BAGIAN ORTHOPEDI & TRAUMATOLOGI LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2014
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN KASUS
CLOSED FRACTURE 1/3 DISTAL RIGHT TIBIA
CLOSED FRACTURE 1/3 MIDDLE LEFT TIBIA
CLOSED FRACTURE 1/3 MIDDLE LEFT FIBULA
Oleh:Asep MetrikaC11109 261
Pembimbing:dr. Dwi Indra Darmawan
dr. Zuwanda
Supervisor:dr. M. Phetrus Johan, M.Kes, Sp.OT
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ORTHOPEDI & TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama : Asep Metrika
NIM : C 111 09 261
Judul : CLOSED FRACTURE 1/3 DISTAL RIGHT TIBIA
CLOSED FRACTURE 1/3 MIDDLE LEFT TIBIA
CLOSED FRACTURE 1/3 MIDDLE LEFT FIBULA
Telah menyelesaikan tugas Case Report dalam rangka kepaniteraan klinik
pada Bagian Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Makassar, Juli 2014
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Dwi Indra Darmawan dr. Zuwanda
Supervisor
dr. M. Phetrus Johan, M.Kes, Sp.OT
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : MI
Umur :44 tahun / laki-laki
Masuk : 11 July 2014
No. Rekam Medik : 671629
II. RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan Utama : Nyeri pada tungkai kanan dan kiri bawah
- Anamnesis : dialami sejak 4 hari sebelum dibawa ke Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo karena kecelakaan lalu lintas.
- Mekanisme trauma :Pasien sedang menyebrang jalan, tiba-tiba pasien
ditabrak motor dari arah kiri.
- Tidak ada riwayat pingsan sesaat setelah kejadian, tidak ada riwayat
mual dan muntah.
- Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Polewali sebelum dirujuk ke
Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
III. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan Umum : Sakit Sedang/ Gizi Cukup/Composmentis
Tanda Vital:
Tekanan Darah : 120/80 mmHg, spontaneous
Pernapasan : 20 x/menit, thoracoabdominal
Nadi : 80 x/min, regular, strong
Suhu: 36.5 oC (axilla)
VAS : 4 / 10
Status Lokalis
Regio Cruris Dextra
Look : Deformitas (+), edema (+), hematoma (+), luka (-)
Feel : Nyeri tekan (+).NVD : Sensibilitas baik. Pulsasi dari arteri
dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior teraba. CRT < 2 detik.
ROM : Gerak aktif dan pasif dari sendi lutut dan pergelangan kaki
tidak dapat dievaluasi karena nyeri.
Regio Cruris Sinistra
Look : Deformitas (+), edema (+), hematoma (+), luka (-)
Feel : Nyeri tekan (+).NVD : Sensibilitas baik. Pulsasi dari arteri
dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior teraba. CRT < 2 detik.
ROM : Gerak aktif dan pasif dari sendi lutut dan pergelangan kaki
tidak dapat dievaluasi karena nyeri.
IV. GAMBARAN KLINISRegio Cruris Dekstra
Regio Crusis Sinistra
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
◦ WBC : 8.800/ ul
◦ RBC : 3.210.000/ ul
◦ HBG : 9.2/dl
◦ HCT : 29 %
◦ PLT : 110.000/ ul
◦ CT : 06’00’’
◦ BT : 02’00’’
◦ HBsAg : non-reactive
VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
X-Ray posisi AP/lateral (Cruris dextra)
X- Ray posisi
AP/lateral (Cruris dextra)
VII. RESUME
Laki-laki,44 tahun, masuk RS. Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan
utama nyeri pada tungkai kanan dan kiri bawah akibat kecelakaan lalu
lintas.
Dari pemeriksaan fisis, saya menemukan deformitas (+), edema (+),
hematoma (+), dan nyeri tekan pada kaki kanan dan kiri
Dari pemeriksaan radiologi, foto cruris sinistra AP / Lateral, tampak
fraktur spiral 1/3 tengah tibia et fibula sinistra. Dan foto cruris dekstra
AP / Lateral tampak fraktur transverse 1/3 distal tibia.
VIII. DIAGNOSIS
Fraktur tertutup pada 1/3 distal tibia kanan
Fraktur tertutup pada 1/3 tengah tibia kiri
Fraktur tertutup pada 1/3 tengah fibula kiri
IX. PENATALAKSANAAN
IVFD RL
Analgesik
Imobilisasi dengan long leg back slab pada kedua tungkai
Rencana untuk ORIF
DISKUSI:
FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA
I. PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Ini akibat dari
adanya retakan, akibat terjatuh atau pecahnya lapisan kortex sehingga tulang
terenggang baik secara komplet dan ada pergeseran dari fragmen tulang.
Jika kulit diatas fraktur masih utuh maka disebut fraktur tertutup, jika kulit
terhubung dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, hati-hati
terhadap kontaminasi dan infeksi. (1)
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau
tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Fraktur tibia dan fibula
merupakan fraktur yang paling banyak dari fraktur tulang panjang. Populasi
rata-rata menunjukkan bahwa sekitar 26 tibia diafisis mengalami fraktur per
100.000 populasi per tahun. (1,2,3)
II. ANATOMI
Tibia adalah tulang tubular panjang dangan penampang berbentuk
segitiga. Batas anteromedial dari tibia adalah jarungan subkutan dan
dikelilingi oleh empat buah fasia yang membentuk kompartemen (anterior,
lateral, superficial posterior dan deep posterior). Otot dari kompartemen
anterior adalah untuk dorsofleksi atau ekstensi ibu jari kaki. Sedangkan otot
dari kompartemen lateral, superficial posterior dan deep posterior fleksi
bagian plantar kaki. (3,4,5)
Fibula adalah tulang yang tipis pada bagian lateral tubuh dari tungkai
bawah. Ini bukan merupakan bagian dari artikulatio pada sendi lutut, tetapi
dibawah dari malleolus lateralis dari sendi pergelangan kaki. Ini bukan
merupakan bagian dari penopang berat tubuh, tetapi ini merupakan bagian
dari perlengketan otot. Fibula ini luas pada bagian proksimal, corpus dan
distal. (6)
Suplai darah
Arteri yang menutrisi tibia berasal dari arteri tibialis posterior, yang
memasuki korteks posterolateral distal sampai ke origin dari muskulus
soleus. Pada saat pembuluh darah memasuki kanalis intermedullaris, ia
terbagi menjadi tiga cabang asendens dan satu cabang desendens. Cabang-
cabang ini yang kemudian membentuk endosteal vascular tree, yang
beranastomose dengan arteri periosteal dari arteri tibialis posterior.(3)
Arteri tibialis anterior bersifat rapuh terhadap trauma karena
perjalanannya yang melalui sebuah celah padah mebran interosseus. (3)
Apabila arteri yang menutrisi mengalami ruptur akan terjadi aliran
melalui korterks, dan suplai darah periosteal akan menjadi lebih penting.
Hal ini menkankan pentingnya mempertahankan perlekatan periosteum
selama fiksasi.(3)
Fibula berperan sebesar 6%-17% dalam menopang berat badan. Pada
bagian leher fibula berjalan nervus peroneus komunis yang sangat dekat
dengan permukaan kulit. Hal ini menyebabkan nervus peroneus
komunisrentan terhadap trauma langsung pada daerah leher fibula.(3)
Gambar 1(4) - Tibia dan Fibula
III. MEKANISME TERJADINYA FRAKTUR
Fraktur dapat disebabkan dari kecelakaan, stress yang berulang
maupun gangguan pada tulang (fraktur patologis). (1,2,3,7,8)
1. Fraktur yang disebabkan karena kecelakaan
Pada umumnya fraktur disebabkan oleh kekuatan yang berlebihan
yang terjadi secara tiba-tiba, yang dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung.
Langsung
o Energi tinggi: kecelakaan kendaraan bermotor
Sebagian besar berupa fraktur transversal, comminuted,
displaced fractures.
Angka kejadian kerusakan terhadap jaringan sangat tinggi.
o Penetrasi: luka tembakan
Pola luka bervariasi.
Pada senjata genggam dengan kecepatan rendah tidak dapat
menyebabkan gangguan pada tulang maupun kerusakan
jaringan seperti yang disebabkan oleh energy tinggi
(kecelakaan bermotor) atau kecepatan tinggi (senjata
tembak dan senjata mematikan lainnya).
o Bending: three- or four-point (ski boot injuries)
Obliq yang pendek maupun fraktur transversal dapat
timbul, dengan kemungkinan menghasilkan potongan
butterfly.
Timbulnya crush injury.
Pola comminuted dan segmental sangat berhubungan
dengan kerekatan janringan disekitarnya.
Kemungkinan terjadinya kompartemen sindrom harus
diperhatikan
o Fraktur corpus fibula: Akibat dari trauma langsung dari bagian
lateral tungkai bawah.
Tidak langsung
o Mekanisme terpelintir
Terputarnya kaki dan terjatuh dari ketinggian rendah
merupakan penyebab utama.
Spiral, tidak ada pergeseran pada bagian fraktur yang
memiliki hubungan yang sedikit terhadap kerusakan
jaringan sekitar.
o Fracture Stres
Pada pelatihan militer, jenis kecelakaan ini sangat sering
timbul pada sambungan antara metafisis dan diafisis,
ditandai dengan bagian sklerotik pada kortexpostero
medial.
Pada penari balet, fraktur ini biasanya muncul pada 1/3
tengah, yang biasanya tersembunyi akibat penggunaan yang
berlebihan.
Temuan radiologi dapat tertunda sampai beberapa minggu.
2. Fraktur karena stres berulang:
Fraktur jenis ini muncul pada tulang yang normal yang menanggung
berat secara berulang-ulang, biasanya terjadi pada atlet, penari dan anggota
militer yang selalu melakukan latihan. Beban yang berat akan menimbulkan
deformitas yang menginisiasi proses normal dari remodeling tulang,
gabungan dari proses reabsropsi tulang dan pembentukan tulang baru sesuai
dengan hukum Wolff’s. Ketika terpajan oleh stress serta proses deformasi
yang berulang dan memanjang, reabsorpsi timbul lebih cepat daripada
penggantian, sehingga meninggalkan daerah yang kosong dan menyebabkan
fraktur. Masalah yang sama timbul pada orang yang sedang dalam
pengobatan sehingga mengganggu keseimbangan proses reabsorpsi dan
penggantian tulang baru.
3. Fraktur Patologi:
Frakturdapat terjadi dengan stres yang normal jika tulang melemah
akibat perubahan pada strukturnya (contohnya pada osteoporosis,
osteogenesis imperfekta atau Paget’s disease) atau sebuah lesi litik
(contohnya kista pada tulang atau sebuah metastasis).
Gambar 2(1): Beberapa pola fraktur dapat dijadikan sebagai patokan
mekanisme penyebab: (a) pola spiral (terputar); (b) pola obliq pendek
(kompresi); (c) potongan segitiga ‘butterfly’ (tertarik) dan (d) pola
transversal (tertekan). Pola spiral dan beberapa obliq (panjang) seringkali
terjadi akibat kecelakaan energi rendah secara tidak langsung; pola tertarik
dan transversal disebabkan kecelakaan energy tinggi secara langsung.
IV. KLASIFIKASI MULLER
Secara universal, didasarkan pada posisi anatomis, komunikasi dan
berbagai data dari banyak negara dan populasi, yang berkontribusi dalam
penelitian dan tatalaksana. Sebuah klasifikasi alfanumerik yang
dikembangkan oleh Muller dan kawan-kawan saat ini telah diadaptasi dan
direvisi (Muller et al., 1990;Marsh et al., 2007; Slongo and Audige 2007).
Walaupun hal tersebut belum sepenuhnya divalidasi untuk reabilitas dan
reproduksibilitas, sementara diusahakan secara komprehensif.(1)
Gambar 3(1) Klasifikasi Muller(a)Masing-masing tulang panjang memiliki
tiga segmen-proximal, diafisis dan distal; fragmen proksimal dan distal
dibatasi oleh segiempatdari ukuranterlebar tulang (b,c,d) fraktur pada
segmen diafisis dapat sederhana, tajam maupun kompleks. (e,f,g)fraktur
pada bagian proksimal dan distal dapat berupa ekstraartikular, partial
artikular dari articular lengkap.
V. TIPE FRAKTUR DARI TIBIA DAN FIBULA
Gambar 4(5)Tipe fraktur dari Tibia dan Fibula
Klasifikasi Tscherne untuk fraktur tertutup(1,2,3)
Klasifikasi fraktur tertutup berdasarkan dari kerusakan jaringan lunak
dan adanya mekanisme perlukaan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Grade 0: Fraktur sederhana dengan sedikit atau tanpa kerusakan jaringan
lunak.
Grade I: Fraktur dengan abrasi superficial atau memar dikulit dan jaringan
subkutaneus.
Grade II: Fraktur lebih berat dengan kontusio jaringan lunak lebih dalam dan
edema.
Grade III: Luka berat dengan ditandai kerusakan jaringan lunak dan ancaman
kompartmen syndrome.
VI. DIAGNOSIS
Mendapatkan informasi mengenai riwayat yang lengkap dan
pemeriksaan fisis sangat penting ketika memeriksa seseorang yang diduga
mengalami fraktur corpus tibia. Dapat diketahui bagaimana mekanisme
perlukaan, waktu terjadinya perlukaan dan syndrome nyeri yang akan
muncul. Sangat penting untuk menentukan apakah perlukaan ini termasuk
tinggi-atau rendah energi, perlukaan dengan energi yang tinggi juga akan
sangat signifikan akan mengalami perlukaan jaringan lunak pada sekitar
daerah fraktur. Fraktur corpus tibia disebabkan oleh perlukaan energi rendah
yang berpotensi dengan keadaan patologik atau kondisi osteopenik. Ini
sangat penting untuk menanyakan mengenai lokasi dan berat ringannya
nyeri pada tungkai bawah termasuk panggul, lutut dan pergelangan kaki.
Penanganan harus hati-hati pada associated injuries. Dari pemeriksaan fisis,
biasanya ditemukan nyeri pada sisi yang fraktur yang berhubungan dengan
hematom dari jaringan lunak. (2)
Pemeriksaan Neurovascular Distal (NVD) penting dilakukan. Arteri
dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior harus diraba untuk dievaluasi dan
kita laporkan hasilnya, khususnya pada fraktur terbuka vascular biasanya
mengalami gangguan. Nervus peroneal comunis dan tibialis harus kita
lakukan pemeriksaan. (3)
VII. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pemeriksaan radiologi harus mencakup semua tibia (posis
anteroposterior [AP] dan lateral) dengan visualisasi sendi pergelangan kaki
dan sendi lutut. Posisi oblik dapat membantu untuk melihat karakteristik
fraktur. Foto radiologi post- reduksi harus mencakup lutut dan pergelangan
kaki untuk aligment dan rencana preoperatif.
Pemeriksaan X-ray adalah hal yang wajib. Harus diingatrule of twos:(1)
- Two views- Sebuah fraktur atau dislokasi tidak dapat terlihat hanya
dari satu posisi foto X- ray dan setidaknya dibutuhkan dua posisi
(anteroposterior dan lateral) yang harus diambil.
- Two joints – Pada lengan bawah atau tungkai bawah, satu tulang dapat
fraktur dan mengalami angulasi. Angulasitidak mungkin terjadi
kecuali tulang lainnya juga rusak, atau sendi dislokasi. Keduanya,
sendi atas danbawah fraktur harus diambil pada film x-ray.
- Two limbs- Pada anak-anak, adanya epifisis yang imatur dapat
membingungkan dengandiagnosis fraktur; foto x-ray dari ekstremitas
yang tidak terluka diperlukan untuk perbandingan.
- Two injuries – cedera yang parah sering menyebabkan cedera pada
lebih dari satu level. Jadi, pada fraktur calcaneum atau femur penting
dilakukan foto x-ray pelvis dan spine.
- Two occasions - Beberapa fraktur yang sangat sulit untuk dideteksi
segera setelah cedera, tapi pemeriksaan x-ray yang lain satu atau dua
minggu kemudian dapat menunjukkan adanya lesi. Contoh umum
adalah undisplaced fraktur ujung distal klavikula, scaphoid, neck
femur dan maleolus lateralis dan juga fraktur stress dan cedera fiseal
yang tidak berpindah dimanapun terjadi.
Computed tomography dan magnetic resonance imaging (MRI)
biasanya tidak diperlukan. Technetium scantulang dan MRI dapat berguna
dalam mendiagnosis stress fraktur sebelum cederanya menjadi jelas pada
foto polos. Angiografi diindikasikan jika dicurigai terdapat cederaarteri. (3)
VIII. PENATALAKSANAAN
Non-operative(3)
Reduksi fraktur diikut dengan pengaplikasian long leg cast dengan
pemberian beban secara progresif dapat digunakan untuk mengisolasi dan
menutup fraktur berenergi rendah dengan pergeseran dan pola kominutive
yang minimal.
Cast pada lutut dengan sudut fleksi 0-5º untuk memperbolehkan beban
ditopang secepat mungkin oleh pasien dengan percepatan untuk
pemberian beban secara penuh pada minggu kedua dan keempat.
Setelah empat sampai enam minggu, long leg cast dapat diganti
dengan patella-bearing cast atau fraktur brace.
Kesuksesan union mencapai 97%, namun pemberian beban yang terlambat
dapat menyebabkan penyetuan tulang terlambat atau malunion.
Reduksi fraktur yang dapat diterima
Direkomendasikan angulasi varus/valgus < 5º
Direkomendasikan angulasi anterior/posterior < 10º (disarankan < 5º)
Direkomendasikan deformitas rotasional < 10º dengan eksternal rotasi
dapat ditoleransi lebih baik dibandingkan internal rotasi.
Pemendekan <1 cm; 5 mm distraksi dapat menunda penyembuhan antara
8-12 bulan.
Direkomendasikan jika kontak lebih dari 50%.
Diperkirakan, spina iliaca anteroposterior, bagian tengah dari patella dan
dasar dari jari kedua dalam satu garis.
Waktu untuk Union
Waktu rata-rata adalah 16±4 minggu. Hal ini bervariasi tergantung
pada pola fraktur dan kerusakan jaringan.
Union yang terlambat didefinisikan > 20 minggu.
Nonunion: Timbul saat secara klinis baik secara klinis dan radiologi,
memperlihatkan tanda-tanda potensi untuk union hilang, termasuk lesi
sklerotik dan celah yang tidak berubah dalam beberapa minggu.
Nonunion juga didefinisikan sebagai penyembuhan yang tidak terjadi
dalam 9 bulan setelah fraktur.
Fraktur Stres Tibia
Pengobatan terdiri dari penghentian aktivitas yang beresiko.
Sebuah short leg cast mungkin diperlukan, denganambulation partial-
weight-bearing.
Fraktur Corpus Fibula
Pengobatan terdiri dari weight bearing yang ditoleransi.
Meskipun tidak diperlukan untuk penyembuhan, imobilisasi dalam waktu
singkat dapat digunakan untuk meminimalkan rasa sakit.
Nonunion jarang terjadi karena lampiran otot yang luas.
Pengobatan Operatif(3)
Intramedullary (IM) Nailing
IM nailing memiliki keuntungan dalam menjaga suplai darah periosteal
dan membatasi kerusakan jaringan lunak. Selain itu, keuntungan
biomekaniknya adalah dapat mengontrol alignment, translasidan
rotasi. Oleh karena itu direkomendasikan pada sebagian besar pola
fraktur.
Locked versus unlocked nail
o Locked nail: Alat ini memberikan kontrol rotasi; efektif dalam
mencegah pemendekan pada fraktur comminutive dan pada
orang-orang dengan kehilangan tulang yang signifikan.
Interlocking screws dapat dibuka pada lain waktu untuk
dinamisasi lokasi fraktur, jika diperlukan, untuk penyembuhan.
o Nonlocked nail: Alat ini memungkinkan impaksi pada lokasi
fraktur dengan weight bearing, tetapi sulit untuk mengontrol
rotasi. Nonlocked nail jarang digunakan.
Reamed versus unreamed nail
o Reamed nail: Hal ini diindikasikan untuk kebanyakan fraktur
tertutup dan terbuka. Hal ini memungkinkan IM splint yang
sangat baik pada fraktur dan penggunaan diameter yang lebih
besar,nail yanglebih kuat.
o Unreamed nail: Hal ini dirancang untuk menjaga suplai darah IM
pada fraktur terbuka di mana suplai periosteal telah hancur. Saat
ini disediakan untuk fraktur terbuka dengan derajat tinggi;
kerugiannya adalah bahwa alat ini secara signifikan lebih lemah
dari reamed nail yang lebih besar dan memiliki risiko yang lebih
tinggi terjadinya implant fatigue failure.
Flexible Nails (Enders, Rush Rods)
Beberapa pin IMyang menggunakan tenaga pegas untuk menahanan gulasi
dan rotasi, dengan kerusakan minimal padasirkulasimedula.
Alatini jarang digunakan di AmerikaSerikat karena dominasi pola fraktur
yang tidak stabil dan sukses dengan interlocking nails.
Hal ini direkomendasikan hanya pada anak-anak atau remaja dengan
physes terbuka.
Fiksasi Eksternal
Terutamadigunakan pada fraktur terbukayang parah, juga dapat digunakan
pada fraktur tertutup dengan komplikasi, seperti sindrom
kompartemen, adanya cedera kepala bersamaan, atau luka bakar.
Popularitasnya di Amerika Serikat telah berkurang dengan meningkatnya
penggunaan reamed nails untuk sebagian besar fraktur terbuka.
Tingkatunion: Hingga 90%, dengan rata-rata3,6 bulan untu kunion.
Insiden infeksi saluran pina dalah10% -15%.
Plates and Screws
Biasanya dilakukan pada fraktur yang meluas ke metafisis atau epifisis.
Tingkat keberhasilan yang dilaporkan adalah 97%.
Tingkat komplikasi infeksi, kerusakan luka, dan malunion atau non union
meningkat pada pola cedera-energi yang tinggi.
Fasciotomy
Adanya bukti terjadinya kompartemen syndrome yang merupakan
indikasi untuk dilakukan fasciotomy pada semua empat otot
kompartemen tungkai bawah (anterior, lateral, superfisialdan deep
posterior) melalui satu atau beberapateknik insisi.Setelah operasi
fiksasi fraktur.
IX. KOMPLIKASI(3)
o Malunion: Hal ini termasuk deformitas yang tidak sesuai dengan
posisi anatominya.
o Nonunion: Hal ini terkait dengan cedera- berkecepatan tinggi, fraktur
terbuka (terutama Gustilo grade III), infeksi, fibula yang intak, fiksasi
yang tidak adekuat dan fraktur yang pada awalnya mengalami
pergeseran.
o Dapat terjadi infeksi.
o Dapat terjadi kekakuan pada lutut dan / atau pergelangan kaki.
o Nyeri pada lutut: Hal ini merupakan komplikasi yang paling umum
yang berhubungan dengan IM tibialnailing.
o Kerusakanhardware: Kerusakan nail dan locking screwtergantung
pada ukuran nailyang digunakan dan jenis logamnya. Reamed nail
yang lebih besar memiliki cross screw yang lebih besar; insidens
kerusakan nail dan screw lebih besar pada undreamed nail yang
memanfaatkan locking screw dengan diameteter- kecil.
o Nekrosis akibat suhu dari diafisis tibiadengan reaming merupakan hal
yang tidak biasa dan merupakan komplikasi yang serius. Risiko
meningkat dengan penggunaan reamer yang tumpul dan reaming
dengan kontrol tourniquet.
o Reflex simpatik distrofi: Hal ini merupakan hal yang paling umum
terjadi pada pasien yang tidak bisa menggunakan bear weight
earlydan dengan imobilisasi cast yang lama. Hal ini ditandai dengan
nyeri dan bengkak yang diikuti oleh atrofi ekstremitas. Tanda-tanda
radiografi adalah demineralisasi bercak-bercak pada kaki dan distal
tibia serta pergelangan kaki equinovarus. Hal tersebut diobati dengan
stoking kompresi elastis, weight bearing, blok simpatis, dan orthoses
kaki, disertai dengan terapi fisik yang agresif.
o Kompartemen syndrome: Kompartemen anterior merupakan
kompartemen yang paling sering terkena. Tekanan tertinggi terjadi
pada saat reduksi terbuka atau tertutup. Hal ini memerlukan fasiotomi.
Kematian otot terjadi setelah 6 sampai 8 jam. Kompartemen syndrome
deep posterior mungkin terlewatkan karena tidak terkenanya
kompartemen superficial diatasnya, dan menyebabkan claw toes.
o Cedera neurovaskular: Cedera vascular jarang terjadi kecuali jika
cedera berkecepatan tinggi, adanya pergeseran nyata, sering pada
fraktur terbuka. Hal ini paling sering terjadi pada arteri tibialis anterior
yang melintasi membran interoseustungkai bawah bagian proksimal.
Hal ini mungkin memerlukan saphenous vein interposition graft.
Nervus peroneal komunis rentan terhadap cedera langsung pada fibula
proksimal serta fraktur dengan angulasi varus yang signifikan. Traksi
yang berlebihan dapat mengakibatkan cedera pada saraf, dan cetakan
cast/ paddingyang tidak adekuat dapat mengakibatkan neurapraksia.
o Dapat terjadi emboli lemak.
o Deformitas claw toes. Hal ini terkait dengan jaringan parut pada
tendon ekstensor atau iskemia dari posterior otot kompartemen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nalyagam S. Principles of Fractures. In: Solomon L. Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures. Ninth edition. UK: 2010. p. 687-693.
2. Bucholz, Robert W.; Heckman, James D. Fractures of The Tibia and Fibula.
In: Court-Brown, Charles M. Rockwood & Green's Fractures in Adults, 7th
Edition. UK: Lippincott Williams & Wilkins. 2006. p. 1868-76.
3. Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.Handbook of Fractures, 4th Edition.
USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2006.p. 464-75.
4. Agur AMR, Dalley AF. Grant’s Atlas of Anatomy 12th edition. New York:
Lippincott William Wilkins. 2009.p. 422-5.
5. Thompson, John C. Leg and Knee in: Netter's Concise Orthopaedic Anatomy.
2th Edition..Philadelphia: Saunders Elsevier. 2010.p. 294, 316-9.
6. Snell RS. The Lower Limb. Clinically Anatomy by Regions. 8th Edition. New
York: Lippincott Williams & Wilkins; p. 595-6.
7. Mostofi SB. Fracture Classification in Clinical Practice. London: Springer.
2006. 59-60.
8. Miller MD, Thompson SR, Hart JA. Review of Orthopaedics 6th Edition.
Philadelphia; Saunder Elsevier. 2012. p. 315-6.
LAMPIRAN
Recommended