Upload
wisnu-nugraha
View
116
Download
4
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Yulius Lagata - Komposisi Jenis Dan Ukuran Ikan Layang (Decapterys Spp) Di Perairan Teluk Lombe Kecamatan Gu Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara
Citation preview
Jurnal Mina Laut Indoensia, 2013 @FPIK UNHALU 129
Komposisi Jenis dan Ukuran Ikan Layang (Decapterus spp.) di Perairan Teluk Lombe
Kecamatan Gu Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara
Species Composition and Size of Indian scad Decapterus spp. in Lombe Bay,
Buton District of Southeast Sulawesi Province
La Gata Yulius *) La Sara **) dan Ahmad Mustafa ***)
Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan FPIK Universitas Haluoleo
Kampus Hijau Bumi Tridharma Kendari 93232
e-mail: *[email protected],**[email protected], dan [email protected]***
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis komposisi jenis dan ukuran ikan layang di perairan Teluk Lombe
Kecamatan Gu Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-
Maret 2012. Variabel yang diamati meliputi komposisi jenis, panjang dan berat ikan layang dan kondisi parameter
lingkungan yang meliputi suhu, salinitas, pH dan kecepatan arus. Alat tangkap yang digunakan saat pengamatan
adalah jaring insang, bagan perahu dan pancing ulur. Jumlah pengambilan sampel (contoh) ikan sebanyak 6 kali
dengan selang waktu 5 hari antar pengambian contoh. Hasil tangkapan secara keseluruhan dikumpulkan untuk
ditimbang beratnya. Sampel ikan dipisahkan berdasarkan spesiesnya untuk diukur panjangnya dengan menggunakan
mistar serta beratnya dengan menggunakan timbangan, selanjutnya diidentifikasi dengan buku identifikasi. Data
jumlah hasil tangkapan dan musim penangkapan diperoleh melalui, wawancara terbuka dengan nelayan Teluk
Lombe. Hasil tangkapan ikan dihitung saat ikan didaratkan. Jumlah penangkapan dalam 1 bulan sebanyak 6 trip.
Total hasil tangkapan ikan layang adalah 1285 ekor yang terdiri dari 3 (tiga) spesies yaitu D. macrosoma, D. ruselli
dan D. lajang. Rata-rata hasil ukuran ikan layang yang tetangkap selama penelitian yaitu D. macrosoma (panjang
15.5-17.45 cm dan berat 17.22-113.33g), D. ruselli (panjang 16.1-18 cm, dan berat 47.5-100g), D. lajang (panjang
24-27 cm dan berat 250-300g). Parameter perairan di Teluk Lombe yang diukur terdiri dari Suhu di perairan ini
berkisar 27.30-28.13oC, salinitas berkisar 30-33.67 ppt, pH 7, kecepatan arus berkisar 0.037-0.041 m/dtk. Nilai
parameter perairan tersebut merincikan pertumbuhan ikan layang.
Kata Kunci : Ikan Layang, komposisi jenis, komposisi ukuran, Teluk Lombe
Abstract
The objectives of this research were to analyze the species composition and size of Indian Scad in the Lombe Bay of
Gu, Buton, Southeast Sulawesi Province. This research was conducted February to March 2012. The variables of
the research were fish composition, length and weight and environment parameters i.e temperature, salinity, pH and
current velocity. Fishing equipments used gill nets, floating boat and hand line. Total sampling was 6 times with 5
interval days. The entire samples were collected to be measured those total weight. The samples taken were
separated to be measure its total lenght and weight using a ruler and balance, respectively. The fishermen were
interviewed to find several date of total catch and season of fish in Lombe Bay. The total number of Indian scad
landed during the research was 1825 picces consisted of D. macrosoma, D. ruselli, and D. lajang. The average of
length and weight of D. macrosoma, D. ruselli, and D. lajang were 15.5-17.45 cm and 17.22-113.33 g, 16.1-18.8
cm and 47.5-100 g, 24.0-27.0 cm and 250-300 g, respectively. Temperatature ranged 27,30-28.13oC, salinity ranged
30.0-33.67 ppt, pH 7, and currend velocity ranged 0.037-0.041 m/s. Those waters parameters were suitable for
Indian scad life.
Key words : Indian Scad, species composition, size composition, Lombe Bay
Pendahuluan
Ikan layang (Genus Decapterus)
merupakan sumber daya ikan pelagis kecil yang
penting di perairan Indonesia. Ikan layang
mendominasi hasil penangkapan ikan pelagis kecil
di berbagai perairan laut di Indonesia. Nontji
(2002), menyatakan Ikan layang di perairan
Indonesia terdapat lima jenis yang umum dijumpai
yaitu D. lajang, D. ruselli, D. macrosoma,
D. kuroides dan D. maruadsi. Ikan ini biasanya
hidup bergerombol dengan ikan ikan pelagis kecil
lain Chan et al., (1997). Ikan layang cenderung
berkelompok di dekat lapisan permukaan pada
kedalaman 3-20 m (Amin et al., 1998). Tiews at
al., (2001) penyebaran ikan layang di Idonesia :
Laut Jawa, Selat makasar, Ambon, Ternate
(Indonesia Bagian Timur). di Samudera Hindia
ada 8 jenis ikan layang jenis diantaranya adalah D.
macarellus, D. sactaehelenae, D. punctatus.
ikan layang di Laut Jawa masuk dari Selat
Makassar dan Laut Flores sedangkan pada musim
Barat dari Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan.
Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 02 No. 06 Jun 2013 (129– 141) ISSN : 2303-3959
Jurnal Mina Laut Indoensia, 2013 @FPIK UNHALU 130
Di perairan sekeliling Sulawesi Tenggara ikan
layang menjadi salah satu komponen utama dalam
tangkapan nelayan pukat cincin dan jaring insang
yang menggunakan rumpon sebaga pengumpul
ikan. Widodo (2000), selai pukat
cincin dan jaring insang, payang dan bagan perahu
sangat efektif dalam usaha penagkapan ikan
layang. Durand (1998), alat tangkap purse seine
menyumbang hasil tangkapan ikan layang terbesar
yaitu sebesar 92% dibanding alat tangkap lainnya.
Gafa et al., (2003), di perairan Laut
Sulawesi ikan layang sudah dieksploitasi secara
intesif dan sudah teridikasi tangkap lebih. Menurut
statistik perikanan tangkap ikan layang di Perairan
Indonesia tahun 2006-2010, bahwa data hasil
tangkapan mengalami peningkatan sepanjang
tahun dengan rata-rata kenaikan 3.68% per tahun.
Jika dilihat dari alat tangkap yang digunakan, alat
tangkap yang digunakan dari tahun 2006-2010
mengalami penurunan dengan total rata-rata
penurunan adalah sebesar -11.32% (Kementerian
Kelautan dan Perikanan, 2011).
Di Perairan Teluk Lombe hidup komunitas
ikan layang dan sejak lama telah menjadi
tangkapan utama nelayan. Jumlah nelayan yang
yang beroperasi di Teluk Lombe sebanyak 64
orang menggunakan alat tangkap jaring insang (21
orang), bagan perahu (3 orang), dan pancing ulur
(40 orang) namun data produksi perikanan di
Teluk Lombe sampai tahun 2010 belum terdata
(BPS, 2010). Menurut nelayan setempat, ikan
layang tertangkap sepanjang tahun. Musim Puncak
penangkapan terjadi pada bulan Agustus-
Desember yang ditandai dengan tingginya
produksi ikan layang baik jumlah maupun
jenisnya dibandingkan bulan lainnya. Di Laut
Jawa puncak produksi ikan layang terjadi 2 kali
dalam setahun yaitu bulan Januari-Maret (akhir
musim barat) dan bulan Juli-September (musim
timur) Sreenivasa (1997), menemukan bahwa
di perairan Vizhinjam India, ikan D. ruselli
pada bulan Pebruary-Maret ikan ini ditemukan
ikan melimpah. Atmaja dkk., (2003), ikan layang
ukuran 12 cm didapatkan di Laut Jawa pada bulan
Juni. Bulan Juli-Oktober dijumpai ikan layang
berukuran 8 cm dan pada bulan April-Mei
ditemukan telur dan larva ikan layang.
Mengingat ikan layang merupakan
komoditas utama perikanan tangkap di Teluk
Lombe, yang mengalami eksploitasi sepanjang
tahun, maka langkah-langkah pengelolaan sudah
perlu dilakukan. Menurut Gulland (2000), upaya
pengelolaan penangkapan ikan di suatu perairan,
idealnya didukung oleh beberapa informasi
penting mengenai biologi, ekonomi dan pengkajian
stok. Pengelolaan sumber daya perikanan perlu
memperhatikan bagamana cara memanajemen
sumber daya tersebut. Penambahan jumlah armada
alat tangkap yang tidak sesuai dengan kondisi
sumberdaya ikan akan merugikan sumber daya
ikan itu sendiri (Fauzie, 2004). Berdasarkan hal
tersebut maka sebagai langkah awal sangatlah
penting dilakukan penelitian untuk mengetahui
bagaimana komposisi jenis dan ukuran ikan layang
di perairan Teluk Lombe, Kabupaten Buton,
Provinsi Sulawesi Tenggara.
Ikan layang ditemukan hidup di perairan
Teluk Lombe dan mengalami penangkapan
sepanjang tahun dengan beberapa jenis alat
tangkap yaitu jaring insang, bagan perahu dan
pancing ulur. Menurut informasi dari nelayan
setempat, terdapat empat jenis ikan layang yang
ditemukan di perairan ini. Pada bulan puncak
penangkapan produksi ikan layang lebih banyak
baik jumlah maupun jenisnya. Diduga bahwa
beberapa jenis ikan layang hanya berada di
perairan ini dalam periode yang singkat namun
beberapa jenis lainnya menghabiskan periode yang
panjang dalam hidupnya. Sehubungan dengan hal
itu, untuk memperoleh informasi dasar maka
diperlukan penelitian mengenai bagaimana
komposisi jenis dan ukuran Ikan layang di Teluk
Lombe.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
komposisi jenis dan ukuran panjang total (cm),
berat total (g) ikan layang di perairan Teluk
Lombe. Kegunaan dari penelitian ini adalah
memberikan infomasi awal mengenai stok ikan
layang di Teluk Lombe, sehingga dapat acuan bagi
pengelolaan perikanan di perairan tersebut atau
sebagai acuan bagi pengkajian populasi ikan
layang selanjutnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari-Maret 2012, di perairan Teluk Lombe
Kecamatan Gu, Kabupaten Buton, Provinsi
Sulawesi Tenggara. Pengambilan sampel ikan
dilakukan sebanyak 6 kali dengan selang waktu 5
hari. Sampel ikan ditangkap dengan alat tangkap
jaring insang dengan ukuran mata jaring 1.5-2
inchi dan alat tangkap pancing ulur dengan ukuran
mata pancing No.18-20. Pengoperasin alat tangkap
jaring insang dan pancing ulur dilakukan pada
siang hingga sore hari. Alat tangkap bagan perahu
yang dioperasikan pada dini hari hingga pagi hari
(Lampiran 5). Sampel ikan layang yang tertangkap
dari tiap jenis alat tangkap dikumpulkan secara
keseluruhan dan dipilah berdasarkan jenisnya dan
selanjutnya diidentifikasi berdasarkan buku
petunjuk Isa et al., (1998), Genisa (1998), dan
Hardenberg (1999). Kemudian masing-masing
Jurnal Mina Laut Indoensia, 2013 @FPIK UNHALU 131
individu ikan diukur panjang total dengan
menggunakan mistar (cm) dan berat totalnya
dengan menggunakan timbangan (g). Pengamatan
parameter kualitas lingkungan perairan berupa
pengukuran suhu, salinitas, pH dan kecepatan arus
diukur langsung di lokasi penelitian saat kegiatan
penangkapan ikan.
Analisis Data
1. Komposisi jenis
Menentukan komposisi jenis ikan,
dianalisis dengan menggunakan persamaan Odum
(1996), yaitu
P = ∑xi/Nx100%
Keterangan :
P = Persentase jenis ikan jenis ke-i
(i = 1,2,3,...n);
∑ xi = Jumlah individu ikan jenis ke-i
(i = 1,2,3,...n);
N = Jumlah individu semua jenis ikan
(jumlah total idividu setiap
pengambilan sampel).
2. Komposisi Ukuran
Untuk menentukan komposisi ukuran setiap
jenis ikan, terlebih dahulu ditentukan kelas ukuran
panjang dan berat. Penentuan jumlah kelas
dihitung dengan menggunakan persamaan Sturgess
(1982), yaitu:
K = 1 + 3,3 Log N
Keterangan :
K = Jumlah kelas;
N = Jumlah sampel.
Selanjutnya ditentukan selang kelasnya dengan
menggunakan persamaan :
P = R/K
Keterangan :
P = Selang kelas;
R = kisaran (panjang ikan tertinggi - panjang ikan
terendah);
K = Jumlah kelas.
Kemudian ditentukan persentase setiap kelas
ukuran panjang dan berat dengan persamaan :
P = Ki/Kx100%
Keterangan :
P = Presentase kelas ukuran ikan ke-i
(i = 1,2,3,..... n);
∑ Ki = Jumlah individu ikan pada kelas ukuran
ke-i (i = 1,2,3,..... n);
K = Jumlah total individu ikan seluruh kelas
ukuran.
Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di perairan
Teluk Lombe tepatnya berada di pantai timur
Pulau Muna dan menghadap langsung ke Selat
Buton. Wilayah pesisir Teluk Lombe meliputi dua
kelurahan yang bermukim di pesisir pantai yaitu
Kelurahan Watulea dan Kelurahan Bombonawulu
yang termasuk dalam wilayah administrasi
Kecamatan Gu Kabupaten Buton.
Secara umum perairan Teluk Lombe
berbentuk memanjang dengan topografi pantai
yang landai pada ujung teluk sebelah dalam,
sedangkan pada kedua sisinya yang mengarah ke
mulut teluk memiliki garis pantai berupa tebing-
tebing batu dengan topografi yang curam.
Kedalaman perairan berkisar 3 meter sampai lebih
dari 70 m. Substrat dasar perairan terdiri dari
beberapa tipe yaitu pasir, pasir berlumpur dan pasir
bercampur dengan pecahan karang. Perairannya
relatif jernih dan tidak ada sungai permanen yang
bermuara di Teluk Lombe. Tinggi daratan di garis
pantai sekeliling teluk berkisar 0-100 m dari
permukaan laut saat air laut pasang.
Ekosistem perairan Teluk Lombe jika
dilihat dari pesisir pantai terlihat adanya dominansi
jenis-jenis lamun yang tumbuh lebat dan tumbuhan
air lainnya seperti makroalga. Di Teluk Lombe
tidak dijumpai ekosistem mangrove. Tumbuhan air
yang ada di teluk ini merupakan tempat habitat
bagi organisme air umumnya yang dihuni oleh
berbagai macam jenis ikan, hewan molusca dan
hewan gastropoda Aktivitas masyarakat di perairan
Teluk Lombe meliputi kegiatan perikanan berupa
kegiatan penangkapan ikan, pengumpulan
kekerangan, budidaya rumput laut dan pengeringan
ikan. Hasil penangkapan ikan dipasarkan ke pasar
lokal di Lombe dan dijual kepada pedagang
keliling yang selanjutnya memasarkannya ke
daerah sekitarnya hingga ke Kabupaten Muna
Kegiatan lainnya adalah transportasi laut ke
daerah-daerah di sekitarnya yang memanfaatkan
dermaga yang ada di Teluk Lombe sebagai
pelabuhan kapal-kapal kecil.
2. Penangkapan Ikan Layang di Teluk Lombe
a. Alat Tangkap
Jurnal Mina Laut Indoensia, 2013 @FPIK UNHALU 132
Penangkapan ikan layang di Teluk Lombe
menggunakan alat tangkap jaring insang
permukaan (gill net) panjang jaring 100-200 m dan
tinggi jaring 2 m Ukuran mata jaring 1-2 inchi.,
bagan perahu (floating boat) Ukuran mata jaring
0.5 cm, ukuran jaring 20x20 m2., dan pancing ulur
(hand line) mata pancing Nomor 5-12. Jumlah
mata pancing setiap unit alat adalah 5-6 mata.
Ketiga jenis alat tangkap ini telah lama digunakan
nelayan setempat dan merupakan alat tangkap
yang dominan di Teluk Lombe.
b. Musim Penangkapan
Musim puncak penangkapan ikan layang
di Teluk Lombe terjadi pada bulan Agustus-
November (musim angin timur), musim sedang
pada bulan Desember-Maret dan musim kurang
pada bulan April-Juni. Biasanya ikan layang yang
didapatkan pada musim puncak berukuran lebih
besar seperti D.ruselli dapat mencapai panjang
28 cm, D. macrosoma dapat mencapai panjang 23
cm dan D.lajang dapat mencapai panjang 27 cm.
Berdasarkan laporan Puslitbang Oseanologi LIPI
(1998), umumnya D. macrosoma dapat mencapai
panjang 40 cm, umumnya 25 cm, D. ruselli
mencapai panjang 40 cm, umumnya 20-25 cm.
Selanjutnya Nontji (2002), mengatakan bahwa
pada musim angin timur yaitu bulan Juni-
September pola migrasi ikan layang masuk ke
Laut Jawa dari Selat Makassar dan Laut Flores
mengkuti pola arus dan pola sebaran salinitas.
Diduga bahwa pola arus musim timur membawa
ikan layang memasuki Teluk Lombe melalui Selat
Buton dari arah timur. Diluar bulan-bulan musim
puncak penangkapan ikan layang yang tertangkap
berukuran lebih kecil dari musim puncak.
c. Jumlah Hasil Tangkapan
Pelaksanaan penelitian berlangsung
selama 6 minggu. Setiap minggu dilakukan 1 kali
trip penangkapan dengan menggunakan alat
tangkap jaring insang, bagan perahu dan pancing
ulur masing-masing satu unit. Jumlah hasil
tangkapan berdasarkan alat tangkap pada setiap
kali pengambilan sampel dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Jumlah Individu ikan Layang Hasil Tangkapan Jaring Insang, Bagan Perahu dan Pancing
Ulur di Perairan Teluk Lombe.
Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa
pada setiap pengambilan sampel jumlah individu
ikan layang yang tertangkap dengan bagan perahu
lebih tinggi dari pada dua jenis alat tangkap
lainnya, kecuali pada pengambilan sampel V.
Jumlah individu ikan layang yang tertangkap
dengan pancing ulur jauh lebih kecil dari pada
kedua alat tangkap lainnya. Secara keseluruhan,
jumlah ikan layang yang tertangkap pada ketiga
jenis alat tangkap menunjukkan kecenderungan
penurunan dari pengambilan sampel I hingga VI.
Data wawancara dengan nelayan mengenai
hasil tangkapan/trip di perairan Teluk Lombe dari
masing-masing alat tangkap pada musim
penangkapan yang berbeda, dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Rata-Rata Hasil Tangkapan (alat tangkap/trip) Berdasarkan Musim Penangkapan dari Masing-
Masing Jenis Alat Tangkap di Teluk Lombe.
No Alat Tangkap Jumlah Hasil Tangkapan (ekor)
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV V V I
P anc ing ulur
J aring ins ang
B agan perahu
T otal
Ju
mla
h i
nd
ivid
u
Pengambilan sampel
Jurnal Mina Laut Indoensia, 2013 @FPIK UNHALU 133
Musim Puncak Musim Sedang Musim Kurang
1. Jaring Insang 500-1500 100-200 30-100
2. Bagan Perahu 2000-5000 300-500 50-200
3. Pancing Ulur 60-120 20 0-5
Berdasarkan Tabel 1. bila dibandingkan
antara jumlah individu hasil tangkapan
berdasarkan musim dengan hasil tangkapan selam
periode penelitian Gambar 2, hasil tangkapan
ketiga alat tangkap selama periode penelitian
sangat sedikit atau berada pada kategori musim
kurang.
3. Komposisi Jenis Ikan Layang
Komposisi jenis ikan yang tertangkap
sebanyak 6 kali dengan selang waktu 5 hari terdiri
dari 3 spesies ikan layang yatu D. macrosoma,
D. ruselli, dan D.lajang. Hasil tangkapan
berdasarkan alat tangkap dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Komposisi Jenis Ikan Hasil Tangkapan dengan Alat Tangkap (A) Jaring Insang; (B) Bagan
Perahu; (C) Pancing Ulur.
Gambar 4. Komposisi Jenis Seluruh Hasil Tangkapan Ikan Layang di Perairan Teluk Lombe
4. Komposisi Ukuran Ikan Layang
40
50
100
150
I II III IV V VIJu
mla
h i
nd
ivid
u
pengambilan sampel
macrosoma ruselli
02468
10121416
I II III IV V VI
Ju
mla
h i
nd
ivid
u(e
ko
r)
pengambilan sampel
D. Lajang
72.39
21.88
5.72
70.55
26.99
2.43
94.61
5.38
64.87
35.12
10082.15
15.85
1.21
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Ko
mp
osi
si j
en
is (
%)
I II III IV V VI
Pengambilan sampel
D. lajang
D. ruselli
D. macrosoma
Keterangan :
B
A
Jurnal Mina Laut Indoensia, 2013 @FPIK UNHALU 134
Hasil analisis komposisi panjang (cm) dan
berat (g) dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Decapterus macrosoma
Hasil analisis ukuran panjang dan berat
dari 985 ekor ikan diperoleh 10 kelas ukuran
selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5 .
Gambar 5. Komposisi Ukuran D. macrosoma (A) Ukuran Panjang (cm); (B) Ukuran Berat (g) yang
Tertangkap di Perairan Teluk Lombe.
b. Decapterus. ruselli
Hasil analisis ukuran panjang dan berat
untuk jenis D.ruselli diperoleh 9 kelas dari total
hasil tangkapan sebanyak 273 ekor. Selengkapnya
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Komposisi Ukuran Ikan Layang D. ruselli (A) Ukuran Panjang (cm); (B) Ukuran Berat (g)
yang Tertangkap di Perairan Teluk Lombe.
0.2
6.21
25.3522.7
1.52
11.59.4712.93
2.03
8.04
0
5
10
15
20
25
30
ko
mp
osi
si (
%)
panjang (cm)
9.8713.54
6.41
23.8220.67
4.07
21.38
0.205
1015202530
ko
mp
osi
si (
%)
berat (g)
13.91
23.8
31.13
19.14
11.72
0.360
5
10
15
20
25
30
35
ko
mp
osi
si
(%)
panjang (cm)
56.6539
1.1406
41.8251
0.3802
0
10
20
30
40
50
60
Ko
mp
osi
si (
%)
Berat
A
B
A
B
Jurnal Mina Laut Indoensia, 2013 @FPIK UNHALU 135
c. Decapterus lajang
Hasil analisis ukuran panjang dan berat
diperoleh 5 kelas ukuran dari total hasil tangkapan
sebanyak 27 ekor, selengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Komposisi Ukuran Ikan Jenis D. lajang (A) Ukuran Panjang (cm); (B) Ukuran Berat
(g) Yang Tertangkap di Perairan Teluk Lombe.
5. Kondisi Parameter Lingkungan
Parameter lingkungan yang diukur dalam
penelitian ini meliputi suhu, salinitas, pH, dan
kecepatan arus.
a. Suhu
Sebaran kisaran suhu perairan Teluk
Lombe terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Sebaran Rata-Rata Suhu PerairanTeluk Lombe.
11.11
3.7
11.11
37.03 37.03
05
10152025303540
ko
mp
osi
si (
%)
Panjang (cm)
11.11
3.7
85.18
0102030405060708090
ko
mp
osi
si(%
)
Berat (g)
B
A
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU 136
b. Salinitas Kisaran salinitas perairan Teluk Lombe dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Sebaran Rata-Rata Salinitas Perairan Teluk Lombe Selama Penelitian.
c. pH
Sebaran pH di perairan Teluk Lombe diperoleh
pH stabil yaitu pada pH 7.
d. Kecepatan Arus
Sebaran nilai kisaran kecepatan arus perairan
Teluk Lobe dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Sebaran Kisaran Kecepatan Arus Perairan Teluk Lombe.
Pembahasan
1. Kegiatan Penangkapan Ikan layang di
teluk Lombe
Kegiatan penangkapan ikan pelagis di
Teluk Lombe yaitu alat tangkap bagan perahu
(dua perahu), jaring insang dan pancing ulur
yang merupakan metode penangkapan
tradisional yang telah lama dikenal masyarakat.
Tiga jenis alat tangkap ikan pelagis yang
dioperasikan nelayan di Teluk Lombe yaitu
bagan perahu, jaring insang dan pancing ulur
memiliki waktu dan lokasi pengoperasian yang
berbeda-beda. Bagan perahu dioperasikan pada
malam hari di lapisan permukaan dengan alat
bantu lampu untuk mengumpulkan ikan. Jaring
insang dioperasikan pada siang hingga sore hari
di lapisan permukaan. Pancing ulur dioperasikan
pada siang hingga sore hari di lapisan
pertengahan atau kedalaman 30-50 m.
2. Jumlah Hasil Tangkapan
Data jumlah individu hasil tangkapan
per trip dari masing-masing alat tangkap
(Gambar 2), menunjukkan bahwa hasil
tangkapan bagan perahu memberikan porsi yang
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU 137
signifikan pada total produksi ikan layang di
perairan Teluk Lombe. Hal ini tentunya
disebabkan oleh kapasitas tangkap bagan perahu
yang jauh lebih besar dari pada alat tangkap
lainnya. Penggunaan lampu sebagai alat bantu
pengumpul ikan pada bagan perahu pada malam
hari sangat efektif dalam penangkapan ikan
layang. Alat tangkap kedua yang cukup efektif
menangkap ikan layang adalah jaring insang.
Ini terlihat dari jumlah individu yang tertangkap
setiap pengambilan sampel, jaring insang selalu
menempati urutan kedua. Pancing ulur
merupakan alat tangkap dengan jumlah individu
hasil tangkapan per trip terendah. Meskipun
setiap unit pancing ulur memiliki 5-6 mata
pancing tetapi prinsip penangkapan dengan
pancing yang hanya menangkap seekor demi
seekor setiap mata pancing menyebabkan hasil
tangkapannya per trip relatif kecil.
Secara keseluruhan hasil tangkapan per
trip pengambilan sampel menunjukkan
kecenderungan penurunan dari minggu pertama
hingga minggu keenam (Gambar 2).
Kecenderungan ini menggambarkan penurunan
kelimpahan ikan layang di Teluk Lombe selama
periode penelitian (bulan Pebruari-Maret).
Komposisi Jenis Ikan Layang
Hasil tangkapan ikan layang
keseluruhan sebanyak 1.282 ekor yang terdiri
dari 3 (tiga) jenis ikan layang (Gambar 4) yaitu
D. macrosoma 982 ekor (76.42%), D. ruselli
273 ekor (21.24%) dan D. lajang 27 ekor
(2.10%).
Jenis D. macrosoma selalu mendominasi
hasil tangkapan setiap minggu pengamatan.
Bahwa D. macrosoma sangat dominan
didapatkan sepanjang tahun baik musim puncak,
musim sedang atau musim kurang di perairan
Teluk Lombe, bahkan nelayan setempat
menduga spesies D.macrosoma ini
tinggal/menetap di Teluk Lombe. Menurut
Nontji (2002), ikan jenis D. macrosoma pola
penyebarannya di Indonesia sangat luas yaitu
dari Pulau Bawean sampai di perairan
Indonesian bagian Timur.
Adapun spesies D. ruselli dan jenis D.
lajang selain komposisi jenisnya lebih sedikit,
kedua spesies ini tidak selalu ditemukan pada
hasil tangkapan nelayan atau dengan kata lain
kemunculannya bersifat periodik. Dari enam kali
pengambilan sampel D. ruselli hanya
ditemukan pada lima kali pengambilan sampel
dan D. lajang hanya ditemukan pada dua kali
pengambilan sampel. Hal ini sesuai dengan
temuan Widodo (2000), bahwa selain musim
puncak jumlah ikan layang yang tertangkap
sedikit baik jumlah maupun jenisnya atau tidak
tertangkap sama sekali. Najamuddin dkk.,
(2004), ikan D. ruselli biasanya bergerombol
dengan ikan layang jenis lain dalam jumlah yang
besar di permukaan perairan dan sesekali ikan
D. Ruselli masuk ke perairan yang lebih dalam
bersama ikan D. Lajang mengikuti pergerakan
plankton-plankton. Widjojo (2002), menemukan
bahwa plankton-plankton merupakan makanan
utama ikan D.ruselli.
Bila ditinjau komposisi jenis
berdasarkan alat tangkap (Gambar 3)
menunjukkan bahwa perbedaan alat tangkap dan
metode pengoperasiannya mempengaruhi
komposisi jenis ikan layang yang tertangkap.
Pengoperasian bagan perahu pada malam hari di
lapisan permukaan dengan alat bantu lampu
hanya efektif menangkap spesies D. macrosoma
(Gambar 2). Jaring insang yang dioperasikan
pada siang hingga sore hari di lapisan
permukaan (jaring insang permukaan)
menyebabkan jaring insang menangkap lebih
banyak spesies ikan layang. Menurut DKP
(2004), jaring insang permukaan sangat efektif
dioperasikan pada siang dibandingkan
dioperasikan pada malam hari karena pada
malam hari ikan-ikan pelagis cenderung turun
diperairan yang lebih dalam. Dalam enam kali
pengambilan sampel dengan jaring insang selalu
tertangkap dua spesies yaitu D. macrosoma dan
D. ruselli kecuali pada pengambilan sampel ke-
V hanya tertangkap spesies D. ruselli (Gambar
3A). Diduga bahwa pada siang hari D.
macrosoma dan D. ruselli menyebar di lapisan
permukaan perairan secara lebih merata,
sedangkan pada malam hari D. ruselli cenderung
turun ke lapisan yang lebih dalam. Hal ini sesuai
Aprilianti, (2000) mengatakan bahwa ada
kecenderungan D. ruselli pada malam hari
cenderung turun ke lapisan perairan yang lebih
dalam dan pada siang hari naik ke lapisan
permukaan.
Pancing ulur dioperasikan pada siang
hingga sore hari pada kedalaman lebih dari 30 m
sehingga menjangkau ikan-ikan yang memiliki
lapisan renang yang lebih dalam. Hal inilah yang
diduga menyebabkan pancing ulur hanya
menangkap jenis ikan D. lajang. Diduga bahwa
ikan D. lajang memiliki kedalaman lapisan
renang (swimming layer) yang lebih besar
dibanding spesies layang yang lain. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Widodo (2000),
menyatakan bahwa ikan D. lajang cenderung
mendiami perairan dalam.
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU 138
a. Decapterus macrosoma
Jumlah hasil tangkapan sebanyak 985
ekor (Gambar 5A), terlihat bahwa komposisi
hasil tangkapan tertinggi berada pada ukuran
panjang 14.5-15.25 cm dengan persentase
sebesar 25.35%, sedangkan hasil tangkapan
terendah pada kelas ukuran panjang 13.00-
13.75 cm dengan persentase 0.20%. Untuk
menggambarkan tingkat kedewasaan ikan
layang pada ukuran tersebut, dapat digunakan
pembanding dari hasil penelitian Najamuddin
dkk., (2004), D. macrosoma betina pertama kali
matang gonad pada ukuran panjang 19.8-20.3
cm, sedangkan ikan layang jantan pertama kali
matang gonad pada ukuran 19.6-20.1 cm.
Prihatini (2006), di Pelabuhan Nusantara
Pekalongan bahwa ikan D. macrosoma
ditemukan Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
III pada ukuran panjang 14.5-15.5 cm.
Selanjutnya Nugroho (1995), menyatakan ikan
D. macrosoma mencapai matang gonad pada
panjang cagak lebih dari 18 cm.
Balasubramanian dkk., (2000), D.
macrosoma jenis mencapai matang gonad pada
umur 1.05 tahun dengan panjang badan laki-
laki 15.8 cm dan perempuan dengan panjang
badan 15.7 cm. Prahibha dkk.,(2005), ikan D.
macrosoma pertama kali matang gonad dengan
panjang badan 15 cm. Selanjutnya (Pairoh
dkk.,1997), D. macrosoma sudah memijah
pada ukuran panjang tubuh 17.2 cm. Dari
beberapa acuan tersebut dapat dikatakan bahwa
sebagian besar ikan yang tertangkap telah
memiliki ukuran pertama kali matang gonad.
Atmaja dkk., (2003), mengatakan bahwa ikan
layang D. macrosoma memijah di bulan Mei-
November dan puncak pemijahan terjadi bulan
September-Desember. Sehingga hasil tangkapan
ikan layang di Teluk Lombe masih berukuran
kecil dan belum pada periode pemijahan namun
sudah dewasa. Laporan Puslitbang Oseanologi
LIPI (1999), yang mencapai panjang 40 cm dan
umumnya 25 cm. Jumlah hasil tangkapan
sebanyak 985 ekor (Gambar 5B), terlihat bahwa
hasil tangkapan tertinggi didominasi oleh ukuran
berat 73.31-91.40g dengan persentase sebesar
23.828% sedangkan hasil tangkapan terendah
didominasi oleh ukuran berat 181.92-200.01g
dengan persentase 0.2036 %. Menurut Prihartini
(2006), D. macrosoma sudah mencapai matang
gonad pada berat 30.5g, sehingga hasil
penelitian yang tertangkap selama penelitian
telah memiliki berat diatas ukuran tersebut.
2. Decapterus ruselli
Jumlah hasil tangkapan ikan D. ruselli
sebanyak 273 ekor (Gambar 6A), hasil
tangkapan tertinggi didomionasi oleh ukuran
panjang 15.23-16.33 cm dengan
persentase sebesar 13.13%. Sedangkan hasil
tangkapan terendah didominasi oleh ukuran
panjang 21.89-22.89 cm dengan persentase 0.36
%. Sebagian besar ikan yang tertangkap berada
pada 5 kelas ukuran terkecil. Sebagai bahan
pembanding dapat dilihat penelitian Faizu
(2001), dari hasil penelitiannya di perairan
Siompu kabupaten Buton bahwa ikan layang
jenis D. ruselli sudah mengalami pertama kali
matang gonad pada ukuran panjang 28.1-29.2
cm (Hariati et al., 2005), pertama kali matang
gonad pada ukuran panjang 16 cm. Selanjutnya
Aprilianti (2000), ikan D. ruselli jantan pertama
kalimatang gonad pada ukuran panjang 15.8
cm dan D. ruselli betina matang gonad pada
ukuran panjang 15.3 cm. Prihatini (2006), yang
menunjukkan bahwa ikan D.ruselli pada ukuran
panjang 14.5-15.5 cm sudah mencapai TKG III.
Selanjutnya Manik (2009), D. ruselli sudah
matang gonad pada ukuran panjang 18,7 cm.
Balasubramanian dkk., (2000), Ikan D. russelli
laki-laki matang gonad pertama pada umur
0.91 tahun dan tercapai panjang tubuh 15 cm
dan ikan D. ruselli perempuan matang gonad
pertama di umur 0.91 tahun dengan panjang
tubuh 14 cm. Prathibha dkk., (2005), D.
ruselli pertama kali matang gonad ukuran badan
yaitu 14 cm. Selanjutnya Manojkumar (2007),
Ikan D. ruselli perempuan mencapai matang
gonad pertama kali dengan panjang badan
14.5 cm dan jantan 15.5 cm. (Pairoh dkk.,
1997), D. ruselli sudah dapat memijah dengan
ukuran panjang tubuh 17 cm. Laporan
Puslitbang Oseanologi LIPI (1999), D. ruselli
dapat mencapai 30 cm dan umunya 20-25 cm.
Bila mengacu pada hasil penelitian tersebut
dapat dikatakan bahwa sebagian besar (<85%)
D. ruselli yang tertangkap telah memiliki
ukuran panjang pertama kali matang gonad,
namun ikan-ikan yang tertangkap masih jauh
dari panjang maksimumnya.
Pada Gambar 6B, terlihat bahwa hasil
tangkapan didomionasi oleh ukuran berat
40.00-57.78g dengan persentase sebesar
56.65%, sedangkan hasil tangkapan terendah
didominasi oleh ukuran berat 182.24-200.01g
dengan persentase 0.38%. Menurut prihartini
(2006), D. ruselli sudah mencapai matang gonad
pada berat 38g, sehingga sampel D. ruselli sudah
mencapai lebih dari ukuran tersebut.
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU 139
3. Decapterus lajang
Jumlah hasil tangkapan D. lajang
sebanyak 27 ekor dimana hasil tangkapan
didominasi oleh ukuran panjang 25.41-26.20 cm
dan ukuran 26.21-27.01 cm dengan
persentase yang sama yaitu 37.03 %,
sedangkan hasil tangkapan terendah berada pada
ukuran panjang 23.81-24.60 cm dengan
persentase 3.70 (Gambar 7A). Sebagai bahan
pembanding dapat dilihat hasil penelitian Irham
(2009) di perairan Maluku Utara menuliskan
bahwa D. lajang sudah dewasa dengan ukuran
panjang 21.5 -31.5 cm sudah mencapai TKG
III. Dari pustaka pembanding tersebut, ikan D.
lajang di perairan Teluk Lombe dapat dikatakan
sudah sudah melebihi pertama kali matang
gonad. Selanjutnya (Gambar 7B), menunjukan
bahwa hasil tangkapan didominasi oleh ukuran
berat 280.57-300.70g dengan persentase
85.18% sedangkan hasil tangkapan terendah
didominasi oleh ukuran berat 240.29-260.42g
dengan persentase 3.70%.
6. Kondisi Parameter lingkungan
a. Suhu
Hasil pengukuran suhu perairan Teluk
Lombe berkisar antara 27.30-28.13oC (Gambar
8). Rendahnya suhu perairan Teluk Lombe
disebabkan oleh intesitas sinar matahari tidak
berlangsung lama dan sering terjadi hujan dan
angin permukaan laut sehingga nilai suhu yang
diperoleh rendah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Nontji (2002), bahwa suhu air
permukaan banyak mendapat pengaruh dari
radiasi matahari terutama pada siang hari.
Selanjutnya Dahuri dkk., (1996), mengatakan
suhu perairan dipengaruhi oleh radiasi dan posisi
matahari, letak geografis, musim, kondisi awan,
proses interaksi air dengan udara seperti
penaikan panas, penguapan dan hembusan
angin. Dahuri dkk., (1996), mengatakan bahwa
suhu air perairan nusantara kita umumnya
berkisar antara 27.00oC-38.00
oC. Nybakken
(1999), mengatakan bahwa di samudera suhu
bervariasi secara horizontal sesuai dengan garis
lintang ada juga vertikal sesuai dengan
kedalaman. Suhu rata-rata 27.30oC-28.13
oC
yang ada di perairan Teluk Lombe menunjukan
bahwa ikan layang memungkinkan untuk hidup.
Kusmawati (2001), mengatakan bahwa ikan
layang berkosentrasi pada suhu 28oC.
b. Salinitas
Hasil pengamatan salinitas di perairan
Teluk Lombe berkisar antara 30.00-33.67 ppt
(Gambar 9). Nilai salinitas lebih rendah
disebabkan karena selama periode tersebut
merupakan periode musim hujan sehingga sering
kali terjadi hujan deras. Nontji (2002),
mengatakan bahwa perairan samudera salinitas
biasanya berkisar 34-35 ppt, di perairan pantai
salinitas berubah jika terjadi pengenceran
misalnya pengaruh curah hujan. Sebaran
salinitas 30-33.67 ppt yang ada di perairan
Teluk Lombe menunjukan bahwa ikan layang
dimungkinkan untuk hidup. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Sunarjo (2000), kisaran
salinitas bagi ikan layang adalah 32-34 ppt.,
Setyo (2010), ikan layang hidup pada perairan
dengan salintas 33-35 ppt., Soemarto (1998),
ikan layang banyak tertangkap pada perairan
yang bersalinitas 33.5-34.4 ppt.
c. Ph
Hasil pengamatan pH selama penelitian
di perairan Teluk Lombe stabil yaitu pH 7
(Gambar 10). Ini berarti bahwa kisaran pH
diperairan Teluk Lombe sangat memungkinkan
ikan untuk hidup dan tinggal. Penyebab pH di
perairan Teluk Lombe stabil karena di sekitar
pantai pembuangan limbah rumah tangga
hampir tidak ada. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Wijaya (2000), mengatakan nilai pH
biasanya dipengaruhi oleh laju fotosintesa,
buangan limbah industri serta limbah rumah
tangga.
d. Kecepatan Arus
Hasil pengamatan kecepatan arus di
perairan Teluk Lombe yaitu berkisar antara
0.037-0.041 m/detik (Gambar 11). Perbedaan
kecepatan arus saat pengukuran disebabkan
karena pada saat pengukuran posisi pengukuran
berbeda yaitu posisi berhadapan langsung
dengan laut lepas saat terjadi surut dan posisi
berhadapan langsung dengan arah arus sehingga
nilai pengamatan yang diperoleh berbeda.
Menurut Effendie (2002), bahwa yang
dirincikan oleh arus yang searah dan relatif
kencang adalah dengan kecepatan arus berkisar
0.1-1.0 m/dtk. Sebaran kisaran kecepatan arus di
perairan Teluk Lombe yaitu 0.037-0.041 m/dtk
(Gambar 11), merupakan tipe kecepatan arus
pada perairan teluk. Meskipun kecepatan arus
mencapai kisaran tersebut, ikan layang
dimungkinkan untuk hidup. Kusmawati (2001),
ikan layang dapat hidup pada arus dengan
kecepatan 0.025-0.037 m/dtk.
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU 140
Simpulan
Pengamatan di perairan Teluk Lombe diperoleh
3 spesies ikan layang yaitu D. macrosoma (982
ekor atau 76.60%), D. ruselli (273 ekor atau
21.30%) dan D. lajang (27 ekor atau 2.21%).
Kisaran ukuran ikan layang yang tertangkap di
perairan Teluk Lombe adalah : D. macrosoma
memiliki panjang 13.00-20.50 cm dan dominan
pada kelas ukuran 14.51-15.25 cm sedangkan
berat 19.00 -200.01 g dan dominan pada kelas
ukuran 73.31-91.40g., D. ruselli memiliki
panjang 13.00-22.99 cm dan dominan pada kelas
ukuran15,23-16.33 cm sedangkan berat 40.00-
200.01g dan domain pada kelas ukuran 40.00-
57.78g; D. lajang memiliki panjang 23.00-
27.01 cm dan dominan pada kelas ukuran25.41-
26.20 sedangkan berat 200.00-30.70 dan
dominan pada kelas ukuran 280.57-300.70g.
Pengukuran pertumbuhan panjang, berat tubuh
ikan, dan komposisi jenis ikan layang bertujuan
untuk menjelaskan perubahan stok ikan layang
akibat pengaruh dinamika alat tangkap dan
untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ikan
serta komposisi jenis ikan di perairan Teluk
Lombe. Hasil pengukuran parameter lingkungan
di perairan Teluk Lombe yaitu suhu berkisar
antara 27.30-28.13oC, Salinitas berkisar 30-
33.67 ppt, pH 7, kecepatan arus berkisar 0.037-
0.041 m/dtk.
Persantunan
Kegiatan penelitian dalam periode yang
lebih panjang tentang dinamika ukuran ikan
layang di Teluk Lombe sehingga dapat
memperoleh informasi yang lebih jelas perihal
keberadaan ikan layang di Teluk Lombe untuk
keperluan pengelolaannya.
Daftar Pustaka
Amin, E.M., N. Duto, dan Wasilun. 1998.
Kemungkinan Penggunaan Teknik Remote
Sensing Dalam Menentukan Daerah
Penangkapan Ikan Pelagik Melalui Pola
Penyebaran Temperatur Air Laut. (49):21-
32.
Aprilianti, H. 2000. Aspek Biologi Ikan Layang
(Decapterus ruselli) Ruppel di Perairan
Teluk Sibolga, Sumatera Utara. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 46 hal.
Atmaja, S.B dan J. Haluan. 2003. Perubahan Hasil
Tangkapan Lestari Ikan Pelagis kecil di Laut
Jawa dan Sekitarnya. 2(2):3-27.
Balasubramanian, N.K., and P. Natarajan. 2000.
Studies on the Biology of the Scads
(Decapterus ruselli and Decapterus
macrosoma) at Vizhinjam Southwest Coast
of India. 47(4):291-300.
BPS, 2010. Kecamatan Gu Dalam Angka 2010.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Buton. 20
hal.
Chan, W., Talbot, and P. Sukhavisidhi. 1997.
FAO Species Identification Sheet for
Fishery Purpose Rome I.
Dahuri, R., Rais, S.P., Ginting dan M.J. Sitepu.
1996. Penelolaan Sumber Daya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT.
Pradaya Paramita. Jakarta.
Departemen Perikanan dan Kalautan. 2004. Jaring.
Insanghttp://pipp.dkp.go.id/pipp2/alat
tangkap.html?idkat_api=8&idapi=27.
Durand. 1994. A Project for Java Sea Pelagie
Fishery. Infofish International. (2):53-57.
Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan
Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Fauzie, A. 2004. Model Bionomik Hasil
Tangkapan Ikan Layang di Laut Jawa
Dengan Pendekatan Hasil Tangkapan Purse
Seine di PPN Pekalongan. Fakultas dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Faizu, H. 2001. Studi Beberapa Aspek Biologi
Ikan Layang Decapterus ruselli) Hasil
Tangkapan Nelayan Bone-Bone dengan
Menggunakan Purse Seine di Sekitar
Perairan Siompu Babupaten Buton. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.Universitas Haluoleo. Kendari.
Gafa, B., S. Bahar, dan Karyana. 2003. Potensi
Sumber Daya Perikanan Perairan Laut
Flores dan Selat Makasar. Perikanan Laut.
72:43-53.
Genisa, S.A. 1998. Beberapa Catatan Tentang
Biologi Ikan layang Marga Decapterus.
Oseana 23(2):27-36.
Gulland, J.A. 2000. Fish Stock Assesment. a
Manual of Basic Methods. John Wiley and
Sons.Inc, New York.
Hariati, T. 2005. Beberapa Aspek Reproduksi Ikan
Layang (Decapterus ruselli) dan Ikan
Banyar (Ratrellinger kanagurta) di Perairan
Selat Malaka Indonesia. 11(2):47-56.
Hardenberg, J.D.F. 1999. Perminary Report on a
Migration of Fish in Java Sea. Treubia.
16(2):295-300.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011.
Statistik Perikanan Tangkap Indonesia,
2010. Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap. Jakarta. 11(1):1858-0505.
Kusmawati, S.S. 2001. Komposisi Jenis Ikan
Dengan Alat Tangkap Bagan Perahu
Hubungannya Dengan Posisi Bulan di
Perairan Selat Buton, Kabupaten Buton,
Sulawesi Tenggara. Skripsi. Fakultas
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU 141
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Haluoleo. Kendari. 45 hal.
Irham, 2009. Pola Pengembangan Berkelanjutan
Sumber Daya Ikan Layang (Decapterus spp.) di Perairan Maluku Utara. Istitut
Pertanian Bogor. 248 hal.
Isa, M.M.H. Kohno, Hitoshi Ida, H.T. Nakamura,
A. Zainal and S.A.S.A. Kadir. 1998. Field
Guide to Inportant Comercial Marine Fishes
of tht South Cina Sea marine Fishery
development and Managemen Departement,
South Easth Asian Fisheris Development
Centre kuala Trengganu Malaysia.
Manojkumar, P.P. 2007. Stock Assessment of
Indian Scad (Decapterus ruselli) Ruppel of
Malabar. 49(1):76-80.
Najamuddin, M. Palo, A. Malawa, Budimawan.,
M.Y.N. Indah. 2004. Pendugaan Ukuran
Pertama Kali Matang Gonad Ikan Layang
Deles (Decapterus macrosoma) Bleeker.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Hasanuddin Program Pasca
sarjana. 4(1):1-8.
Nybakken, J.W. 1999. Biologi Laut. Suatu
Pendekatan Ekologis. (Terjemahan :
Eidman, H.M., Koesbiono, D.G. Bengen.,
M. hutomo dan Sukardjo). Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta. 459 hal.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan.
Jakarta. 368 hal.
Nugroho, D. 1997. Aspek Reproduksi Ikan Layang
Deles (Decapterus macrosoma) dan Siro
(Amblygaster sirm) Sebagai Pertimbangan
dalam Pengelolaan di Laut Jawa. Perikanan
Indonesia. 1(3):1-10.
Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi
(terjemahan) Gadja mada University Press.
Yogyakarta. 967 hal.
Pairoh, S., and S. Ravi. 1997. Biological Aspecth
of Chub Markerels and Round Scad on the
West Coast of Thailand. Bay of Bengal
Programme. BOBB/Rep. 39(39):40-48.
Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. 2005.
Statistik Pelabuhan Perikanan Nusantara
Pekalongan, 2004 Pelabuhan Nusantara
Pekalongan.
Prathibha, R., and S.L., Shanbhogue. 2005. Age
and Growth of (Decapterus ruselli and
Decapterus macrosoma) Along Karnataka
Coast. India. 47(2):180-184.
Prihartini, A. 2006. Analisis Tampilan Biologi
Ikan Layang (Decapterus spp.) Hasil
Tangkapan Purse Seine yang didaratkan Di
PPN Pekalongan. Pogram Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro. Semarang. 89 hal
Puslitbang Oseanologi LIPI. 1998. Komisi
Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya
Ikan Laut di Perairan Indonesia. Ditjen
Perikanan Puslitbang LAPAN, BPPT.
Jakarta. .
Soemarto. 1998. Behaviar Ikan terutama Yang
Berhubungan Dengan Ikan Pelagis Yang
Menemukan Scooling. Layang (Decapterus spp.) Bogor: Latitut Pertanian Bogor.
Fakultas Pertanian.
Sreenivasa, P.V. 1997. Manurity and Spawning in
(Decapterus sp.) Day Wakiya Marbiol. Ass.
India. 23(2):19-28.
Sturgess, L.D. 1982. Engineering Mechanics :
Dynamics. 2nd
Ed., Wiley. New York.
Sunarjo, 2000. Analisa Pertumbuhan Ikan
(Decapterus macrosoma) Bleeker di
Perairan Laut Jawa Bagian Timur. Skripsi.
Fakultas Peternakan Universitas
Dipenegoro, Semarang.
Tiews, K.I.A. Roquillo and P. Cases Borja. 2001.
on the Biology of Roundscad (Decapterus)
Bleeker in the Filiphines Water. Proct.
IPEC. 13(2):82-106.
Widodo, J. 2000. Population Biology of Rusell,s
Scad (Decapterus ruselli) in the Java Sea.
Indonesia in : Vinema VAO Fish. 389:308-
323.
Widjojo, S. 2002. Perikanan Payang di Teluk
Jakarta. Kepulauan Seribu. Laporan Praktek
Mayor. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 53
hal.
Wijaya, I. 2010. Analisis Parameter Ikan Kardinal
Banggai (P. Kauderni) di Pulau Banggai
Sulawesi Tengah. Tesis. Progran Studi
Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan
Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.