Upload
fauziputra
View
155
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
USULAN PENELITIAN
BIO-DIESEL DARI KEMIRI SUNAN
(Reutealis trisperma Blanco)
OLEH :
Rio Saputra (1207121226)
Annur Fauzi Syaputra (1207113567)
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin berkurangnya sumber minyak bumi yang merupakan sumber
energi utama saat ini, telah menyebabkan manusia mencari sumber energi
alternatif, keadaan ini mendorong upaya mengembangkan bahan bakar nabati.
Sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui (renewable) yang cukup
potensial adalah biodiesel dari kemiri sunan yang sampai saat ini belum
termanfaatkan secara optimal. Pembuatan bahan bakar cair dari kemiri sunan
merupakan salah satu cara untuk menggali sumber energi yang potensial [Erika,
2008].
Pada saat ini sumber utama bagi biodiesel di Indonesia adalah kelapa
sawit, namun perkembangannya terhambat karena beberapa faktor yaitu salah
satunya fungsi dari minyak kelapa sawit itu sendiri yang merupakan sumber
bahan pangan sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu pasokan pangan
nasional dan juga terbentur regulasi FAO sehingga biodiesel dari minyak kelapa
sawit dianggap produk yang kurang ramah lingkungan sehingga menyulitkan
untuk diekspor. Oleh karena itu, diperlukan sumber biodiesel lain yang berpotensi
menjadi sumber energi terbarukan. Salah satunya adalah (Reutealis trisperma
Blanco) kemiri sunan [Erika, 2008].
Kemiri sunan yang menurut sejarahnya merupakan tanaman yang berasal
dari negara Filipina dapat tumbuh dengan sangat baik di berbagai lingkungan dan
wilayah di Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh pada dataran rendah hingga
1000 meter dpl, sehingga berpotensi untuk dibudidayakan di Riau. Tanaman ini
berupa pohon besar yang menghasilkan buah dengan biji yang mengandung
minyak nabati yang tinggi dan bersifat toksik sehingga tidak dapat dijadikan
minyak makan (edible oil) [Sumarno, 2009]. Menurut perkiraan produktivitas
minyak kemiri sunan per hektar dapat mengimbangi produktifitas kelapa sawit
yang saat ini menjadi penghasil minyak yang paling produktif. Sebagai upaya
untuk mendorong kemiri sunan sebagai tanaman perkebunan yang mampu
menyumbangkan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel, selain kelapa sawit,
jarak pagar dan beberapa tanaman lainnya [Tatang, 2010].
1.2 Perumusan Masalah
Pada saat sekarang ini, kebutuhan masyarakat terhadap bahan bakar
minyak semakin meningkat. Namun produksi minyak bumi sebagai pemasok
utama bahan bakar semakin menipis, sehingga bio-diesel dapat digunakan sebagai
salah satu bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi. Bio-diesel diolah dari
biomassa yang berasal kemiri sunan dengan menggunakan proses transesterifikasi.
Kemiri sunan yang digunakan yaitu bagian biji yang banyak mengandung minyak
nabati.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan bio-diesel sebagai energi
alternatif pengganti minyak bumi melalui proses transesterifikasi. Serta
mempelajari pengaruh temperatur transesterifikasi terhadap jumlah bio-diesel
yang dihasilkan dan mempelajari kinetika reaksi pada proses transesterifikasi.
1.4 ManfaatPenelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan :
1. Bagi peneliti sebagai pengembangan pada ilmu pengetahuan yang
terkait didalam bidang/industri dalam pembuatan bio-diesel.
2. Bagi civitas akademik sebagai literatur atau referensi dalam
pelaksanaan pembelajaran.
3. Bagi perindustrian sebagai pengembangan iptek dan diharapkan dapat
menjadi referensi pada industri bio-diesel ataupun industi yang terkait.
1.5 Ruang Lingkup
1. Pembuatan bio-diesel menggunakan minyak kemiri sunan dengan cara
transesterifkasi dengan katalis KOH.
2. Pembuatan bio-diesel dengan memvariasikan rasio mol, temperatur
reaksi dan kecepatan pengadukan pada pembuatan bio-diesel.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat laboratory research. Data-data yang diperoleh
kemudian dibandingkan dengan beberapa referensi yang terkait dengan penelitian
ini. Hasil yang diperoleh akan disajikan secara deskriptif yang disertai dengan
analisa sehingga menunjukkan suatu kajian ilmiah yang dapat dikembangkan dan
diterapkan lebih lanjut.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan usulan penelitian terdiri dari 3 Bab. Bab I berisi
tentang latar belakang mengapa perlu melakukan pembuatan bio-diesel,
identifikasi masalah, tujuan, ruang lingkup, manfaat, metode dan sistematika
penulisan penelitian. Bab II berisikan tinjauan pustaka mengenai bahan baku,
proses serta produk yang telah komersil. Bab III berisikan metode penelitian yaitu
menjelaskan tentang bahan dan alat yang digunakan, prosedur penelitian, variabel
yang akan dilakukan dan tempat serta jadwal pelaksanaan penelitian. Selain itu,
terdapat daftar pustaka yang berisi sumber-sumber bahan pustaka mengenai
penelitian ini. Kemudian terdapat lampiran yang berisi tentang cara menghitung
penggunaan bahan baku dan prosedur analisa hasil penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa
Biomassa merupakan salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui.
Biomassa sebagai sumber energi yang sangat potensial pada abad 21 mempunyai
dua karakteristik. Pertama, biomassa sebagai sumber bahan organik yang dapat
diperbaharui dan persediannya melimpah (berdasarkan data yang dilaporkan
suwono kira-kira mencapai 40 milyar ton/tahun). Kedua, biomassa dapat
mengikat karbon dioksida dari atmosfir [Song dkk, 2000].
Biomassa dapat diperoleh dari limbah organik yang terdapat pada limbah
pertanian, limbah hutan, dan limbah perkotaan. Biomassa dapat dibagi atas 3
kategori, yaitu:
1. Biomassa hutan dapat berupa ranting kayu, sisa penebangan, serbuk kayu,
kulit kayu, dan limbah hutan lainnya.
2. Biomassa pertanian berasal dari limbah yang dihasilkan setelah panen dan
limbah dari perkebunan.
3. biomassa perkotaan berasal dari sampah perkotaan, perdagangan dan
limbah industri.
Kandungan biomassa yang terdiri dari karbon dan hidrogen dapat
dijadikan dasar sebagai kandungan yang terdapat dalam bahan bakar [Quebec,
2004].
Teknologi yang digunakan untuk mengkonversi biomassa dapat dibagi
menjadi empat kategori. Proses pembakaran langsung, proses termokimia, proses
biokimia dan proses agrokimia. Proses konversi termokimia dapat dibagi lagi
menjadi : gasifikasi, pyrolysis dan pencairan langsung yang menghasilkan cairan
yang lebih banyak dari proses lainnya [Song dkk, 2000].
2.2 Kemiri Sunan
Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) merupakan tumbuhan asli dari
Filipina, namun saat ini banyak umbuh secara alami di Jawa Barat. Tanaman
kemiri sunan diklasifikasikan kedalam divisi Magnoliophyta, kelas
Magnoliopsida, ordo Malpiqhiales, famili Euphorbiaceae, sub-famili
Crotonoideae, genus Aleurites, spesies Aleurites trisperma. Tanaman ini
merupakan jenis tanaman liar dari Filipina yang dapat tumbuh pada daerah
berketinggian rendah sampai sedang [Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan, 2009].
Bahkan di Jawa Barat ditemukan tumbuh dan berproduksi dengan baik
hingga ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Potensi terbesar dari
tanaman kemiri sunan terdapat pada buah yang terdiri dari biji dan cangkang
(kulit). Pada biji terdapat inti biji dan kulit biji. Inti biji (kernel) inilah yang dapat
diproses menghasilkan minyak nabati yang sangat potensial sebagai, penghasil
biosolar beserta turunan-turunannya [Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan, 2009].
Potensi terbesar dari tanaman Kemiri Sunan ada pada buah yang terdiri
dari biji dan cangkang (kulit). Pada biji terdapat inti biji dan kulit biji. Inti biji
inilah yang nantinya dapat diproses menjadi minyak kemiri sunan dan digunakan
sebagai sumber energi alternatif pengganti solar (biodiesel) melalui proses lebih
lanjut.
Inti dari buah mampu menghasilkan minyak sebesar 56 % [Vassen &
Umali, 2001]. Untuk mendapatkan minyak, inti biji harus diperah terlebih dahulu.
Hasil dari perahan ini berupa minyak berwujud cairan bening berwarna kuning
dan bungkil.
Komposisi minyak terdiri dari asam palmitic 10 %, asam stearic 9 %, asam
oleic 12 %, asam linoleic 19 % dan asam α-elaeostearic 51 %. Asam α-
elaeostearic menjelaskan adanya kandungan racun pada minyak.
Minyak Kemiri Sunan hasil perahan tersebut kemudian diproses lebih
lanjut menjadi biodiesel. Minyak tersebut selain digunakan sebagai biodiesel, juga
digunakan dalam berbagai produk industri. Antara lain digunakan sebagai bahan
untuk membuat pernis, cat, sabun, linoleum, minyak kain, resin, kulit sintetis,
pelumas, kampas, dan campuran pada pembersih/pengkilap, pelindung kontainer
makanan dan obat-obatan, melapisi/melindungi permukaan kawat dan logam lain
seperti pada radio, radar, telepon, dan perlengkapan telegraf [Duke, 1978].
Sisa dari ekstraksi berupa bungkil mengandung 6 % nitrogen, 1,7 %
potassium dan 0,5 % phosphor. Bungkil ini dapat diolah lebih lanjut menjadi
biogas. Dari 3 kg bungkil diperoleh 1,5 m3 biogas atau setara dengan 1 liter
minyak tanah.
Menurut Tatang (2007), rata-rata kebutuhan harian biogas utk 1 rumah
tangga adalah 2 - 3 m3/hari, sehingga dibutuhkan 6 – 9 kg bungkil per hari, atau 2
– 3 ton bungkil per tahun. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut diperlukan sekitar
6 ton biji kering per tahun.
Jika diasumsikan produktivitas per pohon pada usia diatas 7 tahun
mencapai 300 kg biji kering per tahun, maka tiap rumah tangga mampu
mencukupi sendiri kebutuhan biogas per tahun hanya dengan menanam 15 pohon
Kemiri Sunan, tidak perlu lagi membeli minyak tanah. Dengan demikian
penjarahan hutan untuk kayu bakar tidak perlu terjadi lagi.
Limbah bungkil sisa dipakai untuk biogas dapat digunakan sebagai pupuk.
Sebagai pembanding, untuk 1 Ha tanaman padi dibutuhkan pupuk urea sebesar
150 kg (kandungan N 45%).
2.3 Biodiesel
Biodiesel adalah sejenis bahan bakar yang termasuk kedalam kelompok
bahan bakar nabati (BBN) .Bahan bakunya bisa berasal dari berbagai sumber
daya nabati, yaitu kelompok minyak dan lemak.
Biodiesel merupakan suatu nama dari Alkyl Ester atau rantai panjang asam
lemak yang berasal dari minyak nabati maupun lemak hewan. Biodiesel tidak
mengandung petroleum diesel atau solar.
Biodiesel adalah senyawa mono alkil ester yang diproduksi melalui reaksi
transesterifikasi antara trigliserida (minyak nabati, seperti minyak sawit, minyak
jarak dll) dengan metanol menjadi metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis
basa.
2.4 Ekstraksi Sokletasi
Ekstraksi yang dilakukan menggunakan metoda sokletasi, yakni sejenis
ekstraksi dengan pelarut organik yang dilakukan secara berulang-ulang dan
menjaga jumlah pelarut relatif konstan, dengan menggunakan alat soklet. Minyak
nabati merupakan suatu senyawa trigliserida dengan rantai karbon jenuh maupun
tidak jenuh. Minyak nabati umumnya larut baik dalam pelarut organik, seperti
benzen dan heksan. Untuk mendapatkan minyak nabati dari bagian tumbuhan
dapat dilakukan metode sokletasi dengan menggunakan pelarut yang sesuai
[Ketaren, 1986].
Proses sokletasi digunakan untuk ekstraksi lanjutan dari suatu senyawa
dari material atau bahan padat dengan pelarut panas. Alat yang digunakan adalah
labu didih, ekstraktor dan kondensor. Sampel dalam sokletasi perlu dikeringkan
sebelum disokletasi. Tujuan dilakukannya pengeringan adalah untuk
mengilangkan kandungan air yang terdapat dalam sample sedangkan dihaluskan
adalah untuk mempermudah senyawa terlarut dalam pelarut. Didalam sokletasi
digunakan pelarut yang mudah menguap. Pelarut itu bergantung pada
tingkatannya, polar atau non polar [Ketaren, 1986].
Bila penyaringan telah selesai maka pelarut yang telah di uapkan kembali
adalah zat yang bersisa. n-heksana merupakan pelarut yang baik untuk
hidrokarbon dan untuk senyawa yang mengandung oksigen proses penyaringan
yang berulang ulang pada proses sokletasi bergantung pada tetesan yang mengalir
pada bahan yang di ekstraksi. Sampel pelarut yang digunakan bening atau tidak
berwarna lagi. Umumnya prosedur sokletasi hanya pengulangan, sistematis dan
dengan menggunakan pemisahan labu untuk ekstraksi sederhana tetapi lebih
merupakan metode yang spesial, dan alat yang digunakan lebih kompleks, Oleh
karena itu alat soklet cenderung mahal.
Syarat-syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi:
a. Pelarut yang mudah menguap, misalnya n-heksana, eter, petroleum eter,
metil klorida dan alkohol;
b. Titik didih pelarut rendah;
c. Pelarut dapat melarutkan senyawa yang diinginkan;
d. Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan; dan
e. Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi (polar atau nonpolar).
Keuntungan metode ini adalah :
1. Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak
tahanterhadap pemanasan secara langsung.
2. Digunakan pelarut yang lebih sedikit.
3. Pemanasannya dapat diatur.
Kerugian dari metode ini :
1. Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah
bawah terus- menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi
peruraian oleh panas.
2. Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya
dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan
membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.
3. Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan
pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena
seluruh alat yang berada di bawah kondensor perlu berada pada temperatur ini
untuk pergerakan uap pelarut yang efektif.
2.5 Transesterifikasi
2.5.1 Aspek Umum Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah istilah umum yang digunakan untuk
menjabarkan reaksi organik yang penting di mana ester ditransformasi menjadi
bahan lain melalui interchange dari alkoksi. Jika reaksi terjadi antara ester
original dengan suatu alkohol maka proses transesterifikasi disebut sebagai
alkoholisis. Dalam review ini istilah transesterifikasi digunakan juga sebagai
sinonim dari alkoholisis ester karboksilat. Reaksi transesterifikasi adalah reaksi
setimbang dan transformasinya terjadi oleh adanya pencampuran reaktan.
Keberadaan katalis dapat mempercepat pengaturan kesetimbangan. Untuk
memperoleh yield ester yang tinggi maka digunakan alkohol berlebih.
2.5.2 Transesterifikasi Minyak Nabati
Dalam transesterifikasi minyak nabati, trigliserida bereaksi dengan
alkohol dengan adanya asam kuat atau basa kuat sebagai katalis menghasilkan
campuran fatty acid alkyl ester dan gliserol (Freedman, et al.,1986). Reaksi
transesterifikasi antara minyak atau lemak alami dengan metanol digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.1. Reaksi Transesterifikasi [Renita, 2006]
Freedman, et al (1986) melaporkan bahwa reaksi transesterifikasi
merupakan reaksi tiga tahap dan reversibel di mana mono dan digliserida
terbentuk sebagai intermediate. Reaksi stoikimetris membutuhkan 1 mol
trigliserida dan 3 mol alkohol. Dalam hal ini digunakan alkohol berlebih untuk
meningkatkan yield alkyl ester dan untuk memudahkan pemisahan fasanya dari
gliserol yang terbentuk [Schuchardt, et al., 1998].
Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu,
kecepatan pengadukan, jenis dan konsentrasi katalis dan perbandingan etanol-
asam lemak. Proses transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat bila suhu
dinaikkan mendekati titik didih alkohol yang digunakan. Semakin tinggi
kecepatan pengadukan akan menaikkan pergerakan molekul dan menyebabkan
terjadinya tumbukan. Pada awal terjadinya reaksi, pengadukan akan
menyebabkan terjadinya difusi antara minyak atau lemak sampai terbentuk metil
ester. Pemakaian alkohol berlebih akan mendorong reaksi ke arah pembentukan
etil ester dan semakin besar kemungkinan terjadinya tumbukan antara molekul-
molekul metanol dan minyak yang bereaksi [Hui, 1996].
Menurut Schuchardt, et al. (1998) di samping faktor-faktor yang telah
disebutkan sebelumnya, kemurnian reaktan terutama kandungan air dan
kandungan asam lemak bebas (FFA) juga merupakan faktor yang mempengaruhi
keberlangsungan transesterifikasi.
Transesterifikasi minyak nabati menjadi metil ester dilakukan dengan
satu atau dua tahap proses, tergantung pada mutu awal minyak nabati. Proses
transesterifikasi memerlukan katalis untuk mempercepat laju pembentukan ester.
Biasanya katalis yang digunakan berupa asam (HCl, H2SO4) atau katalis
basa/alkali (NaOCH3, KOH dan NaOH).
Gambar 2.2 mekanisme transesterifikasi dengan katalis asam [Manurung, 2005]
Mekanisme transesterifikasi-katalis basa ditunjukkan dalam Gambar 2.2
Tahap I : reaksi antara basa dan alkohol menghasilkan alkoksida dan katalis
terprotonkan.
Tahap II : nukleofilik menyerang alkoksida pada grup karbonil dari TG
membentuk suatu intermediate.
Tahap III : pen-stabilan muatan intermediate membentuk digliserida dan alkil
ester.
Tahap IV : katalis mengalami deprotonasi dan kembali ke keadaan
semula.
Pembentukan monogliserida dan ester terjadi melalui mekanisme yang
serupa.
Gambar 2.3 Mekanisme Transesterifikasi [Manurung, 2005]
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian
3.1.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi biji kemiri
sunan yang telah dikeringkan dengan berat 500 g, KOH 1,5% berat sampel,
metanol p.a., n-heksan p.a.
3.1.2 Alat
Satu unit reaktor yang dilengkapi dengan motor pengaduk, satu set alat
sokletasi, blender untuk menghaluskan biji kemiri sunan, pipet tetes, timbangan,
gelas ukur, gelas kimia, erlenmeyer, sentrifus, unit destilasi, piknometer,
viskometer Oswald, Cleveland flash point tester, Kalorimeter.
3.1.3 Rangkaian Alat
Pada penelitian Pembuatan bio-diesel dari kemiri sunan, menggunakan
alat ekstraksi berupa 1 set alat soklet. Rangkaian alat tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut:
Keterangan :
1. Kondensor
2. Tabung soklet
3. Selongsong
4. Statif
5. Labu didih dasar
bulat
6. Mantel pemanas
2
4
3
1
5
6
Gambar 3.1 Rangkaian alat sokletasi
3.2 Variabel Penelitian
3.2.1 Variabel Tetap
1. Waktu reaksi 4 jam
3.2.2 Variabel Bebas
1. Ratio minyak : methanol : 1:4, 1:5, 1:6
2. Suhu Reaksi : 50oC, 60oC, 70oC
3. Kecepatan Pengadukan : 550 rpm, 600 rpm, 650 rpm
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Persiapan bahan baku
Kernel kemiri sunan yang telah dikeringkan dibeli dari penjual. Bahan-
bahan kimia diperoleh dari penjual bahan-bahan kimia di daerah panam.
3.3.2 Proses ekstraksi minyak pada biji kemiri sunan
Pada penelitian ini minyak kernel kemiri sunan dipisahkan dengan cara
ekstraksi sokletasi.
Gambar 3.2. Proses Ekstraksi Bio-oil
500 g kernel kemiri sunan
Pembersihan pengeringan dan pengecilan ukuran
Ekstraksi menggunakan pelarut
Minyak Ampas
Biji kemiri sunan yang telah dikeringkan terlebih dahulu di diperkecil
ukurannnya dengan cara diblender, lalu dibungkus dalam selongsong yang terbuat
dari kertas saring, lalu dimasukkan kedalam unit sokletasi lalu mulai diekstraksi
sampai pelarut yang merendam bahan berwarna bening, proses sokletasi
dilakukan pada suhu sekitar 70oC-75 oC. Minyak yang diperoleh tersebut dianalisis
kadar ALB-nya.
3.3.3 Proses pembuatan biodiesel dari minyak biji kemiri sunan
Minyak (Bio-oil) yang didapat dari proses ekstraksi, di masukkan kedalam
labu reaksi yang dilengkapi dengan pengaduk magnetik dengan menambahkan
metanol. Setelah itu dilakukan proses transesterifikasi, dengan menambahkan
katalis KOH 1,5% untuk memulai proses transesterifikasi selama 4 jam. Setelah
proses transesterifikasi selesai, campuran biodiesel, gliserol dan metanol
dipisahkan. Pertama, dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan giserol dari
biodiesel kemudian dilakukan proses destilasi untuk memisahkan metanol dari
biodiesel dan selanjutnya didapatkan biodiesel murni.
3.4 Analisis Kualitas Biodiesel.
Untuk mengetahui kualitas biodiesel yang dihasilkan maka dilakukan
beberapa analisis parameter antara lain densitas 40◦C, Viskositas kinematik pada
40oC, titik nyala, titik tuang, angka setane, dan nilai kalor.
1. Penentuan Densitas
Penentuan masa jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer.
2. Penentuan Viskositas
Viskositas ditentukan menggunakan alat ukur berupa viskometer oswald.
3. Penentuan Titik Nyala
Titik nyala ditentukan dengan menggunakan alat titik nyala cleveland flash
point tester.
4. Penentuan Titik Tuang (Pour Point)
Untuk menentukan titik tuang, minyak mula-mula dipanaskan sampai
115oF, dimana semua lilin sudah larut lalu didinginkan menjadi suhu mula-
mula minyak sebelum dipanaskan yaitu sekitar 90oF.
5. Penentuan nilai kalor
Nilai kalor bahan bakar ditentukan berdasarkan hasil pengukuran dengan
Kalorimeter.
6. Penentuan angka setana
Untuk menghitung setana indeks digunakan persamaan ASTM D-4373 dan
menggunkan ASTM D-976.
3.5 Tempat dan Pelaksanaan
Kegiatan ini dilakukan di lab TRK yang berada di fakultas teknik
Universitas Riau selama 5 minggu dengan rincian kegiatan sebagai berikut :
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan
No KegiatanMinggu ke-
1 2 3 4 5
1. Penelusuran literatur lanjutan
2. Persiapan bahan dan peralatan
3. Pelaksanaan eksperimen
4. Pengujian sifat mekanik, dan morfologi sampel
5. Pengolahan dan analisis data eksperimen
6. Pembuatan laporan dan pelaporan penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Duke, J.A. 1978. The quest for tolerant germplasm. p. 1-61. In: ASA Special
Symposium 32, Crop tolerance to suboptimal land conditions. Am. Soc.
Agron. Madison, WI.
Erika. 2008. Biofuel Dilemma : Alternative Energy Vs Food Crisis, Studi Kasus
Mengenai Dilema Penggunaan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alternatif
dan Krisis Pangan yang Ditimbulkannya. Tugas Makalah Akhir. Jakarta.
Freedman, B., Butterfield, R. O., Pryde, E., H., 1986. Transesterification Kinetics
of Soybean Oil, J. Am. Oil Chem. Soc, 63 (10): 1375-80.
Hui, Y. H., 1996, Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Oilseed Product, 5th
ed, 2. New York. John Wiley and Son Company Pub.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Manurung, R. 2005. Optimasi dan Kinetika Transesterifikasi Minyak Sawit
Menjadi Metil Ester. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara. Medan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2009. InfoTek Perkebunan.
Volume 1, nomor 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Bogor.
Quebec. 2004. Biomass. http://www.mrn.gouv.qc.ca/english/energy/index.jsp.mtl.
26 April 2014.
Schuchardt, U., Sercheli, R., and Vargas, R. Matheus, 1998, Transesterification of
Vegetable Oil: a Review, Journal Braz. Chem. Society 9 (1): 199-210.
Song,.C, Hu,.H, Wang,.G, dan Chen,.G. 2000. Liquefaction of Biomass with
Water in Sub – and Supercritical States. Scientific Research Fund For
Doctoral Award Unit In Chines University
Tatang H. Soerawidjaja, Oxidative and Thermal Degradations of Biodiesel and
Possible Methods for Determining Related Stabilities, Presented at The
3rd Meeting of Working Group for the Standardization of Biodiesel Fuel
for Vehicles in East Asia, Nakanoshima Center, Osaka, Japan, 29-30
November 2007.
Vossen, H. A. M.; Umali, B. E. (Editors). 2001. Plant resources of South-East
Asia No 14. Vegetable oils and fats. Backhuys Publishers, Leiden, the
Netherlands. 229 pp.