BAB I
PENDAHULUAN
Dengan semakin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia, baik dari segi jumlah,
pemakai jalan, jumlah pemakai jalan jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan serta
kecepatan kendaraan akan meningkatkan angka kejadian trauma.
Kecelakaan lalu lintas sering mengakibatkan trauma dan kita harus waspada
kemungkinan multiple trauma yang akan mengakibatkan multiple fraktur dan trauma organ
lain seperti kepala, thoraks,organ indra dan pembuluh darah besar.
Kecelakan dapat terjadi tanpa diketahui oleh seseorang kapan ada dan dimana berada.
Pada kasus dengan cidera berat, sering menimbulkan kematian dan kecacatan, baik akibat
pertolongan yang kurang cepat atau kurang benar. Penderita cedera berat harus mendapatkan
pertolongan yang secara cepat dan benar, secepatnya dibawa kerumah sakit yang mempunyai
prasarana dan pasilitas yang memadai. Sekitar 80% dari penderita trauma mengenai sistem
muskulo skeletal. 50% pasein gawat darurat meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit dan
di rumah sakit.
BAB II
ISI
Multipel trauma dapat diartikan sebagai trauma fisik yang terjadi secara bersamaan
pada beberapa bagian tubuh. Pasien multiple trauma biasanya mengalami beberapa trauma
lain yang mempengaruhi organ dan system tubuh yang berbeda, misalnya trauma kepala,
multiple fraktur, dan trauma organ dalam thorax dan abdomen.
Pada pasien trauma:
1. 50% meninggal pada saat kejadian atau beberapa menit setelah kejadian kerna distruksi
otak dan CNS,jantung aorta dan pembuluh besar lainnya
2. 35% meninggal 1-2 jam setelah trauma (the golden hour). Data kematian disebabkan
karena:
a. trauma kepla berat (hemtoma subdural dan epidural)
b. trauma toraks (hematoma toraks danpeneumotoraks)
c. trauma abdomen (ruptur limpha dan laserasi hati )
d. fraktur femur dan pelvis karena pendarahan masif
e. trauma multiple dan pendarahan.
3. Pencegahan kematian dilakukan pada 1-2 jam dini, dimana harus tidak agresif. Angka
kematian trauma di tentukan pada fase ini, 15% meninggal akibat:
a. mati otak
b. gagal organ
c. sepsis
Penanggulangan pasien trauma harus di lihat bahwa:
Ketidak mampuan bernafas dapat menyebabkan kematian lebih cepat dari pada
kehilangan darah
Pendarahan intrakranial adalah keadaan letal yang berikutnya.
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan
tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu
diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial
assessment ( penilaian awal ), yaitu :
1. Kesiap-siagaan
2. Triage
3. Primary survey
4. Resusitasi
5. Secondary survey dari kepala sampai ujung kaki
6. Memonitor dan evaluasi yang berkelanjutan.
PERSIAPAN
1. Fase Pra-Rumah Sakit
Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan
Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai
diangkut dari tempat kejadian.
Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian,
sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita.
2. Fase Rumah Sakit
Perencanaan sebelum penderita tiba .
Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah
dijangkau.
Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang
mudah dijangkau.
Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu
dibutuhkan.
Pemakaian alat-alat proteksi diri.
TRIASE
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber
daya yang tersedia. Dua jenis triase :
• Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit.
Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan
prioritas penanganan lebih dahulu.
• Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita
dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan
tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
PRIMARY SURVEY
1. AIRWAY
Menjamin kelancaran jalan nafas dan kontrol vertebrae servikalis. Ini meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang
wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Jalan nafas dipertahankan
dengan melakukan “chin lift” atau “jaw thrust” dapat juga dengan memasang “guedel” pada
klien dengan multiple trauma dan trauma tumpul di atas klavikula kita harus mengagap dan
memperlakukan seakan ada fraktur dari vertebra servikalis dengan memasang “neck collar”
sampai dibuktikan negatif. Hasil pemeriksaan neurologi yang negatif tidak menyingkirkan
ada cedera servikal. Pasang airway defenitif sesuai indikasi.
Tabel 1. Indikasi Airway Defenitif
Kebutuhan untuk perlindungan
airway
Kebutuhan untuk ventilasi
Tidak sadar Apnea
Paralisis neuromuskular
Tidak sadarFraktur maksilofasial Usaha napas yang tidak adekuat
Takipnea
Hipoksia
Hiperkarbia
SianosisBahaya aspirasi
Perdarahan
Muntah-muntah
Cedera kepala tertutup berat yang
membutuhkan hiperventilasi singkat, bila
terjadi penurunan keadaan neurologisBahaya sumbatan
Hematoma leher
Cedera laring, trakea
Stridor
2. BREATHING
Sebaiknya thoraks harus dapat dilihat semuanya untuk melihat ventilasi. Jalan nafas
yang bebas tidak menjamin ventilasi yang cukup, pertukaran udara yang cukup diperlukan
untuk oksigenisasi yang cukup. Bila ada gangguan instabilitas kardiovaskuler, respirasi atau
kelainan neurologis.
Penilaian:
1. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line
immobilisasi
2. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
3. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi
trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan
tanda-tanda cedera lainnya.
4. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
5. Auskultasi thoraks bilateral
Pengelolaan:
1. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit)
2. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
3. Menutup open pneumothorax
4. Memasang pulse oxymeter
5. Evaluasi
3. CIRCULATION dengan kontrol perdarahan
Penilaian
Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
Mengetahui sumber perdarahan internal
Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. nadi cepat dan
lemah,ireguler merupakan pertanda hipovolume
Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis. warna kulit pucat,kelabu
menandakan kehilangan darah lebih dari 30%.
Periksa tekanan darah
Pengelolaan:
1. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
2. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada
ahli bedah.
3. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas
Darah (BGA).
4. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
5. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur
yang mengancam nyawa.
6. Cegah hipotermia
7. Evaluasi
4. DISABILITY
Pada akhir primary survey dilakukan pemeriksaan neurologis untuk menentukan:
Tingkat kesadaran dengan memakai skor GCS
Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
5. EXPOSURE
Buka pakaian penderita
Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup
hangat.
RESUSITASI
1. Re-evaluasi ABCDE
2. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20
mL/kg pada anak dengan tetesan cepat.
Tabel 2. Perkiraan Kehilangan Cairan dan darah, Berdasarkan Presentasi Penderita Semula
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan Darah (mL) Sampai 750 750-1500
1500-2000 >2000
Kehilangan Darah (% volume darah)
Sampai 15% 15%-30%
30%-40% >40%
Denyut Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi
(mm Hg) Normal atau Naik
Menurun Menurun Menurun
Frekuensi Pernafasan 14-20 20-30 30-40 >35
Produksi Urin
(mL/jam)>30 20-30 5-15 Tidak berarti
CNS/ Status
Mental Sedikit cemas
Agak cemas
Cemas,
bingung
Bingung,lesu
(lethargic)
Penggantian Cairan
(Hukum 3:1) Kristaloid
Kristaloid
Kristaloid dan darah
Kristaloid dan darah
3. Evaluasi resusitasi cairan
4. Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal
5. Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi tanda-
tanda syok
6. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.
Respon cepat
Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah
Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan
Respon Sementara
Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah
Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
Konsultasikan pada ahli bedah
Tanpa respon
Konsultasikan pada ahli bedah
Perlu tindakan operatif sangat segera
Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio
miokard
Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya.
TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI
1. Pasang EKG
2. Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai adanya
hipoksia dan hipoperfusi
3. Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
4. Pasang kateter uretra
5. Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi pemasangan kateter
urine
6. Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH, jangan
dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian bedah
7. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine
8. Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan
hemodinamik penderita
9. Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada
anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi
10. Pasang kateter lambung
11. Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial yang
merupakan kontraindikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan orogastric tube.
12. Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya aspirasi
bila pasien muntah.
13. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah, Analisis
Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan laboratorium darah.
14. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST
Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, bila terdapat kecurigaan
trauma abdomen.
Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses
resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary survey.
SECONDARY SURVEY
1. Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
2. Pemeriksaan Fisik
Hal yg dinilai Identifikasi Penilaian Penemuan Klinis
Konfirmasi dengan
Tingkat Kesadaran
Beratnya trauma kapitis
Skor GCS • ≤ 8, cedera kepala berat
9 -12, cedera kepala sedang
13-15, cedera kepala ringan
CT Scan
Pupil Jenis trauma kapitis
Luka pada mata
Ukuran, bentuk, reaksi
“mass effect”
Diffuse axional injury
CT Scan
Perlukaan mata
Kepala Luka pada kulit kepala
Fraktur tulang tengkorak
Inspeksi dan palpasi adanya luka dan fraktur
Luka kulit kepala
Fraktur impresi
Fraktur basis
CT Scan
Maksilofasial Luka jaringan lunak
Fraktur
Kerusakan saraf
Luka dalam mulut/gigi
Inspeksi: deformitas, maloklusi
Palpasi: krepitasi
Fraktur tulang wajah
Cedera jaringan lunak
- foto tulang wajah
- CT Scan tulang wajah
Leher Cedra pd laring
Fraktur cervikal
Kerusakan vaskular
Cedra esofagus
Gangguan neurologis
Inspeksi palpasi auskultasi
Deformitas faring
Emfisema subkutan
Hematoma
Murmur
Tembusnya platisma
Nyeri, nyeri tekan C spine
- foto cervikal
-angiografi/ doppler
-esofagoskopi
-laringoskopi
Thorax Perlukaan dinding thorax
Emfisema subkutan
Pneumo/hematotoraks
Cedera bronkus
Kontusio paru
Kerusakan aorta thorakalis
Inspeksi palpasi auskultasi
Jejas, deformitas, gerakan
Paradoksal
Nyeri tekan dada, krepitus
Bising nafas berkurang
Bunyi jantung jauh
Krepitas
-foto thorax
- CT Scan
-angiografi
-bronchoscopi
-tube torakostomi
Perikardiosintesi
-USG trans-esofagus
i mediastinum
Nyeri punggung hebat
Abdomen/Pinggang
Perlukaan dinding abdomen
Cedera intra dan retroperitonial
Inspeksi palpasi auskultasi Tentukan arah penetrasi
nyeri tekan abd
Iritasi peritoneal
Cedera organ viseral
Cedera retroperitoneal
-DPL/ USG
CT Scan
Laparotomy
Foto dg kontras
Angiografi
Pelvis Cedera genitourinarius
Fraktur pelvis
Palpasi simpisis pubis
Nyeri tekan tulang pelvis
Tentukan instabilitas pelvis
Inspeksi perineum
Pemeriksaan rektum/vagina
Cedera Genito- rinarius (hematuria)
Fraktur pelvis
Perlukaan perineum, rektum, vagina
Foto pelvis
Urogram:uretrogram,sistogram, IVP
CT Scan dg kontras
Medula spinalis
Trauma kapitis
Trauma medula spinalis
Trauma saraf perifer
Pemeriksaan motorik dan sensorik
“mass effect” unilateral
Tetraparesi
Paraparesis
Cedera radiks syaraf
Foto polos
MRI
Kolumna vertebrae
Fraktur
Instabilitas kolumna vertebrae
Kerusakan
Respon verbal terhadap nyeri, tanda
Fraktur atau dislokasi
Foto polos
CT Scan
saraf lateralisasi
Nyeri tekan
Deformitas
Ekstremitas Cedera jaringan lunak
Fraktur
Kerusakan sendi
Defisit neurovaskular
Inspeksi
palpasi
Jejas, pembengkakan, pucat
Mal-alignment
Nyeri, nyeri tekan, Krepitasi
Pulsasi hilang/ berkurang
Komparteme
Defisit neurologis
Foto rontgen
Doppler
Pengukuran tekanan kompartemen
angiografi
RE-EVALUASI PENDERITA
1. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap perubahan
pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
2. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
3. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan
TRANSFER KE PUSAT RUJUKAN YANG LEBIH BAIK
1. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk.
2. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.
BAB III
KESIMPULAN
Pada penanggulangan pasien pada trauma harus diingat urutan kegiatan / tindakan:
1. KESIAPSIAGAAN
2. TRIAGE
3. PRIMARY SURVEY (A,B,C,D,E)
4. RESUSITASI :
oksigenasi dan ventilasi
penanggulangan syok, infus dan penggantian volume
penangulangan masalah yang mengancam nyawa dilanjutkan (diidentifikasi pada “primary survey”)
monitor (gas darah artei dan ventilasi, end tidal CO2, ECG, “pulse oxymetry”, tekanan darah
5. SECONDARY SURVEY :
Kepala dan tengkorak
Cedera maksilofasial
Leher
Toraks
Abdomen
Perineum /rektum / vagina
Muskuloskeletal / punggung
Neurologi
X-ray, laboratorium, dll
6. RE EVALUASI