A. Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang dibekali akal
dan nafsu perlu membekali diri dengan agama supaya menjadi manusia yang lebih
baik bagi sesama manusia berkelompok atau bermasyarakat .
Manusia sebagai makhluk sosial atau bermasyarakat butuh individu atau
manusia lain karna manusia tidak akan mampu hidup sendiri ia butuh orang
lain .manusia perlu bermasyarakat dan saling berhubungan atau berinteraksi satu
sama lain dalam kelompok sosial maupun masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
hidup nya dan untuk berkembang.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki
potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan
senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah,
atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman.
Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui
pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan
hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau
implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam
arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus
dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-
nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu
mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu
karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan
hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Oleh karena itu kami
mengangkat judul makalah agama dan masyarakat.
1
B. Pengertian Agama
Agama pada umumnya ialah:
a. Tata keimanan atau keyakinan atas adanya sesuatu yang Mutlak di luar
manusia.
b. Tata peribadahan manusia kepada yang dianggapnya mutlak.
c. Tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam
lainya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan
termaksud di atas.1
Agama dalam bahasa Arab berarti “Addin” yang artinya kepatuhan,
kekuasaan, atau kecenderungan. Agama bias juga berasal dari gabungan “a” yang
artinya tidak dan “gama” artinya kacau, jadi agama artinya tidak kacau. Agama
juga merupakam terjemahan dari bahasa Inggris, “religion” atau religi yang artinya
kepercayaan dan penyembahan Tuhan.2
Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya
makna dari keberadaanya sendiri dan keberadaan alam semesta.
H. Moenawar Chalil, mendefinisikan agama adalah cara atau adat kebiasaan,
peraturan, undang-undang, taat atau patuh, menunggalkan ketuhanan, pembalasan,
perhitungan, hari kiamat, nasihat, sedangkan Prof. Dr. M. Driyarkarsa S.J
mendifinisikan agama dengan mengganti istilah agama dengan religi, religi adalah
ikatan atau pengikatan diri.3
Dilihat dari aspek duniawinya, atau lebih tepat dalam kehidupan masyarakat,
agama merupakan sumber nilai dan kekuatan mobilisasi yang sering menimbulkan
konflik dalam sejarah umat manusia.
1 Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat Dan Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982), hal.172
2 Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 123 Ibid., hal. 39
2
Selanjutnya, karena banyaknya definisi tentang agama yang dikemukakan
oleh para Ahli, Harun Nasution mengatakan bahwa agama dapat diberi definisi
sebagai berikut:4
a. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang
harus dipatuhi.
b. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
c. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan
pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi
perbuatan-perbuatan manusia.
d. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu.
e. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib.
f. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber
pada suatu kekuatan gaib.
g. Pemujaan kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut
terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
h. Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rosul.
Jadi, agama adalah suatu kepercayaan, keyakinan kepada yang mutlak, yang
dimana keyakinan tersebut dianggap yang paling benar
C. Pengertian Masyarakat
Masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu
sama lain. Masyarakat (sebagaiterjemahanistilah society) adalah sekelompok
orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut.Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab,
musyarak.Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-
hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang
4 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Yogyakarta: Gama Media, 2005), hal.13
3
interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat
digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur.5
Menurut SyaikhTaqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat
dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan,
sertasistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia
kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.
Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan caraut amanya dalam
bermata pencaharian. Pakar ilmu social mengidentifikasikan ada: masyarakat
pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat bercocoktanam, dan
masyarakat agrikulturalintensif, yang juga disebut masyarakat peradaban.
Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca-industri sebagai
kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional.
Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan struktur politiknya:
berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat masyarakat band, suku,
chiefdom, dan masyarakat negara.
Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan
persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang
berartiteman, sehinggaarti society berhubungan erat dengan kata sosial.
Secaraimplisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya
mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan
bersama.6
D. Hubungan Agama dengan Masyarakat
Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat
yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang
ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat
dalam melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan
5 Mahmud. Sosiologi Pendidikan. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012) hal.1676 Horton and Hunt. Sociology. (Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama. 1996), hal.64
4
upacara kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga
kelestariannya.
Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan
budaya sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah
agama dan melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut
mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah
yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap
terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.
Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan
masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya
mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin
beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita
pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik
seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja.
Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala
perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan
baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar
memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang
ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut
agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia
dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan
lainnya.7
E. Kaitan Agama Dalam Masyarakat
7 Cipta Destiara, Fungsi Agama dan Masyarakat Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta : tp, 2013), hlm. 32
5
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat
dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya
secara utuh.
1. Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota
masyarakatnya menganut agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam
masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke
dalam kelompok aktivitas yang lain.
Sifat-sifatnya: agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem
masyarakat secara mutlak, nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan
menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama
pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari
keluarga yang belum berkembang.
2. Mayarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama
memberi arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat,pada saat yang
sama, lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase
kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak
memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya
memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan
mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan
teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur
rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan
unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat
symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru
sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat
bagi kehidupan manusia.
6
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada
manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat.
Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu
jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam
sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu
aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar
mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam
beberapa hal penting bersifat keagamaan. Adanya organisasi keagamaan, akan
meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan
kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.8
F. Cara Beragama
1. Tradisional , yaitu cara beragama berdasarkan tradisi. Cara ini mengikuti
cara beragama nya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan
sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal
keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama bahkan
tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal
keagamaannya.
2. Formal , yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di
lingkungan atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragama
orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh, pada umumnya tidak
kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya. Mudah bertukar
agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya.
3. Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya.
Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agama
dengan pengetahuan, ilmu ,dan pengamalannya.
4. Metode pendahulu, yaitu cara beragamaberdasarkan penggunaan akal dan
hati (perasaan) di bawah wahyu ,untuk itu mereka selalu berusaha
8 Ibid, hlm.34
7
memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu ,pengamalan dan
penyebaran (dakwah). Merekaselalu mencari ilmu dulu kepada orang yang
di anggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang
di bawa oleh utusan misalnya Nabi atau Rasul sebelum mereka
mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu
semua .9
G. Fungsi Agama dalam Masyarakat
Agama juga merupakan salah satu prinsip yang (harus) dimiliki oleh setiap
manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya itu,
secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan manusia dalam
mengarungi kehidupannya sehari-hari. Adapun fungsi agama adalah sebagai
berikut :10
1. Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka
acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-
sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan
memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan
supramanusiawi dan ukhrowi.
2. Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama
menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota
beberapa mayarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang
membantu mempersatukan mereka.
3. Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia
tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam
tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan
berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua di
mana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti
9Adeng Mucthar Ghazali, Agama dan Keberagaman dalam Konteks Perbandingan Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hal. 51
10Cipta Destiara, Op.Cit, hlm.37-38
8
pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh
keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai
tujuan tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca
kitab suci dan berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua,
bekerja keras, hidup secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang
tidak jujur, tidak berbuat yang senonoh dan mengacau, tidak minum-
minuman keras, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak
berjudi. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten
dengan suara hatinya.
4. Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum)
berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar
pribagi penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang
baik dan yang benar menurut ajaran agama masing-masing.
5. Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan
dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi
kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama
Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme
(ajaran menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi
berhak bertanya: Apakah umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak?
Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa diselamatkan? Teologi (agama)
harus meninggalkan perspektif (pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti
terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana keselamatan umat manusia yang
menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan mungkin agamaku tidak
cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama lain
mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana
keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai
dengan terbuka dan jujur serta setara.
6. Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang
yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian
9
dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus
bertaubat dan mengubah cara hidup.
7. Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka
terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan,
keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong
untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem
kehidupan yang ada.
8. Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara serius
dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar
“Civil Society” (kehidupan masyarakat) yang memukau.
9. Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi
seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini
seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai
dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
10. Fungsi Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan
untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan
hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
11. Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama mensucikan
segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga
bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-
norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu
adalah ibadah.
H. Dimensi Komitmen Agama
Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada komitmen
agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan,
praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
10
1. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang
yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia
akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
2. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti,
yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.
Ini menyangkut, pertama, ritual, yaitu berkaitan dengan seperangkat
upacara keagamaan, perbuatan religius formal, dan perbuatan mulia.
Kedua, berbakti tidak bersifat formal dan tidak bersifat publik serta
relatif spontan.
3. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama
mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius
pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan
subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun
singkat, dengan suatu perantara yang supernatural.
4. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-
orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-
ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan
tradisi-tradisi keagamaan mereka.
5. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah
laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.11
I. Pelembagaan Agama
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing,
membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan
Agama di Indonesia yang mengurusi agamanya
1. Islam : MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya
Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di
Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin
di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7
11 Magdalena Pranata Santoso, Filsafat Agama, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hal. 39
11
Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta,
Indonesia.
2. Kristen : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) (dulu disebut Dewan
Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta
sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk
mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-
pecah. Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah
“mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
3. Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah
organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan
bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral
memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom
dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI
tidak mempunyai cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah.
Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih
aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja melalui komisi-
komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI
berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35
keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2
uskup)
4. Hindu : Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis
tertinggi umat Hindu Indonesia.
5. Budha : MBI Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha
di Indonesia. Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada
hari Asadha 2499 BE tanggal 4 Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara
Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama
Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha
Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
12
6. Konghucu : MATAKIN Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia
adalah sebuah organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu
di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1955. Keberadaan umat
beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di
Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu,
bersamaan dengan kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa
ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung
sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah satu di
antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman
dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan
Agama Negara .12
J. Konflik Yang Ada Dalam Agama
Berbagai konflik diantara agama-agama dipaparkan secara khusus:
1. Konflik antara Yahudi dan Nasrani. Walaupun sumber konflik ini
didasarkan atas kitab suci namun justru unsur dogmatis agama ini sangat
mendukung pengambaran konflik yang terjadi. Menurut versi Yahudi,
Nasrani adalah agama yang sesat karena menganggap Yesus sebagai
mesias (juru selamat). Dalam pandangan Yahudi sendiri Yesus adalah
penista agama yang paling berbahaya karena menganggap dirinya adalah
anak Allah, sampai akhirnya otoritas Yahudi sendiri menghukum mati
Yesus dengan cara disalibkan, sebuah jenis hukuman bagi penjahat kelas
kakap pada waktu itu. Sedangkan menurut pandangan Kristen, umat
Yahudi adalah umat pilihan Allah yang justru menghianati Allah itu
sendiri. Untuk itu Yesus datang ke dunia demi menyelamatkan umat
tersebut dari murka Allah. Dalam beberapa kesempatan, misalnya, ketika
Yesus mengamuk di bait Allah karena dipakai sebagai tempat berjualan,
atau dalam kasus lain yaitu penolakan orang Israel terhadap ajaran Yesus.
12 Ibid, hlm.40
13
2. Konflik Islam-Kristen. Konflik ini pada awalnya diilhami oleh kepercayaan
bahwa Islam memandang Nasrani sebagai agama kafir karena
mempercayai Yesus sebagai anak Allah, padahal dalam ajaran Islam Nabi
Isa (Yesus) merupakan nabi biasa yang pamornya kalah dari nabi utama
mereka Muhammad S.A.W. Konflik ini pada awalnya hanya pada tataran
kepercayaan saja, namun ketika unsur politis, ekonomi, dan budaya masuk,
maka konflik yang bermuara pada pecahnya Perang Salib selama beberapa
abad menegaskan rivalitas Islam-Kristen sampai sekarang. Konflik itu
sendiri muncul ketika Agama Kristen dan Islam mencapai puncak
kejayaannya berusaha menunjukkan dominasinya. Ketika itu Islam yang
berusaha meluaskan pengaruhnya ke Eropa, mendapat tantangan dari
Nasrani yang terlebih dahulu ada dan telah mapan. Puncak pertempuran itu
sebenarnya terjadi ketika perebutan Kota Suci Jerusalem yang akhirnya
dimenangkan tentara salib. Sebagai balasan, Islam kemudian berhasil
merebut Konstatinopel yang merupakan poros dagang Eropa-Asia pada
saat itu.
3. Konflik antara Yahudi-Islam yang masih hangat dalam ingatan kita.
Konflik ini berawal dari kepercayaan orang Yahudi akan tanah yang
dijanjikan Allah kepada mereka yang dipercayai terletak di daerah Israel,
termasuk Yerusalem, sekarang. Pasca perbudakan Mesir, ketika orang
Yahudi melakukan eksodus ke Mesir namun kemudian malah diperbudak
sampai akhirnya diselamatkan oleh Musa, orang Yahudi kemudian kembali
ke tanah mereka yang lama, yaitu Israel. Akan tetapi, pada saat itu orang
Arab telah bermukim di daerah itu. Didasarkan atas kepercayaan itu,
kemudian orang Yahudi mulai mengusir Orang Arab yang beragama Islam
itu. Inilah sebenarnya yang menjadi akar konflik Israel dan Palestina dalam
14
rangka memperebutkan Jerusalem. Konflik ini semakin panas ketika unsure
politis mulai masuk.13
K. Faktor Konflik Agama
Terjadinya konflik tersebut tentunya disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu :
1. Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 45 yang selama ini
menjadi pedoman bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya
amandemen UUD 45 dan upaya merubah ideologi negara kita ke ideologi
agama tertentu.
2. Kurangnya rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu dengan yang
lainnya ataupun sesame pemeluk agama.
3. Adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang komunikasi antar
pemeluk agama.14
L. Upaya Antisipasi Konflik Agama
Upaya yang perlu ditempuh unuk menantisipasi konflik agama antara
lain :
1. Menurut Jusuf Kalla, dalam menangani konflik antaragama, jalan terbaik
yang bisa dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara umat
beragama, mempererat persahabatan dengan saling mengenal lebih jauh,
serta menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa
misi kedamaian.
2. Tidak memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang
sama didaerah atau wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat
13Neltje F Katuuk Haryawantiyoko, MKDU Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta:Penerbit Gunadarma, 1996), hal.52.
14Ibid, hlm.53
15
tinggal/domisili atau perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan
tidak mengelompok berdasarkan suku (etnis), agama, atau status sosial
ekonomi tertentu.
3. Masyarakat pendatang dan masyarakat atau penduduk asli juga harus
berbaur
atau membaur atau dibaurkan.
4. Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan
atau dibuat seminim mungkin.
5. Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan
sedapat – dapatnya dihapuskan sama sekali.
6. Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common identity) misalnya
kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari
pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.15
M. Kesimpulan
1. Pengertian agama menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah system
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia serta lingkungannya.
2. Peter l. Berger, definisi masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks
hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri
berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk
suatu kesatuan .
3. Agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan
utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan
melestarikan kebudayaannya.
4. Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat
dapat mencerminkan tiga tipe, yaitu masyarakat yang terbelakang dan nilai-
nilai sacral, masyarakat-masyarakat perindustrian yang sedang berkembang.
15 Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hal. 38
16
5. Cara beragama masyarakat Indonesia adalah tradisional, formal, rasional,
metode pendahuluan.
6. Fungsi agama dalam masyarakat adalah sebagai pengukuhan nilai-nilai,
penentu, sosialisasi individu, pendidikan, penyelamat, perdamaian, kontrol
sosial, pemupuk rasa solidaritas, pembaharuan, kreatif, sublimatif.
7. Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada komitmen
agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa
keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
8. Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing,
membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan
Agama di Indonesia yang mengurusi agamanya adalah MUI, PGI, KWI,
Parisada, MBI, Matakin.
9. Konflik yang terjadi antara umat beragama diantaranya konflik antar yahudi
dan nasrani, konflik islam dan Kristen, konflik yahudi dan islam.
10. Faktor konflik umat beragama adalah tida mengamalkan pancasila, kurang
menghormati antar umat beragama, adanya kesalahpahaman anatar umat
beragama.
11. Upaya antisipasi konflik agama adalah saling mentautkan hati, tidak adanya
pengelompokan etnis, berbaur.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Yogyakarta: Gama Media, 2005.
17
Adeng Mucthar Ghazali, Agama dan Keberagaman dalam Konteks Perbandingan Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2004.
Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.
Cipta Destiara, Fungsi Agama dan Masyarakat Ilmu Sosial Dasar. Jakarta : tp, 2013.
Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat Dan Agama, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982.
Hendropuspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Horton and Hunt. Sociology. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama. 1996.
Magdalena Pranata Santoso, Filsafat Agama, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Mahmud. Sosiologi Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.
Neltje F Katuuk Haryawantiyoko, MKDU Ilmu Sosial Dasar. Jakarta:Penerbit Gunadarma, 1996.
18
Recommended