5
Tugas Mata Kuliah MBP Eropa Oleh: Kurnia Sari Nastiti 070810531 “Welfare States”: Sejarah dan Perkembangannya Ditinjau dari definisnya secara harfiah, walfare states atau negara kesejahteraan adalah suatu konsep yang digunakan untuk menggambarkan sebuah sistem dimana negara mengambil alih tanggung jawab utama dalam menyediakan jaminan keamanan, perlindungan sosial dan ekonomi bagi warga negaranya dengan memberikan sejumlah layanan sosial seperti uang pensiun, jaminan keamanan sosial,layanan kesehatan gratis, dan hal-hal sosial lainnya. 1 Konsep ini didasarkan pada prinsip perolehan kesempatan yang sama, pemerataan kekayaan, dan tanggung jawab publik untuk mereka yang tidak mampu membeli kebutuhan minimal untuk kehidupan yang memadai. Secara historis, istilah welfare states pertama kali muncul pada awal abad ke-19 dan digunakan ketika itu untuk memberi julukan terhadap negara-negara kaya atau negara-negara yang mengalami revolusi di Barat pasca Perang Dunia II, diantaranya Kerajaan Inggris dan Perancis yang telah lebih dulu melakukan revolusi khususnya di bidang industri. Lebih lanjut, munculnya pemikiran ekonomi Keynesian (buah pemikiran pakar ekonomi Inggris bernama J.M Keynes) yang menekankan keterlibatan aktif pemerintah dalam perekonomian domestik suatu negara membuat Inggris muncul sebagai sebuah negara yang sangat menginspirasi negara lain dalam hal ekonomi. Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Inggris dan Perancis kala itu lah yang kemudian mendorong masyarakat di negara Eropa lainnya untuk menerapkan konsep yang sama hingga akhirnya 1 Brigs. The Welfare State in Historical Perspective [online]. dalam http://www2.rgu.ac.uk/publicpolicy/introduction/wstate.htm [2 Januari 2011] | 1

Welfare States: Skandinavian or whom??

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Welfare States: Skandinavian or whom??

Tugas Mata Kuliah MBP EropaOleh: Kurnia Sari Nastiti070810531

“Welfare States”: Sejarah dan Perkembangannya

Ditinjau dari definisnya secara harfiah, walfare states atau negara kesejahteraan adalah

suatu konsep yang digunakan untuk menggambarkan sebuah sistem dimana negara mengambil alih

tanggung jawab utama dalam menyediakan jaminan keamanan, perlindungan sosial dan ekonomi

bagi warga negaranya dengan memberikan sejumlah layanan sosial seperti uang pensiun, jaminan

keamanan sosial,layanan kesehatan gratis, dan hal-hal sosial lainnya.1 Konsep ini didasarkan pada

prinsip perolehan kesempatan yang sama, pemerataan kekayaan, dan tanggung jawab publik untuk

mereka yang tidak mampu membeli kebutuhan minimal untuk kehidupan yang memadai. Secara

historis, istilah welfare states pertama kali muncul pada awal abad ke-19 dan digunakan ketika itu

untuk memberi julukan terhadap negara-negara kaya atau negara-negara yang mengalami revolusi

di Barat pasca Perang Dunia II, diantaranya Kerajaan Inggris dan Perancis yang telah lebih dulu

melakukan revolusi khususnya di bidang industri. Lebih lanjut, munculnya pemikiran ekonomi

Keynesian (buah pemikiran pakar ekonomi Inggris bernama J.M Keynes) yang menekankan

keterlibatan aktif pemerintah dalam perekonomian domestik suatu negara membuat Inggris

muncul sebagai sebuah negara yang sangat menginspirasi negara lain dalam hal ekonomi.

Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Inggris dan Perancis kala itu lah yang kemudian

mendorong masyarakat di negara Eropa lainnya untuk menerapkan konsep yang sama hingga

akhirnya istilah walfare states pun menyebar ke negara-negara lain seperti Swedia, Denmark,

Norwegia, dan lain sebagainya.

Sekalipun mengadopsi konsep welfare states yang sama namun dalam penerapannya

masing-masing negara memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam mengaplikasikan konsep

negara kesejahteraan ini. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa dalam perkembangannya

konsep welfare states terpilah-pilah menjadi beberapa tipe tertentu.2 Hantaris dalam tulisannya

“Welfare Policy” mengelompokkan konsep walfare states menjadi empat tipe, yakni: (1) the

Continental Welfare State; (2) the Scandinavia Welfare State; (3) the Anglo-Saxon Welfare Model;

dan (4) the Mediterranean Welfare State. Tipe pertama, the Continental Welfare State, dicirikan

dengan adanya kebijakan membayar (pay-off) oleh negara terhadap sejumlah layanan sosial bagi

warga negaranya misalnya seperti memberikan ‘welfare funds’ kepada para pengangguran dan

menyediakan asuransi kesehatan bagi masyarakat. Contoh negara ksejahteraan tipe pertama ini

misalnya Belgia, Perancis, Jerman, Luksemburg, Belanda, dan Austria. Sementara itu, tipe

1 Brigs. The Welfare State in Historical Perspective [online]. dalam http://www2.rgu.ac.uk/publicpolicy/introduction/wstate.htm [2 Januari 2011]

2 Linda Hantrais. Walfare Policy (New York: Oxford University Press Inc, 2007),hlm.297

| 1

Page 2: Welfare States: Skandinavian or whom??

Tugas Mata Kuliah MBP EropaOleh: Kurnia Sari Nastiti070810531Scandinavia Welfare State dicirikan dengan adanya penerapan ‘swedish-model’ yang menjamin

hak tiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan. Selain itu, negara juga bertanggungjawab

membiayai dan mengatur layanan sosial yang ada. Contoh negara tipe Skandinavia ini adalah

Swedia, Denmark, dan Finlandia. Tipe selanjutnya yakni Anglo-Saxon Welfare Model menekankan

adanya ‘residual welfare model’ yang menjamin perlindungan pada setiap pekerjaan warga

negaranya. Contoh negara tipe ini misalnya Inggris dan Irlandia. Terakhir, tipe Mediterranean

Welfare State dicirikan dengan ‘rudimentary welfare’ yang menekankan adanya polarisasi layanan

sosial sehingga peran pemerintah dalam menjamin kesejahteraan warga negaranya cenderung

lemah. Contoh negara yang termasuk dalam tipe ini misalnya adalah Italia, Spanyol, Portugal, dan

Yunani.

Adanya sejumlah perbedaan dalam penerapan prinsip welfare states sebagaimana telah

dijelaskan di atas mendorong Uni Eropa untuk memunculkan wacana tentang kompetensi dan

legitimasi kesejahteraan di wilayah Eropa khususnya di kalangan negara anggota Uni Eropa

sendiri. Konsep kompetensi kesejahteraan menekankan pada perlunya sejumlah kompetensi dan

adanya komitmen di masing-masing negara anggota untuk mengupayakan sistem kesejahteraan di

tingkat regional internasional atau tingkat regional Eropa. Sementara itu, konsep legitimasi

kesejahteraan menekankan bahwa Uni Eropa mempunyai legitimasi untuk mengatur jalannya

upaya-upaya yang dicanangkan dalam kompetensi kesejahteraan. Sayangnya, pada penerapannya,

kedua konsep ini tidak lebih dari sekedar wacana. Uni Eropa mengalami kesulitan dalam

mengimplementasikan kedua konsep ini karena terdapat welfare gap yang cukup besar antar

negara anggota Uni Eropa yang mana negara-negara Eropa Timur dan Tengah cenderung lemah

secara perekonomian, sementara negara-negara Skandinavia dan Eropa Barat cenderung kuat

dalam hal ekonomi. Keadaan seperti ini membuat konsep kompetensi kesejahteraan sulit

diterapkan dan legitimasi Uni Eropa dalam mengatur permasalahan kesejahteraan ini kurang

diterima oleh masyarakat Eropa secara luas. Sehingga, pada akhirnya Uni Eropa memberi

kebebasan bagi negara-negara anggotanya untuk memilih dan menerapkan sendiri sistem

kesejahteraan semacam apa yang paling sesuai dengan kondisi di negaranya.

Dari sekian banyak negara anggota Uni Eropa yang menerapkan konsep welfare states ini,

Perancis, Inggris, dan Swedia adalah contoh negara-negara yang cukup baik dalam

pengimplementasiannya. Di Perancis, aspek kesejahteraan dari pemerintah Perancis disalurkan

melalui perlindungan sosial. Perlindungan sosial dilakukan berdasarkan prinsisp solidaritas dan

mengacu pada komitmen yang tercantum pada bab pertama dari the French Code of Social

Security. Sementara itu, Inggris menerapkan tiga prinsip yang digunakan sebagai elemen dari

| 2

Page 3: Welfare States: Skandinavian or whom??

Tugas Mata Kuliah MBP EropaOleh: Kurnia Sari Nastiti070810531format kesejahteraan bagi warga negaranya. Tiga prinsip tersebut meliputi jaminan standar

minimum pendapatan, perlindungan sosial dari ketidakamanan, dan mengupayakan tersedianya

pelayanan terbaik bagi warga Inggris. Hal ini berbeda dengan apa yang diterapkan di Swedia.

Negara Swedia menerapkan kebijakan kesejahteraan bagi warga negaranya secara lebih

komprehensif dengan mengadopsi model institusional-redistributif milik Titmuss yang

mengkombinasikan prinsip-prinsip pelayanan sosial dan konsep egalitarianisme. Salah satu bentuk

perwujudan kebijakan Swedia dalam kaitannya dengan kesejahteraan misalnya adalah

menyediakan anggaran negara yang cukup besar dan bahkan yang terbesar di Eropa bagi layanan

sosial masyarakat.

Kesimpulan dan Opini :

Menurut pandangan penulis, konsep kesejahteraan yang diterapkan oleh sejumlah negara di

Eropa termasuk negara-negara anggota Uni Eropa tergolong sangat baik. Akan tetapi, pada

penerapannya konsep tersebut banyak mengalami sejumlah kendala sehingga pengaplikasiannya

tidak sebaik konsep yang telah dibuat. Asumsi penulis ini dilatarbelakangi oleh adanya beberapa

kejadian terkait dengan masalah kesejahteraan seperti misalnya yang terjadi di Perancis pada

Oktober tahun 2010 lalu. Ketika itu, pemerintah Perancis yang dipimpin oleh Sarkozy

mengeluarkan rencana untuk menaikkan usia pensiun bagi warga Perancis dari yang awalanya 60

tahun menjadi 62 tahun dengan asumsi bahwa kebijakan ini dapat menghemat anggaran pensiun

yang harus dikeluarkan negara Perancis sehingga pemerintah dapat mengatasi persoalan defisit

anggaran belanja negara. Hal ini memicu protes keras dari masyarakat Perancis karena

meningkatnya usia pensiun berarti mereka harus bekerja dua tahun lebih lama dari semula.

Akhirnya, sejumlah jalan penting di Perancis diblokade oleh para demonstran yang menentang

kebijakan tersebut. Dari contoh kasus ini dapat dilihat bahwa konsep negara kesejahteraan yang

dicanangkan oleh Perancis tidak berjalan sebaik apa yang direncanakan. Selain itu, terlihat jelas

sekali bahwa dalam kasus semacam ini Uni Eropa sebagai organisasi supranasional di Eropa

sangat lemah legitimasinya dalam menangani masalah kesejahteraan yang terjadi di negara

anggotanya.

Referensi:

Hantrais, Linda. 2007. “Walfare Policy”, dalam Hay,Colin dan Menond, Anand. European Politics. New York: Oxford University Press Inc.

Brigs, A. 1961. “The Welfare State in Historical Perspective”, [online] dalam European Journal of

Sociology, terdapat pada http://www2.rgu.ac.uk/publicpolicy/introduction/wstate.htm [2

Januari 2011].

| 3