Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
MASJID AL-ISTIQOMAH PASAR REBO KUALA TUNGKAL
(STUDI HISTORI-ARKEOLOGIS)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Sejarah Peradaban Islam
Oleh :
Lena Faiz
AS.160958
SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2020
i
ii
iii
iv
MOTTO
إومب يعمر مسبجد
كبة الل مه آمه ببلل واليىم الآخر وأقبم الصلاة وآتى الز
ولم يخش إل الل أفعسى ولئك أن يكىوىا مه المهتديه(٨١)
Artinya :
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan
zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada
Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan
termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
At-Taubah : 18
v
PERSEMBAHAN
بسم الله الر حمن الر حيم
Sembah sujud serta syukur kepada allah SWT. Taburancinta dan kasih sayang-Mu
telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku
dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi
yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkaan
kehadiran Rasullah MuhammadSAW.
Skripsi ini penulis persembahkan khusus untuk kedua orangtua tercinta( Ayah Khusnan
dan Ibu Faridatul Mahmudah) yang senantiasa memberikan do’a dan dukungan,
memberikan support untuk selalu bersemangat dan menjadi obat dikala kejenuhan
datang agar dapat terus melangkah hingga akhir terselesaikan nya tugas akhir ini.
Semoga Allah SWT selalu meridhoi setiap langkah yang beliau kerjakan dan
pengorbanan beliau akan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT.
Untuk saudaraku tersayang.(Himmatul Aliyah, Muntaha Mahfud, Rif”atulluailiyah,
Raudhatunnafisah), calon pendamping hidup Angga.P Terimakasih atas doa dan
support nya selama ini, semoga kita semua menjadi keluarga yang rukun dan tetap utuh
dan semoga perjuangan abang-abang sekalian untuk ku dibalas oleh Allah SWT.
vi
ABSTRAK
Masjid Al-Istiqomah merupakan salah satu masjid tua di Kabupaten
Tanjung Jabung Barat yang didirikan pada tahun 1918 M oleh para ulama dan
para syuhada. Pada saat pembangunan masjid selesai, banyak pejuang yang lari
ke masjid Al-Istiqomah, pada waktu itu Kuala Tungkal di kuasai oleh Belanda.
Masjid Al-Istiqomah pada masa itu dijadikan tempat bersembunyi dan petahanan
para pejuang. Masjid Al-Istiqomah terletak di kampung Pasar Rebo Desa Pantai
Gading.
Masjid Al-Istiqomah memiliki Arsitektur bernuansa Jawa, dilihat dari
bentuk arsitektur atapnya yang memiliki kesamaan dengan masjid Agung
Demak. Bentuk atap yang bertingkat dan memiliki 8 tiang utama. Ruangan
masjid hanya terdiri dari dua ruangan, yang pertama ruang utama, dan ruang
serambi. Arsitektur dari masjid ini masih terawat meskipun telah direnovasi.
Disekeliling masjid terdapat pemakaman umum, dipemakaman tersebut terdapat
makam pendiri masjid, para syuhada dan ulama yang sudah meninggal.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dan penelitian
pustaka (library research) yang bersifat kualitatif. Untuk mempermudah penulis
dalam melakukan penelitian, maka dibuat rumusan masalah. 1. Bagaimana
Sejarah Berdirinya Masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo? 2. Bagaimana Nilai
Histori-Arkeologis Masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo Kuala Tungkal? 3.
Bagaimana Nilai Arsitektur Dari Masjid Al-Aistiqomah Pasar Rebo Kuaka
Tungkal?. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
Histori-Arkeologis. Pendekatan histori digunakan untuk merekontruksi sejarah
berdirinya Masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo Kuala Tungkal, sedangkan
pendekatan arkeologis digunakan untuk m enelaah arsitektur masjid.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa, masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo
Kuala Tungkal didirikan pada tahun 1918 M. pendirinya adalah KH. Abdul
Wahab dan KH. Abdurrahman Siddiq (Tuan Guru Sapat), yang merupakan
Ulama di Kuala Tungkal.. Dari bentuk bangunannya masjid ini mengadopsi
masjid Agung Demak.
Kata Kunci: Masjid, Sejarah, Arkelogi, Arsitektur.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan yang telah mengajarkan
manusia dengan perantaraan kalam, mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya, atas ridho-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Solawat dan salam
semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, Rasul yang telah
memberikan pencerahan dalam kehidupan manusia.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
akademik guna untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas
Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Penulis menyadari penuh bahwa dalam proses penyelesaian proses skripsi ini
banyak melibatkan banyak pihak yang telah memberikan motivasi baik moril
maupun materil, untuk itu melalui kolom ini penulis menyampaikan terimakasih
dan penghargaan kepada:
Skripsi dengan judul Masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo Kuala Tungkal
(Studi Histori-Arkeologis) merupakan persembahan penulis kepada almameter
tercinta Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sebagai tugas
ahir untuk mencapai gelar Sarjana Humaniora (S.Hum). penulis menyadari
bahwa skripsi ini tidak akan terwujud sesuai yang diharapkan tanpa adanya
bantuan yang berharga dari berbagai pihak, baik bantuan moril dan spiritual.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua saya yaitu (ayahanda khusnan dan ibunda faridatul
mahmudah), saudaraku yakni (himatul aliyah, muntaha mahfud, rif‟atul
luailiyah, raudatunnafisah), yang selalu mendoakan dan memberikan
semangat kepada saya sehingga syukur Alhamdulillah karya ilmiah ini dapat
terselesaikan.
2. Yth. Bpk. Ali Muzakkir, M.Ag dan Bpk Aliyas M.Fil.i selaku pembimbing I
dan II.
3. Yth. Bpk Prof. H. Sua‟idi Asyari, MA, Ph.D, selaku Rektor UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
4. Yth. Ibu Dr.Rofiqoh Ferawati, SE, M.EI, Yth. Bapak Dr.As‟ad Isma, M.Pd,
Yth.Bpk Dr. Bahrul Ulum, S.Ag, MA selaku wakil rektor I, II dan III UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Yth. Ibu Dr. Halimah Dja‟far, M.Fil.I selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
viii
6. Yth. Bapak Agus Fiadi, S.Ip, M.Si selaku ketua Jurusan Sejarah Peradaban
Islam Humaniora UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Pembimbing
Akademik.
7. Yth. Bapak dan Ibu seluruh Dosen Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi.
8. Teman-teman seperjuangan yang ikut berpartisipasi dalam proses penulisan
skripsi ini dan khususnya untuk teman-teman Sejarah Peradaban Islam
angkatan 2016 yang telah memberikan support dan semangat sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
9. Segenap pihak yang telah membantu peneliti mulai dari pembuatan proposal,
penelitian, sampai penulisan skripsi ini yang tidak mungkin dapat peneliti
sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada
semuanya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis,
pembaca dan almameter. Aamiin.
Wassalamualaikum wr.wb
Jambi, 16 Desember 2020
Penulis,
Lena Faiz
NIM.AS160958
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................. ii
NOTA DINAS .......................................................................................................... iii
MOTTO .................................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN .................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
C. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ........................................................... 6
D. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6
E. Kegunaan Penelitian ...................................................................................... 6
F. Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 7
G. Sistematika Pembahasan ............................................................................... 8
H. Kerangka Teori .............................................................................................. 9
1. Sejarah ..................................................................................................... 10
2. Masjid ...................................................................................................... 11
3. Histori-arkeologis .................................................................................... 12
BAB II METODE PENELITIAN .......................................................................... 14
A. Metode Penelitian Sejarah ............................................................................. 14
x
1. Heuristik (Pengumpulan Sumber) ........................................................... 15
2. Verifikasi (Kristik Sumber) ..................................................................... 18
3. Interprestasi (Menafsirkan Sumber Sejarah) ........................................... 19
4. Historiografi (Penulisan Sejarah) ............................................................ 20
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN.................................... 22
A. Sejarah Pasar Rebo ........................................................................................ 22
B. Gambaran Umum Pasar rebo ......................................................................... 24
C. Agama dan Sarana Pendidikan ...................................................................... 25
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………………30
A. Sejarah Berdirinya Masjid Al-Istiqomah ....................................................... 30
B. Nilai Histori-Arkeologis Masjid Al-Istiqomah .............................................. 33
1. Bedug ....................................................................................................... 35
2. Ruang Utama ........................................................................................... 37
3. Soko Guru ................................................................................................ 39
4. Mihrab ...................................................................................................... 40
5. Mimbar .................................................................................................... 41
6. Atap .......................................................................................................... 42
7. Tiang ........................................................................................................ 46
8. Makam ..................................................................................................... 47
9. Kubah ...................................................................................................... 48
C. Nilai Arsitektural Masjid Al-Istiqomah ......................................................... 49
1. Denah Segiempat ..................................................................................... 52
2. Bagian Tubuh ........................................................................................... 53
3. Mighrab .................................................................................................... 55
4. Lengkungan ............................................................................................. 56
5. Ruangan Utama ....................................................................................... 57
6. Bedug ....................................................................................................... 58
7. Plafon ....................................................................................................... 59
xi
8. Kubah ....................................................................................................... 59
9. Sang Rengga ............................................................................................ 61
10. Mihrab ...................................................................................................... 61
11. Fawwarah ................................................................................................. 62
12. Kerangka .................................................................................................. 63
13. Bagian Kaki ............................................................................................. 64
14. Luas Masjid dan Lahan ............................................................................ 65
15. Bagian Atap ............................................................................................. 65
16. Serambi .................................................................................................... 67
17. Lantai Masjid ........................................................................................... 68
18. Jendela ..................................................................................................... 70
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 72
A. Kesimpulan .................................................................................................... 72
B. Saran .............................................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masjid merupakan bangunan atau tempat yang digunakan oleh umat
muslim untuk beribadah.1 Masjid artinya tempat sujud, dan masjid berukuran
kecil juga disebut musala, langgar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga
merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari
besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Alquran sering dilaksanakan
di masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam
aktifitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Secara terminologis, masjid berasal dari kata Sajada, yang berarti
tempat sujud, tempat salat, atau tempat menyembah Allah Swt. Sebutan yang
lebih populer adalah misigit atau mesigit.2 Dalam peristilahan arkeologi, masjid
termasuk living monument, yaitu bangunan yang tetap digunakan sesuai dengan
fungsi semula ketika bangunan itu dibuat.3 Masjid merupakan salah satu
peninggalan arkeologi masa Islam yang merupakan simbol dari adanya
pemukiman muslim di suatu tempat.
Pada awal perkembangan dakwah Islam periode Madinah, ketika
Rasulullah saw. berhijrah, tempat yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah
1 Nikolaus Pevsner, Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim, (Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press, 2006), hlm.1 2 Hassan Sadily, Ensiklopedia Indonesia IV, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1983),
hlm. 2161 3 I.G.N. Anom, Masjid Kuno Indonesia, (Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah Dan
Kepurbakalaan Pusat, 1998/99), hlm. 1
2
saw. adalah masjid Quba.4 Masjid Quba dibangun secara bersama-sama oleh
para sahabat dan masyarakat setempat dengan dasar takwa kepada Allah Swt.5
Masjid Quba didirikan oleh masyarakat untuk kepentingan masyarakat pada saat
itu dalam rangka menjalankan ajaran Islam. Setelah membangun masjid Quba,
Rasulullah saw. melanjutkan perjalanan ke Madinah.
Di Madinah, Rasulullah melakukan perkara pertama adalah dengan
membangun masjid raya diberi nama masjid Nabawi. Masjid Nabawi bukan
hanya sebagai tempat ibadah, tetapi di masjid ini Rasulullah membina
masyarakat yaitu para sahabat dan masyarakat yang terdiri dari multi ras, multi
etnis, dan multi agama.6 Hakikatnya, pembangunan masjid menjadi poin utama
yang dipikirkan oleh Rasulullah saw. bagi menyatukan umat Islam yang ada
pada waktu itu.
Ditegaskan oleh Nabi Muhammad saw. dalam sabdanya: “dimanapun
engkau beribadah, tempat itulah masjid”. Penyebutan nama masjid berasal dari
firman Allah Swt. yang tersebut di dalam Alquran sejumlah dua puluh delapan
kali, yaitu sajada-sujud, yang memiliki arti patuh, taat, tunduk penuh hormat
dan takzim.7
Fungsi masjid dalam sejarah kemunculannya, tidak sekedar untuk tempat
sujud sebagaimana makna harfiahnya, tetapi multi fungsi. Pada masa Rasulullah
4 Syamsul Kurniawan, (Masjid dalam Lintasan Sejarah Umat Islam, Jurnal Khatulistiwa –
Journal of Islamic Studies), Vol.4 no.2 2014, hlm 171 5 Ajiz Muslim, Manajemen Pengelolaan Masjid, (Yogyakarta : Fakultas Dakwah UIN Sunan
Kalijaga), hlm. 50 6 Ajiz Muslim, Manajemen Pengelolaan Masjid, hlm. 51
7 M. Quraish Shihab, Wawasan AlQuran. (Bandung : Mizan, 1997), hlm. 459
3
saw. masjid berfungsi sebagai sentra kegiatan-kegiatan pendidikan, yakni tempat
pembinaan dan pembentukan karakter umat. Bahkan lebih strategis, pada masa
Rasulullah saw. masjid sebagai sentra kegiatan politik, ekonomi, sosial dan
budaya, umat.
Pada pokok tujuan utama pendirian masjid sejak awal mula terjadinya
sampai saat ini tetap tidak berubah, yakni tempat untuk melaksanakan ajaran
Islam secara keseluruhan, dari peribadahan umum, sampai salat Jumat, dan juga
dakwah, dan tempat suci untuk mempertemukan diri dengan Dzat Yang Maha
Agung.8 Selain itu, masjid sebenarnya lebih tepat sebagai tempat umat Islam
menunaikan tanggung jawab untuk bersama-sama membangun umat, artinya
tanggung jawab setiap Muslim merupakan suatu refleksi dari peranan masjid.
Masjid yang memiliki fungsi utama sebagai tempat ibadah, juga dapat
memiliki fungsi yang lain, seperti halnya pada Masjid Al-Istiqomah Kuala
Tungkal yang dijadikan tempat kumpul ulama tempo dulu dan markas tentara
atau barisan hizbullah untuk melawan penjajah Belanda.9
Awal mula penduduk Tungkal Ilir ialah berada di Kecamatan Bram Itam
Kanan dan Bram Itam Kiri, dari tahun ke tahun tempat ini semakin ramai, atas
permintaan etnis Banjar yang ada di Bram Itam Kanan untuk mengajarkan ilmu
agama, kemudian Syekh Abdul Wahab hijrah dari Batu Pahat, Johor Baharu,
Malaysia ke Kuala Tungkal, Provinsi Jambi tepatnya di Bram Itam Kanan dan
ada satu kelompok alim ulama yang datang berdomisili di Kecamatan Bram
8 Abdul Rochym, Sejarah Arsitektur Islam (Bandung : Angkasa, 1983), hlm. 4
9 Wawancara dengan Bpk Makhrus, Pada Tanggal 26 Februari 2020.
4
Itam Kanan, akhirnya didirikanlah masjid yang pertama kali ini yaitu Masjid Al-
Istiqomah, yang mendirikannya ialah Syekh Abdul Wahab, Abdurrahman Sidiq
(Tuan Guru Sapat) kemudian turun ke anaknya KH. Muhammad Ali Wahab.10
Masjid Al-Istiqomah merupakan salah satu masjid tertua di Kuala
Tungkal, berdasarkan keterangan yang di tuliskan pada papan di atas mihrab,
terdapat tulisan “m-8-1363-2-4-1382-h.”11
Tokoh agama pada saat itu ialah
Syekh Abdul Wahab. Masjid Al-Istiqomah dijadikan tempat untuk berkumpul
ulama tempo dulu yang ikut serta melawan penjajah, karena pada waktu itu
Belanda belum bisa menerima kekalahannya dan sampai sekarang masjid ini
masih dijadikan pusat perkumpulan ulama umara,12
majlis besar dan
masyarakatnya.13
Meskipun masjid ini sudah di renovasi tetapi masjid ini masih
tetap mempertahankan bentuk aslinya.
Hal yang menarik dari masjid Al-Istiqomah adalah masjid ini dibangun
oleh sekelompok alim ulama untuk sarana beribadah, karena tempat ini menjadi
awal tempat perkumpulan masyarakat yang ada di Tungkal Ilir. Masjid yang
memiliki nilai sejarah harusnya perlu dilakukan penulisan dan penelusuran
sejarah yang lebih baik, tetapi sampai saat ini belum dilakukan penelitian dan
penulisan lebih lanjut. Oleh karena itu maka penelitian ini dilakukan.
10
Wawancara dengan Bpk Ramli Mahyudin, (70 tahun, Juru Kunci). Pada Tanggal 9 September
2019. 11
Wawancara dengan Bpk Ramli Mahyudin, (70 tahun, Juru Kunci). Pada Tanggal 9 September
2019. 12
Ulama dan Umara adalah pasangan pemuka masyarakat yang utama. Bentuk jamak dari kata
„alim, artinya orang yang berpengetahuan, ahli ilmu agama islam, orang yang pandai. 13
Wawancara Dengan Sukendro, (40 tahun, Tokoh Agama), Pukul 10:25 Pada Hari Sabtu, 19
Juli 2019.
5
Pemahaman awal yang tersebut di atas yang membuat penulis tertarik
untuk mengkajinya lebih mendalam. Mengenai masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo
Kuala Tungkal (Studi Histori-Arkeologis).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya, penulis membuat rumusan masalah yang menjadi fokus
penelitian/penulisan selanjutnya. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana sejarah berdirinya Masjid Al-Istiqomah Kuala Tungkal?
2. Bagaimana nilai histori-arkeologis Masjid Al-Istiqomah Kuala Tungkal?
3. Bagaimana bentuk arsitektural dari Masjid Al-Istiqomah Kuala Tungkal?
C. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Ruang lingkup penelitian di Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung
Barat dengan tema Masjid Al-Istiqomah Kuala Tungkal. Mengingat begitu
luasnya ruang lingkup kajian dalam penelitian ini, maka penulis cukup
membatasi permasalahan hanya terbatas pada sejarah Masjid Al-Istiqomah, Nilai
Histori-Arkeologis,dan Nilai Arsitektur Masjid Al-Istiqomah Kuala Tungkal.
D. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian yang dilakukan manusia, pasti mempunyai
tujuan yang ingin dicapai atau diharapkan dalam penelitian tersebut.
Sehubungan dengan perumusan permasalahan diatas, maka tujuan penulisan
penelitian ini adalah :
6
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya masjid Al-Istiqomah pasar rebo kuala
tungkal.
2. Untuk mengetahui nilai histori-arkeologis Masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo
Kuala Tungkal.
3. Untuk mengetahui nilai arsitektural Masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo Kuala
Tungkal.
E. Kegunaan Penelitian
1. Lembaga
Sumbangan terhadap civitas akademika. Penelitian ini diharapkan
dapat dimanfaatkan sebagai percontohan hasil studi mahasiswa terutama
bagi Jurusan Sejarah Peradaban Islam Pada Fakultas Adab Dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi sehingga dapat
memberi ide inspiratif untuk melaksanakan kegiatan serupa dalam
pelaksanaan aktivitas perkuliahan atau hal lain sesuai dengan tujuan masing-
masing.
2. Keilmuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan data pada
Jurusan Sejarah Peradaban Islam Pada Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
a. Digunakan untuk penulisan skripsi sebagai salah satu syarat guna
menempuh mata kuliah tugas akhir atau skripsi yang diprogramkan pada
semester VII.
7
b. Digunakan untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman.
c. Digunakan sebagai bentuk penerapan ilmu yang telah diperoleh pada
bangku perkuliahan.
F. Tinjauan Pustaka
Pada dasarnya urgensi tinjauan pustaka adalah sebagai bahan auto kritik
untuk penelitian yang ada, baik mengenai kelebihan maupun kekurangannya,
sekaligus sebagai bahan komparatif terhadap kajian terdahulu dan untuk
menghindari terjadinya pengulangan hasil temuan yang ada, maka penulis akan
memaparkan beberapa bentuk tulisan yang ada. Beberapa bentuk tulisan atau
hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Abd Ghofur dalam tulisannya yang berjudul Perspektif Histori Arkeologis
tentang Keragaman Bentuk-Bentuk Masjid Tua di Nusantara. (Fakultas
Ushuluddin UIN Suska Riau).
2. Laely Wijaya dalam skripsinya yang berjudul Masjid Merah Panjunan
Cirebon (Kajian Histori-Arkeologis).14
Jurusan Peradaban Islam Fakultas
Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dalam penulisan tersebut, ia menjelaskan tentang masjid merah Panjunan
yang telah didirikan pada tahun 1840 M. dalam penulisan tersebut masjid
dibangun oleh Syarif Abdurrahman, yaitu anak dari Sulthan Baghdad. Selain
itu, dalam skripsi tersebut juga menjelaskan tentang arsitektur-arsitektur
masjid merah Panjunan.
14
Laely Wijaya, Skripsi Masjid Merah Panjunan Cirebon, (Yogyakarta : Kajian
Historis-Arkeologis), hlm. 2
8
3. Nuri Nuvita Sari dalam skripsinya yang berjudul Masjid Jami’ Kauman
Sragen (Studi Histori-Arkeologi). Dalam penulisan tersebut, ia menjelaskan
tentang salah satu masjid tua di Kabupaten Sragen yaitu Masjid Jami‟ yang
telah didirikan pada tahun 1817.15
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah analisis permasalahan, maka disampaikan dalam
lima bab, dengan sistematika sebagai berikut.
Historiografi dimulai dengan pendahuluan yang diuraikan dalam bab I.
Disini dibicarakan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode
penelitian dan sistematika pembahasan. Bab inilah yang menjadi kerangka dasar
pemikiran dan kemudian menjadi pijakan bagi penulis untuk memulai penelitian
dengan objek Masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo Kuala Tungkal.
Bab II tentang metode penelitian yang digunakan dalam penelitan
sejarah, dimulai dari Heuristik, Verifikasi, Interpretasi dan Historiografi. Bab III
membahas mengenai gambaran umum lokasi penelitian, sejarah lokasi
penelitian, agama dan sarana pendidikan. Bab IV berisi tentang sejarah masjid
Al-Istiqomah. Bab ini merupakan awal bagi penulis untuk memulai
mendeskripsikan dan menganalisis hasil penelitian yang telah diperoleh. Pada
bagian ini akan dimulai dengan menganalisis mengenai bagaimana sejarah
15
Nuri Nuvita, Skripsi Masjid Jamik Kauman Sragen (Yogyakarta : Studi Histori-
Arkeologis), hlm. 3
9
berdirinya masjid Al-Istiqomah dan bagaimana bentuk-bentuk arsitektur masjid.
Pada bagian ini mengupas sejarah masjid dan arsitektur masjid, mengingat
masjid Al-Istiqomah adalah masjid yang mengandung nilai sejarah karena
masjid Al-Istiqomah ini adalah masjid tertua dan pertama di Tanjung Jabung
Barat. Bab V berisi tentang penutup, yaitu kesimpulan sebagai jawaban dari
keseluruhan masalah yang dirumuskan pada bab I dan saran-saran.
H. Kerangka Teori
Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang menghasilkan bentuk
karya sejarah yang mengkisahkan peristiwa pada masa lalu. Penelitian dilakukan
di masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo Kuala Tungkal sebagai fokus kajian.
Penelitian ini berkaitan dengan hasil budaya material pada masa lampau yaitu
berupa bangunan keagamaan sebagai tempat religi, maka kajian ini tidak lepas
dari ruang dan waktu sehingga peneliti menggunakan pendekatan histori-
arkeologis. Pendekatan histori ini digunakan untuk menjelaskan latar belakang
berdirinya masjid Al-Istiqomah Kuala Tungkal. Pendekatan arkeologis
digunakan untuk menelaah arsitektur masjid.
Penelitian ini menggunakan teori Akulturasi. Akulturasi atau
acculturation atau culture contact menurut Koentjaraningrat merupakan proses
sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan
sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing lambat laun diterima
10
dan di masukkan kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
kebudayaan pribadi itu sendiri.16
16
Koentjaraningrat,, Pengantar Ilmu Antropologi ( Jakarta: Aksara Baru, 1980), hlm. 262
11
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Sejarah
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bangunan masjid dan
mendeskripsikan peristiwa pada masa lampau, maka digunakan metode
penelitian arkeologi untuk menganalisis bangunan masjid. Aspek arkeologis
dilakukan dengan teknik analisis marfologi untuk mengamati struktur bangunan
yang terbagi menjadi bagian kaki, tubuh, dan atap.17
Variable ukuran, denah
arah hadap, dan ragam hias merupakan satuan yang penting guna untuk
mengetahui fungsinya, analisisi teknologi untuk mengetahui bahan-bahan yang
digunakan dalam pembangunan. Sedangkan analisis statistik dilakukan untuk
mengamati variabel-variabel ragam hias atau dekorasi yang ada pada bangunan
yang telah mendapat pengaruh arsitektur dari luar misalnya dari Cina. Terahir
yaitu analisis konstektual digunakan untuk mengetahui perolehan bahan baku.,
Sedangkan untuk mendeskripsikan peristiwa pada masa lampau peneliti
menggunakan metode sejarah, yaitu proses menguji dan menganalisis secara
kritis rekaman dan peninggalan masa lalu berdasarkan data yang telah
dikumpulkan. Metode sejarah ini melalui empat tahap untuk mendapatkan hasil
yang sempurna yaitu Heuristil, Verifikasi, Interpretasi dan Historiografi.18
17
Pusat penelitian ,,, skripsi nuri 18
A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta : Ombak, 2012), hlm. 51
12
1. Heuristik (Pengumpulan Sumber)
Heuristik berasal dari Bahasa Yunani dari asal kata heurishein
yang berarti mencari atau memperoleh.19
Menurut G. J Renier yang
dikutip Dudung dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Sejarah
Islam yang menjelaskan bahwa heuristik adalah suatu teknik, suatu seni,
dan bukan suatu ilmu. Jadi, heuristik merupakan tahapan proses
mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Sumber atau data sejarah
diperoleh dengan melakukan observasi, wawancara dan dilengkapi
dengan data dari kepustakaan.20
Sejarawan membangi sumber sejarah dalam dua bentuk, sumber
lisan dan sumber tulisan. Sumber lisan dapat diambil melalui cerita
rakyat dilokasi penelitian (data berupa folklore) dan hasil wawancara
dari informan yang merupakan pelaku sejarah atau setidaknya
mengetahui cerita sejarah yang akan diteliti (data berupa sejarah lisan).
Sumber tulisan dapat diambil dari beberapa dokumen penting yang
berkaitan degan tema penelitian, atau berupa naskah, buku yang
berkaitan, atau tulisan-tulisan penting yang berhubungan dengan
penelitian.
Tahap ini merupakan proses yang dilakukan oleh seorang
peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau jejak
sejarah. Sejarah tanpa sumber tidak akan bisa berbicara, maka sumber
19
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, (Yogyakarta: Ombak,
2011), hlm.103 20
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, hlm.104
13
dalam penelitian sejarah merupakan hal yang paling utama yang akan
menentukan Bagaimana aktualitas masa lalu manusia dapat dipahami
oleh orang lain.
Heuristik dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a. Observasi/pengamatan.
Cara ini dilakukan dengan melihat objek masjid Al-Istiqomah
Pasar Rebo Kuala Tungkal langsung di lapangan,
Observasi merupakan alat pengumpulan data disebut
panduan observasi. Metode ini menggunakan pengamatan
langsung terhadap suatu benda, kondisi, proses atau prilaku.21
Cara ini telah dilakukan dengan melihat objek masjid Al-
Istiqomah secara langsung. Peneliti melakukan observasi
sebanyak Empat kali kunjungan.
Observasi ini dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan data visual dengan melihat objek penelitian secara
langsung. Data yang diperoleh dengan observasi ini adalah foto
fisik bagian-bagian penting dari objek masjid Al-Istiqomah yang
ada dideskripsikan dan dianalisis dalam skripsi ini.
b. Interview/wawancara
21
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007)
hlm. 52
14
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.22
Metode ini
merupakan salah satu cara dalam mengumpulkan data yang harus
dilakukan untuk mendukung observasi. Peneliti menggunakan
teknik wawancara tak berstruktur. Wawancara tak berstruktur
adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis besar
permasalahan yang akan ditanya.23
Interview atau wawancara ini adalah untuk mendapatkan
informasi secara langsung tentang latar belakang dan hal-hal
yang berkaitan dengan masjid Al-Istiqomah dari responden
(informan), yaitu sesepuh masjid, takmir masjid.24
c. Dokumentasi
Selain menggunakan teknik observasi/wawancara, peneliti
juga menggunakan teknik dokumentasi, dimana dokumentasi
merupakan teknik teknik pengumpulan data dengan mempelajari
catatan mengenai data pribadi responden. Didalam sebuah
22
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : Alfabeta, 2005) hlm. 64 23
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif. hlm. 74 24
Takmir Masjid Adalah Organisasi Yang Mengurus Seluruh Kegiatan Yang Ada Kaitannya
Dengan Masjid, Baik Dalam Membangun, Merawat Maupun Memakmurkan Masjid (Siswanto, Panduan
Praktis Organisasi Remaja Masjid, Pustaka Al-Kautsar : 2005), hlm. 56-57
15
dokumentasi sering disebut dengan istilah dokumen, record, foto,
video/film. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu, bisa bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.25
Studi dokumentasi penelitian ini
menggunakan dokumen yang disimpan lokasi penelitian masjid.
Dari penjelasan diatas maka sumber-sumber dalam heuristik
dapat dikelompokan menjadi dua yaitu sumber primer dan sumber
skunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan, diolah
dan disajikan oleh peneliti dari sumber pertama/utama.26
Sumber primer merupakan kata-kata dan tindakan orang-
orang.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang
dikumpulkan, diolah, dan disajikan dari beberapa buku
bacaan yang memberikan komentar, analisis, kritik dan
sejenisnya yang berkaitan dengan data primer.27
Data
sekunder ini digunakan oleh peneliti untuk diproses lebih
lanjut.
25
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif. hlm. 82 26
Tim Penyusun Buku Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Skripsi, hlm. 31 27
Tim Penyusun Buku Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Skripsi, hlm. 34
16
2. Verifikasi (Kritik Sumber)
Setelah sumber sejarah berbagai kategorinya terkumpul, tahap
berikutnya ialah verifikasi atau disebut juga dengan kritik sumber untuk
memperoleh keabsahan sumber, kritik tersebut dilakukan melalui dua
cara yaitu kritik eksternal dan kritik internal.28
Kritik eksternal merupakan usaha mendapatkan otensitas sumber
dengan melakukan pengecekan fisik terhadap suatu sumber. Sedangkan
kritik internal ialah kritik yang mengacu pada isi, kredibilitas sumber,
artinya data data ini terpercaya isinya, tidak dimanipulasi dan lain-lain.29
3. Interpretasi (Menafsirkan sumber sejarah)
Setelah melakukan pengumpulan data sejarah serta diverifikasi,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi dari data-data
yang diperoleh. Interpretasi atau penafsiran sejarah sering kali disebut
juga dengan analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan dan
secara terminologis berbeda dengan sintetis yang berarti menyatukan.30
Interpretasi yaitu penafsiran data atau disebut juga analisis
sejarah, yaitu penggabungan atau sejumlah fakta yang diperoleh.
Interpretasi dilakukan dengan menggunakan metode analisis atau
28
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, hlm. 108 29
Suhartono W Pranooto, Teori dan Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010),
hlm. 36-37 30
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2011), hlm.114
17
menguraikan dan mensistensiskan fakta-fakta dengan penelitian ini,
kemudian disusun interpretasi menyeluruh.31
Metode Interpretasi dilakukan guna menganalisis dan
menyatukan data tentang Masjid Istiqomah Pasar Rebo Kuala Tungkal
(Studi Histori-Arkeologis) sehigga dapat menghasilkan sebuah fakta
serta cerita sejarah. Dalam membuat cerita sejarah sejarawan harus
mampu melakukan eksplanasi sejarah. Eksplanasi sejarah merupakan
penjelasan dalam cerita sejarah.32
Penulis melakukan eksplanasi dengan
menggunakan model kausalitas, atau menjelaskan cerita sejarah dengan
melihat faktor sebab-akibat.33
4. Historiografi (penulisan sejarah)
Dalam hal ini mencakup cara penulisan, pemaparan atau laporan
hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.34
Sebagai fase terahir
dalam metode sejarah, historiografi merupakan cara penulisan,
pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.
Layaknya dalam hal penulisan karya ilmiah, penulisan sejarah
menggambarkan dengan jelas mengenai proses penelitian sejarah dari
awal (fase perencanaan) sampai dengan akhirnya (fase kesimpulan).35
31
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam,), hlm.114 32
Suhartono W Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), hlm.
43-45 33
Suhartono W Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, hlm. 45 34
Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta : Logos, 1995), hlm. 5. 35
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, hlm.117
18
Menurut Kuntowijoyo, ada tiga komponen yang harus dilengkapi
dalam penulisan sejarah, antara lain pengantar hasil penelitian dan
kesimpulan, sehingga tercipta hasil yang sistematis.36
36
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001),
hlm. 107
19
NO
TAHAP PENELITIAN
BULAN DAN TAHUN
Juli
2019
Agus
2019
Okt
2019
Des
2019
Jan
2020
Feb
2020
Mar
2020
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pembuatan Proposal
Skripsi
x x x x x x
2 Pengajuan Proposal
Skripsi
x x
3 Penunjukan Dosen
Pembimbing
x x
4 Konsultasi Dosen
Pembimbing
x x X x
5 Seminar Proposal x x
x
x
6 Perbaikan Hasil Seminar x x
7 Pengesahan Judul
x
8 Permohonan Izin Riset x
9 Pengumpulan Data x x x x
10 Penyusunan Data x x x x
11 Analisis Data x x x x
12 Penulisan Draf Skripsi x
13 Penyusunan dan
Penggandaan
x x
14 Ujian Skripsi
(munaqasah)
20
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Pasar Rebo
Awal mula penduduk Tungkal Ilir ialah berada di Kecamatan Bram
Itam Kanan dan Bramitam Kiri, tepatnya di RT. 01 Pasar Rebo. Sejarahnya
apabila dilihat dari motif perpindahan atau disebut dengan penghijrahan, ada
beberapa faktor yang membuat orang-orang banjar bermigrasi kesumatra.
Pada umumnya perpindahan tersebut dilakukan oleh sekelompok masyarakat
ataupun individu, dan perpindahan tersebut disebabkan oleh faktor himpitan
ekonomi.37
Perpindahan tersebut terjadi pada tahun 1902 dari Suku Banjar yang
bermigrasi dari Pulau Kalimantan melalui Malaysia. Mereka berdatangan
dengan jumlah lebih besar yaitu 56 orang yang di pimpin oleh Haji Anuari
dan Iparnya Haji Baharuddin Dan H.Abdul Wahhab. Rombongan 56 orang
ini banyak menetap di Bram Itam Kanan dan Bram Itam Kiri. Selanjutnya
datang lagi dari Suku Bugis, Jawa atau Suku Laut yang banyak hidup di
Pantai atau Laut, dan Cina serta India yang datang untuk berdagang.
Namun ada hal lain yang menyebabkan perpindahan/migrasi,
khususnya orang-orang Banjar yang bermigrasi ke Sumatra salah satunya
37
Sejarah Singkat, Pemerintah Tanjung Jabung Barat, Sumber Lembaga Adat diakses dari
http://tanjabbarkab.go.id/site/sejarah-singkat/ pada tanggal 11 Desember 2019 pukul 11.12.
21
yaitu Jambi khususnya daerah pesisir Sungai Pengabuan. Perpindahan ini
disebabkan oleh tingginya tekanan politik pada waktu itu yang dilakukan
oleh Belanda, dengan tingginya tekanan politik yang semakin intensif yang
dilakukan pada daerah Banjarmasin dan daerah kerajaan-kerajaan Sulawesi
selatan. Maka semakin banyaklah suku-suku Bugis dan Banjar yang
bermigrasi ke Sumatra khususnya daerah pesisir timur sumatra seperti
daerah rawa-rawa, dan pinggir Sungai. Disana mereka membentuk sebuah
perkumpulan atau kelompok masyarakat. 38
Kampung Pasar Rebo atau dengan dialek Arab menyebut Pasar
Arba‟. Adapun terbentuknya Pasar Rebo juga tidak terlepas dari sejarah
berkembangnya Islam di Kuala Tungkal, hal ini dapat dilihat dari adanya
masjid tertua yang ada di kampung Pasar Rebo Desa Pantai Gading
Kecamatan Bram Itam tepatnya di Pasar Rebo. Masjid tersebut bernama
masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo yang di bangun pada pada masa penjajahan
Belanda. Awal penduduk masyarakat yang tinggal di Pasar Rebo yakni pada
masa itu kuala tungkal di kuasai oleh orang belanda dan kemudian
masyarakat menghindari belanda dengan lari atau memilih tinggal di Pasar
Rebo.
Nama Pasar Rebo itu diambil dari nama tempat itu sendiri, karena
sejarahnya kampung ini pada masa itu sangat ramai dan sempat jaya, banyak
38
Sejarah Singkat, Pemerintah Tanjung Jabung Barat, Sumber Lembaga Adat diakses dari
http://tanjabbarkab.go.id/site/sejarah-singkat/ pada tanggal 11 Desember 2019 pukul 11.12.
22
penduduk orang Cina yang berasal dari Kuala Tungkal yang pindah menetap
disana dan kemudian membuka toko emas di depan bangunan masjid, dan
kampung ini menjadi tempat berjualan para pedagang lain dan menjadi
tempat pedagangan atau biasa di sebut pasar yang di laksanakan pada setiap
hari Rabu. Jarak antara Pasar Rebo dengan bangunan masjid yakni berjarak
800 meter dan t erdapat pedagang-pedagang yang berjualan di tampat ini dan
menjadi pusat awal penduduk. Sebelum adanya Kuala Tungkal, Pasar Rebo
adalah tempat yang lebih ramai, pada waktu itu awal pusat kota di Tanjung
Jabung Barat ialah di Pasar Rebo yakni pada masa sebelum kemerdekaan.
Transportasi disana pada waktu itu yang di gunakan oleh penduduk setempat
adalah tongkang/kapal dan pada saat itu disebut juga dengan perahu gelung.
B. Gambaran Umum Pasar Rebo
Berdasarkan Letak geografisnya Pasar Rebo terletak di Desa Pantai
Gading dengan lintang -0,8480970, 103,4015170 sebelah Selatan bangunan
masjid. Desa Pantai Gading mempunyai batas wilayah Sebelah Barat
berbatasan dengan Desa Kemuning, Sebelah Timur berbatasan dengan
Sungai Bram Itam. Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Pengabuan, dan
Sebelah Selatan barat berbatasan dengan Sungai Pengabuan.
Desa Pantai Gading memiliki luas wilayah 1172 Ha. Jarak tempuh
dari Desa ke Kabupaten yakni berjarak 16 km. Sarana transportasi yang
sering digunakan oleh penduduk setempat yaitu sarana transportasi roda dua
23
hingga roda empat.39
Sarana Transportasi yang dapat digunakan untuk
menuju ke lokasi penelitian hanya bisa menggunakan transportasi roda dua
dan transportasi laut. Karena jalan untuk menuju lokasi melewati
perkebunan pinang dan kelapa, dan hanya terdapat jalan setapak. Jalan untuk
menempuh lokasi penelitian lumayan sulit di jangkau karena tempatnya
jauh dari keramaian ataupun pusat Kota.
Jika dilihat dari segi sosial dan ekonomi masyarakat Desa Pantai
Gading memiliki mata pencaharian beraneka ragam, mulai dari mata
pencarian pokok maupun sampingan, untuk penghasilan pokok penduduk
setempat berpenghasilan mulai dari pegawai, petani, pekebun kelapa, kelapa
sawit, dan pinang, untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari
atau mencari penghasilan tambahan ada juga yang berdagang atau membuka
warung kecil-kecilan.
C. Agama dan Sarana Pendidikan
1. Agama
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari
hubungan sesama manusia, kepada sang pencipta, keyakinan tentang
adanya kenyataan lain dan kenyataan sekarang ini. Oleh karena itu harus
ada keserasian antara keduanya dalam menjalani kehidupan. Manusia
sebagai mahluk tuhan yang mempunyai kedudukan dan martabat yang
sama dimata sang khalik dan semua manusia mempunyai hak dalam
39
Dokumentasi Kantor Kepala Desa Pantai Gading, (Rabu, Tanggal 30 Januari 2020).
24
menentukan hidupnya sendiri diantaranya hak asasi untuk memeluk
agama yang di yakini.
Masyarakat Kampung Pasar Rebo Desa Pantai Gading umumnya
terkenal masih kental dengan kehidupan beragama, begitu pula
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menjadi
pedoman dalam kehidupan masyarakat, mengatasi berbagai masalah
sosial budaya yang dapat menghambat kemajuan berbangsa dan
bernegara.
Adapun sarana tempat peribadatan umat beragama Islam di Desa
Pantai Gading sebagai berikut:
Tabel: tempat pribadatan
No Sarana Jumlah
1. Masjid 5
2. TPA 1
Jumlah 6
Menurut data yang telah didapatkan dari Kepala Desa bahwa
penduduk Pasar Rebo semuanya memeluk agama Islam dan tidak ada
yang beragama lain. Di kampung tersebut tidak ada bangunan gereja
ataupun yang lain-lainya selain Masjid dan Musala yang digunakan
25
orang Islam untuk beribadah kepada Allah Swt.40
Dalam kehidupan
beragama tingkat kesadaran masyarakat untuk melaksanakan ibadah
keagamaan khususnya agama Islam sangat berkembang baik. Hal ini
antara lain ditandai dengan adanya sarana peribadatan seperti masjid dan
Taman Pendidikan Alquran (TPA).
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk kemajuan
bangsa, sebab maju mundurnya suatu bangsa dapat diukur dari segi mutu
dari pendidikan bangsa itu sendiri terutama dari generasi muda, oleh
karena itu pemerintahan selalu berusaha meningkatkan mutu pendidikan.
Hal ini selaras dengan tujuan peningkatan pengetahuan serta proses
terciptanya masyarakat yang cerdas dalam rangka meningkatkan harkat
dan martabat manusia.
Pada masa itu terdapat bangunan madrasah yang berdekatan
dengan bangunan masjid, bangunan madrasah pada saat itu bernama SR
(Sekolah Rakyat). Bangunan ini berfungsi untuk sekolah anak-anak dan
untuk belajar mengaji, pada zaman Belanda sampai akhir Jepang sekolah
ini di sebut dengan SR (Sekolah Rakyat) dalam bahasa Belanda disebut
“people’s School“. Pada tahun 1945–1950 masih di sebut dengan sekolah
SR. setelah pemilihan umum pertama sampai tahun 1955 berubah
menjadi madrasah. Madrasah ini di bangun pada tahun 1940 M. oleh
40
Wawancara dengan Bapak M. Makhrus, (44 tahun, Kepala Desa Pantai Gading), Pada Tanggal
22 Januari 2020, Pukul 11.54 PM Di Kantor Desa Pantai Gading.
26
KH. Tarmizi, di bantu oleh penduduk setempat dan bantuan dana dari
masyarakat. Tanah untuk pembangunan madrasah berukuran 50 x 50
meter, dengan bangunan madrasah berukuran 10 x 15 meter.
Tingkat pendidikan masyarakat di Pasar Rebo sudah cukup
memadai. Pada saat ini layaknya semua anak-anak atau remaja di
kampung Pasar Rebo ini sudah banyak menempuh jenjang pendidikan
formal mulai dari Pendidikan Usia Dini (PAUD) sekolah dasar (SD),
tingkat menengah (SMP), dan tingkat atas (SMA), selain itu juga ada
beberapa orang yang melanjutkan pendidikannya hinggai perguruan
tinggi. Fasilitas pendidikan Desa Pantai Gading ini sudah memadai
dalam jenjang pendidikan di sana terdapat 4 (empat) sekolah yang terdiri
dari PAUD, SD dan MI. Sedangkan untuk fasilitas pendidikan dengan
jenjang yang lebih tinggi mereka harus pergi ke daerah Desa tetangga.
Dengan adanya fasilitas dan sarana pendidikan ini bisa
melahirkan para sejarawan yang bisa melindungi dan menjaga tinggalan-
tinggalan arkeologi yakni Masjid Al-Istiqomah ataupun lainya yang
masih berbekas atau masih ada pada masa sekarang.
Keadaan pendidikan di Pasar Rebo sangat baik dan berkembang.
Hal ini di buktikan dengan adanya fasilitas pendidikan di Pasar Rebo.
Dengan adanya fasilitas dan sarana pe ndidikan ini bisa melahirkan para
sejarawan yang bisa melindungi dan menjaga tinggalan-tinggalan
27
arkeologi yang masih berbekas pada masa sekarang. Fasilitas pendidikan
yang dimiliki antara lain:
Tabel : Fasilitas pendidikan daerah Pasar Rebo Desa Pantai Gading.41
NO Fasilitas Pendidikan Jumlah
1. SD 1
2. MI 1
3. PAUD 2
3. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Desa Pantai Gading dilihat berdasarkan biodata
yang di kumpulkan dan hasil wawancara penulis dengan Kepala Desa
Pantai Gading Kecamatan Bram Itam, jumlah penduduk Desa Pantai
Gading adalah 867 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 259 KK.42
Tabel: penduduk Desa Pantai Gading
KK Laki-laki Perempuan Jumlah Total
259 kk 436 jiwa 431 jiwa 867 Jiwa
41
Dokumentasi Kantor Kepala Desa Pantai Gading, 22 Januari 2020. 42
Dokumentasi Kantor Kepala Desa Pantai Gading, 22 Januari 2020.
28
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Masjid Al-Istiqomah
Masjid Al-Istiqomah merupakan masjid tertua di Tanjung Jabung Barat.
Sampai saat ini bentuk asli dari masjid Al-Istiqomah masih dipertahankan,
meskipun sudah pernah direnovasi, akan tetapi tidak merubah struktur bangunan
dan bentuk asli masjid Al-Istiqomah. Lokasi Masjid ini berada di wilayah
Kampung Pasar Rebo, Desa Pantai Gading, Kecamatan Bram Itam, Kabupaten
Tanjung Jabung Barat. Masjid Al-Istiqomah sampai saat ini masih digunakan
untuk salat, seperti salat Jum‟at, Isya, Magrib,dan Subuh.
Masjid Al-Istiqomah berdiri pada masa penjajahan Belanda tepatnya
pada tahun 1918 M. Pada tahun 1902 masyarakat banjar dan suku lainnya mulai
berdatangan, maka tempat ini semakin lama semakin ramai penduduknya dan
sebagai sarana penyebaran agama Islam maka didirikanlah masjid ini yakni
Masjid Al-Istiqomah. Masjid Al-Istiqomah didirikan oleh tokoh-tokoh ulama
pada masa itu yak ni KH. Abdul Wahab dan Abdurrahman Siddiq. KH. Abdul
Wahhab merupakan anak dari pasangan Syekh Muhammad Ismail Bin Syekh
Muhammad Thahir Al-Alabi Al-Banjari dan Hj. Fatimah binti Abd Shamad.
Syekh Abdul Wahab merupakan anak kedua dari pasangan ini. sementara Hj.
Ruqayyah merupakan keturunan Banjar (Sungai Durian) yang bermukim di
Kampung Tongkang Petjah, Batu Pahat, Johor Baharu, Malaysia. Syekh Abdul
29
Wahhab dan Istrinya Hj. Ruqayyah bertemu dan menikah di Kota Suci Mekkah,
Saudi Arbia. Kemudian setelah beberapa tahun menetap di Kota Mekkah,
mereka pulang ke Johor Baharu dan menetap (Madam) disana untuk beberapa
waktu, atas permintaan Etnis Banjar yang ada di Desa Bram Itam Kanan untuk
mengajarkan ilmu agama, kemudian KH. Abdul Wahab dan Istrinya hijrah dari
Batu Batu Pahat, Johor Baharu, Malaysia ke Kuala Tungkal, Provinsi Jambi,
Tepatnya di Kampung Bram Itam Kanan.
Selanjutnya pembangunan di bantu oleh Kh. Abdurrohman Sidiq (Tuan
guru Sapat), beliau adalah ulama di Riau. Pada masa itu beliau melakukan
kunjungan di Kuala Tungkal di kediaman KH. Amin Thahir jalan pelabuhan
dan setelah mengadakan pengajian di beberapa tempat beliau melakukan
pemancangan tiang-tiang di beberapa masjid di Tanjung Jabung Barat, salah
satunya ialah Bram Itam kanan. Masjid ini dibangun secara bahu membahu,
menyumbang dengan tenaga dan pikiran dan harta bendanya atau dari hasil
swadaya masyarakat setempat untuk tegak dan berdirinya sebuah rumah ibadah
(masjid).43
Sejak tahun 1918 bangunan masjid Al-Istiqomah berukuran berukuran
15 x 15 meter. Dari awal pembangunan hingga saat ini masjid tidak mengalami
perubahan ataupun perkembangan. Bentuknya seperti joglo tradisional dan
menjadi sentral atau pusat peribadatan dan kegiatan-kegiatan keIslaman di
Kampung Pasar Rebo.
43
Wawancara dengan Bpk Ramli Mahyudi (70 tahun, Juru Kunci Masjid Al-Istiqomah), Jumat,
9 September 2019, Pukul 10.50 WIB).
30
Di lihat pada bagian atas mihrab terdapat tulisan berbentuk tulisan arab
melayu “.m-8-1363-2-4-1382h.” tulisan ini menandai tahun perbaikan masjid
Al-Istiqomah yakni mulai bulan delapan (Sya‟ban 1363 H) (Juli/agustus 1944
M) hingga selesai pada tanggal dua bulan empat (2 rabbiul akhir). Masjid Al-
Istiqomah ini di bangun dari hasil swadaya masyarakat setempat. Masjid Al-
Istiqomah telah berdiri sejak 1918 mengingat Tuan Guru Haji Abdul Wahab
merupakan juru dakwah Islam di Pasar Rebo.
Pada masa Revolusi Pasar Rebo di jadikan markas tentara TNI, dan
pelarian para pejuang. Tempat ini dijadikan tempat bertahan terakhir bagi para
tentara yang ada di Kuala Tungkal, di tempat ini juga terdapat Madrasah
Sekolah Rakyat, di jadikan alih fungsi sebagai tempat ramsum untuk gudang
pengadaan barang Belanda dan kemudian direbut untuk dijadikan Sekolah
Rakyat.
Masjid Agung Al-Istiqomah dalam sejarah perkembangannya sudah
mengalami renovasi atau perbaikan fisik, diberbagai bagian bangunan. tempat
berwudu dibangun bersamaan dengan dilaksanakan pemugaran oleh penerus
atau selaku juru kunci masjid Al-Istiqomah yakni Bapak Ramly Mahyudin yang
dilaksanakan pada Tahun 1997. Bagian yang di pugar adalah kayu-kayu bulian
yang sudah rapuh, papan bagian diding dan atap. Atap yang semula terbuat dari
seng, sudah beberapa kali di ganti, terahir dengan atap seng, atap sirap kayu
bulian. Masjid Al-Istiqomah tersebut diselesaikan atau dibangun pada tahun
1997 dengan dana dari swadaya masyarakat.
31
Sebelum masjid Al-Istiqomah di renovasi, bangunanya terlihat sangat
rapuh, dinding masjid sudah lepas satu persatu, sehingga tidak layak lagi
digunakan, dengan ketentuan intruksi dari KH Ramli Mahyudin yang telah
diamanahi oleh KH. Ali selaku keturunan KH. Abdul Wahhab, bahwasanya
bentuk masjid tidak boleh di rubah dan harus tetap di pertahankan secara utuh
bentuk dan arsitektur masjid.
B. Nilai Histori-Arkeologis Masjid Al-Istiqomah
Dalam salah satu analisis yang dikemukakan oleh Pijper, ia adalah
sejarawan Barat yang sangat concern tentang sejarah Islam di Indonesia bahwa
bentuk-bentuk masjid di Indonesia memiliki corak khas tersendiri, suatu corak
yang berbeda dengan corak-corak masjid di Negara-negara lain, untuk itulah ia
memberikan beberapa ciri yang menonjol muncul dalam model masjid-masjid di
Nusantara.44
Pertama, masjid itu mempunyai bentuk denah dasar persegi. kedua, tidak
berdiri di atas tiang-tiang seperti langgar di Jawa rumah tinggal di Indonesia
yang kuno tajug di Sunda, surau di Sumatra Barat, meunasah di Aceh, bale di
Banten, langgara di Sulawesi, Suro atau mandersa di Batak, dan santren di
Lombok, tetapi berdiri di atas pondasi padat yang tinggi. Ketiga, memiliki atap
meruncing yang terdiri dari dua sampai lima tingkat dan mengecil ke atas.
44
Abd Ghofur, Perspektif Histori Arkeologis Tentang Keragamaan Bentuk-Bentuk Masjid Tua
di Nusantara. (Jurnal Sosial Budaya, Vol.12 No.1, Januari – Juni 2015), hlm.71
32
Keempat, di sisi Barat atau Barat laut ada bangunan menonjol untuk mihrab.
Kelima, di bagian depan dan kadang-kadang di kedua sisinya ada serambi yang
terbuka atau tertutup. Keenam, halaman sekitar masjid dikelilingi oleh tembok
dengan satu atau dua pintu gerbang.45
Tentang bangunan mesjid kuno bahwa
bentuknya mengikuti bentuk arsitektur lokal dengan beberapa ciri seperti denah
segi empat dan pejal, atapnya bertingkat-tingkat.46
Secara evolutif masjid berkembang dari bentuk yang sederhana pada
awal kelahirannya ke arah bentuk yang lebih sempurna. Sebagaimana diketahui,
pada awal perkembangan Islam di Mekkah belum ada tanda dibangunnya
masjid. Hal ini disebabkan karena tanda itu ajaran Islam baru merupakan
penerapan prinsip tentang keimanan manusia kepada Allah, yang tentu saja
merupakan usaha yang cukup sulit karena merupakan perubahan yang drastis
bagi masyarakat Arab pada saat itu. Mereka yang terbiasa memuja dewa-dewa
yang berwujud patung-patung, dirubah dengan dengan kepercayaan baru kepada
Tuhan Yang Maha Esa.47
Masjid sebagai titik pusat kegiatan agama, juga
menjadi titik pusat kebesaran dan kharisma dari Negara-negara tersebut. Mereka
mengagungkan tuhan dengan menaikkan derajat setinggi-tingginya tempat
kegiatan ajaran Islam tersebut.48
45 Abd Ghofur, Perspektif Histori Arkeologis Tentang Keragamaan Bentuk-Bentuk Masjid Tua
di Nusantara. (Jurnal Sosial Budaya, Vol.12 No.1, Januari – Juni 2015), hlm.72 46
Lia Nuralia, Masjid Cikenong Anyer Banten, (Jurnal Purbawidya, Vol.1/No.2/Tahun
2012/229-248), hlm. 233 47
Abdul Rochym, Masjid dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia, hlm. 31 48
Abdul Rochym, Masjid dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia, hlm. 31
33
Berikut adalah bagian-bagian masjid Al-Istiqomah yang mengandung
Nilai Histori-Arkeologis:
1. Bedug
Bedug merupakan hal yang tidak akan pernah lepas dari bangunan
masjid, seperti yang terdapat pada masjid Al-Istiqomah. Salah satu ciri
masjid lama atau bersejarah pemberitahuan waktu salat menggunakan
bedug.49
Bedug berfungsi untuk memberi penanda waktu salat sebelum azan
di kumandangkan. Bedung berfungsi untuk memanggil jamaah dan memberi
tanda masuknya waktu salat. Bedug ini disangga oleh tiang empat berbentuk
silang, dibuatkan tempat khusus, seperti yang terlihat pada gambar berikut.
Gambar 1.
Bedug Masjid Al-Istiqomah
Tongkat-tongkat pemukulnya digantungkan pada bagian tepi
bedug, tidak memiliki hiasan, panjang 1,00 meter. Kulit penutup bedug
49
Nur Hidayat, Sejarah, Peran dan Arsitektur, hlm. 15
34
sudah berulang kali diganti, namun keadaan kayu badannya masih asli
dan masih baik walaupun setiap hari ditabuh.
“lek menurut ceritone wong mbiyen, jarene ki bedug e iku
dowone rong meter setengah, mbok… suarane wae teko
nganti kuta tungkal kono. Mergo mejed neng kono moh di
saingi, dadi sepakat bedug-e di tugel semeter. Dadi sak iki
iku dowone mung garek semeter setengah lah kurang
luwihhe .”
Menurut sesepuh setempat bedug di masjid Al-Istiqomah pada
awalnya memiliki panjang 2.5 meter. Kemudian di potong sepanjang satu
meter, sehingga saat ini bedug memiliki panjang 1.5 meter. Alasan dilakukan
pemotongan bedug, karena suara bedug terdengar sampai ke Kota Kuala
Tungkal. Kemudian karena suaranya sangat jauh ke kota, setelah
dipertimbangkan maka dilakukan pemotongan. Bedug ini masih asli sejak
awal di bangun masjid Al-Istiqomah.
2. Ruang utama
Ruang utama merupakan salah satu komponen utama dalam suatu
bangunan masjid yang biasanya berfungsi sebagai tempat jamaah untuk
menunaikan ibadah salat berjamaah.
Untuk itu ruang utama umumnya mempunyai ruangan yang besar
agar mampu menampung jamaah lebih banyak di dalamnya. Dibeberapa
kawasan dunia muslim, terdapat pembagian ruangan misalnya ruangan
khusus untuk salat yang disebut liwan. Ruangan memanjang sebagai tempat
35
bermukim para musafir yang disebut liwaqs.50
Selain itu masjid-masjid
kuno memiliki ruangan salat untuk kaum wanita, yang lazim disebut
pawastren atau pawadonan. Selalu berada di sisi selatan, atau sebelah kiri
ruangan kaum pria. Perbandingan 2/3 untuk pria, 1/3 untuk wanita.51
Sejak masa Rasulullah saw. ruangan masjid digunakan sebagai
tempat ibadah, tempat menuntut ilmu, tempat berdiskusi, tempat mengadili
perkara, tempat memberi fatwa, dan tempat latihan perang.52
Ruangan utama
masjid Al-Istiqomah pada masa itu digunakan sebagai tempat ibadah tempat
berdiskusi, dan salah satunya ialah tempat bertahan Ulama dan Umara untuk
melawan pasukan belanda yang menjajah kuala tungkal pada waktu itu.
3. Soko guru
Pada bangunan utama masjid terdapat empat sokoguru untuk
menopang atap limas bertingkat tiga dengan atap sirap, yang dipuncaknya
ditempatkan mustaka berbentuk saka. Pada Masjid Al-Istiqomah terdapat 8
(delapan) tiang, pada tiang pertama berada pada lapisan atap yang pertama,
kemudian 4 tiang utama yang terletak pada tengah masjid yang berfungsi
untuk menyangga lapisan atap kedua dan sekaligus menyangga kubah
masjid. Bangunan tiang delapan masjid Al-Istiqomah ini memiliki makna
50
Abd Ghofur, Perspektif Histori Arkeologis Tentang Keragamaan Bentuk-Bentuk Masjid Tua
di Nusantara. hlm.72 51
Zein M. Wiryoprawiro, Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur, (Surabaya : PT Bina
Ilmu, 1986), hlm. 168 52
Syamsul Kurniawan, Masjid dalam Lintasan Sejarah Umat Islam, (Jurnal Khalustiwa – Jurnal
of Islamic Studies, Vol. 4 Nomor 2 September 2014), hlm. 175
36
sejarah tersendiri yaitu melambangkan 8 bersaudara yang berjuang
membangun masjid Al-Istiqomah.
Tiang utama pada masjid ini ialah pondasi utama pada bangunan
masjid, Bahan bangunan pada masjid ini keseluruhannya dari kayu bulian,
dan kayu bulian ini pada masa itu di di bawa dari Kalimantan, di bawa
menggunakan Perahu Gelung, di olah di Kampung Pasar Rebo, di olah
menggunakan alat Beliung dan Kampak atau Parang yang besar.
Gambar 2.
Tiang Utama Masjid Al-Istiqomah
4. Mihrab
Masjid ini mempunyai satu mihrab dan bangunan mihrab ini adalah
salah satu bangunan yang masih asli atau bangunan bersejarah. Mihrab ini
terletak pada bagian sebelah barat di ruang salat laki-laki, berbentuk
lengkung menonjol kedepan dan berukuran kecil, dan berukuran tinggi 2.80
meter dan lebar 3 meter. Sebalah kanannya terdapat mimbar khatib dan di
37
bagian dinding depan pada bangunan mihrab terdapat dua lubang ventilasi
dan sebelah kiri mighrab terdapat pintu yang sudah tidak di fungsikan lagi.53
Gambar 3.
Mihrab Masjid Al-Istiqomah tampak dari luar dan dalam
Pada atas mihrab terdapat tulisan kaligrafi dan tulisan arab yang di duga
tahun dibangunnya masjid Al-Istiqomah dan digunakan untuk Imam pemimpin
salat.
Pada dinding belakang masjid, berdekatan dengan bangunan mihrab
terdapat jam matahari yang menandakan jaman dahulu para ulama
menggunakannya untuk mengetahui waktu salat menggunakan jam matahari,
akan tetapi sekarang jam matahari sudah tidak berfungsi lagi. Pada atas
mihrab terdapat tulisan kaligrafi dan tulisan arab yang di duga tahun
dibangunnya masjid Al-Istiqomah dan digunakan untuk Imam pemimpin
salat.
53
Wawancara Dengan Bpk Ramli Mahyudin, (70 tahun, Juru Kunci Masjid Al-Istiqomah), pada
tanggal 30 Januari 2020.
38
5. Mimbar
Gambar 4.
Mimbar Masjid Al-Istiqomah
Mimbar masjid merupakan salah satu peninggalan bersejarah dari pertama kali
pembangunan. Mimbar masjid asli belum diganti sama sekali
Bangunan mimbar ini ialah bangunan asli dari awal di dirikannya
masjid. Di dalam ruang masjid Al-Istiqomah terdapat mimbar, mimbar itu
digunakan untuk tempat menyampaikan khutbah pada hari Jumat. Mimbar
tersebut di letakkan di ruang utama masjid dan di letakkan di sebelah Utara
mihrab. Mimbar masjid Al-Istiqomah terbuat dari kayu bulian dan di cat
berwarna putih dan kuning emas. Mimbar tersebut berbentuk seperti kubah
masjid pada umumnya dan mempunyai lima anak tangga. Lima anak tangga
yang terbawah merupakan sekaligus lantai dasar mimbar, dan anak tangga
mimbar ini di tutup dengan karpet berwarna hijau.
Mimbar Masjid Al-Istiqomah mempunyai enam tiang yang sama
tinggi, pada dua tiang yang berada di depan separuh bagian yang bawah
berbentuk polos, di tiap-tiap tiang atas tersebut terdapat pahatan kayu
39
berbentuk bunga mekar dan ujung atasnya seperti kubah masjid dan di antara
dua tiang bagian depan terdapat tulisan kaligrafi berlafazkan Lailahaillallah,
Allah dan Muhammad.
“mimbar masjid ini eh… dak ade nian yang berani nggeser
apolagi mindahkannyo, kami bae ngerehap bagian lantai
mihrab ini. Dak berani nggeser, jadi tetap disiko lah… karna
pernah kejadian ade yang ngegeser wonge langsung dating
umah keno tegur, yo macam demam, sakit, banyak lah.”54
Menurut informasi yang didapatkan peneliti dari juru kunci masjid
Al-Istiqomah seperti yang dijelaskan di atas, apabila mimbar masjid di
pindah atau digeser sedikit saja, maka yang memindah akan terkena teguran
contohnya seperti tiba-tiba sakit, panas, demam dan lain-lainya. Karena
itulah hingga sampai saat ini tidak ada yang berani menggeser ataupun
memindah mimbar masjid.
6. Atap
Salah satu masjid kuno yang bisa dilihat sekarang adalah pada
bangunan atapnya. Atap masjid kuno selalu bersusun, semakin keatas
semakin kecil, ada yang bersusun dua (Angke), tiga (Demak, Palembang,
Yogyakarta, sampai lima (Banten, Ternate, Jepara). Bentuk atap bersusun
itu, hingga lancip ke puncaknya, membentuk atap yang disebut tajuk. Atap
serambinya yang selalu mendatar atapnya disebut bentuk limasan. Bentuk
atap tajuk itu, karena tiang-tiang intinya (empat sokoguru) yang mendukung
54
Wawancara dengan Bpk Ramli Mahyudin, (70 tahun, Juru Kunci Masjid Al-Istiqomah) Pada
Tanggal 30 Januari 2020.
40
ditegakkan pada keempat sisi sudut-sudut, yang membentuk ukuran bujur
sangkar.55
Salah satu ciri bangunan masjid kuno ialah mempunyai atap tumpang
yang meruncing yang terdiri dari dua sampai lima tingkat dan mengecil
keatas.56
Bangunan atap masjid Al-Istiqomah merupakan bangunan yang
masih asli dari awal pembangunan hingga saat ini. Bentuk atap masjid Al-
Istiqomah ini memiliki bentuk tumpang tiga. Sesuai dengan data yang
penulis dapatkan dari hasil penelitian, bahwa atap masjid Al-Istiqomah
terbuat dari kulit kayu bulian yang tersusun.
Gambar 5.
Bentuk Atap Masjid Al Istiqomah
Masjid beratap tumpang dua, namun atap dasar rapat menempel
atap kedua, sehingga nampak tumpang tiga.
55
Uka Tjandrasasmita, Masjid-masjid di Indonesia, (Jakarta Indonesia : Jayakarta Agung Offset,
1991), hlm. 56 56
Abd. Ghofur, Perspektif Histors Arkeologis Tentang Keragaman Bentuk-Bentuk Masjid Tua di
Nusantara, hlm. 71
41
Atap masjid disangga oleh empat tiang utama (sokoguru) dan masih
disangga oleh empat tiang pembantu yang ukurannya lebih kecil dan lebih
pendek di belakang tiang sokoguru mengarah ke empat sudut ruangan, tiang
tersebut berbahan kayu berbentuk persegi. Masjid beratap tumpang tiga,
namun atap dasar rapat menempel atap kedua, sehingga nampak tumpang
tiga. Atap tumpang pertama yang memiliki diameter lebih luas, dan atap
tumpang ini menggunakan seng, pergantian dari atap sebelumnya. Bahwa
Patut di duga atap paling bawah merupakan bangunan baru yang difungsikan
untuk menaungi emperan dan dinding masjid dari sengatan panas matahari
dan hujan agar tidak merusak kedinding masjid.
Kemudian bagian atap paling atas yakni di atas atap tumpang kedua
terdapat atap kemuncak yang berbahan sirap atau berbahan kulit kayu yang
tersusun berbentuk lembaran-lembaran kecil. Di atas kemuncak terdapat
mustaka, baik kemuncak maupun mustaka berbentuk piramid, dan ujung atas
kemuncak dan mustaka dibuat runcing. Di bawah atap tumpang pertama dan
kedua terdapat dinding atap yang terbuat dari susunan lempeng kayu.
Pada dinding atap tumpang kedua terdapat lubang untuk memasang
pengeras suara. Sedangkan pada atap dinding tumpang pertama di sebelah
utara terdapat lubang untuk mengamati keadaan di luar masjid. Di atas
bangunan mihrab terdapat satu atap tumpang dan kemuncak, keduanya
menggunakan seng.
42
Atap masjid Al-Istiqomah memiliki atap bertumpuk tiga lapiasan
yakni disebut dengan atap sirap. Pada atap bertumpuk tiga melambangkan
mukmin, muslim dan mukhsin. Masjid ini tidak menggunakan atap yang
menyatu dengan kubah, melainkan menggunakan atap bertumpuk yang
bersekat antara atap satu dengan atap yang lain. Melihat dari bentuk struktur
atap dan bentuk masjid Al-Istiqomah, masjid ini mencirikan arsitektur
masjid-masjid kuno di pulau Jawa. Dilihat dari struktur bangunan dan hasil
observasi, masjid ini mengadopsi arsitektur masjid Agung Demak Jawa
tengah. Atap tumpang tiga sebagai simbol trilogi Illahi yang harus di capai
manusia yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
Sebenarnya mengenai bentuk masjid menggunakan atap limas masih
mendominasi pola bentuk struktur masjid yang ada sebelumya, akan tetapi
yang membedakan adalah pola penyusunan penyekat atap yang berbeda
yang masih berbentuk susunan yang sederhana dari pada di bandingkan
dengan masjid yang lain. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya ulama dan
masyarakat setempat dalam mempertahankan warisan bangunan kuno.57
Penggunaan atap bertumpuk tiga atau disebut juga atap sirap pada
masjid Al-Istiqomah ini secara konsep hampir sama juga dengan apa yang di
contohkan di masjid-masjid Pantai Utara Jawa. Atap bertumpuk dan
mengerucut pada satu titik ini merupakan manifestasi dari bentuk gunung
dan tradisi pra-Islam yaitu Meru.
57
Abd Ghofur, Perspektif Histori Arkeologis Tentang Keragamaan Bentuk-Bentuk Masjid Tua
di Nusantara. hlm.72
43
7. Tiang
Salah satu bangunan masjid yang memiliki nilai sejarah yakni tiang
utama masjid (sokoguru), tiang ini adalah tiang pertama yang didirikan pada
bangunan masjid dan sampai saat ini tiang utama ini masih asli dari awal
pembangunan. Tiang masjid ini memiliki 8 (delapan) tiang utama yang
berfungsi sebagai penyangga. Kedelapan tiang ini memiliki bentuk yang
sama, yakni pada empat tiang pertama memilki diameter lebih kecil dari 4
tiang inti, empat tiang pertama memiliki tinggi 16 meter. Sedangkan 4 tiang
utama memiliki diameter lebih besar, yang memiliki panjang 23 meter.
Tiang-tiang masjid tertanam di dalam tanah sedalam tiga meter.
Gambar 6.
Tiang Utama Masjid Al-Istiqomah
Bangunan masjid ini memiliki 8 (delapan) tiang utama yang berfungsi
sebagai penopang atau sokoguru
44
Pada sokoguru58
meyimbolkan bahwa unsur manusia dari air, tanah,
angin, api, sokoguru sekaligus sebagai simbol empat sifat manusia yaitu
lawwamah, sufiyah muthmainnah, ammarah, nafsu tersebut harus dikelola
dengan baik dengan beribadah di dalam masjid
8. Makam
Sekitar bangunan masjid Al-Istiqomah terdapat makam-makam para
syuhada, para ulama atau pejuang yang ikut serta membangun masjid dan
memperjuangkan kemerdekaan di Kuala Tungkal. Saat ini di sekitar
bangunan masjid telah dijadikan tempat pemakaman umum oleh masyarakat
setempat. Makam tertua yang terdapat di Kampung Pasar Rebo, yaitu
makam penduduk setempat yang wafat pada tahun 1892, untuk nama makam
itu sendiri sudah tidak bisa di ketahui lagi. Menurut hasil wawancara yang
penulis dapatkan makam tersebut ialah orang yang berperang pada masa itu
yang meninggal sebelum di bangunnya masjid. Kemudian makam pendiri
Masjid Al-Istiqomah pada tahun 1925 yaitu KH. Abdul Wahhab.
Gambar 7.
Makam di Sekeliling Masjid Al-Istiqomah
58
Soko Guru adalah tiang tengah, tiang seri.
45
9. Kubah
Kubah merupakan simbol yang menunjukkan kemegahan sebuah
masjid tersebut. Kubah pada masjid menjadi salah satu item bangunan yang
sangat penting dan sudah terasosiasi sebagai bagian dari pada arsitektur
masjid. Kubah pada masjid Al-Istiqomah memiliki nilai tersendiri, karena itu
dari awal pembuatan kubah hingga renovasi, bentuk kubah masih di
pertahankan dan tidak di renovasi maupun di ganti.
Gambar.
Kubah masjid Al-Istiqomah
Foto di ambil dari bawah kubah masjid A-Istiqomah
46
Bentuk kubah secara tampilan sangat berbeda sebagaimana dengan
tampilan masjid-masjid lainya. Bentuk kubah masjid Al-Istiqomah adalah
berbentuk kerucut yang menyerupai piramida.
C. Nilai Arsitektural Masjid Al-Istiqomah
Berkaitan dengan pola arsitektur, pola yang dimaksudkan disini lebih
kepada suatu bentuk dari arsitektur itu. Biasanya diterjemahkan ke dalam tipe-
tipe berdasarkan pengaruh dari perkembangan zaman dan kondisi arsitektur di
daerah itu atau dimana masjid tersebut berada.59
Arsitektur sangat terkait dengan
menyentuh segi kemanusiaan secara langsung dan dengan sendirinya
mengandung faktor kehidupan manusia, dengan demikian suatu karya arsitektur
tersebut akan berwujud sebagaimana keadaan dari masyarakatnya.
Bentuk arsitektur masjid yang ada di wilayah-wilayah Indonesia
memiliki keanekaragaman yang nyata, sehingga dapat disaksikan sebuah
arsitektur masjid di Indonesia terdiri dari berbagai bentuk dan gaya yang
spesifik, seperti atap minang, atap joglo di Jawa, atap julung ngapak dari Sunda
dan berbagai corak arsitektur masjid lainnya. Namun dari bentuk atap masjid
unsur-unsur lokal sepertinya lebih dapat bertahan lama, hal ini dikarenakan
59
Abudul Rochym, Masjid Dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia (Bandung : Angkasa,
1983), hlm.83
47
diturunkan secara turun-temurun, sehingga sering juga disebut sebagai arsitektur
masjid tradisional.60
Di Jawa sendiri merupakan daerah yang paling penting di Indonesia serta
daerah penyebaran Islam di walisongo, bentuk arsitektur masjid memiliki bentuk
persegi panjang dengan penonjolan untuk mihrab, hal ini dipengaruhi oleh
bentuk pendopo yang ada di Jawa. Sebenarnya masjid-masjid umat Islam
diseluruh dunia memiliki unsur yang paling penting yaitu arah kiblat, sehingga
arah kiblat merupakan prioritas utama dalam pembangunan masjid diseluruh
dunia, sedangkan unsur-unsur lainnya merupakan unsur yang tidak begitu
dipentingkan dalam pembangunan masjid.61
Masjid di Jawa dengan kekhasan tersendiri memiliki atap joglo serta
dibangun dengan bentuk persegi empat atau persegi panjang tanpa adanya
kubah, namun dengan seiring perkembangan dan kemajuan pola pikir
masyarakat saat ini, masjid-masjid di jawa mulai di buat kubah hal ini agar
menjadi lebih memperlihatkan arsitektur Islamnya.
Apabila kita memperhatikan bangunan masjid pertama yaitu bangunan
masjid masjid An-Nabawi di Madinah, susunan bangunan ini berbentuk masjid
halaman tidak memiliki kubah berbentuk setengah lingkaran. Bangunan masjid
An-Nabawi ini merupakan pola dasar susunan bangunan masjid pada masa yang
60
Abudul Rochym, Masjid Dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia, hlm.83 61
Zein M Wiryoprawiro, Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur, hlm. 169
48
akan datang, untuk memahami susunan bangunan masjid halaman serta bagian-
bagian penting dari bangunan tersebut.
Masjid Al-Istiqomah merupakan masjid yang dibangun di tepi Sungai
Pengabuan, yang paling menarik dari masjid Al-Istiqomah adalah bentuk dan
gaya arsitektur yang ditampilkan di masjid tersebut, masjid ini menampilkan
bentuk dan gaya arsitektur masjid di Jawa. Masjid ini juga dibangun atas
arsitektur dari KH. Abdul Wahab yang merupakan pendiri awal Masjid Al-
Istiqomah.
Masjid Al-Istiqomah di Pasar Rebo ini dapat dikatakan tergolong dalam
masjid yang yang sangat sederhana di kalangan masyarakat umum dan dulunya
berkembang di kalangan para pejuang dan ulama. Masjid Al-Istiqomah di
bangun di dalam plosok, tepatnya di perkampungan masyarakat.
Arsitektur masjid Al-Istiqomah yang ada di kampung Pasar Rebo ini jika
dibandingkan dengan masjid-masjid yang ada di Provinsi Jambi secara umum
adalah sangat sederhana dalam konteks seni arsitektur.62
Sehingga
keberadaannya kurang mendapat perhatian akibatnya baik literatur maupun
sumber tertulis sangat sulit penulis jumpai sehingga penulis mengambil opsi
metode wawancara atau oral history dalam bahasa sekarang wawancara lisan
tentunya secara tersetruktur seperti metode pada bab II diatas.
62
Masjid ini telah berdiri pada masa penjajahan belanda tepatnya pada tahun 1918 M.
oleh tokoh-tokoh ulama pada masa itu secara bahu membahu menyumbang dengan dengan
tenaga dan pikiran dan harta bendanya untuk tegak dan berdirinya sebuah rumah ibadah
(masjid). (Wawancara, dengan bpk Supardi, selaku sesepuh masjid Al-Istiqomah).
49
Berikut beberapa arsitektur masjid Al-Istiqomah :
a. Denah Segiempat
Gambar 8.
Bentuk Masjid Al Istiqomah
Masjid Al-Istiqomah memiliki bentuk persegi 4, masjid ini di
bangun di atas tanah seluas setengah hektar. Luas dan panjang masjid
Al-Istiqomah yakni 14 x 14, dengan serambi masjid yang terdapat
pada bagian sisi kiri, sisi kanan dan bagian depan masjid yakni
dengan luas 2 meter. Masjid Al-Istiqomah memiliki tinggi 25 meter,
dengan bagian atap yang berlapis.
Masjid Al-Istiqomah berdiri diatas tiang atau tongkat dengan
ketinggian 2 m. dari permukaan tanah. Pondasi berbentuk pejal
dengan penguat yang berbentuk sisi melintang yang terbuat dari
kayu. Disisi utara masjid terdapat pintu utama untuk masuk ke
50
ruang serambi. Selain pintu masuk utama, terdapat pula pintu masuk
di sisi Utara dan di sisi Selatan bangunan masjid.
b. Bagian Tubuh
Masjid Al-Istiqomah memiliki ukuran tinggi dinding 4.80
meter, pada dinding-dinding Masjid Al-Istiqomah terdapat pintu,
jendela dan ventilasi. Jumlah keseluruhan pintu yaitu 5 pintu, 9 kusen
jendela dan 27 ventilasi. Pintu, jendela, dan ventilasi merupakan
komponen penting dari sebuah bangunan karena berfungsi sebagai
pencahayaan maupun sirkulasi udara dalam ruangan.
Bagian depan masjid terdiri dari 2 pintu utama yang
menghubungkan ke ruang utama dengan pintu berukuran tinggi 2
meter. Di setiap sisi pintu terdapat satu kusen dengan panjang dan
lebar 3 meter, satu kusen terdiri dari 3 jendela. Jadi bagian depan
masjid terdiri dari 3 kusen jendela. 2 pintu lainya terletak pada sisi
kiri dan kanan masjid dengan sisi pintu masing-masing terdiri 2
kusen jendela, dan 1 pintu yang terletak pada bagian kiri mihrab
masjid.
Seluruh pintu masjid Al-Istiqomah terbuat dari kayu. Pintu
masjid berbentuk empat persegi dengan lengkungan bagian atasnya,
memiliki dua daun pintu. Seluruh kusen jendela masjid Al-Istiqomah
terbuat dari kaca dan berbentuk lengkungan pada bagian atasnya.
51
Jendela masjid Al-Istiqomah berbentuk persegii panjang dan terdapat
teralis yang terbuat dari besi.
Gambar 9.
Tubuh masjid Al Istiqomah
Badan masjid diambil dari bagian depan
Pada bagian barat masjid terdapat mihrab dengan lebar 3
meter dan tinggi 2.5 sampai 3 meter. Atap mihrab berbentuk atap
tumpang tiga atau disebut juga dengan atap sirap. Badan Mihrab
masjid memiliki bentuk menonjol keluar dari badan masjid dengan
membentuk setengah lingkaran dengan tinggi badan mihrab 4.80
meter.
c. Mihrab
Mihrab disebut juga dengan maqsurah, yakni suatu ruang
berbentuk setengah lingkaran yang berfungsi sebagai tempat imam di
52
dalam memimpin salat jamaah, yakni salat yang terdiri atas banyak
orang khususnya salat Jumat dan salat-salat waktu lainnya yakni
waktu Isya, Subuh, Zuhur, Asar dan Maghrib.63
Mihrab memiliki pengertian yang dikenal sekarang sebagai
sebuah ruangan untuk memimpin salat, terletak di sisi Barat Laut
masjid sebagai tanda arah kiblat. Umumnya mihrab masjid di
Indonesia terletak pada dinding bagian Barat masjid, tepatnya
dibagian tengah dari dinding Barat masjid dan berjumlah satu buah.64
Mihrab dalam masjid ini tampak seperti pada masjid-masjid
lainnya, yaitu berada didepan jamaah atau makmum, mihrab di
masjid ini berukuran 2 x 3 meter persegi. Dibagian mihrab ini
atasnya terdapat bentuk atap bertumpang 3 atau biasa disebut juga
dengan atap sirap. Di bagian bentuk atap sirap bentuk ujung atasnya
berbentuk kuncup.
d. Lengkungan
Pada beberapa masjid kuno, lengkung asli pada ceruknya
mengingatkan lengkung seni pada bangun Islam. Lengkung pintu
masjid membedakan dengan kebiasaan lengkung semu pada candi.
Lengkung pintu masjid Agung Cirebon dan Banten, adalah lengkung
asli dari arsitektur Islam. Elemen arsitektural dan ornamental yang
63
Oloan Sitomorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 22 64
Suwardi Alamsyah, Nilai Budaya Arsitektur Masjid, (Jurnal Patanjala, Vol. 2, No. 2, Juni
2010 : 172-190), hlm 178
53
dibawa Islam pada masjid-masjid kuno Indonesia amat terbatas, yang
dinamakan masjid tetap kita masukkan sebagai arsitektur Islam.65
Pada bangunan masjid Al-Istiqomah terdapat lengkungan atau
pada bagian pintu dan jendela. Oloan menyebutnya dalam istilah
lengkung tapak kuda.66
Bentuk lengkungan jendela dan pintu tapak
kuda setengah lingkaran ini telah lama dipakai sebagai ciri khas
bentuk pintuk dan jendela, jendela maupun portal (lengkungan-
lengkungan pada masjid), sebagai ciri khusus dalam unsur arsitektur
masjid yang terdapat di setiap negara-negara yang memiliki
penduduk Islam dan memiliki bangunan masjid.
Gambar 10.
Arsitektur Lengkungan Masjid Al-Istiqomah
Seni lengkungan pada masjid Al-Istiqomah
Lengkungan pada masjid memiliki bentuk yang bervariasi,
lengkungan pada masjid memiliki corak arab, moor, turki, Persia,
65
Joop Ave dkk, Nafas Islam Kebudayaan Indonesia, (Jakarta Indonesia : Jayakarta Agung
Offset, 1991), hlm. 62-63 66
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 38.
54
india, dan lain-lainya. Lengkungan pada masjid Al-Istiqomah
memiliki diameter yang berbeda. Lengkungan pada pintu masjid
memiliki diameter 900
dan lengkungan pada jendela berdiameter 900.
Setelah peneliti mengamati dari keseluruhan pola bentuk baik
corak lengkungan pada pintu maupun jendela masjid Al-Istiqomah,
dan sesuai dengan aliran dan mazhab yang digunakan. Maka di
simpulkan bahwa corak lengkungan masjid Al-Istiqomah memiliki
corak lengkung tunggal. Corak lengkungan tunggal dapat di temui
pada bangunan masjid beraliran Arab, Turki, Persia, india, dan
Indonesia.67
e. Ruang utama
Ruang utama merupakan salah satu komponen utama dalam
suatu bangunan masjid yang biasanya berfungsi sebagai tempat
jamaah untuk menunaikan ibadah salat berjamaah. Untuk itu ruang
utama umumnya mempunyai ruangan yang besar agar mampu
menampung jamaah lebih banyak di dalamnya.68
Ruang utama masjid Al-Istiqomah ini terdiri dari ruang salat
laki-laki dan ruang salat perempuan, yang disekat oleh kain. Pada
ruang utama terdapat delapan tiang utama masjid yang berfungsi
67
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 39 68
Abd Ghofur, Perspektif Historis Arkeologis Tentang Keragaman Bentuk-Bentuk Masjid Tua di
Nusantara, hlm. 75
55
menopang kerangka atap masjid. Ruang utama masjid memiliki luas
dengan ukuran 13 x 13 meter persegi.
Ruang utama masjid Al-Istiqomah memiliki bentuk empat
persegi panjang, ruang utama berukuran 15 x 15 M dengan lantai
dan dinding terbuat dari bahan kayu atau papan. Pada dinding
sebelah timur terdapat dua pintu, jarak antara pintu satu dengan pintu
lain memiliki jarak 4 meter. Kedua pintu masjid pada bagian depan
merupakan pintu utama yang menghubungkan antara ruang utama
dengan teras masjid dan halaman masjid. Selain pintu utama tersebut
di sebelah Utara dan Selatan masing-masing terdapat satu buah pintu.
Gambar 11.
Ruang Utama Masjid Al-Istiqomah
Ruang utama masjid merupakan ruangan satu-satunya. Ruang utama
masjid di bagi dua dengan ruang wanita.
56
Di ruang utama masjid, keseluruhan lantai ditutupi dengan
hamparan karpet, dan hanya shaf bagian depan saja yang diberi
sajadah. Karena kondisi keuangan, sehingga karpet masjid sudah
banyak yang rusak dan karpet masjid tidak hanya satu warna, tetapi
warna warni, karena hasil swadaya masyarakat setempat.69
f. Bedug
Bedug masjid Al-Istiqomah terletak diruangan serambi masjid
sebelah Utara tepatnya di sebelah kanan serambi masjid. Bedug
berbentuk silinder yang pada satu ujungnya ditutup menggunakan
kulit sapi, dan kulit bedug hanya terdapat pada sebelah sisi saja
dengan sebelah sisi bedug terbuka. Beduk di hadapkan ke Barat.
Bagian tersebut digunakan sebagai bidang pukul. Bedug tidak
berhias,memiliki ukuran panjang 1,5 meter dan berdiameter 120 cm.
Bedug tersebut diletakkan diatas susunan balok kayu yang menyilang
di kedua ujungnya. Susunan balok kayu yang menyilang tersebut
diperkuat dengan kontruksi balok berbentuk empat persegi pada
bagian bawahnya. Di atas balok yang tersususun membentuk empat
persegi tersebut terdapat susunan balok yang menyilang memanjang
searah dengan bedug untuk memperkuat kontruksi tempat bedug
tersebut. Bedug dan kentongan masjid terletak di pojok sebelah
69
Ruangan ini sangat bersejarah konon katanya ruangan utama masjid ini bisa menampung
beribu-ribu jamaah waktu salat. (Wawancara Dengan Bpk Ramli Mahyudin, (70 tahun, Juru Kunci
Masjid Al-Istiqomah, pada tanggal 30 Januari 2020).
57
kanan masjid. Bedug di topang oleh kaki bedung yang berbentuk
menyilang, dengan kentongan tergantung sebelah kanan bedug.
g. Plafon (dek)
Pada ruang utama masjid terdapat plafon yang berbentuk
persegi empat, sedangkan pada atap ruang serambi tidak memakai
plafon. Plafon masjid hanya terdapat pada tengah bangunan masjid di
antara tiang utama masjid, dengan sisi ruang utama tidak memiliki
plafon. Jadi yang terdapat plafon bagian tengah yang menyambung
ke atas. Plafon masjid Al-Istiqomah memiliki panjang dan lebar 5 x 5
meter. Plafon masjid terbuat dari susunan persegi kayu bulian.
memiliki struktur bangunan dari susunan kayu.
h. Kubah
Kubah atau qubbah yakni bentuk atap setengah lingkaran
yang terletak diatas bangunan masjid.70
Kubah merupakan salah satu
ciri arsitektur Islam sejak saat perkembangannya.71
Kubah masjid
terletak pada atap masjid paling atas yang berbentuk kerucut atau
piramida. Bahan-bahan atap kubah masjid Al-Istiqomah terdiri dari
susunan kulit-kulit kayu bulian yang tersusun. Kubah masjid
tersambung dengan atap masjid lapisan yang ketiga. Kubah masjid
70
Oloan Sitomorang, Seni Rupa Islam, hlm. 24 71
Abdul Rochym, Masjid dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia, hlm. 26
58
bagian bawah memiliki diameter 4 x 4 meter persegi dan tinggi 6
meter.72
Gambar 12.
Kubah Masjid Al Istiqomah
Bentuk kubah masjid Al-Istiqomah masih asli dari awal pembuatan
hingga sekarang.
“masjid ini ni… masih asli dari bentuk aslinye, yang
Nampak nian tu, kubah masjid ini, ini ni dak ado yang
berani ganti kubah tu, dan ade nian yang berani nak
ngubahnyo, karne njage amanah itu lah, njage pesan
dari syuhada, beliau cakap kubah ini jangan sampai di
ganti atau dirubah, apolagi bentuknyo. Kalu nak dipugar
terserahlah yang penting jangan sampai merubah bentuk
ini sedikitpun. Nah macam tulah die kate.”73
Dari hasil wawancara di atas, penulis dapat mengetahui
bahwasanya bentuk kubah masjid Al-Istiqomah masih asli dari
awal pembangunan hingga sekarang. Hal ini sesuai atas
penjelasan juru kunci masjid bahwasanya bagian masjid yang
72
Wawancara dengan Bpk Ramly Mahyudi (70 tahun, Juru Kunci Masjid Al-Istiqomah), Pada
Tanggal 30 Januari 2020. 73
Wawancara dengan Bpk Ramli Mahyudin, (70 tahun, Juru Kunci Masjid Al-Istiqomah) Pada
Tanggal 30 Januari 2020.
59
masih jelas keaslianya dan tidak di rubah sama sekali adalah
bagian kubah masjid. Karena sesuai dengan amanah dari para
syuhada74
terdahulu bahwasanya kubah masjid tidak boleh di
ganti maupun di rubah bentuk aslinya.
i. Sang Rengga
Mimbar ialah tempat khatib berkhutbah atau memberi
ceramah sebelum acara salat jamaah.75
Pada mimbar masjid Masjid
Al-Istiqomah ini nampak berbagai corak ragam hias. Masjid Al-
Istiqomah memiliki mimbar yang terlatak pada mihrab masjid.
Mimbar masjid Al-Istiqomah memiliki ukuran 1 meter dan panjang 2
meter dengan tinggi 2.5 meter. Pada bagian dinding mimbar memiliki
ukiran ornamen timbul dengan ukiran lafaz “الله إل إله Allah dan ”ل
Muhammad. Pada sisi-sisi kaligrafi, juga di hiasi dengan ukiran-
ukiran bunga dengan ornamen timbul. Pada bagian atas mimbar
terdapat atap dengan motif berbentuk kubah, dan tinggi mimbar 1.5
meter. Di masa lampau khatib bertumpu pada sebatang tongkat yang
disebut sang jubleg Mimbar terletak sebelah kanan mihrab dengan
posisi mimbar lurus menghadap jama‟ah.
j. Mihrab
74
Seorang muslim yang meninggal dunia ketika berperang atau berjuang di jalan Allah membela
kebenaran atau mempertahankan hak dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk menegakkan agama
Allah. 75
Oloan Sitomorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 37
60
Mihrab dalam masjid ini tampak seperti pada masjid-masjid
lainnya, yaitu berada di depan jam‟ah atau makmum.76
Masjid Al-
Istiqomah mempunyai satu mihrab di bagian sebelah Barat ruang
salat laki-laki, berbentuk lengkung menonjol kedepan yang
berukuran tinggi 2.80 meter dan lebar 3 meter. Sebelah kanannya
terdapat mimbar khatib dan di bagian dinding depan pada bangunan
mihrab terdapat dua lubang ventilasi (lubang angin), dan sebelah kiri
mihrab terdapat pintu yang sudah tidak di fungsikan lagi.
k. Fawwarah
Fawwarah pancaran air atau kolam bersih untuk tempat
mengambil air suci untuk salat.77
Sebelum melakukan salat, setiap
muslim diwajibkan sesuci (wudu) terlebih dahulu. Dengan demikian
ruang-ruang ruang untuk sesuci ini mutlak perlu disediakan didalam
komplek masjid.78
Ruang sesuci/wudu di masjid Al-Istiqomah terletak pada
bagian sisi depan masjid, tepatnya terletak disebelah kiri masjid.
tempat air wudu memiliki 2 tedmon berkapasitas 2400 liter air.
Tempat wudu hanya terdiri dari satu tempat dan 5 keran, sehingga
laki-laki dan wanita bergantian dalam berwudu.Tempat wudu terbuat
dari kayu, pipa-pipa kecil dan keran. Bagian tempat wudu terpisah
76
Uka Tjandrasasmita , Masjid-masjid di Indonesia, hlm. 75 77
Oloan Sitomorang, Seni Rupa Islam, hlm. 24 78
Zein M.Wiryoprawiro, Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur, hlm. 168
61
dengan masjid. Tempat wudu dengan masjid terpisah dengan jarak 5
meter. Pondasi pada ruang wudu berbeda dengan pondasi ruang
utama dan ruang serambi. Pondasi ruang wudu memiliki ketinggian
50 cm.
l. Kerangka
Kerangka masjid terbuat dari kayu, yang terdiri dari berbagai
jenis kayu, diantaranya kayu bulian, kayu jati dan kayu berlian.
Bangunan masjid ini menggunakan arsitektur sistem pasak, melihat
masjid ini berdiri di atas lahan basah dan tanah liat, maka untuk lebih
menguatkan pada bangunan masjid di buatlah sistem pasak. Tiang-
tiang masjid terdiri dari empat tiang utama tegak lurus dengan tinggi
20 meter dan tertanam kedalam tanah sedalam tiga meter. Sehingga
tiang masjid tidak mudah geser atau roboh akibat tanah yang
berlumpur dan erosi terkena terpaan air Sungai ketika banjir.
Kemudian empat tiang terletak pada setiap sisi tiang masjid
utama, setiap sisi utama di desain sedikit miring mengarah pada
setiap sudut masjid. Kedelapan tiang masjid tersebut terletak pada
ruang tengah bangunan masjid. Tiang yang didesain miring ini
berfungsi menyangga atap masjid pada lapisan atap masjid yang
pertama. Setiap sudut masjid terdapat tiang yang berfungsi untuk
menyangga atap dan dinding masjid. Setiap sisi masjid terdiri dari 2
tiang. Keseluruhan tiang dari setiap sisi masjid yaitu 12 tiang.
62
m. Bagian Kaki
Pembahasan ini muncul karena melihat realita di lapangan
yang nyata merupakan faktor alam yang menentukan konsep
demikian, namun dibalik itu ternyata mengandung hikmah yang
besar. Rumah betiang atau lebih umumnya dikenal dengan istilah
rumah panggung diasosiasikan sebagai gaya dari rumah adat Provinsi
Jambi, ternyata memiliki makna sebagai cerminan dari pola prilaku
masyarakatnya.
Seperti yang terdapat pada bentuk dasar bangunan masjid ini
yakni persegi seperti umumnya masjid-masjid di Jawa, dengan kaki
masjid berbentuk panggung. Kaki panggung ini memperhatikan
daerah tersebut yang merupakan rawa-rawa, sehingga panggung
sangat cocok. bagian masjid yang paling penting adalah kaki masjid.
Dengan adanya kaki masjid membuktikan bahwa daerah tersebut
rawan banjir.79
Masjid berdiri di atas tiang, sehingga membentuk
kolong. Masjid-masjid kuno yang kakinya masip ini, bisa dikaitkan
dengan pengaruh arsitektur Indonesia, Hindu/Budha, maupun Islam
sendiri.80
Kaki masjid berukuran 18 x 18 M. dan masjid memiliki 20
kaki. 12 kaki masjid terletak pada bagian sisi masjid dan 8 kaki yang
79
Abd Ghofur, Perspektif Histori Arkeologis Tentang Keragaman Bentuk-Bentuk Masjid Tua di
Nusantara, hlm. 76 80
Abd Ghofur, Perspektif Histori Arkeologis Tentang Keragaman Bentuk-Bentuk Masjid Tua di
Nusantara, hlm. 76
63
lain terletak pada bagian tengah asjid yang menghubung langsung
dengan atap masjid dan kubah.
n. Luas masjid dan lahan
Bangunan masjid Al-Istiqomah ini cukup luas, keseluruhan
luas masjid memiliki panjang 16 meter, lebar 16 meter. Adapun
serambi masjid memiliki lebar 2 meter dengan panjang 16 meter.
Badan masjid memiliki lebar 14 meter dan panjang 14 meter. Dengan
bagian dalam masjid apa bila di hitung secara bersih maka memiliki
luas 13.5 meter persegi.
Masjid Al-Istiqomah ini sendiri di bangun diatas tanah seluas
setengah hehtar, dengan posisi lahan bertepian dengan Parit Kecil
cabang dari aliran Sungai yang memanjang kebelakang. Kondisi
lahan berada di atas tanah rawa-rawa yang selalu tergenang air.
o. Bagian Atap
Pengambilan bentuk-bentuk arsitektur masjid beratap tumpang,
juga bisa dilihat sebagai usaha menarik orang-orang yang belum
memeluk agama Islam.81
Masjid Al-Istiqomah berbentuk tumpang
dengan 3 tingkat pada ruang utama. Atap ruang utama yang memiliki
3 tingkat yang semakin ke atas semakin mengecil, memiliki hiasan
berbentuk mahkota pada ujungnya. Tinggi dari pondasi hingga
81
Uka Tjrandrasamita, Masjid-masjid di Indonesia, hlm. 56-57
64
puncak atap yaitu 11 m. kontruksi yang mendukung atap tersebut
menggunakan pola saka tunggal. Atap masjid Al-Istiqomah ditopang
oleh tiang yang jumlah keseluruhan 8 buah. 4 tiang pada ruang utama
disebut juga dengan soko guru, dan 4 buah tiang untuk tiang
pembantu .
Pada atap tingkat kedua ruang utama terdapat balok kayu
yang membentuk empat persegi. Pada tingkat ketiga dan keempat
dibuat dengan balok yang disusun menyilang simetris untuk
menopang kerangka untuk landasan genteng. Titik pertemuan balok
yang menyilang terdapat soko tunggal berdiri tegak hingga puncak
atap yang berlandaskan papan kayu pada atap tingkat pertama. Pada
atap ruang serambi tidak memiliki soko tunggal pada tingkat
keduanya melainkan atap hanya ditopang dengan 4 buah soko guru.
Bagian luar atap masjid Al-Istiqomah ditutupi menggunakan genteng
yang terbuat dari kayu papan dan atap yang paling atas ditutupi
dengan kulit kayu bulian.
Atap yang paling rendah disangga tiang-tiang serambi,
sedangkan atap yang terdapat di tengah disangga tiang utama dan
tiang serambi. Kemudian, atap paling atas disangga tiang utama yang
ada di dalam ruang bangunan inti dan diperkuat kuda-kuda agar tidak
renggang. Di bagian bawah kuda-kuda dipasang langit-langit terbuat
65
dari papan kayu, yakni atap paling atas dan di dalam ruangan
bangunan inti. Di antara ketiga atap terdapat celah sekira 2 meter.
Setiap masjid memiliki desain atap dengan ciri khas daerah
masing-masing. Seperti halnya pada masjid Al-Istiqomah. Masjid
tertua di Tanjung Jabung Barat ini menggunakan bentuk atap limas
dengan variasi 3 tingkat. Dilihat dari bentuk dan susunanya, atap
masjid ini memiliki bentuk dan susunan atap yang sama dengan
masjid Agung Demak.
Masjid Al-Istiqomah memiliki atap yang tersusun dari 3 lapis,
dengan setiap lapisan atap memiliki 4 sisi, setiap sudut atap terdapat
4 gelogor82
yang tertopang oleh 4 tiang sisi bangunan dan 4 tiang
tengah masjid. Karena atap masjid terbuat dari seng, maka bagian
atap memiliki reng yang berjarak cukup lebar, yang berbeda dengan
reng genteng yang memiliki jarak yang rapat.
Lapisan yang terdapat pada setiap atap masjid memiliki
ukuran yang berbeda, pada lapisan pertama lebih besar dari lapisan
kedua dan lapisan kedua lebih besar dari lapisan ketiga. Setiap
pembatas lapis atap memiliki batas-batas yang terbuat dari papan
yang disusun berdiri setinggi 1.5 meter. Pembatas pada atap masjid
ini memiliki fungsi masing-masing, pada pembatas pertama memiliki
ruangan lebih besar untuk menyimpan barang, pada pembatas kedua
82
Gelogor dalam Bahasa “Jawa” artinya balok atap bangunan
66
memiliki ukuran lebih kecil yg berfungsi untuk memasang speaker
masjid.
p. Teras atau Serambi
Teras atau Serambi berfungsi sebagai tempat berteduh dan
tempat istirahat untuk menunggu waktu salat.83
Serambi masjid
terletak pada bagian luar sisi masjid. Serambi masjid Al-Istiqomah
memiliki panjang 16 meter dan lebar 2 meter. Serambi masjid
mempunyai atap yang di sangga oleh tiang-tiang kecil. Atap serambi
memiliki panjang 3 meter.
Gambar 13.
Serambi Masjid Al-Istiqomah
Seperti yang di sampaikan oleh informan serambi masjid pada
bagian depan terdapat pagar setinggi satu meter menutupi serambi
83
Oloan Sitomorang, Seni Rupa Islam, hlm. 25
67
masjid yang terbuat dari kayu. Serambi masjid berlantai papan kayu.
Pagar serambi memiliki panjang 16 meter menutupi bagian depan
masjid saja. Bentuk pagar ini pada bagian atasnya di desain cembung
dan cekung, sehingga berbentuk gelombang.84
q. Bagian Lantai
Lantai ruang utama berbeda dengan ruang serambi dan ruang wudu.
Pada ruang serambi dan ruang wudu, lantai terbuat dari kayu papan.
Pada tiap ruangan masjid Al-Istiqomah memiliki ketinggian lantai
yang berbeda. Lantai yang paling tinggi terdapat pada ruang utama.
Ruang utama yang difungsikan sebagai tempat shalat yang paling
suci. Ketinggian lantai ruang utama 15 cm lebih tinggi dari ruang
serambi. Begitu juga dengan ruang serambi yang lebih tinggi 15 cm
dari ruang wudu.
Masjid Al-Istiqomah memiliki 1 lantai saja yang terdapat
pada ruang utama masjid. Lantai masjid terbuat dari papan. Lantai
masjid ini memiliki luas bersih 13.5 meter persegi.
“kayu bawah ini, nah yang pas di bawah papan lantai ini, ini
pas kami renovasi habis kayu 2000, itu cuman buat kerucut
lantai be, kerucut ini yang buat nyangga papan biak dak
turon ke bawah. Kayunye ini posisinye nyilang-nyilang.85
84
Wawancara dengan Bpk Ramli Mahyudin, (70 tahun, Juru Kunci Masjid Al-Istiqomah) Pada
Tanggal 30 Januari 2020. 85
Wawancara dengan Bpk Ramli Mahyudin, (70 tahun, Juru Kunci Masjid Al-Istiqomah) Pada
Tanggal 30 Januari 2020.
68
Menurut hasil wawancara di atas dapat di ketahui
bahwasa bagian bawah lantai masjid terdapat penyangga yang
sangat banyak jumlahnya. Kayu penyangga lantai masjid ini
berjumlah 2000 penyangga. Penyangga papan atau kerucut lantai
masjid di susun secara bersilang pada seluruh lantai bangunan
masjid.
r. Jendela
Bangunan masjid Al-Istiqomah memiliki jendela yang
terletak di bagian dinding kiri dan kanan dengan arah ke Utara dan
Selatan. Memiliki bentuk yang sama dan simentris, kemudian
ventilasi jendela berbentuk melengkung setengah lingkaran, berdaun
ganda dan memiliki jeruji besi di bagian bentuk lengkungnya, dan
berfungsi sebagai ventilasi udara. Di sisi kanan dan kiri mihrab
terdapat satu kusen jendela yang masing-masing terdapat tiga lubang
jendela lengkap dengan ventilasi. Sedangkan dibagian depan terdapat
tiga kusen jendela dan Sembilan lubang jendela.
Gambar 14.
Jendela Masjid Al-Istiqomah
69
Memiliki bentuk yang sama dan simentris, kemudian ventilasi jendela berbentuk
melengkung setengah lingkaran, berdaun ganda dan memiliki jeruji besi di bagian
bentuk melengkungnya.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pencarian sumber-sumber tertulis (library research)
dan penelitian lapangan (field research, maka kesimpulan yang dapat diambil
berdasarkan rumusan masalah adalah masjid Al-Istiqomah merupakan masjid
yang didirikan oleh ulama dan umara terdahulu di Tanjung Jabung Barat, yakni
tuan KH. Abdul Wahab dan Abdurrahman Sidiq (Tuan guru sapat) pada tahun
1918 M.
Masjid Al-Istiqomah merupakan salah satu masjid tua yang ada di
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dilihat dari bentuk bangunan masjid ini
mengadopsi bangunan Jawa. Keunikannya yaitu masjid ini beratap tumpang
yang mirip dengan bangunan masjid Demak. Hingga saat ini masjid tersebut
masih kokoh karena telah mengalami beberapa kali pemugaran. Nilai kekunoan
dari bangunan masjid ini dapat dilihat pada usianya, bangunan masjid ini telah
berusia lebih dari lima puluh tahun. Bangunan yang telah berusia lima puluh
tahun yaitu Bedug/Kentongan, Tiang/Sokoguru, Mihrab, Mimbar dan Atap
Tumpang.
Masjid Al-Istiqomah yang terletak di daerah kampung Pasar Rebo, Desa
Pantai Gading, Kecamat Bram Itam Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Bangunan masjid masih mempertahankan konsep bangunan yang sederhana
71
dengan struktur bangunan yang seadaanya dengan konsep rumah betiang atau
berkolong dan beratap sirap atau bersusun tiga.
Bentuk arsitektur masjid tidak dirubah saat di renovasi, dengan alasan
untuk mempertahankan keaslian bangunan atau di sebut dengan upaya
pelestarian budaya. Hal ini dibuktikan dengan adanya bangunan asli masjid dari
awal pembangunan dan tidak di ganti maupun di rubah sama sekali. Jadi
memang benar-benar masih di pertahankan bentuk keaslianya.
Setiap pola-pola arsitektur yang di buat, memiliki arti yang terkandung di
dalamnya, salah satu makna yang memiliki kesamaan dengan masjid Agung
Demak adalah filosofi atap yang mengandung Iman, Islam dan Ihsan. Adapaun
tiang masjid melambangkan delapan bersaudara yang membangun masjid atau
mempelopori pembangunan masjid Al-Istiqomah.
B. Saran
Masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo Kuala Tungkal merupakan bukti nyata
dari peninggalan bangunan bersejarah. Bukti arkeologis peninggalan bangunan
yang di bangun pada masa penjajahan Belanda. Oleh karena itu kita sebagai
penerus budaya leluhur harus menjaga dan mendokumentasikan keberadaan
masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo Kuala Tungkal.
Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis-penulis selanjutnya
dan menjadi bahan pertimbangan. Khususnya tentang sejarah masjid. Penulis
menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
72
penulis berharap akan ada penulis-penulis yang akan menyempurnakan
penulisan tentang masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo Kuala Tungkal dari segi
sejarah, arkeologi maupun arsitekturnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung, 1999, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Abdurrahman Dudung, 2011 Metodologi Penelitian Sejarah islam, Yogyakarta: Ombak.
Arif, Muhammad, 2011, Pengantar Kajian Sejarah, Bandung: Yrama Widya.
Hardjosatoto, Suhartoyo, 1985, Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia , Yogyakarta:
Liberty Yogjakarta.
I.G.N. Anom, 1898/99, Masjid Kuno Indonesia Jakarta : Proyek Pembinaan
Peninggalan sejarah dan Kepurbakalaan Pusat.
Kuntowijoyo, 2001, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Pevsner, Nikolaus, 2006, Arsitektur Masjid dan Monument Sejarah Muslim,Yogyakarta
: Gadjah Mada University press.
Rochym Abdul, 1995 Masjid dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia Bandung :
Angkasa Bandung.
Rochym, Abdul, 1983, Sejarah Arsitektur Islam, Bandung : Angkasa.
Sanapiah Faisal, 2007, Format-Format Penelitian Sosial, Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Sugiono, 2005, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta.
Shihab, Quraish, Wawasan Al – Qur’an, Bandung : Mizan
74
Tjandrasasmita, Uka, 1991, Masjid-masjid Kuno di Indonesia, Jakarta : Jayakarta
Agung Offset.
Tjandrasasmita, Uka, 2000, Penelitian Arkeologi Islam di Indonesia dari Masa Ke
Masa, Kudus: Menara Kudus.
Tjanandrasmita, Uka, 2009, Arkeologi Islam di Nusantara, Jakarta : Gramedia.
W Pranooto, Suhartono, 2010, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wiryoprawiro, Zein M, 1986, Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur
Surabaya: Bina Ilmu
Abd Ghofur, 2015, Perspektif Histori Arkeologis Tentang Keragamaan Bentuk-Bentuk
Masjid Tua di Nusantara. Jurnal Sosial Budaya, Vol.12 No.1.
Lia Nuralia, 2012, Masjid Cikenong Anyer Banten, Jurnal Purbawidya, Vol.1/No.2.
229-248.
Alamsyah Suwardi, 2010, Nilai Budaya Arsitektur Masjid, Jurnal Patanjala, Vol.2,
No.2.
Syamsul Kurniawan, 2014, Masjid dalam Lintasan Sejarah Umat Islam, Jurnal
Khatulistiwa - Journal of Islamic Studies, Vol.4 no.2
Ajiz Muslim, Manajemen Pengelolaan Masjid, Yogyakarta : Fakultas Dakwah UIN Sunan
Kalijaga.
Laely Wijaya, 2008, Masjid Merah Panjunan Kajian Historis-Arkeologis, Skripsi,
Cirebon, Yogyakarta, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Nuri Nuvita, 2015, Masjid Jamik Kauman Sragen Studi Histori-Arkeologis, Skripsi,
Yogyakarta : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
75
Pemerintah Tanjung Jabung Barat, 2001 Sumber Lembaga Adat,
http://tanjabbarkab.go.id/site/sejarah-singkat/ 11 Desember 2019.
Herry Yansa Wijaya. 2015, Dokumen Sejarah Masjid Al-Istiqomah Kuala Tungkal,
https://m.facebook.com/notes/warga/-tanjung-jabung-barat/sejarah-masjid-
agung-al--istiqomah-kuala-tungkal/400135156814671. (09 Oktober 2019)
76
CURRICULUM VITAE
Nama : Lena Faiz
Tempat/Tanggal Lahir : Senyerang, 13 Juli 1998
NIM : AS. 160958
Fakultas : Adab dan Humaniora
Jurusan : Sejarah Peradaban Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Nama Ayah : Khusnan
Nama Ibu : Faridhatul Mahmudah
Anak Ke : 5 dari 5 bersaudara
Alamat Asal : Jl. Parit Tunas RT. 01 Desa Sungai Landak Kecamatan
Senyerang, Kab. Tanjung Jabung Barat, Provinsi. Jambi
Alamat Sekarang : Lrg Pancasila, Kec. Jaluko Km.18 Kabupaten Muaro
Jambi
JENJANG PENDIDIKAN
Tahun 2005 – 2010 : MIS Nurul Huda
Tahun 2010 – 2013 : MTS Perguruan Islam Teluk Nilau
Tahun 2013 – 2016 : MAS Al-Khairiyah Teluk Nilau
Tahun 2016 – 2020 : Perguruan Tinggi UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
77
LAMPIRAN I
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo Kuala Tungkal Studi (Histori-Arkeologis)
A. Observasi
Pada pengumpulan data dengan cara observasi, observasi ini bertujuan
untuk mengetahui sejarah bangunan masjid Al-Istiqomah Pasar Rebo Kuala
Tungkal.
B. Wawancara
1. Bagaimana sejarah berdirinya masjid Al-Istiqomah ?
2. Arsitektur apa saja yang dimiliki masjid Al-Istiqomah?
3. Bagaimana letak geografis masjid Al-Istiqomah?
4. Pada tahun berapa masjid Al-Istiqomah didirikan ?
5. Siapa pendiri masid Al-Istiqomah?
6. Dari manakah dana pembangunan masjid?
7. Jarak antara masjid Al-Istiqomah dengan Pasar Rebo?
C. Dokumentasi
1. Data tentang gambaran umum
2. Data tentang penduduk.
3. Data tentang pendidikan dan keagamaan
4. Data tentang sistem mata pencaharian
78
DAFTAR-DAFTAR NAMA INFORMAN
NO NAMA JABATAN
1 M. Makhrus,S.Pd Kepala Desa
2 Ramly Mahyudin Juru kunci masjid
3 Sobirin Tokoh Masyarakat
4 Darun Tokoh Masyarakat
5 Abdul Hadi Ketua RT
6 Waras Staf Kantor Desa
7 Jamaludin Masyarakat
8 Apen Masyarakat
9 Mukromin Masyarakat
10 Azhari Masyarakat
11 Jainal Arifin Masyarakat
12 Mukhtar Masyarakat
13 Saudah Masyarakat
14 Rohina Masyarakat
15 Royson Masyarakat
79
Gambar 1. Lokasi Masjid Al-Istiqomah
Nampak dari depan Gambar 2. Masjid Al-Istiqomah
nampak dari belakang.
Gambar 3. Lokasi ruang utama masjid Gambar 4. Mimbar Masjid
80
Gambar 5. Wawancara bersama Bpk Ramli Gambar 6. Lokasi depan masjid
Mahyudin, Bpk Abdul Hadi Al-Istiqomah dan Papan Nama
Masjid.
Gambar 7. Wawancara bersama Gambar 8.
Bpk Makhrus
81
Gambar 9. Lokasi Masjid Al-Istiqomah dan TPU
Gambar 10. Jalan menuju lokasi penelitan