31
BAB I PENDAHULUAN I.2. Latar Belakang Kesehatan merupakan kualitas hidup yang tercermin dari pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Upaya kesehatan yang semula berupa upaya penyembuhan penderita, sudah secara berangsur-angsur berkembang mencakup upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang terpadu dan berkesinambungan. Upaya kesehatan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sosial budaya, ekonomi dan biologi yang bersifat dinamis dan kompleks. 1 Kemajuan dalam bidang industri sampai sekarang telah menghasilkan sekitar 70.000 jenis bahan berupa logam, kimia, pelarut, plastik, karet, pestisida, gas, dan sebagainya yang digunakan secara umum dalam kehidupan sehari-hari dan memberikan kenyaman dan kemudahan bagi penduduk di seluruh dunia. Namun di lain pihak, bahan- bahan tersebut menimbulkan berbagai dampak seperti cedera dan penyakit. Cedera yang berhubungan dengan kerja dapat bersifat ergonomik, ortopedik, fisik, mengenai mata, telinga dan lainnya. Penyakit-penyakit akibat pajanan di lingkungan kerja dapat berupa toksik, infeksi, kanker,

Work Related Disease

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUANI.2. Latar Belakang

Kesehatan merupakan kualitas hidupyangtercermin dari pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Upaya kesehatanyangsemula berupa upaya penyembuhan penderita, sudah secara berangsur-angsur berkembang mencakup upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif)yangterpadu dan berkesinambungan. Upaya kesehatan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sosial budaya, ekonomi dan biologiyangbersifat dinamis dan kompleks.1Kemajuan dalam bidang industri sampai sekarang telah menghasilkan sekitar 70.000 jenis bahan berupa logam, kimia, pelarut, plastik, karet, pestisida, gas, dan sebagainya yang digunakan secara umum dalam kehidupan sehari-hari dan memberikan kenyaman dan kemudahan bagi penduduk di seluruh dunia. Namun di lain pihak, bahan-bahan tersebut menimbulkan berbagai dampak seperti cedera dan penyakit. Cedera yang berhubungan dengan kerja dapat bersifat ergonomik, ortopedik, fisik, mengenai mata, telinga dan lainnya. Penyakit-penyakit akibat pajanan di lingkungan kerja dapat berupa toksik, infeksi, kanker, gangguan hati, saraf, alat reproduksi, kardiovaskular, kulit dan saluran napas.2Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia bekerja pada kondisi yang tidak nyaman dan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Menurut International Labor Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan oleh pekerjaan. Sekitar 300.000 ribu kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya kematian karena penyakit akibat kerja dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya. Dari data ILO tahun 1999, penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan yaitu : kanker 34%, kecelakaan 25%, penyakit saluran pernapasan 21%, penyakit kardiovasculer 15%, dan lain-lain 5%.3 Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.4Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.4 Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.4 Hal ini sesuai dengan Keputusan Persiden RI no 22 tahun 1993 pasal 2 tanggal 27 Februari 1993 menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak mendapat jaminan Kecelakaan Kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir.31.2 Perumusan Masalah1. Bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

1.3 Tujuan1. Untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.BAB II

PEMBAHASANII.1. Pengertian Menurut ILO /International Labour association (1983), pengertian Occupational Disease dan Work Related Disease masih dipisah. Gagasan WHO & ILO (1987)- adopsi (1989): Work related disease dapat digunakan untuk peny. Akibat kerja yg sudah diakui dan gangguan kesehatan dimana lingkungan kerja dan proses kerja merupakan salah satu faktor penyebab yang bermakna Pengertian lainya, penyakit akibat kerja Occupational Disease adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui (Simposium Internasional mengenai PAK).

Sedangkan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan Work Related Disease adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks Menurut Keppres RI No 22/1993, Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja II.2 Jenis dan Macam Penyakit Akibat Kerja

Dokter Penasehat dituntut untuk benar-benar mengetahui semua jenis dan macam penyakit akibat kerja. Jenis penyakit akibat kerja dimaksud adalah jenis penyakit akibat kerja yang ditetapkan oleh ketentuan perundang-undangan yaitu:

1. Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya

merupakan faktor utama penyebab cacat dan kematian;

2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh

debu logam keras;

3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh

debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis);

4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan;

5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organis;

6. Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang beracun;

7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun;

8. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun;

9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun;

10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun;

11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun;

12. Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya yang beracun.

13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal (Pb,timah hitam)atau persenyawaannya

yang beracun;

14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun;

15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida;

16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon

alifatis atau aromatis yang beracun;

17. Penyakit yang disebabkan oleh benzen atau homolognya yang beracun;18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzen dan homolognya yang beracun;

19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya;

20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton;

21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan

seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida, atau derivatnya

yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel;

22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan;

23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanis (kelainan-kelainan otot, urat,

tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi);

24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih;

25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetis dan radiasi yang

mengion;

26. Penyakit kulit(dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisis, kimiawi atau

biologis;

27. Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasen atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tsb.;

28. Kangker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes;

29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat

dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus;

30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi ataukelembaban udara tinggi;

31. Penyakit yang disebabkan oleh kimia lainnya termasuk bahan obat.

Selain jenis penyakit akibat kerja tersebut, jenis penyakit akibat kerja lainnya dapat memenuhi ketentuan penyakit akibat kerja asalkan ditempuh mekanisme yang berlaku yaitu penetapan oleh Menteri Tenaga Kerja RI melalui pertimbangan dari Dokter Penasehat. Jenis penyakit akibat kerja lainnya adalah:

1. Penyakit muskuloskeletal akibat kerjaTiga-puluh-satu jenis penyakit akibat kerja sebagaimana telah diatur oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku telah demikian banyak meliputi jenis penyakit akibat kerja yang faktor penyebabnya yaitu faktor fisis, kimia atau biologis, namun masih belum cukup mencakup penyakit yang dikarenakan oleh faktor fisiologis/ergonomis. Jenis penyakit akibat kerja yang mengenai sistem muskulo-skeletal hanyalah penyakit muskuloskeletal yang penyebabnya adalah getaran mekanis. Adapun lainnya seperti penyakit akibat kerja muskuloskeletal yang tergolong kepada penyakit dengan Sindrom Penggunaan Berlebihan Akibat Kerja (Overuse Syndrome) dan juga Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) atau disingkat NPB dapat menjadi 2(dua) jenis penyakit akibat kerja, jika penyakit tersebut dengan jelas disebabkan oleh cara bekerja yang tidak fisiologis/ergonomis. Kecacatan sangat mungkin pula terjadi pada kedua jenis penyakit tersebut. 2. Tabakosis akibat kerja Tabakosis adalah penyakit bronkhopulmoner yang penyebabnya debu tembakau. Debu dari daun tembakau dapat bebas ke udara pada waktu pengeringan daun tembakau, pengolahan daun tembakau kering dengan pemotongan, pencampuran tembakau yang telah dirajang dan juga pada pekerjaan pelintingan apabila kondisi lingkungan kerja demikian berdebu. Debu tembakau mengandung zat kimia iritan kepada saluran bronkhopulmoner antara lain nikotin; faktor biologis antara lain jamur serta komponen lainnya. Mekanisme terjadinya penyakit adalah iritasi kimiawi antaralain oleh nikotin, infeksi oleh jamur dan bakteri, dan alergi terhadap zat kimia dari debu tembakau dan mikro-organisme. Gejala tabakosis akut adalah demam, batuk, sesak, dan kelainan asmatis. Lebih lanjut penyakit berkembang sehingga pekerja yang dihinggapi penyakit tersebut menderita bronkhitis semula akut kemudian kronis serta pnemonia atau menjadi aktifnya proses spesifik TBC paru. Foto rontgen paru pada stadium dini penyakit tidak memperlihatkan kelainan. Uji fungsi paru khususnya kapasitas vital paksa (FEV) dan lebih karakteristik lagi volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1) menunjukkan penurunan nilainya sesuai dengan semakin memburuknya keadaan sakit penderita.

Hampir seluruh jenis penyakit akibat kerja terdiri atas lebih dari satu macam penyakit akibat kerja. Para Dokter Penasehat dituntut menguasai macam-macam penyakit akibat kerja pada setiap jenis penyakit akibat kerja dan mengetahui betul karakteristika setiap macam penyakit. Sehubungan dengan macam penyakit akibat kerja tersebut, pertama-tama belum tentu rincian macam penyakit pada suatu jenis penyakit akibat kerja telah benar-benar lengkap/komprehensif. Ambil misal pnemokoniosis baru mencakup penyakit yang penyebabnya debu mineral yaitu silikosis, antrakosilikosis, asbestosis dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat dan kematian. Padahal macam penyakit akibat kerja yang tergolong ke dalam pnemokoniosis meliputi berilliosis, stannosis, siderosis, talkosis atau banyak macam lainnya. Demikian pula keracunan akibat kerja yang disebabkan oleh aneka zat kimia anorganis atau organis; keracunan oleh suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan atau penyakit pada berbagai organ tubuh.

Dengan menghirup debu kadmium dari udara, terjadi iritasi kepada saluran pernafasan; kelainan ginjal terjadi oleh karena efek kadmium kepada organ tersebut ketika dikeluarkan dari tubuh; kadmium dalam tulang menyebabkan rapuh dan retaknya tulang; juga kadmium diperkirakan suatu karsinogen bagi manusia. Karbontetraklorida yang masuk ke dalam tubuh melalui penghirupan dapat menyebabkan kelainan ginjal, sedangkan yang tertelan dapat merusak hati. Para Dokter Penasehat dituntut untuk menguasai informasi tentang macam-macam penyakit akibat kerja dimaksud.

C. Kesenjangan antara Data Statistik dan Temuan Penelitian/Survei

Temuan penelitian/survei mengenai penyakit akibat kerja cukup menunjukkan bahwa prevalensi penyakit cukup banyak. Prevalensi penyakit bissinosis pada pabrik tekstil mencapai 24,8%; kadar timah hitam darah > 800 mikrogram/L ditemukan pada populasi tenaga keja pabrik aki yang diteliti; penelitian pada petani penyemprot hama pernah menunjukkan 35,7% keracunan ringan, 20,2% keracunan sedang dan 3,4% keracunan berat; dermatosis akibat kerja ditemukan sampai dengan 16,7% dari populasi tenaga kerja yang diteliti; dsbnya. Penelitian/ survei terhadap penyakit akibat kerja telah berlangsung sejak tahun 1964 sampai dengan sekarang ini. Adapun data statistik penyakit akibat kerja yang merupakan kumpulan dari laporan penyakit akibat kerja luar biasa minim yaitu sekitar 1% dari laporan kasus kecelakaan kerja.

Penyebab kesenjangan dapat dicari pada berbagai faktor seperti:

1. Penolakan/keberatan dari tenaga kerja untuk dilaporkan bahwa yang bersangkutan penderita penyakit akibat kerja dengan alasan takut diputuskan hubungan kerjanya;2. Dokter Pemeriksa tidak mengetahui bagaimana melaporkan penyakit akibat kerja;3. Pengusaha tidak mau melaporkan penyakit akibat kerja takut oleh konsekuensi pelaporan yang dibuatnya; 4. Dokter Penasehat tidak menyetujui diagnosa yang dibuat oleh Dokter Pemeriksa; 5. Dsbnya. Jalan keluar dari kenyataan ini adalah turunnya Dokter Pengawas Kesehatan Kerja dengan melakukan pemeriksaan kesehatan khusus kepada tenaga kerja yang menurut pihak berwenang pada pekerjaan dan tempat kerja dimaksud besar kemungkinan tenaga kerja mengalami penyakit akibat kerja. Sebaiknya pemeriksaan kesehatan khusus demikian dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari Dokter Pengawas dan Dokter serta Teknisi Hiperkes/K3 sesuai dengan keperluan. Selain itu, sosialisasi tentang penyakit akibat kerja sudah sepatutnya diselenggarakan sehingga semua pihak memahami hal-ihwal yang berlaku mengenai penyakit akibat kerja. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaporan dan pengkajian penyakit akibat kerja beserta sanksi atas dasar ketidaktaatan terhadap ketentuan dimaksud sudah cukup baik; yang perlu adalah aktualisasi pengoperasiannyaMemimpin Kerja-Terkait Penyakit dan Luka-Luka Lembaga Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) telah mengembangkan sebuah daftar yang disarankan 10 memimpin pekerjaan yang berhubungan dengan penyakit dan cedera dan telah menggambarkan sembilan kategori pertama pada daftar itu . Sebuah diskusi tentang kategori kesepuluh dan terakhir, Gangguan Psikologis, muncul di bawah ini.GANGGUAN PSIKOLOGIS

Ada semakin banyak bukti bahwa lingkungan kerja yang memuaskan dapat berkontribusi pada gangguan psikologis.Penelitian telah menunjukkan bahwa faktor yang berkontribusi terhadap lingkungan kerja yang memuaskan dapat mencakup overload kerja, kurangnya kontrol atas pekerjaan seseorang, supervisor tidak mendukung atau rekan kerja, kesempatan kerja yang terbatas, ambiguitas peran atau konflik, shift berputar, dan mesin serba kerja Gangguan psikologis yang dapat hasil dari faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai) gangguan afektif (misalnya, kecemasan, mudah tersinggung), b) masalah perilaku (misalnya, penyalahgunaan zat, kesulitan tidur), c) gangguan kejiwaan (misalnya, neurosis), dan d ) somatik keluhan (misalnya, sakit kepala, gejala gastrointestinal).Selain gangguan psikologis, kondisi kerja stres mungkin memiliki pengaruh sistemik, mungkin mempengaruhi etiologi dan / atau prognosis penyakit lainnya, seperti yang disarankan oleh studi terbaru yang terkait dengan stres penindasan imunologi.Meskipun basis data saat ini tersedia untuk menentukan tingkat yang berhubungan dengan pekerjaan gangguan psikologis yang terbatas, beberapa indikator menunjukkan bahwa masalah ini menerapkan kesehatan yang besar dan biaya keuangan di Amerika Serikat.Sebuah studi baru-baru ini di California menunjukkan bahwa klaim untuk pengembangan "neurosis berhubungan dengan pekerjaan" lebih dari dua kali lipat selama 1980-1982; klaim untuk semua lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan menonaktifkan cedera selama periode yang sama turun sebesar sekitar sepersepuluh.Sebuah studi dari klaim medis perwakilan seluruh negeri menunjukkan bahwa selama 1980-1982 klaim untuk "tekanan mental" yang dikembangkan secara bertahap (yaitu, masalah kronis yang tidak terkait dengan kejadian traumatis tunggal atau untuk setiap gangguan yang berkaitan dengan pekerjaan fisik) menyumbang sekitar 11% dari semua klaim penyakit akibat kerja .Rata-rata biaya medis dan pembayaran ganti rugi di 1981-1982 untuk bentuk-bentuk tekanan mental benar-benar melampaui jumlah rata-rata penyakit akibat kerja lainnya.American Psychiatric Association sekarang daftar stres kerja dalam Manual yang Diagnostik dan Statistik sebagai subkategori dari sumbu diagnostik utama dari "stres psikososial" .

Ada peningkatan data tentang hubungan antara kondisi kerja tertentu dan gangguan psikologis.Misalnya, dalam survei kuesioner lebih dari 2.000 pekerja di 23 pekerjaan yang berbeda, perbedaan kerja yang kuat ditemukan di stressor psikososial pekerjaan dan dalam keluhan somatik dan afektif .Peringkat dari membosankan, tugas-tugas pekerjaan yang berulang dan ambiguitas peran lebih menonjol di antara beberapa kelas pekerja kerah biru (misalnya, pekerja lini perakitan, fork-lift sopir truk, dan operator mesin) dibandingkan profesional kerah putih (misalnya, profesor dan dokter keluarga).Kelompok kerja paling puas adalah dokter, profesor, dan kerah putih supervisor.Kelompok mengalami tingkat tertinggi stres pekerjaan dan efek yang dihasilkan mereka sakit adalah perakit dan para pekerja bantuan pada mesin serba jalur perakitan.

Peneliti NIOSH peringkat 130 pekerjaan dengan tingkat masuk ke pusat-pusat kesehatan mental masyarakat di Tennessee untuk menentukan risiko relatif dari gangguan psikologis atau stres-terkait dengan pendudukan.Pos daftar itu pekerjaan dalam perawatan kesehatan, pekerjaan pelayanan, dan pekerjaan kerah biru-pabrik - yang cenderung ditandai oleh stres yang memproduksi kondisi seperti kurangnya kontrol atas pekerjaan dengan pekerja, pekerjaan berulang-ulang, shift kerja, dan tanggung jawab bagi orang lain . Dalam studi lain, pekerja shift malam dan berputar (termasuk perawatan kesehatan pekerjaan) melaporkan gangguan tidur lebih banyak; kebiasaan makan berubah, dan tingkat yang lebih tinggi dari kunjungan ke klinik, absen karena sakit, dan pada -the-job cedera daripada mereka pada pergeseran hari tetap.

Bekerja lingkungan ditandai oleh inovasi teknologi juga telah diselidiki, sebuah fokus utama telah di pekerjaan kantor dipengaruhi oleh pengenalan komputer."Kondisi kerja buruk" (misalnya, lingkungan fisik yang lebih miskin, kontrol pekerjaan berkurang dan dukungan sosial) cenderung lebih sering dilaporkan oleh pekerja yang menggunakan teknologi baru peralatan kantor seperti terminal tampilan video.Beberapa dari kondisi ini telah dikaitkan dengan stres kronis yang berhubungan dengan gangguan.Tempat kerja penelitian oleh NIOSH telah mengungkapkan bahwa tekanan pekerjaan dapat berkontribusi terhadap gangguan akut di antara kelompok pekerja, termasuk yang disebut "penyakit psikogenik massal" .Kemunculan gejala, biasanya dalam menanggapi beberapa "faktor pemicu" seperti bau yang aneh, dapat mengakibatkan penyebaran "penyakit" yang tampak di seluruh pabrik, dengan gejala seperti sakit kepala, pusing, dan mual.Penyelidikan sering gagal untuk mendeteksi agen khusus penyebab fisik atau kimia.Namun, faktor-faktor seperti beban kerja yang berat, disaring pekerja / manajemen hubungan, dan ketidaknyamanan fisik di tempat kerja dapat hadir dan terkait dengan pelaporan gejala.

Kecenderungan yang muncul dalam teknologi, ekonomi, dan karakteristik demografis dari angkatan kerja dapat menyebabkan peningkatan risiko gangguan psikologis.Sebagai contoh, sebuah peningkatan 26% diproyeksikan untuk bekerja di pelayanan kesehatan, area yang mungkin terkait dengan risiko tinggi.Komputer dan robot diharapkan mempengaruhi pekerjaan pabrik tujuh juta dan pekerjaan kantor 39 juta.Menurut beberapa peramal, konsekuensi yang mungkin dapat mencakup perpindahan pekerjaan, persyaratan keterampilan berkurang, dan lebih rendah-membayar pekerjaan.Telah diproyeksikan bahwa dalam dekade berikutnya, sembilan dari setiap 10 pekerjaan baru akan di sektor jasa.Rutin pekerjaan layanan yang tidak dapat memberikan kompensasi dan manfaat yang terkait dengan pekerjaan industri dan manufaktur yang lebih tradisional.Enam dari 10 pekerjaan baru dalam dekade berikutnya akan diisi oleh perempuan , dan pekerjaan ganda / tuntutan peran rumah dan peluang kerja dibatasi bagi perempuan dapat mengakibatkan dampak buruk pada kesehatan mental mereka.Dilaporkan oleh Div Ilmu Biomedis dan Perilaku, Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan, CDC.

II.3 Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan KerjaKecelakaan kerjadanpenyakit akibat kerjadapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit)suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.

Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikutitrendyang ada di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.

Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.

Kecelakaan kerjaadalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang PelayananKesehatan Kerja; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem ManajemenKesehatan dan Keselamatan Kerja.

Pengendalian Penyakit Akibat Kerja Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition)kecelakaan dan penyakit akibat kerjayang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :

1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.

2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembanganK3tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

Beberapa saran dijelaskan sebelumnya untuk mengendalikan faktor risiko untuk gangguan psikologis tempat kerja tercantum di bawah ini.Saran ini tampaknya memiliki manfaat untuk mengurangi pekerjaan yang berhubungan dengan gangguan psikologis, tetapi evaluasi lebih lanjut dan studi yang dibutuhkan untuk pemahaman yang lengkap dari dampaknya.

1. Jadwal kerja.Desain jadwal kerja untuk menghindari konflik dengan tuntutan dan tanggung jawab yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.Jadwal untuk shift bergilir harus stabil dan dapat diprediksi, dengan rotasi dalam arah (hari ke-malam) depan.

2. Partisipasi / kontrol.Memungkinkan pekerja untuk memberikan masukan bagi keputusan atau tindakan yang mempengaruhi pekerjaan mereka.

3. Beban kerja.Pastikan tugas yang kompatibel dengan kemampuan dan sumber daya pekerja, dan memungkinkan untuk pemulihan dari terutama menuntut tugas-tugas fisik atau mental.

4. Konten.Tugas desain untuk memberikan makna, stimulasi, rasa kelengkapan, dan kesempatan untuk menggunakan keterampilan.

5. Peran.Tentukan peran dan tanggung jawab pekerjaan jelas.

6. Lingkungan sosial.Memberikan kesempatan untuk interaksi sosial, termasuk dukungan emosional dan membantu secara langsung berkaitan dengan pekerjaan seseorang.

7. Masa Depan.Hindari ambiguitas dalam hal keamanan pekerjaan dan pengembangan karir.Selain evaluasi dari tindakan ini menyarankan, diperlukan upaya untuk memajukan pemahaman yang terkait dengan pekerjaan gangguan psikologis dan metode yang tepat untuk kontrol mereka, termasuk:

1. Meningkatkan sistem surveilans gangguan psikologis pada tenaga kerja yang terkait dengan kondisi kerja.

2. Meningkatkan teknik penelitian untuk menyelidiki kondisi kerja stres dan konsekuensi kesehatan mereka.

3. Meningkatkan pelatihan bagi para profesional kesehatan kerja dan pekerja dalam mengenali kondisi tempat kerja stres dan tanda-tanda stres pekerja dan dalam mempengaruhi langkah-langkah perbaikan.

Melanjutkan pengembangan komponen kesehatan mental dalam kesehatan kerja dan program keselamatan.

BAB III

KESIMPULAN

Menurut ILO /International Labour association (1983), pengertian Occupational Disease & Work Related Disease masih dipisah. Gagasan WHO & ILO (1987)- adopsi (1989): Work related disease dapat digunakan untuk peny. Akibat kerja yg sudah diakui & gangguan kesehatan dimana lingkungan kerja dan proses kerja merupakan salah satu faktor penyebab yang bermakna.

Dokter Penasehat dituntut untuk benar-benar mengetahui semua jenis dan macam penyakit akibat kerja yang memenuhi ketentuan penyakit akibat kerja melalui penetapan oleh Menteri Tenaga Kerja RI melalui pertimbangan dari Dokter Penasehat. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA1. 2007. Manajemen Kesehatan Kerja.USU. Sumatera Utara. Diakses 26 November 2011.2. Karnen Baratawidjaja .2003.Ikhtisar : Alergi dan Imunologi pada Penyakit Akibat Kerja. Jakarta. Diakses tanggal 26 November 2011.