Upload
juwita-cheche-kartika-ii
View
280
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
re
Citation preview
WRAP UP SKENARIO 1
BLOK DARAH DAN SISTEM LIMFATIK
LEKAS LELAH DAN PUCAT
Disusun oleh:
KELOMPOK A-10
KETUA : AISYAH KHAIRINA P. (1102014010)
SEKRETARIS : JUWITA KARTIKA (1102014139)
ANGGOTA : ALVIN ARIANO (1102014014)
ANNISA AYU RAHMAWATI (1102014031)
ANTANIA SARASWATI H. (1102014036)
AULIA ELMA AZZAHRA (1102014049)
BAGUS DIAN PRANATA (1102013052)
DHANA FITRIA SARI (1102014071)
DHINA LORENZA (1102013082)
GERY ALDILATAMA (1102014115)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2014/2015
Daftar IsiDaftar Isi...................................................................................................................................... 2Skenario........................................................................................................................................ 3Penentuan Kata-Kata Sulit......................................................................................................... 4Pertanyaan................................................................................................................................... 4Jawaban........................................................................................................................................ 4Hipotesis....................................................................................................................................... 5Sasaran Belajar............................................................................................................................ 6LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoesis..................................................................... 7
LO. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi.................................................................. 7LO. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Mekanisme............................................................ 7LO. 1.3. Memahami dan Menjelaskan Faktor yang mempengaruhi.................................. 8LO. 1.4. Memahami dan Menjelaskan Morfologi..............................................................10LO. 1.4. Memahami dan Menjelaskan Kelainan morfologi...............................................11
LI. 2. Memahami dan dan Menjelaskan Hemoglobin.............................................................12LO. 2.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi..................................................................12 LO. 2.2. Memahami dan Menjelaskan Morfologi..............................................................12 LO. 2.3. Memahami dan Menjelaskan Biosintesis.............................................................14LO. 2.4. Memahami dan Menjelaskan Peran Fe dalam hemoglobin..................................15LO. 2.5. Memahami dan Menjelaskan Reaksi antara oksigen dan hemoglobin.................16
LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Anemia............................................................................17LO. 3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi..................................................................17LO. 3.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi.............................................................18LO. 3.3. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis.................................................20LO. 3.4. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang........................................21
LI. 4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi...................................................22LO. 4.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi..................................................................22LO. 4.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi..................................................................22LO. 4.3. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi..........................................................24LO. 4.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi klinis..................................................25LO. 4.5. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding........................25LO. 4.6. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan....................................................29LO. 4.7. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi............................................................30LO. 4.8. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan............................................................30LO. 4.9. Memahami dan Menjelaskan Prognosis...............................................................31
Daftar pustaka.............................................................................................................................32
2
LANGKAH 1
1) Skenario
LEKAS LELAH BILA BEKERJA
Seorang perempuan berusia 19 tahun datang ke praktek dokter umum dengan keluhan lekas lelah sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan setelah melakukan aktivitas ringan maupun berat. Keluhan disertai dengan wajah yang tampak pucat.
Pada anamnesis didapatkan keterangan bahwa sejak usia kanak-kanak pasien jarang makan ikan,daging,maupun sayur. Untuk mengatasi keluhannya tersebut, pasien belum pernah berobat. Tidak ada riwayat penyakit yang diderita sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Tekanan darah 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi napas 20x/menit, temperatur 36,8 0C, TB=160 cm, BB=60 kg, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.
Pemeriksaan jantung, paru dan abdomen dalam batas normal.Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil :
Pemeriksaan Kadar Nilai normal
Hemoglobin (Hb) 10 g/dL 12-14 g/dL
Hematokrit (Ht) 38% 37-42%
Eritrosit 5 x 106/µL 3,9-5,3 x 106/µL
MCV 70 fL 82-92 fL
MCH 20 pg 27-31 pg
MCHC 22% 32-36%
Leukosit 6500/µL 5000-10.000/ µL
Trombosit 300.000/µL 150.000-400.000/µL
3
2) Kata Sulit
Konjungtiva anemis : Keadaan dimana konjungtiva pucat karena darah tidak sampai ke perifer
Ikterik : Warna kuning bisa di sklera, kulit, organ karena penumpukan bilirubin Hematokrit : Volume eritrosit per volume darah Sklera : Bagian putih mata MCH : Hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) MCV : Volume eritosit rata-rata (VER) MCHC : Konsentrasi hemoglobin ertrosit rata-rata (KHER) Hemoglobin : Pigmen sel darah merah yang mengandung zat besi dan berfungsi
sebagai transport oksigen Eritrosit : Sel darah merah Leukosit : Sel darah putih Trombosit : Keping darah
3) Pertanyaan
1. Apakah jarang makan ikan,daging,sayur mempengaruhi keadaan pasien?2. Mengapa jika hemoglobin dibawah normal menyebabkan bentuk eritosit jadi
mikrositik?3. Apakah diagnosis pasien dan apa yang mendukung diagnosis dari pemeriksaan
fisik dan penunjang?4. Apa yang menyebabkan pasien lekas lelah?5. Apa yang menyebabkan konjungtiva anemis?6. Apa yang menyebabkan wajah pasien pucat?7. Apakah orang anemia akan jadi hipotensi?
4) Jawaban
1. Iya, karena makanan yang mengandung zat besi(ikan,daging,sayur) dapat membantu dalam pembentukan eritrosit
2. Karena jika hemoglobin rendah dan dilihat dari pemeriksaan penunjang MCV juga berkurang maka eritosit akan jadi mikrositik. Ini merupakan bentuk kompensasi sel agar dapat lebih mudah kontak dengan oksigen dengan kadar hemoglobin yang terbatas.
3. Diagnosis : Anemia defisiensi besiAnamnesis : Asupan besi kurang, cepat lelah Pemeriksaan fisik : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, Tekanan darah hipotensiPemeriksaan penunjang : didapatkan anemia mikrositik hipokrom dimana MCV berkurang jadi eritrositnya mikrositik(kecil) dan MCH berkurang jadi eritosit hipokrom(pucat) karena hemoglobin yang menentukan warna merah pada eritrosit.
4. Karena pasien kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi Hb turun pengangkutan oksigen turun hipoksia mempengaruhi produksi energi karena kekurangan oksigen sehingga cepat lelah.
5. Karena darah tidak sampai ke perifer6. Wajah pasien pucat karena terjadi hipoksia dimana oksigen berkurang
4
7. Bisa karena eritrosit nya berkurang dan mikrositik jadi tidak sesuai dengan yang normal sehingga tekanan darah juga berubah
HIPOTESA
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi dapat menyebabkan hemoglobin rendah sehingga transport oksigen berkurang dan menyebabkan hipoksia. Keadaan tersebut mempengaruhi produksi energi karena kurangnya oksigen sehingga cepat lelah dan pucat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik dan pemeriksaan penunjang kadar hemoglobin, MCV, MCH, MCHC rendah. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan diduga pasien menderita Anemia Defisiensi Besi.
5
SASARAN BELAJAR
LI.1 Memahami dan Menjelaskan EritropoesisLO. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi LO. 1.2. Memahami dan Menjelaskan MekanismeLO. 1.3. Memahami dan Menjelaskan Faktor yang mempengaruhiLO. 1.4. Memahami dan Menjelaskan MorfologiLO. 1.5. Memahami dan Menjelaskan Kelainan morfologi
LI. 2. Memahami dan dan Menjelaskan HemoglobinLO. 2.1. Memahami dan Menjelaskan DefinisiLO. 2.2. Memahami dan Menjelaskan MorfologiLO. 2.3. Memahami dan Menjelaskan BiosintesisLO. 2.4. Memahami dan Menjelaskan Peran Fe dalam HemoglobinLO. 2.5. Memahami dan Menjelaskan Reaksi antara oksigen dan hemoglobin
LI. 3. Memahami dan Menjelaskan AnemiaLO. 3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi LO. 3.2. Memahami dan Menjelaskan KlasifikasiLO. 3.3. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi klinisLO. 3.4. Memahami dan Menjelaskan Pemriksaan Penunjang
LI. 4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi BesiLO. 4.1. Memahami dan Menjelaskan DefinisiLO. 4.2. Memahami dan Menjelaskan EtiologiLO. 4.3. Memahami dan Menjelaskan PatofisiologiLO. 4.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi klinisLO. 4.5. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis BandingLO. 4.6. Memahami dan Menjelaskan PenatalaksanaanLO. 4.7. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi LO. 4.8. Memahami dan Menjelaskan PencegahanLO. 4.9. Memahami dan Menjelaskan Prognosis
6
LI.1 Memahami dan Menjelaskan EritropoesisLO. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi
Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. (Dorland edisi 31)
LO. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Mekanisme
(Sherwood,2014)
Tahap-tahap pembentukan eritropoesis :
1. Prekursor eritrosit paling awal adalah Proeritroblas. Sel ini relatif besar dengan garis
tengah 12µm sampai 15 µm. Kromatin dalam intinya yang bulat besar tampak berupa
granula halus dan biasanya terdapat dua nukleolus nyata. Sitoplasmanya jelas
basofilik. Sementara proeritroblas berkembang, jumlah ribosom dan polisom yang
tersebar merata makin bertambah dan lebih menonjolkan basofilianya.
2. Turunan proeritroblas disebut Eritroblas basofilik. Sel ini agak lebih kecil daripada
proeritroblas. Intinya yang bulat lebih kecil dan kromatinnya lebih padat.
7
Sitoplasmanya bersifat basofilik merata karena banyak polisom, tempat pembuatan
rantai globin untuk hemoglobin.
3. Sel pada tahap perkembangan eritroid disebut Eritroblas Polikromatofilik. Warna
polikromatofilik yang tampak terjadi akibat polisom menangkap zat warna basa pada
pulasan darah, sementara hemoglobin yang dihasilkan mengambil eosin. Inti
eritroblas polikromatofilik agak lebih kecil daripada inti eritroblas basofilik, dan
granula kromatinnya yang kasar berkumpul sehingga mengakibatkan inti tampak
sangat basofilik. Pada tahap ini tidak tampak anak inti. Eritroblas polikromatofilik
merupakan sel paling akhir pada seri eritroid yang akan membelah.
4. Pada tahap pematangan berikutnya disebut dengan Normoblas, inti yang terpulas
gelap mengecil dan piknotik. Inti ini secara aktif dikeluarkan sewaktu sitoplasmanya
masih agak polikromatofilik, dan terbentuklah eritrosit polikromatofilik.
5. Eritrosit polikromatofilik lebih mudah dikenali sebagai Retikulosit dengan polisom
yang masih terdapat dalam sitoplasma berupa retikulum. Jadilah sel Eritrosit.
LO. 1.3. Memahami dan Menjelaskan Faktor yang mempengaruhiKeseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting, karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah. Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormon dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.
1. Hormonal ControlStimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormon eritropoetin (EPO)dan hormon glikoprotein.Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO. Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2), ginjal akan mempercepat pelepasan eritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO: Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah (seperti yang terjadi pada
defisiensi besi) Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita
pneumonia.
Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah, sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran O2 ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi eritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia
8
tidak mengaktifkan langsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikan stimulus hormon yang akan mengaktifkan sumsum tulang. Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal. Hormon seks wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanita lebih rendah daripada pria.
2. Eritropoeitin Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal, hati Stimulus pembentukan eritroprotein: dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam jaringan
ginjal. Penurunan penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon
eritropoetin ke dalam darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang proliferasi dan pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→ kapasitas darah mengangkut O2 meningkat dan penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus awal yang mencetuskan sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.
Pasokan O2 meningkat ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah melepaskan O2: stimulus eritroprotein turun
Fungsi EPO: mempertahankan sel-sel prekursor dengan memungkinkan sel-sel tersebut terus berproliferasi menjadi elemen-elemen yang mensintesis Hb.
Bekerja pada sel-sel tingkat G1 Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoiesis karena suplai O2 &
kebutuhan O2 mengatur pembentukan eritrosit.3. Zat Besi (Fe)
Untuk sintesis Hb Kebutuhan 2 – 4 mg/hari Disimpan : 60% (Hb), 10% (mioglobin, enzim), 30% (feritin,hemosiderin) 6-8% diserap di duodenum, dipengaruhi oleh: HCl, vit C Pengaruh mineral Besi (Fe), Tembaga (Cu), Kobalt ( Co):
Zat besi digunakan langsung untuk membentuk hemoglobin. Sedangan tembaga dan kobalt diperlukan sebagai katalisator dalam tahapan pembentukan hemoglobin.
4. Vitamin B12 dan asam folat Untuk sintesis DNA (protein) Absorbsinya memerlukan faktor intrinsik (sel parietal lambung) Pengaruh asam folat (Asam Pteroilglitamat): Diperlukan dalam proses
pembentukan DNA5. Vitamin E, B6, B16. Hormon tiroksin, androgen
LO. 1.4. Memahami dan Menjelaskan Morfologi
9
Morfologi eritrosit : Eritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter ± 7,8 µm, dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 µm dan pada bagian tengah1 µm atau kurang. Volume eritrosit adalah 90 - 95 µm3.Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 - 6,2 juta/µLdan pada wanita 4,2 - 5,4 juta/µL. Kadar normal hemoglobin pada pria 14 - 18 g/dL dan pada wanita 12 - 16g/dL.
Fungsi Sel darah MerahSel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh.
Berfungsi dalam penentuan golongan darah. Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah
mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.
Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.
Morfologi eritropoesis :
1. Rubriblast (proeritroblast):
Sel besar ( 15-30 µm),jumlah normalnya < 1% dari seluruh sel berinti.
Inti : besar, bulat, warna merah, kromatin halus
Nukleoli : 2-3 buah
Sitoplasma : biru tua, sedikit halo di sekitar inti
2. Prorubrisit (Basofilik eritroblast) :
Lebih kecil dari rubriblast, jumlahnya 1-4% dari seluruh sel berinti.
Inti: bulat, kromatin mulai kasar
Nukleoli (-)
Sitoplasma: biru, lebih pucat
3. Rubrisit (polikromafilik eritroblast / polikromatik normoblast):
Lebih kecil dari prorubrisit
Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin kasar dan menggumpal
Sitoplasma:lebih banyak,berwarna merah(pembentukan Hb) biru (Rna)
10
4. Metarubrisit (ortokromatik eritroblast / ortokromatik normoblast) :
Lebih kecil dari rubrisit
Inti: bulat, kecil, kromatin padat, warna biru gelap
Sitoplasma: merah kebiruan (lebih banyak hemoglobin)
5. Eritrosit polikromatik (retikulosit) :
Masih ada sisa-sisa kromatin inti
Sitoplasma warna violet / kemerahan / sedikit biru
Fase ini disetarakan dengan retikulosit
6. Eritrosit :
Ukuran 6-8 µm
Sitoplasma kemerahan
Bagian tengah pucat, karena bentuk bikonkaf
Bentuk bulat, tepi rata
LO. 1.5. Memahami dan Menjelaskan Kelainan morfologi1. KELAINAN UKURAN
a. Makrosit, diameter eritrosit ≥ 9 μm dan volumenya ≥ 100 fLb. Mikrosit, diameter eritrosit ≤ 7 μm dan volumenya ≤ 80 fLc. Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar
2. KELAINAN WARNAa. Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≥ 1/3 diameternyab. Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≤1/3 diameternyac. Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang,
warnanya lebih gelap.3. KELAINAN BENTUK
a. Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat eritrosit terdapat bagian yang lebih gelap/merah.
b. Sferosit, Eritrosit < normal, warnanya tampak lebih gelap.c. Ovalosit/Eliptosit, Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang-kadang
dapat lebih gepeng (eliptosit).d. Stomatosit ,Bentuk sepeti mangkuk.e. Sel sabit (sickle cell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentuk menyerupai sabit
akibat polimerasi hemoglobin S pada kekurangan O2.f. Akantosit, Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3 – 12 duri dengan
ujung duri yang tidak sama panjang.g. Burr cell (echinocyte), Di permukaan eritrosit terdapat 10 - 30 duri kecil pendek,
ujungnyatumpul.h. Sel helmet, Eritrosit berbentuk sepeti helm.i. Fragmentosit (schistocyte), Bentuk eritrosit tidak beraturan.j. Teardropcell, Eritrosit seperti buah pear atau tetesan air mata.k. Poikilositosis, Bentuk eritrosit bermacam-macam.
11
(Hoffbrand, A.V,2013)
LI. 2. Memahami dan dan Menjelaskan HemoglobinLO. 2.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi
Hemoglobin adalah molekul besar protein berisi besi yang ditemukan di dalam eritrosit dan mengangkut sebagian besar O2 dalam darah juga mengangkut sebagian CO2 dan H+ dalam darah. Karena kandungan besinya hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan dengan O2. (Sherwood,2014).
Nilai normal hemoglobin adalah sebagai berikut:- Anak-anak 11 – 13 gr/dl- Lelaki dewasa 14 – 18 gr/dl- Wanita dewasa 12 – 16 gr/dlJika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila nilainya kelebihan akan mengakibatkan polinemis.
LO. 2.2. Memahami dan Menjelaskan Morfologi
12
Struktur : Hemoglobin merupakan pigmen merah pembawa oksigen dalam eritrosit vertebrata, yaitu suatu protein dengan berat molekul 64.450. Hemoglobin adalah molekul yang berbentuk bulat dan terdiri atas empat subunit. Tiap-tiap subunit mengandung satu gugus heme yang terkonjugasi oleh suatu polipeptida. Heme adalah gabungan protoporfirin (derivate porfirin) dengan besi. Dan ada dua pasang polipeptida di setiap molekul hemoglobin, yaitu globin, yang terdiri atas 2 rantai alfa (masing-masing mengandung 141 residu asam amino) dan 2 rantai beta (masing-masing mengandung 146 residu asam amino).
Morfologi : Molekul hemoglobin memiliki 2 bagian, yaitu 1. Globin merupakan protein yang terbentuk dari 4 rantai polipeptida, yaitu 2 rantai
alfa dan 2 rantai beta yang sangat berlipat-lipat. 2. Gugus heme merupakan 4 gugus non protein yang mengandung besi, dengan
masing-masing gugus terikat dengan satu rantai polipeptida pada bagian globin. Masing-masing dari keempat atom besi dapat berikatan dengan secara reversibel dengan satu molekul O2. Karena kandungan besinya, hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan dengan O2 dan berwarna keunguan jika mengalami deoksigenasi.
Hemoglobin dalam keadaan normal membawa ion di oksidasikan kepada Fe3+.
2 Hb2+ 4 O2 ==> 4 Hb O2 (oksihemoglobin)Setelah sampai di sel-sel tubuh, terjadi reaksi pelepasan oksigen oleh Hb.
4 Hb O2 ==> 2 Hb2+ 4 O2
Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama
(Hoffbrand, A.V,2013)
13
LO. 2.3. Memahami dan Menjelaskan Biosintesis
(Sherwood,2014)Sintesis hemoglobin membutuhkan produksi dari heme dan globin yang
terkoordinasi. Heme adalah kelompok prostetik yang menjembatani pengikatan oksigen melalui hemoglobin. Globin adalah protein yang mengelilingi dan melindungi molekul heme
Sintesis Heme
Sintesis heme merupakan proses yang kompleks yang melibatkan banyak langkah enzimatik dan melibatkan 2 kompartemen, yaitu mitokondria dan sitosol. Sintesis heme terutama terjadi di dalam mitokondria. Proses ini diawali dengan kondensasi glisin dan succinyl-CoA yang kemudian diubah menjadi asam 5-aminolevulinik (ALA) oleh enzim asam δ-aminolevulinat (ALA) sintase. Kemudian, asam 5-aminolevulinik mengalami serangkaian reaksi pada sitoplasma sampai akhirnya menjadi Ko-proporfirinogen dan masuk kembali ke mitokondria dan menjadi protoprofirinogen. Kemudian, protoprofirinogen diubah menjadi protoporfirin dan bergabung dengan besi yang diangkut oleh transferin menjadi heme. Transferin mengangkut besi ke jaringan yang mempunyai reseptor transferin. (Hoffbrand, 2013)
Sintesis globin
Dua rantai globin yang berbeda, alpha dan non-alpha (masing-masing dengan molekul heme sendiri) bergabung membentuk hemoglobin. Dengan pengecualian pada minggu pertama perkembangan embrio, salah satu rantai globin selalu alpha. Sejumlah variabel mempengaruhi sifat dasar dari rantai non-alpha di dalam molekul hemoglobin. Fetus mempunyai sebuah rantai non-alpha yang berbeda yaitu gamma. Setelah lahir, rantai globin non-alpha berbeda dinamakan beta, berpasangan dengan rantai alpha. Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai non alpha menghasilkan sebuah molekul hemoglobin yang lengkap (total 4 rantai per molekul).
14
Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai gamma membentuk hemoglobin fetal (janin) yakni Hb F. Dengan pengecualian bahwa 10 hingga 12 minggu pertama setelah pembuahan, Hb F sebagai hemoglobin dasar di dalam perkembangan janin. Gabungan dua rantai alpha dan dua rantai beta membentuk hemoglobin adult (dewasa) yang juga disebut sebagai Hb A. Walaupun Hb A dinamankan dewasa, Hb A menjadi hemoglobin yang menonjol sekitar 18 hingga 24 minggu kelahiran.
Sepasang dari satu rantai alpha dan satu rantai non-alpha menghasilkan sebuah dimer (dua rantai) hemoglobin. Dimer hemoglobin tidak efisien membawa oksigen. Dua dimer bergabung membentuk sebuah tetramer hemoglobin yang merupakan bentk fungsional dari hemoglobin. Ciri-ciri biofisika lengkap dari tetramer hemoglobin yakni mengontrol pengambilan oksigen di paru-paru dan melepaskannya di jaringan yang membutuhkan untuk mempertahankan hidup.
Gen-gen yang mengkode rantai globin alpha terletak pada kromosom 16, sedangkan gen-gen yang mengkode rantai globin non-alpha terletak pada kromosom 11. Kompleks alpha disebut lokus globin alpha, sedangkan kompleks non-alpha disebut lokus globin beta. Keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin dibutukan untuk fungsi normal sel darah merah. Gangguan keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin menghasilkan sebuah penyakit yang dinamakan talasemia
Biosintesis hemoglobinSintesis hemoglobin di mulai dalam proteoblast dan berlanjut bahkan dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah.Oleh karena itu ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.Tahap dasar pembentukan secara kimiawi :Suksinil-KoA, di bentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin membentuk molekul priol.Empat priol bergabung membentuk protoporfirin IX bergabung dengan besi membentuk molekul heme.Setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yaitu globin yang di sintesis oleh ribosom membentuk sub unit hemoglobin yang di sebut rantai hemoglobin.
LO. 2.4. Memahami dan Menjelaskan Peran Fe dalam Hemoglobin Zat besi (Fe) adalah unsur mineral yang paling penting dibutuhkan oleh tubuh
karena perannya pada pembentukan hemoglobin. Senyawa ini bertindak sebagai pembawa oksigen dalam darah, dan juga berperan dalam transfer CO2 dan H positif pada rangkaian trasport elektron yang diatur oleh fosfat organik (Soeida, 2008). Dalam tubuh,zat besi sebahagian besar terdapat dalam darah sebagai protein yang bernama hemoglobin (Hb) berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Zat besi mempunyai pengaruh terhadap kognisi, aktivitas mental seperti mendapatkan, menyimpan, mengeluarkan, dan memakai informasi dan pengetahuan (Rachmawati, 2007). Peran zat besi : Penting untuk pembentukan hemoglobin namun juga penting untuk elemen lainnya (contoh : myoglobin, sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase, katalase)
15
Jumlah total besi rata-rata dalam tubuh sebesar 4 sampai 5 gram, kira-kira 65 persen di jumpai dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4 persen dalam bentuk myoglobin, 1 persen dalam bentuk varisasi senyawa heme yang memicu oksidasi intra sel 0,1 persen bergabung dengan protein transferrin dalam plasma darah, 15 sampai 30 persen di simpan untuk penggunaan selanjutnya terutama di system retikuloendotelial dan sel parenkim hati, dalam bentuk ferritin.
Guyton 11th edition, 2007
LO. 2.5. Memahami dan Menjelaskan Reaksi antara oksigen dan hemoglobin (kurva disosiasi)
(Sherwood,2014)Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah ilustrasi kepada hubungan antara
kadar saturasi hemoglobin (percent saturation of hemoglobin) dengan tekanan parsial oksigen. Tekanan parsial oksigen merupakan faktor penting dalam menentukan kuantitas oksigen yang berikatan dengan hemoglobin. Semakin tinggi tekanan parsial oksigen maka semakin banyak oksigen yang berikatan dengan hemoglobin. (Tortora dan Derickson, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengikatan antara oksigen dan hemoglobin adalah suhu, pH, dan 2,3 bifosfogliserat. Peningkatan pada suhu dan penurunan pH akan menggeser kurva ke kanan. Jika kurva bergeser kanan maka akan diperlukan PO2
yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2. Penurunan suhu dan peningkatan pH menggeser kurva oksigen ke kiri dimana diperlukan lebih sedikit PO2
untuk mengikat sejumlah O2. Berkurangnya affinitas terhadap O2 ketika pH darah turun sering disebut sebagai reaksi Bohr 2,3 bifosfogliserat banyak terdapat pada eritrosit, merupakan suatu rantai anion bermuatan tinggi yang berikatan pada β-deoksihaemoglobin.
2,3-diphosphoglycerat (2,3-DPG) adalah bahan yang terdapat di dalam sel darah merah yang berfungsi untuk menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, lalu membantu pelepasan oksigen daripada hemoglobin. 2,3-DPG diproduksi di dalam sel darah merah dan ia merupakan hasil daripada proses glikolisis, yaitu pemecahan glukosa untuk menghasilkan adenosine triphosphate, ATP (Tortora dan Derickson, 2006). Produksi 2,3- DPG akan meningkat apabila terjadinya desaturasi hemoglobin seperti hipoksia, gagal jantung atau anemia (Hillman, Ault dan Rinder, 2005).
16
Peningkatan 2,3 bifosfogliserat akan menggerser kurva ke kanan yang akan mengakibatkan banyak O2 yang dilepas ke jaringan. 2,3 bifosfogliserat akan menurun jika pH darah turun akibat dari terhambatnya proses glikolisis. Hormon tiroid, pertumbuhan dan androgen akan meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat
Mendaki ke permukaan yang lebih tinggi akan meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat sehingga terjadi peningkatan penyediaan O2 pada jaringan, hal ini terjadi karena meningkatnya pH darah.
Kadar 2,3 bifosfogliserat akan meningkat pada anemia dan penyakit yang menimbulkan hipoksia kronik. Keaadaan ini akan memudahkan pengangkutan O2 ke jaringan melalui peningkatan PO2 saat O2 dilepaskan di kapiler perifer. kondisi yang bisa mempengaruhi kurva disosiasi hemoglobin-oksigen yaitu hipoksia. Salah satu penyebab hipoksia adalah peningkatan kadar saturasi karbon monoksida,CO darah. Pada kondisi hipoksia yang disebabkan oleh peningkatan kadar CO, kurva disosiasi akan mengalami pergeseran ke kiri akibat dari terbentuknya carboxyhemoglobin. Pergeseran kurva disosiasi ke kiri akan meningkatkan afinitas daripada hemoglobin terhadap oksigen dan menyebabkan lebih sedikit kadar oksigen yang dihantar ke jaringan (Braunwald, 2005)
LI. 3. Memahami dan Menjelaskan AnemiaLO. 3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi
Anemia adalah penurunan jumlah eritrosit, kuantitas hemoglobin, atau volume packed red cells dalam darah di bawah normal. (Dorland,2011)
(Hoffbrand, A.V,2013)
17
LO. 3.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi
A. Berdasarkan Etiologi
Klasifikasi etiopatogenesis : berdasarkan etiologi dan patogenesis terjadinya anemia.a. Produksi eritrosit menurun Kekurangan bahan untuk eritrosit
Besi : anemia defisiensi besi Vitamin B12 dan asam folat : anemia megaloblastik
Gangguan utilitas besi Anemia akibat penyakit kronik Anemia sideroblastik
Kerusakan jaringan sumsum tulang Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak : anemia aplastik/hipoplastik Penggantian oleh jaringan fibrotik / tumor : anemia leukoeritroblastik /
mieloptisik Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui
Anemia diseritropoetik Anemia pada sindrom mielodisplastik
b. Kehilangan eritrosit dari tubuh (akibat hemoragi) Anemia pasca pendarahan aku Anemia pasca pendarahan kronik
c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis) Anemia hemolitik intrakorpuskuler Gangguan membran
Hereditary spherocytosis Hereditary elliptocytosis
Gangguan enzim Defisiensi piruvat kinase Defisiensi G6PD (glucose-6 phosphate dehydrogenase)
Gangguan hemoglobin Hemoglobinopati struktural Thalassemia
Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler Antibodi terhadap eritrosis
Autoantibodi-AIHA (autoimmune hemolytic anemia) Isoantibodi-HDN (hemolytic disease of newborn)
Hipersplenisme Pemaparan terhadap bahan kimia Akibat infeksi bakteri / parasit Kerusakan mekanik
d. Bentuk campurane. Bentuk yang patogenesisnya belum jelas
(I Made Bakta, 2007)
18
KLASIFIKASI ANEMIA
ETIOLOGI
MORFOLOGI
B. Berdasarkan Morfologi
a. Anemia normositik normokrom
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah ataudestruksi darah yang berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulangharus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Pada kelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal sertamengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individumenderita anemia. Anemia ini dapat terjadi karena hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia, alkoholism,dan anemia pada penyakit hati kronik.
b. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normaltetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal inidiakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada metabolisme sel
c. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobindalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnyamenggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, ataugangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobinabnormal kongenital)
KadarMikrositer hipokrom
Normositer normokrom Makrositer
MCV < 80 fl 80 – 95 fl > 95 flMCH < 27 pg 27 – 34 pg -
Jenis penyakit
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalasemia3. Anemia
penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
1. Anemia pasca perdarahan
2. Anemia aplastik – hipoplastik
3. Anemia hemolitik4. Anemia penyakit
kronik5. Anemia mieloptisik6. Anemia gagal ginjal7. Anemia
mielofibrosis8. Anemia sindrom
mielodisplastik9. Anemia leukimia
akut
Megaloblastik1. Anemia defisiensi folat2. Anemia defisiensi vit
B12
Nonmegaloblastika) Anemia penyakit
hati kronikb) Anemia
hipotiroidc) Anemia sindroma
mielodisplastik
LO. 3.3. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi klinis
19
Gejala anemia dapat dibagi menjadi 3 jenis gejala yaitu :
a. Gejala Anemia Umum
Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penuruan hemoglobin sampai kadar tertentu ( Hb<7 g/dL ).
Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendengin (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan disepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat yang dapat dilihat dari konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat ( Hb<7 g/dL )
b. Gejala khas anemia
Anemia defisiensi besi- Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris garis
vertical dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok- Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang- Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan- Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorida- Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem
dan lain-lain Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologic pada defisiensi vitamin B12 Anemia hemolitik : icterus, splenomegaly dan hepatomegaly Anemia aplastic : perdarahan dan tanda-tanda infeksi
(Hoffbrand, A.V,2013)
c. Gejala Penyakit Dasar
20
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang : sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis rheumatoid.
Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus anemia untuk mengarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis anemia memerlukan pemeriksaan laboratorium.
(Setiati,2014)
LO. 3.4. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi anemia:
1. Hemoglobin (Hb)o Suatu protein terkonjugasi yang berfungsi dalam transport oksigen dan
karbondioksida. o Protein ini merupakan komponen utama eritrosit. o Setiap gram Hb dapat mengandung 1,34 mL O2o Kadar Hb tergantung umur, jenis kelamin, geografi, faktor sosial-ekonomi, ras
2. Hematokrit (Ht)o Menggambarkan volume eritrosit per volume daraho Normal: ♂ 40 – 48%, ♀ 37-42%
3. Sediaan apus darah tepi (SADT)o Dapat menilai unsur-unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit,
trombosit.o Penting sekali membuat sediaan apus yang baik agar mendapatkan
informasi maksimal.
4. Retikulosito Merupakan eritrosit muda yang masih mempunyai sisa RNA pada sitoplasma.o Normal: 0,5 -1,5 % (25.000 – 75.000/µL).o Hitung retikulosit dapat digunakan untuk menilai peningkatan eritropoiesis, fungsi
sumsum tulang, dan respon terhadap terapi.
5. Indeks eritrosito Digunakan untuk mengetahui ukuran eritrosit dan kandungan Hb dalam eritrosito MCV (Mean Corpuscular Volume/Volume Eritrosit Rata-rata)o MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin/Hb Eritrosit Rata-rata)o MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration/Konsentrasi Hb Eritrosit
Rata-rata)
LI. 4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi
21
LO. 4.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi ditandai dengan anemia hipokromik mikrositer. (Setiati,2014)
LO. 4.2. Memahami dan Menjelaskan EtiologiTotal besi dalam tubuh manusia dewasa sehat berkisar antara 2 gram (pada wanita) hingga 6 gram (pada pria) yang tersebar pada 3 kompartemen, 1). Besi fungsional, seperti hemoglobin, mioglobin, enzim sitokrom, dan katalase, merupakan 80 % dari total besi yang terkandung jaringan tubuh.
2). Besi cadangan, merupakan 15-20% dari total besi dalam tubuh, seperti feritin dan hemosiderin.
3). Besi transport, yakni besi yang berikatan pada transferin.Sumber besi dalam makanan terbagi ke dalam 2 bentuk:1. Besi heme, terdapat dalam daging dan ikan. Tingkat absorpsinya tinggi (25% dari Kandungan besinya dapat diserap) karena tidak terpengaruh oleh faktor penghambat.2. Besi non-heme, berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tingkat absorpsi rendah (hanya 1-2% dari kandungan besinya yang dapat diserap). Mekanisme absorpsinya sangat rumit dan belum sepenuhnya dimengerti. Absorpsi sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pemacu absorpsi (meat factors, vitamin C) dan faktor penghambat (serat, phytat, tanat).Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari makanan, kelebihan tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin yang membentuk kompleks dengan besi tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kekurangan besi dapat disebabkan: Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
PertumbuhanPada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi premature dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.
MenstruasiPenyebab kurang besi yang sering terjadi pada perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.
Kurangnya besi yang diserapa. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuatb. Malabsorpsi besi
Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histology dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun
22
penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non heme
PerdarahanMerupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/ hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negative besi.Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necaor americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.
Transfuse feto-maternalKebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonates.
HemoglobinuriaDijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.
Iatrogenic blood lossPada saat pengambilan darah vena (yang banyak) untuk pemeriksaan laboratorium.
Idiopathic pulmonary hemosiderosisJarang terjadi. Ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrate pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastic hingga 1,5-3g/dl dalam 24 jam.
Latihan yang berlebihanPada atlit yang berolahraga berat, sekitar 40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang berasal dari : Saluran cerna: kanker lambung, kanker colon, infeksi cacing tambang Saluran genital: menorhagia / metiorhagia Saluran kemih: hematuria Saluran nafas: hemoptoe
Faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi di makanan / kualitas besi Kebutuhan besi meningkat: anak pada pertumbuhan, kehamilan, dan prematuritas Gangguan absorbsi besi: gastroektomi, tropical sprue / kolitis kronis
Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa stadium, gejalanya baru timbul pada stadium lanjut :
23
Stadium 1.Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi) dalam darah berkurang secara progresif.
Stadium 2.Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit.
Stadium 3.Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit.Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun.
Stadium 4. Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.
Stadium 5. Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia semakin memburuk.
LO. 4.3. Memahami dan Menjelaskan PatofisiologiPerdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi semakin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini di sebut iron depletestate atau negative iron balan. Keadaan ini di tandai oleh penurunan kadar feritinin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negative. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang hingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini di sebut sebagai :iron defeifient erythropoiesis.
a. Kegagalan sintesis hemoglobin
b. Berkurangnya masa hidup eritrosit, biasanya pada anemia berat
• Kekurangan besi Hb turun adanya penurunan formabilitas dan fleksibilitas membran mudah didestruksi oleh limpa sel pensil, ovalosit, sel target• Bentuk dan fleksibilitas membran eritrosit dipertahankan oleh O2 dan Co2.
Pendarahan menahun dapat menyebabkan cadangan besi menurun. Bila cadangan habis keadaan ini disebut iron depleted state. Kekurangan besi sehingga eritropoiesis terganggu disebut iron deficient erythropoiesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia. Anemia
24
defisiensi besi terjadi setelah defisiensi besi yang menahun. Terdapat tiga tahap defisiensi besi, yaitu :
1. Tahap pertama (iron depletion atau storage iron deficiency)Ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya cadanagn besi, hemoglobin dan fungsi protein besi normal. Terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan terlihat normal.
2. Tahap kedua (iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis)Supply besi yang tidak memadai untuk eritropoiesis, dari hasil laboratorium diperoleh nilai serum dab saturasi transferin turun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
3. Tahap ketiga (iron deficiency anemia)Terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini terjadi perubahan epitel terutama pada ADB lanjut.
LO. 4.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi klinisa. Gejala umum anemia
Badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga mendengingb. Gejala khas akibat defisiensi besi (sindrom Paterson Kelly)
1) Koilonychia : kuku sendok; kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal menjadi cekung sehingga mirip sendok
2) Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang
3) Stomatitis angularis : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
4) Disfagia : nyeri menelan karena kerusakn epitel hipofaringc. Gejala penyakit dasar
Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronis akibat kanker dijumpai gejala tergantung pada lokasi kanker tersebut.
LO. 4.5. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding1. Diagnosis
Anamnesis
Penting pada anamnesis untuk menanyakan hal- hal yang mengindikasikan adanya
kausa dari anemia defisiensi besi. Hal penting untuk ditanyakan misalnya:
- Riwayat gizi
- Anamnesis lingkungan
- Pemakaian obat
- Riwayat penyakit
- Pada remaja khususnya wanita bisa ditanyakan perdarahan bulananya
25
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang
mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek
anemia terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk
menemukan berbagai kondisi klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma
anemic.
Pemeriksaan laboratorium
26
Jenis Pemeriksaan Nilai
Hemoglobin Kadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal berdasarkan jenis
kelamin pasien
MCV Menurun (anemia mikrositik)
MCH Menurun (anemia hipokrom)
Morfologi Terkadang dapat ditemukan ring cell atau pencil cell
Ferritin Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem RE sehingga
kadar Ferritin secara tidak langsung menggambarkan konsentrasi kadar
Fe. Standar kadar normal ferritin pada tiap center kesehatan berbeda-beda.
Kadar ferritin serum normal tidak menyingkirkan kemungkinan defisiensi
besi namun kadar ferritin >100 mg/L memastikan tidak adanya anemia
defisiensi besi
TIBC Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat >350 mg/L
(normal: 300-360 mg/L )
Saturasi transferrin Saturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-50%)
Pulasan sel sumsum
tulang
Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan
normoblas kecil. Pulasan besi dapat menunjukkan butir hemosiderin
(cadangan besi) negatif. Sel-sel sideroblas yang merupakan sel blas dengan
granula ferritin biasanya negatif. Kadar sideroblas ini adalah Gold
standar untuk menentukan anemia defisiensi besi, namun pemeriksaan
kadar ferritin lebih sering digunakan.
Pemeriksaan
penyakit dasar
Berbagai kondisi yang mungkin menyebabkan anemia juga diperiksa,
misalnya pemeriksaan feces untuk menemukan telur cacing tambang,
pemeriksaan darah samar, endoskopi, dan lainnya.
Sel pensil
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
enjadi 3 tingkatan, yaitu :
- Deplesi besi adalah penurunan cadangan besi tanpa diikuti penurunan kadar
besi serum. Deteksi dari tingkatan ini adalah dengan menggunakan teknik
biopsi atau dengan pengukuran ferritin. Karena absorpsi besi berbanding
terbalik dengan cadangan besi, maka terjadi peningkatan absorpsi besi pada
fase ini.
- Eritropoiesis defisiensi besi dikatakan ada ketika cadangan besi habis namun
kadar hemoglobin dalam darah masih dalam batas bawah normal. Dalam fase
ini, beberapa abnormalitas dalam pemeriksaan laboratorium dapat dideteksi,
terutama menurunnya saturasi transferrin serta meningkatnya total iron-
binding capacity. Meningkatnya protoporfirin eritrosit bebas dapat dilihat di
pertengahan dan akhir dari fase ini. Mean corpuscular volume (MCV)
biasanya masih dalam batas normal walaupun sudah terlihat beberapa
mikrosit pada hapusan darah.
- Ketika konsentrasi hemoglobin menurun hingga di bawah batas normal,
anemia defisiensi besi terjadi. Pada fase ini, kadar enzim yang mengandung
besi seperti sitokrom juga menurun.
2. Diagnosis Banding
a. Anemia penyakit kronik
Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh
gangguan metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan
berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi
cadangan besi sumsum tulang masih cukup.
b. Thalasemia
27
Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah
rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah merah normal.
c. Anemia sideroblastik
Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang.
Anemia
defisiensi besi
Anemia akibat
panyakit
kronik
Thalassemia Anemia
sideroblastik
MCV Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N
MCH Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N
Besi serum Menurun Menurun Normal Normal
TIBC Meningkat Menurun Normal /
Meningkat
Normal /
Meningkat
Besi sumsum tulang Negatif Positif Positif kuat Positif dengan
ring
sideroblastik
Protoporfirin
eritrosit
Meningkat Meningkat Normal Normal
Elektroforesis Hb Normal Normal Hb.A2
meningkat
Normal
LO. 4.6. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan
28
Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :
1. Terapi kausal: tergantung penyebab penyakitnya, misalnya: pengobatan cacing tambang, pengobatan hematoid. Terapi ini harus dilakukan, apabila tidak dilakukan maka anemia akan kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk pengganti kekurangan besi dalam tubuh:a) Besi peroral
ferrous sulphat → dosis 3 x 200 mg (murah) ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferros succinate (lebih
mahal)Sebaiknya diberikan pada saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak dibanding setelah makan. Efek sampingnya yaitu mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan diberikan selama 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau tidak, maka akan kembali kambuh.
b) Besi parenteralEfek sampingnya lebih berbahaya, dan harganya lebih mahal, indikasi: Intoleransi oral berat Kepatuhan berobat kurang Kolitis ulserativa Perlu peningkatan Hb secara cepat
Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbital citric acid complex → diberikan secara intramuskuler atau intravena pelan.
Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop.
c) Pengobatan lain Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein (protein hewani) Vitamin c: diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatan absorpsi besi Transfusi darah: jarang dilakukan Teraphy
Dengan memberikan preparat besi iron dextran complex mengandung 50 mg besi/ml, iron sorbitol critic acid dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat di berikan secara intramuscular dalam atau intravena pelan. Pemberian secara intramuscular memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek saming yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, meskipun jarang.
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
Pengobatan lainnya :
Diet : pemberian makanan bergizi seperti protein hewani Vitamin c 3x100mg/hari Transfuse darah
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009
LO. 4.7. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi
29
- Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung bisa membesar. Jantung yang membesar lama-lama terganggu funsinya, sehingga terjadilah gagal jantung.
- Gangguan kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir premature dan berat lahir rendah
- Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak
- Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.
- Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada berdebar.
LO. 4.8. Memahami dan Menjelaskan Pencegahana. Pendidikan kesehatan, yaitu:
Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban dan perbaikan lingkunagn kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang
Penyuluhan gizi : untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi.
b. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering di daerah tropik. Dapat dilakukan dengan cara pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.
c. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan balita memakai pil besi dan folat.
d. Fortilitas bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makanan.
Pencegahan Penyakit Anemia dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi makanan sehat diantaranya adalah :
Zat besi : Kandungan zat besi dapat kita temukan pada daging, kacang-kacangan. Buah yang dikeringkan, sayuran yang mempunyai warna hijau gelap dan makanan lain nya yang mengandung zat besi
Folat : Pisang, Jeruk, sayuran berwarna hijau gelap, kacang-kacangan dan pasta
Vitamin C : Untuk membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh dan dapat dikonsumsi dari jeruk, melon dan buah-buahan lainnya
Vitamin B12 : Dapat ditemukan di dalam susu, daging, dllDiet :Makanan yang mengandung Fe sebanyak 8 – 10 mg Fe perhari dan hanya sebesar 5 – 10% yang diabsrobsi. Pada anak Fe berasal dari ASI dan penyerapannya lebih efisien daripada Fe yang berasal
dari susu sapi (ditunda hingga umur 1 tahun dikarenakan perdarahan saluran cerna yang tersamarkan)
Pemberian makanan kaya vitamin C dan memperkenalkan makanan padat mulai pada usia 4-6 bulan
Pemberiam suplemen Fe pada bayi premature Pemakaian susu formula yang mengandung besi (PASI)Makanan yang dapat mempengaruhi penyerapan zat besi, yaitu : Meningkatkan penyerapan: Asam askorbat, daging, ikan, dan unggas, dan HCl Menurunkan penyerapan: Asam tanat (teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kunung telur,
polifenol, oksalat, dan obat-obatan (antasid, tetrasiklin, dan kolestiramin)
30
LO. 4.9. Memahami dan Menjelaskan PrognosisUmumnya baik bila ditangani dengan cepat dan adekuat.Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respon baik bila retikulosit naik pada minggu pertam, mencapai puncak pada hari ke 10 dan normal lagi setelah hari ke 14 di ikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut :-Diagnosis salah-Dosis obat tidak adekuat-Preparat Fe tidak tepat atau kadaluarsa-Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung menetap-Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal,penyakit tiroid,penyakit defisiensi vitamin B12, asam folat).-Gangguan absorpsi saluran cerna
DAFTAR PUSTAKA
31
Dorland, W. A. 2011. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31. Jakarta: EGC.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2013. Kapita Selekta Hematologi.
Jakarta : EGC.
Guyton.2007. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.EGC. Jakarta
Bakta, I Made.,Suega,Ketut.,Dharmayuda, Tjokro Gde., 2009. Anemia Defisiensi
Besi. in Sudoyo AW,Setiyohadi B, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi ke-
4. internal publising FK UI. hal.,: internal publising FK UI. hal. 1127-1135 (Jakarta
2009).
Sherwood,Lauralee.2014.Fisiologi manusia Dari Sel ke Sistem edisi 8. Jakarta:EGC.
Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, Jakarta: Widia Medika.
Hoffbrand AV, Petit TE, Moss PAH. Essential Haematology 4th ed. London :
Blackwell Scientific Publication. 2001; 1-97.
Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence,
significance, and causes in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-
1139.
Ganong. 2001. BukuAjarFisiologiKedokteran. EGC. Jakarta
Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC
Almatsier Sunita, 2004. Penuntun Diet Edisi Baru, Institusi Gizi Perjan RS
Dr.Ciptomangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
32