Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
DASAR-DASAR EKOLOGI
ACARA I
SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK
Disusun oleh:
Nama : Rivandi Pranandita Putra
NIM : 10/ 304773/ PN/ 12175
Gol/Kelompok : B1/ 6
Asisten : Sekar Putri Ningrum
LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
ACARA I
SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK
I. TUJUAN
1. Mengetahui dampak salinitas terhadap pertumbuhan tanaman
2. Mengetahui tanggapan beberapa macam tanaman terhadap tingkat salinitas yang
berbeda.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu pembatas dalam ekosistem adalah salinitas. Apabila salinitas dalam suatu
tempat terlalu tinggi, maka tanaman yang hidup di daerah tersebut mengalami gangguan
pertumbuhan. Apabila salinitas suatu tempat terlalu rendah, hal ini akan menjadi hambatan
bagi tanaman untuk tumbuh. Hasil analisis pertumbuhan tanaman padi gogo menunjukkan
bahwa konsentrasi garam mempengaruhi luas daun dan bobot kering tanaman yang
dihasilkan. Pemberian garam dengan sesuai ukuran cenderung akan menambah luas daun
dan menaikkan bobot kering tanaman secara nyata dibandingkan bila kekurangan atau
kelebihan (Kurniasih et al., 2002).
Tanah yang salin dapat ditemukan di sepanjang garis pantai dan lahan yang
evaporasinya lebih besar daripada presipitasi. Salinitas yang terjadi pada tanah mengubah
sifat kimia dan fisika tanah dan diikuti defisiensi P dan Zn. Berikut tanah salin dibagi
menjadi tiga (Dobermann and Fairhurst, 2000):
1. Tanah salin (pH < 8,5)
2. Tanah salin-sodic (pH =8,5)
3. Tanah sodic (pH > 8.5)
Salinitas ekologi merupakan faktor lingkungan yang penting di darat. Semua keadaan
atau sifat fisik untuk kehadiran atau hidup tidak saja merupakan faktor-faktor pembatas
dalam arti kata yang merusak tetapi juga faktor-faktor yang mengatur dalam arti yang
menguntungkan bahwa organisme-organisme yang telah menyesuaikan diri menanggapi
faktor-faktor tersebut dalam cara sedemikian sehingga komunitas dari organisme itu
mencapai homeostatis semaksimum mungkin di bawah keadaan atau syarat itu. Garam-
garam yang larut yang sangat diperlukan untuk kehidupan dapat disebut sebagai garam-
garam biogenik. Garam Nitrogen dan Fosfor adalah sangat penting dan pakar-pakar
ekologi memikirkan hal demikian pertama-tama sebagai masalah rutin (Odum, 1994).
Efek salinitas pada tanaman sangat kompleks. Efek dari salinitas ini berimbas pada
tekanan osmotik dan ketidakseimbangan ion (Greenway and Munns, 1980 cit. Zeng and
Shannon, 2000). Keadaan demikian menyebabkan tanaman mengalami cekaman garam.
Cekaman ini mempunyai efek toksik karena kelebihan ion yang mengganggu
keseimbangan elektrolit dalam sel dan mempengaruhi aktivitas metabolisme (Moons et
al.,1995).
Dalam kajian toleransi garam, euhalofit (halofit sejati yang toleran atau tahan
terhadap garam tinggi) sangat menarik. Beberapa spesies itu tumbuh paling baik pada
tempat yang kadar garam tanahnya cukup tinggi, seperti di gurun, di lahan yang jenuh air
payau di pantai, atau di dekat pesisir yang airnya sangat asin. Beberapa tumbuhan halofit
tidak mengambil larutan tanah secara langsung. Berdasarkan jumlah air yang
ditranspirasikan, sangat untuk menghitung bahwa jika seluruh larutan tanah diserap,
tumbuhan akan mengandung garam 10 sampai 100 kali lebih banyak daripada yang benar-
benar teramati. (Salisbury dan Ross, 1995).
Beberapa tumbuhan Xerophyte dapat bertahan di lingkungan kering. Tumbuhan
kaktus mampu bertahan hidup di gurun pasir dengan adaptasi yang unik. Daunnya tebal
terlapisi lilin. Pada umumnya tumbuhan seperti inilah yang dapat bertahan di lingkungan
salinitas tinggi (Kimball, 1965).
III. METODOLOGI
Praktikum Salinitas sebagai Faktor Pembatas Abiotik ini dilaksanakan pada hari
Senin, 7 Maret 2011, di Laboratorium Ekologi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah peralatan tanam, penggaris, oven dan timbangan analitik. Sedangkan
bahan yang dibutuhkan adalah tanah, polybag, larutan NaCl 2000 ppm, larutan NaCl 4000
ppm, air, dan benih dari tiga jenis tanaman yaitu padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine
max), dan mentimun (Cucumis sativus).
Ada pun cara kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut: pertama-tama polybag
disiapkan sebanyak dua belas buah yang masing-masing diisi dengan tanah sampai ¾
bagian. Masing-masing jenis tanaman ditanam pada tiga polybag dan masing-masing
polybag ditanam lima benih dari satu jenis tanaman. Setiap hari selama satu minggu
polybag disiram dengan air biasa. Setelah satu minggu, bibit dijarangkan menjadi dua
tanaman per polybag. Setelah itu bibit disiram dua hari sekali dengan larutan NaCl sesuai
dengan perlakuan sampai tujuh kali pemberian (dua minggu). Selang hari di antaranya
tetap dilakukan penyiraman dengan air biasa dengan volume yang sama. Tiga polybag dari
satu jenis tanaman diberi perlakuan yang berbeda, yaitu polybag 1 disiram dengan larutan
NaCl 0 ppm (air biasa), polybag 2 disiram dengan larutan NaCl 2000 ppm, dan polybag 3
disiram dengan larutan NaCl 4000 ppm. Volume larutan yang disiramkan pada masing-
masing polybag harus sama, dan tiap-tiap polybag harus diberi label sesuai dengan
perlakuannya. Setelah tanaman berumur dua minggu, tanaman dipanen. Pada percobaan ini
dilakukan pengamatan setiap hari sampai tanaman siap dipanen. Pada pengamatan tersebut
diukur tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun setiap dua hari sekali. Setelah tanaman
dipanen, tanaman ditimbang untuk diketahui berat segarnya (gr), panjang akar utama
tanaman diukur (cm), dan dilakukan pengamatan abnormalitas tanaman, contohnya
klorosis pada daun. Setelah itu tanaman dioven untuk diketahui berat kering tanaman
tersebut. Setelah semua data diperoleh, dari seluruh data yang ada dicari rata-ratanya, dan
selanjutnya digambar grafik tinggi tanaman pada masing-masing konsentrasi garam vs hari
pengamatan untuk masing-masing tanaman, grafik panjang akar pada masing-masing
konsentrasi garam vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman, grafik jumlah daun
pada masing-masing konsentrasi garam vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman,
histogram berat segar dan berat kering masing-masing tanaman pada berbagai konsentrasi
garam, dan histogram panjang akar masing-masing tanaman pada berbagai konsentrasi
garam.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Tinggi Tanaman
Padi (Oryza sativa)
PerlakuanTinggi Tanaman Hari Ke-
1 2 3 4 5 6 7
0 ppm 8.88 13.63 16.77 18.20 19.37 20.08 20.59
2000 ppm 8.27 12.87 15.95 17.09 18.05 18.71 19.11
4000 ppm 7.38 11.96 14.91 15.88 16.71 17.18 17.68
Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan padi yang dinyatakan dengan tinggi
tanaman menunjukkan perbedaan pada tiap perlakuan. Padi dengan perlakuan
konsentrasi 0 ppm menunjukkan pertumbuhan yang paling tinggi (20,59 cm)
dibandingkan pada konsentrasi 2000 ppm (19,11 cm) dan daripada konsentrasi 4000
ppm (17,68 cm). Dengan demikian, keadaan yang paling optimum untuk pertumbuhan
padi adalah dengan kadar garam (salinitas) 0 ppm. Padi merupakan tanaman glikofit
yang rentan terhadap salinitas. Tinggi tanaman padi dengan konsentrasi 4000 ppm lebih
pendek dari pada konsentrasi 2000 ppm dan 0 ppm. Hal ini disebabkan kadar garam
yang terlalu berlebihan sehingga dapat menghambat pertumbuhan batang dan meracuni
tanaman. Pertumbuhan padi yang terhambat akibat salinitas tinggi ini menunjukkan
bahwa salinitas yang tinggi dapat merusak jaringan meristematik yang merupakan
jaringan yang vital bagi pertumbuhan tanaman.
Kedelai (Glycine max)
PerlakuanTinggi Tanaman Hari Ke-
1 2 3 4 5 6 7
0 ppm 13.58 16.77 21.26 26.22 32.85 40.04 48.93
2000 ppm 12.08 15.27 19.50 23.82 28.80 34.85 44.51
4000 ppm 11.08 14.42 17.30 20.26 24.58 30.07 38.38
Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan kedelai yang dinyatakan dengan tinggi
tanaman menunjukkan perbedaan pada tiap perlakuan. Kedelai dengan perlakuan
konsentrasi 0 ppm menunjukkan pertumbuhan yang paling tinggi (48,93 cm)
dibandingkan dengan konsentrasi 2000 ppm (44,51 cm) dan daripada konsentrasi 4000
ppm (38,38 cm). Dengan demikian, keadaan yang paling optimum untuk pertumbuhan
kedelai adalah dengan kadar garam (salinitas) 0 ppm. Kedelai merupakan tanaman
glikofit yang rentan terhadap salinitas. Tinggi tanaman kedelai dengan konsentrasi 4000
ppm lebih pendek dari pada konsentrasi 2000 ppm dan 0 ppm. Hal ini disebabkan kadar
garam yang terlalu berlebihan sehingga dapat menghambat pertumbuhan batang dan
meracuni tanaman. Pertumbuhan kedelai yang terhambat akibat salinitas tinggi ini
menunjukkan bahwa salinitas yang tinggi dapat merusak jaringan meristematik yang
merupakan jaringan yang vital bagi pertumbuhan tanaman. Grafik di atas sedikit
berbeda dengan padi. Pada grafik kedelai tidak terdapat slope seperti pada grafik padi
dan nilai R square dari grafik kedelai bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan kedelai lebih baik daripada padi. Kedelai termasuk tanaman non halofit.
Abel dan Mackenzie (1964) mengatakan bahwa tanaman kedelai masih bisa tumbuh
dengan salinitas di bawah 15.000 ppm. Namun demikian, Waisel (1958) keadaan
demikian tidak dapat dikatakan halofit karena tanaman jenis halofit adalah tanaman
tingkat tinggi yang dapat tumbuh optimal pada 1 M NaCl dan tekanan 34 bar.
Mentimun (Cucumis sativus)
PerlakuanTinggi Tanaman Hari Ke-
1 2 3 4 5 6 7
0 ppm 8.12 9.35 10.15 11.53 15.43 18.29 22.62
2000 ppm 7.32 8.18 9.06 10.14 13.23 16.58 20.07
4000 ppm 6.72 7.69 8.17 9.24 11.61 14.63 18.07
Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan mentimun yang dinyatakan dengan
tinggi tanaman menunjukkan perbedaan pada tiap perlakuan. Mentimun dengan
perlakuan konsentrasi 0 ppm menunjukkan pertumbuhan yang paling tinggi (22,62 cm)
dibandingkan pada konsentrasi 2000 ppm (20,07 cm) dan daripada konsentrasi 4000
ppm (18,07 cm). Dengan demikian, keadaan yang paling optimum untuk pertumbuhan
mentimun adalah dengan kadar garam (salinitas) 0 ppm. Mentimun juga merupakan
tanaman glikofit yang rentan terhadap salinitas. Tinggi tanaman mentimun dengan
konsentrasi 4000 ppm lebih pendek dari pada konsentrasi 2000 ppm dan 0 ppm. Hal ini
disebabkan kadar garam yang terlalu berlebihan sehingga dapat menghambat
pertumbuhan batang dan meracuni tanaman. Pertumbuhan mentimun yang terhambat
akibat salinitas tinggi ini menunjukkan bahwa salinitas yang tinggi dapat merusak
jaringan meristematik yang merupakan jaringan yang vital bagi pertumbuhan tanaman.
Pada grafik mentimun hampir sama dengan grafik kedelai yaitu tidak terdapat slope
seperti pada grafik padi dan nilai R square dari grafik kedelai bernilai positif. Hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan mentimun juga lebih baik daripada padi.
B. Data Jumlah Daun
Padi (Oryza sativa)
PerlakuanJumlah Daun Hari Ke-
1 2 3 4 5 6 7
0 ppm 2.00 2.25 3.00 3.17 3.67 3.92 4.00
2000 ppm 2.00 2.00 2.83 3.00 3.08 3.58 3.75
4000 ppm 2.00 2.00 2.33 3.00 3.00 3.25 3.50
Grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah daun pada tiap perlakuan menunjukkan
perbedaan. Padi dengan konsentrasi 0 ppm jumlah daunnya paling banyak (yaitu 4,00)
dibandingkan dengan jumlah daun pada konsentrasi 2000 ppm (yaitu 3,75), dan yang
menunjukkan jumlah daun terendah adalah pada konsentrasi 4000 ppm (yaitu 3,50).
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa padi pada tanah dengan kadar 0 ppm dapat
menyerap unsur hara paling baik. Hal ini membuktikan bahwa padi merupakan glikofit
karena rentan terhadap salinitas yang bisa dilihat dari jumlah daunnya yang semakin
menurun. Semakin banyak jumlah daun yang ada, maka tumbuhan tersebut dapat
berfotosintesis dengan lebih baik, dan hasil dari fotosintesis tersebut lebih banyak
sehingga tanaman tersebut dapat menghasilkan zat-zat yang lebih banyak pula seperti
karbohidrat,glukosa, dan cadangan makanan untuk tanaman itu sendiri. Jumlah daun
juga menunjukkan bahwa metabolisme tanaman terganggu. Hasil fotosintesis sangat
dibutuhkan juga oleh tanaman sendiri untuk melakukan metabolisme seperti glikolisis,
siklus Krebs, dan transpor elektron. Apabila fotosintesis terganggu berarti metabolisme
akan terganggu. Selain itu, fotosintesis yang terganggu menunjukkan adanya penurunan
jumlah klorofil akibat salinitas. Penurunan jumlah klorofil jelas akan menghambat
pengambilan cahaya untuk fotosintesis.
Kedelai (Glycine max)
PerlakuanJumlah Daun Hari Ke-
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
0 ppm 2.00 3.58 5.50 7.17 9.00 11.08 12.58
2000 ppm 2.00 3.58 5.00 6.50 8.17 10.17 11.33
4000 ppm 2.00 2.92 4.17 5.50 6.83 9.00 10.17
Grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah daun pada tiap perlakuan menunjukkan
perbedaan. Kedelai dengan konsentrasi 0 ppm jumlah daunnya paling banyak (yaitu 12,58)
dibandingkan dengan jumlah daun pada konsentrasi 2000 ppm (yaitu 11,33), dan yang
menunjukkan jumlah daun terendah adalah pada konsentrasi 4000 ppm (yaitu 10,17).
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kedelai pada tanah dengan kadar 0 ppm dapat
menyerap unsur hara dengan baik, ini terbukti dengan banyaknya jumlah daun yang
terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa kedelai merupakan glikofit karena rentan terhadap
salinitas yang bisa dilihat dari jumlah daunnya yang semakin menurun. Semakin banyak
jumlah daun yang ada, maka tumbuhan tersebut dapat berfotosintesis dengan lebih baik,
dan hasil dari fotosintesis tersebut lebih banyak sehingga tanaman tersebut dapat
menghasilkan zat-zat yang lebih banyak pula seperti karbohidrat,glukosa, dan cadangan
makanan untuk tanaman itu sendiri. Jumlah daun juga menunjukkan bahwa metabolisme
tanaman terganggu. Hasil fotosintesis sangat dibutuhkan juga oleh tanaman sendiri untuk
melakukan metabolisme seperti glikolisis, siklus Krebs, dan transpor elektron. Apabila
fotosintesis terganggu berarti metabolisme akan terganggu. Selain itu, fotosintesis yang
terganggu menunjukkan adanya penurunan jumlah klorofil akibat salinitas. Penurunan
jumlah klorofil jelas akan menghambat pengambilan cahaya untuk fotosintesis.
Mentimun (Cucumis sativus)
PerlakuanJumlah Daun
1 2 3 4 5 6 7
0 ppm 3.00 3.75 4.83 5.67 6.67 7.67 8.33
2000 ppm 3.00 3.42 4.33 4.92 6.00 6.58 7.33
4000 ppm 3.00 3.25 4.00 4.50 5.83 5.92 6.75
Grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah daun pada tiap perlakuan menunjukkan
perbedaan. Mentimun dengan konsentrasi 0 ppm jumlah daunnya paling banyak (yaitu
12,58) dibandingkan dengan jumlah daun pada konsentrasi 2000 ppm (yaitu 11,33), dan
yang menunjukkan jumlah daun terendah adalah pada konsentrasi 4000 ppm (yaitu 10,17).
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa mentimun pada tanah dengan kadar 0 ppm dapat
menyerap unsur hara dengan baik, ini terbukti dengan banyaknya jumlah daun yang
terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa mentimun merupakan glikofit karena rentan
terhadap salinitas yang bisa dilihat dari jumlah daunnya yang semakin menurun. Semakin
banyak jumlah daun yang ada, maka tumbuhan tersebut dapat berfotosintesis dengan lebih
baik, dan hasil dari fotosintesis tersebut lebih banyak sehingga tanaman tersebut dapat
menghasilkan zat-zat yang lebih banyak pula seperti karbohidrat,glukosa, dan cadangan
makanan untuk tanaman itu sendiri. Jumlah daun juga menunjukkan bahwa metabolisme
tanaman terganggu. Hasil fotosintesis sangat dibutuhkan juga oleh tanaman sendiri untuk
melakukan metabolisme seperti glikolisis, siklus Krebs, dan transpor elektron. Apabila
fotosintesis terganggu berarti metabolisme akan terganggu. Selain itu, fotosintesis yang
terganggu menunjukkan adanya penurunan jumlah klorofil akibat salinitas. Penurunan
jumlah klorofil jelas akan menghambat pengambilan cahaya untuk fotosintesis.
C. Data Panjang AkarPadi (Oryza sativa)
Perlakuan Panjang Akar(cm)
0 ppm 7.17
2000 ppm 5.20
4000 ppm 4.83
Dari histogram di atas dapat diketahui bahwa pada konsentrasi garam 0 ppm akar
tanaman padi dapat mencapai panjang yang paling maksimum. Sedangkan akar tanaman
padi pada konsentrasi garam 2000 ppm dan 4000 ppm kurang dapat tumbuh dengan
optimum, ini disebabkan karena dalam tanah yang salin pertumbuhan akar tanaman
menjadi terhambat. Tanah yang salinitasnya tinggi menyebabkan tekanan osmosis pada
akar terganggu sehingga pertumbuhan akar terhambat. Tekanan osmosis yang terganggu
akan menghambat pertukaran ion yang diperlukan tanaman untuk berkembang dan
tumbuh. Pertukaran ion sangat diperlukan bagi tanaman dalam proses metabolisme.
Akar yang tidak berkembang baik membuat tanaman tidak dapat menyerap unsur hara
secara maksimal sehingga menghambat pertumbuhan batang dan proses pembuatan
cadangan makanan. Keadaan ini menunjukkan bahwa padi termasuk golongan glikofit
yang rentan terhadap salinitas.
Kedelai (Glycine max)
Perlakuan Panjang Akar(cm)
0 ppm 17.93
2000 ppm 13.53
4000 ppm 9.89
Dari histogram di atas dapat diketahui bahwa pada konsentrasi garam 0 ppm akar
tanaman kedelai dapat mencapai panjang yang paling maksimum. Sedangkan akar
tanaman kedelai pada konsentrasi garam 2000 ppm dan 4000 ppm kurang dapat tumbuh
dengan optimum, ini disebabkan karena dalam tanah yang salin pertumbuhan akar
tanaman menjadi terhambat. Tanah yang salinitasnya tinggi menyebabkan tekanan
osmosis pada akar terganggu sehingga pertumbuhan akar terhambat. Tekanan osmosis
yang terganggu akan menghambat pertukaran ion yang diperlukan tanaman untuk
berkembang dan tumbuh. Pertukaran ion sangat diperlukan bagi tanaman dalam proses
metabolisme. Akar yang tidak berkembang baik membuat tanaman tidak dapat
menyerap unsur hara secara maksimal sehingga menghambat pertumbuhan batang dan
proses pembuatan cadangan makanan. Keadaan ini menunjukkan bahwa kedelai
termasuk golongan glikofit yang rentan terhadap salinitas.
Mentimun (Cucumis sativus)
Perlakuan Panjang Akar(cm)
0 ppm 24.48
2000 ppm 19.18
4000 ppm 13.09
Dari histogram di atas dapat diketahui bahwa pada konsentrasi garam 0 ppm akar
tanaman mentimun dapat mencapai panjang yang paling maksimum. Sedangkan akar
tanaman mentimun pada konsentrasi garam 2000 ppm dan 4000 ppm kurang dapat
tumbuh dengan optimum, ini disebabkan karena dalam tanah yang salin pertumbuhan
akar tanaman menjadi terhambat. Tanah yang salinitasnya tinggi menyebabkan tekanan
osmosis pada akar terganggu sehingga pertumbuhan akar terhambat. Tekanan osmosis
yang terganggu akan menghambat pertukaran ion yang diperlukan tanaman untuk
berkembang dan tumbuh. Pertukaran ion sangat diperlukan bagi tanaman dalam proses
metabolisme. Akar yang tidak berkembang baik membuat tanaman tidak dapat
menyerap unsur hara secara maksimal sehingga menghambat pertumbuhan batang dan
proses pembuatan cadangan makanan. Keadaan ini menunjukkan bahwa mentimun
termasuk golongan glikofit yang rentan terhadap salinitas.
D. Data Berat Basah dan Berat Kering
Padi (Oryza sativa)
Perlakuan 0 ppm 2000 ppm 4000 ppm
BB(g) 0.22 0.15 0.14
BK(g) 0.06 0.07 0.08
Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa berat segar dari tanaman padi pada
konsentrasi garam 0 ppm adalah yang paling berat. Dengan demikian, tanaman padi
pada kondisi tanah tidak salin dapat menyerap unsur-unsur hara dengan lebih baik
sehingga tanaman dapat tumbuh lebih subur dibandingkan dengan tanaman padi pada
konsentrasi garam 2000 ppm dan 4000 ppm, berarti tanaman padi merupakan tanaman
glikofit (tanaman yang rentan terhadap salinitas). Berat segar dari tanaman padi pada
konsentrasi garam 4000 ppm adalah yang paling rendah, hal ini membuktikan bahwa
tanaman padi tidak dapat tumbuh baik dalam tanah yang memiliki salinitas tinggi. Berat
kering tanaman padi yang paling besar adalah pada konsentrasi garam 4000 ppm,
kemudian 2000 ppm, dan yang paling kecil adalah pada konsentrasi 0 ppm. Berat kering
menunjukkan berat biomassa tanaman. Berat kering diperoleh dari pengovenan. Dengan
dioven berarti semua kandungan zat yang ada/diserap pada tanaman tersebut akan
hilang. Oleh karena itu, selisih antara berat segar dan berat kering akan menunjukkan
banyaknya zat yang ada/diserap oleh tanaman. Semakin besar selisih antara berat segar
dan berat kering tanaman maka zat yang dihasilkan tanaman tersebut akan lebih banyak,
dan sebaliknya jika selisih antara berat segar dan berat kering tanaman semakin kecil
maka zat yang dihasilkan dalam tanaman tersebut pun sedikit. Berat kering padi pada
konsentrasi garam 4000 ppm memiliki selisih yang paling kecil dengan berat segarnya.
Hal ini menunjukkan bahwa zat yang di hasilkan tanaman sangat sedikit. Sedangkan
padi pada konsentrasi 2000 ppm memiliki selisih berat segar dan berat kering yang
paling besar, sehingga padi pada konsentrasi ini merupakan yang paling optimal dalam
memproduksi zat-zat hasil metabolisme dan foto sintesis.
Kedelai (Glycine max)
Perlakuan 0 ppm 2000 ppm 4000 ppm
BB(g) 3.98 3.24 2.65
BK(g) 0.75 0.86 1.13
Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa berat segar dari tanaman kedelai pada
konsentrasi garam 0 ppm adalah yang paling berat. Dengan demikian, tanaman kedelai
pada kondisi tanah tidak salin dapat menyerap unsur-unsur hara dengan lebih baik
sehingga tanaman dapat tumbuh lebih subur dibandingkan dengan tanaman kedelai pada
konsentrasi garam 2000 ppm dan 4000 ppm, berarti tanaman kedelai merupakan
tanaman glikofit (tanaman yang rentan terhadap salinitas). Berat segar dari tanaman
kedelai pada konsentrasi garam 4000 ppm adalah yang paling rendah, hal ini
membuktikan bahwa tanaman kedelai tidak dapat tumbuh baik dalam tanah yang
memiliki salinitas tinggi. Berat kering tanaman kedelai yang paling besar adalah pada
konsentrasi garam 4000 ppm, kemudian 2000 ppm, dan yang paling kecil adalah pada
konsentrasi 0 ppm. Berat kering menunjukkan berat biomassa tanaman. Berat kering
diperoleh dari pengovenan. Dengan dioven berarti semua kandungan zat yang
ada/diserap pada tanaman tersebut akan hilang. Oleh karena itu, selisih antara berat
segar dan berat kering akan menunjukkan banyaknya zat yang ada/diserap oleh
tanaman. Semakin besar selisih antara berat segar dan berat kering tanaman maka zat
yang dihasilkan tanaman tersebut akan lebih banyak, dan sebaliknya jika selisih antara
berat segar dan berat kering tanaman semakin kecil maka zat yang dihasilkan dalam
tanaman tersebut pun sedikit. Berat kering kedelai pada konsentrasi garam 4000 ppm
memiliki selisih yang paling kecil dengan berat segarnya. Hal ini menunjukkan bahwa
zat yang di hasilkan tanaman sangat sedikit. Sedangkan kedelai pada konsentrasi 2000
ppm memiliki selisih berat segar dan berat kering yang paling besar, sehingga kedelai
pada konsentrasi ini merupakan yang paling optimal dalam memproduksi zat-zat hasil
metabolisme dan foto sintesis.
Mentimun (Cucumis sativus)
Perlakuan 0 ppm 2000 ppm 4000 ppm
BB(g) 10.61 7.67 5.35
BK(g) 0.91 1.45 2.01
Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa berat segar dari tanaman mentimun pada
konsentrasi garam 0 ppm adalah yang paling berat. Dengan demikian, tanaman
mentimun pada kondisi tanah tidak salin dapat menyerap unsur-unsur hara dengan lebih
baik sehingga tanaman dapat tumbuh lebih subur dibandingkan dengan tanaman kedelai
pada konsentrasi garam 2000 ppm dan 4000 ppm, berarti tanaman mentimun
merupakan tanaman glikofit (tanaman yang rentan terhadap salinitas). Berat segar dari
tanaman mentimun pada konsentrasi garam 4000 ppm adalah yang paling rendah, hal
ini membuktikan bahwa tanaman kedelai tidak dapat tumbuh baik dalam tanah yang
memiliki salinitas tinggi. Berat kering tanaman mentimun yang paling besar adalah
pada konsentrasi garam 4000 ppm, kemudian 2000 ppm, dan yang paling kecil adalah
pada konsentrasi 0 ppm. Berat kering menunjukkan berat biomassa tanaman. Berat
kering diperoleh dari pengovenan. Dengan dioven berarti semua kandungan zat yang
ada/diserap pada tanaman tersebut akan hilang. Oleh karena itu, selisih antara berat
segar dan berat kering akan menunjukkan banyaknya zat yang ada/diserap oleh
tanaman. Semakin besar selisih antara berat segar dan berat kering tanaman maka zat
yang dihasilkan tanaman tersebut akan lebih banyak, dan sebaliknya jika selisih antara
berat segar dan berat kering tanaman semakin kecil maka zat yang dihasilkan dalam
tanaman tersebut pun sedikit. Berat kering mentimun pada konsentrasi garam 4000 ppm
memiliki selisih yang paling kecil dengan berat segarnya. Hal ini menunjukkan bahwa
zat yang di hasilkan tanaman sangat sedikit. Sedangkan mentimun pada konsentrasi
2000 ppm memiliki selisih berat segar dan berat kering yang paling besar, sehingga
mentimun pada konsentrasi ini merupakan yang paling optimal dalam memproduksi
zat-zat hasil metabolisme dan foto sintesis.
V. KESIMPULAN
1. Salinitas tanah dapat menjadi faktor pembatas bagi tanaman.
2. Salinitas dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan akar tanaman akibat
terganggunya tekanan osmosis, selain itu salinitas juga dapat mempengaruhi
penyerapan unsur hara oleh tanaman yang dapat berakibat bagi produksi tanaman.
3. Salinitas dapat meracuni tanaman.
4. Salinitas dapat mempengaruhi laju fotosintesis dan metabolisme tanaman.
5. Tanaman padi tidak tahan terhadap salinitas, karena padi dapat tumbuh maksimal
pada tanah dengan konsentrasi garam 0 ppm. Padi merupakan tanaman golongan
glikofit.
6. Tanaman kedelai tidak tahan tahan terhadap salinitas, karena kedelai tumbuh paling
maksimal pada tanah dengan konsentrasi garam 0 ppm. Kedelai merupakan
tanaman golongan glikofit.
7. Tanaman mentimun sangat rentan terhadap salinitas, karena mentimun tumbuh
paling maksimal pada tanah dengan konsentrasi garam 0 ppm. Mentimun
merupakan tanaman golongan glikofit.
Referensi
Abel, G. and A. J. Mackenzie. (1964). Salt tolerance of soybean (Glycine max L. Merrill) during germination and later growth. Crop Sci. 4: 157-161.
Dobermann, A. and T. Fairhurst. (2000). Rice Nutrient Disorders & Nutrient Management Handbook series. Potash & Phosphate Institute of Canada (PPPIC) and International Rice Institute. < http://www.knowledgebank.irri.org/RiceDoctor/Fact_sheets/DeficienciesTOXIcities/salinity.htm>. Diakses tanggal 8 Maret 2009.
Kimball, J. W. (1965). Biology. Addison Wesley Publishing Company Inc., Massachusetts.
Kurniasih, B., D. Indradewa, dan Melasari. (2002). Hasil dan sifat perakaran varietas padi gogo pada beberapa tingkat salinitas. Jurnal Ilmu Pertanian 9: 2-3.
Moons, A., G. Bauw, E. Prinsen, M. van Montagu, and D. van Des Straeten. (1995). Molecular and physiological response to abscisic acid and salt in roots of salt-sensitive and salt-tolerance Indica Rice varieties. Plant Physiol. 107: 177-186.
Odum, E. P. (1994). Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Salisbury, F. dan C. W. Ross. (1995). Fisiologi Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Waisel, Y. (1958). Germination behaviour of some halophytes. Bull. Res. Counc. Isr. 6D:187-189
Zeng, L. and M. C. Shannon. (2000). Salinity effects on grain yield and yield components of rice. Agronomy Journal 92:418-423.