Upload
garrypontjo
View
30
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
UUD
Citation preview
Kasus Malpraktek dalam Kedokteran
JARI PUTUS KARENA CAIRAN INFUS
Pembimbing
Dr.dr. Wawan Mulyawan, Sp.BS, AAK
Penyusun
Anugerah Afrianto 030.05.035
Juliana Fitrida 030.05.178
LPT Liana Indayanadewi 030.07.108
KEPANITERAAN KLINIK
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA
DR.ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE 18 JUNI-21 JULI 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
BAB I
PENDAHULUAN
Dunia kedokteran yang dahulu seakan tak terjangkau oleh hukum, dengan
berkembangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhannya tentang perlindungan
hukum menjadikan dunia pengobatan bukan saja sebagai hubungan keperdataan,
bahkan sering berkembang menjadi persoalan pidana. Banyak persoalan-persoalan
malpraktek yang kita jumpai, atas kesadaran hukum pasien maka diangkat menjadi
masalah pidana. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu pemikiran dan langkah-
langkah yang bijaksana sehingga masing-masing pihak baik dokter maupun pasien
memperoleh perlindungan hukum yang seadil adilnya. Hingga sekarang belum ada
parameter yang tegas tentang batas pelanggaran kode etik dan pelanggaran hukum.
Kedudukan pasien yang semula hanya sebagai pihak yang bergantung pada
dokter dalam menentukan cara penyembuhan (terapi) kini berubah menjadi
sederajat dengan dokter. Dengan demikian dokter tidak boleh lagi mengabaikan
pertimbangan dan pendapat pihak pasien dalam memilih cara pengobatan.
Akibatnya apabila pasien merasa dirugikan dalam pelayanan dokter maka pasien
akan mengajukan gugatan terhadap dokter untuk memberikan ganti rugi terhadap
pengobatan yang dianggap merugikan dirinya. Dokterpun bereaksi, tindakan-
tindakan penuntutan dipengadilan itu mereka anggap sebagai ancaman. Penerapan
hukum dibidang kedikteran dianggap sebagai intervensi hukum. Mereka
mengemukakan bahwa KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) sudah cukup
untuk mengatur dan mengawasi dokter dalam bekerja, sehingga tidak perlu lagi
adanya intervensi hukum tersebut.
Kerancuan pemahaman atas masalah medical malpractice, masih sering
dianggap pelanggaran norma etis profesi saja yang tidak seharusnya diberikan
sanksi ancaman pidana.
Memang kita harus berkata jujur bahwa profesi kedokteran merupakan suatu
profesi yang penuh dengan resiko dan kadang-kadang dalam mengobati penderita
atau pasien dapat terjadi kematian sebagai akibat dari tindakan dokter. Resiko ini
kadangkala diartikan oleh pihak luar profesi kedokteran sebagai malpraktek medik.
1
Pelayanan kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan
pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit, termasuk didalamnya pelayanan
medis yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara dokter dengan
pasien yang membutuhkan penyembuhan. Dalam hubungan antara dokter dan
pasien tersebut terjadi transaksi terapeutik artinya masing-masing pihak mempunyai
hak dan kewajiban. Dokter berkewajiban memberikan pelayanan medis yang sebaik-
baiknya bagi pasien. Pelayanan media ini dapat berupa penegakan diagnosis
dengan benar sesuai prosedur, pemberian terapi, melakukan tindakan medik sesuai
standar pelayanan medik, serta memberikan tindakan wajar yang memang
diperlukan untuk kesembuhan pasiennya. Adanya upaya maksimal yang dilakukan
dokter ini adalah bertujuan agar pasien tersebut dapat memperoleh hak yang
diharapkannya dari transaksi yaitu kesembuhan ataupun pemulihan kesehatannya.
Namun adakalanya hasil yang dicapai tidak sesuai dengan harapan masing-
masing pihak. Dokter tidak berhasil menyembuhkan pasien, adakalanya pasien
menderita cacat atau bahkan sampai terjadi kematian dan tindakan dokterlah yang
diduga sebagai penyebab kematian tersebut. Dalam hal terjadi peristiwa yang
demikian inilah dokter sering kali dituduh melakukan kelalaian yang pada umumnya
dianggap sebagai malpraktek.
2
BAB II
KRONOLOGIS KASUS
Pada tanggal 15 Nopember 2010, seorang bayi peryempuan berusia 4 bulan
bernama Maureen panas dan muntah-muntah sehingga dibawa ke Rumah Sakit
Global Medika Tangerang – Awal Bros Group Hospitals. Lalu Maureen diperiksa
oleh dokter spesialis anak yang bernama dr. R, dan diberikan obat anti muntah, obat
penurun panas dan batuk pilek.
Tetapi setelah meminum obat yang diberikan oleh dr. R, demam Maureen
tidak turun, malah semakin meingkat dan Maureen mengalami kejang. Sehingga
keesokan harinya pada tanggal 16 Nopember 2010, Maureen kembali dibawa ke RS
Global Medika Tangerang karena demam, batuk, pilek dan diare yang disertai
kejang. Maureen datang dalam kondisi parah. Tidak sadar, kejang, nafas tersengal-
sengal, denyut jantung sangat cepat, demam tinggi, kekurangan cairan berat,
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Oleh dr. R, Maureen dibawa ke Ruang UGD dan dilakukan tindakan. Setelah
selesai dari UGD, kemudian Maureen dipindahkan ke Ruang ICU. Menurut
keterangan dari pihak RS, dalam kondisi pasien seperti itu yang dipikirkan hanyalah
penyelamatan terhadap pasien. Maureen diinfus setelah meminta persetujuan dari
keluarganya. Saat diinfus, Maureen yang ketika berusia 4 bulan itu, sulit
menemukan pembuluh darah tapi infus berhasil dipasang dan terbukti aliran infus
lancar.
Di Ruang ICU, Ibu Maureen meminta kepada dokter jaga saat itu dr. I, untuk
membuka perban di tangan anaknya (infus dengan spalk yang difiksasi dengan
perban). Ternyata setelah perban dibuka, tangan Maureen bengkak dan berwarna
merah keungu-unguan. Dr. I menjelaskan kalau tangan Maureen akan kembali
normal dalam waktu 7 hari ke depan. Dan juga dijelaskan oleh dr. I, kalau kondisi
tangan Maureen seperti itu akibat infus cairan bicnat yang dilakukan di Ruang UGD.
Ibu Maureen sangat kaget, karena tidak pernah diberitahu sebelumnya kalau anak
saya akan diinfus.
3
Dokter memberikan infus bicnat pada Maureen yang diduga tidak tepat
menyuntikkan jarum ke pembuluh darah dengan dosis tinggi, tangan Maureen
mengalami luka bakar dan membuat jaringan kulit kelingking kanannya mati hingga
berwarna biru keungu-unguan.
Selama 7 hari di Ruang ICU, ternyata tangan Maureen tidak juga membaik
dan semakin parah. Seluruh tangan kanan melepuh, bernanah dan bengkak sekali,
mulai dari ujung jari sampai pergelangan tangan, ujung jari telunjuk menghitam dan
jari kelingking semakin mengecil dan menghitam.
Berkali-kali orang tua Maureen mencoba menemui manajemen rumah sakit
untuk meminta penjelasan dan pertanggung jawaban, tetapi sangat sulit untuk
bertemu dan hanya ditemui oleh dokter-dokter yang merupakan karyawan di Rumah
Sakit Global Medika Tangerang.
Setelah berulang-ulang kali meminta untuk bertemu, akhirnya tanggal 3
Desember 2010 orang tua Maureen bertemu dengan pihak manajemen RS dan
manajemen hanya memberitahu kalau tindakan mereka telah benar sesuai SOP.
Akhirnya pada tanggal 20 Desember 2010 kuku jari telunjuk Maureen lepas.
Pada tanggal 27 Desember 2010, jari kelingkingnya putus dengan sendirinya
sebanyak dua ruas dengan menyisakan tulang yang masih menonjol di bekas
putusan jarinya. Belum lagi telapak tangan dan punggung tangan yang masih luka
dan keempat jarinya yang ternyata tidak dapat berfungsi normal.
Pada tanggal 13 Januari 2011, Rumah Sakit Global Medika Tangerang
mengirim surat yang ditanda tangani oleh Direktur RS Awal Bros Tangerang, Drg. K.
Di dalam surat itu mereka mengatakan kalau permasalahan jari Maureen adalah
dampak dan resiko yang dapat timbul dalam suatu proses tindakan pertolongan
pemulihan terhadap sakitnya pasien.
Pekerjaan profesi bagi setiap kalangan terutama dokter tampaknya harus
sangat berhati-hati untuk mengambil tindakan dan keputusan dalam menjalankan
tugas-tugasnya karena sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tuduhan
malpraktik bukan hanya ditujukan terhadap tindakan kesengajaan (dolus) saja.
Tetapi juga akibat kelalaian (culpa) dalam menggunakan keahlian, sehingga
mengakibatkan kerugian, mencelakakan, atau bahkan hilangnya nyawa orang lain.
4
Selanjutnya, jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik
yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Undang-undang No. 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan
malpraktik dengan sanksi pidana.
5
BAB III
DASAR UNDANG-UNDANG
A. TINJAUAN PELANGGARAN MENURUT UU KESEHATAN
1. UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 55 ayat(1) : “Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat
kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan”
Syarat kelalaian :
- DUTY
- DERELICTION
- DAMAGES
- DIRECT CAUSALSHIP
Dokter dalam hal ini memenuhi syarat kelalaian seorang dokter yaitu
menyebabkan cedera (damage) sehingga pasien tersebut merasa dirugikan.
2. UU No 29 tahun 2004 tentang Kesehatan
Terkait tindak kelalaian yang menyebabkan luka berat
a) Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan
antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk
pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan.persetujuan.
b) Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat
persetujuan
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien mendapat penjelasan secara lengkap
6
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup:
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik
secara tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung
risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh pihak yang berhak memberikan persetujuan.
c) Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban:
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien
itu meninggal dunia.
c. Melakukan pertolongan darurat ataas dasar perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melaksanakannya.
d. Menambah pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.
d) Pasal 52
Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
d. Menolak tindakan medis
7
e. Mendapatkan isi rekam medis
B. TINJAUAN PELANGGARAN MENURUT KUHP
a) Pasal 359
Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama
satu tahun.
b) Pasal 360 KUHP
(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang
lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun
(2) Barangsiapa karena kesalahannya atau kelalaiannya menyebabkan orang
lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu,
diancam dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda
paling tinggi 4500 rupiah
C. TINJAUAN PELANGGARAN MENURUT KUH PERDATA
a) Pasal 1365 KUH Perdata
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada setiap
orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, menggantikan kerugian tersebut’.
b) Pasal 1366 KUH Perdata
“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau
kekuranghati-hatiannya”.
c) Pasal 1367 ayat (1) KUH Perdata
“Seseorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya sendiri tetapi juga disebabkan karena perbuatan orang-
orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang
yang berada di bawah pengawasannya“.
8
d) Pasal 1371 tentang :
“Penyebab luka atau penyebab cacatnyasesuatu anggota badan dengan
sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk
selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut penggantian
kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga peggantian ini
dinilai menurut kedudukan dan kemampuan keduabelah pihak dan menurut
keadaan”.
9
BAB IV
PEMBAHASAN
TINJAUAN PELANGGARAN MENURUT KUHP
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan tersebut
berisikan penjelasan secara lengkap mengenai diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan, alternatif tindakan, risiko serta komplikasi dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan. Hal ini diatur dalam KUHP pasal 39, pasal 45,
pasal 51, pasal 52, pasal 359 dan pasal 360.
Pada kasus ini, ibu Maureen mengaku belum dimntai persetujuan tindakan infus
yang akan diberikan pada anaknya. Sehingga melanggar pasal-pasal di atas.
TINJAUAN PELANGGARAN MENURUT KUH PERDATA
Pasal 1365 KUH Perdata, Pasal 1366 KUH Perdata, Pasal 1367 ayat (1) KUH
Perdata serta pasal 1371 berisikan tentang segala tindakan yang membawa
kerugian kepada setiap orang lain wajib dipertanggungjawabkan dan diberi
penggantian atas kerugian tersebut.
Pada kasus ini, pihak keluarga Maureen merasa dirugikan karena menyebabkan
cacat pada Maureen dan tidak ada pemberian ganti rugi atas kejadian tersebut.
10
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus ini, seorang bayi perempuan berusia 4 bulan yang dirawat di RS
Global Medika Tanggerang – Awal Bros Group Hospitals, harus kehilangan jari-jari
tangannya. Sang Ibu pun menuntut pihak RS.
Pasien Maureen harus menjalani rawat inap karena mengalami demam,
batuk, pilek, diare, dan kejang. Pasien pun diinfus dengan cairan bicnat. Terdapat 2
versi kejadan, bahwa salah satu versi menyatakan bahwa dokter tidak meminta
persetujuan pihak keluarga terlebih dahulu untuk pemasangan infus, sedangkan
versi lainnya, Maureen diinfus setelah meminta persetujuan dari keluarganya,
walaupun sempat sulit menemukan pembuluh darah tetapi infus berhasil dipasang
dan terbukti aliran infus lancar.
Ternyata infus yang dipasang di tangan kanan Maureen menyebabkan kuku
jari telunjuk Maureen lepas, jari kelingking putus serta keempat jarinya ternyata tidak
dapat berfungsi normal.
Ibu pasien mencoba menemui manajemen RS untuk meminta penjelasan dan
pertanggungjawaban. Dan menurut pihak RS, permasalahan jari Maureen adalah
dampak dan resiko yang dapat timbul dalam suatu proses tindakan pertolongan
pemulihan terhadap sakit yang diderita pasien.
Oleh karena itu, Ibu pasien pun menuntut pihak RS. Untuk mendapatkan
solusi pada kasus ini dibutuhkan saksi dan bukti yang adekuat agar kasus ini dapat
diselesaikan, berdasarkan dasar-dasar hukum yang meliputi :
1. Pasal 1365 KUH Perdata
2. Pasal 1366 KUH Perdata
3. Pasal 1367 KUH Perdata
4. Pasal 1371 KUH Perdata
5. Pasal 39 UU RI No 29 tahun 2004
6. Pasal 45 UU RI No 29 tahun 2004
11
7. Pasal 51 UU RI No 29 tahun 2004
8. Pasal 52 UU RI No 29 tahun 2004
9. Pasal 359 KUHP
10.Pasal 360 KUHP
12