss dalam mendapatkan suatu laju korosi memiliki
kelemahan. Kelemahan tersebut adalah tidak dapat mendeteksi secara cepat
perubahan yang terjadi saat proses korosi, perhitungan kupon yang tidak dapat
diterjemahkan secara langsung dari peralatan, korosi lokalisasi tidak dapat dilihat
langsung tanpa pemindahan kupon dari tempat pengujian, dan bentuk korosi yang
tidak dapat dideteksi[23].
2.6.2. Efisiensi Inhibitor
Dalam penggunaan inhibitor dapat ditentukan efisiensi dari penggunaan
inhibitor tersebut. Semakin besar efisiensi inhibitor tersebut maka semakin baik
inhibitor tersebut untuk diaplikasikan di lapangan. Penghitungan efisiensi
didapatkan melalui presentase penurunan laju korosi dengan adanya penambahan
dibandingkan dengan laju korosi yang tanpa ditambahkan inhibitor. Penghitungan
ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
ℎ = 100% (2.2)
Dimana Xa = laju korosi tanpa inhibitor (mpy)
Xb = laju korosi dengan inhibitor (mpy).
26
Universitas Indonesia
BAB 3
Metodologi Penelitian
3.1. Diagram Alir Penelitian
Literatur
Pengambilan data
Pencelupan sampel selama 3 hari
Penambahan 15 tetes inhibitor teh hijau 6ml; ukur pH dan
potensial awal
Penambahan 10 tetes inhibitor teh hijau 4ml; ukur pH dan
potensial awal
Penambahan 5 tetes inhibitor teh hijau 2ml; ukur pH dan potensial
awal
Tanpa Inhibitor;ukur pH dan potensial awal
Wadah D Wadah C Wadah B Wadah A
Uji Kandungan Pembuatan inhibitor teh hijau 10 gpl
Pembuatan Larutan
Uji komposisi, pengambilanfoto sampel, dan penimbangan berat
awal sampel Preparasi sampel
Analisa data dan pembahasan
Mulai
Selesai
27
Universitas Indonesia
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
1. Mesin Potong
2. Mesin bor
3. Mata bor diameter 4 mm
4. Kertas amplas #100
5. Timbangan digital
6. pH meter digital
7. Multitester
8. Jangka sorong
9. Benang
10. Wadah plastik PET untuk perendaman
11. Cutter dan gunting
12. Elektroda standar Ag/AgCl
13. penggaris
14. Kamera digital tipe SLR
15. Beaker glass
16. Pinset
17. Hair dryer
18. Magnetic stearer
19. Ultrasonic agitator
3.2.2. Bahan
1. Baja SPCC
Dimensi baja SPCC : 30 mm x 20 mm x 1 mm
Densitas : dipilih 5 baja SPCC yang telah berbentuk kupon secara
acak untuk penghitungan densitas. Panjang, lebar, dan tebal diukur
dengan jangka sorong dan massa dengan timbangan digital. Densitas
yang didapat adalah
=
(3.1)
Dimana : massa jenis (gr/cm3) p : panjang (cm)
l : lebar (cm) t : tinggi (cm)
28
Universitas Indonesia
Tabel 3.1. Data Luas Permukaan, Massa, dan Massa Jenis
sampel panjang (cm)
lebar (cm)
tinggi (cm)
massa (gr)
massa jenis (gr/cm3)
1 3.01 2.03 0.1 4.75 7.773759063 2 3.03 2.1 0.095 4.73 7.824842635 3 3.07 2.13 0.097 4.57 7.204875604 4 3.05 2.07 0.1 4.68 7.412687099 5 3.08 2.13 0.1 4.77 7.270898116
rata - rata 3.048 2.092 0.0984 4.7 7.490764035
Dari kelima sampel diatas, maka didapat densitas rata – rata dari
kupon SPCC adalah : , , , , , = 7.491
2. Teh hijau kering merk “x”
3. Air laut
4. Toluena
5. Acetone
6. HCL 37% “Merck” dan inhibitor Barracor 12M sebagai zat pickling
Masukan HCL 12M sebanyak 200 ml dan tambahkan 2 ml
inhibitor barracor kedalam beaker glass 500ml
7. NaHCO3
Siapkan magnetic stearer dan letakkan beaker glass 500 ml
diatasnya.
Nyalakan magnetic stearer dan masukan NaHCO3 hingga berlebih
dan tidak larut untuk mendapatkan larutan tak jenuh
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Immersion test (ASTM G31-72)
3.3.1.1. Persiapan Awal
1. Persiapan Kupon
Lembaran baja SPCC yang berukuran 200mm x 300mm dengan
ketebalan 1mm dipotong – potong menjadi bentuk kupon dengan ukuran
kupon 30mm x 20mm sebanyak 12 buah. Hasil pemotongan didapat setiap
29
Universitas Indonesia
sampel berukuran 30mm x 20mm x 1mm. kupon diamplas dengan kertas
amplas #100 untuk menghilangkan oksida dan karat yang menempel pada
permukaan. Lakukan pengukuran massa kupon dari masing – masing sampel
dan catat massa masing – masing sampel. Sampel yang telah siap dilakukan
penomoran atau pemetaan sebagai berikut:
Tiga buah kupon dengan untuk uji rendam tanpa penambahan
inhibitor.
Tiga buah kupon dengan untuk uji rendam dengan penambahan
sebanyak 2 ml teh hijau konsentrasi 10gpl.
Tiga buah kupon dengan untuk uji rendam dengan penambahan
sebanyak 4 ml teh hijau konsentrai 10gpl.
Tiga buah kupon dengan untuk uji rendam dengan penambahan
sebanyak 6 ml teh hijau konsentrai 10gpl.
2. Persiapan Larutan Rendam
Larutan rendam yang digunakan adalah air laut asli bukan sintetis
untuk mengaplikasikan pada lingkungan sebenarnya. Air laut yang diperlukan
sebanyak 520ml untuk tiap pengujian pada satu kupon, maka disiapkan air
laut sebanyak 6240ml untuk 12 sampel kupon dan ukur pH awal air laut.
Larutan rendam yang diperlukan dihitung berdasarkan standar ASTM
G31-72 yaitu (3.2)
Gambar 3.2. Skematis Bentuk Kupon
Luas permukaan sampel:
= (2 x p x l) + (2 x p x t) + (2 x l x t) - (2πr2) + (t x 2πr)
= (2 x 30 x 20) + (2 x 30 x 1) + (2 x 20 x 1) - (2 x 3,14 x 22) + (1 x 2 x
3,14 x 2) = 1287,44 mm2
Volume minimal = 1287,44 x 0,4 = 514,976 ml ≈ 520 ml
r = 2 mm l = 20 mm
p = 30 mm
t = 1 mm
30
Universitas Indonesia
3. Persiapan Inhibitor
Dalam pembuatan inhibitor dengan konsentrasi 10 gpl diperlukan 2
gram daun teh hijau kering, tuang kedalam beaker glass, lalu tambahkan 200
ml aqudes panaskan dan aduk dengan magnetic stearer untuk menyeduh daun
teh hijau dan mendapatkan teh hijau dengan konsentrasi 10 gpl. Saring ampas
dari teh hijau dan tunggu dingin lalu siap digunakan sebagai inhibitor.
4. Pengamatan Visual
Sampel difoto dibagian permukaan dengan kamera digital untuk
mendapatkan penampakan permukaan sebelum, sesudah dilakukan uji
rendam, dan sesudah pembersihan.
3.3.1.2. Langkah Kerja Uji Rendam
1. Tuangkan 520 ml air laut ke masing – masing 12 buah wadah yang
digunakan untuk uji rendam.
2. Setiap kupon yang sudah dilubangi dimasukan benang dan diikat sehingga
kupon dapat digantung dengan benang. Kupon yang telah diikat benang
lalu digantung pada benang yang telah diikat pada bagian atas botol pada
bagian atas wadah sehingga kupon dapat ditenggelamkan ke dalam
larutan rendam pada posisi konstan.
3. Masukan inhibitor dan lakukan penomoran untuk identifikasi dalam
memudahkan pengamatan visual sebagai berikut :
a. Tanapa penambahan inhibitor untuk pengujian rendam pada 3
wadah dengan penomoran A1, A2, dan A3.
b. Penambahan 2ml pada 3 wadah dengan penomoran B1, B2, dan
B3.
c. Penambahan 4 ml pada 3 wadah dengan penomoran C1, C2, dan
C3
d. Penambahan 6 ml pada 3 wadah dengan penomoran D1, D2, dan
D3
31
Universitas Indonesia
3.3.1.3. Pembersihan Kupon (NACE RP0775-2005)
1. Setelah lama perendaman selesai sesuai waktu yang telah ditentukan (3
hari), keluarkan kupon dari rendaman dan lakukan dokumentasi dengan
kamera digital pada sampel kupon setelah perendaman.
2. Celupkan kupon kedalam toluena selama waktu tertentu yang bertujuan
untuk menghilangkan minyak atau lemak pada permukaan kupon. Setelah
itu cuci dengan acetone dan keringkan dengan hair dryer.
3. Setelah lakukan pengeringan, masukan sampel kupon kedalam beaker
glass yang telah berisi larutan HCL 12M dengan kadar 37% “Merck” dan
telah ditambahkan inhibitor barracor sebanyak 2 ml untuk proses pickling
dan menghilangkan scale dari produk korosi. Lakukan proses ini
dilakukan di dalam mesin ultrasonic agitator.
4. Celupkan kupon kedalam larutan NaHCO3 lewat jenuh selama 1 menit
untuk menghilangkan suasana asam setelah dari proses pickling
sebelumnya lalu bilas dengan aquadesh
5. Celupkan kembali kupon kedalam acetone dan keringkan dengan hair
dryer. Setelah kering lakukan penghitungan massa sesudah pembersihan
dan foto kupon
III.4. Pengambilan Data
Data – data dalam pengujian ini yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. pH Larutan
Pengambilan data pH larutan dilakukan dengan menggunakan pH meter
digital. Sensor pada bagian ujung pH meter dicelupkan setelah dilakukan
kalibrasi kedalam larutan rendam baik sebelum dilakukan perendaman
dan setelah proses perendaman berakhir.
2. Potensial Logam
Pengukuran nilai potensial dilakukan dengan menggunakan multitester.
Multitester menggunakan 3 pengukuran pada 3 angka dibelakang koma
dimana bagian positif dihubungkan dengan sampel dan bagian negatif
dihubungkan dengan elektroda standar Ag/AgCl, sehingga didapat
potensial Ag/AgCl.
32
Universitas Indonesia
Potensial yang didapat lalu dikonversi ke dalam SHE sesuai dengan
persamaan[1] yaitu:
Potensial V vs SHE = V vs Ag/AgCl + 0.222 (3.3)
3. Berat Akhir Sampel
Setelah dilakukan pembersihan pada kupon dengan proses pickling sesuai
standar NACE RP0775-2005, sampel ditimbang kembali berat akhirnya
dengan timbangan digital untuk mengukur setelah dilakukan perendaman
dan diolah untuk mendapatkan berat yang hilang dan laju korosi. Laju
korosi dapat menggunakan dengan metode kehilangan berat sesuai dengan
standar ASTM G1-03.
4. Pengamatan Visual
Sampel yang telah dilakukan perendaman dilakukan dokumentasi
menggunakan kamera digital SLR untuk melihat dan mengamati oksida –
oksida serta lapisan yang terbentuk pada sampel.
33
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian
4.1.1. Pengujian Spectroscopy Baja SPCC
Baja SPCC yang digunakan sebagai sampel diuji Spectroscopy di CMPFA
(Center for Material Processing and Failure Analysis) untuk mengetahui
komposisinya. Baja yang digunakan merupakan baja karbon SPCC dengan
komposisi sebagai berikut: Tabel 4.1. Komposisi Baja SPCC
Fe(%) C(%) Si(%) Mn(%) Cr(%) Al(%)
99.7 0.054
34
Universitas Indonesia
Gambar 4.1. Grafik Pengurangan Berat Terhadap Konsentrasi
4.1.3. Data Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor Tabel 4.3 Data Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor
Kupon Status Inhibitor ∆W (gr)
Corrosion Rate
(MPY)
Rata - rata CR (MPY)
Efisiensi Inhibitor(%)
A 1 Tanpa Inhibitor
0.0149 7.4032 6.6414
2 0.0122 6.0617 3 0.013 6.4592
B 1 Penambahan 2ml
0.01 4.9686 5.5483
16.4589 2 0.0102 5.0680 3 0.0133 6.6082
C 1 Penambahan 4ml
0.0094 4.6705 4.5877
30.9227 2 0.0093 4.6208 3 0.009 4.4717
D 1 Penambahan 6 ml
0.0078 3.8755 3.8921
41.3965 2 0.0078 3.8755 3 0.0079 3.9252
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0 2 4 6 8
Wei
ght L
oss
(gr)
Konsentrasi (ml)
Grafik Pengurangan Berat terhadap Konsentrasi
weigth loss (gr)
wieght loss rata-rata (gr)Linear (weigth loss (gr))
35
Universitas Indonesia
Gambar 4.2. Grafik Laju Korosi Terhadap Konsentrasi
Gambar 4.3. Grafik Efisiensi Inhibitor Terhadap Konsentrasi
0.0000
1.0000
2.0000
3.0000
4.0000
5.0000
6.0000
7.0000
8.0000
0 2 4 6 8
Corr
osio
n Ra
te(M
PY)
Konsentrasi (ml)
Grafik Corrosion Rate Terhadap Konsentrasi
CR(mpy)
Rata-rata CR (mpy)
Linear (CR(mpy))
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 2 4 6 8
Efis
iens
i (%
)
Konsentrasi (ml)
Grafik Efisiensi Terhadap Konsentrasi
efisiensi (%)
36
Universitas Indonesia
4.1.4. Perubahan pH Larutan Tabel 4.4. Data pH Larutan
Kupon Status Inhibitor pH
pH Awal
Rata-rata pH awal
pH Akhir
Rata-rata pH akhir
Corrosion Rate (CR)
A 1 Tanpa Inhibitor 7.1 7.1 7.6 7.600 6.6414 2 7.1 7.5 3 7.1 7.7
B 1 Penambahan 2ml 7.1 7.067 7.5 7.433 5.5483 2 7.1 7.4 3 7 7.4
C 1 Penambahan 4ml 6.9 6.9 7.3 7.233 4.5877 2 6.9 7.2 3 6.9 7.2
D 1 Penambahan 6ml 6.9 6.9 7 7.133 3.8921 2 6.9 7.2 3 6.9 7.2
Tabel 4.5. Data Perubahan pH Larutan
Kupon Status Inhibitor pH
Rata-rata pH
awal
Rata-rata pH
akhir
Perubahan pH
Perubahan pH(%)
A 1 Tanpa Inhibitor 7.1 7.600 0.500 7.042 2 3
B 1 Penambahan 2ml 7.067 7.433 0.366 5.184 2 3
C 1 Penambahan 4ml 6.9 7.233 0.333 4.826 2 3
D 1 Penambahan 6ml 6.9 7.133 0.233 3.377 2 3
37
Universitas Indonesia
Gambar 4.4. Grafik Perubahan pH terhadap Konsentrasi
4.1.6. Perubahan Potensial Tabel 4.6. Data Potensial Logam
Kupon Status Inhibitor
Potensial
E0 (E vs Ag/AgCl)
(mv)
Rata-rata E0 (E vs
Ag/AgCl)(mv)
E1 (E vs Ag/AgCl) (mv)
Rata-rata E1 (E vs
Ag/AgCl) (mv)
A 1
Tanpa Inhibitor
-423 -423
-661 -661.33 2 -420 -663
3 -425 -660
B 1
Penambahan 2ml
-482 -487
-644 -639.667 2 -477 -635
3 -502 -640
C 1
Penambahan 4ml
-602 -560
-675 -678.33 2 -590 -670
3 -488 -690
D 1
Penambahan -633
-631 -690
-686.667 2 -625 -680 3 -635 -690
6.86.9
77.17.27.37.47.57.67.7
0 1 2 3 4
pH
Hari
Grafik Perubahan pH
Tanpa Inhibitor
Penambahan 2ml
Penambahan 4ml
Penambahan 6ml
38
Universitas Indonesia
Tabel 4.7. Data Perubahan Potensial Logam
Kupon Status Inhibitor
Potensial
Rata-rata E0 (E vs
Ag/AgCl)(mv)
Rata-rata E1 (E vs
Ag/AgCl) (mv)
Rata-rata Perubahan E (E vs Ag/AgCl)
(mv)
Rata-rata perubahan E
(%)
A 1
Tanpa Inhibitor -423 -661.33 238.663 118.934 2
3
B 1
Penambahan 2ml -487 -639.667 152.667 57.61 2
3
C 1
Penambahan 4ml -560 -678.33 118.33 35.001 2
3
D 1
Penambahan -631 -686.667 55.667 13.611 2 3
Gambar 4.5. Grafik Perubahan Potensial logam Terhadap Konsentrasi
4.2. Pembahasan
4.2.1. Analisis Pengujian Spectroscopy Baja SPCC
Dari hasil pengujian spectrosopy pada baja sebagai sampel dalam
pengujian rendam maka dapat disimpulkan baja ini termasuk merupakan baja
karbon rendah. Unsur – unsur yang menyusun dari baja ini adalah Fe (99.7%)
0
50
100
150
200
250
300
0 2 4 6
Pote
nsia
l (m
V)
konsentrasi (ml)
Perubahan potensial
Perubahan potensial
39
Universitas Indonesia
sebagai unsur penyusun utama, dan unsur lain seperti C (0.054%), Si (,0.005%),
Mn (0.0064%), Cr (0.016%), Al (0.05%), Ni (
40
Universitas Indonesia
Gambar 4.6. Teh hijau merk “x” yang digunakan sebagai inhibitor organik
Kondisi awal semua sampel pengujian dalam keadaan bersih dari oksida
dan karat yang ada dengan pembersihan secara mekanis menggunakan kertas
amplas (Lampiran). Ketika sampel direndam pada rendaman lingkungan air laut
maka terjadi reaksi reduksi oksigen dan air pada katoda[1]. Reaksi reduksi yang
terjadi adalah sebagai berikut[1]:
2H2O + O2 + 4e- → 4OH-
Reduksi yang terjadi adalah reduksi oksigen karena rendaman dengan
lingkungan air laut memiliki kandungan oksigen yang optimum. Oksigen yang
terlarut pada air laut optimum saat kandungan NaCl mencapai 3-3,5%[1]. Hasil
dari reduksi ini adalah terbentuknya ion OH- dimana akan mengakibatkan
lingkungan menjadi lebih basa saat proses reduksi terjadi. Peningkatan pH pada
kondisi lingkungan dapat dilihat dari hasil pengukuran pH sebelum dan sesudah
pengujian dimana umumnya pengujian baik sistem terinhibisi dan tidak terinhibisi
mengalami peningkatan pH. Reduksi yang terjadi di katoda mempengaruhi reaksi
oksidasi yang ada di anoda dimana akan terjadi proses korosi. Hal ini terjadi
karena reaksi yang terjadi adalah reaksi spontan. Reaksi reduksi oksigen inilah
yang mengontrol laju korosi selain itu yang mempengaruhi juga adalah reaksi
reduksi hidrogen[2]. Korosi yang terjadi pada lingkungan air laut umumnya adalah
korosi seragam dan korosi pitting, bila terdapat aliran maka bisa terjadi korosi
erosi[16]. Reaksi yang terjadi pada baja di air laut adalah[1] :
Reaksi oksidasi (anoda) : Fe → Fe2+ + 2e-
Reaksi reduksi (katoda) : 2H2O + O2 + 4e- → 4OH-
Setelah proses pencelupan, permukaan sampel pada pada sistem yang
tidak terinhibisi mengalami korosi seragam terutama pada permukaan dan bagian
41
Universitas Indonesia
pinggir dari sampel yang menghasilkan scale sebagai produk dari korosi. Namun
pada sistem yang terinhibisi, korosi seragam yang terjadi tidak terlalu banyak dan
terbentuk lapisan tipis yang terbentuk pada permukaan logan dan mengendap.
Lapisan ini terbentuk akibat penambahan ekstrak teh hijau sebagai inhibitor
organik. Hal ini juga terlihat dari semakin besar konsentrasi atau penamba