1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi dapat mencerdaskan anak dan menjadi masalah yang penting bagi
anak. Karena anak yang kekurangan gizi membuat daya pikir anak menjadi
kurang disebabkan pertumbuhan otaknya tidak optimal. Banyak faktor yang
mempengaruhi status gizi pada anak. Salah satunya yaitu peran orang tua terutama
ibu, karena seorang ibu berperan dalam pengelolaan rumah tangga dan berperan
dalam menentukan jenis makanan yang akan dikonsumsi keluarganya. Gangguan
gizi sering terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai kebutuhan anak
dan makanan tambahan yang bergizi, ketidaktahuan menyiapkan makanan
tambahan dari bahan-bahan lokal yang bergizi sehingga kurang mampu
menyediakan makanan.1
Berdasarkan Riskesdas 2013, kecenderungan pevalensi status gizi balita
menurut ketiga indeks BB/U, TB/U dan BB/TB, terlihat prevalensi gizi buruk dan
gizi kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013. Ketika melakukan
kunjungan ke Puskesmas, orang tua atau pengasuh masih banyak yang tidak
menimbang berat badan bayi atau anak di Puskesmas dengan berbagai alasan.
Mereka tidak tahu jika menimbang berat badan anak secara teratur sangat penting
karena untuk mendeteksi secara dini status gizi dan proses tumbuh kembang anak.
Sebagian keluarga menganggap asupan makanan selama ini cukup memadai
karena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Jika keadaan tersebut terus
dibiarkan akan menghambat proses tumbuh kembang anak.2
Masalah gizi tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi mencakup
sebagian besar belahan dunia. Sehingga masalah ini disebut sebagai masalah
global, Perserikatan Bangsa Bangsa menyerukan agar pendekatan perbaikan gizi
di setiap negara harus terbukti cost effective, mengedepankan kerjasama lintas
sektor baik pemerintah maupun bukan pemerintah dan memfokuskan intervensi
2
seribu hari pertama kehidupan, yaitu selama janin dalam kandungan sampai
berusia dua tahun.3
Di pedesaan banyak dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan
kebudayaan, terdapat pantangan makan pada balita misalnya anak tidak diberikan
ikan karena dapat menyebabkan cacingan. Prilaku anak yang sering membeli
makanan yang tidak bergizi berpengaruh terhadap status gizi balita. Di samping
itu tinggi atau rendahnya tingkat pendidikan ibu juga mempengaruhi kemampuan
belajar anak, kemampuan berkomunikasi anak, anak dari ibu yang berpendidikan
rendah memiliki hasil yang lebih buruk pada tes memori dan membaca.4
Adapun pertimbangan pemilihan lokasi penelitian karena peneliti melihat
kurangnya kepedulian ibu terhadap asupan makanan yang diperoleh anaknya,
sehingga peneliti ingin mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan
status gizi balita di Puskesmas Kebun Lada kecamatan Binjai Utara, kota Binjai,
Sumatera Utara. Dari penelitian sebelumnya, terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan ibu dengan status gizi pada balita.5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah
dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara tingkat pendidikan ibu
dengan status gizi balita?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status gizi
balita di Puskesmas Kebun Lada Tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pendidikan ibu balita di Puskesmas
Kebun Lada Tahun 2016
3
2. Untuk mengetahui status gizi balita berdasarkan BB/TB di
Puskesmas Kebun Lada Tahun 2016
3. Untuk menganalisa hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status
gizi balita di Puskesmas Kebun Lada Tahun 2016
1.4 Hipotesa Masalah
Tingkat pendidikan ibu mempengaruhi status gizi balita
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat,
bagi :
1. Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan serta diharapkan agar
semakin terpacu untuk melakukan penelitian ilmiah lainnya
dikemudian hari.
2. Memberi gambaran tentang hubungan tingkat pendidikan ibu
dengan status gizi balita.
3. Tambahan referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai tingkat
pendidikan ibu serta hubungannya dengan status gizi balita.
4. Menambah wawasan pada masyarakat terutama ibu, hasil
penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai
tingkat pendidikan ibu serta hubungannya dengan status gizi balita.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gizi Balita
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi.6
Status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan akan zat-
zat dan penggunaannya dalam tubuh. Status gizi dipengaruhi oleh dua hal pokok
yaitu konsumsi makanan dan keadaan kesehatan tubuh. Keduanya berkaitan
dengan faktor lingkungan sosial, ekonomi,dan budaya.6
Malnutrisi adalah keadaan patofisiologis akibat dari kekurangan atau
kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi, ada empat bentuk
malnutrisi diantaranya adalah : (a) Under nutrition, kekurangan konsumsi pangan
secara relatif atau absolut untuk periode tertentu, (b) Specific deficiency,
kekurangan zat gizi tertentu, (c) Over nutrition, kelebihan konsumsi pangan untuk
periode tertentu, (d) Imbalance, karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol
terjadi karena tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High
Density Lipoprotein), dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein), (e) Kurang
energi protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan
penyakit tertentu. Anak dikatakan KEP bila berat badan kurang dari 80% berat
badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NHCS.6
2.2 Klasifikasi Status Gizi
Klasifikasi menurut hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII
berdasarkan Istilah Status Gizi6:
5
1. BB/U (Berat Badan / Umur)
a. Gizi lebih yaitu jika nilai Z skor terletak > +2 SD
b. Gizi baik yaitu jika nilai Z skor terletak antara -2 SD sampai +2 SD
c. Gizi kurang yaitu jika nilai Z skor terletak antara -3 SD sampai <-2
SD
d. Gizi Buruk yaitu jika nilai Z skor terletak <-3 SD
2. TB/U (Tinggi Badan / Umur)
a. Normal, yaitu jika nilai Z skor terletak > = -2 SD
b. Pendek (stunted), jika nilai Z skor terletak < -2 SD
3. BB/TB (Berat Badan / Tinggi Badan)
a. Lebih yaitu jika nilai Z skor terletak > 2 SD
b. Normal yaitu jika nilai Z skor terletak antara -2 SD sampai +2 SD
c. Kurang, jika nilai Z skor terletak <-2 SD
d. Buruk, jika nilai Z skor terletak <-3 SD
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak
tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar anak
dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa
mengukur atau melihat berat badan bila disertai oedema yang bukan karena
penyakit lain adalah KEP berat/gizi buruk tipe kwashiorkor.6
a. Tanda- tanda kwashiorkor
Tanda-tanda kwashiorkor antara lain adalah adanya oedema, umumnya
pada seluruh tubuh, terutama pada kaki (dorsum pedis), wajah
membulat dan sembab, pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan
seperti rambut jagung yang mudah dicabut tanpa rasa sakit dan rontok.
6
Disamping itu juga ada perubahan status mental, apatis dan rewel yang
sering disertai penyakit infeksi umumnya akut,anemi dan diare,
kelainan kulit berupa bercak merah muda dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas, serta otot yang mengecil yang lebih
nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk.6
b. Tanda-tanda Marasmus
Tanda-tanda marasmus antara lain adalah berat badan sangat kurus
tinggal tulang terbungkus kulit (wajah seperti orang tua), rewel, kulit
keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada atau
biasa disebut Baggy Pant (pakai celana longgar). Tanda lain adalah
perut cekung, sering disertai infeksi seperti diare kronik dan
konstipasi.6
c. Tanda-tanda Marasmic-kwashiorkor
Gambaran klinik nya merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
Marasmic-kwashiorkor, dengan BB/U <60% baku median WHO-
NCHS.6
Periode tiga tahun pertama pada masa Balita merupakan periode emas
pertumbuhan fisik, intelektual, mental dan emosional anak. Gizi yang baik,
kebersihan, imunisasi, vitamin dan pelayanan kesehatan yang bermutu, serta kasih
sayang dan stimulasi yang memadai pada usia Balita akan meningkatkan
kelangsungan hidup dan mengoptimalkan kualitas hidup anak.6
Masa balita juga merupakan periode kritis, pada masa ini segala bentuk
penyakit, kekurangan gizi, serta kekurangan kasih sayang akan membawa dampak
negatif yang menetap sampai seumur hidupnya. Karena itu, pola pengasuhan yang
baik dan benar dibutuhkan untuk menghindarkan risiko tersebut.6
Upaya pemantauan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak serta
penanganannya dilakukan di berbagai tingkatan. Salah satunya upaya berbasis
masyarakat yang diselenggarakan melalui Posyandu. Keberadaan Posyandu yang
7
mencapai jumlah sekitar 269.000 mampu mendukung dan memberikan kontribusi
besar dalam pencapaian tujuan Pembangunan Nasional.7
Kementerian Kesehatan telah berupaya melakukan pembinaan untuk
menjamin kesinambungan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di setiap tingkat
pelayanan. Kementrian Kesehatan telah mencetak Buku Kesehatan Ibu dan Anak
untuk seluruh sasaran ibu hamil dan didistribusikan sampai ke tingkat
kabupaten/kota. Buku KIA, penting sebagai alat pencatatan sekaligus sumber
informasi bagi keluarga tentang perawatan kesehatan bagi ibu dan anak.7
Selain itu buku KIA mempunyai banyak manfaat yaitu meningkatkan
kesadaran, meningkatkan pengetahuan akan upaya preventif dan promotif di
bidang kesehatan, meningkatkan kewaspadaan akan masalah kesakitan atau
kegawatdaruratan pada ibu hamil, bayi baru lahir dan Balita, serta menjadi sarana
komunikasi antar petugas kesehatan, antara petugas kesehatan dengan keluarga.7
Kementerian Kesehatan menyampaikan himbauan kepada masyarakat
untuk membawa Balita ke posyandu setiap bulan, selalu membawa Buku KIA
setiap kali ibu hamil dan Balita pergi ke tempat pelayanan kesehatan, ibu hamil
memeriksakan kehamilannya secara teratur, minimal empat kali selama hamil dan
dibantu persalinannya oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, memberikan
ASI Eksklusif bagi bayi sejak lahir hingga usia enam bulan, memberikan
imunisasi lengkap bagi bayi sebelum berumur satu tahun, serta mengikuti
program Keluarga Berencana untuk meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dan
keluarga.7
Namun, ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi balita, yaitu:
1. Keadaan Infeksi
Ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit)
dengan kejadian malnutrisi. Terjadi interaksi yang sinergis antara malnutrisi
dengan penyakit infeksi. Penyakit infeksi akan menyebabkan gangguan
gizi melalui beberapa cara yaitu menghilangkan bahan makanan melalui
muntah-muntah dan diare.8,9
8
2. Tingkat Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis
pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga. Hal ini
bergantung pada pendapatan, agama, adat kebiasaan, dan tingkat
pendidikan. Indonesia yang jumlah pendapatan penduduk sebagian rendah
adalah golongan rendah dan menengah akan berdampak pada pemenuhan
bahan makanan terutama makanan yang bergizi.10
3. Pengaruh Budaya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap
terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi
pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih terdapat
pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi
makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah juga
disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit infeksi saluran
pencernaan. Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak
yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan gizi dalam keluarga.
Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi
pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani
masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.8
4. Penyediaan Pangan
Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui produksi produksi
pangan dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur-
mayur dan buah-buahan. Merupakan program untuk menambah nutrisi
pada balita ini biasanya diperoleh saat mengikuti posyandu. Adapun
pemberian tambahan makanan tersebut berupa makanan pengganti ASI
yang biasa didapat dari puskesmas setempat.10
9
5. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan
Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan terhadap pelayanan
kesehatan dasar. Anak balita sulit dijangkau oleh berbagai kegiatan
perbaikan gizi dan kesehatan lainnya karena tidak dapat datang sendiri ke
tempat berkumpul yang ditentukan tanpa diantar.11
6. Higene dan Sanitasi Lingkumgan
Hal ini bergantung pada kebersihan lingkungan atau ada tidaknya
penyakit yang berpengaruh zat-zat gizi oleh tubuh. Sanitasi lingkungan
sangat terkait dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis
lantai rumah serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga. Makin
tersedia air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, makin kecil risiko anak
terkena penyakit kurang gizi.12
7. Jumlah Anggota Keluarga
Seandainya anggota keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak
berkurang. Usia 1-6 tahun merupakan masa yang paling rawan. Kurang
energi protein berat akan sedikit dijumpai pada keluarga yang jumlah
anggota keluarganya lebih kecil.11
8. Tingkat Pendapatan
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada
kondisi yang umum di masyarakat.11
9. Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasi tentang gizi.
Masyarakat dengan pendidikan yang rendah akan lebih mempertahankan
tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan sehingga sulit
menerima informasi baru di bidang Gizi. Selain itu tingkat pendidikan
juga ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menerima suatu
pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan semakin
mudah dia menyerap informasi yang diterima termasuk pendidikan dan
informasi gizi yang mana dengan pendidikan gizi tersebut diharapkan
10
akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat.11
10. Pengetahuan Ibu tentang Gizi
Pengetahuan tentang kadar gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan
makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan
makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya
tinggi.13
2.3 Tingkat Pendidikan
Menurut Slope, pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang
pernah dialami seseorang dan berijazah. Pendidikan dapat mempengaruhi
seseorang dalam kesehatan terutama pada pola asuh anak, alokasi sumber zat
gizi serta utilisasi informasi lainnya. Rendahnya tingkat pendidikan ibu
menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menangani masalah gizi dan
keluarga serta anak balitanya.14
Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi
keluarga juga berperan dalam penyusunan makanan keluarga, serta
pengasuhan dan perawatan anak. Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan
yang tinggi akan lebih mudah menerima informasi kesehatan khususnya di
bidang gizi, sehingga dapat menambah pengetahuannya dan mampu
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.15
Pendidikan adalah suatu proses yang berjalan secara
berkesinambungan. Mulai dari usia anak-anak sampai dewasa karena itu
memerlukan beraneka cara dan sumber.15
Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator sosial dalam
masyarakat karena melalui pendidikan sikap tingkah laku manusia dapat
meningkat dan berubah citra sosialnya. Di samping itu, tingkat pendidikan
dapat juga dijadikan sebagai cermin keadaan sosial ekonomi di dalam
masyarakat.16
11
Tujuan akhir dari suatu pendidikan pada dasarnya adalah untuk
menghilangkan faktor-faktor perilaku dan sosial budaya yang merupakan
hambatan bagi perbaikan kesehatan, menumbuhkan perilaku dan sosial
budaya yang positif sehingga baik individu maupun masyarakat itu dapat
meningkatkan sendiri taraf kesehatan masyarakat.17
Adapun pembagian tingkat pendidikan berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 66 Tahun 2010, sebagai berikut; 1) Tingkat Pendidikan Dasar,
yang berkisar ≤ 9 tahun (contohnya: Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, dan
Sekolah Menegah Pertama), 2) Tingkat Pendidikan Menengah, yang berkisar
antara 10 sampai dengan 12 tahun (contohnya: Sekolah Menengah Atas,
Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah
Kejuruan atau bentuk lain sederajat, dan 3) Tingkat Pendidikan Tinggi, yang
berkisar > 12 tahun (contohnya: diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi).
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
3.2 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode analitik dengan desain
penelitian cross-sectional, yaitu rancangan penelitian dengan melakukan
pengamatan atau pengaturan pada saat bersamaan (sekali waktu).
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
3.3.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 8 Februari 2016 sampai dengan 13
Februari 2016.
3.3.2 Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Kebun Lada, Kecamatan
Binjai Utara, Kota Binjai.
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian
3.4.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi di dalam
penelitian adalah seluruh ibu balita yang mempunyai balita yang membawa
anaknya berobat ke Puskesmas Kebun Lada.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan
diambil. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu balita yang datang
membawa anaknya berobat ke Puskesmas Kebun Lada.
Tingkat Pendidikan Ibu Balita
Status Gizi Balita
13
Untuk menentukan besarnya jumlah sampel digunakan teknik
pengambilan sampel jenis total sampling. Total sampling adalah teknik
pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi.18
3.5 Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
untuk pengumpulan data.
Instrumen penelitian menggunakan alat pengukur berat badan berupa merk dacin
dan meteran plastik merk OneMed.
1. Timbangan berat badan (dacin)
Alat yang dianjurkan untuk menimbang berat badan balita yaitu
timbangan dacin dengan ukuran maksimum 25 kg dan ketelitian 0,1
kg.
2. Meteran plastik merk (OneMed)
Alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan balita dengan
ukuran maksimum 150 cm dan ketelitian 0,1 cm.
3.6 Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan adalah variabel bebas (independen)
dan variabel dependen (terikat).
3.6.1 Variabel bebas (independen)
Variabel bebas (independen) berupa tingkat pendidikan ibu balita.
3.6.2 Variabel terikat (dependen)
Variabel terikat (dependen) berupa status gizi balita.
3.7 Definisi Operasional
14
No. Variabel Definisi
Operasional
Alat dan Cara
Mengukur
Hasil
Pengukuran
Skala
Pengukuran
1. Tingkat
pendidikan
ibu
(independen)
kelas terakhir
yang
diselesaikan
oleh ibu dalam
sekolah formal
yaitu sekolah
umum.
Dihitung
jumlah tahun
yang harus
dilalui tanpa
mengulang.
Wawancara Pendidik
an dasar (
≤ 9
tahun)
Pendidik
an
menenga
h ( 10 –
12 tahun)
Pendidik
an tinggi
( > 12
tahun)
Skala ordinal
2. Status gizi
balita
(dependen)
pengukuran
status gizi
balita dengan
mengukur berat
badan menurut
tinggi badan
anak. Disajikan
dalam Z skor
dengan
menggunakan
baku rujukan
WHO – NCHS.
Antropometri:
Timbangan
berat badan,
meteran plastik
Gizi
lebih: > 2
SD
Gizi baik:
-2 SD s/d
2 SD
Gizi
kurang: <
-2 SD s/d
-3 SD
Gizi
sangat
kurang :
< -3 SD
Skala ordinal
15
3.8 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Kebun Lada Kota Binjai,
dan telah mendapatkan izin penelitian oleh pihak yang terkait yaitu Dinas
Kesehatan Kota Binjai, Puskesmas Kebun Lada sebagai wilayah kerjanya dan
digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ibu yang mempunyai
anak balita dan balitanya. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan
antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita di Puskesmas Kebun Lada.
Proses dalam penelitian ini yaitu status gizi balita diukur dengan penimbangan
berat badan merk dacin yang kemudian dikaitkan dengan tinggi badan dengan alat
ukur menggunakan meteran plastik merk OneMed, data ini dibandingkan dengan
BB/TB standar WHO-NCHS kemudian dikategorikan.
Untuk mengetahui tingkat pendidikan ibu, peneliti melakukan wawancara
mengenai tingkat pendidikan ibu serta data pribadi ibu balita.
Setelah data terkumpul kemudian data dianalisis dengan menggunakan metode
statistik sehingga dibuktikan bahwa hipotesis tersebut bermakna atau tidak
bermakna.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Astuti FD, Sulistiowati TF. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dan
Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Anak pra Sekolah dan
Sekolah Dasar di Kecamatan Godean. Yogyakarta: Universitas Ahmad
Dahlan, (www.journal.uad.ac.id, diakses 29 Januari 2016). 2012
2. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi Kesehatan
Anak Balita di Indonesia
(http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin
-anak-balita.pdf , diakses 29 Januari 2016). 2015
3. Depkes RI. Masalah Gizi adalah Masalah Global
(http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=1784, diakses 29 Januari 2016).
2011
4. Elisa F. Tingkat Pendidikan Ibu Berpengaruh Kuat pada Perkembangan
Anak. JPNN, (http://www.jpnn.com/read/2014/05/10/233617/Tingkat-
Pendidikan-Ibu-Berpengaruh-Kuat-pada-Perkembangan-Anak-, diakses 29
Januari 2016). 2014
5. Jannah M, Maesaroh S. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Status
Gizi Balita di Posyandu Bangunsari Semin Gunung Kidul.
(http://jurnal.akbid-mu.ac.id/index.php/jurnalmus/article/view/64/51,
diakses 29 Januari 2016). 2014
6. Idrus D, Kunanto G. Mutu, Gizi dan Keamanan. Jakarta: EGC. 2007
7. Muchtadi D. Gizi untuk Bayi. Jakarta: Pustaska Sinar Harapan. 2006
8. Supariasa. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. 2008
9. Arisman. Gizi Daur Hidup. Jakarta: EGC. 2007
10. Almatsier. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2005
11. Ernawati A. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higiene Sanitasi
Lingkungan, Tingkat Konsumsi dan Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia
2-5 tahun di Kabupaten Semarang.
17
(https://core.ac.uk/download/files/379/11715280.pdf, diakses 29 Januari
2016). 2003
12. Soekirman. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia.
Jakarta: PT Primamedia Pustaka. 2006
13. Yusrizal. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen.
(http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6732, diakses 29 Januari
2016). 2008
14. Herman S. Penelitian Gizi dan Makanan. Bogor: Puslitbang. 2008
15. Depkes RI. Pedoman Tenaga Gizi Puskesmas. Jakarta: Depkes RI. 2006
16. Soekirman. Risalah Widya Karya Pangan dan Gizi V. Jakarta: LIPI. 2007
17. Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
66 Tahun 2010. Jakarta: Peraturan Pemerintah RI. 2010
18. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2010