BAB I
PENGANTAR
1.1 Latar Belakang
Industri pelayaran merupakan salah satu industri padat modal (capital
intensive), dikarenakan tingginya biaya modal yang dibutuhkan untuk membeli
suatu kapal (Luo dan Fan, 2010). Meskipun demikian, investasi dalam industri
pelayaran mempunyai tingkat return yang cukup tinggi apabila dibandingkan
dengan investasi pada saham maupun obligasi. Naess (2008) memberikan
gambaran rata-rata tingkat return investasi kapal dibandingkan dengan saham dan
obligasi dalam kurun waktu 1987 sampai dengan 2007 sebagai berikut :
Tabel 1.1 Return Saham, Obligasi dan Kapal
Jenis Investasi Return
DAX (Equity Market) 11,60%
REX P (Bond Market) 6,30%
Container 22,30%
Tanker 17,60%
Bulker 28,90%
Total Shipping Asset 23,00% Sumber: HSH Nordbank dalam German Ocean Invest Report, 2008
Secara umum, tujuan utama dari setiap perusahaan adalah meningkatkan
laba, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan laba perusahaan
adalah dengan melakukan pengelolaan aset secara efektif dan efisien.
Pemeliharaan merupakan hal utama dalam kegiatan pengelolaan asset, yang
bertujuan untuk memaksimalkan produksi dengan biaya yang rendah, kualitas
terbaik dan memenuhi standar keselamatan yang optimal (Wireman, 2005: 9).
1
2
Kapal bagi perusahaan pelayaran merupakan aset utama yang diharapkan
dapat menghasilkan laba bagi perusahaan. Sebagai aset utama perusahaan,
pemeliharan mutlak diperlukan untuk tetap menjaga kondisi kapal tetap layak
beroperasi dan mengoptimalkan umur hidup kapal tersebut. Optimalisasi umur
suatu aset bisa diartikan dengan melakukan pemeliharaan sehingga aset tersebut
paling tidak bisa beroperasi 30 sampai 40 persen lebih lama bila dibandingkan
dengan aset yang kurang pemeliharaannya (Wireman, 2005: 12).
Turan, dkk. (2009) menyatakan bahwa kapal sebagai bagian dari sistem
transportasi laut merupakan aset yang penting dalam mata rantai distribusi.
Kondisi kesiapan kapal akan sangat tergantung dari efektifitas dan sistem
pemeliharaan kapal tersebut. Perbaikan dan pemeliharaan mutlak dilakukan
terhadap sebuah kapal agar kapal tersebut tetap dalam kondisi layak dan
memenuhi ketentuan peraturan yang ada di masing-masing negara tempat kapal
tersebut beroperasi.
Kapal sebagai salah satu alat transportasi akan melalui berbagai macam
kondisi, baik itu yang disebabkan oleh faktor alam maupun yang disebabkan oleh
faktor kondisi lingkungan, hal ini dapat mengakibatkan kapal mengalami
kerusakan pada konstruksi maupun peralatan penunjang lainnya, sebagai item
pendukung dalam beroperasinya sebuah kapal (Supomo dan Iskandar, 2006).
Rumangkang (2007) menyebutkan bahwa pemeliharaan kapal adalah
memelihara kapal agar selalu dalam keadaan siap operasional dan dapat
memenuhi jadwal pelayaran kapal tepat pada waktunya (lihat Sitepu, 2009: 122).
Pemeliharaan merupakan faktor yang penting untuk dapat menjamin konsistensi
3
dalam pelayaran kapal. Biaya pemeliharaan ini sangat mahal dan sering kali
diabaikan oleh operator kapal untuk mengejar kinerja jangka pendek, akan tetapi
untuk jangka panjang pengabaian pemeliharaan dapat sangat merugikan, baik dari
sisi finansial secara langsung, maupun risiko kehilangan kepercayaan konsumen.
Biaya perbaikan dan pemeliharaan merupakan biaya kedua terbesar setelah
biaya tenaga kerja yang termasuk dalam komponen biaya operasiona l kapal. Biaya
perbaikan dan pemeliharaan ini dibedakan menjadi dua komponen utama yaitu
biaya perbaikan dan pemeliharaan pada saat kapal sedang beroperasi dan biaya
dry-docking (Apostolidis, dkk. 2012). Biaya perbaikan dan pemeliharaan kapal
akan berbeda antara satu kapal dengan kapal lainnya tergantung dari berbagai
faktor yang mempengaruhinya. Bitros dan Kavussnos (2005) menyatakan bahwa
biaya perbaikan dan pemeliharaan kapal dipengaruhi oleh utilitas, umur, dan
ukuran kapal. Selain tiga hal tersebut di atas, jenis kapal, bendera, klasifikasi dan
lokasi galangan kapal juga berpengaruh terhadap besarnya pengeluaran yang
dialokasikan untuk perbaikan dan pemeliharaan kapal.
Industri pelayaran di Indonesia mengalami perkembangan cukup pesat
sebagai dampak diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 yang
mengamanatkan asas cabotage. Cabotage merupakan prinsip/asas berupa
pemberian hak kepada suatu Negara untuk melakukan kegiatan pengangkutan
antar pulau dan atau pelabuhannya di dalam negeri suatu Negara dengan
menggunakan kapal-kapal berbendera dan berkebangsaan Negara tersebut
(INFACO, 2013: 9).
Perkembangan industri pelayaran di Indonesia terlihat dari peningkatan
4
jumlah armada kapal berbendera Indonesia dari 6.012 kapal pada tahun 2005
menjadi 11.791 kapal pada tahun 2012. Peningkatan juga terlihat dari jumlah
perusahaan pelayaran nasional pemegang Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan
Laut, dari sebelumnya sebanyak 1.885 perusahaan pada tahun 2010, meningkat
menjadi 2.106 perusahaan pada tahun 2011 dan pada tahun 2012 meningkat lagi
menjadi 2.248 perusahaan (Kemenperindag, 2013).
Tabel 1.2 Jumlah Kapal Laut Menurut Kepemilikan
Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Nasional 6,012 6,428 7,154 8,165 9,164 9,945 10,902 11,791
Charter Asing 1,955 1,448 1,154 977 865 691 562 435
Keagenan Asing 6,520 6,594 6,540 6,616 6,562 4,922 4,867 4,694
Jumlah 14,487 14,470 14,848 15,758 16,591 15,558 16,331 16,920
Sumber: Kementerian Pehubungan, 2013 (diolah)
Perkembangan industri pelayaran di Indonesia didukung oleh posisi
Indonesia secara geografis yang berada di antara Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik, yang menempatkan Indonesia di pusat beberapa jalur utama pelayaran
yang tidak hanya bisa menjangkau pasar Asia tetapi juga pasar Amerika. Di
wilayah regional Asia, perkembangan industri pelayaran didukung oleh
pertumbuhan industri otomotif di Indonesia dan Thailand, di mana Indonesia
merupakan pasar otomotif kedua terbesar di Asia setelah Thailand baik dalam hal
penjualan maupun produksi (BMI, 2013). Kondisi tersebut akan meningkatkan
intensitas pendistribusian barang baik itu impor maupun ekspor.
Di Indonesia, industri pelayaran juga berperan untuk menunjang
pergerakan manusia maupun pendistribusian barang antar pulau yang lebih
dikenal dengan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP). ASDP
5
merupakan bagian sistem transportasi darat, didefinisikan sebagai jembatan
mengapung yang berfungsi menghubungkan jaringan transportasi darat yang
terputus, mempunyai rute tetap dan jadwal regular serta konstruksi kapal yang
berbentuk khusus (Susantono, 2013: 207). Kapal yang melayani angkutan sungai
dan penyeberangan pada umumnya adalah kapal ro-ro (Roll-on, Roll-off) yaitu
kapal yang didesain untuk muat bongkar barang ke kapal diatas kendaraan roda
(Suyono, 2007: 135).
Perkembangan industri pelayaran yang melayani angkutan sungai, danau
dan penyeberangan terlihat dari pertumbuhan jumlah kapal dari 196 kapal pada
tahun 2007 menjadi 267 kapal pada tahun 2012.
Tabel 1.3 Jumlah Kapal SDP yang Beroperasi Tahun 2007 s.d. 2012
No Jenis Kapal 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1 Kapal Ro-ro 175 171 171 210 228 254
2 Kapal LCT 10 10 10 8 12 13
3 Kapal Cepat Penumpang 11 11 6 3 2 -
4 Kapal Penumpang - 4 5 - - -
196 196 192 221 242 267 Sumber: Kementerian Perhubungan, 2013
PT ASDP Indonesia Ferry sebagai (Persero) sebagai perusahaan jasa
angkutan penyeberangan dan pengelola pelabuhan penyeberangan merupakan
Badan Usaha Milik Negara yang memiliki kapal ro-ro dengan jumlah yang
banyak. Jumlah kapal yang dimiliki PT ASDP meningkat setiap tahunnya, hal
tersebut dilakukan guna memenuhi kebutuhan angkutan penyeberangan yang
setiap tahunnya mengalami peningkatan. Selain itu, PT ASDP selaku BUMN
mempunyai fungsi sebagai penyedia penyeberangan perintis yang sampai saat ini
6
berjumlah 85 lintasan penyeberangan, apabila ditambah dengan lintasan komersial
yang berjumlah 41 lintasan, cukup beralasan apabila ASDP membutuhkan armada
kapal ro-ro yang lebih banyak lagi.
Tabel 1.4 Jumlah Kapal Penyeberangan berdasarkan kepemilikan
No. Tahun Jumlah Unit Armada yang Beroperasi
PT ASDP KSO Swasta Pemda Jumlah
1 2007 80 2 112 2 196
2 2008 80 2 112 2 196
3 2009 73 0 109 10 192
4 2010 95 0 121 5 221
5 2011 115 0 121 6 242
6 2012 106 0 151 10 267 Sumber: Kementerian Perhubungan, 2013
Kapal-kapal yang beroperasi di Indonesia sebagian besar merupakan
kapal-kapal bekas yang didatangkan dari Jepang, Cina, Korea, dan sebagian dari
Eropa (Kompas, 8 Maret 2013). Salah satu alasan investor untuk membeli kapal
bekas yaitu lamanya pembangunan kapal baru oleh galangan kapal dan biaya
investasi yang besar untuk membangun kapal tersebut (Hardono, 2009). Luo dan
Fan (2010) menyatakan bahwa pertimbangan investor untuk memilih kapal bekas
dibandingkan dengan kapal baru adalah faktor waktu, di mana kapal bekas akan
lebih cepat untuk bisa dioperasikan, sehingga lebih cepat menghasilkan apabila
dibandingkan dengan investasi pada kapal baru.
Kapal bekas, walaupun secara harga lebih rendah dibandingkan dengan
kapal baru, performanya tidak akan lebih bagus apabila dibandingkan dengan
kapal baru, tingginya biaya operasional kapal bekas akan membuat perusahaan
kurang kompetitif. Selain itu, tingginya biaya pemeliharaan rutin bisa menjadi
7
beban tersendiri bagi perusahaan (Luo dan Fan, 2010). Penggunaan kapal-kapal
bekas tersebut bepengaruh kepada umur pakai kapal dan biaya perawatan. Umur
pakai aktual suatu kapal akan lebih panjang atau pendek tergantung dari
operasional dan pemeliharaan kapal selama siklus hidup kapal tersebut (Gratsos
dan Zachariadis, 2009).
Pertumbuhan industri pelayaran yang terlihat dari pertumbuhan jumlah
kapal di Indonesia merupakan respon positif dari pengusaha terhadap peraturan
yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai asas cabotage di Indonesia. Analisis
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi biaya perbaikan dan perawatan kapal
di Indonesia perlu dilakukan untuk melihat seberapa menguntungkannya investasi
atas kapal yang dilakukan tidak hanya dilihat dari potensi pasar yang ada tetapi
juga potensi biaya yang timbul dari keputusan yang diambil investor untuk
berinvestasi pada kapal yang sebagian besar merupakan kapal bekas. Selain itu,
analisis ini juga diharapkan mampu memberikan gambaran kepada pihak
manajemen untuk menyusun anggaran perbaikan dan perawatan kapal sesuai
dengan karakteristik masing-masing kapal yang dimiliki oleh perusahaan.
1.1.1 Perumusan masalah
Tingginya biaya investasi pada kapal baru menyebabkan banyaknya
perusahaan pelayaran yang berinvestasi pada kapal-kapal bekas. Secara jangka
panjang penggunaan kapal-kapal bekas akan berdampak pada tingginya biaya
operasional yang didalamnya termasuk biaya perbaikan dan pemeliharaan yang
ditanggung oleh perusahaan pelayaran sehingga perusahaan akan kehilangan
keunggulan kompetitifnya. Biaya perbaikan dan perawatan kapal merupakan
8
biaya yang harus dialokasikan pihak manajemen untuk menjamin agar suatu kapal
dapat beroperasi secara layak selama umur ekonomis kapal tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini memfokuskan kepada
faktor- faktor yang mempengaruhi besarnya biaya perbaikan dan pemeliharaan
kapal. Faktor- faktor yang akan diuji dalam penelitian ini meliputi faktor umur,
ukuran, dan jarak tempuh yang merupakan proxy dari utilitas suatu kapal terhadap
biaya pemeliharaan dan perbaikan kapal.
1.2 Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian terdahulu terkait biaya pemeliharaan kapal dan
keputusan investasi kapal, yaitu sebagai berikut:
Tabel 1.5 Penelitian Terdahulu
No Nama (Tahun)
Lokasi Penelitian
Variabel Alat Analisis
Temuan
1. Apostolidis dkk. (2012)
Teluk Persia
Umur kapal, ukuran kapal dan jumlah hari pemeliharaan
Multiple regression
Umur kapal, ukuran kapal dan lamanya docking positif berpengaruh secara signifikan terhadap biaya pemeliharaan (dry-docking)
2. Basilone, dkk. (2009)
Amerika Serikat
Umur kapal Multiple regression
Biaya pemeliharaan pada 0-level dan I-level meningkat sejalan dengan umur kapal.
3. Bitros dan Kavussnos (2005)
Yunani Utilisasi, umur dan ukuran
Multiple regression
Biaya perawatan dipengaruhi secara positif oleh utilitas, umur dan ukuran kapal.
4. Bitros (2004)
Yunani Umur, nilai sisa dan intensitas pemakaian
Multiple regression
Perawatan kendaraan bermotor secara positif berkaitan erat
9
No Nama (Tahun)
Lokasi Penelitian
Variabel Alat Analisis
Temuan
kendaraan. dengan umur, nilai sisa dan intensitas penggunaan kendaraan bermotor tersebut.
5. Luo dan Fan (2010)
Hongkong Umur kapal, Ukuran kapal
Multiple regression
Pemilik kapal lebih memilih kapal yang lebih besar dan baru.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah objek dan waktu
penelitian. Penelitian ini menggunakan objek penelitian kapal ro-ro (roll on–roll
off) yang beroperasi di perairan Indonesia. Variabel yang digunakan dan alat
analisis dalam penelitian ini sama dengan penelitian terdahulu yaitu umur, ukuran
dan jarak tempuh sebagai proxy dari utilitas dengan alat analisis berupa statistik
deskriptif, dan regresi berganda.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor- faktor yang
mempengaruhi besarnya biaya perbaikan dan pemeliharaan kapal-kapal
penyeberangan (ro-ro) di Indonesia. Faktor- faktor yang akan diteliti meliputi
umur kapal, ukuran kapal dan jarak tempuh kapal yang merupakan proxy dari
utilitas suatu kapal.
1.3.2 Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah.
1. Sebagai bahan pertimbangan pihak manajemen perusahaan perkapalan dalam
hal pengadaan kapal.
10
2. Sebagai bahan pertimbangan pihak manajemen perusahaan perkapalan untuk
menyusun anggaran perbaikan dan pemeliharaan kapal berdasarkan
karakteristik masing-masing kapal.
3. Sebagai bahan pertimbangan pihak menajemen perusahaan perkapalan untuk
menetapkan seberapa lama kapal dipertahankan untuk tetap dioperasikan.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari empat bab.
Bab I Pengantar, memuat latar belakang penelitian, keaslian penelitian, batasan
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian. Bab II
Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, berisi tinjauan pustaka, landasan teori,
hipotesis dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Bab III Analisis
Data, memberi uraian tentang bagaimana proses penelitian dan mengaitkannya
dengan permasalahan yang sedang diteliti untuk selanjutnya dilakukan analisis
dan interpretasi dengan dukungan data yang ada. Bab IV Kesimpulan dan Saran,
merupakan bab penutup yang berisikan uraian singkat mengenai hasil penelitian
dan interpretasinya, penyampaian saran kepada pihak terkait sehubungan dengan
biaya pemeliharaan dan perbaikan kapal tersebut.