8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu menjelaskan beberapa hasil penelitian yang sudah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya, tetapi masih dalam tema yang sama dengan
peneliti. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang sama-sama membahas
peningkatan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas yaitu:
1. Penelitian atas nama Meidinar Ragil Pawening (Mahasiswa Jurusan Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya Jawa Timur) yang dilakukan pada
tahun 2013 dengan judul skripsi ialah “Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial
Penyandang Cacat Melalui Rehabilitasi Sosial pada Unit Pelaksana Teknis
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh di Pasuruan Dinas Sosial Pemerintah Provinsi
Jawa Timur.” Hasil dari penelitian tersebut adalah upaya peningkatan kesejahteraan
sosial melalui bimbingan sosial perorangan, kelompok, masyarakat dan bimbingan
ketrampilan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Cacat
Tubuh di Pasuruan mampu memberikan peningkatan kesejahteraan batiniah,
lahiriah dan sosial sehingga penyandang cacat mendapatkan perlakuan yang sama
dalam hak dan kewajiban dengan tidak ada rasa kasihan sebagai perlakuan khusus
dalam lingkungan sosial sehingga mencapai peningkatan kesejahteraan sosial
penyandang cacat tubuh. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Fokus
penelitian adalah bimbingan sosial dan bimbingan ketrampilan. Dengan sasaran
kajian yaitu bimbingan sosial perorangan, bimbingan sosial kelompok, bimbingan
9
sosial kemasyarakatan, ketrampilan menjahit, elektronika, servis handphone dan
sablon/percetakan. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi dan wawancara.
Analisa data dalam Penelitian ini dengan menggunakan model interaktif. Hasil dari
penelitian Meidinar hampir sama dengan peneliti, hanya saja objek penelitian
dilakukan di Komunitas Shining Tuli Batu dengan fokus kegiatannya pelatihan
bahasa isyarat untuk umum, dan juga kampanye media.
2. Penelitian atas nama Oca Pawalin (Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung Bandar Lampung) yang
dilakukan pada tahun 2017 dengan judul ialah “Peran Dinas Sosial Kota Metro
Dalam Pemberdayaan Penyandang Disabilitas di Dinas Sosial Kota Metro di
Provinsi Lampung” Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa peran Dinas Sosial
kota metro dalam pemberdayaan penyandang disabilitas meliputi peran fasilitator,
peran perwakilan pendidikan dan teknis dilakukan dengan baik tetapi tidak untuk
itu adalah potensi penuh. Hal ini ditandai dengan pelatihan dan bantuan sosial yang
diberikan belum merata masih banyak penyandang disabilitas yang belum
merasakan pelatihan dan bantuan sosial. Jadi harus ada evaluasi untuk peran Dinas
Sosial Kota Metro dalam pemberdayaan penyandang disabilitas. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui peranan Dinas Sosial Kota Metro dalam
pemberdayaan penyandang disabilitas. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
kualitatif dan deskriptif dan berfokus pada peran teori peran, yaitu peran peran
fasilitatif peran pendidikan dan teknis sebagai patokan representatif. Teknik
pengumpulan data adalah teknik wawancara observasi dan dokumentasi. Teknik
triangulasi sumber data digunakan sebagai teknik validitas data. Hasil penelitian
10
Oca hampir sama dengan peneliti, hanya saja objek penelitian dilakukan di
Komunitas Shining Tuli Batu dengan fokus kegiatannya pelatihan bahasa isyarat
untuk umum, dan juga kampanye media.
3. Penelitian atas nama Mahendra Ramadhianto (Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Malang) yang dilakukan pada tahun 2013 dengan judul
“Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Cacat Studi
Implementasi Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009
Tentang Kesejahteraan Sosial di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong
Kabupaten Ponorogo”. Hasil dari penelitian tersebut ialah peneliti memperoleh
jawaban atas permasalahan yang ada bahwa upaya meningkatkan kesejahteraan
sosial penyandang cacat yaitu pemerintah melakukan rehabilitasi sosial terhadap
warga penyandang cacat di Kabupaten Ponorogo dengan cara Pendekatan terhadap
tokoh masyarakat Ds. Karangpatihan, Pendataan terhadap penyandang Cacat yang
ada di Ds. Karangpatihan, Bimbingan lanjut terhadap penyandang cacat di Ds.
Karangpatihan dan pada tahun 2011 kementerian sosial Republik Indonesia
mendirikan Rumah Kasih sayang untuk membina para penyandang disabilitas
intelektual dengan berbagai keterampilan. Akan tetapi upaya meningkatkan
kesejahteraan sosial penyandang cacat di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong
Kabupaten Ponorogo masih terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya,
diantaranya minimnya anggaran APBD Kab. Ponorogo untuk penangannan cacat
idiot, selain itu warga idiot rata – rata sudah lansia jadi susah untuk diberdayakan.
Solusi terkait hambatan-hambatan yang terjadi dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan sosial penyandang cacat di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong
Kabupaten Ponorogo yaitu Pemerintah lebih mengoptimalkan bantuan yang
11
diberikan kepada masyarakat penderita Keterbelakangan mental atau idiot di Desa
Karangpatihan dengan cara mendirikan atau membangun Rumah Kasih Sayang
yang berfungsi untuk membina para penyandang disabilitas intelektual dengan
berbagai keterampilan. Hasil penelitian Mahendra hampir sama dengan peneliti,
hanya saja objek penelitian dilakukan di Komunitas Shining Tuli Batu dengan fokus
kegiatannya pelatihan bahasa isyarat untuk umum, dan juga kampanye media.
B. Kesejahteraan Sosial
1. Konsep Kesejahteraan Sosial
Menurut Su’adah,dkk (2007:1), secara historis usaha manusia dalam
mengusahakan adanya kesejahteraan hidup bersama dalam masyarakat dimulai
sejak awal manusia membentuk kelompok. Pada zaman primitive dorongan-
dorongan untuk melakukan usaha perlindungan diri sendiri, kesejahteraan keluarga
dan kesejahteraan kelompok mereka dalam kehidupan bersama telah terbentuk.
Namun di abad ke 6, islam telah memberikan tuntutan hidup yang mengacu pada
tujuan utama bermasyarakat yaitu mencapai kesejahteraan sosial bersama
Di Indonesia, kesejahteraan sosial sebagai kegiatan pelayanan telah dibuka
ketika Indonesia belum merdeka. Pada zaman colonial Belanda, usaha
kesejahteraan sosial dilaksanakan dan diserahkan pada badan/lembaga bukan resmi
atau lembaga keagamaan dan kemasyarakatan.
Pada dasarnya pengertian kesejahteraan berasal dari kata “sejahtera”.
Sejahtera ini mempunyai arti dari Bahasa Sansekerta “Catera” yang berarti payung.
Dalam hal ini, kesejahteraan yang terkandung dalam artian payung di ibaratkan
adalah orang yang sejahtera yaitu orang yang dalam hidupnya bebas dari
12
kemiskinan, kebodohan, ketakutan, atau kekhawatiran sehingga hidupnya aman
tenteram, baik lahir maupun batin. Sedangkan sosial berasal dari kata “socius” yang
berarti kawan, teman, dan kerja sama. Orang yang sosial adalah orang yang
mempunyai peduli dengan orang yang disekitarnya juga dapat berelasi dengan
orang lain dengan baik.
Menurut Fridlander (Fahrudin, 2012:9) mendefinisikan kesejahteraan sosial
adalah sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan institusi yang
dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok guna
mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dengan relasi-relasi personal
dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan kemampuan
serta kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga juga
masyarakatnya. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjadi
dasar bagi pembentukan negara Indonesia, disebutkan bahwa salah satu tugas
pemerintah serta juga tugas warga negara Indonesia adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum ini bisa melingkupi lingkungan sosial.
Didalam ilmu kesejahteraan sosial tentu bermasyarakat merupakan hal yang
penting dalam kehidupan dan bersosialisasi.
Didalam undang-undang nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
pasal 1 ayat 1 berbunyi:
“Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”
Fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan sosial-
ekonomi, menghindari terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial yang negatif
13
akibat pembangunan kesejahteraan masyarakat. Tujuan kesejahteraan sosial yaitu
untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan
pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi yang
harmonis dengan lingkungannya. Selanjutnya untuk mencapai penyesuaian diri
baik khususnya dengan masyarakat di lingkungannya, misalnya menggali sumber-
sumber, meningkatkan, serta mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.
Dalam undang-undang No. 6 Tahun 1974 pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa:
“Usaha kesejahteraan sosial adalah semua upaya, program, kegiatan, yang
ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan, dan
mengembangkan kesejahteraan sosial”
Sementara dalam undang-undang No 11 Tahun 2009 dinyatakan Usaha
kesejahteraan sosial itu merupakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yaitu
upaya yang terarah, terpadu, juga berkelanjutan yang dilakukan pemerintah,
pemerintah daerah, serta masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna
memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitas sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
2. Kesejahteraan Sosial dan Kualitas Hidup
Kesejahteraan sosial juga selalu dikaitkan dengan konsep kualitas hidup
(Quality Of Life). Konsep kualitas hidup selalu digunakan untuk mendeskripsikan
“kehidupan yang lebih baik” dalam beberapa disiplin ilmu termasuk ekonomi,
sosiologi, psikologi, pekerjaan sosial, kedokteran, dan keperawatan. World Health
Organization (WHO) (Kwan, 2000:9) mendefenisikan kualitas hidup atau quality
of life sebagai persepsi individu mengenai posisi mereka dalam kehidupan dilihat
dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal serta hubungannya
dengan tujuan, harapan, standar, dan hal-hal lain yang menjadi perhatian individu
14
tersebut. Berdasarkan definisi Calman dan WHO mengimplikasikan bahwa kualitas
hidup ditentukan oleh persepsi individual mengenai kondisi kehidupannya saat ini.
Kualitas hidup dalam hal ini merupakan suatu konsep yang sangat luas yang
dipengaruhi oleh kondisi fisik individu, psikologi, tingkat kemandirian, serta
hubungan sosial individu dengan lingkungannya. Kualitas hidup juga tidak
mencakup hanya ruang lingkup yang fisik saja tetapi kualitas hidup bisa
mencangkup kinerja seseorang dalam memainkan peran sosial, keadaan emosional,
fungsi-fungsi intelektual juga pengalaman seseorang berdasar pengetahuan yang
individu alami, serta perasaan sehat dan kepuasan hidup.
Pengertian kualitas hidup tersebut di atas sesungguhnya relevan jika dikaitkan
dengan pengertian kesejahteraan dalam UU No. 13 Tahun 1998. Dalam UU No 13
Tahun 1998 tentang kesejahteraan penyandang disabilitas, pasal 1 ayat 1 juga
menyatakan bahwa “kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan
sosial yang baik material maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan,
kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap warga negara
untuk mengadakan pemenuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya
bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat, dengan menjunjung tinggi hak dan
kewajiban asasi manusia dengan Pancasila”
Dengan demikian kesejahteraan penyandang disabilitas merupakan gambaran
penyandang permasalahan kesejahteraan sosial (PMKS). Penyandang disabilitas
merupakan bagian masyarakat Indonesia yang memiliki kedudukan, hak,
kewajiban, dan kesempatan serta peran yang sama dalam segala aspek kehidupan
maupun penghidupan seperti halnya orang non disabilitas. Pengakuan tersebut
dikuatkan secara hukum melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 diikuti
15
terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat (disabilitas). Mengenai peningkatan
kesejahteraan sosial penyandang disabilitas, tujuan undang-undang yang sudah
dijelaskan diatas, tujuan dalam undang-undang ini adalah agar tercipta kemandirian
dan kesejahteraan bagi penyandang disabilitas, juga meliputi kesamaan kesempatan
rehabilitas, pemberian bantuan sosial, dan pemeliharaan kesejahteraan sosial. Hal
tersebut menjadi tanggung jawab bersama dari pemerintah,masyarakat, keluarga
serta penyandang disabilitas itu sendiri. Maupun juga penyedian aksesbilitas baik
fisik maupun non fisik menjadi salah satu kunci dalam perwujudan kesejahteraan
sosial bagi penyandang disabilitas. Pengawasan, Lembaga koordinasi, dan
pengendalian kesejahteraan sosial penyandang disabiilitas ada di peraturan ini.
Oleh karena itu, untuk dapat menciptakan kondisi kesejahteraan sosial dan
kualitas hidup yang tinggi maka diperlukan penciptaan lingkungan yang
mendukung, responsive dan memberdayakan individu dan masyarakat. Para
pekerja sosial harusnya memberi perhatian sungguh-sungguh tentang bagaimana
para pembuat kebijakan dari pemerintah baik di pusat maupun daerah dalam
merespon dan mengambil tindakan yang cepat dan tepat guna memenuhi kebutuhan
dasar rakyat, penanganan masalah sosial dan perbaikan kualitas rakyat. Aktivitas
seperti ini dapat memperbaiki perundang undangan, kebijakan, program, dan
mekanisme penyampaian pelayanan kepada masyarakat
3. Keberfungsian sosial
Keberfungsian sosial (social functioning) adalah konsep kunci untuk
memahami kesejahteraan sosial, dan merupakan konsep pembeda antara profesi
pekerjaan sosial dengan profesi lainnya, pekerjaan berhubungan dengan
16
keberfungsian sosial semua orang tapi prioritasnya yaitu pada masalah pemenuhan
kebanyakan anggota-anggota masyarakat yang rentan. Pada dasarnya masyarakat
yang rentan ini adalah korban dari situasi pengabaian, ketidakadilan sosial,
diskriminasi dan penindasan. Termasuk juga didalamnya anak-anak dan remaja,
lansia, perempuan, individu yang hidup dalam kemiskinan, individu yang
mempunyai keterbatasan fisik, orang yang sakit mental dan emosional, gay dan
lesbian, dan kelompok minoritas. Oleh karena itu peran pekerjaan sosial ialah
memberfungsikan kembali peran peran sosial yang ada di dalam masyarakat agar
menjadi lebih baik dan sejahtera. Juga dukungan sosial bagi penyandang disabilitas
merupakan sumber daya sosial yang dapat membantu mereka dalam menghadapi
suatu kejadian menekan dan meningkatkan keberfungsian sosialnya. Besarnya
pengaruh dukungan sosial yang dirasakan penyandang disabilitas terhadap
peningkatan keberfungsian sosial yang dipengaruhi oleh factor dukungan
emosional,dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan
informasional.
4. Kebutuhan dasar manusia
Menurut Abraham Maslow menjelaskan ada 5 kebutuhan dasar manusia,
seperti diagram 1 berikut:
17
Diagram 1 Kebutuhan Dasar Manusia
a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar dan memiliki
prioritas yang tertinggi dalam kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan fisiologis
ini pun harus terpenuhi oleh manusia untuk bertahan hidup. Kebutuhan tersebut
terdiri dari pemenuhan oksigen, kebutuhan cairan (minuman), nutrisi
(makanan), istirahat dan tidur, aktifitas , keseimbangan untuk tubuh, dan
kebutuhan seksual,
b. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Kebutuhan ini dibagi lagi menjadi perlindungan fisik dan perlindungan
psikologis. Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman terhadap
tubuh atau hidup seperti penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan dan
Manusia
Keberfungsian Fisiologis
(oksigen,Makan, Mnum)
Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Kebutuhan Rasa Cinta dan Ksih
Sayang
Kebutuhan Harga Diri
Kebutuhan Aktualisasi Diri
18
sebagainya, sedangkan perlindungan psikologis, yaitu perlindungan atas
ancaman dari pengalaman yang baru dan asing. Misalnya kekhawatiran
seseorang memasuki sekolah pertama kali, karena harus berinteraksi dengan
orang lain dan sebagainya.
c. Kebutuhan Rasa Cinta dan Kasih Sayang
Kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki, antara lain memberi dan menerima
kasih sayang, seperti persahabatan, mendapat tempat dalam keluarga, kelompok
sosial, dan sebagainya.
d. Kebutuhan Harga Diri
Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapat kekuatan, meraih
prestasi, rasa percaya diri, dan kemerdekaan diri. Selain itu manusia juga
membutuhkan pengakuan dari orang lain.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Merupakan kebutuhan tertinggi dalam hierarki maslow berupa kebutuhan
untuk berkontribusi pada orang lain/ lingkungan serta mencapai potensi diri
sepenuhnya.
5. Kriteria Ukuran Kesejahteraan Penyandang Disabilitas
Sesuai yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial dan keputusan Menteri Sosial No.82/HUK/2005 tentang
Tugas dan Tata Kerja Departemen Sosial menyatakan bahwa focal point (titik
fokus) dalam penanganan permasalahan penyandang disabilitas di Indonesia adalah
Kementerian Sosial RI. Tugas tersebut lebih diarahkan pada upaya pelayanan dan
19
rehabilitasi sosial, yaitu proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk
memungkinkan penyandang disabilitas mampu melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, kementrian ini juga
menjelaskan kriteria ukuran kesejahteraan sosial penyandang disabilitas dalam UU
No. 4 tahun 1997 pasal 6 yang menjelaskan setiap penyandang disabilitas berhak
memperoleh :
a. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan
b. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya.
c. Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati
hasil-hasilnya.
d. Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya.
e. Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
f. Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampu-an, dan
kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat.
B. Penyandang Disabilitas
1. Pengertian penyandang disabilitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) penyandang diartikan dengan
orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan
kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris disability
(jamak: disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Kementrian sosial
menyebut penyandang disabilitas sebagai penyandang cacat, kementrian
Pendidikan nasional menyebut dengan istilah berkebutuhan khusus, sedangkan
20
kementrian kesehatan menyebut dengan istilah penderita cacat. Riyadi (2012:293)
Penyandang disabilitas juga sering dianggap sebagai warga masyarakat yang tidak
produktif, tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sehingga hak-
haknya pun diabaikan. Menurut WHO mendefinisikan penyandang disabilitas
merupakan pembatasan atau ketidakmampuan untuk melakukan suatu kegiatan
dengan cara dalam rentang dianggap normal bagi manusia,sebagaian besar akibat
penurunan kemampuan.
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-
Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki
keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang
dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui
hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan
kesamaan hak. Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan mental, yang dapat
menganggu atau merupakan rintangan serta hambatan baginya untuk melakukan
secara selayaknya, yang terdiri dari, penyandang cacat fisik; penyandang cacat
mental; penyandang cacat fisik dan mental (UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang cacat)
2. Jenis-jenis Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Disabilitas Mental
Disabilitas mental atau kelainan mental terdiri dari:
21
1. Mental Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di
mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga
memiliki kreativitas dan tanggungjawab terhadap tugas.
2. Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas
intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata dapat dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu penyandang lamban belajar (slow learnes)
yaitu penyandang disabilitas yang memiliki IQ (Intelligence Quotient)
antara 70-90. Sedangkan penyandang yang memiliki IQ (Intelligence
Quotient) di bawah 70 dikenal dengan penyandang disabilitas
berkebutuhan khusus.
3. Berkesulitan Belajar Spesifik. Berkesulitan belajar berkaitan dengan
prestasi belajar (achievment) yang diperoleh.
b. Disabilitas Fisik
Disabilitas Fisik atau kelainan fisik terdiri dari:
1. Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tuna daksa adalah individu yang
memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-
muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat
kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.
2. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah individu
yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat
diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low
vision.
3. Kelainan Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah individu yang
memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak
22
permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu
tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa
disebut tunawicara.
4. Kelainan Bicara (Tunawicara). Tunawicara adalah seseorang yang
mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa
verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini
dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena
ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya
ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ
motorik yang berkaitan dengan bicara.
c. Tunaganda (disabilitas ganda)
Tunaganda atau penderita cacat lebih dari satu kecacatan (cacat fisik
dan mental) merupakan mereka yang menyandang lebih dari satu jenis
keluarbiasaan, misalnya penyandang tuna netra dengan tuna rungu
sekaligus, penyandang tuna daksa disertai dengan tuna grahita atau bahkan
sekaligus.
3. Asas dan hak-hak penyandang disabilitas
Pada undang-undang Republik Indonesia No 8 tahun 2016 menyatakan
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup setiap
warga negara, termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai kedudukan
hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai Warga Negara
Indonesia dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warga negara dan
23
masyarakat Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa,
untuk hidup maju dan berkembang secara adil dan bermartabat. Sebagian besar
penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan, terbelakang,
dan/atau miskin disebabkan masih adanya pembatasan, hambatan, kesulitan, dan
pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas. Untuk mewujudkan
kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan
yang sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi diperlukan peraturan
perundangundangan yang dapat menjamin pelaksanaannya.
Sehingga membentuk undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun
2016 dalam pasal 2 mengenai Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang
Disabilitas berasaskan penghormatan terhadap martabat, otonomi individu, tanpa
Diskriminasi, partisipasi penuh, keragaman manusia dan kemanusiaan, Kesamaan
Kesempatan, kesetaraan, Aksesibilitas, kapasitas yang terus berkembang dan
identitas anak, inklusif, perlakuan khusus dan Pelindungan lebih. Pelaksanaan
dan Pemenuhan hak Penyandang disabilitas undang-undang Republik Indonesia
Nomor 8 tahun 2016 pasal 3 bertujuan:
a. mewujudkan Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan
hak asasi manusia serta kebebasan dasar Penyandang Disabilitas
secara penuh dan setara;
b. menjamin upaya Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan
Pemenuhan hak sebagai martabat yang melekat pada diri Penyandang
Disabilitas;
c. mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih
berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, mandiri, serta bermartabat;
24
d. melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi,
pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta pelanggaran hak
asasi manusia; dan
e. memastikan pelaksanaan upaya Penghormatan, pemajuan,
Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas untuk
mengembangkan diri serta mendayagunakan seluruh kemampuan
sesuai bakat dan minat yang dimilikinya untuk menikmati, berperan
serta berkontribusi secara optimal, aman, leluasa, dan bermartabat
dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat.
C. Komunitas
Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang
berbagi lingkungan, umunya memiliki keterkaitan dan habitat yang sama. Dalam
komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud,
kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko, kegemaran dan sejumlah
kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang
berarti "kesamaan" (digilib.unila.ac.id). Menurut Kertajaya Hermawan (2008)
komunitas merupakan sekelompok orang yang mempunyai kepedulian yang sama
satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dalam sebuah komunitas terjadi juga
relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya
kesamaan interest atau values . Menurut Crow dan Allan, komunitas dibagi menjadi
2 komponen, pertama berdasasrkan lokasi dan tempat, dalam komponen pertama
25
ini dapat diliat sebagi tempat dimana sekumpulan orang mempunyai sesuatu yang
sama secar geografis, juga mengenal satu sama lain sehingga tercipta interaksi bagi
lingkungannya. Kedua berdasarkan minat dan kelompok orang yang mendirikan
suatu komunitas karena mempunyai ketertarikan dan minat yang sama, sebagai
contoh agama, ras, pekerjaan, suku, ras, maupun berdasarkan kelainan seksual