B A B I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Audit terhadap siklus pengeluaran mencakup dua pendekatan yaitu
pengujian kepatuhan dan pengujian substansi. Pengujian kepatuhan bertujuan
untuk memahamai struktur pengendalian intern terhadap siklus penjualan, yang
selanjutnya digunakan sebagai dasar pengujian substansi.
Pengujian substansi dimaksudkan untuk melakukan verifikasi terhadap
kelayakan jumlah rupiah serta kesesuaian penyajiannya dengan prinsip akuntansi
yang diterapkan di Indonesia. Kedua pendekatan ini sangat berbeda dalam
imlpementasinya, sehingga program audit untuk yang kedua pendekatan tersebut
juga sangat berbeda.
Sebelum membahas lebih lanjut siklus pengeluaran ini, terlebih dahulu
perlu dijelaskan pengertian pengeluaran yaitu adalah rangkaian kegiatan bisnis
dan operasional pemrosesan data terkait yang berhubungan dengan pembelian
serta pembayaran barang dan jasa.
Sistem penjualan tidak dibahas mengingat keterbatasan ruang lingkup
pembahasan. Dengan demikian kami disini akan membahas salah satu aspek
mengenai utang usaha yaitu, Audit terhadap siklus pengeluaran: Pengujian
substantif terhadap saldo utang usaha.
1.2 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Apa yang di maksud dengan Utang Usaha?
2. Apa perbedaan karakteristik utang lancar dengan aktiva lancar?
3. Apa perbedaan pengujian substantif utang lancar dengan aktiva lancar?
4. Apa saja yang termasuk prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia
dalam penyajian utang lancar?
1
5. Apa saja tujuan audit terhadap utang usaha?
6. Apa saja dokumen terkait utang?
7. Apa saja catatan akuntansi terkait utang?
8. Prosedur apa saja yang ada pada pengujian subtantif terhadap utang usaha?
1.3 Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan mengenai utang usaha
2. Menjelaskan perbedaan karakteristik utang lancar dengan aktiva lancar
3. Menjelaskan perbedaan pengujian substantif utang lancar dengan aktiva
lancar
4. Memaparkan PABU dalam penyajian piutang usaha di neraca.
5. Memaparkan tujuan pengujian substantif terhadap utang usaha.
6. Memaparkan dokumen-dokumen terkait utang usaha
7. Memaparkan catatan-catatan terkait utang usaha
8. Menjelaskan prosedur-prosedur dalam tahapan program pengujian
substantif terhadap utang usaha.
1.4 Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu :
a. Bagi Penulis
Memenuhi tugas dari mata kuliah Auditing 2 dan untuk menambah
wawasan baru mengenai siklus pengeluaran, terutama pada akun utang
usaha.
b. Bagi Pembaca
Menambah wawasan, referensi, dan informasi bagi pembaca agar
mengetahui lebih lanjut mengenai audit terhadap siklus pengeluaran :
pengujian substantive terhadap saldo piutang usaha.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Utang Usaha
Utang usaha termasuk sebagai unsur utang lancar. Utang lancar meliputi
semua kewajiban yang akan dilunasi dalam periode jangka pendek (satu tahun
atau kurang dari tanggal neraca atau dalam siklus kegiatan normal perusahaan)
dengan cara mengurangi aktiva yang dikelompokkan dalam aktiva lancaratau
dengan cara menimbulkan utang lancar yang lain. Utang lancar digolongkan
menjadi 6 kelompok berikut ini:
1. Utang usaha yang timbul dari transaksi pembelian bahan baku dan bahan
penolong, suku cadang, dan bahan habis pakai pabrik (factory supplies)
Utang usaha dapat digolongkan menjadi 2 golongan : (1) utang yang tidak
disertai dengan surat berharga sebagai bukti tertulis tentang kesanggupan
untuk membayar kewajiban (disebut dengan utang usaha atau account
payable) dan (2) utang yang disertai dengan surat berharga sebagai bukti
tertulis tentang kesanggupan untuk membayar kewajiban (disebut dengan
utang wesel atau notes payable).
2. Uang jaminan masuk dari pelanggan.
3. Utang yang timbul dari berlalunya waktu (accrued payable).
4. Utang yang timbul kepada pihak ketiga karena perusahaan yang ditunjuk
sebagai pemungut pajak atau iuran yang lain, seperti utang Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), utang Pajak Penghasilan Karyawan (PPh Pasal
25), utang dana pensiun, utang asuransi karyawan.
5. Accrual yang timbul dari kegiatan usaha perusahaan meskipun:
a. Jumlah utang tersebut harus ditaksir seperti utang bonus.
b. Krediturnya tidak diketahui seperti utang biaya reparasi untuk
produk perusahaan yang dijual dengan garansi.
3
c. Utang yang jumlahnya harus diukur dari transaksi sekarang
misalnya utang sewa, pendapatan yang diterima dimuka, utang
yang jumlahnya dihitung dari besarnya deplesi sumber alam.
6. Utang lain yang diperkirakanakan dilunasi dalam jangka waktu pendek
seperti utang bank (kredit modal kerja misalnya), utang jangka panjang
yang segera jatuh tempo, utang pajak penghasilan utang deviden.
2.2 Perbedaan Karakteristik Utang Lancar dengan Aktiva Lancar
1. Dalam penyajian aktiva lancar, klien berkecenderungan umum untuk
menyatakan aktiva tersebut lebih tinggi dari jumlah yang real.
Kecenderungan ini sering kali didorong oleh motif untuk memberikan
gambaran modal kerja yang lebih baik sehingga kelihatannya perusahaan
memiliki likuiditas yang baik.
2. Gambaran modal kerja yang baik dapat ditempuh dengan menurunkan
nilai hutang lancar, yaitu umumnya dengan cara tidak mencatat hutang
lancar sehingga terdapat hutang yang tidak tercatat di dalam laporan
keuangan (neraca).
3. Dalam penyajian aktiva lancar klien menghadapi masalah penilaian unsur-
nsur aktiva lancar per tanggal neraca.
4. Dalam penyajian hutang lancar klien tidak menghadapi masalah penilaian
unsur-nsur hutang lancar per tanggal neraca.
2.3 Perbedaan Pengujian Substantif Hutang Lancar dengan Aktiva
Lancar
1. Pengujian substantif terhadap hutang lancar ditujukan untuk menemukan
adanya penyajian hutang lancar yang lebih rendah dari jumlah yang
seharusnya, sedangkan untuk aktiva lancar untuk menemukan penyajian
aktiva lancar yang lebih tinggi dari jumlah yang seharusnya.
a. Dalam pengujian substantif terhadap kas auditor melakukan
pengujian fisik kas.
b. Dalam pengujian substantif terhadap piutang auditor mengirimkan
4
konfirmasi terhadap debitur.
c. Dalam pengujian substantif terhadap persediaan auditor melakukan
pengamatan terhadap perhitungan fisik persediaan.
d. Berbaga perosedur audit tersebut dilakukan untuk menemukan
adanya over statement dalam aktiva lancer.
e. Di lain pihak pengujian substantif terhadap hutang lancar ditujukan
untuk menentukan adanya hutang yang belum dicatat (unrecord
liabilities) pada tanggal neraca.
2. Dalam pengujian substantif terhadap aktiva lancar, auditor menghadapi
masalah penentuan kewajiban nilai aktiva lancar (nilai bersih yang dapat
direalisasikan) yang dicantumkan ke dalam neraca. Dilain pihak dalam
pengujian substantif terhadap hutang lancar auditor menghadapi data
historis mengenai kewajiban perusahaan yang terjadi di masa lalu, yang
dalam jangka pendek harus dilunasi.
2.4 Prinsip Akuntansi Berterima Umum Dalam Penyajian Utang Lancar
Di Neraca
Sebelum membahas pengyajian subtantif terhadap utang usaha, perlu
diketahui terlebih dahulu prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia dalam
penyajian utang lancar di neraca berikut ini :
1. Setiap jenis utang usaha lancar harus disjikan secara terpisah, jika
jumlahnya material.
2. Utang kepada perusahaan afiliasi, pemegang saham, dan karyawan
perusahaan harus dipisahkan dari utang kepada pihak ketiga yang
independen.
3. Aktiva yang dijaminkan dalam penarikan utang lancar harus diungkapkan
dalam laporan keuangan.
4. Aktiva dan utang tidak boleh digabungkan penyajiannya dalam jumlah
neto.
5. Utang bersyarat harus dijelaskan dalam neraca.
5
2.5 Tujuan Pengujian Subtantif Terhadap Utang Usaha
1. Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang
bersangkutan dengan utang usaha.
2. Membuktikan keberadaan utang usaha dan keterjadian transaksi yang
berkaitan dengan utang usaha yang dicantumkan di neraca.
3. Membuktikan kelengkapan transaksi yang dicatat dalam catatan akuntansi
dan kelengkapan saldo utang usaha yang disajikan di neraca.
4. Membuktikan kewajiban klien yang dicantumkan di neraca.
5. Membuktikan kewajiban penyajian dan pengungkapan utang usaha di
neraca.
2.6 Dokumen terkait utang
1. Pesanan Pembelian adalah dokumen yang mengidentifikasikan deskripsi,
jumlah, dan informasi terkait untuk barang dan jasa yang akan dibeli
prusahaan.
2. Laporan barang adalah dokumen yang dibuat pada saat barang berwujud
dierima yang menunjukkan deskripsi tentang barang, jumlah yang
diterima, tanggal penerimaan, dan data lain yang relevan.
3. Berkas Transaksi Pembelian. Berkas yang dihasilkan melalui computer
yang meliputi semua transaksi perolehan yang diproses oleh sistem
akuntasi untuk suatu periode tertentu.
4. Faktur Pemasok adalah dokumen yang menunjukkan hal-hal seperti
deskripsi serta jumlah barang dan jasa yang diterima, harga (termasuk
ongkos angkut), syarat potongan tunai, dan tanggal penerimaan kas.
5. Memo Debet adalah dokumen yang menunjukan pengurangan jumlah
yang menjadi hak pemasok karena pengembalian barang atau pengurangan
harga.
6. Voucher. Dokumen ini biasanya digunakan oleh organisasi sebagai sarana
formal pencatatan dan pengendalian perolehan.
7. Berkas Induk Hutang Usaha/Dagang. Berkas induk hutang usaha/dagang
adalah berkas untuk mencatat masing-masing perolehan, pengeluaran kas,
6
serta retur dan pengurangan harga perolehan untuk masing-masing,
pemasok.
8. Cek. Dokumen yang digunakan untuk membayar setiap perolehan saat
pembayaran jatuh tempo.
9. Berkas Transaksi Pengeluaran Kas. Berkas yang dihasilkan computer yang
meliputi semua transaksi pengeluaran kas yang diproses oleh sistem
akuntasi untuk periode tertentu.
2.7 Catatan terkait utang
1. Jurnal atau Daftar Perolehan Laporan yang dihasilkan dari berkas transaksi
perolehan yang biasanya mencakup nama pemasok, tanggal, jumlah, dan
kelompok akun untuk setiap transaksi seperti perbaikan dan pemeliharaan,
persediaan, utilitas. Laporan tersebut juga mengidentifikasi apakah
perolehan tersebut dilakukan secara tunai atau secara kredit.
2. Neraca Saldo Hutang Dagang. Neraca saldo hutang usaha berisi daftar
jumlah hutang ke pemasok atau untuk setiap faktur atau voucher pada satu
titik waktu tertentu.
3. Laporan Pemasok. Laporan pemasok disusun setiap bulan oleh pemasok
yang menunjukan saldo awal, perolehan, retur dan pengurangan harga,
pembayaran ke pemasok, dan saldo akhir. Saldo dan aktifitas tersebut
merupakan pernyataan pemasok atas transaksi untuk periode tersebut dan
bukan pernyataan klien. Kecuali untuk jumlah dan perbedaan waktu yang
diperselisihkan, berkas induk hutang usaha klien seharusnya sama dengan
laporan pemasok.
4. Jurnal atau Daftar Pengeluaaran kas. Laporan yang dihasilkan dari berkas
transaksi pengeluaran kas yang meliputi semua transaksi untuk periode
waktu tertentu. Transaksi sama, yang meliputi semua informasi yang
relevan, tercakup didalam berkas induk hutng usaha/dagang dan buku
besar.
2.8 Program Pengujian Subtantif Terhadap Utang Usaha
7
Program pengujian subtantif terhadap utang usaha berisi prosedur audit
yang dirancang untuk mencapai tujuan audit seperti yang telah diuraiakan di atas.
Tahap-tahap prosedur audit dimulai dari pemeriksaan yang bersifat luas dan
umum sampai ke pemeriksaan yang bersifat rinci.
2.8.1 Prosedur audit awal
Sebelum membuktikan apakah saldo utang usaha yang dicantumkan oleh
klien di dalam neracanya sesuai dengan utang usaha yang benar-benar ada pada
tanggal neraca, auditor melakukan rekonsiliasi antara informasi utang usaha yang
dicantumkan di neraca dengan catatan akuntansi yang mendukungnya.
Rekonsiliasi ini perlu dilakukan agar auditor memperoleh keyakinan bahwa
informasi utang usaha yang dicantumkan di neraca didukung dengan catatan
akuntansi yang dapat dipercaya.
a. Urut saldo utang usaha yang tercantum di neraca ke saldo akun Utang
Usaha yang bersangkutan di dalam buku besar. Untuk memperoleh
keyakinan bahwa saldo utang usaha yang tercantum di neraca didukung
dengan catatan akuntansi yang dapat dipercaya kebenaran mekanisme
pencatatannya, maka saldo utang usaha yang di cantumkan di neraca
diusut ke akun buku besar.
b. Hitung kembali saldo akun utang usaha di buku besar. Untuk memperoleh
keyakinan mengenai ketelitian perhitungan saldo akun utang usaha,
auditor menghitung kembali saldo akun piutang usaha dan utang wesel
dengan menambah saldo awal dengan jumlah pengkreditan dan
menguranginya dengan jumlah pendebitan tiap-tiap akun tersebut.
c. Usut saldo awal akun utang usaha ke kertas kerja tahun lalu. Sebelum
auditor melakukanpengujian terhadap transaksi rinci yang menyangkut
akun piutang usaha, ia perlu memperoleh keyakinan atas kebenaran saldo
awal akun tersebut.
d. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber
posting dalam akun utang usaha. Ketidak beresan dalam transaksi
pembelian, pelunasan utang usaha dapat ditemukan melalui review atas
8
mutasi luar biasa, baik dalam jumlah maupun sumber posting dalam akun
utang usaha.
e. Usut posting pendebitan dan pengkreditan akun utang usaha ke jurnal yang
bersangkutan. Untuk memperoleh keyakinan bahwa mutasi penambahan
dan pengurangan utang usaha berasal dari jurnal-jurnal yang bersangkutan.
f. Lakukan rekonsiliasi buku pembantu utang usaha dengan akun control
utang usaha di buku besar. Saldo akun control utang usaha di buku besar
tersebut kemudian dicocokkan dengan jumlah saldo akun pembantu utang
usahaa ke dalam arsip bukti kas keluar yang belum ddibayar untuk
memperoleh keyakinan bahwa catatan akuntansi klien yang bersangkutan
dengan utang usaha dapat dipercaya ketelitiannya.
2.8.2 Prosedur analitik
Pada tahap awal pengujian subtantif terhadap utang usaha, pengujian
analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan
dalam menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif.
Ratio formula
Tingakat perputaran utang usaha Pembelian÷ Rerata utangusaha
Rasio utang usaha dengan utang
lancer
Saldoutangusaha÷ Utang lancar
2.8.3 Pengujian terhadap transaksi rinci
1. Periksa sampel transaksi yang tercatat dalam akun utang usaha ke
dokumen yang mendukung timbulnta transaksi tersebut. Prosedur audit ini
dimulai oleh auditor dari buku pembantu utang usaha. Pengujian
dilaksanakan dengan mengambil sampel berikut ini:
a. Sample akun debitur yang akan diperiksa transaksi mutasinya.
b. Sampel transaksi yang dicatat dalam akun kreditur pilihan.
9
2. Periksa pengkreditan akun utang usaha ke dokumen pendukung bukti kas
keluar (voucher), laporan penerimaan barang, dan surat order pembelian.
3. Periksa pendebitan akun utang usaha ke dokumen pendukung: bukti kas
keluar, memo debit untuk retur pembelian
4. Lakukan verifikasi pisah batas (cutoff) transaksi pembelian dan retur
pembelian
5. Periksa dokumen yang mendukung timbulnya utang usaha dalam minggu
terakhir tahun yang diaudit dan minggu pertama setelah tanggal neraca.
6. Periksa dokumen yang mendukung berkurangnya utang usaha dalam
minggu terakhir tahun yang diaudit dan minggu pertama setelah tanggal
neraca.
7. Lakukan verifikasi pisah batas (cutoff) transaksi pengeluaran kas.
8. Periksa adanya utang usaha yang tidak di catat.
Contoh kasus:
Auditor menemukan sebuah faktur sebesar Rp10.000.00,
bertanggal 30 Desember 20X1, dengan syarat pembelian FOB shipping
point. Barang telah dikirim oleh pemasok pada tanggal 30 Desember
20X1, tetapi baru diterima oleh klien pada tanggal 5 Januari 20X2 dan
dicatat oleh klien sebagai pembelian pada tanggal 5 Januari 20X2.
Jika terjadi kasus di atas, auditor tidak akan mengusulkan adanya
jurnal adjustment untuk mencatat utang tersebeut, karena utang tersebut
diusulkan untuk di adjust, maka jurnal adjustment-nya adalah sebagai
berikut:
Pembelian Rp10.000.000,
Utang Usaha Rp10.000.000,
2.8.4 Pengujian terhadap saldo akun rinci
Tujuan pengujian saldo akun utang usaha rinci adalah untuk
memverifikasi:
10
a. Keberadaan dan keterjadian.
b. Kelengkapan.
c. Kewajiban.
d. Penyajian dan pengungkapan.
Keberadaan, kelengkapan, kewajiban serta penyajian dan pengungkapan
utang usaha di neraca di buktikan oleh auditor dengan mengirimkan surat
konfirmasi kepada debitur dan rekonsiliasi utang usaha yang tidak dikonfirmasi ke
pernyataan piutang bulanan yang diterima oleh klien dari kreditur.
1. Lakukan konfirmasi utang usaha. Konfirmasi dalam pengujian substantif
terhadap utang usaha merupakan prosedur yang tidak harus ditempuh
(bukan merupakan mandatory procedure) sepertihalnya dengan konfirmasi
piutang usaha.
2. Periksa dokumen yang mendukung transaksi pembayaran utang usaha
setelah tangal neraca. Pembayaran utang usaha yang dilakukan oleh klien
dapat memberikan petunjuk mengenai keberadaan kewajiban klien
tersebut.
3. Lakukan rekonsiliasi utang usaha yang tidak dikonfirmasi ke peryataan
piutang bulanan yang diterima oleh klien dari debitur. Utang klien kepada
debitur yang tidak dikonfirmasi dapat diverifikasi keberadaanya melalui
rekonsiliaasi akun utang kepada kreditur dengan surat pernyataa piutang
yang diterima secara bulanan dari debitur.
2.8.5 Verifikasi dan pengungkapan
1. Periksa klasifikasi utang usaha di neraca. Unsure utang lancar harus
disajikan di neraca menurut urutan jatuh temponya. Jika jumlahnya
material, utang usaha harus disajikan di neraca menjadi tiga golongan:
a. Utang usaha kepada kreditur usaha
b. Utang usaha kepada perusahaan afiliasi
c. Utang usaha kepada direksi, pemegang saham utama, manager, dan
karyawan perusahaan
11
2. Periksa pengungkapan yang bersangkutan dengan utang non usaha. Jika
utang jangka panjang yang segera jatuh tempo dilunasi dengan aktiva tidak
lancar, maka jumlah utang ini tetap disajikan di neraca dalam kelompok
utang jangka panjang, bukan utang lancar untuk menghindari pengaruh
signifikan terhadap perhitungan perubahan posisi keuangan (modal kerja).
3. Periksa pengungkapan yang bersangkutan dengan utang usaha. Utang
usaha yang dijamin dengan aktiva harus diungkapkan secara memadai di
neraca atau dalam penjelasan laporan keuangan.
4. Mintalah informasi dari klien untuk menemukan komitmen yang belum
diungkap dan utang bersyarat dan periksa penjelasan yang bersangkutan
dengan utang usaha tersebut.
5. Pelajari notulen rapat direksi sampai dengan tanggal penyelesaiaan
pekerjaan lapangan. Notulen rapat yang diselenggarakan oleh direksi akan
berpotensi menimbulkan utang bersyarat.
6. Periksa kontrak-kontrak pembelian, penjualan, dan kontrak yang lain.
7. Mintalah informasi dari pengacar klien mengenai perkara pengadilan yang
melibatkan klien
8. Kirimkan konfirmasi ke bank. Auditor meminta informasi dari bank
mengenai kewajiban bersyarat yang menjadi tanggung jawab klien pada
tanggal neraca.
9. Pelajari arsip korespondensi klien dengan lembaga keuangan.
2.9 Contoh Kasus Utang Usaha
1/1 Dibeli barang dagang secara kredit dari PT.Bintang seharga
RP.160.000.000 dengan syarat 2/n,n/30
2/1 Dijual barang dagang kepada Tn.Andi Rp.50.000.000 dengan syarat
1/10,n/30.
4/1 Dijual barang dagang kepada Tn.Bambang Rp.80.000.000 syarat
2/10,n/30.
4/1 Dikembalikan barang yang dibeli tanggal 1/1 seharga Rp.20.000.000.
12
8/1 Dibayar seluruh hutang kepada PT.Bintang untuk pembelian barang
dagang yang dilakukan tanggal 1/1.
9/1 Diterima retur penjualan tgl 4/1 Rp.10.000.000 karena rusak.
11/1 Diterima pelunasan dari Tn.Andi atas transaksi tgl 2/1 melalui Bank BCA.
12/1 Dibeli barang dagangan dari Firma Mandala Rp.60.000.000 syarat
5/10,n/30.
13/1 Diterima pembayaran dari tn Bambang atas pelunasan tanggal 4/1.
15/1 Dibeli perlengkapan seharga Rp.9.000.000 termin 1/10,n/30.
16/1 Dibayar biaya pengangkutan untuk pembelian barang dagangan tgl 12/1
RP.6.000.000
18/1 Dijual brg.dagangan kepada Cv.Tiara Rp. 60.000.000 diterima tunai
Rp.20.000.000
Sisanya dilunasi selama 14 hari.
20/1 Dijual barang dagangan tunai Rp.40.000.000.
22/1 Dibayar utang kepada firma Mandala untuk pembelian barang tgl 12/1
25/1 Dibayar biaya gaji (6-1200) karyawan tunai Rp.2.500.000.
30/1 Dibayar biaya operasional (6-1100) tunai Rp.10.000.000.
Tgl Keterangan Reff Debit Kredit
1/1 Pembelian brg Dagang Rp.160.000.000
Utang Dagang Rp.160.000.000
2/1 Piutang Dagang Rp.50.000.000
Penjualan brg Dagang Rp.50.000.000
4/1 Piutang Dagang Rp.80.000.000
Penjualan brg Dagang Rp.80.000.000
4/1 Utang Dagang Rp.20.000.000
Retur Pembelian Rp.20.000.000
8/1 Utang Dagang Rp.140.000.000
Potongan Penjualan Rp.2.800.000
Kas Rp.137.200.000
9/1 Retur Penjualan Rp.10.000.000
13
Piutang dagang Rp.10.000.000
11/1 Kas Bank BCA Rp.49.500.000
Potongan Penjualan Rp. 500.000
Piutang dagang Rp.50.000.000
12/1 Pembelian brg Dagang Rp.60.000.000
Utang Dagang Rp.60.000.000
13/1 Kas Rp.68.600.000
Potongan Penjualan Rp. 1.400.000
Piutang Dagang Rp.70.000.000
15/1 Perlengkapan Rp.9.000.000
Utang Dagang Rp.9.000.000
16/1 B.Pengangkutan Rp.6.000.000
Kas Rp.6.000.000
18/1 Kas Rp.20.000.000
Piutang dagang Rp.40.000.000
Penjualan brg Dagang Rp.60.000.000
20/1 Kas Rp.40.000.000
Penjualan brg Dagang Rp.40.000.000
22/1 Utang Dagang Rp.60.000.000
Potongan Pembelian Rp. 300.000
Kas Rp.59.700.000
25/1 Beban gaji Rp.2.500.000
Kas Rp.2.500.000
30/1 Beban Operasional Rp.10.000.000
Kas Rp.10.000.000
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Utang lancar memiliki karateristik yang berbeda dengan karakteristik
aktiva lancar, yang berdampak terhadap pengujian subtantif terhadap utang lancar.
Dalam menyajikan aktiva lancar, klien berkecendrungan umum untuk menyajikan
aktiva tersebut lebih tinggi dari jumlah yang senyatnya. Di lain pihak, dalam
menyajikan utang lancar, klien berkecendrungan umum untuk menyajikan utang
tersebut lebih rendahdari jumlah yang senyatanya. Kecendrungan ini di dorong
oleh keinginan untuk menyajikan gambaran modal kerja perusahaan yang lebih
baik. Oleh karena itu, pegujian subtantif terhadap utang lancardi tujukan untuk
menemukan adanya penyajian utang lancar yang lebih rendahdari jumlah yang
seharusnya (under statment Utang Lancar).
Pengujian subtantif terhadap utang usaha di tujukan untuk memperoleh
keyakinana tentang keandalan catatan akuntansi bersangkutan dengan utang
usaha, membuktikan keberadaan utang usaha dan keterjadian transaksi yang
berkaitan deangan utang usaha yang dicantumkan di neraca, membuktikan
kelengkapan transaksi yang dicatat dalam catatan akuntansi serta membuktikan
kewajaran penyajian dan pengungkapan utang usaha di neraca.
3.2 Saran
Kami menyadari penulisan ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk penyempurnaan
makalah ini dimasa yang akan datang. Kami juga mengharapkan dengan adanya
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita semua tentang
auditing. Khususnya tentang audit terhadap siklus pengeluaran: pengujian
substantif terhadap saldo utang usaha.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Mulyadi. 2012. Auditing II. Jakarta : Salemba Empat.
16