Upload
herdhika-ayu-kusumasari
View
202
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PERAN BIDAN SEBAGAI EDUKATOR DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.docx
Citation preview
ANALISIS BIDAN SEBAGAI EDUKATOR DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
A. Bidan Eulis Rosmiati (Sang Teladan Decolgen 2011)
Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa Ujunggenteng Kecamatan Ciracap ,
Kabupaten Sukabumi
Disampaikan pada Seminar Scientific Midwifery Exhibition (SERVIX) ARMABI 2012
LATAR BELAKANG KEGIATAN
- Sosial ekonomi masyarakat dibawah garis kemiskinan
- Tingginya angka kesakitan
- Anggapan masyarakat biaya persalinan itu mahal
- Jauh dari sarana kesehatan ( Puskesmas dan Rumah Sakit )
- Mahalnya biaya transportasi
- Masyarakat yang memiliki Kartu Jamkesmas sedikit
- Cakupan sanitasi dasar tahun 2008 sangat rendah ( 36%)
TUJUAN
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
2. Meningkatkan sosial ekonomi masyarakat
3. Meringankan biaya persalinan
4. Mendekatkan pelayanan kesehatan
5. Mengurangi biaya transportasi rujukan ke Rumah Sakit dan Puskesmas
6. Meningkatkan cakupan sanitasi dasar
7. Mendorong masyarakat mandiri bidang kesehatan
BENTUK KEGIATAN
1. SELIBER ( Seliter beras ) Bagi lingkungan masyarakat petani
2. RONCEKASI ( Bagi lingkungan masyarakat nelayan )
3. 5000 KASIH ( Bagi lingkungan masrakat buruh)
4. SAGANDU SAMINGGU ( Bagi linkungan masyarakat penyadap gula )
5. ARISAN/KREDIT WC
6. RUMAH SINGGAH
DANA SELIBER
Adalah swadaya masyarakat petani mengumpulkan seliter beras dalam 1 bulan.
Dengan cara mengumpulkan beras 2 senduk sehari (masak pagi 1 sendok, masak sore 1
sendok), sehingga dalam 1 bulan terkumpul 60 sendok beras, adalah satu liter beras.
Dengan mengumpulkan 1 liter beras dalam 1 bulan dari 380 KK, dapat terkumpul 380
liter dalam 1 bulan, dengan program SELIBER ini dapat menangani dan menjamin
kesehatan pada masyarakat, diantaranya:
- Dapat membantu dana transportasi masyarakat, bagi masyarakat yang sakit baik ke
Rumah sakit maupun ke Dokter praktek
- Dapat membantu membiayai pengobatan masyarakat pada pelayanan kesehatan
dasar.
DANA RONCEKASIH
Adalah swadaya masyarakat nelayan, dapat mengumpulkan 1 kg ikan yang paling
murah dalam 1 bulan.
Meronce adalah membantu nelayan mengambil ikan pada saat nelayan datang di
pesisir, upah dari membantu tersebut “NGARONCE”.
Dengan terkumpulnya NGARONCEKASIH dari 220 KK dapat terkumpul 220 kg dalam 1
bulan, manfaat dari RONCEKASIH adalah :
- Dapat membantu biaya tranportasi masyarakat yang di rujuk ke Rumah skit maupun
dokter praktek
- Dapat membantu membiayai pengobatan masyarakat pada pelayanan kesehatan
dasar.
DANA LIMA RIBU KASIH
Adalah swadaya masyarakat buruh, dapat mengumpulkan uang Rp. 5.000,- dalam
satu bulan. Dengan terkumpulnya uang lima ribu dari 200 KK dalam satu bulan, dapat
menjamin meningkatkan derajat kesehatan masyarakat diantaranya:
- Dapat membantu biaya transportasi masyarakat yang di rujuk ke Rumah Sakit
maupun dokter praktek
- Dapat membantu membiayai pengobatan masyarakat pada pelayanan kesehatan
dasar.
DANA SAGANDU SAMINGGU
Adalah swadaya masyarakat penyadap gula, dapat mengumpulkan gula 1 gandu
dalam satu minggu, dari sisa kerak gula. Sehingga dalam satu bulan dapat mengumpulkan
gula 4 gandu. Dengan terkumpulnya gula 4 gandu dalam satu bulan dapat menjamin
kesehatan masyarakat diantaranya:
- Dapat membantu biaya transportasi masyarakat yang di rujuk ke Rumah Sakit
maupun dokter praktek
- Dapat membantu membiayai pengobatan masyarakat pada pelayanan kesehatan
dasar.
ARISAN WC/KREDIT WC
Latar Belakang
- Kebiasaan masyarakat berak di kebun alias dolbon (modol di kebon)
- Pada tahun 2008 masyarakat yang mempunyai WC sangat rendah (36%)
- Tingginya angka kesakitan yang berbasis lingkungan
- Anggapan masyarakat membuat WC itu mahal
- Sosial ekonomi masyarakat rendah
ARISAN WC
Adalah pembuatan WC dengan cara arisan masyarakat. Masyarakat dalam waktu
satu bulan dapat mengumpulkan uang Rp. 1.750.000,- dari satu kelompok arisan WC.
Sehingga dapat membuat WC dalam satu bulan 5 buah WC, uang tersebut terkumpul dari
masyarakat untuk masyarakat dan dikelola oleh masyarakat. Sehingga dalam kurun wakttu
16 bulan, masyarakat dapat membangun sebanyak 72 WC. Program arisan WC ini berjalan
dalam kurun waktu dimulai dari bulan Agustus 2008 sampai dengan bulan Januair 2011.
KREDIT WC
Adalah pembuatan WC dengan cara kredit pada masyarakat, sedangkan sumber
dananya dari Dana Stimulan Desa Sehat sebesar Rp. 8.000.000,- dan penyisihan Dana dari
JPKM sebesar Rp. 2.000.000,-. Sehingga dana untuk Kredit WC berjumlah Rp.
10.000.000,-.
JPKM adalah Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang bersumber dari
masyarakat, oleh masyarakat, untuk masyarakat. Sasaran yang belum mempunyai WC
terhitung mulai bulan Mei 2010 adalah 311 KK dan WC yang tidak memenuhi sarat
kesehatan senyak 154
Dana dari stimulan desa sehat ditambah dana dari JPKM terkumpul dana sebesar
Rp. 10.000.000,- dibagi 4 dusun, sehingga dalam satu dusun mempunyai dana untuk kredit
wc sebesar Rp. 2.500.000,-.satu periode angsuran yaitu 6 bulan.rata cicilan adalah
60.000/bulan,atau 15.000/minggu.atau 2000/hari.,jadi dalam satu dusun dapat membangun
sekitar 6 wc,satu desa dapat membangun 48 wc dalam kurun waktu 12 bulan.
Dengan uang sebesar Rp. 10.000.000,- dapat membuat WC sebanyak 24 buah
dalam waktu kredit 6 bulan. Sehingga dalam waktu satu tahun masyarakat dapat membuat
WC sebanyak 48 buah. Seandainya program ini berjalan dengan lancar, dengan harapan
masyarakat Desa Ujunggenteng tidak ada lagi yang berak di kebun, sungai, dan sawah.
Seandainya ada donatur/pihak ketiga/pemerintah ada yang peduli untuk memberikan
bantuan sebagai modal untuk kredit WC warga kami, insyaallah cita-cita warga kami untuk
menjadi kampung bebas tai dapat segera terwujud dengan segera.....
RUMAH SINGGAH
Rumah Singgah/Kamar Singgah adalah salah satu wahana pemberdayaan
masyarakat untuk meningkatkan dan mendekatkan pelayanan pertolongan persalinan yang
aman oleh tenaga kesehatan yang ada di lingkungan dimana mereka tinggal. Dasar
pemikiran pembentukan Rumah Singgah tercipta karena:
- Adat kebiasaan warga setempat melahirkan tidak jauh dari tempat tinggal mereka.
- Jauhnya ke tempat pelayanan/fasilitas yang memadai dan memenuhi sarat standar
minimal pelayanan.
- Kurangnya sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang terdekat.
- Sebaran penduduk yang terpencar, dari satu kampung ke kampung lainnya
berjauhan.
- Kurangnya tenaga bidan.
- Akses menuju ke tempat pelayanan persalinan sangat sulit, karena kondisi jalan
yang jelek, jaraknya yang jauh, sehingga ibu bersalin malas untuk bersalin di sarana
kesehatan.
- Kondisi jalan yang sebagian besar adalah tanah merah sehingga ada
kegawatdaruratan sangat sulit untuk transportasi.
Rumah Singgah adalah salah satu pemecahan yang diambil mengatasi masalah
tersebut diatas yang disediakan oleh masyarakat, untuk masyarakat yang ada disekitar
posyandu. Rata-rata cakupan wilayah binaan Rumah Singgah sekitar 4-6 RT. Sarat Rumah
Singgah adalah:
- Berada di pinggir jalan.
- Berada di lingkungan yang mudah dijangkau oleh masyarakat dari berbagai arah.
- Memiliki penerangan, ventilasi, air bersih, SPAL yang tertutup, dan kamar terpisah.
Analisis Kelompok Mengenai Program Pemberdayaan Bidan Eulis :
Bidan Eulis diatas telah melaksanakan peran bidan dalam berbagai sisi yaitu sebagai
Advokator, Edukator, Fasilitator dan Motivator namun pada konteks ini kami akan
memfokuskan peran bidan Eulis sebagai Edukator :
1. Program Kredit WC
Program ini diadakan berdasarkan latar belakang rendahnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya menjaga kebersihan dalam buang air kecil dan buang air besar
ditandai dengan rendahnya jumlah WC yang dimiliki setiap rumah. Sebelum
diadakan program ini tentunya bidan Eulis memberikan edukasi pada masyarakat
tentang pentingnya kebersihan lingkungan. Kebiasaan warga Genteng yang buang
air di tempat yang tidak seharusnya meningkatkan angka kejadian kesakitan di desa
tersebut. Edukasi pentingnya mempunya WC setiap rumah membuat warga yakin
untuk melaksanakan program pemberdayaan masyarakat tersebut sehingga
sekarang angka derajat kesehatan masyarakat di desa Genteng meningkat
2. Program Rumah Singgah
Anggapan masyarakat desa Genteng akan mahalnya pembiayaan kesehatan
diluruskan Bidan Eulis dengan diadakannya program ini, yang bertujuan
mendekatkan masyarakat pada pelayanan kesehatan yang aman dan tidak
memberatkan masyarakat. Bidan Eulis memberikan edukasi pada masyarakat
bahwa pembiayaan kesehatan yang mahal dapat diatasi dengan program rumah
singgah sehingga ibu-ibu dapat tetap melahirkan di dekat rumah namun pelayanan
yang diberikan juga berkualitas. Bidan Eulis juga menyampaikan dengan program ini
masyarakat akan lebih meningkat tingkat kesadarannya tentang pentingnya
melahirkan dengan ditolong tenaga kesehatan yang kompeten.
B. Bidan Meiriyastuti Desa Teriti, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Propinsi
Jambi “Merubah Adat di Tepian Batanghari”
Tantangan Budaya : Nyebur ke Ayek, & Nasi Kecap
Bidan Meriyastuti adalah seorang bidan muda yang mendedikasikan dirinya untuk
perbaikan status kesehatan ibu dan anak di Desa teriti, tepian Sungai Batang Hari. Desa
Teriti merupakan desa terpencil berpenduduk sekitar 932 Jiwa yang sebagian besar
bermata pencaharian sebagai petani. Desa ini dapat ditempuh selama enam jam perjalanan
darat dari kota Jambi melalui Sungai Batanghari. Diawal pengabdiannya, Bidan Meiriyastuti
merasakan kesulitan untuk dapat diterima oleh adat masyarakat. Terkait masalah kesehatan
misalnya, banyak orang tidak mau menuruti anjurannya karena mereka lebih percaya
kepada dukun. Begitupula untuk urusan persalinan, hampir semua masyakarat di Desa Teriti
masih mempercayakan penanganan kelahiran kepada nyai dukun dengan penanganan
partus yang salah dan ritual adat pasca kelahiran yang merugikan kesehatan ibu dan bayi.
Salah satunya adalah
pantangan makan makanan
bergizi bagi ibu nifas. Menurut
adat, selama 40 hari pasca
melahirkan ibu hanya
diperbolehkan mengkonsumsi
nasi putih dan kecap asin
dengan alasan dilarang oleh
dukun karena akan mendatangkan sakit pada bayi yang mereka susui apabila mereka
makan sayuran dan ikan. Kebiasaan ini berakibat kurang baik bagi kesehatan ibu dan bayi
karena dapat menimbulkan kekurangan nutrisi.
Selain itu, terdapat pula ritual Nyebur ke Ayek, dimana 7 hari setelah dilahirkan, bayi
akan dimandikan dengan air kembang di sungai Batang Hari yang dingin. Menurut adat, hal
ini perlu dilakukan untuk memperkenalkan anak ke dunia luar tempatnya hidup nanti.
Padahal hal ini bisa membahayakan keselamatan bayi. Pernah suatu ketika seorang bayi
prematur meninggal karena hipotermia karena dimandikan di sungai yang dingin.
Agar dapat diterima oleh masyarakat, Bidan Meiriyastuti berusaha melakukan
pendekatan dengan mencari keluarga angkat, mendekati perangkat desa, membentuk
kader-kader terpercaya serta merangkul dukun-dukun setempat. Ia bahkan menikahi
seorang pemuda dari desa setempat. Butuh waktu 11 tahun bagi bidan untuk mendapatkan
kepercayaan dari nyai dukun yang kini telah bermitra dengannya. Berkat pendekatan dari
bidan yang tak kenal lelah, ritual Nyebur Ke Ayek kini telah dimodifikasi dengan cara yang
lebih aman bagi bayi. Tanpa mengurangi penghormatan kepada adat istiadat, Nyebur ke
Ayek kini tetap dilakukan dengan menggunakan airhangat dan bayi dimandikan di dalam air
kembang di dalam baskom di halaman rumah. Seluruh proses kelahiran di desa Teritik ini
dilakukan bersama-sama oleh bidan dan nyai dukun.
Analisis Kelompok Tentang Bidan Meiriyastuti sebagai Edukator
1. Bidan Meiriyastuti memberikan edukasi pada masyakarat bahwa kebiasaan-
kebiasaan yang merugikan ibu dan bayi dapat dihilangkan dengan
memodifikasi adat istiadat tersebut sehingga kebiasaan masyarakat yang
sudah turun temurun tetap dapat dilakukan namun menguntungkan bagi ibu
dan bayi
2. Bidan Meiriyastuti memberikan edukasi pada kader-kader terpercaya agar
mengajak masyarakat meninggalkan kebiasaan buruk yang dapat merugikan
ibu dan bayi
3. Bidan Meiriyastuti memberikan edukasi pada dukun setempat mengenai
pentingnya melahirkan pada tenaga kesehatan tanpa merugikan pekerjaan
dukun di desa tersebut
C. Bidan Dewi Susila Desa Tanjung Morawa –Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten
Deli Serdang “Menuju Generasi Sehat di Tanah Deli”
Bidan Dewi Susila adalah seorang aktivis pencegahan HIV/AIDS usia dini di
Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara. Kecamatan Tanjung Morawa
terletak di kawasan Industri yang berjarak kurang lebih 60 kilometer dari kota Medan.
Mayoritas penduduk di daerah ini bermata pencaharian sebagai buruh pabrik. Daerah ini
merupakan wilayah kecamatan dengan angka penyebaran HIV paling tinggi di kabupaten
Deli Serdang. Saat ini tercatat ada 138 kasus HIV/AIDS yang umumnya ditularkan melalui
penyalahgunaan narkoba suntik. Penyalahgunaan narkoba cukup marak di kalangan
pemuda Tanjung Morawa akibat anggapan bahwa mengonsumsi narkoba adalah tren yang
patut diikuti. Kondisi ini diperparah dengan kekurangpahaman mereka akan bahaya dan
cara penularan HIV/AIDS. Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab tingginya angka
infeksi HIV/AIDS di wilayah ini. Melihat permasalahan tersebut, bidan Dewi Susila merasa
terpanggil untuk melakukan pencegahan penularan HIV/AIDS sejak dini.
Bidan meyakini, usia remaja merupakan usia yang tepat untuk mendapatkan melalui
program “Kesan Pertama”. Secara umum, program ini merupakan kegiatan penyuluhan
kesehatan bagi remaja yang dikemas secara menarik dan menyenangkan. Remaja
merupakan cikal bakal terbentuknya keluarga sekaligus usia paling rentan terpengaruh
narkoba. Untuk itu bidan Dewi Susila memfokuskan programnya untuk menyasar kelompok
usia ini. Dalam pelaksanaan program KesanPertama, bidan mendatangi secara langsung
kegiatan rutin kelompok remaja desa dan sekolah untuk memberikan pendidikan kesehatan
dan Tanya jawab. Materi yang disampaikan antara lain penyuluhan kesehatan reproduksi,
motivasi, kepemimpinan, pendewasaan usia perkawinan, diskusi tentang perilaku hidup
bersih dan sehat, penyalahgunaan narkoba, dan pencegahan HIV/AIDS.
Kesan Pertama dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Program ini
diselenggarakan melalui pertemuan rutin yang diadakan setiap bulan dan ditutup dengan
acara puncak yang diadakan setiap tahun. Acara puncak dari program ini adalah kegiatan
kemah dan outbond bersama yang melibatkan pembicara kesehatan, remaja, ibu-ibu dan
lansia. Sejauh ini program Kesan pertama telah melibatkan 180 orang yang mayoritas
adalah remaja. Mereka yang terlibat dalam program ini nantinya disiapkan untuk menjadi
agen penyebar informasi mengenai bahaya dan cara penularan HIV/AIDS. Melalui program
ini pula terungkap para penderita HIV/AIDS baru yang akhirnya mau memeriksakan diri
untuk mencegah penularan penyakit ini ke orang lain.
Analisis Kelompok atas Program “Kesan Pertama” Bidan Dewi :
Peran Bidan Dewi sebagai bidan edukator telah dipaparkan dengan jelas yaitu adanya
kegiatan penyuluhan pada remaja di daerah bidan tersebut. Para remaja ini diberikan
edukasi mengenai pendidikan kesehatan. Materi yang disampaikan antara lain penyuluhan
kesehatan reproduksi, motivasi, kepemimpinan, pendewasaan usia perkawinan, diskusi
tentang perilaku hidup bersih dan sehat, penyalahgunaan narkoba, dan pencegahan
HIV/AIDS.
D. Ni Nyoman Rai Sudani Kecamatan Abiansemal, Kab. Badung, Bali “KB Pria Tanda
Cinta”
Ni Nyoman rai Sudani, lahir di Badung, Bali pada 28 Oktober 1960. Sebagai bidan di
puskesmas Abiansemal 3, Badung, Bali beliau aktif mempromosikan KB pria (Vasektomi) di
wilayahnya. Kecamatan Abiansemal berlokasi sekitar 15 Km dari pusat Kabupaten Badung,
Bali. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani di samping pedagang dan tukang.
Untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera, Ibu Rai Sudani menjadi mitra
warga Abiansemal yang ingin melakukan program keluarga berencana (KB). Namun selama
melayani peserta KB di daerahnya, beliau banyak menerima keluhan dari para ibu yang
bermasalah dengan alat kontrasepsi yang dipakainya. Masalah yang dihadapi biasanya
berhubungan dengan menstruasi yang tidak lancar, sakit, dan mengeluarkan terlalu banyak
darah. Selain itu 5 pasiennya tetap hamil walau sudah ber-KB.
Masalah ini teryata juga pernah dialami oleh Bidan Rai Sudani sendiri beberapa
tahun yang lalu sebelum suaminya memutuskan untuk mengikuti KB Vasektomi.
Berdasarkan pengalamanya, KB Vasektomi mampu menghindarkan perempuan dari efek
samping pemakaian kontrasepsi wanita namun aman bagi pria. Berangkat dari pengalaman
ini Ibu Rai Sudani kemudian tergerak untuk mempromosikan KB Vasektomi di kecamatan
Abiansemal.
Kegiatan promosi KB Vasektomi ini antara lain melakukan konseling kepada calon
akseptor. Akseptor ini diprioritaskan dari keluarga kurang mampu dan mempunyai anak
lebih dari 2. Selain itu juga diadakan pertemuan rutin para akseptor vasektomi setiap bulan.
Usaha mempromosikan KB Vasektomi ini bukan tanpa masalah. Masyarakat sampai saat ini
masih mempercayai rumor bahwa KB Vasektomi dapat menimbulkan gangguan dan
mengurangi kenikmatan berhubungan seksual bagi pemakainya. Padahal berdasarkan
pengalaman selama ini, para akseptor vasektomi tidak mengalami masalah seperti itu.
Justru melindungi istri untuk terhidar dari efeksamping dari kontrasepsi. Bidan Rai Sudani
telah menghimpun 15 orang peserta Vasektomi yang kini menjadi promotor kepada anggota
masyarakat yang lain.
Analisis Kelompok mengenai Program Bidan Ni Nyoman rai Sudani :
Peran bidan Nyomaan sebagai edukator sudah cukup jelas dengan memberikan
konseling bagi para akseptor KB, tidak hanya wanita sebagai sasarannya namun juga bagi
para suami akseptor KB vasektomi sehingga para akseptor mengerti bahwa mitos-mitos
yang berkembang di masyarakat mengenai KB vasektomi tidak semuanya benar.