15
JURNAL AGHINYA STIESNU BENGKULU Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019 ISSN 2621-8348.(Online) Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan Modernisme Kalangan Muda Perkotaan Ifansyah Putra 190 URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN MODERNISME KALANGAN MUDA PERKOTAAN (Studi Analisis Provinsi Bengkulu) Abstract The term Urban Sufism is a socio-political study of religion, both in terms of sacred rituals and daily life. Religion plays a role in all aspects of life down to social norms and procedures, such as in the way of dressing up to major rituals each year. This paper aims to see and analyze changes in the definition of traditional urban Sufism to Modern Urban Sufism. This paper uses a phenomenological approach by looking at the dynamics and socio- political developments that have occurred in Muslims lately, because Sufism has always been known as traditional circles, but urban communities have also started to take part in the development of Sufism by using modern access such as media. mainstream online. Keywords: (Urban Sufisme, Social Politic, Modern) Abstrak Istilah Urban Sufisme merupakan kajian sosiopolitik keagamaan, baik itu dalam hal ritual kesakralan hingga pada keseharian dalam berkehidupan. Agama berperan dalam segala aspek kehidupan hingga pada norma-norma dan tatacara social kemasyarakatan seperti halnya dengan cara berpakaian hingga pada ritual besar tiap tahunnya. Tulisan ini bertujuan untuk melihat dan menganalisis perubahan definisi Urban Sufisme tradisional kepada Urban Sufisme Modern. Tulisan ini menggunakan pendekatan fenomenologis dengan melihat dinamika dan perkembangan social politik yang terjadi pada umat Islam belakangan ini, oleh karena Sufisme selalu dikenal dengan kalangan tradisional saja, namun masyarakat perkotaan juga mulai untuk mengambil bagian dari perkembangan Sufisme tersebut dengan menggunakan akses modern seperti media-media online yang mainstrem. Kata Kunci: (Sufisme Urban, Sosial Politik, Modern) Ifansyah Putra Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu Email :[email protected]

URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

190

URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN

MODERNISME KALANGAN MUDA PERKOTAAN

(Studi Analisis Provinsi Bengkulu)

Abstract

The term Urban Sufism is a socio-political

study of religion, both in terms of sacred rituals and

daily life. Religion plays a role in all aspects of life

down to social norms and procedures, such as in the

way of dressing up to major rituals each year. This

paper aims to see and analyze changes in the

definition of traditional urban Sufism to Modern

Urban Sufism. This paper uses a phenomenological

approach by looking at the dynamics and socio-

political developments that have occurred in

Muslims lately, because Sufism has always been

known as traditional circles, but urban

communities have also started to take part in the

development of Sufism by using modern access

such as media. mainstream online.

Keywords: (Urban Sufisme, Social Politic, Modern)

Abstrak

Istilah Urban Sufisme merupakan kajian

sosiopolitik keagamaan, baik itu dalam hal ritual

kesakralan hingga pada keseharian dalam

berkehidupan. Agama berperan dalam segala aspek

kehidupan hingga pada norma-norma dan tatacara

social kemasyarakatan seperti halnya dengan cara

berpakaian hingga pada ritual besar tiap tahunnya.

Tulisan ini bertujuan untuk melihat dan

menganalisis perubahan definisi Urban Sufisme

tradisional kepada Urban Sufisme Modern. Tulisan

ini menggunakan pendekatan fenomenologis

dengan melihat dinamika dan perkembangan social

politik yang terjadi pada umat Islam belakangan

ini, oleh karena Sufisme selalu dikenal dengan

kalangan tradisional saja, namun masyarakat

perkotaan juga mulai untuk mengambil bagian dari

perkembangan Sufisme tersebut dengan

menggunakan akses modern seperti media-media

online yang mainstrem.

Kata Kunci: (Sufisme Urban, Sosial Politik, Modern)

Ifansyah Putra

Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Bengkulu

Email :[email protected]

Page 2: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

191

A. Urban Sufisme Sebagai Kajian

Teoritis

Urban sufisme merupakan wacana

yang menarik dalam dunia pemikiran

politik islambeberapa tahun belakang ini,

khususnya yang ada di Indonesia. Dalam

artikel yang ditulis oleh Arief Zamhari

dalam NU Online-Beranda Islam Indonesia

yang berjudul “"Urban Sufisme",

Perkembangan Positif dalam Dakwah

Islam.1. Menyebutkan bahwa hal ini

merupakan bentuk perkembangan yang

positif dari dakwah Islamiyah.

Mengindikasikan adanya perasaan kurang

dalam menjalankan ritual keagamaan yang

selama ini dijalankan sehingga masyarakat

perkotaan membutuhkan peningkatan

kualitas keimanan dengan berbagai metode

pendekatan yakni salah satunya dengan

melalui ‘urban sufisme’.

Perbedaan yang terjadi dalam

fenomena urban sufisme ini terhadap

konvensional sufisme adalah dengan tidak

melakukan baiat atau sumpah terhadap satu

kelompok tarekat tertentu, melainkan

1https://www.nu.or.id/post/read/8662/quot

urban-sufismequot-perkembangan-positif-dalam-

dakwah-islam. Diakses pada tanggal 26 Agustus

2020. 2Urban sufisme: jalan menemukan kembali

humanitas yang hilang akibat modernitas.

(Universitas Indonesia : Jurnal Tasawuf 1 (1). 2012).

Hlm. 107.

cukup dengan mengikuti kajian-kajian

ringan bahkan bisa hanya melalui media

online seperti youtube dan sejenisnya. Dari

segi amalan-amalan keseharian juga tidak

seberat yang dilakukan oleh konvesional

sufisme, namun urban sufisme dalam

melakukan rutinitas amalan tersebut tetap

mengikuti prinsip-prinsip yang ada pada

amalan konvensional sufisme yakni :

kontinuitas, kesadaran keikhlasan,

kebersihan niat dan tidak bertentangan

dengan ritual ibadah.2

Istilah urban sufisme sendiri

dikenalkan oleh Julia Day Howell3 yang

dalam tulisannya membahas mengenai

lahirnya gairah spiritual yang dialami oleh

masyarakat kelas menengah perkotaan.Hal

ini terjadi ketika masyarakat kelas

menengah perkotaan mengalami

keterpurukan berkompetisi dalam dunia

modernsme.Lebih keras Wasisto Jati4

menyebutkan bahwa pemaknaan sufisme

hanya berkutat pada bentuk pencarian

solusi masalah kehidupan, terlebih lagi

dengan adanya gesekan iklim perkotaan

3 Julia Day Howell, Revival Ritual and the

Mobilization of Late-modern Islamic Selves.

(University Western of Sydney: Journal of Relegion

and Political Pratice. 2015). Hlm. 47-57. 4Wasisto Jati, Sufisme Urban di Perkotaan

: Kentruksi Keimanan Baru Kelas Menengah

Muslim. (LIPI : Jurnal Kajian dan Pengembangan

Dakwah. 2015). Hlm. 175-199.

Page 3: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

192

yang sifatnya individualis dan hedonis

mengakibatkan ketidakjelasan pemaknaan

ritual keagamaan yang dialamai oleh

masyarakat neo-modernisme tersebut.

Pemaknaan urban sufisme menjadi

kontradiktif dalam tafsir politik hingga

causalitasnya, seperti yang disampaikan

oleh Rubaidi5 dalam antitesisnya.Tulisan

nya menyampaikan suatu sanggahan

terhadap Howell yang menyatakan bahwa

penelitian Howell hanya melihat focus

objek kajian dalam posisi outsider

saja.Menurut nya perlu kajian serius untuk

lebih dekat dan mendalam terhadap gerakan

social-keagamaan yang dilakukan oleh

jamaah majelis tersebut. Rubaidi

mencontohkan yang terjadi pada Majelis

Shalawat yang ada di Surabaya, dalam

kajian nya menyebutkan bahwa majelis

tersebut memiliki sanad ilmu yang kuat dan

tetap tersambung dengan para sufi

meinstrem seperti halnya tokoh sufi Abu

Hamid al-Ghazali, Suhrawardi al-Maqtul,

al-Qushayri dan sebagainya. Terlebih lagi

jamaah yang mengikuti majelis tersebut

tidak hanya berasal dari neo-modernisme

saja, melainkan juga dari kalangan

tradisionalis juga.

5Rubaidi, Reorientasi Ideologi Urban

Sufisme Di Indonesia Terhadap Relasi Guru Dan

Murid Dalam Tradisi Generik Sufisme Pada Majelis

Pergesekan definisi tersebut

melahirkan adanya tafsir social-politik baru

dalam fenomena urban sufisme masyarakat

kelas menengah perkotaan. Namun

demikian, hemat penulis dalam melihat

perdebatan ini memiliki kesamaan prinsip,

bahwa urban sufisme menitikberatkan

adanya bentuk usaha dalam pencarian

identitas individu untuk menjadi lebih

bijaksana yang sesuai dengan makna sufi

itu sendiri, walaupun entitas dan

instrument yang ada di dalam nya memiliki

sudut pandang yang berbeda-beda.

Sederhananya, bahwa masyarakat kelas

menengah perkotaan melakukan

pendekatan diri terhadap sakralitas

ketuhanan.

Hal ini menjadi fenomena yang

biasa dalam masyarakat kelas menengah

perkotaan, khususnya kota-kota besar yang

ada di Indonesia. Namun menjadi sedikit

tabu ketika fenomena ini terjadi di kota

yang sedang berkembang seperti halnya

yang ada di Bengkulu. Fenomena urban

sufisme sedang menyeruak beberapa tahun

belakang, dengan demikian menjadi

menarik untuk menjadi pembahasan serius

dalam kajian sosio-politik islam khususnya

yang ada di masyarakat kelas menengah

Shalawat Muhammad Di Surabaya. (Teosofi: Jurnal

Tasawuf dan Pemikiran Islam. 2015). Hlm. 294-320.

Page 4: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

193

Bengkulu. Terlebih lagi hal ini terjadi pada

kalangan muda, yang pada usia produktif

dan sedang pada fase pengembangan

identitas dan kualitas diri baik itu yang

masih bertatus sebagai pelajar dan juga

mahasiswa. Apakah factor teknologi virtual

yang menyebabkan hal ini terjadi, atau

mugkin bahkan kalangan muda perkotaan

sedang mengalami degradasi nilai dalam

tatanan kehidupan keseharian.

B. Problematika Menuju Urban Sufisme

Pada tahun 2017 Provinsi Bengkulu

dinobatkan oleh Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme (BNPT) selaku

provinsi yang memiliki potensi tindak

radikalisme yang tinggi, 58,58%.6 Bila

dilihat dari srtuktur masyarakat yang ada,

provinsi Bengkulu merupakan masyarakat

yang menjunjung tinggi nilai-nilai

toleransi, dibuktikan dengan banyaknya

suku etinis yang ada (Rejang 60,36%, Jawa

22,31%, Serawai 17,87%, Melayu

Bengkulu 7,93%, Lembak 4,95%,

Minangkabau 4,28%, Sunda 3,01%, Suku

pekal 10%, dan lain-lain 18,29%.)7,

pemelukagama yang juga terdapat Islam

(98,24%), Kristen (0,78%), Katholik

(0,62%), Hindu (0,24%), dan Budha

6 BNPT, Paparan Laporan Hasil Survei

Nasional Daya Tangkal Masyarakat Terhadap

Radikalisme di 32 Provinsi, Subdit Pembinaan

Masyarakat, Direktorat Pencegahan Deputi Bidang

Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi

BNPT, 2017.

(0,11%), sementara pemeluk Konghucu

kurang dari 0,01%)8. Dalam hal afiliasi

keagamaan, eksistensi NU dan

Muhammadiyah juga selalu menjadi

penyeimbang yang signifikan, dan

ditambah lagi tidak pernah munculnya

konflik yang berdasarkan suku, agama, ras

dan antar golongan (SARA).

Hal ini menjadi anomali ketika

BNPT menetapkan dari 4 wilayah

surveinya (Kota Bengkulu, Kabupaten

Bengkulu Utara, Kabupaten Bengkulu

Tengah, Kabupaten Seluma) menjadi

provinsi yang memiliki potensi tinggi

dalam tindak radikalisme nya. Berdasarkan

veriabel-variabel yakni kepercayaan

terhadap hukum, kesejahteraan, pertahanan

dan keamanan, keadilan, kebebasan, profil

keagamaan, dan juga kearifan lokal,

menunjukan adanya dimensi pemahaman,

sikap dan juga tindakan yang

memungkinkan kerawanan dan kerentanan

terjadinya atau adanya radikalisme-

terorisme. Oleh BNPT yang juga bekerja

sama dengan FKPT Bengkulu

mengkategorikan masyarakat Bengkulu

sebagai tingkat kewaspadaan dalam

kategori sedang menuju tinggi.

7 Indonesia’s Population: Ethnicity and

Relegion in a Changing Political Landscape.

Institute of Southeast Asian Studies. 2003. 8 Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu,

Bengkulu Dalam Angka 2015, (Bengkulu: BPS

Provinsi Bengkulu, 2015), hlm. 70.

Page 5: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

194

Awal mula timbulnya fenomena -

konflik- yang ada sekarang para sarjanawan

menyebutkan sebagai tindakan radikalisme,

baik itu yang mengatasnamakan agama

maupun kepentingan suatu golongan. Marx

Juegensmeyer mengatakan radikalisme

dapat dipahami sebagai suatu sikap atau

posisi yang mendambakan perubahan

terhadap status quo dengan jalan

penghancuran secara total, dan

menggantikannya dengan yang sama sekali

baru dan berbeda. Biasanya cara yang

digunakan bersifat revolusioner, yakni

dengan menjungkirbalikan nilai-nilai yang

ada secara drastis lewat kekerasan

(violence) dan aksi-aksi yang ekstrem.

Di Indonesia, tumbuh dan

berkembangnya gerakan keagamaan,

terlihat setelah runtuhnya Orde Baru.

Banyaknya gerakan Islam transnasional

yang muncul, Dalam sejarah kebangkitan

Islam, ada tiga gerakan transnasional

modern global yang semuanya berasal dari

Timur Tengah dan ketiganya disebut-sebut

berperan dalam kebangkitan Islam: (1) al-

Ikhwan al- Muslimun, gerakan yang

muncul di Mesir pada tahun 1928 di bawah

kepemimpinan Hasan al-Banna. Gerakan

ini lahir untuk merespon arus sekularisme

di Mesir; (2) Hizb al-Tahrir, gerakan yang

muncul di Yordania tahun 1952 di bawah

kepemimpinan Taqiyuddin an- Nabhani,

yang bercita-cita mengembalikan Khilafah

Islamiyyah di dunia Islam; (3)

Salafiyah/Salafy, gerakan yang muncul di

Saudi Arabia di bawah pimpinan

Muhammad bin Abdul Wahhab pada tahun

1745, yang mengumandangkan perang

terhadap praktek-praktek bid’ah, khurafat,

syirik, dan menyeru kembali kepada Al-

Qur`an dan Sunnah .Dari ketiga gerakan

radikalisme yang mengatasnamakan agama

tersebut menyebabkan gesekan horizontal

dalam masyarakat sehingga terjadi konflik

yang bersifat radikal.

Secara definitif radikalisme agama

adalah suatu paham yang merujuk pada

keyakinan sekelompok tertentu, yang

menginginkan dan melakukan perubahan

terhadap tata nilai agama yang dianggap

bertentangan dengan pemahaman mereka.

Hal tersebut ditempuh dengan cara

meruntuhkan sistem dan struktur yang

sudah ada sampai ke akar-akarnya dengan

cepat atas pertimbangn kebenaran yang

subjektif.

Radikalis, militan, fundamentalis,

ekstrimis, fanatis dan beberapa sebutan

lainnya yang sering digunakan para

sarjanawan untuk menyematkan pada suatu

kelompok yang menginginkan suatu

perubahan -baik itu eksternal maupun

internal. Beberapa istilah tersebut erat

Page 6: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

195

kaitannya dengan kelompok keagamaan,

khususny Islam sebagai agama. Artinya

agama Islam saat ini berkonotasi sebagai

agama yang buruk yang bukan lagi

memiliki defenisi sebagai agama yang

selamat, menyelamatkan, dan keselamatan.

Seperti yang dikatakanAli Masykur

Musa, bahwa Islam secara tegas

memeritahkan umatnya untuk berbuat

kebaikan kepada seluruh makhluk Allah

swt. Islam mengajarkan untuk berbuat adil,

toleran, saling menyayangi dan mengasihi

sesama manusia. Islam tidak pernah

mengajarkan makhluknya untuk berbuat

kekerasan, anarkisme, radikalisme apalagi

terorisme, bahkan Islam mengutuk semua

tindakan negatif tersebut. Namun akhir-

akhir ini, kemurnian Islam tercoreng oleh

sederet aksi terorisme yang

mengatasnamakan agama khususnya Islam.

Bahkan mereka berdalih bahwa tindakan

anarkis, radikal bahkan teror yang

dilakukan sebagai jihad. Oleh sebab itu

Islam kemudiaan menjadi tertuduh, diktitik,

disorot, dikecam, bahkan diberi label

sebagai agama teroris. Sikap curiga, benci,

serta ketakutan yang berlebihan terhadap

Islam kemudian menimbulkan apa yang

9 Ali Masykur Musa, Membumikan Islam

Nusantara, Respon Islam Terhadap Isu-Isu Aktual

(Cet. I; Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2014),

hlm. 126-127.

disebut Islamopobhia. Sehingga Islam

dijadikan sasaran untuk dihancurkan.9

Berdasarkan fenomena yang ada,

maka tentunya banyak faktor yang

melatarbelakangi hal tersebut dapat terjadi.

Salah satu faktor yang seringkali menjadi

pembahasan adalah mengenai

ketidakmampuan pemerintah dalam

mensejahterakan masyarakat dengan sistem

demokrasi saat ini. Dengan memahami

radikalisme sebagai strategi wacana10, isu

radikalisme berkait erat dengan upaya

individu-individu yang termarjinalkan

untuk meluapkan rasa kecewa yang

diakibatkan factor-faktor social, ekonomi

dan juga politik sehingga potensi tindakan

radikalisme semakin menyeruak ke

permukaan. Terlebih lagi jika pemerintah

menggunakan tindakan-tindakan refresif

untuk menghadapi rasa kekecewaan akan

ketidakberhasilan pemerintah dalam

mensejahterakan masyarakat khususnya

Bengkulu.

Predikat Bengkulu yangberpotensi

radikalisme tersebut, termasuk sebagai

wilayah kajian sosio-politik islam, atau

dalam banyak pemerhati

mengkategorikannya sebagai wacana

10Noorhaidi Hasan, Islam Politik di Dunia

Kontemporer. (Yogyakarta: SUKA Press, 2015),

Hlm. 143.

Page 7: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

196

Islamisme. Sedikit berbeda dengan kota-

kota besar, Bengkulu masih dianggap

sebagai wilayah berkembang baik itu dari

sector infrastruktur dan juga sumber daya

manusia.Islamisme yang hadir dalam

beberapa decade ini, yang juga masih dalam

perdebatan yang semakin menarik hingga

muncul juga istilah post-islamisme bahwa

islam bukan hanya eksis sebagai agama

melainkan juga termasuk juga halnya

politik.11Dengan demikian Islam politik

atau ideology politik menjadi amunisi baru

dalam merekontruksi visi agama dalam

penyebarannya, karena seperti halnya pada

catatan historis, sejatinya juga menyatakan

bahwa Nabi Muhammad SAW atau bahkan

Qur’an sekalipun tidak menyinggung satu

pun bentuk pemerintahan yang harus

diterima muslim.12Pada akhirnya diskusi

Islam politik tidak lagi membicarakan

seputar Negara bersyariat melainkan lebih

pada kesalehan individu dalam penyebaran

agama Islam iu sendiri.

Kembali pada islamisme, bahwa

dalam wujud perubahan social, Islam

menerima tantangan-tantangan peradaban.

Muslim semakin berinovasi dalam

menentukan sikap khususnya dalam

menjawab tantangan tersebut namun tidak

11Oliver Roy, The Failure of Political

Islam (Cambridge: Harvard University Press, 1996)

Hlm. vii-ix.

meninggalkan identitas selaku muslim.

Seperti halnya dengan fenomena hijrah

yang beberapa tahun belakang menjadi

perdebatan diskusi teoritik para pemerhati,

bahwa hijrah merupakan bentuk dari

negoisasi terhadap modernisme yang

melahirkan komodifikasi agama.Fenemona

hijrah ini pada dasarnya merupakan

representasi dari usaha seorang muslim

untuk kembali pada jalan yang baik, lurus

dan menemukan ketaqwaan ilahiyah.

Penggunaan symbol-simbol agama sebagai

rekonstruksi identitas muslim dalam

mempertahankan identitasnya, seringkali

menjadi perbedaan yang signifikan

terhadap kalangan yang tidak mengikuti

fenomena hijrah tersebut. Seperti halnya

dalam keseharian, fenomena hijrah juga

merubah bentuk penampilan, bahasa dan

bahkan juga habitus seorang muslim.

Perubahan yang dilakukan

kelompok hijrah tersebut merupakan

bagian dari keterasingan individu dalam

dunia modern yang mengalami degradasi

nlai keagamaan terhadap lingkungan

sekitar, sehingga mengharuskan adanya

perubahan-perubahan dalam diri baik itu

dalam diri individu masing-masing maupun

secara kolektif.Alberto Melucci menyebut

12Nazih Ayubi, Poolitical Islam: Religion

and Politics in the Arab World (London: Routledge,

1991). Hlm. 5-6.

Page 8: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

197

itu sebagai “idenitas pribadi yang tak

berumah” (homeless of personal

identity),yakni ketika menggambarkan

keterasingan seseorang atau alienasi yang

dialami orang ketika identitas menjadi

kolektif.Kondisi ini mengharuskan individu

untuk membangun ulang identitas mereka

dan sekaligus ‘rumah’-nya secara terus-

menerus.13 Menurut nya dunia pasca-

modernitas (post-modern) membawa

bentuk baru dari kontrol sosial (social

control), tekanan penyesuaian (conformity

preasure), dan proses informasi

(information processing) yang direspon

oleh Gerakan Sosial Baru. Gerakan dipicu

oleh situasi baru dari konflik yang terjalin

dengan kehidupan sehari-hari, konflik itu

sendiri meliputi kode-kode simbolik

(simbolic codes), tuntutan-tuntutan

identitas (identity claims), dan tuntutan-

tuntutan personal atau ekspresif (personal

or expresive claims).

Dalam perkembagan masyarakat

yang diwarnai oleh informasi dan isyarat-

isyarat (information and signs), gerakan

sosial memainkan peranan penting sebagai

pesan yang mengekspresikan

kecenderungan oposisi dan modalitas.

Sangat berfokus dalam aspek-aspek

personal, spiritual dan ekspresi dari tipe

13 Alberto Melucci, Nomads Of The Present

: Sosial Movement and Individual Needs in

kehidupan modern tentang Gerakan Sosisal

Baru (GSB) adalah penolakan implisit

tentang rasionalitas instrumental dari

masyarakat dominan.

Efek sistematis yang paling penting

dari GSB adalah untuk melihat secara jelas

bentu khas kekuasaan modern yang berada

dibalik rasionalitas administratif. Dengan

cara ini, tindakan kolektif menekankan

konstruksi dunia sosial alami dan

kemungkinan pengaturan alternatif.

Pandangan positif dari Melucci tentang

gerakan dan pesan-pesan meraka

menggarisbawahi pentingnya ruang bebas

antara level kekuasaan politik (political

power) dan kehidupan sehari-hari

(everyday life), dimana aktor-aktor dapat

mengonsolidasi identitas kolektif baik

melalui representasi dan partisipasi.

Dalam konteks masyarakat global

yang modern, relativisasi identitas tersebut

bisa lebih menguat pada kehidupan sosial

yang lebih konvensional, yang memberikan

stabilitas dan ini juga menjadikan sebagai

ajang pencarian identitas pribadi sebagai

tujuan utama dari kehidupan

modern.Sebagai suatu sumber makna bagi

aktor-aktor sosial, identitas mengorganisasi

suatu makna dengan menentukan

Contemporary Society (London: Hutchinson, 1989).

Hlm. 109.

Page 9: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

198

bagaimana tujuan tindakan tertentu

diidentifikasi secara simbolis. Dengan

demikian secara sederhana menjelaskan

bahwa fenomena hijrah yang sedang

berkembang pesat ini merupakan ajang

pencarian identitas baru dalam membangun

semangat spiritual keagamaan, dikarenakan

dunia modern telah mengharuskan individu

seorang muslim untuk memertahankan

status quo nya dan juga mengindikasikan

bahwa Islam sebagai agama dapat berjalan

beriringan dengan kemajuan dan

perkembangan zaman.

Senada juga dengan Manuel

Castells, yang menyebutkan bahwa

identitas menjadi kekuatan pendorong

dalam sejarah dunia kontemporer, yang

dibentuk oleh kecenderungan globalisasi

dan juga kemajuan terhadap modernisasi.

Selanjutnya kebutuhan dalam membangun

ulang identitas yang terguncang oleh arus

perubahan social yang pesat mendesak

masyarakat global modern kembali pada

identitas utama yang dibangun dengan

mengerjakan ‘materi-materi tradisional’

dalam pembentukan dunia komunal baru

yang shaleh, dimana massa yang

kekurangan dan orang-orang yang tidak

puas diri, pada akhirnya merekonstruksi

makna dalam alternative global bagi

tatanan global yang tidak termasuk di

dalamnya.14

14Manuel Castells, The Information Age:

Economy, Soiety and Culture, Vol II, The Power of

Identity (Oxford: Blackwell, 1999). Hlm. 8-9.

Perspetif

individu

Pembingkaian makna,

tujuan dan simbol

Peran aktor

gerakan sosial

Penyatuan

prespektif

Isu dan

wacana

berkembang

Pengkristalan

gerakan aksi

kolektif

Aksi gerakan

sosial

Page 10: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

199

Segmen-segmen masyarakat yang

terurbanisasi dan mengalami frustasi ketika

dihadapkan dengan arus modernisasi dan

globalisasi yang pesat, terbukti dengan

mudah menjadi objek politik bagi gerakan-

gerakan Islam politik15. Kegagalan dalam

menerima akses moderenisasi dan

globalisasi dialami oleh kebanyakan

kalangan muslim khususnya kalangan

muda, terlebih lagi ketika pemerintah

belum dapat menyediakan keseimbangan

antara pendidikan dengan fasilitas-fasilitas

layanan public yang memadai dan juga

lapangan pekerjaan yang semakin sulit.

Dengan adanya hal ini mengakibatkan

kalangan muda mengalami frustasi moral,

dan merasa pesimis akan masa depan.

Ketidakastian akan masa depan

mempengaruhi persepsi maupun prilaku

kalangan muda, terlebih jika diperhatikan

bahwa globalisasi mengharuskan kalangan

muda untuk masuk dalam dominasi

ekonomi kapitalis global. Kerentanan ini

berakhir pada kegalauan yang dialami

kalangan muda perkotaan. Bagi kalangan

muda yang diharuskan untuk tetap bergerak

dan siap meraih kesempatan untuk

memastikan masa depan, hidup dalam

situasi yang tidak pasti seringkali sangat

15Noorhaidi Hasan, Laskar Jihad: Islam,

Militansi dan Pencarian Identitas di Indonesia asca-

Orde Baru (Jakarta: LP3ES dan KITLV, 2008).

Hlm. 253-255.

melelahkan, diperparah oleh akses

modernitas tidak diperkuat oleh keimanan

sehingga keterbatasan dalam memahami

kemajuan tidak mengakibatkan

keterasingan.

Ditengah keterpurukan kalangan

muda dalam memastikan masa depan,

Islam politik hadir sebagai jawaban pasti.

Ambiguitas dan identitas yang tengah

bergeser menyebabkan kalangan muda

erdorong untuk mengembangkan respon-

respon tertentu.Respon kalangan muda

dapat dilihat dengan adanya gejolak jiwa,

perlawanan, pemberontakan, semangat,

optimism, gerak jiwa, passion, kegalauan,

rasa frustasi, marginalitas, dan tidak

berdaya sekaligus melahirkan identitas

budaya kalangan muda. Dalam hal ini

Islamisme hadir dalam memberikan

pelayanan dan perlindungan ideologis

melalui semangat berjuan melawan rasa

keterpinggiran akan arus budaya, barang

dan nilai-nilai global.16

Ketika permasalahan yang dialami

kalangan muda terhadap krisis identitas,

gerakan Islamisme memperoleh wilayah

khusus aktifitasnya. Melalui pengajian-

pengajian yang seringkali dijumpai baik itu

16Bayat dan Herrera, Inroduction: Being

Young and Muslim in Neoliberal Times (Oxford:

Oxford University Press, 2010). Hlm. 20-24.

Page 11: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

200

pengajian langsung tatap muka maupun

melalui media virtual, gerakan-gerakan

tersebut memperkenalkan pandangan baru

tentang islam yang menekankan formalisasi

ekspresi-ekspresi keagamaan. Kebutuhan

akan adanya saluran alternatif ini semakin

meningkat bersamaan dengan

perkembangan globalisasi. Islamisme

menyuarakan ketidakpuasan dan kekeceaan

kalangan muda, pengungkapan perasaan

tidak puas tersebut berlangsung dalam

diskusi-diskusi seputar wacana kejayaan

Islam.Islamisme selalu mendengungkan

seruan terbuka untuk kembali pada identitas

dasar dan menyapa kalangan muda yang

mengikuti fenomena hijrah untuk

melindungi diri dari noda-noda dan godaan

dunia luar.

Istilah enklaf menjadi pembatas

sebagai implus dasar yang terletak di

belakang kemunculan tradisi yang bangkit

berupaya menghadang serbuan

modernitas.17Kalangan muda yang

mengalami krisis identitas dan berujung

pada keikutsertaan hijrah tersebut,

membangun tembok moralitas berdasarkan

prilaku yang khas. Tembok ini menjadi

batas identitas yang memisahkan enklaf

yang selamat, bebas dan superior secara

17Gabriel A. Almond, R. Scoot Appleby,

dan Emanuel Sivan, Strong Religion, The Rise of

Fundamentalism around the World (Chicago dan

moral dengan masyarakat yang dianggap

rusak secara moral di bagian luar tembok,

yang diandang sebagai penghuni wilayah

yang kotor terpolusi, menular, dan

berbahaya dan juga bertentangan dengan

komunitas penghuni di dalam tembok yang

bermoral dan juga penuh kebijakan. Ciri

khas yang dilakukan oleh kalangan muda

hijrah tersebut juga beragam, baik itu dari

tatanan prilaku yang berubah dan

memastikan berbeda dengan kalangan di

luar mereka.

Negoisasi yang dilakukan antara

islamisme dan modernisme kalangan muda

perkotaan tersebut, melahirkan budaya baru

dalam kajian sosio-politik islam yakni

dengan munculnya Urban Sufisme. Dalam

era digital saat ini, Islamisme virtual

menjadi solusi aternatif yang

signifikan.Terlihat pada kalangan muda

perkotaan –maupun kita berkembang

termasuk juga Bengkulu- sedang giat-

giatnya menggunakan media online sebagai

ajang pendekatan diri tehadap nilai-nilai

sakralitas ilahiyah.Menjadi taqwa juga

memerlukan pendidikan dasar keagamaan

yang kuat, sikap yang bijak dan juga

dampak social yang berpengaruh pada

kehidupan.Hal ini menjadi prinsip dasar

London: The University of Chicago Press, 2003).

Hlm. 33.

Page 12: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

201

kalangan muda perkotaan yang mengalami

fenomena hijrah untuk berdamai dengan

arus modernisasi.

Perbincangan Islamisme khususnya

trend budaya hijrah ini kemudian

dibahasakan sebagai komoditisasi kultural

lewat berbagai aspek antara lain suara,

gambar maupun pesan yang diproduksi

secara massal dan komersial termasuk juga

busana, musik, perumahan, dan kebutuhan

primer sekunder lainnya. Maka pengertian

trend budaya hijrah ini jika dikaitkan

dengan budaya yang sedang meluas

sekarang, secara sederhana dapat

dijabarkan sebagai bentuk komoditas

barang maupun juga ritual yang diterima

secara komersial dan komunal sebagai

bagian pembentuk muslim kelas menengah

khususnya pada kalangan muda. Gejala

komoditas ini juga terlihat pada rekognisi

simbol pan-islamisme (busana, simbolisasi,

dan kesenangan dalam sehari-hari), yang

semula hanya dimaknai secara teologis,

sekarang sudah merambah pada relasi

sosial kemasyarakatan. Implikasinya ialah

lahirnya batasan ruang terhadap perbedaan

dari kelompok hijrah kalangan muslim

kelas menengah dengan kelompok

diluarnya tersebut.

Skoptasi isu modernisasi yang lebih

sempit diartikan kelompok hijrah kalangan

muda perkotaan sebagai media

pembelajaran yang utama, dengan melalui

media online seperti facebook, instagram,

youtube dan artikel hingga bunga rampai

wacana hijrah tersbut hingga akhirnya

merekontruksi pemahaman individu

muslim hijrah sebagai jalan kebajikan yang

paling dekat dan sangat mudah untuk dapat

diakses. Banyak judul-judul kajian media

online tersebut yang mengarah pada

adaptasi modernisme tanpa meninggalkan

identitas muslim yang baik. Bakan

seringkali kelompok hijrah ini membatasi

media-media online lainnya sebagai

referensi utama dalam prinsip menjalani

kehidupan.Tidak sedikit juga ditemui

bahwa kalangan muda hijrah tersbut berani

mendobrak kebiasaan lama yang mereka

anggap sebagai sejarah kelam,

meninggalkan kebiasaan-kebasaan tersbut

dalam upaya mendekatkan diri kepada

Tuhan.

Secara sederhana, perubahan

tersebut bisateridentifikasikan dari

intensitasindividu muslimdalam mengikuti

kajian-kajian maupunjuga berbaju takwa

dalam keseharian. Maka secara tidak

langsung akan diidentifikasisebagai

kalangan muda hijrah. Artinyabahwa dari

proses keimanan yang dibangundalam

urban sufisme tersebut juga mengarah

kepadarelasi sosial.Terbentuknya

Page 13: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

202

kebiasaan sufisme di kalangan tersebut

menciptakan simbol-simbol sufi urban

khas, seperti halnya dengan mengenakan

baju takwa, jilbab syar’i, gamis, surban,

danlain sebagainya. Kesemuanya tersebut

sudahditerima sebagai budaya populer sufi

dikalangan muda hijrah. Simbol-

simbolbudaya sufi itu pula yang nantinya

jugamengelompokkan jenis sufisme

yangdilakukan oleh kalangan muda hijrah

tersebut. Bagi kelompok muslimhijrah

mengikuti kegiatan sufisme di

majelista’lim atau bahkan hanya melalui

media virtual yang dilakukan secara

berkelanjutan dan oleh orang banyak adalah

bagian dari wujud urban sufisme kalangan

muda.Dengan demikianhal

inimengakibatkan terjadi nya pertarungan

identitas antar kalangan muda hijrah dalam

mengartikulasikankeimanannya.

Masyarakat Bengkulu yang

memiliki culture yang khas, pada dasarnya

sangat sulit untuk ditembus oleh arus

modernisasi dan globalisasi.Namun

belakangan ini dengan kuatnya akses digital

individu dalam mendapatkan sumber

informasi yang tersambung pada tokoh

utama Islamisme, sehingga tidak jarang

kalangan muda hijrah mengalami

transformasi karakter formalitas. Akses

yang mudah dan sumber daya yang

memadai, urban sufisme virtual menjadi

alternatif tersendiri dalam menentukan

sikap dan meneguhkan keimanan seorang

muslim. Terlebih lagi dengan adanya

ketidakmampuan pemahaman yang

mendasar seorang muslim, dan kesempatan

untuk mengikuti kajian tatap muka, via

online menjadi solusi terbaik dalam

membangun gerakan tersebut. Sehingga

Urban sufisme menjadi jalan keluar atau

bentuk penisbatan dari keterasingan

individu dalam kompetisi modernisasi

dengan memanfaatkan media-media

mainstream dengan tujuan ekspresi

kesakralitas keagamaan.Dengan demikian

pemaknaan Urban Sufisme menjadi lebih

dekat dengan kehidupan masyarakat saat ini

seperti dengan ritual keagamaannya yang

masih bersifat ketauhidan ilahiyah.

C. Kesimpulan

Perubahan sikap dan entitas yang

terjadi pada kalangan muslim perkotaan

yang ada di Bengkulu yang semulanya

Urban Sufisme hanya ada kalangan

tradisional saja, namun pada abad modern

ini akses informasi menjadi salah satu

sumber utama dalam perubahan yang

terjadi tersebut. Kalangan Susisme

tradisional sudah mulai ditinggalkan oleh

karena banyaknya stigma sufisme yang

tidak menerima kemajuan modern, Urban

Sufisme hadir dalam menjawab persoalan

Page 14: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

203

tersebut dengan menggunakan akses-akses

yang lebih efisien dan efektif.Pengajian-

pengajian online, potongan-potongan video

dakwah dan bahkan terdapat juga amalan-

amalan keagamaan keseharian dapat

diakses hanya melalui media online seperti

instagram dan facebook.

Menjadi tidak baik ketika jalan

sufisme hanya dilakukan ketika benturan

konflik individu terhadap kekalahan akan

berkompetisi, dan meninggalkan jalan

tersebut ketika permasalahan telah selesai

yang pada akhirnya kembali pada jalan

yang dulu mereka lakukan atau juga bahkan

hanya bentuk dari kamuflase individu

terhadap keterasingan dunia modern. Oleh

karena hal tersebut pemahaman mengenai

keagamaan merupakan salah satu factor

penting dalam melihat pergeseran definisi

Urban Sufisme tersebut.Islam telah

membaur yang bukan lagi hanya sebatas

ritual keagamaan melainkan tatanan nilai

individu dalam berkehidupan termasuk

dalam akses informasi modern.

DAFTAR PUSTAKA

Almond, G, (2003) Strong Religion, The

Rise of Fundamentalism around

the World.

Ayubi, N. (1991) Political Islam: Religion

and Politics in the Arab World.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu,

(2015) Bengkulu Dalam Angka

2015.Diakses pada tanggal 26

Agustus 2020.

Bayat, A, (2010)Inroduction: Being Young

and Muslim in Neoliberal Times.

BNPT, (2017) Paparan Laporan Hasil

Survei Nasional Daya Tangkal

Masyarakat Terhadap

Radikalisme di 32 Provinsi.

Castells. M, (1999)The Information Age:

Economy, Soiety and Culture, The

Power of Identity.

Howell. J, (2015) Revival Ritual and the

Mobilization of Late-modern

Islamic Selves.

Hasan, N. (2015)Islam Politik di Dunia

Kontemporer.

________(2008) Laskar Jihad: Islam,

Militansi dan Pencarian Identitas

di Indonesia asca-Orde Baru.

Indonesia’s Population: Ethnicity and

Relegion in a Changing Political

Landscape. Institute of Southeast

Asian Studies.(2003).Diakses pada

tanggal 26 Agustus 2020.

Jati, W. (2015)Sufisme Urban di Perkotaan

: Kentruksi Keimanan Baru Kelas

Menengah Muslim.

Musa, M, (2014)Membumikan Islam

Nusantara, Respon Islam

Terhadap Isu-Isu Aktual.

Melucci, A, (1989) Nomads Of The Present

: Sosial Movement and Individual

Needs in Contemporary Society.

NU-Online (2015)

https://www.nu.or.id/post/read/86

62/quoturban-sufismequot-

perkembangan-positif-dalam-

dakwah-islam.Diakses pada

tanggal 26 Agustus 2020.

Page 15: URBAN SUFISME:NEGOISASI ANTARA ISLAMISME DAN …

JURNAL AGHINYA STIESNU

BENGKULU

Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019

ISSN 2621-8348.(Online)

Urban Sufisme : Negoisasi Antara Islamisme dan

Modernisme Kalangan Muda Perkotaan

Ifansyah Putra

204

Roy, O. (1996)The Failure of Political

Islam.

Rubaidi, (2015) Reorientasi Ideologi

Urban Sufisme Di Indonesia

Terhadap Relasi Guru Dan Murid

Dalam Tradisi Generik Sufisme

Pada Majelis Shalawat

Muhammad Di Surabaya.

Universitas Indonesia: Jurnal Tasawuf,

(2012) Urban sufisme: jalan

menemukan kembali humanitas

yang hilang akibat modernitas.

Diakses pada tanggal 26 Agustus

2020.