Upload
tranphuc
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan semakin berkembangnya bisinis ke dalam ranah internasional,
Negosiasi lintas budaya (Cross-culture) sangat sering terjadi karena adanya perbedaan
budaya di antara negara – negara yang berbeda. Namun, perbedaan budaya ini juga
dapat terjadi di antara kelompok – kelompok di dalam suatu negara. Budaya dalam
hak ini berkaitan dengan nilai – nilai bersama (shared value) dan kepercayaan yang
ada di dalam suatu masyarakat tertentu.
Budaya diartikan sebagai suatu internalisasi nilai (value) dan norma,
kepercayaan (beliefs) yang disosialisasikan dan di transfer kepada generasi
selanjutnya. Suatu negara juga dapat memiliki lebih dari satu budaya yang menyebar
melewati batas – batas nasional. Negosisasi internasionak perlu memperhatikan aspek
budaya demi mecapai negosiasi yang sukses.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas kita dapat rumuskan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini :
- Apa pengertian konseptualisasi budaya dan Negosisasi ?
- Apa pengaruh budaya terhadap negosiasi : Sudut Pandang Manajerial ?
- Apa pengaruh budaya terhadap negosiasi : Sudut Pandang Penelitian ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
- Untuk mengetahui pengertian pengertian konseptualisasi budaya dan negosiasi
- Untuk mengetahui pengaruh budaya terhadap negosiasi dari sudut pandang
manajerial
- Untuk mengetahui pengaruh budaya terhadap negosiasi dari sudut pandang
penelitian
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONSEPTUALISASI BUDAYA DAN NEGOSIASI
Terdapat banyak makna berbeda mengenai konsep budaya, namun semua
definisi memiliki dua aspek fenomena di level kelompok. Hal ini berarti bahwa
sekelompok orang tertentu memiliki keyakinan, nilai, dan ekspektasi perilaku yang
sama. Elemen umum budaya yang kedua adalah bahwa keyakinan, nilai, dan
ekspektasi perilaku budaya dipelajarri dan diteruskan ke anggota baru tersebut.
Ada empat cara untuk mengonseptualisasi budaya dalam negosiasi internasional
menurut Robert Janosik (1987) yaitu :
2.1.1 Budaya Sebagai Perilaku yang Dipelajari
Ahli – ahli menitiberatkan pada alasan mengapa anggota budaya tertentu
berperilaku seperti ini, pendekatan pragmatis ini berkonsentrasi pada penciptaan
katalog perilaku yang harus diharapkan (diekspektasi) oleh negosiator internasional
saat memasuki budaya.
Banyak buku dan artikel mengenai negosiasi internasional yang
memberikan daftar tentang apa yang harus dan tidak boleh dilakukan saat
bernegosiasi degan orang yang berbeda budaya. Misalnya, Solomon (1987)
menyatakan bahwa negosiator internasional harus menyadari bahwa para
negosiator cina akan memulai negosiasi dengan mencari prinsip-prinsip luas dan
membangun hubungan. Sudut pandang ini mengamati dampak budaya terhadap
pengungkapan emosi selama negosiasi dan terhadap perilaku penyelamatan wajah.
2.1.2 Budaya Sebagai Nilai Bersama
Pendekatan ini berkonsentrasi pada pemahaman nilai dan norma umum yang
kemudian disusun sebuah model untuk bagaimana berbagai nilai dan norma ini
mempegaruhi negosiasi dalam budaya.
2
2.1.2.1 Model Dimensi Budaya Hofstede
Geert Hofstede, dalam analisisnya menunjukan empat
dimensi yang dapat digunakan untuk menjabarkan perbedaan penting antar
budaya.
Peringkat Individualisme Jarak Kekuatan Kualitas Hidup Penghindaran
ketidakpastian1. Amerika Malaysia Swedia Yunani
2. Australia Guatemala Norwegia Portugal
3. Inggris Panama Belanda Guatemala
4. Kanada Filipina Denmark Uruguai
5. Belanda Meksiko Kosta Rika Belgia
6. Selandia Baru Venezuela Yugoslavia El Savador
7. Italia Negara-Negara Arab Finlandia Jepang
8. Belgia Ekuador Cile Yugoslavia
9. Denmark Indonesia Portugal Peru
10. Perancisswedia
IndiaAfrika Barat Thailand
ArgentianCile
Kosta RikaPanamaSpanyol
a. Individualism/kolektivisme
Dimensi ini menjabarkan sejauhmana masyarakat ditata bedasarkan
individu atau kelompok. Masyarakat individualis mendorong generasi
mudanya untuk mandiri dan mengurus dirinya sendiri. Masyarakat
kolektivistik mengintegrasi individu ke dalam kelompok terpadu yang
betanggung jawab atas kesejahteraan tiap individu di dalamya.
Impilkasinya adalah bahwa negosiato dari budaya kolektivis akan
sangat tergantung pada pembangunan dan pemeliharaan hubungan jangka
panjang, sedangkan negosiator dari budaya individualistik akan lebih
mungkin mengganti negosiator menggunakan kriteria jangka pendek apapun
yang cocok.
3
b. Jarak kekuatan
Menurut Hofstede, budaya dengan jarak kekuatan besar akan belih
mungkin mengonsentrasikan pengambilan keputusan di puncak kekuasaan,
dan semua keputusan penting akan ditentukan oleh pemimpin. Budaya jarak
kekuasaan kecil akan lebih menyebarkan pengambilan keputusan diseluruh
bagian organisasi, dan meski pemimpin dihormati dan disegani, keputusanya
tetap dapat dipertanyakan. Jadi dalam melakukan negosiasi dengan budaya
yang memiliki jarak kekuatan yang besar dapat berlangsung lambat akibat
dari banyaknya isu dan perlu meminta persetujuan dari pemimpinnya terlebih
dahulu.
c. Keberhasilan karier / kualitas hidup
Dalam penemuanya, Hofstede menemukan bahwa budaya yang
mendorong keberhasilan karier dicirikan oleh “perolehlah uang dan barang,
dan tidak memperhatikan orang lain, kualitas hidup, atau masyarakat.”
Sedangkan budaya yang mendorong kualitas hidup dicirikan oleh perhatian
terhadap hubungan dan pemeliharaannya. Negosiator dari budaya kualitas
hidup kemungkinan besar lebih memiliki rasa empati terhadap pihak lain dan
lebih mungkin mengusahakan kompromi.
d. Penghindaran ketidakpastian
Penghindaran ketidakpastian mengindikasikan sejauh mana sebuah
budaya memprogram anggotnya untuk merasa tidak nyaman atau nyaman
dalam situasu tidak terstruktur. Negosiator dari budaya penghindaran
ketidakpastian yang tinggi merasa kurang nyaman dengan situasi ambigu dan
akan merasa tidak nyaman saat aturan ngosiasi ambigu (tidak jelas) atau
berubah.
Model hofstede telah menjadi kekuatan yang dominan dalam penelitian
lintas budaya mengai bisnis internasional. Namun kritik yang paling penting
terhadap model ini adalah bahwa penelitian ini dilaksanakan dengan sampel
penelitian yang bukan benar – benar mewakili berbagai kekayaan budaya.
4
Dengan kata lain, model Hofstede dianggap merendahkan kekayaan perbedaan
nilai yang sebenarnya terdapat di berbagai budaya.
2.1.2.2 Model Nilai Budaya Hall
Antropolog budaya Edward Hall menspesifikasi sejumlah terbatas
nilai budaya yang dapat digunakan untuk memahami perbedaan antarbudaya,
dan dua diantaranya telah diterapkan pada negosiasi internasional: konteks
komunikasi serta ruang dan waktu. Hall menyatakan bahwa budaya dapat
dibedakan berdasarkan apa budaya tersebut terlibat dalam konteks
komunikasi tingkat rendah atau tingkat tinggi. Budaya dengan konteks
komunikasi tingkat rendah cenderung berkomunikasi secara langsung,
dengan makna diutarakan secara jelas dan eksplisit lewat kata – kata. Di sisi
lain, budaya dengan konteks komunikasi tinggi cenderun berkomunikasi
dengan cara yang bersifat kurang langsung, dengan makna tersirat dari
konteks yang mengelilinginya.
Dimensi Kedua Hall, ruang dan waktu, merujuk pada perbedaan
antarbudaya dalam hal bagaimana budaya tersebut terkait dengan, mengelola,
dan menjadwalkan kegiatan. Hall menunjukan bahwa sebagian budaya
bersifat monokronik dalam artian budaya ini lebih suka mengelola dan
menjadwalkan segala hal secara berurutan, sementara budaya lain bersifat
polikronik dalam artian bahwa budaya tersebut dicirikan oleh berbgaia
kegiatan berbeda terjadi secara simultan (bersama-sama).
2.1.3 Budaya Sebagai Dialektika
Pendekatan ketiga ini menyadari bahwa semua budaya mengandung
dimensi atau ketegangan yang disebut dialektika. Menurut Janosik (1987),
pendekatan budaya sebagai dialektika memiliki kelebihan dibanding
pendekatan budaya sebagai nilai bersama karena pendekatan budaya ini dapat
menjelaskan variasi dalam satu budaya ( artinya, tidak semua orang dalam satu
5
budaya memilik nilai yang sama dengan konsentrasi yang sama). Ahli – ahli
menyatakan bahwa negosiator yang ingin berhasil dalam negosiasi
intenasiaonal harus menghargai kekayaan budaya dimana ia akan bekerja.
Sedangkan Gelfand dan McCusker (2002) lebih menekankan pada
pengamatan terhadap perumpamaan negosiasi, artinya sistem makna yang
menyeluruh dan koheren, yang telah dikembangkan dan di pelihara dalam
lingkungan sosio-kultural tertentu, dan berfungsi untuk menafsirkan,
menuyusun struktur, dan mengeloloa tindakan sosial dalam negosiasi.
Misalnya perumpahaan negosiasi adalah olahraga yang merupakan
perumpamaan dominan untuk memahami negosiator amerika serikat, di mana
para negosiator berkonsentrasi pada kinerja mereka sendiri dan kemenangan
serta negosiasi berlangsung dalam episode-episode.
Sudut pandang budaya sebagai dialektika dimulai dengan pemahaman
mendalam mengenai budaya dan menggunakan pemahama tersebut untuk
menciptakan perumpamaan negosiasi untuk mendapatkan pemaham yang kaya
mengenai bagaimana negosiasi berlangsung dalam sebuah budaya. Negosiator
yang memiliki pemahaman yang kuat mengenai perumpamaan dalam sebuah
budaya akan lebih mungkin berhasil dalam negosiasi
2.1.4 Budaya Dalam konteks
Para pendukung pendekatan budaya dalam konteks mengakui bahwa
perilaku negosiasi ditentukan oleh banyak faktor, dan menggunakan budaya
sebagai satu – satunya penjelasan perilaku berarti menyederhanakan sebuah
proses sosial yang kompleks. Kumar dan Worm (2004) menyatakan hal ini
dengan jelas: “meski negosiasi selalu berada dalam masa kini, negosiasi
sebernarnya dipengaruhi oleh apa yang membayangi di masal lalu dan dibatasi
oleh bayangan masa depan”.
Adair dan Brett (2003) memberikan contoh budaya dalam konteks,
bahawa pola komunikasi berbeda – beda untuk negosiator dari budaya dengan
6
konteks komunikasi yang tinggi dan budaya dengan kontek komunikasi rendah
di berbagai tahapan negosiasi
2.2 PENGARUH BUDAYA TERHADAP NEGOSIASI DARI SUDUT PANDANG
MANAJERIAL
Perbedaan budaya dinyatakan mempengaruhi negosiasi lewat 10 cara yaitu :
Faktor faktor Negosiasi Rentang Tanggapan Budaya
Definisi negosiasi Kontrak – hubungan
Peluang negosiasi Distributif – integratif
Pemilihan negosiator Ahli – rekan terpercaya
Protokol Informal – formal
Komunikasi Langsung – tidak langsung
Kepekaan waktu Tinggi – rendah
Kecenderungan resiko Tinggi – rendah
Kelompok versus individu Kolektivitasme – individualisme
Sifat kepekaan Spesifik – umum
emosionalisme Tinggi - rendah
2.2.1 Definisi Negosiasi
Definisi mendasar negosiasi,apa yang dapat dinegosiasikan dan apa yang
terjadi ketika kita bernegosiasi dapat sangat berbeda antarbudaya.Misal, orang-
orang Amerika cenderung memandang negosiasi sebuah proses kompetitif
untuk menawarkan dan memberikan penawaran ulang,sementara orang Jepang
cenderung memandang negosiasi sebagai peluang untuk berbagi informasi.
2.2.2 Peluang Negosiasi
Budaya mempengaruhi cara negosiator melihat peluang sebagai sesuatu yang
bersifat distributif atau integratif.Misal,negosiator Amerika cenderung
menganggap negosiasi pada dasarnya bersifat distributif.Namun, tidak
demikian halnya dengan di luar Amerika Utara , sebab terlihat bahwa terdapat
sangat banyak variasi antarbudaya di mana situasi negosiasi dianggap bersifat
7
distributif atau integratif.Negosiasi lintas budaya dipengaruhi oleh sejauh
mana negosiator dalam budaya berbeda memiliki kesepakatan atau
perselisihan mendasar mengenai apa situasi tersebut bersifat distributif atau
integratif.
2.2.3 Pemilihan Negosiator
Kriteria untuk memilih siapa yang akan berpartisipasi dalam negosiasi berbeda
beda dalam berbagai budaya.Kriteria ini mungkin mencangkup pengetahuan
mengenai subjek yang dinegosiasikan ,senioritas,hubungan
keluarga,gender,usia,pengalaman dan status.Misal di Cina yang penting adalah
membangun hubungan pada awal proses negosiasi dan pemilihan negosiator
yang tepat dapat membantu hal ini.
2.2.4 Protokol
Berbagai budaya berbeda dalam hal sejauh mana protokol atau formalitas
hubungan antara dua pihak yang bernegosiasi, dianggap penting.Budaya
Amerika adalah budaya yang paling tidak formal di dunia.Gaya komunikasi
yang familier cukup umum;menggunakan nama depan,misalnya sementara
gelar diabaikan.Banyak negara Eropa sangat formal dan dan tidak
menggunakan gelar yang tepat saat menyapa merupakan anggapan
penghinaan.Di pesisir Pasifik (China,Jepang) bila negosiator tidak membawa
kartu nama resmi atau kartu nama perusahaan dianggap sebagai pelanggaran
protokol dan menghina rekan kerjanya.
2.2.5 Komunikasi
Budaya mempengaruhi cara orang berkomunikasi baik verbal maupun non
verbal.Terdapat juga perbedaan dalam bahasa tubuh diberbagai
budaya,perilaku yang mungkin sangat menghina di satu budaya mungkin
justru sangat bagus di budaya lain.
Terdapat banyak informasi mengenai cara berkomunikasi yang harus diingat
oleh negosiator internasional agar tidak menghina,tidak membuat marah atau
mempermalukan pihak lain selama bernegosiasi.Banyak buku atau artikel yang
membahas budaya secara spesifik yang dapat memberikan saran berguna bagi
negosiator internasional mengenai cara untuk berkomunikasi dalam berbagai
8
budaya.Mencari saran saran ini merupakan aspek penting dalam perencanaan
negosisasi internasional.
2.2.6 Kepekaan Waktu
Budaya sangat menentukan apa makna waktu dan bagaimana waktu
mempengaruhi negosiasi.Di Amerika serikat orang cenderung menghargai
waktu,bersikap peka tidak membuang buang waktu orang lain dan secara
umum meyakini bahwa lebih cepat lebih baik daripada lebih lambat karena
melambangkan produktivitas tinggi.Dalam masyarakat di daerah beriklim
panas gerak waktu lebih lambat daripada Amerika Serikat dan hal ini
cenderung mengurangi fokus pada waktu.Budaya Islam pada negara Arab
lebih menitik beratkan pada kejadian.
Fokus negosiasi adalah pada tugasnya,terlepas dari jumlah waktu yang
dipakai.Peluang untuk kesalahpahaman karena perbedaan persepsi mengenai
waktu sangat besar dalam negosiasi lintas budaya.
2.2.7 Kecenderungan Resiko
Beberapa budaya cenderung menghasilkan pembuat keputusan yang birokratis
dan konservatif yang menginginkan kesepakatan besar mengenai informasi
sebelum membuat keputusan.Budaya lainnya menghasilkan negosiator yang
bersifat seperti pengusaha dan bersedia bertindak serta mengambil resiko saat
mereka memiliki informasi yang tidak lengkap.Semua yang dalam budaya
yang menghindari resiko cenderung mencari informasi lebih lanjut dan
mengambil sikap menunggu dan melihat.
2.2.8 Kelompok versus Individu
Budaya budaya yang berorientasi kelopok menganggap penyesuaian diri
adalah penting dan menghargai anggota tim yang setia,mereka yang berani
tampil berbeda akan dikucilkan secara sosial – hukuman yang berat di dalam
lingkungan yang berorientasi kelompok orang orang amerika cenderung
memerlukan satu individu yang bertanggungjawab atas keputusan akhir.
Sedangkan budaya-budaya yang berorientasi kelompok seperti orang-orang
Jepang, cenderung memerlukan satu kelompok yang bertanggung jawab atas
keputusan. Pengambilan keputusan dalam budaya berorientasi kelompok
mencakup konsesus dan dapat membutuhkan banyak waktu dibanding waktu
9
yang digunakan para negosiator Amerika. Selain itu, karena begitu banyak
orang yang mungkin terlibat dalam negosiasi budaya-budaya yang berorientasi
kelompok, dan karena partisipasi mereka mungkin lebih sekuensial dan bukan
serentak.
2.2.9 Sifat Kesepakatan
Budaya berpengaruh pada akhir kesepakatan maupun terhadap bentuk
kesepakatan.
Di Amerika Serikat,kesepakatan biasanya didasarkan pada logika
(misal ,produsen dengan biaya paling rendah mendapatkan kesepakatan),sering
kali diformalisasaikan dan dikuatkan oleh sistem legal jika standar seperti itu
tidsk dihargai.Namun pada budaya lain,didapatnya suatu hal dapat jadi karena
disarkan oleh siapa anda(misal,hubungan kelarga atau hubungan politik anda)
dan bukan ndasar kemampuan anda.Orang China sering kali memorendum
kesepakatan sebagai awal dari negosiasi(keuntungan bersama dan
kompromi).Perbedaan budaya dalam cara mendapatkan persetujuan dam apa
arti persetujuan sebenarnya dapat menimbulkan kebingungan dan
kesalahpahaman.
2.2.10 Emosionalisme
Budaya mempengaruhi emosi seperti taktik atau respon alami terhadap
keadaan positif dan negatif selama negosiasi.Kepribadian juga cenderung
memainkan peranan dalam ekspresi emosi,tetapi sepertinya juga terdapat
banyak perbedaan lintas budaya,dan aturan aturan mengenai tampilan emosi
dalam budaya.
Terdapat banyak saran saran praktis mengenai pentingnya budaya dalam
negosisasi internasional.Budaya adalah aspek penting dalam negosiasi
Internasional yang berpengaruh luas terhadap aspek proses dan hasil negosiasi.
10
2.3 PENGARUH BUDAYA TERHADAP NEGOSIASI DARI SUDUT PANDANG
PENELITIAN
Model konseptual budaya mempengaruhi negosiasi dikembangkan oleh Jeanne
Brett.Model Brett mengidentifikasi bahwa budaya dari kedua negosiator dapat
mempengaruhi penentuan prioritas dan strategi,identifikasi potensi kesepakatan
integratif dan pola interaksi antara negosiator.Brettn berpendapat bahwa nilai budaya
memberikan pengaruh yang kuat terhadap kepentingan dan prioritas
negosiasi,sedangkan norma norma budaya akan mempengaruhi strategi negosiasi dan
pola interaksi.Strategi dan pola interaksi juga dipengaruhi oleh proses psikologis
negosiator,dan budaya memiliki pengaruh dalam proses ini.
2.3.1 Pengaruh Budaya terhadap Hasil negosiasi
Menelaah pertanyaan dasar mengenai cara budaya mempengaruhi hasil
negosiasi dilakukan dengan dua pendekatan.Pertama,membandingkan hasil
negosiasi yang tersimulasi yang sama dengan para negosiator dari berbagai
11
budaya yang berbeda yang hanya bernegosiasi dengan negosiator lain dari
budaya mereka sendiri.tujuan dari penilitian intrabudaya ini adalah untuk
melihat apakah para negosiator dari budaya yang berbeda mencapai hasil
negosiasi yang sama saat disajikan materi yang sama.Kedua,membandingkan
hasil negosiasi intrabudaya dan negosiasi lintas budaya untuk melihat apakah
hasilnya sama.
Penelitian oleh John Graham,menggunakan sebuah simulasi negosiasi
pembeli-penjual yang sangat sederhana di mana para negosiator harus
menentukan harga,Grahan tidak menemukan perbedaan dalam tingkat
keuntungan yang didapat negosiator dari budaya yang berbeda beda,termasuk
dalam perbandingan antara negosiator amerika dengan jepang,cina,kanada dan
meksiko.Namun penelitian telah menemukan bahwa negosiator dari budaya
yang kolektif cenderung mencapai hasil yang intergratif dibanding negosiator
dari budaya yang individualis.
Penelitian oleh Jeanne Brett,menggunakan simulasi negosiasi yang
lebih kaya dan menemukan perbedaan dalam hasil negosiasi oleh para
negosiator dalam budayan yang berbeda.
Kedua penelitian menunjukkan bahwa budaya berpengaruh terhadap
hasil negosiasi,tetapi terdapat pola yang rumit pada semua
budaya.Kemungkinan bahwa perbedaan dalam proses negosiasi dalam budaya
dan bukan budaya itu sendiri, mempengaruhi perbedaaan hasil tersebut.
Penilitian Adler dan Graham, menggunakan pendekatan perbandingan
negosiasi intrabudaya dengan lintas budaya.Menemukan bahwa negosiator
Jepang dan Kanada-Inggris menerima tingkat keuntungan yang lebih rendah
saat mereka melakukan negosiasi secara lintas budaya dibanding mereka
bernegosiasi intrabudaya.Negosiator Amrika dan Kanada-Perancis rata rata
hasil yang didapat sama saat bernegosiasi intrabudaya dan lintasbudaya.Hal ini
berarti negosiasi lintas budaya menunjukkan hasil yang buruk.
Kesimpulan,penelitian menunjukkan bahwa budaya memiliki pengaruh
terhadap hasil negosiasi meskipun tidak secara langsung dan kemungkinan
budaya memberikan pengaruh melalui perbedaan dalam proses negosiasi
dalam budaya yang berbeda.
12
2.3.2 Pengaruh Budaya terhadap Proses Negosiasi dan Pertukaran Informasi.
Penelitian oleh Graham,dalam negosiasi orang Amerika,keuntungan
lebih tinggi diperoleh dengan membuat lawan merasa tidak nyaman,sedangkan
dalam negosiasi Jepan,keuntungan yang lebih tinggi dikaitkan dengan
membuat lawan merasa nyaman.Selain itu negosiator brazil menggunakan
strategi yang kuat yang bersifat menipu lebih mungkin untuk menerima hasil
yang lebih tinggi.Selanjutnya strategi yang representasional(mengumpulkan
informasi) berkorelasi negatif dengan keuntungan yang diterima oleh
negosiator Meksiko dan Kanada-Perancis.pola komunikasi yang berbeda
dalam penggunawar lebih awal untuk mendapatkan informasi yang digunakan
oleh Jepang sedangkan negosiator Amerika menggunakan penawaran
belakangan untuk mengonsolidasikan informasi.
Penelitian oleh Adair,menemukan perbedaan besar dalam berbagai
informasi secara langsung,Amerika cenderung membagi Informasi secara
langsung mengenai pilihan dan prioritas mengacu pada kesamaan dan
perbedaan diantara kedua belah pihak.Negosiator menggunakan pertukaran
informasi secara tidak langsung dan menyimpulkan pilihan dari negosiator lain
dengan membandingkan penawaran dan balasan penawaran,dan mereka
menjustifikasi tukar-pilih yang mereka lakukan dengan argumen persuasif.
Kesimpulannya,budaya telah diketahui memiliki efek yang signifikan
terhadap beberapa aspek proses negosiasi ,termasuk bagaimana para
negosiator melakukan perancanaan,penawaran penawaran yang dibuat selama
negosiasi,proses komunikasi dan bagaimana informasi dibagi selama
negosiasi.
2.3.3 Pengaruh Budaya Terhadap Etika dan Taktik Negosiasi
Para ahli menemukan perbedaan yang signifikan dalam toleransi
penggunaan taktik negosiasi alam budaya yang berbeda beda ,dimana
negosiator Jepang lebih tidak toleran terhadap penggunaan taktik
kesalahpahaman dibanding negosiator Australia dan Amerika.Amerika
cenderung menggunakan taktik melebih lebihkan penawaran awal mereka
13
dibanding negosiator Brazil.Amerika Meksiko dan Kanada cenderung
menggunakan taktik negosiasi yang meragukan dan kecil kemungkinan untuk
mempercai pihak lain.
2.3.4 Pengaruh Budaya terhadap Konflik
Penelitian Kim dan Kitani menunjukkan bagaimana
individualisme/koletivisme mempengaruhi preferensi cara penyelesaian
konflik dalam hubungan romantis di mana pasangan dari budaya yang lebih
kolektivis (orang orang Amerika Asia) lebih memilih cara cara seperti,bersedia
membantu ,menghindari dan memadukan cara cara penyelesaian
konflik,sedangkan pasangan dari budaya yang Individualis (orang orang
Amerika Kaukasia) lebih memilih cara penyelesaian konflik yang
mendominasi.
Penilitian Person dan Stepan,menemukan bahwa negosiator dari
budaya yang lebih kolektiv (Brazil) memilih akomodasi,kolaborasi,dan
penarikan diri dibanding dengan negosiator dari budaya Individualis
(Amerika) yang memiliki preferensi yang kuat terhadap kompetisi.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Robert janosik menyatakan bahwa para peneliti dan para ahli negosiasi
menggunanakan budaya setidakya dalam 4 cara yang berbeda :
1. Budaya sebagai perlaku yang dipelajari
2. Budaya sebagai nilai dimiliki bersama
3. Budaya sebagai dialetika
4. Budaya sebagai konteks
Menelaaah 2 sudut pandang mengenai cara Perbedaan budaya mempengaruhi
negosiasi. Dari sudut pandang manejerial dibahas 10 cara budaya mempengaruhi
negosiasi :
1. Definisi negosiasi
2. Kesempatan negosiasi
3. Pemelihan negosiator
4. Protokol
5. Komunikasi
6. Kepekaan Waktu
7. Kecenderunga resiko
8. Kelompok atau individu
9. Sifat dasar kesepakatan
10. Emosionalisme
Dari sudut pandang penelitian, ditelaah pengaruh budaya terhadap hasil
negosiasi, Proses negosiasi dan pertukaran informasi, kognisi negosiator, etika
negosiator dan resolusi konflik
15
DAFTAR PUSTAKA
Lewichki, Roy J, dkk. 2012. Negosiasi Edisi 6 Buku kedua.Jakarta : Salemba Empat.
16