BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Rerangka Teori dan Literatur
II.1.1.Syariah
II.1.1.1.Pengertian Prinsip Syariah
Menurut Karim (2006: 9) Secara terminologi, definisi syariah adalah
Peraturan-peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah, atau telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan pada kaum muslimin supaya mematuhinya, supaya syariah ini diambil oleh orang Islam sebagai penghubung diantaranya dengan Allah dan diantaranya dengan manusia.
Singkatnya, syariah itu berisi peraturan dan hukum-hukum, yang menentukan
garis hidup yang harus dilalui oleh kaum muslimin.
Dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dijelaskan
bahwa prinsip syariah adalah
Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan data dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
II.1.1.2.Landasan Syariah
Landasan syariah sebagaimana tersirat didalam Al Qur’an adalah sebagai
berikut:
12
1. Surat Ar Ruum : Ayat 39, artinya :
“Dan suatu Riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah……”
Dapat dijelaskan dari suratAr Ruum, bahwa Allah melarang riba karena riba
hanya menambahkan pada harta duniawi, sedangkan tidak akan menambah
(pahala) di sisi Allah.
2. Surat Ali Imran : Ayat 130, artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.”
Surat Ali Imran ini menjelaskan bahwa Allah memerintahkan orang-orang
beriman untuk menghindari Riba yang mengambil untung berlipat ganda, dan
Allah memerintahkan manusia agar bertaqwa dan mengikuti syariat Islam agar
mendapat keuntungan (Pahala/Surga)
3. Al Baqarah : Ayat 275, artinya :
“ Orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba “
Surat ini menerangkan bahwa dengan menerapkan riba, maka digambarkan
bahwa manusia seperti orang yang sudah dikuasai setan, dan Allah telah
berfirman bahwa Ia menghalalkan jual beli yang sesuai dengan syariat Islam,
dan mengharamkan riba
13
II.1.2.Bank Syariah
II.1.2.1.Pengertian Bank Syariah
Menurut Muhammad (2005: 13) istilah bank syariah terdiri dari dua kata, yaitu
Bank dan syariah, yang secara internasional dikenal dengan istilah Islamic banking atau juga disebut dengan interest-free banking.
Menurut Rachmadi Usman (2007: 11) Bank syariah atau bank Islam adalah
Badan usaha yang fungsinya sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan penyalur dana kepada masyarakat, yang sistem dan mekanisme kegiatan usahanya berdasarkan hukum Islam sebagaimana yang diatur dalam Al Qur’an dan Al Hadist.
Menurut Yusuf dan Wiroso (2006: 135) Bank syariah adalah
Bank yang berasaskan antara lain, pada asas kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah.
BerdasarkanUndang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang perubahan atas
undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, bank syariah adalah
Bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan
syariah, bank syariah adalah
Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah.
Berdasarkan rumusan tersebut, bank syariah berarti bank yang tata cara
beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalat secara islam, yaitu
mengacu pada ketentuan-ketentuan Al Qur’an dan Al Hadist.
14
II.1.2.2.Karakteristik Bank Syariah
Karakteristik yang membedakan Bank syariah dengan Bank
Konvensional dapat dijelaskan pada tabelberikut :
Tabel II.1Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Perbedaan Konvensional Syariah1. Investasi Investasi tidak
mempertimbangkan halal atau haram asalkan proyek yang dibiayai menguntungkan.
Investasi hanya untuk proyek dan produk yang halal serta menguntungkan.
2. Return Return baik yang dibayar kepada nasabah penyimpan dana dan return yang diterima dari nasabah pengguna dana berupa bunga.
Return yang dibayar dan/atau diterima berasal dari bagi hasil atau pendapatan lainnya berdasarka prinsip syariah.
3. Perjanjian Perjanjian menggunakan hukum positif.
Perjanjian dibuat dalam bentuk akad sesuai dengan syariah Islam.
4. Orientasi Orientasi pembiayaan, untuk memperoleh keutungan atas dana yang dipinjamkan.
Orientasi pembiayaan, tidak hanya untuk keuntungan akan tetapi juga falah oriented, yaitu berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
5. Hubungan antara bank dan nasabah
Hubungan antara bank dan nasabah ialah kreditor dan debitur.
Hubungan antara bank dan nasabah adalah mitra.
6. Dewan pengawas Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, dan Komisaris.
Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah (DPS).
7. Penyelesaian sengketa
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri setempat.
Penyelesaian sengketa, diupayakan diselesaikan secara musyawarah antara bank dan nasabah, melalui peradilan agama.
Sumber : Ismail (2011 : 38)
15
II.1.2.3. Fungsi Bank Syariah
Dalam Yusuf dkk(2010, 22) para ahli mengatakan, bahwa fungsi perbankan
adalah
Mediasi bidang keuangan atau penghubung pihak yang kelebihan dana (surplus fund) dengan pihak yang kekurangan dana (difisit fund), karena secara umum bank menghimpun dana dari masyarakah (keuangan) dan menyalurkan dana (keuangan) kepada yang membutuhkan. Itulah sebebnya sering dikatakan fungsi bank sebagai mediasi bidang keuangan.
Disamping sebagai mediasi keuangan, bank memiliki fungsi sebagai penyedia
jasa layanan, seperti transfer, inkaso, kliring dan sebagainya.
Dalam Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, pasal
4 dijelaskan fungsi bank syariah sebagai berikut:
(1) Bank syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat
(2) Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
(3) Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif)
(4) Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika memperhatikan ketentuan tersebut, bank syariah dalam melaksanakan
kegiatan usaha komersialnya memiliki fungsi yang tidak berbeda dengan
fungsi bank konvensional, yaitu bidang keuangan saja. Seharusnya bank
syariah memiliki kegiatan usaha yang lebih luas dari bank konvensional, bank
syariah yang tidak membedakan bergerak dibidang sektor keuangan atau sektor
16
riil dapat melaksanakan kegiatan usaha leasing (ijarah), anjak piutang
(hawalah/hiwalah), customer financing (murabahah), modal ventura
(musyarakah), pegadaian (rahn) yang dibagian besar secara konsep berkaitan
langsung dengan sektor riil maka bank syariah memiliki fungsi :
a) Fungsi Manajer Investasi
Bank syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul
maal) dari dana yang dihimpun dengan prinsip mudharabah (dalam
perbankan lazim disebut deposan atau penabung, karena besar-kecilnya
imbalan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana, sangat tergantung
pada hasil usaha yang diperoleh (dihasilkan) oleh bank syariah dalam
mengelola dana. Hal ini sangat dipengaruhi oleh keahlian, kehati-hatian,
dan profesionalisme dari bank syariah sebagai manajer investasi (pihak
yang mengelola dana).
b) Fungsi Investor
Fungsi investor ini dapat dilihat dalam hal penyaluran dana yang dilakukan
oleh bank syariah, baik yang dilakukan dengan mempergunakan prinsip
jual beli, maupun dengan menggunakan prinsip bagi hasil sendiri. Karena
bank syariah melaksanakan fungsi sebagai investor maka bank syariah
sebagai penyedia dana bersedia untuk menanggung risiko dari investasinya.
Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada saat bank syariah melakukan
pengelolaan dana dengan prinsip bagi hasil, pendapatan dari hasil usaha
sangat tergantung pada hasil usaha yang diperoleh nasabah sebagai
pengelola dana.
17
c) Fungsi Jasa Perbankan
Dalam menjalankan fungsi ini, bank syariah tidak jauh berbeda dengan
bank non syariah, seperti misalnya memberikan layanan kliring, transfer,
inkasi, pembayaran gaji, dan sebagainya, hany saha yang sangat
diperhatikan adalah prinsip-prinsip syariah yang tidak boleh dilanggar.
d) Fungsi Sosial
Fungsi ini adalah fungsi yang membedakan fungsi bank syariah dengan
fungsi bank konvensional, walaupun hal ini ada dalam bank konvensional
biasanya dilakukan oleh individu-individu yang mempunyai perhatian
dengan hal sosial tersebut, tetapi dalam bank syariah fungsi sosial
merupakan salah satu fungsi yang tidak dapat dipisahkan dengan fungsi-
fungsi yang lain. Bank syariah harus memegang amanah dalam menerima
ZIS atau dana kebajikan lainnya dan menyalurkan kepada pihak-pihak yang
berhak untuk menerimanya dan atas semua itu haruslah dibuatkan laporan
sebagai pertanggungan jawab dalam memegang amanah tersebut.
II.1.3.Pembiayaan
II.1.3.1.Pengertian Pembiayaan
Menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 pembiayaan adalah:
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.
18
Sedangkan menurut Muhammad (2005: 112) pembiayaan atau financing adalah:
Pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi
II.1.3.2.Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
Dalam Muhammad (2005, 113) tujuan dari pembiayaan adalah:
Secara makro pembiayaan bertujuan untuk meningkatkan ekonomi umat, tersedianya dana bagi peningkatan usaha, meningkatkan produktivitas, membuka lapangan kerja baru, dan terjadi distribusi pendapatan.
Secara mikro, pembiayaan diberikan bertujuan untuk memaksimalkan laba, meminimalkan risiko, pendayagunaan sumber ekonomi, dan penyaluran kelebihan dana.
Sesuai dengan tujuan pembiayaan tersebut, maka pembiayaan memiliki fungsi
sebagai berikut :
a. Meningkatkan daya guna uang
b. Meningkatkan daya guna barang
c. Meningkatkan peredaran uang
d. Menimbulkan kegairahan usaha
e. Stabilitas ekonomi, dan
f. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
II.1.3.3. Jenis-jenis Pembiayaan Bank Syariah
Muhammad (2005, 113) menyatakan jenis pembiayaan akan diwujudkan dalam
bentuk:
1) Aktiva Produktif, yaitu aktiva yang dialokasikan dalam bentuk
pembiayaan dengan prinsip:
a. Bagi Hasil, contohnya Mudharabah, musyarakah
b. Jual Beli, contohnya Murabahah, Salam dan Istishna
19
c. Sewa , contohnya Ijarah, Ijarah Muntahiya Bitamlik
d. Surat Berharga Syariah, contohnya adalah wesel, Obligasi Syariah, sertifikat dana syariah dan surat berharga lainnya
e. Penempatan , contohnya adalah penanaman dana bank syariah pada bank syariah lainnya
f. Penyertaan modal, yaitu Penanaman modal dalam bentuk saham
g. Penyertaan modal sementara, yaitu penyertaan modal untuk mengatasi kegagalan pembiayaan atau piutang
h. Transaksi rekening administrative, adalah komitmen dan kontijensi berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank garansi, akseptasi atau endorsemen, Irrevocable Letter of Credit (L/C) yang masih berjalan, akseptasi wesel impor atas L/C berjangka, dan garansi lainnya.
i. Sertifikat Wadiah BI atau SWBI
2) Aktiva tidak produktif, yaitu aktiva yang dialokasikan dalam
bentuk pinjaman Qardh, adapun jenis-jenis pembiayaan bank
syariah menurut Karim (2006, 25) adalah
a. Pembiayaan Modal Kerja Syariah, yaitu Pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Jangka waktu untuk pembiayaan modal kerja ini maksimum adalah 1 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
b. Pembiayaan Investasi Syariah, yaitu Pembiayaan jangka menengan atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk pendirian proyek baru, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, dan relokasi proyek yang sudah ada. Jangka waktu pembiayaan ini maksimal 12 tahun.
c. Pembiayaan Konsumtif Syariah, adalah pembiayaan yang diberikan untuk tujuan diluar usaha dan umumnya bersifat perorangan
d. Pembiayaan Sindikasi, yaitu pembiayaan yang diberikan oleh lebih dari 1 (satu) lembaga keuangan bank untuk 1 obyek pembiayaan tertentu, pada umumnya pembiayaan ini diberikan bank kepada nasabah korporasi yang memiliki transaksi yang sangat besar.
e. Pembiayaan berdasarkan Take over, adalah pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari take over terhadap transaksi
20
nonsyariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank syariah atas permintaan nasabah.
f. Pembiayaan Letter of Credit (L/C), yaitu pembiayaan yang diberikan dalam rangka memfasilitasi transaksi impor-ekspor nasabah.
II.I.4.Musyarakah
II.1.4.1. Pengertian Musyarakah
Dewan Syariah Nasional dan PSAK 106 mendefinisikan musyarakah sebagai
Akad kerja sama antaradua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusidana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian berdasarkan proporsi kontribusi dana.
Istilah lain dari musyarakah adalah sharikahatau syirkah atau kemitraan
Menurut Yusuf dkk (2010: 475), Musyarakah adalah
Akad kerja sama diantara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan.
Dalam musyarakah mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru.
Menurut Muhammad (2005: 9-10), musyarakah adalah
Suatu perkongsian antara dua belah pihak atau lebih dalam suatu obyek dimana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan tanggung jawab akan segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaan masing-masing.
Dalam Antonio (2011: 90), musyarakah adalah
Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
21
II.1.4.2. Dasar-dasar Hukum Musyarakah
Dasar hukum Musyarakah dapat dilihat dalam:
1. Al Qur’an Surat A-Shaad (38) ayat 24 yang artinya:
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat dzalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh”.
2. Al Quran Surat An-Nissa ayat 12 yang berbunyi:
“…maka mereka berserikat pada sepertiga…”
3. Dalam Hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
“Bahwa Rasulullah SAW telah berkata, saya menyertai dua pihak yang berkongsi selama salah satu dari keduanya tidak menghianati yang lainnya, seandainya berkhianat maka saya keluar dari pernyataan itu”.(HR.Abu Dawud no. 2936, dalam kitab al-buyu, dan hakim).
II.1.4.3. Jenis-Jenis Musyarakah
Menurut Antonio (2011: 92) disebutkan bahwa musyarakahterdapat dua jenis,
yaitu musyarakah pemilikan dan musyarakah akad (kontrak), yaitu
Musyarakah Pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih.Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset tersebut.
Musyarakah Akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.Musyarakah akad terbagi menjadi al-‘inan, al-mufawadhah, al-a’maal, al-wujuh.
Akad Musyarakah menurut Antonio (2011: 93) terbagi menjadi :
1. Syirkah Al-Inan. Syirkah Al-Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana berpartisipasi dalam kerja. Kedua belah pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati bersama.
22
Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.
2. Syirkah Mufawadhah. Syirkah Mufawadhah adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih dimana setiap pihak memberikan, suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al-musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
3. Syirkah Amaal. Syirkah Amaal jenis ini adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan tersebut.Al musyarakah ini kadang-kadang disebut musyarakah abdan atau sanaa’i.
4. Syirkah Wujuh. Syirkah Wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi atau persentase baik serta ahli dalam bisnis. Dalam usaha tersebut, mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Dalam kesepakatan tersebut mereka berbagi keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada mempunyai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis al musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini lazim disebut sebagai musyarakah piutang.
Menurut Yusuf (2011: 476), musyarakah dapat bersifat sebagai
berikut:
a. Musyarakah Permanen. Dalam musyarakah permanen, bagian modal setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad.
b. Musyarakah menurun. Sedangkan dalam musyarakah menurun, bagian modal bank akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian modal bank akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik usaha tersebut.
23
II.1.4.4. Perbedaan Musyarakah dengan Mudharabah
Mengutip dari Yusuf (2010, 477), perbedaan pembiayaan Musyarakah dan
Mudharabah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel II.2
Perbedaan al musyarakah dengan al mudharabah
NO Perbedaan Musyarakah Mudharabah
1. Modal Untuk pembiayaan musyarakah, baik pengelola dana dan pemilik dana sama-sama dapat berkontribusi dalam menyediakan modal.
Pada pembiayaan mudharabah, pihak bank sebagai pemilik dana yang hanya dapat berkontribusi dalam menyediakan dana, sedangkan pihak pengelola dana dalam hal ini dapat menyediakan skill dalam proses bisnisnya.
2. Pembagian Kerugian Pada pembiayaan musyarakah, kerugian harus dibagi antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
Pada pembiayaan mudharabah, penyedia dana menanggung semua kerugian, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan
3. Kegiatan usaha Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra dapat melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya
Dalam pembiayaan mudharabah, kegiatan usaha adalah hak ekslusif pengelola dana, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan, penyedia dana juga tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
Sumber : Yusuf dkk (2010, 477)
24
Secara umum, aplikasi perbankan dari al musyarakah dapat digambarkan
dalam skema berikut ini:
Skema II.1Skema Al Musyarakah
Sumber : Antonio Syafi’I (2011: 94)
Sedangkan untuk skema pembiayaan mudharabah dapat digambarkan sebagai
berikut :
25
Nasabah Parsial:
Asset Value
Bank Syariah Parsial
Pembiayaan
KEUNTUNGAN
PROYEK USAHA
PROYEK USAHA
Bagi hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi modal (nisbah)
Skema II.2
Skema Al Mudharabah
Sumber: bnisyariah.tripod.com
Sumber : Antonio Syafi’I (2011: 98)
II.1.4.5. Rukun Al Musyarakah
Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Pembiayaan Musyarakah
sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 08/DSN-
MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000 (Fatwa, 2006) sebagai berikut:
1. Pernyataan ijab dan Kabul harus dinayatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
26
PERJANJIANBAGI HASIL
Keahlian Keahlian Modal Ketrampilan 100%
Nisbah Nisbah X% Y%
Pengambilan Modal pokok
Nasabah (Mudharib)
Nasabah (Mudharib)
Bank (Shahibul
Maal)
Bank (Shahibul
Maal)
PROYEK/USAHAPROYEK/USAHA
PEMBAGIAN KEUNTUNGAN
MODAL
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad)
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur asset musyarakah dalam proses bisnis normal
d. Setiap mitra member wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola asset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a. Modal
(1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk asset, harus terlebih dulu dinilai dengan uang tunai dan disepakati oleh mitra.
(2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
(3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b. Kerja
(1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyaj dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
27
(2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c. Keuntungan
(1) Keuntungan harus dikuantifikasikan dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika penghentian musyarakah
(2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal yang ditetapkan bagi seorang mitra
(3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya
(4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal
4. Biaya Operasional dan Persengketaan
a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Abitrase Syariah setelah tidak tercapainya kesepakatan melalui musyawarah
II.1.5. Pengukuran, Pengakuan, Penyajian dan Pengungkapan Akuntansi Musyarakah
Pengukuran, pengakuan, penyajian, dan pengungkapan transaksi musyarakah
yang sebelumnya diatur dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah
diganti dengan PSAK 106 tentang akuntansi musyarakah. Dalam transaksi
musyarakah pada umumnya bank syariah hanya melakukan penyetoran modal
saja atau sebagai mitra pasif, pengelolaan usaha dijalankan oleh mitra lainnya.
28
Oleh karena itu, akuntansi musyarakah yang dilaksanakan oleh bank syariah
pada umumnya adalah akuntansi musyarakah pada mitra pasif.
Musyarakah merupakan usaha bekerja dari dua atau lebih pemodal, oleh
karenanya dalam PSAK 106 tentang akuntansi musyarakah, mitra aktif sebagai
pengelola usaha harus membuat catatan terpisah dari catatan usaha lainnya. Hal
ini diatur dalam paragraph 13 sebagai berikut:
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan bagi hasil, maka mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut. (Paragraf 13)
II.1.5.1. Pengukuran Akuntansi Musyarakah
A. Menurut PSAK 106 dalam pengukuran akuntansi musyarakah pada saat akad
adalah
Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset nonkas kepada mitra aktif musyarakah. (Paragraf 27)
Pengukuran investasi musyarakah:a) Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan, danb) Dalam bentuk asset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika
terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat asset non kas, maka selisih tersebut diakui sebagai:i. Keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad
ii. Kerugian pada saat terjadinya. (Paragraf 28)
Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar asset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas asset yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan. (Paragraf 29)
Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra. (Paragraf 30)
29
Dapat dijelaskan bahwa pada saat terjadinya akad, mitra pasif dapat
menyerahkan pembiayaan dalam bentuk kas, maupun aset non-kas. Untuk
pembiayaan dalam bentuk kas, maka akan diakui sebesar nilai yang
dibayarkan. Sedangkan untuk pembiayaan berbentuk aset non-kas, bila
terdapat selisih diantara nilai wajar dan nilai buku, maka akan dicatat sebagai
keuntungan yang ditangguhkan atau kerugian. Begitu juga penyerahan modal
musyarakah dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus
B. Sedangkan pengukuran akuntansi musyarakah selama akad adalah:
Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah.dengan pengembalian dana mitra di akhir akad dinilai sebesar:
A. Jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan kerugian (apabila ada)
B. Nilai wajar asset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (apabila ada). (Paragraf 31)
Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan kerugian (apabila ada). (Paragraf 32)
Dalam penjelasan diatas, pengembalian dana oleh mitra aktif dapat dilakukan
dengan 2 cara. Yaitu dengan musyarakah menurun dimana pengembalian
modal dapat dilakukan secara bertahap, dan musyarakah permanen yang
pengembaliannya dilakukan sekaligus.
C. Pengukuran akuntansi musyarakah pada akhir akad
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang. (Paragraf 33)
30
Jurnal saat akad berakhir, keuntungan yang belum diterima bank dari mitra
musyarakah diakui sebagai piutang musyarakah. Apabila terjadi kerugian
dalam musyarakah akibat kelalauian atau penyimpangan mitra musyarakah,
mitra yang melakukan kelalaian tersebut menanggung beban kerugian itu.
Kerugian bank yang diakibatkan kelalaian atau penyimpangan mitra tersebut
diakui sebagai piutang musyarakah.
II.1.5.2. Pengakuan Akuntansi Musyarakah
Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebagai pendapatan sebesar bagian mitra pasif sesuai kesepakatan.
Sedangkan kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana (Paragraf 34)
Standar pengukuran yang diungkapkan berbeda antara transaksi pembiayaan
musyarakah (tetap atau menurun sampai kepemilikan) yang berakhir selama
tahun buku, dengan yang berlanjut untuk lebih dari suatu tahun buku. Dalam
hal pertama, keuntungan dan kerugian diakui setelah likuidasi dan hal ini
merupakan penerapan asas syariah: tidak ada keuntungan yang dianggap
berlaku terkecuali setelah melindungi modal, yakni likuidasi yang menunjukan
suatu kelebihan dari modal (keuntungan) atau jika kekurangan dari modal
(kerugian). Kedua, jika transaksi pembiayaan musyarakah berlanjut untuk
lebih dari satu tahun buku, maka pengakuan akan dibuat pada bagian masing-
maisng tahun buku dari keuntungan atau kerugian dan sebanding dengan
bagian terlikuidasi dari tahun buku tersebut, berdasarkan atas konsep berjangka
untuk tujuan membuat laporan keuangan dengan cara untuk mencapai tujuan
(menentukan hak dan kewajiban dari semua pihak bersangkutan).
31
II.1.5.3. Penyajian Akuntansi Musyarakah
Mitra pasif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan sebagai berikut:
a) Investasi musyarakah untuk kas atau asset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif
b) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian asset nonkas yang diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi musyarakah(Paragraf 36)
Untuk penyajian akuntansi musyarakah, mitra pasif menyajikan hal-hal yang
terkait dengan pembiayaan musyarakah yaitu penyerahan modal berupa kas
atau aset non-kas, keuntungan tangguhan yang diamortisasi selama jangka
waktu akad.
II.1.5.4. Pengungkapan Akuntansi Musyarakah
Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas pada:
a) Isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain;
b) Pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan
c) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan keuangan Syariah. (Paragraf 37)
Dapat dijelaskan bahwa pada akuntansi musyarakah, mengungkapkan isi dari
kesepakatan-kesepakatan mengenai pembagian hasil usaha, aktivitas usaha
musyarakah, siapa yang bertanggung jawab dalam melakukan pengelolaan
usaha, dan pengungkapan keuangan yang sesuai dengan PSAK 101 tentang
Laporan Keuangan Bank Syariah.
32
II.1.5.5. Jurnal Akuntansi Musyarakah
a) Jurnal Komitmen (rekening administratif)
Dr Kontra komitmen Inv musyarakah xxxCr Komitmen Investasi musyarakah xxx
b) Jurnal saat bank syariah menyerahkan modal dalam bentuk uang tunai kepada syirkah
Dr Investasi musyarakah xxxCr Kas/Rekening syirkah/Kliring xxx
Dr Komitmen Invest musyarakah xxxCr Kontra komitmen Inv. Musyarakah xxx
c) Jurnal untuk penyerahan modal nonkas, jika nilai wajar aktiva lebih rendah
atas nilai buku atau nilai wajar
Dr Investasi musyarakah xxxDr Kerugian penyerahan aktiva xxxCr Aktiva non kas xxx
Dr Komitmen Inv musyarakah xxxCr Kontra komitmen inv musyarakah xxx
d) Jurnal untuk penyerahan modal nonkas, jika nilai wajar aktiva lebih tinggi
atas nilai buku atau nilai wajar
Dr Investasi musyarakah xxxCr Aktiva nonkas xxxCr Keuntungan Tangguhan Aset musyarakah xxx
Dr Komitmen inv musyarakah xxxCr Kontra komitmen inv musyarakah xxx
e) Jurnal keuntungan tangguhan penyerahan aktiva dalam musyarakah yang
diamortisasi dalam jangka waktu akad
Dr Keuntungan tangguhan asset musy xxxCr Pendapatan penyerahan aktiva xxx
f) Jurnal saat pengeluaran biaya dalam rangka akad musyarakah
Dr Uang muka akad musyarakah xxxCr Kas/Kliring xxx
33
g) Jurnal pengakuan biaya akad musyarakah
a) Jika diakui sebagai beban
Dr Biaya akad xxxCr Uang muka akad musy xxx
b) Jika berdasarkan kesepakatan dapat diakui sebagai pembiayaan
Dr Investasi musyarakah xxxCr Uang muka akad musyarakah xxx
h) Jurnal pengakuan kerugian akibat kelalaian atau penyimpangan mitra
musyarakah
Dr Piutang musyarakah xxxCr Kerugian musyarakah xxx
i) Pada saat akad berakhir, saldo pembiayaan musyarakah yang belum
diterima diakui sebagai piutang musyarakah
Dr Piutang musyarakah xxxCr Investasi musyarakah xxx
j) Jurnal penyelesaian musyarakah permanen
Dr Kas/Piutang musyarakah xxxCr Investasi musyarakah xxx
k) Jurnal penyelesaian musyarakah menurun
Dr Kas/Piutang musyarakah xxxDr Kerugian penyelesaian Inv. Musyarakah xxxCr Investasi musyarakah xxxCr Keuntungan penyelesaian Inv. Musyarakah xxx
l) Penurunan/pelunasan modal musyarakah dengan mengalihkan kepada
mitra musyarakah lainnya
Dr Kas/Rekening syirkah xxxCr Investasi musyarakah xxx
m) Pengembalian modal musyarakah nonkas dengan nilai wajar lebih rendah
dari nilai historis
34
Dr Aktiva nonkas xxxDr Kerugian penyelesaian inv. Musyarakah xxxCr Investasi musyarakah xxx
n) Pengembalian modal musyarakah non kas dengan nilai wajar lebih tinggi
dari nilai historis
Dr Aktiva nonkas xxxCr Keuntungan penyelesaian inv musyarakah xxxCr Investasi musyarakah xxx
o) Pembentukan penyisihan akibat kerugian piutang
Dr Beban penyisihan kerugian piutang musy xxxCr Akumulasi penyisihan kerugian piutang musy xxx
p) Perlakuan laba pembiayaan musyarakah
Laba pembiayaan musyarakah dalam satu periode pelaporan
1. Apabila penerimaan pendapatan/keuntungan musyarakah – kas
Dr Kas/Rekening syirkah xxxCr Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah xxx
2. Apabila penerimaan pendapatan/keuntungan musyarakah – akrual
Dr Rekening Mitra/Kas xxxCr Pendapatan Yadit musyarakah xxx
q) Perlakuan rugi pembiayaan musyarakah
1. Rugi pembiayaan musyarakah dalam satu periode pelaporan
Pengakuan kerugian musyarakah
Dr Kerugian musyarakah xxxCr Investasi musyarakah xxx
2. Kerugian pembiayaan musyarakah sebagai akibat kelalaian mitra
Pengakuan kerugian yang lebih tinggi dari modal mitra akibat kelalaian
atau penyimpangan mitra musyarakah
Dr Piutang mitra xxxCr Investasi musyarakah xxx
35
II.1.6. Prinsip Bagi Hasil pada Bank Syariah
II.1.6.1. Pengertian Bagi Hasil
Menurut Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia
(2003: 264) profit sharing adalah
Perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss
sharing, dimana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan
rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Prinsip Bagi hasil menurut Bank Indonesia adalah
Suatu prinsip pembagian laba yang diterapkan dalam kemitraan kerja, dimana porsi bagi hasil ditentukan pada saat akad kerja sama. Jika usaha mendapatkan keuntungan, porsi bagi hasil adalah sesuai kesepakatan namun jika terjadi kerugian maka porsi bagi hasil disesuaikan dengan kontribusi modal masing-masing pihak.
Dasar yang digunakan dalam perhitungan bagi hasil adalah berupa laba bersih
usaha setelah dikurangi dengan biaya operasional.
Menurut Bank Indonesia, berbagi hasil dalam bank syariah menggunakan
istilah nisbah bagi hasil, yaitu proporsi bagi hasil antara nasabah dan bank
syariah.
Konsep bagi hasil berbeda sama sekali dengan konsep bunga yang diterapkan
pada bank konvensional. Dalam bank syariah, konsep bagi hasil menurut IBI
(2003: 265) adalah sebagai berikut:
a. Pemilik dana menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan bank yang bertindak sebagai pengelola dana
b. Pengelola atau bank syariah mengelola dana tersebut dalam system pool of fund, selanjutnya bank akan
36
menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek atau usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi aspek syariah
c. Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerjasama, nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
II.1.6.2. Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil
Sekali lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil. Untuk bagi hasil dan Bunga
keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun
keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata, perbedaan itu dapat
dijelaskan dalam table berikut:
Tabel II.3Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Bunga Bagi hasil
a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
a. Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
b. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
b. Besarnya rasio bagi hasil berdasarka pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
c. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
c. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh keduabelah pihak.
d. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat ganda atau keadaan ekonomi sedang “booming”.
d. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam.
e. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi has
Sumber : Syafi’i Antonio ( 2011 : 61 )
37
II.2. Penelitian Terdahulu
Banyak penelitian mengangkat tentang bank syariah yang telah dilakukan, berikut
ini akan disampaikan beberapa peneliti yang sebelumnya telah mengangkat tema
yang berkaitan dengan praktik bagi hasil atas akad musyarakah salah satunya
adalah Fatahullah (2008), Penelitian ini membahas tentang pengimplementasian
prinsip bagi hasil dan risiko dalam penghimpunan dana di perbankan syariah
cabang Mataram. Isi penelitian tersebut menyatakan, bahwa di Perbankan syariah
cabang Mataram, penghimpunan dana di masyarakat dilakukan dengan prinsip
wadi’ah dan mudharabah sedangkan penyaluran dana dalam kegiatan pembiayaan
di bank syariah Mataram menggunakan akad seperti akad jual beli, akad bagi hasil,
akad sewa, akan menjaminkan dan akad member kepercayaan. Akad bagi hasil,
menggunakan mudharabah dan musyarakah. Dalam implementasi pembiayaan
dengan prinsip ini masih rendah dibandingkan dengan prinsip pembiayaan lainnya
seperti muarabahah, hal ini disebabkan beberapa faktor seperti kesulitan mencari
dan mendapatkan nasabah yang jujur, berkarakter baik, dan berintegrasi tinggi,
tingginya risiko yang harus ditanggung bank, masih kurangnya teknologi
pembiayaan bagi hasil, masih kurangnya SDM di Bank syariah Cabang Mataram
yang paham masalah pembiayaan bagi hasil, dan sebagainya.
Hal yang membedakan penelitian tersebut dengan penelitian saya adalah, bahwa
penelitian saya lebih memfokuskan pada pembahasan penerapan perhitungan bagi
hasil atas akad musyarakahyang berdasarkan PSAK 106.Penelitian saya
mengungkapkan apakah PSAK 106 tersebut telah diimplementasikan dengan baik
38
oleh Bank Syariah.sedangkan penelitian dari Fatahullah ini membahas hanya
tentang bagaimana penerapan dimulai dari tahap-tahap sebelum dimulainya akad.
Penelitian selanjutnya adalah Rastono (2008), penelitian tersebut membahas
tentang penerapan prinsip bagi hasil dalam pembiayaan terhadap nasabah bank
syariah. Isi penelitian ini menyatakan bahwa penerapan pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil terdiri dari pembiayaan mudharabah maupun pembiayaan
musyarakah pada bank syariah menimbulkan dampak antara lain, dalam hal
terjadinya kerugian dari nasabah, maka asset yang dimiliki oleh nasabah dijadikan
jaminan untuk mengembalikan pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah
terhadap nasabah. Pembiayaan dengan sistem bagi hasil merupakan salah satu
implementasi, konsep bank syariah.Sistem bagi hasil ini telah dilaksanakan oleh
bank syariah (Cabang Malang) dalam bentuk pembiayaan mudharabah dan
musyarakah.Jika dibandingkan dengan perjanjian kredit pada bank konvensional,
pembiayaan ini memiliki persamaan dan perbedaan.Perbedaan yang substansial
adalah dari segi konstruksi hukumnya dan kontra prestasi, selain itu hal yang
cukup signifikan adalah akad atau perjanjian mencerminkan nilai-nilai keadilan.
Hal yang membedakan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penelitian
ini hanya membahas mengenai penerapan bagi hasil pada bank syariah yaitu
terdapatnya pembiayaan musyarakah dan mudharabah, sedangkan penelitian saya
membahas tentang penerapan praktik perhitungan bagi hasil yang sesuai dengan
PSAK 106.
Penelitian selanjutnya adalah Sahruddin (2006).Penelitian ini membahas tentang
praktik pelaksanaan akad pembiayaan proyek musyarakah pada Bank Syariah
39
Mandiri cabang Mataram Nusa Tenggara Barat, yang mencakup produk Bank
Syariah Mandiri Cabang Mataram, tahapan-tahapan dalam memasarkan produk
pembiayaan proyek musyarakah pada BSM Cabang mataram dan hubungan
hukum yang timbul dari akad pembiayaan proyek musyarakah pada BSM Cabang
Mataram Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian ini menyebutkan, bahwa
pembiayaan dengan prinsip musyarakah masih relatif kecil penggunaannya oleh
masyarakah bila dibandingkan dengan pembiayaan lain seperti qardh,
mudharabah, dan murabahah. Masih rendahnya pelaksanaan pembiayaan proyek
dengan prinsip musyarakah di Bank Syariah Mandiri cabang Mataram, dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, sulit mencari dan mendapatkan nasabah
(mudharib) yang jujur, berkarakter baik, berintegrasi tinggi, dan pekerja keras,
tingginya resiko yang harus ditanggung oleh bank, dan kesulitan likuiditas. Selain
faktor-faktor tersebut, terdapat hal-hal lain yang mempengaruhi rendahnya
pelaksanaan pembiayaan proyek dengan prinsip musyarakah di perbankan syariah,
yaitu standar moral, ketidakefektifan pembiayaan bagi hasil (profit sharing),
berkaitan dengan para pengusaha, dari segi biaya, segi teknis, kurang menariknya
sistem bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) dalam aktivitas bisnis, dan
masalah efisiensi.
40
Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian saya adalah penelitian saya
memfokuskan pada cara perhitungan bagi hasil atas pembiayaan musyarakah
dengan mengevaluasi pada perlakuan akuntansi musyarakah meliputi pengukuran,
pengakuan, pengungkapan, dan penyajian yang mengaju pada PSAK 106, juga
pada penelitian saya, saya mengungkapkan tentang perbandingan antara
perhitungan bagi hasil pada pembiayaan musyarakah pada bank dengan
perhitungan bagi hasil pada partnership studi kasus pada KAP.
41