BAB I
PENDAHULUAN
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai anomali dentofacial pada
keadaan prenatal maupun postnatal. Setiap keadaan anomali memiliki etiologi dan
karakteristiknya masing-masing.
Dalam keadaan prenatal, makalah ini membahas tentang gangguan
perkembangan embrio, bahan teratogen, intrauterine molding, missing teeth
congenital, malformasi gigi, celah bibir dan palatum, gangguan pertumbuhan
skeletal, dental anomaly, disproporsi ukuran gigi dengan rahang, dan disproporsi
ukuran rahang atas dengan rahang bawah.
Dalam keadaan postnatal, makalah ini akan membahas tentang maloklusi
pengaruh lingkungan dan bone resorption.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prenatal
Maloklusi adalah kondisi perkembangan. Pada beberapa kejadian
maloklusi dan deformitas dentofasial disebabkan bukan oleh beberapa proses
patologis, tetapi oleh distorsi parah pada perkembangan normal. Kadang kala
penyebab spesifik tunggal terlihat jelas, sebagai contoh defisiensi mandibula
sekunder pada fraktur rahang anak-anak atau maloklusi khas yang menyertai
beberapa sindrom genetik. Masalah ini lebih sering merupakan hasil dari suatu
interaksi komplek diantara faktor multipel yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan, dan hal ini tidak mungkin untuk menjelaskan faktor etiologi yang
spesifik.
Walaupun hal ini sulit untuk diketahui penyebab yang tepat pada
kebanyakan maloklusi, kita tidak tahu secara umum apa kemungkinan dan hal ini
harus dipertimbangkan ketika perawatan dipertimbangkan. Kita memeriksa faktor
etiologi maloklusi pada tiga faktor utama, yaitu penyebab spesifik, pengaruh
herediter dan pengaruh lingkungan.
2
2.1.1 Gangguan Perkembangan Embrio
Kecacatan pada perkembangan embriologis biasanya menghasilkan
kematian embrio. Sebanyak 20% pada kehamilan awal berakhir karena kecacatan
embriologis letal, sering sangat awal bahkan saat seorang ibu tidak sadar bahwa
dia sedang hamil. Kondisi yang berjumlah relatif sedikit kondisi yang dapat
dikenal yang dapat menyebabkan masalah ortodontik yang cocok dengan
kelangsungan hidup jangka panjang.
2.1.2 Bahan Teratogen
Setiap ibu ingin melahirkan anak-anaknya ke dunia dengan sempurna.
Akan tetapi, banyak juga ibu yang melahirkan bayi-bayi dengan cacat saat bayi
dilahirkan. Hal ini dapat terjadi karena hanya sedikit ibu hamil yang tahu bahwa
cacat janin dapat disebabkan oleh berbagai bahan atau zat di sekitar kita. Bahan-
bahan yang secara kedokteran dapat memberikan efek gangguan pada janin dan
menimbulkan kecacatan dikenal sebagai bahan teratogenik. Bahan teratogenik
adalah bahan-bahan di alam ini yang dapat menyebabkan terjadinya cacat lahir
atau cacat fisik pada bayi yang terjadi selama bayi dalam kandungan. Bahan
teratogenik dapat menimbulkan bayi lahir dengan cacat lahir berupa cacat fisik
yang nampak maupun tidak nampak. Contoh kecacatan fisik yang nampak
contohnya bibir sumbing (cleft lips), kelainan bentuk ekstremitas, kelainan bentuk
kepala, tubuh maupun organ lain yang nampak dari luar. Sedangkan, cacat lahir
yang tidak nampak misalnya kelainan otak, penurunan kecerdasan (IQ), kelainan
3
bentuk jantung, pembentukan sekat jantung yang tidak sempurna, gangguan reaksi
metabolisme tubuh, kelainan ginjal atau bahkan kelainan organ reproduksi.
4
Efek teratogen
Syndrome kaki duyung, www.google.com
Gambar. Bayi dengan kelainan pada wajah
Gambar. Bayi dengan kelainan microcephalus
Adanya kecacatan pada bayi secara fisik dapat menyebabkan bayi tumbuh
tidak sempurna, gangguan pada masa pertumbuhan, kecacatan, dan bahkan
kematian. Apabila bayi dapat tumbuh dewasa, kecacatan yang dibawanya sejak
lahir tentu akan mempengaruhi penampilan dirinya, misalnya kecerdasan lebih
rendah, kurang berprestasi, kurang percaya diri dan bahkan ketergantungan
mutlak kepada orang lain.
5
Gangguan Proses Pembentukan Organ Tubuh
Janin akan berkembang dari satu sel menjadi banyak sel. Proses
pembentukan jaringan dan organ tubuh selama janin dalam kandungan dikenal
dengan istilah organogenesis. Proses ini berlangsung terutama pada saat
kehamilan trisemester pertama dan akan selesai pada awal trisemester ke dua atau
sekitar 16 minggu. Adanya bahan-bahan yang bersifat teratogenik akan
menimbulkan gangguan pada sel-sel tubuh janin yang sedang melakukan proses
pembentukkan organ tersebut. Akibat adanya gangguan tersebut, maka sel tidak
dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana seharusnya dan menimbulkan
berbagai cacat lahir yang dapat terjadi pada organ luar maupun organ dalam.
Bahan teratogenik tidak hanya dapat menyebabkan kecacatan fisik. Bahan
tersebut juga dapat menimbulkan kelainan dalam hal psikologis dan kecerdasan.
Hal ini berhubungan dengan adanya gangguan pada pembentukan sel-sel otak
bayi selama ia dalam kandungan. Bila bayi terlahir dengan cacat fisik yang
nampak dan mungkin diperbaiki atau diterapi dengan cara pembedahan (misalnya
bibir sumbing dan kelainan katup jantung) maka mungkin kecacatan anak dapat
tertutup begitu anak menginjak dewasa dan mencegah terjadinya gangguan-
gangguan yang mungkin muncul saat bayi dewasa. Namun hingga kini belum
ditemukan cara untuk membalikkan gangguan yang terjadi pada sel-sel otak,
maupun kelainan pada metabolisme anak sehingga bila sudah terjadi gangguan
otak atau gangguan metabolisme maka akan sulit bagi bayi untuk tumbuh dan
berkembang dengan baik.
6
Menghindari Paparan Dengan Bahan Teratogen
Sampai saat ini belum ditemukan cara untuk mengobati efek yang timbul
akibat paparan bahan teratogenik pada ibu hamil. Satu-satunya jalan yang dapat
dilakukan oleh ibu hamil dalam mencegah efek bahan teratogenik adalah dengan
menghindari paparan bahan tersebut pada dirinya. Untuk itu perlu bagi ibu hamil
untuk mengetahui dan memahami bahan-bahan apa saja yang dapat memberikan
efek teratogenik. Bahan teratogenik dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan
golongannya yaitu :
1. Bahan teratogenik fisik
Yaitu bahan yang bersifat teratogen dari unsur-unsur fisik misalnya radiasi
nuklir, sinar gamma dan sinar-X (sinar Rontgen). Bila ibu terkena radiasi
nuklir (misalnya pada tragedi chernobil) atau terpajan dengan agen fisik
tersebut maka janin akan lahir dengan berbagai kecacatan fisik. Tidak ada
tipe kecacatan fisik tertentu pada paparan ibu hamil dengan radiasi, karena
7
Cleft lips, www.google.com
agen teratogenik ini sifatnya tidak spesifik karena mengganggu berbagai
macam organ.
Untuk menghindari terpajan agen teratogen fisik, maka ibu sebaiknya
menghindari melakukan foto Rontgen apabila ibu sedang hamil. Foto
Rontgen yang terlalu sering dan berulang pada kehamilan kurang dari 12
minggu dapat memberikan gangguan berupa kecacatan lahir pada janin.
2. Bahan teratogenik kimia
Bahan berupa senyawa-senyawa kimia yang bila masuk dalam tubuh ibu
pada saat kritis pembentukan organ tubuh janin dapat menyebabkan
gangguan pada proses tersebut. Kebanyakan bahan teratogenik adalah
bahan kimia. Bahkan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati
beberapa penyakit tertentu juga memiliki efek teratogenik.
Alkohol merupakan bahan kimia teratogenik yang umum terjadi terutama
di negara-negara yang konsumi alkoholnya tinggi. Konsumsi alkohol pada
ibu hamil selama kehamilannya terutama di trisemester pertama, dapat
menimbulkan kecacatan fisik pada anak dan terjadinya kelainan yang
dikenal dengan fetal alkoholic syndrome. Konsumsi alkohol ibu dapat
turut masuk kedalam plasenta dan memperngaruhi janin sehingga
pertumbuhan otak terganggu dan terjadi penurunan kecerdasan/retardasi
mental. Alkohol juga dapat menimbulkan bayi mengalami berbagai
kelainan bentuk muka, tubuh dan anggota gerak bayi begitu ia dilahirkan.
Paparan rokok dan asap rokok pada ibu hamil terutama pada masa
organogenesis juga dapat menimbulkan berbagai kecacatan fisik. Ada
8
baiknya bila ibu berhenti merokok (bila ibu seorang perokok) dan
menghindarkan diri dari asap rokok. Ada baiknya bila sang ayah yang
perokok tidak merokok selama berada didekat sang ibu dalam
kehamilannya. Asap rokok bila terpapar pada janin-janin yang lebih tua
(lebih dari 20 minggu) dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan
lahir rendah, atau bayi kecil.
Obat-obatan untuk kemoterapi kanker umumnya juga bersifat teratogenik.
Beberapa jenis obat antibiotik dan penghilang rasa nyeri juga memiliki
efek gangguan pada janin. Obat-obatan yang menimbulkan efek seperti
narkotik dan obat-obatan psikotropika bila dikonsumsi dalam dosis besar
juga dapat menimbulkan efek serupa dengan efek alkohol pada janin.
Untuk itu ada baiknya bila selama kehamilan terutama trisemester pertama
agar ibu berhati-hati dalam mengkonsumsi obat dan hanya mengkonsumsi
obat-obatan yang dianjurkan oleh dokter.
Gambar. Bahan teratogen
9
Beberapa polutan lingkungan seperti gas CO, senyawa karbon dan
berbagai senyawa polimer dalam lingkungan juga dapat menimbulkan efek
teratogenik. Oleh karena itu, ada baiknya bila ibu membatasi diri dalam
bepergian ke tempat-tempat dengan tingkat polusi tinggi atau dengan
mewaspadai konsumsi makanan dan air minum tiap harinya. Hal ini
karena umumnya bahan tersebut akan mengendap dan tersimpan dalam
berbagai makanan maupun dalam air minum harian.
3. Bahan teratogenik biologis
Agen teratogenik biologis adalah agen yang paling umum dikenal oleh ibu
hamil. Istilah TORCH (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan
Herpes Simpleks) merupakan agen teratogenik biologis yang umum
dihadapi oleh ibu hamil dalam masyarakat. Infeksi TORCH dapat
menimbulkan berbagai kecacatan lahir dan bahkan abortus sampai
kematian janin. Selain itu, beberapa infeksi virus dan bakteri lain seperti
penyakit sifilis juga dapat memberikan efek teratogenik.
Ada baiknya bila ibu sebelum kehamilannya melakukan pemeriksaan
laboratorium pendahuluan untuk menentukan apakah ia sedang menderita
infeksi TORCH, infeksi virus atau bakteri lain yang berbahaya bagi
dirinya maupun kehamilannya. Bila dari hasil dinyatakan positif, ada
baiknya bila ibu tidak hamil lebih dulu sampai penyakitnya disembuhkan
dan telah dinyatakan fit untuk hamil.
Teratogen yang mempengaruhi perkembangan dentofasial
10
Teratogen Efek
Aminopterin Anencephaly
Aspirin Celah bibir dan palatum
Asap rokok (hipoksia) Celah bibir dan palatum
Cytomegalovirus Microcephaly,hydrocephaly,
micropthalmia
Dilantin Celah bibir dan palatum
Etil alcohol Defisiensi mid-face sentral
6-Mercaptourine Celah palatum
13-cis Retinoic acid
(Accutane)
Sindrom retinoic acid: malformasi
sesungguhnya sama seperti
mikrosomia hemifasial, sindrom
Treacher Collins
Virus Rubella Microphthalmia, katarak, tuli
Thalidomide Malformasi mirip mikrosomia
hemifasial, sindrom Treacher Collins
Toxoplasma Microcephaly,hydrocephaly,
micropthalmia
X-radiation Microcephaly
11
Valium Celah bibir dan palatum
Kelebihan vitamin D Penutupan sutura prematur
2.1.3 Intrauterine Molding
Tekanan yang terjadi saat perkembangan wajah pada waktu prenatal dapat
mengakibatkan ditorsi area wajah. Pada suatu kasus, lengan bayi menekan wajah
bayi pada saat intrautero dan setelah lahir tampak defisiensi maksila pada bayi
tersebut.
Ketika kepala janin tertekuk terlalu keras ke arah dada pada saat intrautero
dapat menghambat perkembangan wajah, yaitu membuat mandibula tidak tumbuh
ke arah depan secara normal. Tidak normalnya pertumbuhan mandibula ini akan
mengakibatkan sangat kecilnya mandibula bayi, dan kemungkinan juga disertai
oleh celah palatum karena retriksi ketika proses pada saat menutupnya palatum.
Hal ini berkaitan dengan berkurangnya volume cairan amnion.
12
Defisiensi mandibula saat lahir yang ekstrem ini dinamakan Pierre-Robin
anomaly. Sindrom ini mempunyai etiologi yang kurang jelas, bahkan penyebab
multipel dapat menuntun pada sequnce yang sama pada kejadian yang
menyebabkan deformitas. Berkurangnya volume pada rongga mulut dapat
membuat kesulitan bernafas saat lahir dan hal ini penting untuk melakukan
tracheostomy sehingga bayi dapat bernafas. Perpanjangan mandibula melalui
distraksi osteogenesis dapat membuat rongga saluran nafas menjadi cukup dan
tracheostomy dapat ditutup.
Oleh karena adanya tekanan terhadap wajah yang disebabkan masalah
pertumbuhan tidak akan ada setelah kelahiran, ada kemungkinan pertumbuhan
normal setelah itu dan mungkin nantinya pemulihan menyeluruh. Beberapa anak
dengan sequence sindrom Pierre-Robin saat lahir memiliki pertumbuhan
mandibula yang menguntungkan setelahnya, tetapi beberapa anak lainnya
membutuhkan pembedahan.
Telah diestimasikan bahwa sekitar satu pertiga dari pasien sindrom Pierre-
Robin mempunyai kecacatan pada formasi tulang rawan dan dapat dikatakan
menderita sindrom Stickler. Kelompok ini memiliki potensial pertumbuhan yang
13
terbatas. Menyusul pertumbuhan kebanyakan seperti ketika masalah murni yaitu
restriksi pertumbuhan mekanik yang tidak ada lama setelah lahir.
Tekanan pada saat intrauteri dan tekanan pada jalur lahir diteliti juga dapat
menyebabkan tidak simetrinya wajah. Tetapi hal ini biasanya dapat kembali
normal secara berangsur-angsur selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.
2.1.4 Missing Teeth Congenital
Tidak adanya gigi secara kongenital berasal dari gangguan selama initial
stages pada proses pembentukan gigi, inisiasi dan proliferasi. Anodontia adalah
kehilangan seluruh gigi, merupakan bentuk ekstrem. Oligodontia merupakan
ketiadaan kongenital dari banyak gigi, tetapi tidak seluruhnya, sedangkan istilah
hypodontia yang jarang digunakan menggambarkan keadaan kehilangan sebagian
kecil atau hanya beberapa gigi. Karena benih gigi susu menimbulkan benih gigi
permanen, tidak akan ada gigi permanen jika pendahulunya atau benih gigi
susunya hilang. Namun, mungkin saja gigi susu bisa muncul dan beberapa atau
seluruh gigi permanen tidak muncul.
Anodontia atau oligodontia biasanya berhubungan dengan abnormalitas,
ectodermal dysplasia. Seseorang dengan ectodermal dysplasia memiliki rambut
yang tipis dan jarang serta tidak memiliki kelenjar keringat di samping mengalami
kehilangan gigi yang khas. Namun, terkadang oligodontia terjadi pada pasien
yang tidak memiliki masalah sistemik yang jelas atau sindrom kongenital.
14
Anodontia dan oligodontia jarang terjadi, tetapi hypodontia adalah yang
relatif umum ditemukan. Penelitian baru-baru ini menyimpulkan bahwa etiologi
model multifaktor polygenic merupakan penjelasan terbaik dalam etiologi. Secara
umum, jika hanya satu atau beberapa gigi hilang, gigi yang hilang pasti gigi yang
paling distal, dari berbagai tipe yang diberikan. Jika gigi molar hilang secara
kongenital, gigi yang hilang hampir selalu molar ketiga. Jika gigi incisivus yang
hilang, gigi yang hilang hamper selalu gigi lateral. Jika premolar yang hilang,
hampir selalu premolar ke dua dibanding premolar pertama. Jarang sekali jika
hanya gigi caninus yang hilang.
2.1.5 Malformasi Gigi
2.1.5.1 Geminasi
a. Definisi
Geminasi adalah bergabungnya dua gigi dari organ enamel yang sama.
Hasil yang khas adalah pembelahan parsial dengan munculnya dua
mahkota dan hanya mempunyai satu saluran akar. Kadang terjadi
15
Missing teeth, http://www.braces4oxford.co.uk/MissingTeeth.html
pembelahan lengkap atau kembar yang menghasilkan dua gigi dari satu
tooth germ. Pada geminasi, jumlah gigi normal tetapi ada satu gigi yang
mahkotanya terlihat lebih besar.
b. Prevalensi
Pada gigi sulung. Lebih sering terjadi pada incisivus.
c. Penatalaksanaan :
Pada gigi yang fusi, terdapat groove pada bagian belakang gigi (palatal /
labial / lingual) yang berpotensi untuk terjadinya karies sehingga
membutuhkan penambalan.
Jika gigi yang anomali tidak tanggal pada waktunya, dapat mengganggu
erupsi gigi permanen sehingga membutuhkan ekstraksi gigi sulung yang
anomali atau yang mengganggu erupsi gigi permanen.
16
Geminasi pada 4.1, http://www.smilebugg.com/pediatric-dentistry-wenatchee-wa/dental-anomalies.aspx
2.1.5.2 Fusi
a. Definisi
Fusi adalah suatu kondisi di mana dua gigi tumbuh bergabung menjadi
satu gigi, bersatu pada sementum, dentin, dan enamel. Pada fusi, terlihat
adanya dua pulpa dan dua saluran akar. Dapat terjadi fusi lengkap dan
tidak lengkap. Fusi lengkap yaitu bergabungnya dua gigi di sepanjang
panjang gigi. Fusi tidak lengkap yaitu bergabungnya dua gigi di sebagian
panjang gigi (misal : apakah akarnya saja, atau mahkotanya saja).
Penggabungan juga dapat terjadi karena menyatunya dua tunas gigi yang
normal, menjadi supernumerary teeth. Akan tetapi, pada kasus fusi yang
sebenarnya, jumlah gigi lebih sedikit dari jumlah gigi normal jika gigi
yang anomali dihitung sebagai satu gigi.
b. Penyebab
Tidak diketahui secara pasti. Trauma dapat menjadi penyebab fusi.
c. Prevalensi
Pada gigi sulung. Lebih sering terjadi pada incisivus.
d. Penatalaksanaan
Pada gigi yang fusi, terdapat groove pada bagian belakang gigi (palatal /
labial / lingual) yang berpotensi untuk terjadinya karies sehingga
membutuhkan penambalan.
17
Jika gigi yang anomali tidak tanggal pada waktunya, dapat mengganggu
erupsi gigi permanen sehingga membutuhkan ekstraksi gigi sulung yang
anomali / yang mengganggu erupsi gigi permanen.
2.1.5.3 Twinning
Istilah-istilah seperti double teeth, double formations, joined teeth, fused
teeth, atau twinning sering digunakan untuk mendeskripsikan fusion ataupun
germination, yang keduanya adalah abnormalitas dalam pertumbuhan gigi.
18
Fusi antara 3.1 dengan 3.2 http://www.smilebugg.com/pediatric-
dentistry-wenatchee-wa/dental-anomalies.aspx
Fusi antara 1.1 dengan 1.2 http://www.smilebugg.com/pediatric-
dentistry-wenatchee-wa/dental-anomalies.aspx
Fusion adalah penggabungan dua gigi yang sedang tumbuh menjadi satu
gigi, sehingga jumlah keseluruhan gigi lebih sedikit satu gigi dari jumlah normal.
Gemination adalah gigi terlihat memiliki dua mahkota, tetapi setelah
dihitung jumlah keseluruhan, jumlahnya normal. Apabila gigi yang terlihat
memiliki dua mahkota tersebut dihitung dan ternyata jumlah keseluruhan gigi
lebih banyak daripada jumlah normal gigi, maka situasi seperti ini disebut dengan
twinning
Jadi dapat disimpulkan bahwa twinning adalah pembelahan lengkap satu
benih gigi menjadi dua gigi dan memiliki dua buah kamar pulpa. Twinning terjadi
karena adanya kelainan pada perkembangan embriologi gigi. Sehingga gigi yang
seharusnya tumbuh menjadi satu gigi mengalami pembelahan dan menjadi dua
gigi yang terpisah.
Situasi seperti ini dapat juga disebut gigi supernumerer. Gigi supernumerer
sendiri adalah gigi berlebih yang terjadi karena gangguan pada tahap
perkembangan inisiasi dan proliferasi gigi.
19
2.1.5.4 Concrescence
a. Definisi
Mengacu pada tipe fusi yang mana gigi yang terbentuk merupakan
penyatuan hanya sebatas garis sementum.
b. Etiologi
Kelainan ini terjadi sbelum atau sesudah erupsi, dan kausa lainnya yang
juga banyak terjadi disebabkan oleh karena trauma lokal, dental crowding,
dan dislokasi gigi selama pembentukan.
c. Epidemiologi
Jarang terjadi pada anak-anak. Predileksi terjadi kebanyakan pada gigi
molar kedua dan ketiga rahang atas.
d. Gambaran klinis
Perubahan yang terjadi pada gigi dapat dilihat dari gambaran radiografi
20
e. Treatment
Tidak memerlukan perawatan tertentu, karena gigi yang terkena bersifat
asimtomatik.
2.1.5.5 Mikrodontia
a. Definisi
Microdontia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih kecil dari normal.
Microdontia lokal yang hanya mengenai satu atau beberapa gigi lebih
sering ditemui daripada yang mengenai seluruh gigi. Kelainan ini lebih
sering terjadi pada gigi-gigi permanen dibandingkan gigi-gigi sulung.
Selain itu juga lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki.
Microdontia lebih sering terjadi pada gigi insisif dua rahang atas dan gigi
molar tiga rahang atas
21
Concrescence, http://quizlet.com/3609002/radiographic-identification-flash-cards/
Gambar 1. Mikrodontia yang mengenai hampir seluruh gigi
b. Penyebab
Kelainan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Microdontia yang
mengenai seluruh gigi jarang terjadi dan bisa ditemukan pada kelainan
yang diturunkan dari orangtua (congenital hypopituitarism). Selain itu bisa
juga disebabkan karena adanya radiasi atau perawatan kemoterapi saat
pembentukan gigi.
Microdontia lokal diduga disebabkan oleh adanya mutasi pada gen
tertentu. Kelainan ini juga bisa merupakan bagian dari sindroma tertentu
(penyakit yang terdiri dari beberapa gejala yang timbul bersama-sama),
seperti sindroma trisomy 21 atau sindroma ectodermal dysplasia. Selain itu
microdontia juga sering ditemui pada kelainan cleft lip and palate (bibir
sumbing dan celah pada langit-langit rongga mulut).
c. Gejala
22
Gambar 2. Gigi-gigi insisif dua yang mengalami microdontia memiliki ukuran
lebih kecil danberbentuk kerucut.
Mahkota gigi yang mengalami microdontia tampak lebih kecil daripada
ukuran yang normal. Gigi tersebut dapat berbentuk kerucut atau sama
seperti gigi normal hanya dengan ukuran yang lebih kecil.
d. Perawatan
Perawatan microdontia biasanya meliputi pemberian restorasi estetik untuk
memperbaiki bentuk dan ukuran gigi, misalnya dengan pemasangan
mahkota tiruan (crown) atau dengan penambalan. Juga bisa dilakukan
perawatan orthodonti (pemakaian kawat gigi) untuk merapatkan ruangan
antar gigi-geligi bila diperlukan. Lakukan konsultasi dengan dokter gigi
Anda untuk mendapatkan perawatan yang sesuai bila gigi Anda memiliki
kelainan ini.
2.1.5.6 Makrodontia
a. Definisi
Macrodontia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih besar dari normal.
Kelainan ini bisa mengenai semua gigi atau hanya beberapa gigi saja.
Macrodontia total yang meliputi seluruh gigi sangat jarang terjadi,
biasanya hanya satu gigi saja yang mengalami kelainan ini. Macrodontia
lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
23
b. Penyebab
Macrodontia dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang saling
mempengaruhi. Macrodontia yang mengenai seluruh gigi dapat terjadi
pada kelainan pituitary gigantism, yaitu suatu kelainan yang disebabkan
oleh adanya gangguan keseimbangan hormonal. Macrodontia yang hanya
mengenai gigi tertentu saja (macrodontia lokal) kadang ditemukan pada
kelainan unilateral facial hyperplasia yang menyebabkan perkembangan
benih gigi yang berlebihan. Selain itu, macrodontia juga dapat
berhubungan dengan beberapa penyakit yang diturunkan.
Gambar 1. macrodontia yang mengenai gigi insisif sentral rahang atas
c. Gejala Klinis
Ukuran gigi tampak lebih besar daripada gigi normal.
Macrodontia merupakan kelainan yang cukup jarang ditemukan pada gigi
permanen. Biasanya mengenai gigi molar tiga rahang bawah dan premolar
dua rahang bawah, serta insisif sentral rahang atas.
24
Gambar 2. Gigi-gigi depan tampak jauh lebih besar daripada gigi-gigi lainnya
d. Perawatan
Perawatan kasus ini akan dilakukan bila besarnya ukuran gigi
menyebabkan keluhan, misalnya gigi yang berjejal atau faktor estetis yang
berkurang. Perawatan kelainan ini biasanya meliputi perbaikan ukuran gigi
dengan cara mengecilkan gigi yang mengalami makrodontia. Bila tidak
mungkin dilakukan perbaikan dan dapat menimbulkan kelainan lainnya,
maka dapat dilakukan pencabutan dan dibuatkan gigi tiruan.Segera
lakukan konsultasi dengan dokter gigi Anda bila Anda memiliki kelainan
ini.
2.1.5.7 Gigi Supernumerer
a. Definisi
Supernumerary teeth adalah gigi tambahan/berlebih, sehingga jumlah gigi
yang terbentuk dalam rahang lebih banyak dari jumlah normal.
Supernumerary teeth dapat menyebabkan susunan gigi-geligi yang terlalu
berjejal atau malah dapat menghambat pertumbuhan gigi sebelahnya.
b. Penyebab
25
Penyebab dari supernumerary teeth belum diketahui dengan pasti.
Kelainan ini dapat terjadi bila ada proliferasi sel yang berlebihan pada saat
pembentukan benih gigi, sehingga gigi yang terbentuk melebihi jumlah
yang normal. Pada beberapa kasus, kelainan ini dapat diturunkan dari
orang tua. Selain itu, supernumerary teeth juga bisa merupakan bagian dari
penyakit atau sindroma tertentu, yaitu cleft lip and palate (sumbing pada
bibir dan langit-langit), Gardner’s syndrome, atau cleidocranial dysostosis.
Pada kelainan-kelainan tersebut, biasanya supernumerary teeth mengalami
impaksi (tidakdapat tumbuh di dalam rongga mulut).
c. Gambaran Klinis
Supernumerary teeth dapat memiliki bentuk yang sama atau berbeda
dengan gigi normal. Bila berbeda, bentuknya dapat konus (seperti
kerucut), tuberculate (memiliki banyak tonjol gigi), atau odontomec
(bentuknya tidak beraturan). Supernumerary teeth lebih sering terjadi pada
rahang atas dibandingkan rahang bawah. Gigi berlebih ini juga dapat
terbentuk di berbagai bagian rahang, yaitu pada daerah gigi insisif depan
atas (disebut juga mesiodens), di sebelah gigi molar (disebut juga
paramolars), di bagian paling belakang dari gigi molar terakhir (disebut
juga disto-molars), atau di sebelah gigi premolar (disebut juga
parapremolars). Supernumerary teeth yang paling sering dijumpai adalah
mesiodens. Kelainan ini lebih sering terjadi pada gigi tetap dibandingkan
gigi susu.
26
Gambar 1. Supernumerary teeth pada bagian depan rahang atas (mesiodens)
Gambar 2. Gigi-gigi yang berlebih pada bagian depan rahang bawah
d. Pemerikasaan
Biasanya dalam menentukan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan
radiografik dental atau panoramic untuk memastikan jumlah gigi memang
melebihi jumlah normal.
Gambar 3. Gambaran radiografik panoramik pada kasus supernumerary teeth
27
e. Perawatan
Diagnosa sedini mungkin dan perawatan yang tepat sangat diperlukan
untuk mencegah kelainan yang lebih parah. Perawatan yang dilakukan
oleh dokter gigi tergantung dari keparahan kasus. Biasanya dilakukan
tindakan pencabutan gigi yang berlebih atau hanya dilakukan observasi
bila ada pertimbangan-pertimbangan tertentu.
2.1.6 Celah Bibir dan Palatum
Celah bibir dan palatum merupakan cacat yang biasa ditemukan dan
mengakibatkan gambaran wajah yang abnormal dan gangguan bicara.
Kebanyakan celah bibir dan palatum mempunyai penyebab multifaktorial. Celah
bibir (kurang lebih 1:1000 kelahiran) lebih banyak terjadi pada pria (80%)
daripada wanita, angka kejadiannya lebih tinggi dengan bertambahnya usia ibu,
dan angka kejadian ini berbeda-beda pada berbagai kelompok penduduk yang
berlainan.
28
Apabila orang tua normal dan mempunyai seorang anak menderita celah
bibir, kemungkinan bayi berikutnya untuk mendapatkan cacat yang sama adalah
4%. Apabila dua saudara kandung terkena, risiko bagi anak berikutnya meningkat
menjadi 9%. Akan tetapi, apabila salah satu orang tuanya mengalami celah bibir,
dan mereka mempunyai satu anak yang menderita cacat yang sama, kemungkinan
anak berikutnya untuk terkena meningkat hingga 17%.
Frekuensi celah palatum jauh lebih kecil daripada celah bibir (1:2500
kelahiran), lebih sering terjadi pada wanita (67%) daripada pria, dan tidak
berhubungan dengan usia ibu. Apabila kedua orang tua normal dan mempunyai
seorang anak dengan celah palatum, kemungkinan bayi berikutnya untuk
menderita cacat ini kira-kira 2%. Akan tetapi, jika ada kelainan yang sama pada
seorang anggota keluarga lain atau orang tua dan anak yang menderita celah
palatum, kemungkinannya meningkat masing-masing menjadi 7% dan 15%. Telah
terbukti bahwa pada wanita lempeng-lempeng palatum bersatu kurang lebih 1
minggu lebih lambat daripada pria. Mungkin inilah yang lebih dapat menerangkan
mengapa sumbing palatum saja lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria.
Obat-obatan antikonvulsan, seperti fenobarbital dan difenilhidantoin, yang
diberikan selama kehamilan meningkatkan risiko terjadinya celah palatum.
Foramen incisivum dianggap sebagai petunjuk pembagian antara cacat
sumbing depan dan belakang. Celah yang terletak di depan foramen incisivum
meliputi celah bibir lateral, celah rahang atas, dan celah antara palatum primer dan
sekunder. Celah ini disebabkan karena tidak menyatunya sebagian atau seluruh
tonjol maksila dengan tonjol hidung medial pada satu atau kedua sisi. Celah yang
29
terletak di belakang foramen incisivum antara lain adalah celah palatum
(sekunder) dan celah uvula. Celah palatum disebabkan oleh tidak menyatunya
lempeng-lempeng palatina, yang kemungkinan disebabkan oleh kecilnya ukuran
lempeng tersebut, kegagalan lempeng untuk terangkat, hambatan proses
penyatuannya sendiri, atau gagalnya lidah untuk turun dari antara kedua lempeng
tersebut akibat mikrognatia. Golongan ketiga terbentuk oleh gabungan celah yang
terletak di depan maupun di belakang foramen incisivum. Sumbing depan dapat
bermacam-macam tingkatnya, mulai dari kelainan yang hampir tidak tampak pada
vermilion bibir hingga sumbing yang meluas ke dalam hidung. Pada kasus yang
lebih berat, sumbing meluas ke tingkat yang lebih dalam, karena itu membentuk
celah rahang atas. Maksila dengan demikian terbelah di antara gigi seri lateral dan
gigi taring. Seringkali, sumbing seperti ini meluas hingga ke foramen incisivum.
Demikian pula, sumbing belakang dapat bermacam-macam tingkatnya, mulai dari
sumbing yang mengenai seluruh palatum sekunder hingga sumbing pada uvula
saja.
Celah wajah miring ditimbulkan oleh gagalnya tonjol maksila untuk
menyatu dengan tonjol hidung lateral pasangannya. Apabila hal ini terjadi, ductus
nasolacrimalis biasanya terbuka dan tampak dari luar.
Celah bibir median, suatu kelainan yang jarang terjadi, disebabkan oleh
penyatuan dua tonjol hidung medial yang tidak sempurna di garis tengah.
Kelainan ini biasanya disertai oleh adanya suatu alur yang dalam di antara sisi
kanan dan kiri hidung. Bayi yang mengalami sumbing garis tengah sering
mengalami keterbelakangan mental dan mungkin mengalami kelainan otak
30
dengan berbagai derajat hilangnya struktur pada garis tengah (holoprosensefali).
Hilangnya jaringan garis tengah bisa demikian luas sehingga terjadi penyatuan
ventrikel lateral. Cacat ini timbul dalam perkembangan yang sangat dini pada saat
mulai terjadinya neurulasi (hari ke-19 sampai 21) ketika garis tengah otak depan
sedang dibentuk.
Patogenesis Celah Bibir
Celah bibir ini terjadi karena kegagalan bertemu dan bersatunya jaringan
ikat mesenkim dari struktur embriologi yang berbeda . Bibir sumbing yang sering
terjadi karena tonjol maxilla dan tonjol medial nasal gagal untuk menyatu.
2.1.7 Gangguan Pertumbuhan Skeletal
2.1.7.1 .Hipoplasia Maksila
Definisi
Menurut kamus kedokteran Dorland, hipoplasia berarti kurang atau tidak
sempurnanya perkembangan jaringan atau suatu organ, namun derajatnya lebih
31
ringan dibandingkan aplasia. Sedangkan dalam bukunya, Hugo L. Obwegeser
menyebutkan bahwa hipoplasia maksila merupakan salah satu bentuk anomaly
dari tulang maksila.
Defisiensi ini merupakan kondisi dimana tulang maksila tidak dapat
berkembang, baik itu kearah anterior maupun posterior. Hipoplasia maksila atau
defisiensi dimana vertikal merupakan ciri dominan dari sindrom muka pendek.
Etiologi
Pada umumnya, bentuk serta posisi tulang rahang pada setiap individu
dibentuk secara genetik. Beberapa orang harus menerima kelainan tertentu yang
bervariasi dari bentuk maupun posisi rahang normal. Etiologi dari abnormalitas
ini dapat diklasifikasikan ke berbagai kelompok, yang dapat didasarkan pada :
Garis keturunan atau genetik
Kelainan pertumbuhan pada masa embrional
Kerusakan atau gangguan pada masa postnatal, sebelum maupun sesudah
Pertumbuhan terhenti
Regulasi abnormalitas pertumbuhan pasca kelahiran
Umumnya kelainan yang dijumpai pada maksila, berasal dari tulang
alveolar, dimana biasanya terlihat apakah ada gigi atau tidak pada tulang tersebut.
Namun selain itu, abnormalitas lainnya juga dapat terlihat dari hubungan antara
32
tulang rahang maksila dan mandibula, serta hubungannya dengan beberapa tulang
skeletal wajah lainnya.
Kondisi kelainan ini kemungkinan juga dapat terlihat pada beberapa kasus
dari yang minim sampai yang moderat. Defisiensi ini dihubungkan dengan
keadaan hipoplasia atau retruksi maksila, atau bahkan keduanya. Pada kasus ini
kelainannya tergolong idiopatik, bahkan pasien dengan celah palatum merupakan
manifestasi dari tipe kelainan ini. Pasien dengan hipoplasia maksila seringkali
dikaitkan pada kondisi sindrom kraniofasial, yaitu Crouzon syndrome. Prosedur
pembedahannya tergantung dari bentuk anatomi serta seberapa parah manifestasi
klinis defisiensi maksila tersebut.
Reinert dkk menyebutkan bahwa defisiensi maksila dapat disebabkan oleh
adanya celah bibir dan palatum, deformitas kraniofasial, atropi pada edentulous
maksila, dan akibat trauma. Secara khusus pasien dengan defisiensi maksila yang
berat ditandai dengan adanya hipoplasia maksila dalam arah vertikal, horizontal,
transversal, dan biasanya memiliki struktur tulang yang lemah dan tipis. Pasien
dengan hipoplasia maksila seringkali terlihat pada usia dewasa muda, umumnya
dihubungkan dengan pasien celah bibir dan palatum.
33
2.1.7.2 Hipoplasia mandibula
Hipoplasia mandibula merupakan keadaan dimana mandibula tidak
berkembang dengan sempurna sehingga menyebabkan ukurannya menjadi relatif
lebih kecil dari normal. Hipoplasia mandibula lebih dikenal dengan mikrognatia.
Hipoplasia mandibula yang sering dihadapi adalah perbedaan kraniofasial dan
dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu bawaan, perkembangan, dan
diperoleh. Kelainan ini biasanya mulai diketahui sejak penderita masih kanak-
kanak.
Penyebab hipolasia mandibula adalah :
1. Pierre robin syndrome
2. Hallerman- streiff syndrome
3. Trisomy 13
4. Trisomy 18
5. XO syndrome (turner syndrome)
6. Progeria
7. Treacher-collis syndrome
8. Smith-lemli- optz syndrome
9. Russell-silver syndrome
10. Seckel syndrome
11. Cri du chat syndrome
12. Marfan syndrome
34
Pierre Robin Syndrome
Nama lain Pierre Syndrome adalah Pierre Robin Complex atau sequence.
Pierre Robin Syndrome adalah keadaan dimana bayi memiliki rahang bawah yang
kecil, dengan kecenderungan lidah dan palatum lunak menurun. Hal ini bisa
menghambat jalur pencernaan dan jalur nafas terutama saat anak tidur. Penyebab
Pierre Robin Sindrom ini tidak diketahui.
Tanda yang umum muncul antara lain, rahang kecil, mulut kecil, dan
miopia. Perawatan mikrognatia : saat makan, penderita harus menggunakan teknik
makan dan peralatan khusus. Penderita dapat mempelajari teknik-teknik tersebut
melalui program khusus yang tersedia dikebanyakan rumah sakit.
Hallerman-streiff syndrome
Hallerman-streiff sindrome adalah kondisi genetik yang menyebabkan
kelainan penglihatan., gigi, tubuh pendek, dan cacat mental. Selain itu kepala
35
kecil, mulut kecil dan hidung bentuk paruh. Mata biasannya kecil, bahkan kadang
buta. Penyebab sindrome ini mungkin adalah mutasi atau perubahan material gen.
Trisomy 13
Nama lain trisomy 13 adalah Patau syndrome. Sindrom ini berkaitan
dengan ekstra material dari kromosom 13. Pasien dengan patau sindrom memiliki
tiga kopi kromosom 13.
Penyakit ini terjadi pada 1 dari 6000 kelahiran. Sindrom ini kebanyakan
tidak diturunkan. Bayi dengan trisomy 13 tidak bertahan lama karena sindrom ini
menyebabkan penyakit jantung.
36
Trisomy 18
Pasien dengan sindrom ini memiliki tiga kopi kromosom 18. Lebih sering
terjadi pada anak perempuan. Prognosisnya buruk, karena dalam hitungan minggu
akan meninggal, atau jika bertahan sampai remaja, maka akan ada masalah
medikal yang serius dan gangguan pertumbuhan.
XO syndrome (turner sindrom)
Nama lainnya adalah bonneviele-ulrich syndrome. Gonadal dysgenesis;
monosomy X. Sindrom ini hanya terjadi pada wanita. Pada sindrom ini, hanya ada
satu gen X. Pasien dengan turner sindrom bisa bertahan hidup, dibawah
pengawasan dokter.
37
Progeria
Progeria adalah kelainan genetik yang sangat jarang terjadi. Progeria
berasal dari bahasa Yunani yaitu geras yang berarti usia tua. Jadi penderita
mengalami penuaan dini dengan kecepatan yang berkisar 4-7 kali lipat dari proses
penuaan normal. Contohnya apabila seorang anak yang mengalami progeria
berumur 10 tahun, maka penampilannya akan tampak seperti orang berusia 40-70
tahun. Artinya, semua organ tubuh penderita tersebut, termasuk organ pernapasan,
jantung, maupun sendi-sendinya sudah mengalami kerentaan. Penyakit ini
disebabkan karena mutasi gen tunggal yaitu pada gen LMNA yang bertanggung
jawab terhadap pembentukan protein lamin A dan lamin C. Protein ini bertugas
menstabilitasi selaput dalam dari inti sel (inner membrane). Diduga
ketidakstabilan karena mutasi itulah yang menyebabkan terjadinya penuaan dini
pada anak-anak penderita progeria. Dan hingga saat ini tidak ada terapi atau
pengobatan sama sekali bagi para penderita progeria. Pengobatan yang bisa
dilakukan baru sebatas simptomatik atau menangani gejala-gejala yang timbul dan
bukannya mengobati penyakit itu sendiri
38
Treachercollins syndrome
Nama lainnya mandibulofacial dystosis. Penyakit ini dikarakteristikkan
dengan craniofacial deformities ,bersifat herediter, dikarenakan protein treacle
yang tidak sempurna, sehingga terjadi mutasi. Biasanya pasien mengalami
gangguan pendengaran.
Smith-lemli-Opitz syndrome
Smith-lemli- Opitz syndrome adalah sindro autosomal recessive
dikarenakan deficiency enzim 3 betahydroxysterol-delta 7-reductase (7-
dehydrocholesterol-delta 7-reductase [ DHCR7 ] EC 1.3.1.21), enzim terki didalam
sterol syntethic pathway yang mengkonversi 7-dehydrocholesterol (7DHC)
menjadi cholesterol. Dan untuk perawatannya dapat menggunakan :
chenodeoxycholic acid, cholesterol, Simvastatin, ursodeoxycholic acid
39
Russell-silver syndrome
Russell-silver syndrome adalah kelainan saat kelahiran yang meliputi
pertumbuhan yang terhambat, bayi lahir dengan berat berkurang, perbedaan
ukuran di kedua sisi tubuh. Sebabnya karena ada cacat gen yang disebut “maternal
uniparental disomy (UPD)” pada kromosom 7. Pasien dengan sindrom ini
memiliki intelegensi yang normal namun kesulitan untuk belajar. Perawatan bagi
penderita russel-silver sindrom adalah dengan memberikan makanan yang
seimbang, terapi fisik(pertumbuhan tulang yang terhambat), terapi bicara (bagi
penderita yang kesulitan dalam menelan makanan dan mengunyah), menemukan
seorang guru spesialis yang dapat mengajarkan penderita dengan cara yang
khusus.
Cri du chat syndrome
40
Cri du chat syndrome adalah sindrom dengan kekurangan kromosom
nomor 5. Hal ini membuat suara tangis bayi seperti suara kucing (nada tinggi).
Marfan sindrom
Sindrom Marfan merupakan kelainan jaringan ikat yang biasanya
menyebabkan cacat kerangka. Orang dengan sindrom Marfan menunjukkan
anggota tubuh yang panjang dan jari yang terlihat seperti laba-laba, dada
abnormal, tulang belakang melengkung dan langit-langit mulut yang tinggi dan
crowding pada gigi maksila. Paling signifikan dari sindrom ini adalah adanya
kelainan kardiovaskular, yang mungkin mencakup pembesaran (dilatasi) dari
dasar aorta. Karena sindrom Marfan biasanya bersifat herediter, calon orangtua
dengan sejarah keluarga sindrom Marfan harus mendapatkan konseling genetik.
41
Seckel syndrome
Anak dengan kelainan ini akan mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil
dari manusia normal pada umumnya. Ciri-ciri yang menyertai yaitu, "Seluruh
tulang tubuhnya sangat pendek, kepala kecil, rahang yang kecil(mikrognatia), dan
hidungnya seperti burung," ungkap Eri.
Biasanya dari lahir pun bayi ini sudah menunjukkan ciri yang sangat khas,
"Berat badannya hanya sekitar 1-2 kg dan sampai dewasa tingginya tak lebih dari
104 cm," tambahnya. Anak dengan kelaian ini rata-rata mempunyai IQ tidak lebih
dari 50(mental retardation).
Anak penderita seckel syndrome mempunyai harapan hidup yang tinggi,
"Bahkan pernah dilaporkan ada yang sampai berusia 75 tahun," ujarnya. Mutasi
spontan juga dimungkinkan sebagai penyebab kelainan ini. Perawatan bagi
penderita ini hanya fokus kepada penyakit-penyakit yang dapat muncul terutama
gangguan darah (blood disorders)
42
2.1.8 Dental Anomaly
2.1.8.1 Amelogenesis Imperfecta
Amelogenesis imperfecta merupakan suatu kelompok kelainan genetik
yang beraneka ragam yang menunjukkan pembentukan enamel yang salah dan
mempengaruhi pertumbuhan gigi sulung dan permanen. Kelainan ini terbatas pada
enamel sedangkan komponen yang lainnya dalam batas normal. Pembentukan
enamel normal terjadi atas tiga tahap :
1. Pembentukan matriks enamel (fungsi ameloblast)
2. Mineralisasi matriks enamel (mineralisasi primer)
3. Maturasi enamel (mineralisasi sekunder)
Tipe amelogenesis imperfecta yang berhubungan dengan kerusakan tahap
– tahap ini yaitu :
1. Tipe hypoplastic (focal atau generalized) yang menunjukkan penurunan
pembentukan matriks enamel disebabkan gangguan fungsi ameloblasts.
2. Tipe hypocalcified yang menunjukkan defek yang lebih berat dalam
mineralisasi matriks enamel.
3. Tipe hypomaturation yang menunjukkan perubahan yang lebih ringan
dalam mineralisasi kristalit enamel yang immature dimana letaknya focal
atau generalized.
Gambaran Klinis
1. Tipe hypoplastic
43
Enamelnya lebih tipis dari yang nornal baik focal maupun generalized.
Radiodensitas enamelnya lebih besar dibanding dentin.
2. Tipe hypocalcified
Enamelnya dalam batas ketebalan normal tetapi lebih lembut dari yang
normal dan dapat dengan mudah dihilangkan dengan instrumen tumpul.
Radiodensitas enamel lebih kecil dari dentin.
3. Tipe hypomaturation
Ketebalan enamel normal namun kekerasannya tidak normal dan
translusen; enamel dapat ditembus oleh ujung dental explorer dengan
tekanan keras dan dapat dikelupas dari dentin normal yang mendasarinya.
Radiodensitas enamel sama dengan dentin. Bentuk yang paling ringan dari
hipomaturasi menunjukkan perabaan keras pada enamel dan terdapatnya
flek putih opak pada area insisif gigi.
Amelogenesis imperfect tipe Hypoplastik
Gambaran Radiografis
Gambaran radiologi amelogenesis imperfecta bermacam-macam sesuai
tipe. Pada tipe smooth hypoplastic, lapisan enamelnya luar biasa tipis dan
44
radiodensitasnya lebih tinggi dibanding dentin yang berdekatan. Pada tipe
hypocalcified lapisan enamel hanya terlihat sedikit atau tidak ada. Pada tipe
hypomaturation, radiodensitas enamelnya hampir sama dengan dentin normal.
Gambaran radiografi pada amelogenesis imperfect
2.1.8.2 Dentinogenesis Imperfecta
Dentinogenesis imperfecta merupakan penyakit yang sangat jarang terjadi.
Angka kejadian di Amerika 1 dalam 8000 populasi. Namun demikian bila kasus
tersebut ditemukan maka estetik terlihat buruk, dan atrisi yang berjalan cepat. Jika
tidak dirawat atrisi akan bertambah parah dan dapat mempengaruhi tinggi wajah,
penampilan, serta mengganggu fungsi otot pengunyahan.
Dentinogenesis imperfecta adalah suatu kelainan genetik yang
mempengaruhi struktur gigi, akibat terjadi gangguan pada tahap histodiferensiasi
pertumbuhan dan perkembangan gigi. Pada waktu histodiferensiasi, terjadi proses
diferensiasi sel, proliferasi, pergeseran dan pematangan sebagai dental organ
45
melalui tahap lonceng dan aposisi. Bagian perifer dari dental organ akan menjadi
odontoblas, lapisan ini akan membentuk dentin. Gangguan diferensiasi sel sel
formatif benih gigi akan menghasilkan struktur email dan dentin yang abnormal.
Kegagalan odontoblas berdiferensiasi pada tahap ini akan menghasilkan struktur
dentin abnormal, yang dikenal dengan dentinogenesis imperfecta.
Klasifikasi dari dentinogenesis imperfecta adalah sebagai berikut:
1. Shields tipe I dentinogenesis imperfecta yang terjadi bersamaan dengan
Osteogenesis imferfecta
2. Shields tipe II dentinogenesis imperfecta yang terjadi tidak bersamaan
dengan osteogenesis imferfecta
3. Shields tipe III dentinogenesis imperfecta yang terjadi pada populasi
Brandywine di Maryland Selatan, Amerika.
Patogenesis Dentinogenesis imperfecta
Dentinogenesis merupakan proses pembentukan dentin. dentinogenesis
imperfecta adalah suatu kelainan genetik yang mempengaruhi struktur kolagen
dentin selama embriogenesis terutama pada tahap diferensiasi jaringan dan
formasi matriks orgamik. Dentinogenesis imperfecta terjadi gangguan pada tahap
histodiferensiasi perkembangan gigi. Selama tahap histodiferensiasi terjadi
diferensiasi sel pada dental papilla menjadi odontoblas dan sel epitel email dalam
menjadi ameloblas. Histodiferensiasi, terjadi proses diferensiasi sel, proliferasi,
pergeseran dan pematangan sebagai dental organ melalui tahap lonceng dan
aposisi. Bagian perifer dari dental organ akan menjadi odontoblas, lapisan ini akan
46
membentuk dentin. Gangguan diferensiasi sel-sel formatif benih gigi akan
menghasilkan struktur email dan dentin yang abnormal, salah satunya adalah
dentinogenesis imperfecta.
Akibat Dentinogenesis imperfecta
Dentinogenesis imperfecta dapat menimbulkan pewarnaan gigi, dan gigi
sensitive akibat atrisi, berkurangnya tinggi gigitan, gangguan fungsi otot-otot
pengunyahan, dan gangguan fungsi bicara yang kan mengganggu penampilan
seseorang. Adanya atrisi yang ditimbulkan akibat rapuhnya struktur gigi, sehingga
dentin akan mudah terbuka, dengan demikian gigi akan menjadi lebih sesitif yang
mengganggu fungsi pengunyahan dan bicara. Berkurangnya tinggi gigitan dapat
menyebabkan oklusi abmormal, selanjutnya akan mengganggu sendi
temporomandibula.
Gambaran Klinis
Dentinogenesis imperfecta dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi
permanen.Secara klinis dapat terlihat, mukosa mulut terlihat normal, gigi
berwarna abu-abu agak transparan sampai agak kecoklatan Kemudian segera
setelah gigi sulung erupsi lengkap, enamel relative mudah patah dari bagian
insisal edge pada permukaan gigi anterior dan permukaan oklusal dari gigi
posterior. Selanjutnya bagian dentin yang relative lunak akan mudah terkikis,
47
sehingga tubuli dentin terbuka, hal ini dapat menimbulkan rasa ngilu. Selanjutnya
pulpa mudah tereksponasi bahkan terjadi pulpa nekrosis. Kadang-kadang diikuti
dengan kerusakan jaringan gingival. Dentinogenesis imperfecta biasanya
mempunyai ukuran normal, namun pada permukaan servikal terlihat pengerutan,
sehingga mahkota gigi terlihat membulat. Pada pemeriksaan radiologis terlihat
akar yang ramping dan pendek, kavum pulpa terlihat kecil atau hampir tidak
terlihat, saluran akar kecil atau bahkan terlihat seperti garis tipis. Kondisi ini
merupakan indikasi kerusakan/ gangguan jaringan mesodermal. Kadang-kadang
ditemukan periapikal rasiolusen pada gigi sulung. Adakalanya akar patah bahkan
multiple fracture dapat terjadi, yang biasanya pada pasien yang lebih tua. Apabila
dibandingkan dengan gigi sulung maka pada gigi permanen biasanya relative
lebih baik kondisinya.
Dentinogenesis imperfect
Gambaran Histologis
Struktur jaringan enamel dan dentin terlihat normal, dentinoenamel
junction pun tidak tampak sebagai jaringan yang terganggu. Namun demikian
48
ditemukan hubungan daerah fraktur pada permukaan enamel karena ada
lekukan/scalloping yang kurang pada dentinoenamel junction. Tubuli dentin
terlihat berkurang jumlahnya, dan terlihat tidak beraturan dan bercabangcabang.
Gigi incisive rahang bawah pada pasien dengan dentinogenesis imperfecta
Perawatan Dentinogenesis imperfecta
Tujuan utama perawatan Dentinogenesis imperfecta adalah untuk
memperbaiki penampilan, mengembalikan dimensi vertical pasien,
mengembalikan fungsi pengunyahan, mencegah terjadi abrasi, mempertahankan
kesehatan mulut, dan mengembalikan kepercayaan pada diri pasien.
Kelainan gigi yang terjadi pada dentinogenesis imperfecta dapat mengenai
semua permukaan gigi, dari gigi anterior sampai posterior. Rencana perawatan
yang tepat sangat menentukan keberhasilan perawatan. Terdapat bermacam-
macam restorasi yang dapat digunakan dalam perawatan ini, seperti resin
komposit untuk gigi anterior, mahkota stainless steel untuk gigi posterior,
mahkota celluloid strip untuk gigi sulung dan gigi tetap muda anterior, veneer,
dan overdenture untuk gigi dengan atrisi yang luas.
49
2.1.8.3 Hipoplasia Email, Dentin, dll
Enamel hypoplasia (EH) merupakan suatu cacat dalam enamel gigi yang
mengakibatkan kurang kuantitas enamel dari biasanya. Cacat dapat menjadi
lubang kecil atau penyok di gigi. Tipe cacat ini dapat menyebabkan sensitivitas
gigi, mungkin tak sedap dipandang atau mungkin lebih rentan terhadap rongga
gigi. Beberapa kelainan genetika menyebabkan semua memiliki enamel gigi
hypoplasia.
Gambar: enamel hipoplasia
pada gigi anterior
EH dapat terjadi pada setiap gigi atau beberapa gigi. Ini dapat muncul
putih, kuning atau kecoklatan di warna dengan permukaan kasar atau berbintik-
bintik. Dalam beberapa kasus, kualitas enamel dipengaruhi maupun kuantitas.
50
Gambar: enamel hipoplasia pada gigi posterior
Lingkungan dan faktor genetik yang mengganggu pembentukan gigi
dianggap bertanggung jawab atas EH. Ini termasuk trauma pada gigi dan rahang,
intubasi bayi prematur, infeksi selama kehamilan atau masa kanak-kanak, miskin
pra-natal dan post-natal gizi, hipoksia, paparan bahan kimia beracun dan berbagai
kelainan herediter. Sering, penyebab EH di anak tertentu sulit untuk ditentukan.
Pilihan perawatan tergantung pada tingkat keparahan EH gigi tertentu dan
gejala dengan itu. Pengobatan yang paling konservatif terdiri dari ikatan bahan
berwarna gigi ke gigi untuk melindunginya dari memakai lebih lanjut atau
sensitivitas. Dalam beberapa kasus, sifat mencegah pembentukan enamel ikatan
yang dapat diterima. Kurang terapi konservatif pilihan, tetapi sering diperlukan
termasuk penggunaan stainless steel crown, mahkota cast permanen atau
ekstraksi gigi yang terkena dan penggantian dengan jembatan atau implant.
Displasia dentin
Displasia dentin merupakan suatu kelainan turunan dari dentin yang
ditandai oleh perubahan-perubahan dalam bentuk pulpa dan radiolusensi-
radiolusensi idiopatik dari apeks akar.
Gambaran klinis
51
Kelainan displasia dentin ini diklasifikasikan dalam 2 tipe, kedua tipe ini
adalah autosomal dominan dan dapat mengenai gigi-geligi sulung dan gigi tetap.
Kedua tipe dysplasia dentin itu, yaitu :
1. Displasia dentin radikuler
Gigi-geligi sulung dan tetap pada kelainan tipe ini terlihat normal secara
klinis, tapi pada gambaran radiografi menunjukan kelainan perkembangan
akar dengan hampir tidak ada pembentukan akar sama sekali dan juga ada
batu pulpa besar serta penyumbatan pulpa yang total dari gigi-geligi
sulung sebelum erupsi gigi. Selain itu, kelainan ini juga ditandai dengan
gigi-geligi yang goyang dan radiolunsi periapikal multiple yang tidak
diketahui sebabnya
2. Dysplasia dentin koronal
Pada kelainan tipe ini, saluran pulpa gigi-geligi sulung seringkali
tersumbat semua karena mengalami dentinogenesis imperfekta. Namun,
pada geligi tetapnya tampak normal secara klinis, kecuali pada saluran-
saluran pulpa yang lebih sempit dan berbentuk bunga widuri yang
seringkali ditempati oleh dentikel-dentikel. Sedangkan pada akar gigi
kemungkinan berbentuk pendek, tumpul, menguncup , dan mempunyai
garis-garis radiolusen horizontal.
52
Gambar. Dysplasia dentin tipe 2
2.1.9 Disproporsi Ukuran Gigi Dengan Rahang
2.1.9.1 Crowding
Crowding merupakan suatu istilah yang umum dalam bidang kedokteran
gigi untuk menggambarkan keadaan gigi yang berjejal/bertumpuk. Gigi yang
berjejal bisa terjdi di beberapa tempat, pada gigi-gigi depan, gigi belakang atau
pada tempat tertentu saja seperti gigi taring yang tidak kebagian tempat (sering
disebut sebagai gingsul). Gigi gingsul/gigi taring yang berada lebih ke depan
daripada lengkungnya di sebut sebagai caninus ectopic. (caninus = gigi taring,
ectopic = terdapat dalam posisi atau bentuk yang tidak biasa, jadi caninus ectopic
= gigi taring yang terletak pada posisi yang tidak biasanya).
Dulu gigi berjejal sering dianggap sebagai ‘tanda’ atau ciri khas seseorang
dan bila dirapikan maka ciri khas itu akan hilang, oleh karena itu tidak semua
orang yang giginya gingsul berniat merapikan giginya. Kini anggapan itu sedikit
berubah. Karena sesungguhnya merawat gigi bertumpuk lebih sulit daripada
merawat gigi yang terletak dalam satu lengkung yang sama. Bila gigi bertumpuk
yang terkena sikat gigi pada saat pembersihan adalah gigi pada lengkung terluar.
53
Gigi yang tersembunyi sulit dibersihkan. Setelah selesai makan pun makanan
lebih mudah tertinggal dan terselip pada gigi yang berjejal.
Gigi berjejal juga menyulitkan oklusi (berkontaknya gigi atas dan gigi
bawah) dengan sempurna. Sebab lengkung gigi atas dan bawah tidak selamanya
bertemu, karena letaknya yang tidak teratur. Bisa jadi salah satu atau beberapa
gigi tidak mempunyai kontak dengan gigi lawannya, sehingga pengunyahan pun
tidak dapat berlangsung optimal. Tak jarang ketidakteraturan gigi menyebabkan
otot dan sendi rahang sakit/mengalami kelainan karena harus bekerja keras
menciptakan keseimbangan sistem pengunyahan yang ditentukan juga oleh faktor
lidah, otot dan sendi rahang selain dari gigi-gigi.
Crowding merupakan kondisi berjejalnya gigi-geligi. Dengan
mempertimbangkan jumlah kekurangan ruang, crowding dibagi menjadi tiga
kategori : first degree crowding, second degree crowding, dan third degree
crowding.
Primary (hereditary) crowding dipengaruhi oleh genetik, dimana
mengakibatkan tidak proporsionalnya antara ukuran gigi dengan ukuran rahang.
Perpindahan dari gigi atau geligi anterior dari posisi normal dalam lengkung gigi
merupakan karakteristik dari tipe ini.
Secondary crowding disebabkan oleh mesial drifting dari gigi posterior
setelah terjadi premature loss gigi sulung pada segmen lateral.
Penyebab dari tertiary crowding masih diperdebatkan. Crowding jenis ini
(terutama gigi anterior bawah), terjadi pada usia antara 18-20 tahun, dan
54
terhubung dengan erupsi gigi molar ketiga. Hal ini dipengaruhi oleh adanya
anomali pertumbuhan anteroposterior pada lengkung rahang atas maupun bawah.
2.1.9.2 Diastema
Diastema atau Spacing adalah suatu ruang yang terdapat di antara dua
buah gigi yang berdekatan. Diastema ini merupakan suatu ketidaksesuaian antara
lengkung gigi dengan lengkung rahang. Bisa terletak di anterior maupun di
posterior, bahkan bisa mengenai seluruh rahang.
Diastema merupakan salah satu maloklusi pada Klas I Angle. Maloklusi
ini sering tetjadi pada masa gigi bercampur, tetapi dapat berlanjut pada masa gigi
permanen. Namun, selama tahap gigi campuran adanya midline diastema antara
insisif sentral maksila adalah kejadian normal. Pada kebanyakan kasus, ukuran
dari diastema dapat bervariasi antara 1.0 dan 3.0 mm. Diastema biasanya akan
menutup seiring kaninus maksila erupsi penuh dan tidak memputuhkan campur
tangan perawatan ortodontik. Jika diastema bertahan pada tahun gigi permanen
dan jika pasien mempersoalkannya, maka klinisi dapat mempetimbangkan untuk
menutupnya secara ortodontik atau dengan menambal gigi tersebut dengan
komposit.
Perawatan diastema pada masa gigi permanen dilakukan untuk
mendapatkan oklusi yang ideal serta kepentingan estetis. Diastema dapat dirawat
55
dengan pesawat ortodonti yang disesuaikan dengan derajat keparahannya.
Penggunaan retainer penting pada perawatan diastema oleh karena diastema
sering relaps setelah pesawat ortodonti dilepas. Retainer cekat sangat disarankan
setelah perawatan diastema selesai.
Pertimbangan Klinis
Kecuali ada indikasi yang spesifik untuk menutup diastema pada awal
tahap gigi campuran, hal tersebut seharusnya dibiarkan tidak dirawat untuk
menghindari impaksi dari kaninus permanen maksila. Hal ini dikarenakan pada
awal tahap perkembangan gigi, ujung cusp kaninus yang sedang erupsi lebih dekat
ke apikal insisif lateral. Memposisikan akar insisif yang berinklinasi mesial
menjadi posisi tegak lurus dengan alat ortodontik dapat menempatkan akar insisif
lateral pada jalan erupsi gigi kaninus. Pergerakan ini berpotensi mengakibatkan
impaksi kaninus yang sedang erupsi atau resorpsi akar insisif lateral. Perawat
ortodontik yang melibatkan pergerakan tersebut seharusnya ditunda sampat level
ujung cusp kaninus permanen, setidaknya melewati 1/3 apikal akar insisif lateral.
Indikasi perawatn dini adalah untuk midline diastema yang besar,
termasuk adanya gigi supernumerary (mesiodens) antara gigi insisif sentral atau
adanya diastema besar yang abnormal yaitu 4,0 m atau lebih. Pada kasus ini,
mahkota insisif sentral yang divergen akan mengganggu ruangan yang dibutuhkan
untuk erupsi insisif lateral.
Tes Blanche digunakan untuk menentukan apakah frenulu labial maksila
meluas ke lingual antara insisif lateral menuju papila insisif. Test ini dilakukan
56
dengan menarik bibir atas ke arah atas dan keluar. Jika daerah pucat meluas ke
papila insisif, kemungkinanan mengindikasikan adanya perlekatan fenulum
abnormal. Pada kebanyakan kasus, perlekatan frenulum akan menyusut seiring
usia dan tanpat perlu dilakukan tindakan bedah. Frenektomi diindikasikan dan
harus ditunda sampai perawatan ortodontik selesai.
2.1.10 Disproporsi Ukuran Rahang Atas Dengan Rahang Bawah
2.1.10.1 Kelas II Skeletal
Kelas ini merupakan tipe maloklusi dengan mandibula yang relatif lebih
kecil dibanding maksila. Masalah pada kelas ini adalah hubungan gigitan yang
abnormal, di mana maksila beserta gigi yang berada di maksila letaknya terlalu
jauh di depan mandibula. Hal ini menghasilkan buck teeth atau rabbit teeth.
Bentuk wajah pasien retrognatik dan cenderung mempunyai dagu yang mengecil.
Sekitar 22% kasus maloklusi termasuk dalam kategori ini.
Pada kebanyakan kasus, hal ini disebabkan oleh maloklusi skeletal dan
bersifat keturunan.
57
2.1.10.2 Kelas III Skeletal
Masalah pada kelas III umumnya disebut under bite dan terutama berasal
dari genetik. Orang dengan kelas maloklusi ini cenderung mempunyai wajah yang
panjang dan sempit, serta palatal vault yang tinggi, sehingga meningkatkan
aktivitas bibir atas dan mengurangi aktivitas bibir bawah. Pada kasus ini,
mandibula terkesan terlalu besar, tapi pada banyak kasus kesalahannya terdapat
pada kurang berkembangnya maksila. Hal ini dapat menyebabkan gigi anterior
bawah lebih maju dibandingkan gigi anterior atas dan menghasilkan cross bite.
Gigi anterior dapat berhubungan secara edge-to-edge atau crossbite. Bentuk wajah
pasien kebanyakan cekung dengan dagu yang menonjol. Sekitar 6% kasus
maloklusi termasuk dalam kategori ini.
58
Maloklusi kelas II dan kelas III biasanya membutuhkan perawatan
ortodontik atau operasi yang lebih lama daripada maloklusi kelas I. Perbaikan
dengan operasi untuk maloklusi kelas II dan kelas III akan langsung memperbaiki
penampilan, memberikan hubungan gigi geligi yang lebih baik, dan juga
meningkatkan fungsinya.
2.1.10.3 Protrusi Bimaksiler
Tipe dari masalah oklusal berhubungan dengan ketidakseimbangan otot
orofacial adalah protrusi bimaksilari. Gigi-gigi atas dan bawah bergerak ke arah
labial oleh gaya dari lidah dan otot orofacial. Pada diagnosis yang berbeda,
susunan otot dapat diamati :
Lidah berperan sebagai moving force pada gigi-gigi atas dan bawah.
Rangkaian stress anterior dari lidah akan menggerakkan gigi-gigi atas dan
bawah ke arah labial.
Jika gigi posterior dalam posisi oklusi, gaya otot masseter normal. Jika
gigi posterior tidak dapat beroklusi karena aksi dari lidah, atau mempunyai
hubungan oklusal yang buruk, maka gaya otot masseter lemah.
Terdapat otot orbicularis oris yang lemah karena protrusi dari lidah
melewati insicivus atas.
59
Terdapat otot mentalis yang berkembang berlebihan karena aktivitas
berlebih dari otot mentalis sebagai hasil dari wajah yang geringsing selama
aktivitas penelanan.
2.1.11 Postnatal
2.1.11.1 Maloklusi Pengaruh Lingkungan
Sistem Stomatognatik
Pengaruh dari faktor lingkungan selama masa pertumbuhan dan
perkembangan dari wajah, rahang, dan gigi sebagian besar terdiri dari tekanan dan
gaya yang berkaitan dengan aktivitas fisiologis. Fungsi fisiologis tersbut harus
dapat beradaptasi dengan lingkungan. Misalnya, bagaimana cara mengunyah dan
menelan ditentukan dari apa makanan yang kita makan. Tekanan terhadap
aktifitas rahang dan gigi akan terjadi selama kedua kegiatan tersebut terjadi
bersamaan dan bisa mempengaruhi bagaimana rahang terbentuk dan erupsi gigi.
Hubungan antara bentuk anatomi dan fungsi fisiologis ini nyata pada
semua hewan. Dari waktu ke waktu selama evolusi, adaptasi pada rahang dan gigi
60
sudah menonjol di dalam catatan fosil. Bentuk dan fungsi hubungan pada tingkat
ini dikendalikan secara genetik meskipun penting untuk mengetahui pemahaman
umum tentang kondisi manusia, tidak ada hubungannya dengan deviasi setiap
individu dari normal saat ini.
Di sisi lain, terdapat banyak alasan untuk mencurigai hubungan bentuk
dan fungsi selama hidup individu mungkin signifikan dalam perkembangan
maloklusi. Meskipun perubahan bentuk tubuh seseorang sedikit, seorang individu
yang melakukan pekerjaan fisik yang berat meskipun masih remaja, telah
memiliki otot yang lebih besar dan lebih kuat dan sistem kerangka(skeletal) yang
lebih kuat daripada orang seumurannya. Fungsi dapat mempengaruhi
pertumbuhan rahang, fungsi yang berubah akan menjadi penyebab utama
maloklusi, dan akan sangat wajar apabila terdapat terapi latihan mengunyah dalam
perawatan orthodonti. Akan tetapi jika fungsi hanya menghasilkan perbedaan
sedikit atau tidak ada dalam pola pengembangan individu, berubahnya fungsi pada
rahang pada seseorang mungkin akan terjadi jika terdapat impaksi, dari penyebab-
penyebabnya atau dari terapi. Karena pentingnya dalam orthodonsi kontemporer,
penekanan khusus ditempatkan di sini untuk mengevaluasi kontribusi fungsional
potensial untuk etiologi maloklusi yang mungkin kambuh setelah pengobatan.
Teori Equilibrium
Teori ekuilibrium banyak dipakai pada bidang teknik. Teori ekuilibrium di
bidang teknik ini menyatakan bahwa obyek diberikan gaya tambahan yang
berlebihan maka objek tersebut akan berpindah ke posisi yang berbed. Namun jika
61
ada sesuatu yang dikenakan sesuatu kekuatan namun tetap di posisi yang sama
atau gaya tidak meberikan pengaruh apa-apa, maka dapat dikatakan bahwa gaya-
gaya yang diberikan itu seimbang atau equlibrium. Dari perspektif ini, gigi-gigi
jelas berada dalam suatu kesetimbangan atau ekulibrium, karena gigi selalu
mendapatkan gaya yang bervariasi tetapi tidak berpindah posisi pada keadaan
normal. Bahkan ketika gigi bergerak, gerakannya sangat lambat, sehingga
ekuilibrium statik dapat dianggap ada secara instan setiap saat.
Efektivitas pengobatan ortodonti itu sendiri merupakan suatu hal yang
secara tidak langsung membuat pertumbuhan gigi normal berada dalam
kesetimbangan. Gigi biasanya mendapat gaya dari kegiatan mengunyah, menelan
dan berbicara tetapi tidak akan terjadi pergeseran (movement). Tetapi jika gigi
terkena suatu gaya yang terus-menerus pada pemakaian alat ortodontik, maka
akan bergerak. Dilihat dari sudut pandang bidang teknik, gaya yang diberikan
oleh pemakaian ortodontik telah mengubah keseimbangan sebelumnya, sehingga
menyebabkan perpindahan atau pergerakkan gigi.
Pertimbangan teori keseimbangan ini juga berlaku untuk tulang skeletal, termasuk
kerangka pada wajah. Perubahan skeletal terjadi sepanjang waktu sebagai respon
fungsional dan semakin besar di bawah situasi eksperimental yang tidak biasa.
Proses pembentukan tulang dimana tempat otot menempel pada tulang tersebut
terutama dipengaruhi oleh otot dan lokasi. Pembentukan mandibula, karena
sebagian besar ditentukan oleh bentuk proses fungsional, sangat rentan terhadap
perubahan. Kepadatan tulang wajah, seperti tulang skeletal secara keseluruhan,
meningkat ketika pekerjaan berat dilakukan tanpa adanya pengurangan.
62
Efek Equilibrium pada Gigi
Efek keseimbangan pada gigi dapat dimengerti dengan mengamati
pengaruh dari berbagai jenis tekanan. Hal yang harus diperhatikan disini adalah
durasi dari suatu gaya jauh lebih berpengaruh daripada besar gaya itu sendiri.
Hal tersebut diperjelas dengan pemeriksaan respon terhadap gaya
mastikasi. Ketika gaya pengunyahan yang berat diterapkan terhadap gigi, cairan
ligamen periodontal berperan sebagai shock absorder, menstabilkan kembali
posisi gigi. Jika gaya berat dipertahankan selama lebih dari beberapa detik,
semakin muncul rasa sakit parah yang membuat kita berhenti mengunyah. Jenis
gaya intermiten berat tidak berdampak pada posisi jangka panjang dari gigi.
Sejumlah respon patologis yang berat pada gigi mungkin terjadi, termasuk
mobilitas meningkat dan nyeri, tapi selama periodontal masih ada, gaya-gaya dari
oklusi jarang berkepanjangan untuk membuat gigi berpindah ke posisi lain.
Pipi, bibir, dan lidah juga memberikan gaya cukup besar dalam
mempengaruhi ekuilibrium. Gaya yang terjadi disini lebih ringan daripada gaya
yang dihasilkan dari proses mastikasi, tetapi juga berlangsung jauh dalam jangka
waktu yang cukup lama. Eksperimen menunjukan bahwa gaya yang sangat berat
dalam jangka waktu yang lama pula dapat mudah merubah posisi gigi. Ambang
durasi tampak antara 4 sampai 8 jam pada manusia, dengan 6 jam sebagai
perkiraan terbaik.
Sebagai contoh, jika terjadi luka pada jaringan lunak bibir yang
mengakibatkan bibir menjadi mengkerut (scarring) dan contracture, maka gigi
63
insisif di sekitarnya ini akan akan terdorong ke arah lingual. Jika gaya menahan
dari bibir atau pipi dihilangkan, gigi bergeser ke arah luar sebagai respon terhadap
tekanan dari lidah. Tekanan dari lidah, baik dari pembesaran lidah dari tumor atau
sumber lain atau karena postur yang telah berubah, akan mengakibatkan
perpindahan gigi ke arah labial meskipun bibir dan pipi yang lengkap, karena
keseimbangan diubah.
Gambar 1.1 Scarring atu pengerutan pada ujung mulut pada anak-anak. Terjadi
sensasi terbakar akibat kebiasaan menggigit kawat eletrical.Dari teori ekuilibrium,
diharapkan distorsi dalam bentuk lengkuh gigi pada daerah luka. Terjadi setelah
cedera ini.
Gambar 1.2: Akibat dari perubahan tekanan bibir dan lidah pada gigi geligi.
Tekanan ringan yang spontan dari jaringan lunak dapat merubah posisi gigi. A.
Kehilangan ukuran pipi yang besar karena infeksi tropical. Perhatikan gigi kiring
keluar karena kehilangan tekanan dari otot pipi. B. Setelah tstroke paralytic, lidah
pasien berada di gigi posterior mandibula. Sebelum stroke, oklusinya normal.
Pada pasien ini, gigi miring keluar karena peningkatan dari tekanan lidah
64
Pengamatan dr beberapa observasi menjelaskan bahwa gaya-gaya
mastikasi didukung oleh bibir, pipi, lidah saat istirahat merupakan penentu
penting dari posisi gigi. Walaupun terlihat tidak mungkin, durasi pendek selama
tekanan dibuat ketika lidah dan bibir berkontak dengan gigi pada saat menelan
atau berbicara memiliki akibat pada posisi gigi. Gaya-gaya mastikasi yang
muncul, besaran tekanan akan menjadi besar cukup untuk memindahkan gigi,
tetapi durasi yang tidak memadai.
Tabel 1.1 :Tabel Perbandingan gaya yang trjadi dengan durasi akibat pengaruh
ekilibrium
Pengaruh lain yang memungkinan kontribusi dalam ekuilibrium adalah
gaya dari luar, dimana berbagai kebiasaan dan penggunaan ortodontik. Sebagai
contoh, suatu alat ortodontik yang menciptakan gaya ringan dalam lengkung gigi
dapat digunakan untuk menciptakan ruang yang cukup untuk pergerakan gigi.
Setelah sejumlah ekspansi lengkung gigi, pipi dan tekanan bibir mulai meningkat.
Ketika sudah tidak ada gaya yang diberikan namun alat tersebut masih berada
65
pada tempatnya maka bisa dikatakan sevafai retainer untuk mempertahankan
posisi gigi yang beruba. Ketika alat ortodonti dilepaskan, ekuilibrium tidak akan
seimbang lagi, dan gigi akan bergerak ke lingual sampai posisi baru
keseimbangan dicapai.
Apakah jika suatu kebiasaan dapat merubah posisi gigi seperti pemakaian
ortodonsi telah menjadi subyek kontroversi sejak AD setidaknya abad pertama,
ketika celcus merekomendasikan bahwa seorang anak dengan crooked tooth
diinstruksikan untuk menekan jari pada gigi untuk memindahkannya ke posisi
yang tepat. Dari pemahaman kita mengenai ekuilibrium, kita berharap bahwa
konsep ini dapat bekerja, jika anak terus menekan jarinya terhadap gigi selama 6
jam atau lebih per hari.
Alasan yang sama dapat diterapkan pada kebiasaan lain: jika kebiasaan
seperti tekanan atau gaya dari menghisap jempol terhadap gigi selama lebih dari
ambang durasi (6 jam atau lebih per hari), tentu bisa menggerakkan gigi dan
mungkin mempengaruhi arah pertumbuhan rahang. Di sisi lain, jika kebiasaan itu
memiliki durasi lebih pendek maka tidak akan terjadi atau sedikit terjadi efek atau
pengaruh, tak peduli betapa berat tekanan. Apakah suatu pola perilaku sangat
penting atau tidak penting, bawaan dari lahir atau sudah terpelajari, pengaruhnya
terhadap posisi gigi ditentukan bukan oleh gaya yang berlaku pada gigi tetapi oleh
berapa lama gaya tersebut berkelanjutan.
66
Gambar 1.3 : Lidah yang besar, pada pasien yang memiliki riwayat defisiensi
thyroid, menyebabkan prognasi mandibula karena tekanan lidah yang besar
mendorong mandibula ke anterior
Konsep ini juga akan menjadi lebih mudah untuk dipahami bagaimana
memainkan alat musik mungkin berkaitan dengan perkembangan sebuah
maloklusi. Di masa lalu, banyak klinikan menduga bahwa memainkan instrument
kayu dapat mempengaruhi posisi gigi anterior, dan beberapa telah ditentukan
instrumen sebagai bagian dari terapi ortodontik. Bermain klarinet, misalnya, dapat
menyebabkan overjet meningkat karena cara buluh diletakkan di antara gigi
incisors, dan instrumen ini dapat dianggap penyebab potensial dari maloklusi
Kelas II dan alat terapi untuk perawatan maloklusi Kelas III. Alat musik seperti
biola memerlukan postur kepala dan rahang tertentu yang berefek pada gaya
antara lidah dengan bibir atau pipi dan bisa menghasilkan keasimetrisan bentuk
lengkung rahang. Meskipun diharapkan tipe dari efek perpindahan gigi tampak
pada musisi professional, efek ini sedikit atau tidak ditemukan pada kebanyakan
anak.
Hal lain yang berpengaruh pada ekuilibrium gigi adalah serat-serat
ligament periodontal. Kita semua memahami bahwa jika terjadi kehilangan gigi
maka ruang yang ada akan menyempit dikarenakan gaya yang dihasilkan dari
serat transeptal pada gingival. Serat gingival yang sama akan merenggang secara
elastic selama perawatan orthodonti untuk menarik gigi ke posisi semula.
67
Jaringan serat gingival yang sama membentang elastis selama perawatan
ortodontik dan cenderung menarik gigi kembali ke posisi semula mereka.
Pengalaman klinis menunjukkan bahwa setelah perawatan ortodonti, baik untuk
menghilangkan gaya dengan insisi gingiva yaitu untuk menghilangkan serat
transseptal, sehingga memungkinkan mereka untuk membuat gigi pada lengkung
yang benar. Dengan tidak adanya ruang oleh karena ekstraksi atau pergerakan gigi
akibat ortodonti, bagaimanapun, jaringan serat gingiva tampaknya memiliki efek
minimal pada keseimbangan gigi.
Ligamentum periodontal juga berperan dalam ekuilibrium gigi, hal ini
berkaitan dengan erupsi gigi dimana dikatakan bahwa energi yang diperlukan
untuk erupsi gigi dihasilkan dari dalam ligament periodontal. Energi ini cukup
besar untuk memindahkan gigi. Proses metabolism dapat menghasilkan gaya
sebagai “active stabilization” bagi gigi yang secara langsung berkontribusi pada
kondisi ekuilibrium
Gaya erupsi juga dipertimbangkan memiliki andil yang besar pada kondisi
ekuilibrium. Hal yang harus diperhatikan tidak hanya mengenail bidang
anteroposterior dan transversal saja tapi juga secara vertical, berhubungan dengan
seberapa banyak gigi yang erupsi. Posisi vertical dari gigi ditentukan dengan
keseimbangan antara gaya erupsi dengan gaya yang melawannya, gaya mastikasi
merupakan gaya yang melawan laju erupsi namun, gaya dari peletakkan lidah
diantara gigi merupakan gaya yang lebih penting dalam keseimbangan horizontal.
Efek Equilibrium Pada Ukuran dan Bentuk Rahang
68
Rahang, terutama rahang bawah, terdiri dari inti tulang yang proses
fungsionalnya yang melekat. Proses fungsional tulang akan diubah jika fungsi ini
hilang atau berubah. Sebagai contoh, tulang dari proses alveolar ada hanya untuk
mendukung gigi. Jika gigi gagal untuk erupsi, tulang alveolar tidak akan pernah
terbentuk pada daerah itu, dan jika gigi diekstraksi, alveolus terebsorbsi sampai
akhirnya benar-benar atrophies. Ketika salah satu dari gigi diekstraksi, yang
lainnya biasanya mulai kembali erupsi lagi, dan bahkan saat tulang meresorpsi
dalam satu rahang di mana gigi hilang, tulang alveolar baru terbentuk sebagai
erupsi gigi. Posisi gigi menentukan bentuk alveolar ridge.
Hal yang sama juga berlaku pada proses muskular: lokasi perlekatan otot
lebih penting dalam menentukan bentuk tulang dari beban mekanis atau derajat
aktivitas. Pertumbuhan otot, bagaimanapun, menentukan posisi perlekatan otot,
dan pertumbuhan otot dapat menghasilkan perubahan bentuk rahang, terutama
pada proses koronoideus sudut rahang bawah.
Jika proses condylar mandibula dapat dianggap proses fungsional
berfungsi untuk mengartikulasikan mandibula dengan sisa kerangka wajah,
mengubah posisi mandibula mungkin mengubah pertumbuhan mandibula. Ide
mengenaimengubah posisi mandibula ke depan dan belakang akan mengubah
pertumbuhan. Hal ini telah telah diterima, ditolak, dan sudah kembali diterima
selama abad terakhir. Jelas, teori ini memiliki implikasi penting bagi etiologi
maloklusi. Misalnya, jika seorang anak posisi mandibula maju ke arah depan pada
saat penutupan karena gangguan gigi incisor atau karena lidahnya besar, apakah
hal ini akan merangsang mandibula untuk tumbuh lebih besar dan akhirnya
69
menghasilkan maloklusi kelas III? Apakah memungkinkan pada seorang anak
muda untuk tidur tengkurap, sehingga berat kepala beristirahat pada dagu,
menyebabkan keterbelakangan mandibula dan maloklusi Kelas II?
Pengaruh dari durasi gaya tidak sejelas untuk efek ekuilibrium pada
rahang seperti untuk gigi. Bagaimanapun prinsip yang sama berlaku: besarnya
gaya kurang penting dibandingkan durasinya. Memposisikan rahang ke depan
ketika gigi oklusi dan pada saat mandibula pada posisi istirahat tidak akan terjadi
protrusi. Kita harapkan tidak ada efek pada proses fungsional dari kekuatan
intermiten berulang karena total durasi pendek, dan proses condylar tampaknya
menanggapi sesuai dengan prinsip ini. Baik bukti eksperimental maupun klinis
menunjukkan bahwa pertumbuhan mandibula berbeda karena terdapat gangguan
oklusal.
Jika mandibula selalu dalam keadaan protrusi, mungkin terjadi karena
lidah berukuran besar, ambang durasi bisa dilampaui, dan efek pertumbuhan dapat
diamati. Pada pemeriksaan klinis, orang yang tampaknya memiliki lidah yang
besar hampir selalu memiliki mandibula yang berkembang baik, tetapi sangat sulit
untuk menetapkan ukuran lidah. Hanya dalam kasus yang ekstrim, seperti pasien
dengan defisiensi tiroid awal-awal mungkin cukup yakin bahwa lidah diperbesar
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan berlebihan dari rahang bawah. Ini
tidak mungkin menjadi penyebab utama prognathism mandibula.
70
Gambar 1.4 : A.B Hubungan oklusi pada anak-anak yang memiliki kebiasaan
menghisap jari. Perhatikan peningkatan overjet dan perubahan posisi dari gigi-
geligi maxilla. C. Gambaran cephalometric pada anak yang memiliki kebiasaan
menghisap jari (merah) dan normal (hitam)
Diyakini secara luas di era Edward Angle bahwa tekanan terhadap rahang
bawah dari berbagai kebiasaan, terutama tidur pada perut, mengganggu
pertumbuhan dan menyebabkan maloklusi Kelas II. Sedikit atau tidak ada bukti
yang mendukung anggapan ini. Pertumbuhan jaringan lunak matriks yang
memposisikan mandibula ke arah depan dan menciptakan ruang antara kondilus
dan fosa temporal adalah mekanisme normal dengan pertumbuhan yang terjadi.
Penghambatan pertumbuhan mandibula oleh tekanan bukan merupakan fitur dari
perkembangan normal dan jauh lebih sulit untuk dicapai.
Dari perspektif teori ekuilibrium, kita dapat menyimpulkan bahwa tekanan
intermiten atau gaya memiliki efek sedikit dalam posisi gigi atau ukuran dan
bentuk rahang. Kepadatan tulang alveolar dan seluruh wilayah basal rahang
berbeda sebagai fungsi dari kekuatan pengunyah, tetapi bentuknya tidak. Gaya
mastikasi atau tekanan jaringan lunak pada saat menelan dan berbicara memiliki
pengaruh besar pada posisi gigi.
Pengaruh ekuilibrium utama untuk gigi harus menjadi tekanan yang ringan
namun tahan lama dari lidah, bibir, dan pipi pada posisi istirahat. Di samping itu,
efek signifikan ekuilibrium signifikan sangat diharapkan dari adanya elastisitas
serat gingiva dan dari aktivitas metabolik dalam ligamen periodontal. Pengaruh
71
keseimbangan ini akan mempengaruhi keseimbangan vertikal seperti pada posisi
horisontal gigi dan dapat memiliki efek besar pada bagaimana erupsi terjadi,
seperti halnya dimana gigi diposisikan dalam lengkung gigi. Kesetimbang yang
mempengaruhi rahang harus mengubah posisi yang mempengaruhi proses
fungsional, termasuk proses condylar. Dalam sisa bagian ini, pola fungsional dan
kebiasaan yang mungkin menghasilkan maloklusi diperiksa sebagai agen etiologi
potensial dari perspektif teori keseimbangan.
Perkembangan Oklusi
Faktor Intrinsik
1. Premature Loss
Ketika sebuah unit dalam lengkung gigi hilang, lengkung cenderung
mengkerut dan ruang akan menutup. Pada suatu waktu, penutupan ruang ini
disebabkan karena mesial drift dari gigi-gigi posterior, yang yakin dianggap akan
mengganggu oklusi. Dari pengamatan sementara, mesial drift adalah fenomena
yang terjadi hanya pada molar permanen. Alasan terbesar gigi ini bergerak kearah
mesial ketika sebuah ruangan terbuka adalah inklinasi mesialnya. Data
eksperimen mengatakan bahwa adanya kekuatan dari oklusi akan menghambat
mesial drift. Dengan kata lain, molar permanen akan bergeser ke mesial lebih
cepat pada ketidakhadiran kontak oklusal daripada terdapat kontak oklusal.
Pergeseran dari molar 1 permanen karena terjadinya premature loss
pada molar kedua sulung dapat berkontibusi secara signifikan dalam
perkembangan crowding pada bagian posterior lengkung gigi. Hal ini merupakan
72
penyebab yang signifikan dari crowding dan ketidaksejajaran dari premolar .
untuk alasan ini, mempertahankan ruang setelah molar kedua sulung tanggal
diindikasikan.
Ketika molar 1 sulung atau kaninus tanggal sebelum waktunya, juga
cenderung menyebabkan ruang menutup. Hal ini terjadi biasanya karena
pergerakan ke distal dari gigi insisior, bukan karena mesial drift dari gigi
posterior. Dorongan untuk distal drift memiliki 2 sumber : kontaraksi aktif dari
serat transeptal gingival dan tekanan dari bibir dan pipi. Kemungkinan dorongan
dari serat transeptal gingival adalah kontibutor yang lebih konsisten,sedangkan
tekanan bibir menambahkan komponen variable. Apabila caninus sulung atau
molar pertama mangalami premature lost hanya pada satu sisi, gigi permanen
bergeser ke distal hanya pada sisi itu, menyebabkan oklusi yang asimetris dan
juga kecenderungan menuju crowding.
Dari deskripsi ini, jelas early loss dari gigi sulung dapat menyebabkan crowding
dan ketidaksejajaran dalam lengkung dental. Apakah hal ini merupakan penyebab
utama dari masalah crowding kelas I? pengaruh flouridasi dan pencegahan karies
lainnya pada prevalensi maloklusi tidak menunjukan indikasi. Walaupun
73
flouridasi menurunkan karies dan early loss gigi sulung secara signifikan,
terdapat sedikit atau tidak ada pengaruh terhadap prevalensi maloklusi.
Kehilangan gigi premature dapat disebabkan krena berbagai sebab,
yang terpenting adalah kecelakaan, ekstraksi akibat karies dan letak benih gigi
pengganti yang salah. Akibatnya kadang-kadang berupa munculnya lebih awal
gigi pengganti, tetapi lebih sering berupa penundaan erupsi dan gangguan posisi
gigi.
Karies parah dan ekstraksi premature gigi-gigi molar sulung
menyebabkan ruang yang disediakan untuk gigi premolar terancam, terutama
karena gigi-gigi molar bermigrasi ke mesial dan gigi kaninus ke distal ( jarang )
Hilangnya gigi molar pertama sulung sebelum waktunya pada maksila
dapat menyebabkan gigi kaninus atas kekurangan ruang. Jika molar kedua sulung
maksila hilang premature, dapat menyebabkan gigi premolar pengganti tidak
muncul, atau muncul kearah lingual dari lengkung gigi.
2. Persistensi
Gigi sulung akan tanggal beberapa saat sebelum gigi permanen erupsi.
Namun sering dijumpai kasus dimana gigi sulung tidak tanggal walaupun gigi
permanen pengganti sudah erupsi yang disebut persistensi. Persistensi gigi sulung
adalah suatu keadaan dimana gigi sulung belum tanggal walaupun waktu
tanggalnya sudah tiba. Keadaan ini sering dijumpai pada anak usia 6-12 tahun.
Persistensi dapat terjadi karena berbagai faktor penyebab, merupakan gangguan
yang disebabkan multifaktor, salah satu penyebabnya adalah gangguan nutrisi,
74
trauma dan lain-lain. Gangguan nutrisi dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan gigi. Gangguan akan konsumsi vitamin A dapat menyebabkan
terganggunya proses kalsifikasi dari dentin dan enamel . Adanya persistensi dapat
menyebabkan gangguan erupsi gigi permanen, sehingga dapat menimbulkan
bermacam-macam anomali. Anomali yang disebabkan persistensi dapat diatasi
dengan perawatan ortodontik. Perawatan anomali dilakukan untuk mendapatkan
oklusi yang ideal serta estetis yang baik.
3. Gangguan Erupsi Gigi Tetap
Dapat disebabkan oleh:
Prematur loss gigi sulung à terbentuk tulang diatas benih gigi tetap
Posisi akar gigi sulung
Supernumerary teeth
Tumor
Hormonal
75
Gusi fibrous (memadat dan menebal)
Impaksi
4. Tanggalnya Gigi Tetap
Dapat disebabkan oleh karies dan trauma. Akibat yang terjadi yaitu
kontak dengan gigi tetangga hilang kemudian fungsi fisiologis terganggu,
akhirnya terjadi pergeseran gigi hingga maloklusi.
5. Restorasi gigi tidak baik
6. Frenulum labii abnormal
Faktor Ekstrinsik
1. Kebiasaan buruk
1). Kebiasaan menghisap jari/ibu jari
Walaupun sebagian besar anak-anak normal terlibat dalam non-
nutritive-sucking, kebiasaan menghisap yang terlalu lama dapat menyebabkan
maloklusi. Sesuai prinsip dasar, kebiasaan menghisap selama masa gigi sulung
sedikit yang memiliki efek jangka panjang. Jika kebiasaan ini bertahan melebihi
waktunya sampai gigi permanen mulai erupsi, bagaimanapun, maloklusi ditandai
dengan bagian yang merenggang dan ruang pada incisor maxilla, incisor bawah
76
kea rah lingual, anterior open bite, dan lengkung atas sempit akan dihasilkan.
Karakteristik maloklusi berkaitan dengan sucking timbul dari sebuah kombinasi
dari arah tekanan pada gigi dan perubahan dalam pola pipi dalam keadaan
istirahat dan tekanan bibir.
Ketika anak menempatkan jempol atau jari diantara gigi, biasanya
posisi berada pada sudut sehingga menekan incisor bawah kearah lingual dan
insisir atas kearah labial. Arah tekanan ini mungkin akan menyebabkan
displacement gigi incisor. Jumlah gigi yang berubah posisi berkorelasi dengan
berapa jam perhari sucking dilakukan daripada dengan besarnya tekanan. Anak-
anak yang menghisap dengan sangat kuat tetapi intermitten mungkin tidak
menggeser incisor terlalu parah, sedangkan yang lain yang melalukan sucking 6
jam atau lebih dengan tekanan, terutama pada anak-anak yang tidur dengan
menghisap jari setiap malam, dapat mengakibatkan maloklusi yang signifikan.
Anterior open bite berkaitan dengan thumbsucking timbul karena
sebuah kombinasi dari adanya gangguan pada erupsi normal dari incisor dan
erupsi berlebihan dari gigi posterior. Ketika jempol atau jari lain ditempatkan
diantara gigi anterior, mandibula harus diposisikan lebih menurun untuk
mengakomodasi hal itu. Jari tersebut akan menghambat erupsi incisor. Pada waktu
77
yang sama, pemisah rahang mengubah equilibrium vertical pada gigi posterior,
dan hasilnya, terdapat erpsi berlebih dari gigi posterior yang sebaliknya mungkin
terjadi. Karena geometri dari rahang , elongasi 1 mm di posterior membuka
gigitan sekitar 2 mm di anterior, jadi hal ini dapat menjadi contributor kuat pada
perkembangan anterior open bite.
Walaupun tekanan negative dihasilkan dalam mulut selama sucking,
tidak ada alasan untuk mempercayai bahwa hal ini menyebabkan penyempitan
lengkung maksila yang biasanya berhubungan dengan kebiasaan menghisap.
Bentuk lengkung dipengaruhi oleh perubahan dalam keseimbangan tekanan pipi
dan lidah. Jika jari diletakkan diantara gigi, lidah harus lebih kebawah, dimana
menurunkan tekanan lidah melawan sisi lingual dari gigi posterior atas. Pada saat
yang sama. Tekanan pipi melawan gigi ini meningkatkan kontraksi otot
buccinators selama sucking. Tekanan pipi paling besar pada sudut mulut, dan ini
mungkin menjelaskan mengapa lengkung maksila cenderung membebtuk V-
shaped, dengan penyempitan lebih besar pada caninus daripada molar. Seorang
anak yang menghisap dengan kuat lebih memiliki lengjung maksila yang sempit
dibandingkan anak yang hanya menempatkan jarinya diantara gigi.
Walaupun kebiasaan menghisap dapat menjadi contributor kuat untuk
maloklusi, sucking dapat tidak menimbulkan kelainan maloklusi berat kecuali jika
kebiasaan tersebut bertahan baik hingga masa gigi campuran. Mild displacement
dari incisor sulung sering terjadi pada usia 3-4 tahun dari seorang thumbsucker,
tetapi jika sucking dihentikan pada usia ini, tekanan pipi dan bibir normal
nantinya akan mengembalikan gigi ke posisi normal. Jika kebiasaan ini bertahan
78
setelah incisor permanen erupsi, perawatan ortodontik mungkin mutlak untuk
mengatasi tooth displacement. Penyempitan lengkung maksila. Pada beberapa
anak, jika lengkung maksila diperluas secara transversal, maka protusi incisor dan
open bite anterior akan membaik dengan spontan. Tidak ada nilai untuk memulai
terapi ortodontik, tentu saja, sampai kebiasaan tersebut dihentikan.
Wajah asimetris juga dapat disebabkan karena selalu tidur pada satu sisi
dari wajah .
2). Kebiasaan mendorong lidah/ menempatkan lidah diantara gigi-gigi insisif
pada waktu istirahat
Tounge thrust swallow dapat menjadi factor etiologi dalam maloklusi.
Didefinisikan sebagai menempatkan ujung depan lidah diantara gigi incisor
selama penelanan.
Penelitian mengindikasikan seseorang yang menempatkan ujng depan
lidahnya ketika menelan biasanya tidak memiliki kekuatan lebih pada lidah
melawan gigi daripada orang yang menjaga lidahnya tetap dibelakang. Istilah
tounge thrusting oleh karena itu merupakan sesuatu yang keliru, sejak hal ini
menyiratkan bahwa lidah memiliki kekuatan lebih untuk mendorong kedepan.
Menelan bukan merupakan kebiasaan yang dipelajari, tetapi diintegrasikan dan
dikontrol secara fisiologis pada level dibawah sadar (subconscious). Orang
dengan anterior open bite maloklusi menempatkan lidahnya diantara gigi anterior
79
ketika menelan sementara orang dengan hubungan incisor normal tidak
melakukannya.
Karena pergerakan terorganisasi pada lidah posterior dan elevasi
mandibula cenderung berkembang sebelum protrusi ujung lidah diantara gigi-gigi
insisif menghilang, yang disebut “tounge thrusting” pada anak-anak adalah
biasanya tahap transisi normal pada penelanan. Selama transisi dari penelanan
infantil menjadi mature, seorang anak bisa diperkirakan melewati sebuah tahap
dimana penelanan dilakukan oleh aktivitas muskular untuk menyatukan bibir,
memisahkan gigi-geligi posterior, dan protrusi kedepan oleh lidah diantara gigi-
gigi. Ini juga merupakan deskripsi penelanan “tounge thrust” klasik. Penundaan
pada transisi penelanan normal dapat diperkirakan ketika seorang anak memiliki
kebisaan sucking.
Ketika ada sebuah open bite anterior dan atau protrusi insisif atas,
sebagaimana seringnya terjadi dari kebiasaan sucking, lebih sulit untuk mengunci
bagian depan mulut selama makan untuk mencegah makanan atau cairan keluar.
Menyatukan bibir dan menempatkan lidah diantara gigi- anterior yang terpisah
adalah langkah yang berhasil untuk menutup bagian depan mulut dan membentuk
segel anterior. Dengan kata lain, penelanan “tounge thrust” adalah adaptasi
fisiologis yang berguna jika anada memilki open bite, yang mana mengapa
seseorang dengan open bite biasanya juga memiliki penelanan “tounge thrust”.
Tapi tidak terjadi sebaliknya, tounge thrust juga ada pada anak-anak dengan
oklusi anterior yang baik. Setelah kebiasaan sucking berhenti, open bite anterior
biasanya cenderung menutup spontan, taoi posisi lidah diantara gigi anterior
80
bertahan walaupun openbite sudah tertutup. Hingga open bite menghilang, segel
anterior oleh ujung lidah tetap penting.
Sudut pandang modern adalah bahwa tounge thrust terlihat secara primer
dalam 2 tahap: pada anak kecil dengan oklusi normal yang wajar, yang mana
menunjukan hanya tahap transisional pada maturasi fisiologis normal; dan pada
orang-orang disegala usia dengan displacement insisif, yang mana merupakan
adaptasi terhadap jarak antara gigi. Keberadaan overjet dan anterior openbite pada
anak-anak atau orang dewasa sering menyebabkan penempatan lidah diantara gigi
anterior. Sebuah penelanan tounge thrust harus dianggap hasil dari displacement
insisif, bukan penyebabnya. Memperbaiki posisi gigi dapat menyebabkan
perubahan pada pola penelanan, dan ini biasanya terjadi.
3). Bernafas melalui mulut
Pernafasan dapat menjadi penentu utama dari postur rahang dan lidah. Oleh
karena itu, terlihat seluruhnya masuk akal bahwa pola pernafasan yang berubah,
seperti bernafas melalui mulut daripada melalui hidung, dapat mengubah postur
dari kepala, rahang dan lidah. Perubahan ini dapat mengubah keseimbangan dari
tekanan pada rahang dan gigi dan mempengaruhi posisi pertumbuhan rahang dan
gigi. Apabila postur ini perubahan ini dipertahankan, peninggian wajah akan
81
meningkat, dan gigi posterior akan terjadi super-erupt, kecuali bila ada
pertumbuhan vertikal yang tidak biasa pada ramus, mandibula akan ber rotasi
kebelakang dan kebawah, pembukaan gigitan secara anterior dan peningkatan
overjet, dan peningkatan tekanan dari pipi yang meregang akan dapat
menyebabkan arkus dental maksila lebih sempit. Tipe maloklusi ini sering
diasosiasikan dengan bernafas melalui mulut.
Selama kondisi istirahat, bernafas melalui hidung lebih sering terjadi dari
pada bernafas melalui mulut. Peningkatan kerja untuk pernapasan nasal adalah
secara fisiologis diterima dan sesungguhnya pernapasan lebih efisien dengan
resistensi sederhana pada sistem pernapasan. Apabila hidung terjadi obstruksi,
kerja ketika bernapas melalui hidung meningkat, dan pada level tertentu dari
resistensi pada alitran udara pada hidung, individu akan berpindah menjadi
bernapas melalui mulut. Pembengkakan dari mukosa hidung menimbulkan rasa
dingin umum kadang menjadikan seseorang bernapas melalui mulut sebagai
dampak dari mekanisme ini.
Penutupan pernafasan kronik dapat dihasilkan oleh peradangan yang
diperpanjang pada mukosa nasal dihubungkan dengan infeksi kronis. Juga dapat
dihasilkan oleh penutupan mekanis dimanapun diikuti dengan system pernafasan
82
nasal., dari nares ke choanae nasal posterior. Dibawah kondisi normal, ukuran
dari nostril adalah factor pembatas pada jalur udara hidung. Tonsil faringeal
normalnya besar pada anak-anak, dan penutupan sebagian dari sumber ini dapat
mengkontribusi ke pada bernafas melalui mulut pada anak-anak. Seseorang yang
memiliki penutupan nasal kronis dapat berlanjut ke bernafas secara sebagian
melalui mulut walaupun setelah penutupan dihilangkan. Pada pengertian ini,
bernafas melalui mulut bisa kadang-kadang di sadari sebagai kebiasaan.
Pernafasan memberikan efek pada rahang dan gigi, ini akan terjadi
dikarenakan perubahan postur yang terjadi secara lama dan memberikan tekanan
pada jaringan lunak. Rahang akan terjadi perubahan perpindahan, sebanyak oleh
elevasi dari maxilla karena kepala memiring ke belakang karena proses depresi
mandibula. Ketika penutupan nasal di hilangkan, postur asli pun secara langsung
akan kembali. Respon fisiologi ini terjadi pada derajat yang sama., tetapi, pada
individu yang memiliki penutupan nasal, dimana mengindikasikan bahwa itu
bukan merupakan hasil total dari pernafasan mendesak.
Terdapat hanya beberapa bukti kasus pada pertumbuhan fasial pada anak-
anak dengan jangka panjang total penutupan nasal, tetapi itu terlihat bahwa
dibawah hal ini pola pertumbuhan diubah pada jalur yang akan diprediksi. Karena
total obstruksi nasal pada manusia termasuk sangat jarang, pertanyaan klinis yang
penting adalah apakah obstruksi nasal seb`agian, pada tipe yang terjadi sekali-
sekali untuk waktu sebentar pada setiap orang dan secara kronis pada anak-anak,
dapat mengisyaratkan maloklusi.
83
4). Kebiasaan menghisap/menggigit bibir
Menghisap dan menggigit bibir dapat muncul sendiri atau dapat disertai
dengan kebiasaan menghisap jempol. Pada kebanyakan kasus, biasanya bibir
bawah yang terlibat dalam sucking / kebiasaan menghisap, walaupun kebiasaan
menggigit bibir atas juga dapat terjadi. Bibir mandibula yang berulang kali
tertahan oleh gigi anterior maksila dapat menghasilkan labioversi rahang, open
bite, dan terkadang linguoversi gigi incisive mandibula.
5). Kebiasaan menggigit kuku
Menggigit kuku sering menjadi penyebab malposisi gigi. Ketegangan dan
rasa takut pada anak-anak biasanya akan menampilkan kebiasaan ini, dan tidak
jarang berhubungan juga dengan hubungan social dan ketidakmampuan
penyesuaian psikologis merupakan sesuatu yang penting adalm klinis
dibandingkan kebiasaan yang hanya merupakan gejala dari dasar masalah. Hal ini
terlihat secara umum lebih berdampak pada kuku orang tersebut, dibandingkan
efek pada giginya. Jarang telihat pada anak sebelum usia 3 – 4 tahun.Insidensinyai
akan mencapai puncaknya pada remaja
6). Kebiasaan lain
84
Kebiasaan mempertahankan posisi bayi telentang pada permukaan yang
datar dan keras dapat mencetak dan membentuk kepala dengan occiput yang datar
atau menghasilkan asimetri fasial. Kebiasaan meletakkan kepala di atas bantal dan
tidur dengan alas tangan, bagaimanapun juga dianggap menambah. Kebiasaan
menghisap pensil, dot, dan benda lain yang keras dapat menjadi perusak
pertumbuhan fasial seperti kebiasaan menghisap jari. Postur kepala dan morfologi
kraniofacial secara ekstensif diteliti. Solow dan tallgren menemukan bahwa
angulasi craniocervical menunjukkankorelasi yang paling komprehensif dengan
morfologi kraniofacial dan angulasi craniofacial tersebut berhubungan dengan
keterjalan mandibular plane.
2. Trauma
Sebagian besar anak-anak jatuh dan membentur gigi mereka selama dalam usia
pertumbuhan. Kadang-kadang, pengaruhnya sangat besar untuk menghancurkan
atau pergeseran parah pada gigi sulung atau permanen. Dentral trauma dapat
mengawali perkembangan maloklusi melalui tiga cara yaitu :
1. Merusak benih gigi permanen dari kecelakaan pada gigi sulung
2. Penyimpangan ( drift ) dari gigi permanen setelah premature loss
gigi sulung
3. Cedera langsung pada gigi permanen
Trauma pada gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen
dibawahnya. Ada 2 hasil yang mungkin terjadi. Pertama, jika trauma terjadi ketika
85
pembentukan mahkota gigi permanen, pembentukan email akan terganggu dan
akan terjadi kelainan pada mahkota gigi permanen. Kedua, jika trauma terjadi
ketika mahkota sudah lengkap, mahkota mungkin akan bergeser relative kea rah
akar. Pembentukan akar dapat terhenti, meninggalkan akar permanen yang
pendek. Lebih sering, pembentukan akar berlanjut, tapi sisa akar kemudian
terbentuk pada ujung dari pergeseran mahkota yang mengalami trauma. Distorsi
akar ini disebut dilaserasi, diartikan sebagai distorsi pembentukan akar. Dilacerasi
dapat dihasilkan dari gangguan mekanik bersamaan dengan erupsi, tapi kasus
yang sering terjadi, terutama gigi incisor permanen, trauma pada gigi susu yang
juga menyebabkan displace pada benih gigi permanen.
Jika distorsi posisi akar cukup parah, hampir tidak mungkin untuk
mahkota berada ada posisi yang tepat, mungkin karena akar memanjang keluar
melewati tulang alveolar. Untuk alasan ini, mungkin diperlukan ekstraksi pada
gigi yang mengalami dilacerasi parah. Trauma yang menyebabkan displasment
gigi permanen pada anak-anak harus di reposisi sedini mungkin. Segera setelah
kecelakaan, gigi yang utuh biasanya dapat digerakkan kembali ke posisi semula
dengan cepat dan mudah. Setelah penyembuhan ( 2 sampai 3 minggu ), sulit untuk
mereposisi gigi, dan ankylosis dapat terjadi.
2.1.11.2 Bone Resorption
Hormonal Influences On Bone Metabolism
o Hormon Paratiroid
86
Mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang, menyebabkan
kalsium dan fosfat diabsropsi dan bergerak memasuki serum. Di samping
itu, peningkatan kadar hormone paratiroid secara perlahan menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas, sehingga terjadi
demineralisasi.
o Hormone Pertumbuhan
GH tidak punya efek langsung terhadap remodeling tulang, tapi melalui
perangsangan IGF 1. Efek langsung GH pada formasi tulang sangat kecil,
karena sel-sel tulang hanya mengekspresikan reseptor GH dalam jumlah
kecil.
o Kalsitonin
Kalsitonin menyebabkan kontraksi sitoplasma osteoklas dan pemecahan
osteoklas menjadi sel mononuclear dan menghambat pembentukan
osteoklas.
o Estrogen dan Androgen
Mempunyai peranan penting dalam maturasi tulang yang sedang tumbuh
dan mencegah kehilangan masa tulang. Reseptor estrogen pada sel-sel
tulang sangat sedikit diekspresikan sehingga sulit diperlihatkan efek
estrogen terhadap resorpsi dan formasi tulang. Estrogen dapat menurunkan
resorpsi tulang secara tidak langsung melalui penurunan sintesis berbagai
sitokin, seperti IL-1, TNF-α, IL-6.
o Hormone Tiroid
87
Berperan merangsang resorpsi tulang, hal ini akan menyebabkan pasien
hipertiroidisme akan disertai hiperkalsemia dan pasien pasca menopause
yang mendapat supresi tiroid jangka panjang akan mengalami osteopenia.
Vitamins Affecting Bone Metabolism
Vitamin D telah dibuktikan mempunyai efek antirachitic dan efek
langsung terhadap sel tulang. Vitamin D mampu menstimulasi mobilisasi
kalsium dan fosfat dari tulang, misalnya menstimulasi resorpsi. Efek ini
dapat dihambat dengan pemberian actinomycin D yang memblok sintesis
protein. Meskipun parathyroid hormon atau vitamin D terlihat bekerja
sendiri dalam remodelling tulang, normalnya mereke bekerja secara
sinergis atau bersama-sama.
Vitamin A. Penambahan vitamin A pada kultur jaringan osseous dapat
menstimulasi resorpsi dengan pengurangan massa tulang. Efek ini
merupakan hasil dari peningkatan jumlah osteoklas dan penghambatan
sebagian kalsitonin.
Vitamin C membantu formasi matriks tulang.
Residual Ridge Resorption
Residual ridge adalah tulang pada processus alveolar yang masih tersisa
setelah gigi hilang. Residual ridge terdiri atas gigi tiruan support mukosa (denture-
88
bearing mucosa), submukosa & periosteum, dan underlying residual alveolar
bone. Setelah ekstraksi gigi, reaksi inflamasi langsung teraktivasi dan soket
ekstraksi tertutup sementara oleh darah dari pembuluh darah yang terputus, yang
mengandung protein dan sel-sel yang rusak.
Sel-sel yang rusak bersama dengan platelet memulai serangkaian peristiwa
yang akan mengarah pada pembentukan jaringan fibrin, kemudian membentuk
gumpalan darah atau koagulum dalam 24 jam pertama. Gumpalan ini
bertindaksebagai matriks yang mengarahkan perpindahan sel mesenkimal dan
growth factors. Neutrofil dan makrofag masuk ke daerah luka dan melawan
bakteri serta sisa jaringan untuk mensterilkan luka.
Dalam beberapa hari koagulum mulai rusak (fibrinolisis). Setelah 2 sampai
4 hari jaringan granulasi secara bertahap menggantikan koagulum. Jaringan
vaskular dibentuk antara akhir minggu pertama dan minggu kedua. Bagian
marginal dari soket ekstraksi ditutupi oleh jaringan ikat muda yang kaya
pembuluh darah dan sel inflamasi.
Dua minggu pascaekstraksi, pembuluh kapiler yang baru berpenetrasi ke
pusat koagulum. Ligamen periodontal yang tersisa mengalami degenerasi
danmenghilang. Epitel berprolifeasi melewati permukaan luka tetapi luka
biasanya belumtertutup terutama pada kasus gigi posterior. Pada soket yang kecil,
epitelisasi dapat berlangsung sempurna. Tepi dari soket alveolar diresorpsi oleh
osteoklas. Fragmen tulang nekrosis yang lepas dari pinggiran soket pada saat
ekstraksi akan diresorpsi.
89
Pada minggu ketiga, koagulum akan hampir terisi penuh oleh jaringan
granulasi yang matang. Tulang trabekula muda yang berasal dari osteosid atau
tulang yang belum terkalsifikasi terbentuk di seluruh tepi luka dari dinding soket.
Tulang ini terbentuk dari osteoblas yang berasal dari sel pluripotensial ligamen
periodontal yang bersifat osteogenik. Tulang kortikal dari soket alveolar
mengalami remodelingsehingga terdiri dari lapisan yang padat. Tepi dari puncak
alveolar akan diresorpsi oleh osteoklas. Pada saat ini, luka akan terepitelisasi
secara sempurna.
Pada minggu keempat, luka mengalami tahap akhir penyembuhan.
Sementara itu deposisi dan resorpsi tulang terjadi pada soket. Antara minggu
keempat dan kedelapan setelah ekstraksi, jaringan osteogenik dan tulang
trabekular dibentuk dan diikuti oleh proses pematangan tulang. Proses remodeling
akan berlanjut selama beberapa minggu. Tulang masih mengalami sedikit
kalsifikasi, sehingga akan terlihat radiolusen pada gambaran radiografik.Pada
gambaran radiografik, proses pembentukan tulang tidak terlihat menonjol hingga
minggu ke enam pascaekstraksi.
Meskipun deposisi tulang dalam soket akan berlangsung selama
beberapabulan, tinggi tulang tidak akan setingkat dengan tinggi tulang koronal
dari gigi tetangga karena pembentukan tulang trabekular hanya mencapai tepi
soket ekstraksi, sedangkan resorpsi tulang oleh osteoklas terjadi pada permukaan
dari sisa linggir. Inilah kombinasi yang menghasilkan porositas yang berbeda
pada puncak dari sisa linggir tulang alveolar.
90
Gambar : Gambaran radiografik penyembuhan luka ekstraksi: (A) Sebelum
ekstraksi gigi, (B) Setelah dua minggu, (C) Setelah satu bulan, (D) setelah dua
bulan, (E) Setelah empat bulan (F) Setelah Enam bulan, (G) Setelah 8 bulan.
Konsekuensi resorpsi residual ridge
Hilangnya kedalaman dan lebar sulkus. Perlekatan otot berpindah
mendekati puncak residual ridge. Berkurangnya tinggi wajah/vertikal dimensi
oklusal dan mandibula rotasi ke anterior. Perubahan pada morfologi residual ridge
seperti tajam dan spiny. Resorpsi dinding canal/saluran mandibula dan terlihatnya
saraf mandibula. Lokasi foramen mentalis mendekati puncak residual ridge
mandibula.
Treatment dan pencegahan
91
Overdenture mengurangi resorpsi ridge dan memberikan stabilitas
retensi.
Implan prostesis juga membantu mencegah resorpsi residual ridge
92
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan tinjauan pustaka dapat disimpulkan bahwa terdapat anomali
dentofacial. Anomali dentofacial terbagi menjadi dua yaitu prenatal dan
postnatal..
Dalam kedokteran gigi penting diketahui mengenai etiologi, patologi,
gambaran klinis, maupun pengobatan dalam berbagai keadaan anomali.
dentofacial sehingga seorang dokter gigi dapat menegakkan diagnosis dengan
benar.
Penegakkan diagnosis mengenai suatu penyakit dapat didukung dengan
pemeriksaan penunjang lainnya, yaitu seperti gambaran radiografis.
93
DAFTAR PUSTAKA
Greenberg, Martin S., dan Glick, Michael. 2003. Burket’s Oral Medicine
Diagnosis and Treatment. BC Decker Inc : Spain.
http://www.smilebugg.com/pediatric-dentistry-wenatchee-wa/dental-
anomalies.aspx
http://quizlet.com/3609002/radiographic-identification-flash-cards/
http://www.braces4oxford.co.uk/MissingTeeth.htm
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/
11/31deaca6e5b121379b2dc52cedf3134afa85e8cf.pdf
http://ocw.usu.ac.id/course/download/611-PEDODONSIA-DASAR/kgm-
427_slide_kelainan_gigi_akibat_gangguan_pertumbuhan_dan_perkembangan.pdf
Roth. 1993. Oral Biology. US : Mosby.
Eckert. 2005. Prosthodontic Treatment for Edentulous Patient 12th ed. India : Mosby.
Rajesndran. Shafer’s textbook of oral phatology 6th ed. India : Elseiver.
94