17
USAID LESTARI LESSONS LEARNED TECHNICAL BRIEF PENGELOLAAN KONSERVASI MULTI-LAYER DI LANSKAP LEUSER FEBRUARI 2020 Publikasi ini dipersiapkan untuk U.S. Agency for International Development oleh Tetra Tech ARD.

USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI LESSONS LEARNED TECHNICAL BRIEF PENGELOLAAN KONSERVASI MULTI-LAYER DI LANSKAP LEUSER

FEBRUARI 2020

Publikasi ini dipersiapkan untuk U.S. Agency for International Development oleh Tetra Tech ARD.

Page 2: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | i

Publikasi ini dipersiapkan untuk U.S. Agency for International Development oleh Tetra Tech ARD dibawah kontrak No. AID-497-TO-15-00005. Periode kontrak berlangsung sejak Juli 2015 sampai Juli 2020. Dilaksanakan oleh:

Tetra Tech P.O. Box 1397 Burlington, VT 05402

Kontak Tetra Tech:

Reed Merrill, Chief of Party [email protected]

Rod Snider, Project Manager [email protected]

Page 3: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | ii

LESSONS LEARNED TECHNICAL BRIEF

PENGELOLAAN KONSERVASI MULTI-

LAYER DI LANSKAP LEUSER

FEBRUARI 2020

PERNYATAAN PENYANGKALAN Publikasi ini dibuat dengan dukungan dari Rakyat Amerika Serikat melalui United States Agency for International Development (USAID). Isi dari publikasi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Tetra Tech dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat.

Page 4: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | iii

DAFTAR ISILatar Belakang ............................................................................................................ 1 Model Lanskap Leuser dan Sorotan Proyek ............................................................... 1 Mitigasi Konflik Manusia-Satwa Liar ............................................................................ 2 Memberantas Perdagangan Satwa Liar Ilegal dan Pembalakan Liar ......................... 3 Mengidentifikasi Lokus-Lokus Satwa Liar Prioritas ..................................................... 5 Meningkatkan Pendanaan Kawasan Konservasi ........................................................ 6 Memperkuat Pengelolaan Kawasan Konservasi ......................................................... 7 Pembelajaran .............................................................................................................. 9 Rekomendasi ............................................................................................................ 10

Page 5: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | 1

LATAR BELAKANG Satu tujuan utama proyek USAID LESTARI adalah untuk melestarikan keanekaragaman hayati didalam ekosistem hutan dan mangrove yang penting secara biologis maupun kaya akan simpanan karbon. Di Provinsi Aceh, LESTARI memprioritaskan dukungan untuk Lanskap Leuser, berfokus pada kawasan konservasi yang sangat penting, yaitu: i) Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) - Situs Warisan Dunia UNESCO seluas 828.279 hektar; ii) Suaka Margasatwa Rawa Singkil (SMRS) - hutan gambut lebat dan kaya karbon seluas 82.374 hektar; dan iii) Hutan diwilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah VI – yang merupakan hutan hujan seluas 324.254 hektar sebagai wilayah penyangga TNGL dan SMRS. Lanskap ini memiliki keanekaragaman hayati melimpah dan merupakan tempat terakhir dimana harimau, orangutan, badak dan gajah dapat berbagi ruang hidup di bumi. Sejak 2015, Wildlife Conservation Society (WCS) sebagai bagian dari LESTARI telah menerapkan pendekatan pengelolaan konservasi multi-layer meliputi berbagai intervensi pada tingkat tapak hingga tingkat nasional (Gambar 1). Ringkasan teknis ini menjabarkan kegiatan-kegiatan utama, pencapaian, keberlanjutan serta replikasinya, pembelajaran, dan rekomendasi untuk pengelolaan di masa depan.

MODEL LANSKAP LEUSER DAN SOROTAN PROYEK Gambar 1. Ancaman utama di lanskap Leuser adalah perambahan dalam bentuk pertanian, pembalakan dan perburuan satwa liar. Batas antara lahan pertanian dan hutan sering terjadi konflik antara manusia dan satwa liar yang jika tidak ditanggulangi akan berakibat terjadinya perburuan balas dendam terhadap satwa yang terancam punah, dan melemahkan dukungan masyaraakt terhadap konservasi. Oleh karena itu, LESTARI mendukung pendekatan “multi-layer” untuk efektifitas pengelola kawasan konservasi untuk mengurangi tekanan-tekanan terhadap hutan dan satwa liar.

- Jaringan informan masyarakat mendorong 50 operasi penegakan hukum.

- 80 pemburu, pedagang satwa dan pembalak liar ditangkap.

- 241 insiden konflik dilaporkan masyarakat dan berhasil direspon.

- Tidak ada perburuan balas dendam terhadap harimau meski terjadi 94 insiden konflik.

- 10 tim patroli SMART yang didukung proyek termasuk tim pertama di SMRS.

- 8.719 km jarak tempuh patoli, 280 jerat dimusnahkan.

- Survey kamera trap pertama dengan metode sains di Aceh bagian barat.

- TNGL menetapkan plot permanen baru pemantauan kehati.

- Dukungan teknis untuk penilaian efektifitas pengelolaan dengan METT.

- Meningkatnya nilai efektifitas pengelolaan. TNGL (67 ke 71), SMRS (55 ke 81).

- Mendukung pengembangan sistem informasi manajemen dan integrasi dengan SMART.

Mitigasi Konflik Manusia dan Satwa Wildlife Crime dan Forest Crime Unit

Monitoring Keanekaragaman Hayati

METT

SMART

Manajemen Berbasis Resort

Page 6: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | 2

MITIGASI KONFLIK MANUSIA-SATWA LIAR Latar Belakang Konflik manusia-satwa liar, melibatkan satwa liar Sumatra yang terancam punah, biasanya terjadi sebagai akibat dari perusakan tanaman masyarakat (crop raiding) oleh gajah, ternak yang diserang harimau, atau oleh satwa-satwa yang membahayakan manusia. Skala konflik seringkali meningkat dengan adanya pembukaan dan fragmentasi habitat hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan. Kejadian-kejadian ini memiliki potensi tinggi memicu masyarakat menjadi anti dan tidak toleran terhadap keberadaan satwa liar. Masyarakat kemudian membunuh satwa-satwa yang dianggap menimbulkan ancaman. Hal ini dapat melemahkan dan menghambat upaya-upaya konservasi. Jika tanpa ada langkah-langkah penangulangan seperti tim respon mitigasi konflik yang dilaksanakan, maka akan sulit untuk menerapkan strategi konservasi yang lebih luas di wilayah-wilayah pertanian masyarakat tepi hutan yang terkena dampak. Untuk mengatasi permasalahan konservasi yang terkait dengan mata pencaharian ini, LESTARI mendukung tiga Wildlife Response Unit (WRU) atau Unit Tanggap Satwa Liar. Unit-unit ini bekerja untuk: i) cepat menanggapi laporan masyarakat dan mencegah eskalasi lebih lanjut dari situasi konflik; dan ii) memberdayakan masyarakat untuk membangun kandang ternak yang tahan serangan harimau serta menjadikan masyarkat yang mandiri dalam menanggulangi konflik.

Pencapaian • Unit Tanggap Satwa Liar mendukung Balai Konservasi Alam Aceh (BKSDA Aceh) dalam

merespon 241 laporan masyarakat terkait insiden konflik manusia-satwa liar dengan rincian konflik yang melibatkan harimau (94 insiden), gajah (96 insiden) dan orangutan (51 insiden; Gambar 2).

• Sejak 2015, tidak ada harimau yang terbunuh karena konflik di lanskap ini, dibandingkan dengan rata-rata kehilangan 1,6 harimau/tahun dalam kurun delapan tahun sebelum LESTARI.

• 221 desa dan 1.251 orang diberdayakan oleh BKSDA Aceh - LESTARI melalui partisipasi dalam pelatihan dan acara peningkatan kesadaran tentang teknik mitigasi konflik manusia-satwa liar.

Page 7: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | 3

Gambar 2. Sebaran insiden konflik manusia dan satwa liat di lanskap Leuser yang direspon oleh LESTARI dalam kurun 2015-2019. (kiri); gambar kandang anti serangan harimau (Tiger Proof Enclosure) yang dibangun untuk melindungi ternak masyarakat (kanan atas); dan, tren insiden konflik dan respon penanggulangan yang dilaksanakan dan didukung oleh proyek LESTARI periode 2015 - 2019 (kanan bawah).

Keberlanjutan dan Replikasi • Untuk mendukung kemandirian masyarakat tepi hutan dalam menanggulangi konflik

manusia-satwa liar, proyek ini mendukung inisiatif untuk cakupan yang lebih luas di Leuser, sebuah model yang dirancang oleh WCS, dinamakan Masyarakat Desa Mandiri. Inisiatifnya mencakup pembentukan tim mitigasi konflik berbasis desa yang terlatih serta memberikan bantuan kepada desa binaan dalam menyusun rencana pengeloaan dana desa yang diintegrasikan untuk mendukung operasionalisasi tim mitigasi. LESTARI mendukung pembentukan 5 (lima) desa mandiri di 4 (empat) kabupaten. Desa-desa ini sebagai contoh bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan konflik satwa (terdapat 215 desa di Aceh dan 37 desa di Sumatera Utara yang rawan terjadi konflik dengan satwa liar) untuk secara mandiri mampu mengelola interaksi dengan satwa liar tanpa membahayakan atau menimbulkan kerugian bagi masyarakat maupun satwa liar.

MEMBERANTAS PERDAGANGAN SATWA LIAR ILEGAL DAN PEMBALAKAN LIAR Latar Belakang Perdagangan satwa liar ilegal dan pembalakan liar melibatkan jaringan kriminal yang terorganisir dengan rapi. Mereka mampu menghindari deteksi dari lembaga-lembaga penegak hukum yang mungkin memiliki keterbatasan sumber daya. Di Indonesia, perdagangan satwa liar ilegal dan kayu ilegal terjadi dengan skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, terindikasikan dengan volume/ jumlah perdagangan yang tidak berkelanjutan dan banyaknya jenis spesies yang diperdagangkan telah menempatkan berbagai spesies hingga ke ambang kepunahan. Lanskap Leuser merupakan aset yang sangat berharga dimata penyelundup karena masih merupakan habitat bagi sejumlah besar spesies satwa liar yang banyak diminati dan memiliki banderol mahal, serta menyimpan pohon berkayu keras tropis berkualitas tinggi. Untuk mengatasi perdagangan satwa liar

Konflik Manusia-Gajah

Konflik Manusia-Harimau

Konfik Manusia-Orangtan

Batas Kabubpaten

Batas Provinsi

SM Rawa Singkil

TN Gunung Leuser

Lanskap LESTARI

Lanskap Leuser

Tutupan Hutan (KLHK, 2014)

Legenda:

KONFLIK MANUSIA DAN SATWA LIAR DI LANSKAP LEUSER Oktober 2015 – Desember 2019

Page 8: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | 4

ilegal dan pembalakan liar, LESTARI mendukung dua aksi kunci: i) patroli pengamanan hutan untuk anti-perburuan; dan ii) Unit Penanggulangan Kejahatan Satwa Liar dan Kehutanan untuk memantau dan secara konsisten melaporkan temuan-temuan perdagangan satwa liar illegal serta pembalakan liar kepada instansi penegak hukum terkait agar proses penegakan hukum dapat diterapkan dengan melakukan penangkapan dan memproses tuntutan pada para pelaku.

Pencapaian • Jaringan yang terdiri dari 35 informan dilibatkan untuk memantau dan melaporkan

perdagangan satwa liar. Informasi mereka diberikan kepada mitra lembaga penegak hukum dan menghasilkan 26 operasi penangkapan terhadap 54 pemburu satwa liar dan perdagangan satwa liar (Gambar 3). Dari jumlah tersebut, 85% diadili (46 tersangka), dengan 15% yang menunggu persidangan. Hukuman rata-rata untuk 46 terpidana adalah 19 bulan penjara dan denda sebesar 51 juta rupiah.

• Unit Penanggulangan Kejahatan Kehutanan dan para tim patroli SMART mensuplai informasi kepada instansi pemerintah yang ditindaklanjuti lebih dari 24 operasi penegakan hukum dan penangkapan terhadap 26 tersangka (7 pemburu, 1 perambah dan 18 pembalak liar). Seorang pelaku dijatuhi hukuman enam bulan penjara, lima tersangka menerima surat peringatan dan sisanya masih menunggu proses persidangan.

Gambar 3. Pedagang satwa ditangkap beserta barang bukti sepasang gading gajah (kiri); konferensi pers saat penangkapan 4 pedagang rangkong gading (tengah); dan penyitaan trenggiling hidup yang kemudian telah dilepasliarkan ke alam (kanan)

Keberlanjutan dan Replikasi • Unit Penanggulangan Kejahatan Satwa Liar Kejahatan Kehutanan dirancang untuk

beroperasi dengan penganggaran yang efisien, sehingga dapat dibiayai oleh sumber eksternal dan independen. Hal ini penting untuk tetap mengaktifkan dan mengelola sumber informasi dari masyarakat di lanskap target yang kemudian siap mensuplai informasi kepada mitra.

• Berdasarkan pencapaian Lanskap Leuser, model ini telah direplikasi di Lanskap TN Bogani Nani Wartabone di Sulawesi Utara, dengan tim Leuser sebagai pemandu dalam proses pembentukannya. Dan ini merupakan intervensi anti-perdagangan satwa liar pertama di Sulawesi.

Page 9: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | 5

MENGIDENTIFIKASI LOKUS-LOKUS SATWA LIAR PRIORITAS Latar Belakang Informasi yang reliable mengenai populasi satwa liar dan ancaman-ancaman yang ada sangat diperlukan untuk mengkaji kinerja dan strategi konservasi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (KLHK) telah mengidentifikasi spesies prioritas dan menargetkan untuk peningkatan populasi 10% tahun 2015 hingga 2019. Untuk Lanskap Leuser, spesies prioritas ini meliputi harimau sumatera, gajah sumatera, badak sumatera, dan orangutan sumatera. Namun kecuali orangutan, baseline data populasi spesies-spesies tersebut masih sangat kurang yang mana hal ini menjadi kendala bagi upaya konservasi. LESTARI, mendukung survei dengan menggunakan camera trap yang dilaksanakan secara luas untuk memperkirakan kelimpahan spesies satwa liar prioritas, seperti harimau sumatra dan badak sumatra. Survei ini merupakan sarana untuk memahami pentingnya lanskap Leuser bagi keanekaragaman hayati, mengidentifikasi habitat prioritas untuk meningkatkan perlindungan dan perbaikan perencanaan penggunaan ruang.

Pencapaian • Survei camera trap berbasis sains dan kompilasi database spesies ini merupakan

pertama kali yang dibangun untuk wilayah Leuser bagian barat.

• Survei ini mengkonfirmasi keberadaan 49 spesies, termasuk harimau sumatera yang terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai di Sumatera yang sedang mengalami penurunan populasi yang tajam secara luas di Asia Tenggara.

• Baseline populasi di lanskap Leuser dan lokus habitat penting harimau harimau sumatera untuk pertama kali berhasil diidentifikasi untuk kemudian dapat dilakukan pemulihan populasi melalui patroli SMART (Gambar 4).

Gambar 4. Sepasang harimau sumatera dewasa terdokumentasi dalam kamera trap di lanskap Leuser.

Page 10: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | 6

Keberlanjutan dan Replikasi • Hasil data dari survei camera trap digunakan untuk mempertajam strategi SMART patrol

dengan memprioritaskan pada habitat harimau memiliki resiko (ancaman) dengan tujuan untuk pemulihan populasi harimau.

• Hasil survei telah digunakan untuk merancang site monitoring permanen di lanskap yang didukung LESTARI, yang telah ditetapkan oleh BBTNGL dan akan dimasukkan dalam rencana kerja tahun 2020. Hasil ini melengkapi site monitoring di Leuser bagian timur yang telah ditetapkan pada tahun 2010 dan yang telah secara periodik dilakukan pemantauan populasi.

MENINGKATKAN PENDANAAN KAWASAN KONSERVASI Latar Belakang Sumber dana pemerintah untuk pengelolaan kawasan lindung di Indonesia tidaklah memadai untuk mendukung berjalannya pengelolaan yang efektif. Sebagai contoh, anggaran tahunan TNGL pada tahun 2017 adalah Rp. 30,6 miliar atau Rp.36,978/ha, masih terdapat kekurangan antara 80-168% dari kisaran jumlah pendanaan yang direkomendasikan dalam Kongres Kawasan Lindung se-ASEAN pada tahun 2012. Untuk kawasan TNGL, anggaran inti bergantung pada dukungan pembiayaan dari pemerintah pusat (APBN) yang dari tahun 2012 hingga 2017 mengalami penurunan 0,56% pada alokasi tahunannya (dari Rp31,6 miliar menjadi Rp30,6 miliar) setelah disesuaikan dengan inflasi. Mengingat bahwa prioritas pembiayaan adalah untuk memastikan ketercukupan gaji staf dan operasional kantor, pemangkasan anggaran terutama berasal dari biaya-biaya kegiatan lapangan. Lebih dari itu, kegiatan inti seperti penegakan hukum, patroli hutan dan pemantauan potensi masih sangat kurang. Dengan demikian, untuk dapat mencapai tujuan pengelolaan, penganggaran dan kebutuhan pengelolaan harus benar-benar selaras. Pemangkasan anggaran serupa juga dialami oleh BSKDA Aceh, yang mengelola 8 kawasan konservasi. LESTARI melakukan studi rinci untuk memahami kebutuhan pembiayaan TNGL dan SMRS, mengidentifikasi defisit anggaran, dan merekomendasikan upaya untuk mengatasinya.

Pencapaian • Menghasilkan analisis secara terperinci untuk pertama kalinya mencakup tentang tren

dan defisit pembiayaan untuk TNGL dan SMRS. Temuan penting hasil analisis adalah:

o TNGL menerima Rp. 22,4 miliar (2014) dan Rp. 32,4 miliar (2015) sebelum anggarannya kembali turun menjadi Rp. 30,6 miliar (2017). SMRS, di bawah pengelolaan BKSDA Aceh, terjadi perubahan dari Rp.1,2 miliar pada tahun 2015 menjadi Rp. 993 juta (2017).

o Sebagian besar anggaran TNGL dialokasikan untuk gaji staf (53%) dan kegiatan lapangan (19%). Sedangkan untuk SMRS, sebagian besar dana dialokasikan untuk kegiatan teknis (46%) dan gaji staf (29%).

o Dari 2015 hingga 2017, dukungan tambahan pembiayaan untuk TNGL dan SMRS berjumlah total Rp.19,6 miliar selama tiga tahun (Rp. 6,6 miliar/tahun),

Page 11: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | 7

atau 21,4% dari alokasi tahunan APBN, Anggaran tambahan ini berasal dari tujuh mitra eksternal.

• Analisis yang lebih rinci telah dilakukan untuk megidentifikasi biaya riil yang diperlukan untuk melindungi TNGL dan SMRS secara efektif. Sebagai contoh, dengan menggunakan patroli SMART, hasil analisis ancaman mengidentifikasi adanya area-area yang beresiko. Terdapat 1,800 petak (2x2 km) di TNGL dan 180 petak di SMRS yang harus diprioritaskan untuk dilindungi. Dengan kalkulasi ini, menunjukkan bahwa TNGL masih mengalami kekurangan biaya yang cukup besar yaitu Rp. 35,4 miliar, sedangkan di SMRS kekurangan sebesar Rp.1 miliar.

Keberlanjutan dan Replikasi • Studi ini memberikan alasan yang kuat bagi Pemerintah Republik Indonesia untuk

meningkatkan alokasi anggaran untuk TNGL dan delapan kawasan konservasi di bawah otoritas BKSDA Aceh. Penganggaran harus mencakup kebutuhan untuk perlindungan hutan dan satwa liar serta kegiatan lain yang terkait, seperti outreach, penyadartahuan dan inisiatif pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Proses ini telah dimulai dengan LESTARI membantu SMRS dan TNGL melakukan revisi 'Rencana Pengelolaan Jangka Panjang' (RPJP), yang nantinya akan diturunkan ke dalam 'Rencana Pengelolaan Jangka Pendek’ (RPJPn) setiap tahunnya. Rencana kerja ini akan berfungsi sebagai dasar untuk penyusunan rencana anggaran TNGL.

• Metode pendekatan untuk pengkajian pembiayaan pengelolaan kawasan yang dikembangkan oleh LESTARI memiliki relevansi tinggi untuk digunakan di kawasan-kawasan lain di Indonesia. Untuk memungkinkan replikasi, sangat penting untuk meningkatkan kapasitas KLHK untuk menguasai pendekatan yang digunakan sehingga terbangun kesepahaman dan kepemilikan terhadap pendekatan ini, serta dapat secara mandiri melakukan kajian di masa mendatang.

MEMPERKUAT PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Latar Belakang Kawasan konservasi dikelola untuk mencapai tujuan pelestarian keanekaragaman hayati. Untuk mencapai hal tersebut, penting untuk mengukur dan mengevaluasi kegiatan konservasi pada tingkat tapak. Supaya dapat meningkatkan efektivitas pengelolaannya. Dua pendekatan yang saling melengkapi telah diterapkan oleh KLHK. Pertama, SMART (Monitoring and Reporting Tool), yang merupakan sistem pengelolaan adaptif yang digunakan untuk mengarahkan strategi patroli untuk memberantas pemburu liar, menekan perdagangan ilegal satwa liar dan pembalakan liar, juga sekaligus mencatat fitur-fitur penting yang diamati oleh tim patroli. Kedua, Management Effectiveness Tracking Tool (METT) merupakan alat yang lazim digunakan untuk menilai efektivitas pengelolaan kawasan. Di tahun 2015, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) mengadopsi METT untuk seluruh kawasan konservasi terestrial. KSDAE menetapkan target kawasan konservasi mencapai skor METT 70% pada tahun 2019. Pada tahun 2015, TNGL memiliki skor 67% dan SMRS 55%. Dalam hal ini, kami menyampaikan hasil dukungan LESTARI di TNGL dan SMRS untuk membangun dan menjalankan sistem SMART patrol dan melakukan penilaian METT.

Page 12: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | 8

Pencapaian • Dukungan proyek untuk 7 tim patroli SMART di TNGL dan 3 tim di SMRS telah

melaksanakan 461 patroli yang dilakukan sepanjang 8.719 km. Pelaksanaan kegiatan ini telah memusnahkan 280 perangkap/jerat dan mendeteksi 897 titik penebangan ilegal yang kemudian telah dilaporkan ke pihak berwenang (Gambar 5).

• Skor METT 2015 digunakan sebagai dasar untuk menyusun rencana aksi guna meningkatkan efektivitas pengelolaan di TNGL dan SMRS, yang mana LESTARI memberikan dukungan, misalnya peningkatan kapasitas, patroli SMART, dan pemantauan spesies. Oleh karenanya, skor METT meningkat secara nyata untuk TNGL (peningkatan skor dari 67 pada 2015 menjadi 71 pada 2017 dan 2019) dan SMS (dari 55 menjadi 66 menjadi 81; Gambar 6).

Gambar 5. Peningkatan upaya patroli SMART (jalur patroli berwarna oranye) di lanskap Leuser, menunjukkan upaya patroli di TNGL (bagian atas) dan SMRS (bagian bawah).

Gambar 6. Perbandinan nilai METT dari tahun 2015, 2017 dan 2019 untuk Taman Nasional Gunung Leuser dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil.

0

20

40

60

80

100

120

context

planning inp

ut

process

outpu

t

outco

me

Suaka Margasatwa Rawa Singkil

2015 2017 2019

0

20

40

60

80

100

120

context

planning inp

ut

process

outpu

t

outco

me

Taman Nasional Gunung Leuser

2015 2017 2019

Page 13: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | 9

Keberlanjutan dan Replikasi • KLHK telah mengadopsi METT untuk memantau perkembangan efektifitas pengelolaan

seluruh kawasan konservasi di Indonesia dan untuk menjalankannya telah sepenuhnya dianggarkan, dengan demikian replikasi sedang berproses. Tantangan utama untuk keberlanjutan adalah bagaimana menerjemahkan rekomendasi pengelolaan ke dalam kegiatan dan terpenuhi penganggarannya. Sebagai contoh, sepuluh tim patroli SMART di TNGL dan SMRS, dan lima tim dapat berpatroli tanpa bantuan teknis LSM.

• Pengembangan SMART di TNGL telah digunakan sebagai contoh sukses untuk mendukung replikasi sistem pengelolaan adaptif ini guna menanggulangi ancaman di kawasan-konservasi lain, seperti di TN Way Kambas (Sumatera bagian selatan) dan TN Bogani Nani Wartabone (Sulawesi Utara).

PEMBELAJARAN Konflik Manusia-Satwa Liar • LESTARI secara proaktif memberikan dukungan untuk menanggulangi konflik satwa liar,

karena ini sangat terkait dengan kehidupan dan mata pencaharian utama masyarakat. Upaya proyek untuk menanggulangi konflik manusia-satwa liar mendapatkan apresiasi dari masyarakat dan memungkinkan terjalinnya hubungan baik yang dapat terus dikembangkan sepanjang masa proyek. Hubungan ini telah menciptakan masyarakat menjadi konstituen konservasi dalam bentuk kesadaran yang meningkat terkait berbagai ancaman terhadap kelestarian, masyarakat yang kemudian memberikan informasi tentang adanya perburuan liar maupun pembalakan liar untuk direspon oleh tim patroli.

• Mitigasi konflik manusia-satwa liar adalah cara yang efektif untuk menunjukkan kepada mitra pemerintah setempat (kabupaten) tentang keterkaitan antara mata pencaharian masyarakat lokal, lingkungan, dan jasa ekosistem yang disediakan oleh hutan, yang harus dilindungi secara simultan.

Penanggulangan Perdagangan Satwa Liar • Unit penangulangan kejahatan satwa liar dan kehutanan terbukti sebagai metode kerja

yang hemat biaya dalam bekerja bersama berbagai institusi penegakan hukum, termasuk dengan TNGL dan BKSDA Aceh. Kolaborasi ini telah meningkatkan jumlah pengusutan kasus, terutama untuk kasus-kasus pembalakan liar, dan berdampak pada meningkatnya keterlibatan jaksa serta hakim untuk lebih memahami kejahatan kehutanan.

• Pemetaan jaringan perdagangan satwa liar di Lanskap Leuser, dengan data LESTARI yang dimasukkan ke dalam analisis, mengidentifikasi pedagang besar (yaitu yang memiliki koneksi luas dalam jaringan perdagangan). Para tersangka ini kemudian menjadi sasaran untuk terus diawasi oleh instansi penegak hukum pemerintah, yang kemudian menindaklanjuti dengan melakukan operasi penangkapan.

Pemantauan Spesies • Berlawanan dengan asumsi awal kami, data menunjukkan bahwa di wilayah Leuser

bagian barat, harimau sumatera memiliki kepadatan yang lebih tinggi pada tipe habitat hutan berbukit, hutan pegunungan bawah, dan hutan pegunungan. Tetapi tidak padat di

Page 14: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | 10

wilayah hutan dataran rendah, yang seharusnya menjadi habitat utama harimau karena mangsa yang berlimpah. Hasil ini menggarisbawahi bahwa area inti harus terus dilindungi secara ketat oleh tim patroli SMART, terutama tempat dimana harimau berkembangbiak. Pendekatan ini akan dapat memulihkan populasi harimau di hutan dataran rendah, area dimana kami merekomendasikan peningkatan upaya SMART patrol.

Pembiayaan Kawasan Konservasi • Banyak kawasan konservasi di Indonesia memiliki area yang sangat luas. Kalkulasi

kebutuhan pembiayaan beserta kesenjangannya yang hanya didasarkan pada luasan area saja akan menghasilkan estimasi yang terlalu besar. Teknik penentuan prioritas yang kami laksanakan dengan memasukkan aspek analisis ancaman adalah cara obyektif untuk lebih akurat menghitung kebutuhan biaya pengelolaan.

Memperkuat Pengelolaan Kawasan Konservasi • Penilaian METT, khususnya kesenjangan yang teridentifikasi dalam proses METT,

adalah cara yang efektif untuk mendukung ‘decision maker’ dalam proses pengambilan keputusan, khususnya dalam memilih kegiatan untuk memperkuat pengelolaan dan meningkatkan skor METT. Misalnya, dalam penilaian METT 2015, merevisi zonasi TNGL diidentifikasi sebagai kegiatan penting untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan taman nasional, dan hal ini kemudian dilakukan pada 2019. Demikian pula, untuk SMRS, melaksanakan ‘penataan blok pengelolaan’ secara mandiri (semacam zonasi) serta penyusunan RPJP dengan dukungan dari LESTARI pada tahun 2019 memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor METT.

• Operasionalisasi SMART merupakan metode yang baik untuk memantau patroli pengamanan hutan, menunjukkan upaya patroli yang sangat besar dan cakupan spasial yang luas di secara menyeluruh di lanskap. Hal ini sangat penting dalam meningkatkan skema kerjasama TNGL-LSM lain untuk menggunakan dan memperkuat sistem ini. Data patroli juga memberikan sebuah tinjauan mutakhir tentang situasi kawasan kepada pengelola kawasan, yang sangat penting untuk meningkatkan strategi pengambilan keputusan dan pada akhirnya, meningkatkan efektivitas pengelolaan.

REKOMENDASI Konflik Manusia-Satwa Liar • Kejadian perjumpaan dengan harimau, gajah, dan orangutan banyak terjadi dan tersebar

luas di Lanskap Leuser. Karena itu, oleh karena itu perlu adanya dukungan kongkrit diberikan kepada BKSDA Aceh untuk merespons dengan cepat, seperti yang dilakukan oleh LESTARI. Kami merekomendasikan untuk meningkatkan investasi untuk mereplikasi konsep Masyarakat Desa Mandiri pada daerah tepi hutan, memanfaatkan desa-desa percontohan terutama dalam hal bagaimana “dana desa” dapat digunakan untuk mendukung pembiayaan penanggulangan konflik dan MDM secara berkelanjutan.

Penanggulangan Perdagangan Satwa Liar • Informasi dikumpulkan dalam jumlah banyak dan berasal dari berbagai sumber, dari

informan lokal, penyadartahuan masyarakat, patroli SMART dan diskusi stakeholder di

Page 15: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | 11

seluruh lanskap. Untuk mendapatkan manfaat penuh dari sumber informasi ini dalam memperkuat penanggulangan perdagangan satwa liar, kami merekomendasikan pengembangan model perlindungan terpadu yang menggunakan prinsip-prinsip penegakan hukum berbasis intelijen untuk mengoptimalkan perlindungan hutan dan satwa. Dengan dukungan analis intelijen yang terampil, hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan semua informasi yang tersedia dan secara proaktif menargetkan penanganan terhadap para pelaku utama serta menerapkan strategi pencegahan.

Pemantauan Spesies • Desain pengambilan sampel yang baik telah dikembangkan dan diterapkan di Lanskap

Leuser dan harus dilakukan pengulangan dalam interval 2-3 tahun supaya dapat melihat tren populasi harimau beserta spesies prioritas lainnya. Skema ini sebagai sarana untuk mengevaluasi kinerja proyek, menjalankan dan mengelola strategi intervensi secara adaptif, dan mendukung KLHK dalam mengevaluasi pencapaian target peningkatan 10% populasi spesies prioritas Sumatera.

Pembiayaan Area Konservasi • Untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan pengelolaan kawasan, kami

merekomendasikan untuk meningkatkan alokasi anggaran negara dan meningkatkan efisiensi pengelolaan dana yang ada melalui:

o Pelatihan staf TNGL dan SMRS dalam perencanaan anggaran dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (RPJPn)

o Peninjauan alokasi sumber daya manusia dikaitkan dengan kebutuhan dalam mencapai tujuan pengelolaan kawasan.

o Memfasilitasi diskusi tentang kebutuhan anggaran, proses tracking anggaran secara nasional, dan perangkat-perangkat lain untuk meningkatkan pengelolaan anggaran.

• Untuk mengamankan batas kawasan melalui penguatan pengelolaan daerah penyangga, kami merekomendasikan:

o Meningkatkan dukungan pemerintah dan masyarakat setempat, misalnya melalui penguatan berbagai Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) dan dana-dana desa supaya dapat berfungsi penuh.

o Menggalang dukungan sektor swasta untuk praktik pertanian dan perkebunan yang berkelanjutan melalui pendekatan tanggung jawab kolektif. Secara kolektif bersama para pihak untuk berkomitmen memastikan rantai pasokan komoditas yang bebas atau tidak bersumber dari deforestasi, seperti yang saat ini diterapkan untuk petani-petani kopi di Lanskap Bukit Barisan Selatan di Lampung.

Memperkuat Pengelolaan Kawasan Lindung • Sistem SMART diperkenalkan ke TNGL dan SMRS dan berhasil dioperasikan selama

proyek. Kami merekomendasikan pelatihan penyegaran untuk para staf pengamanan hutan, operator data dan manajer senior untuk memastikan bahwa SMART sebagai sistem manajemen adaptif dapat terus dijalankan. Kami juga merekomendasikan supaya mengintegrasikan berbagai database SMART, yang dapat dimulai dengan kawasan konservasi Sumatera, dengan menggunakan fasilitas SMART-Connect. Hal ini

Page 16: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI – Pengelolaan Konservasi Multi-Layer di Lanskap Leuser Page | 12

akan memungkinkan dilakukannya komparasi dan pembelajaran dalam jaringan kawasan konservasi.

• Untuk memajukan proses penilaian METT, kami merekomendasikan: meninjau pertanyaan-pertanyaan untuk menentukan apakah harus dimodifikasi supaya lebih sesuai dengan konteks pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia; lebih menekankan pada penyediaan dokumen-dokumen pendukung sebagai syarat baku untuk mendapatkan skor METT, dan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan yang berinteraksi dengan pengelolaan kawasan.

Page 17: USAID LESTARI LLTB Pengelolaan Konservasi Multi-layer · terancam punah, gajah sumatera, badak sumatera, trenggiling, orangutan sumatera, serta anjing liar asia - spesies sulit dijumpai

USAID LESTARI Wisma GKBI, 12th Floor, #1210

Jl. Jend. Sudirman No. 28, Jakarta 10210, Indonesia

Phone: +62 21 574 0565 Fax: +62 21 574 0566 Email: [email protected]

Website: www.lestari-indonesia.org