8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. KAJIAN PUSTAKA
1. Perkembangan Sepakbola
Pada hakikatnya permainan sepakbola merupakan permainan beregu yang
menggunakan bola sepak. Sepakbola dimainkan dilapangan rumput oleh dua
regu yang saling berhadapan dengan masing-masing regu terdiri dari sebelas
pemain dan salah satunya penjaga gawang. Permainan ini hampir seluruhnya
dimainkan dengan menggunakan tungkai, kecuali penjaga gawang yang
dibolehkan menggunakan lengannya di daerah tendangan hukumannya.
Menurut Sucipto, Bambang Sutiyono, Indra M Thohir, dan Nurhadi. (2000: 7)
Tujuan permainan ini dimainkan adalah untuk memasukkan bola kegawang
lawan sebanyakbanyaknya dan berusaha mempertahankan gawang sendiri dari
serangan lawan. Ada pun karakteristik yang menjadi ciri khas permainan ini
adalah memainkan bola dengan menggunakan seluruh anggota tubuh kecuali
lengan. Menurut muhajir (2007: 22), Sepakbola adalah suatu permainan yang
dilakukan dengan jalan menyepak, yang mempunyai tujuan untuk
memasukkan bola kegawang lawan dengan mempertahankan gawang tersebut
agar tidak kemasukan bola. Menurut Agus Salim (2008: 2) menyatakan bahwa
pertandingan sepakbola dimainkan oleh dua tim yang masing-masing
beranggotakan 11 orang. Masing-masing tim mempertahankan gawang dan
berusaha menjebol gawang lawan.
Didalam memainkan bola setiap pemain dibolehkan menggunakan seluruh
anggota badan kecuali lengan, hanya penjaga gawang diperbolehkan
memainkan bola dengan kaki dan lengan. Sepakbola hampir seluruhnya
menggunakan kemahiran kaki, kecuali penjaga gawang yang bebas
menggunakan anggota tubuh manapun. Tujuan dari masing-masing regu
adalah memasukkan bola ke gawang lawan sebanyak mungkin dengan
pengertian pula berusaha sekuat tenaga agar gawangnya terhindar dari
kebobolan penyerang lawan. Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
8
9
sepakbola adalah permainan antara dua (2) regu yang masing-masing regu
terdiri dari 11 orang dan dimainkan dengan kaki, kecuali penjaga gawang,
boleh menggunakan tangan dan lengan. Setiap tim berusaha untuk
memasukkan bola ke gawang lawan sebanyak-banyaknya dan menjaga
gawangnya dari kemasukan bola oleh serangan lawan dan permainan ini
dilakukan selama 2x45 menit.
Sepakbola sendiri adalah olahraga yang paling digemari di seluruh dunia.
Olahraga tersebut pertama kali diperkenalkan dari negeri China yang
dinamakan Tsu chu, Tsu artinya menendang dan Chu artinya bola. Jadi secara
harfiah tsu chu artinya adalah menendang bola. Menurut sejarah, bukti-bukti
yang menyatakan olahraga sepak bola pertama kali berasal dari China yaitu
ditemukannya bola sebagai permainan para prajurit china di sekitar abad 2-3
pada zaman pemerintahan Dinasty Han. Sepakbola modern yang kita kenal
sekarang diakui oleh berbagai pihak berasal dari Inggris. Di beberapa
kompetisi, permainan ini menimbulkan banyak kekerasan selama
pertandingan sehingga akhirnya raja Edward III pada 1365 melarang olahraga
ini dimainkan. Raja James I dari Skotlandia juga mendukung larangan untuk
memainkan sepakbola. Pada 1815, sebuah perkembangan besar menyebabkan
sepakbola menjadi terkenal di lingkungan universitas dan sekolah. Kelahiran
sepakbola modern terjadi di Freemasons Taver pada 1863 ketika 11 sekolahan
dan klub berkumpul serta merumuskan aturan baku untuk permainan tersebut.
Bersamaan dengan itu, terjadi pemisahan yang jelas antara olahraga rugby
dengan sepakbola (soccer). Pada 1869 membawa bola dengan tangan mulai
dilarang dalam permainan sepakbola. Selama 1800-an, olahraga sepakbola
mulai dibawa oleh pelaut, pedagang, dan tentara inggris keberbagai belahan
dunia.
Tidak adanya badan yang mengatur permainan sepakbola di dunia
internasional membuat perkembangan olahraga ini agak terhambat. Disadari
oleh para pelaku sepakbola bahwa penting untuk membentuk sebuah
organisasi yang membawahi dan mengatur permainan sepakbola secara global.
Karena itu pada tanggal 21 Mei 1904 dibentuk sebuah badan sepakbola
10
internasional di Perancis dengan nama Fédération Internatinale de Football
Association (FIFA). Yang memiliki kantor pusat di Zurich, Swiss. Sejak FIFA
terbentuk, perkembangan sepak bola di dunia pun semakin pesat. Hal ini
karena salah satu tugas utama dari FIFA adalah melakukan promosi dan
sosialisasi tentang sepakbola ke berbagai belahan dunia. Perkembangan
sepakbola yang pesat di dunia ini dapat dilihat dari banyaknya negara yang
masuk menjadi anggota FIFA. Hingga saat ini sudah lebih dari 200 negara
yang masuk menjadi anggota FIFA. Selain FIFA yang memegang sepakbola
dunia, terdapat juga organisasi sepakbola di beberapa Negara, yaitu:
UEFA/European Championship (Eropa), CONMEBOL/The South American
Football Confederation (Amerika Latin), CONCACAF/The Confederation of
North, Central American, and Caribbean Assosiation Football (Amerika
Utara), AFC/ Asian Football Confederation (Asia), Konfederasi Sepakbola
Oseania (OFC; bahasa Inggris: Oceania Football Confederation).
2. Dinamika Kelompok
a. Dinamika
Sebagai insan yang hidup dalam suatu lingkungan, manusia tidak pernah
terlepas dari kebutuhan akan orang lain. Namun, terkadang kebutuhan akan
orang lain lebih disebabkan karena adanya persamaan tujuan maupun motif
yang ingin dicapai. Hal tersebut menyebabkan seseorang berupaya
membangun suatu ikatan untuk menyelesaikan setiap persoalan dengan cara
membangun perkumpulan yang disebut kelompok. Dinamika adalah sesuatu
yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak, berkembang dan
dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamika juga
berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok dengan
kelompok secara keseluruhan. Keadaan ini terjadi karena selama ada
kelompok, maka semangat kelompok (group spirit) akan terus-menerus ada
dalam kelompok itu. Oleh karena itu kelompok tersebut bersifat dinamis,
artinya setiap saat kelompok yang bersangkutan dapat berubah. Sedangkan
pengelompok tidak terlepas dari elemen keberadaan dua orang atau lebih yang
melalukan interaksi untuk mencapai tujan bersama. Setiap individu di dalam
11
kelompok akan mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai
tujuan. kelompok Menurut Wildan Zulkarnain (2013: 1) sesuatu yang alami,
karena manusia akan berinteraksi satu dengan yang lainnya membentuk
kelompok-kelompok tertentu, sehinga kelompok berperan besar dalam
memenuhi pencapaian tujuan para anggotanya. Menurut Johnson dalam
Wildan Zulkarnain (2013: 20), dasar dinamika kelompok merupakan suatu
pengambungan teori, penelitian, dan penerapan. Teori menggambarkan
karakteristik kelompok yang efektif, Penelitian digunakan untuk
menggesahkan atau melemahkan teori, sedangkan Praktik dan penerapan
prosedur berdasarkan pada keabsahan teori yang diterapkan dalam dunia nyata
untuk melihat apakah teori tersebut berjalan. Sehingga teori, penelitian dan
penerapan praktis tentang dinamika kelompok tidak akan dapat terpisahkan
dan semua saling berhubungan melalui proses yang tepat.
Gambar 1. Hubungan antara Teori, Penelitian, dan Praktik
Sumber. Wildan Zulkarnain 2013: 6
Teori adalah serangkaian hipotesis atau dalil terkait yang memperhatikan
fenomena atau serangkaian fenomena. Teori menjadi pedoman dan ringkasan
untuk penelitian. Penelitian berfungsi mengesahkan atau melemahkan teori,
dan dijadikan pedoman untuk memperbaiki dan mengubah teori tersebut.
Sedangkan penerapan (praktik) dilakukan berdasarkan teori yang sah. Apabila
penerapan praktis dan teori menunjukkan kekurangan, maka teori tersebut
perlu diperbaiki dangan melakukan penelitian baru dan mengubah penerapan.
Menurut Wildan Zulkarnain (2013: 21) Apa yang terjadi antar anggota dalam
Penelitian
Praktik
Teori
12
kelompok adalah dinamis, dan bukan statis sehingga menggagap hubungan
kelompok berarti dengan tujuan dalam dinamika kelompok dapat berjalan,
sehingga dalam dinamika kelompok membahas perubahan-perubahan yang
terjadi dalam satu kelompok. Perubahan kelompok tersebut dapat terjadi
karena faktor dari luar dan dari dalam kelompok, perubahan dari status sosial
dan faktor dari perubahan situasi. Persoalaan dinamika kelompok ialah semua
gejala kejiwaan yang disebabkan oleh kehidupan bersama dalam kelompok,
yang diuraikan Benedict dalam Wildan Zulkarnain (2013: 26) sebagai berikut:
Persatuan; berkaitan dengan tingkah laku anggota kelompok seperti proses
pengelompokkan, intensitas anggota, arah pilihan, nilai manfaat kelompok,
Dorongan; yaitu persoalan minat anggota terhadap kehidupan berkelompok,
Struktur; yakni persoalan pada bentuk pengelompokkan dan bentuk hubungan,
perbedaan kedudukan antar anggota, pembagian tugas, keterlibatan kerja,
Pimpinan; yakni persoalan pada bentuk, tugas, sistem kepemimpinan, dan
sebagainya, Perkembangan kelompok; persoalannya menentukan kehidupan
kelompok yang terjadi pada perubahan dalam kelompok, ketentraman anggota
dalam kelompok, perpecahan kelompok, dan sebagainya. Menurut Beal (1987:
26) dalam Wildan Zulkarnain (2013: 26) bahwa komponen yang harus
diperhatikan dalam rangka mempelajari dinamika kelompok yaitu : individual,
wants, desires, group, group formation, group action, group goals, group
methods, group behavior, group process ( the group, the goals, the
techniques). Lebih lanjut kerangka kerja dalam mempelajari dinamika
kelompok adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Kerangka Kerja Dinamika Kelompok
Sumber. Wildan Zulkarnain 2013: 8
Berdasarkan bagan di atas, dapat terlihat bahwa sebuah kelompok terdiri
atas individu-individu, sedangkan individu-individu (anggota) yang tergabung
Tujuan
Kelompok
Teknik
13
dalam kelompok akan melalui atau menggunakan teknik tertentu untuk
mencapai tujuan. Menurut Wildan Zulkarnain (2013: 27) metode dan proses
dalam dinamika kelompok berusaha menumbuhkan dan membangun
kelompok dari semula kumpulan-kumpulan individu yang belum saling
mengenal satu sama lain, menjadi satu kesatuan kelompok dengan satu tujuan,
satu norma, dan satu cara pencapaian yang disepakati bersama. Sebagai
metode dinamika kelompok membuat setiap anggota kelompok semakin
menyadari siapa dirinya dan siapa orang lain yang hadir bersama dalam suatu
kelompok, dalam segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Menurut Sears (1994: 35) pada umumnya individu-individu membagi
dunia sosial kedalam kategori yang berbeda yaitu: “kita” dan “mereka”, “kita
adalah ingroup sedangkan outgroup adalah mereka. Ketika terjadi persaingan
antar dua kelompok, maka kelompok lain sebagai outgroup diperspsikan
sebagai musuh atau yang mengancam. Identitas sosial mengindikasikan sejauh
mana kita serupa dan tidak serupa dengan orang lain disekitar kita. Ketika
konteks sosial seseorang berubah maka pemahaman untuk membangun sebuah
identitas baru dapat menjadi sumber stress bagi kelompok yang baru, sebab
identitas sosial akan mempengaruhi loyalitas dan intregritas anggota
kelompok.
Hal ini perlu diciptakan karena kelompok akan menjadi efektif apabila
memiliki satu tujuan, satu cara tertentu untuk mencapai tujuan tersebut, yang
diciptakan dan disepakati bersama dengan melibatkan semua anggota
kelompok. Sedangkan sebagai suatu proses, dinamika kelompok berupaya
mencipkan suatu situasi sedemikian rupa sehingga membuat seluruh anggota
kelompok merasa terlibat secara aktif dalam setiap tahap perkembangan
kelompok, hal tersebut bertujuan agar setiap anggota kelompok merasakan
dirinya sebagai bagian dari kelompok dan bukan orang asing.
Kedinamisan suatu kelompok sangat ditentukan oleh kedinamisan anggota
kelompok melakukan interaksi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu untuk
mengetahui dinamis tidaknya suatu kelompok dan untuk mengetahui apakah
sistem sosial suatu kelompok tersebut dikatakan baik atau tidak dapat
14
dilakukan dengan menganalisis anggota kelompok melalui perilaku para
anggotanya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Etzioni (1985: 20), suatu
kelompok yang dinamis biasanya ditandai dengan adanya kegiatan-kegiatan
atau interaksi, baik di dalam kelompok maupun dengan pihak luar kelompok
tersebut sebagai upaya mencapai tujuan kelompok secara efektif dan efisien.
Menilai dinamika kelompok berarti menilai kekuatan atau gerak yang terdapat
di dalam kelompok yang menentukan perilaku kelompok dan anggotanya
dalam mencapai tujuan. Menurut Mardikanto (1993: 21), analisis dinamika
kelompok dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan
psikososial dan sosiologis. Pendekatan psikososial adalah analisis dinamika
kelompok yang dilakukan terhadap segala sesuatu yang akan berpengaruh
terhadap perilaku anggota-anggota kelompok dalam melaksanakan kegiatan
demi tercapainya tujuan kelompok, sedangkan pendekatan sosiologis adalah
analisis terhadap proses sistem sosial kelompok. Dengan demikian untuk
mengetahui pengaruh dinamika kelompok terhadap kemandirian anggota
kelompok, analisis yang digunakan adalah pendekatan psikososial, dimana
dalam hal ini unsur-unsur yang mempengaruhi adalah : 1) tujuan kelompok, 2)
struktur kelompok, 3) fungsi tugas, 4) pembinaan dan pengembangan
kelompok, 5) kekompakan kelompok, 6) suasana kelompok, 7) tekanan pada
kelompok, 8) keefektifan kelompok.
1) Tujuan kelompok (Group Goal)
Tujuan kelompok merupakan gambaran tentang sesuatu hasil yang
diharapkan dapat dicapai oleh kelompok. Untuk mencapainya diperlukan
berbagai usaha dari anggota kelompok melalui berbagai aktifitasnya.
Menurut Cartwright dan Zander (1968: 64) bahwa tujuan kelompok yang
jelas sangat diperlukan agar anggota dapat berbuat sesuatu sesuai dengan
kebutuhan kelompok. Keadaan ini menyebabkan kuatnya dinamika
kelompok. Selain itu tujuan kelompok harus mendukung tercapainya
tujuan anggota kelompok. Apabila tujuan kelompok mendukung tujuan
anggotanya maka kelompok menjadi kuat dinamikanya.
15
Tujuan kelompok ini akan menjadi suatu motivasi bagi anggota
untuk melakukan kegiatan kelompok sehingga pencapaian tujuan tersebut
akan lebih efektif. Menurut Slamet (2002: 24) hubungan antara tujuan
kelompok dan tujuan anggota mempunyai lima kemungkinan bentuk yaitu
: sepenuhnya bertentangan, sebagian bertentangan, netral, searah, dan
identik. Tujuan kelompok yang baik harus terkait/sama dengan tujuan
anggota sehingga hasilnya dapat memberi manfaat kepada anggota.
2) Struktur Kelompok (Group Structure)
Struktur kelompok adalah suatu bentuk hubungan antara individu-
individu di dalam kelompok yang disesuaikan dengan posisi dan peranan
masing-masing individu. Sedangkan Gerungan menyatakan, struktur
kelompok merupakan susunan hirarkis mengenai hubungan-hubungan
berdasarkan peran dan status antara masing-masing anggota kelompok
dalam mencapai tujuan. Cartwright dan Zander (1968: 67), menyatakan
bahwa struktur kelompok adalah bentuk hubungan antara individu di
dalam kelompok, yang disesuaikan dengan posisi dan peranan masing-
masing individu. Struktur kelompok dapat disusun secara formal, tetapi
dapat pula secara informal. Pada kelompok formal pembagian tugas,
norma-norma dan mekanisme kerja disusun dengan jelas dan tertulis,
sehingga semua anggota mengetahui. Pada kelompok yang strukturnya
tidak ditetapkan secara formal dan tertulis, tetap memiliki dinamika
sepanjang masing-masing anggota menyadari dan melaksanakan tugas
dengan baik.
Struktur kelompok juga diartikan sebagai upaya kelompok
mengatur dirinya sendiri dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Banyak
aspek yang menyangkut struktur, tetapi yang sangat penting adalah yang
menyangkut: struktur kekuasaan atau pengambilan keputusan, struktur
tugas atau pembagian kerja, struktur komunikasi atau bagaimana aliran-
aliran komunikasi yang terjadi dalam kelompok, dan wahana bagi
kelompok untuk berinteraksi. Yang terpenting dalam struktur kelompok
adalah terciptanya interaksi yang intensif di antara anggota kelompok.
16
3) Fungsi tugas (Task Function)
Fungsi tugas adalah segala sesuatu yang harus dilakukan oleh
kelompok agar kelompok dapat menjalankan fungsinya sehingga tujuan
kelompok dapat tercapai. Menurut Soedijanto fungsi tugas adalah segala
hal yang harus dilakukan kelompok yang berorientasi pada pencapaian
tujuan.
Menurut Slamet (2002: 24) fungsi tugas adalah untuk memfasilitasi
dan mengkoordinasi usaha-usaha kelompok yang menyangkut masalah-
masalah bersama dan dalam rangka memecahkan masalah-masalah
tersebut. Fungsi tugas itu meliputi : fungsi memberi informasi, fungsi
menyelenggarakan koordinasi, fungsi menghasilkan inisiatif, fungsi
mengajak untuk berpartisipasi, dan fungsi menjelaskan sesuatu kepada
kelompok. Untuk mengkaji fungsi tugas ini antara lain : adanya kepuasan
di kalangan anggota karena tercapainya tujuan-tujuan kelompok maupun
tujuan pribadi, para anggota selalu mendapatkan informasi baru sehingga
mereka selalu dapat meningkatkan berbagai tujuan yang ingin dicapai dan
dapat meningkatkan cara-cara untuk mencapainya tujuan tersebut,
kesimpangsiuran dapat di cegah karena ada koordinasi yang baik, para
anggota selalu bergairah untuk berpartisipasi karena selalu ada motivasi,
komunikasi di dalam kelompok baik dan lancar, kelompok selalu
memberikan penjelasan kepada anggotanya bila mereka menghadapi
situasi yang membingungkan.
4) Pembinaan dan Pengembangan Kelompok (Group Building and
Maintenance)
Pembinaan dan pengembangan kelompok adalah segala macam
usaha yang dilakukan kelompok dalam rangka mempertahankan dan
mengembangkan dirinya Soedarsono (2005: 22). Lebih lanjut Tuyuwale
(1990: 20) mengatakan bahwa pembinaan dan pengembangan kelompok
juga berarti usaha-usaha untuk menjaga kehidupan kelompok. Usaha-
usaha untuk mempertahankan kehidupan kelompok dapat dilakukan
dengan adanya: partisipasi dari semua anggota dalam kegiatan-kegiatan
17
kelompok, fasilitas untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelompok,
kegiatan-kegiatan yang memungkinkan setiap anggota untuk
berpartisipasi, pengawasan (control) terhadap norma yang berlaku dalam
kelompok, sosialisasi yaitu proses pendidikan bagi anggota baru agar
mereka bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan kelompok, dan usaha-
usaha untuk mendapatkan anggota baru demi kelangsungan hidup
kelompok.
5) Kekompakan Kelompok (Group Cohesiveness)
Menurut Slamet (2002: 24) bahwa kekompakan kelompok adalah
perasaan ketertarikan anggota terhadap kelompok atau rasa memiliki
kelompok. Kelompok yang anggota-anggotanya kompak akan
meningkatkan gairah bekerja sehingga para anggota lebih aktif dan
termotivasi untuk tetap berinteraksi satu sama lain. Kekompakan
kelompok dipengaruhi oleh besarnya komitmen para anggota. Komitmen
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : kepemimpinan kelompok,
keanggotaan kelompok, homogenitas kelompok, tujuan kelompok,
keterpaduan atau integrasi, kerjasama atau kegiatan kooperatif, dan
besarnya kelompok.
6) Suasana Kelompok (Group Atmosphere)
Menurut Beal, Bohlen dan Raudabaugh dalam Tuyuwale (1990: 12),
menyatakan bahwa “ group atmosphere is the pervading mood, tone, or
feeling that permeats the group”. Jadi suasana kelompok meliputi suasana
hati atau irama atau perasaan yang terdapat didalam kelompok. Disebutkan
pula, keadaan fisik dimana kelompok itu berada sangat penting dalam
menumbuhkan suasana kelompok. Lebih lanjut Slamet (2002: 24)
mengatakan bahwa suasana kelompok menyangkut keadaan moral, sikap, dan
perasaan-perasaan yang umum terdapat dalam kelompok. Sebagai
indikatornya dapat dilihat pada sikap anggota, mereka bersemangat atau
sebaliknya apatis terhadap kegiatan dan kehidupan kelompok. Kelompok
menjadi semakin dinamis jika anggota kelompok semakin bersemangat dalam
kegiatan dan kehidupan kelompok. Suasana kelompok dipengaruhi oleh
18
berbagai hal diantaranya adalah hubungan antara para anggota kelompok,
kebebasan berpartisipasi dan lingkungan fisik.
7) Tekanan Kelompok (Group Pressure)
Tekanan pada kelompok adalah tekanan-tekanan dalam kelompok
yang menimbulkan ketegangan pada kelompok untuk menimbulkan dorongan
ataupun motivasi dalam mencapai tujuan kelompok. Fungsi tekanan pada
kelompok (group pressure) adalah membantu kelompok mencapai tujuan,
mempertahankan dirinya sebagai kelompok, membantu anggota kelompok
memperkuat pendapatnya serta memantapkan hubungan dengan lingkungan
sosialnya. Tekanan pada kelompok merupakan tantangan bagi kelompok yang
dapat bersumber dari dalam maupun dari luar kelompok. Dalam
menumbuhkan tekanan pada kelompok harus cermat dan tepat. Ketepatan
menumbuhkan tekanan kelompok akan mendinamiskan kelompok. Cartwright
dan Zander (1968: 70), menyatakan bahwa kelompok dapat memberikan
tekanan kepada para anggotanya melalui nilai-nilai tertentu yang mengikat
perilaku anggota dalam kehidupan berkelompok. Semakin dirasakan sistem
penghargaan ataupun hukuman karena permintaan atau pelanggaran terhadap
nilai-nilai tersebut, akan semakin dirasakan tekanan pada kelompok. Tekanan
akan mendorong bertindak untuk mencapai tujuan kelompok, sedangkan
tekanan yang berasal dari luar dapat muncul sendiri atau dicari dalam bentuk
tantangan untuk peningkatan prestasi atau kritik dari luar kelompok.
8) Efektifitas Kelompok (Group Effectiveness)
Efektifitas kelompok adalah keberhasilan untuk melaksanakan
tugas-tugasnya dengan cepat dan berhasil baik serta memuaskan bagi
setiap anggota kelompok dalam rangka mencapai tujuan berikutnya
menurut Soedarsono(2005: 19). Efektifitas kelompok mempunyai
pengaruh timbal balik dengan kedinamisan kelompok. Kelompok yang
efektif mempunyai tingkat dinamika yang tinggi, sebaliknya kelompok
yang dinamis akan efektif mencapai tujuan-tujuannya. Efektivitas dapat
dilihat dari segi produktifitas, moral dan kepuasan anggota. Tercapainya
tujuan kelompok dapat digunakan sebagai ukuran produktifitas kelompok;
semangat dan sikap anggota dipakai sebagai ukuran moral; dan
19
keberhasilan anggota mencapai tujuan pribadi digunakan sebagai ukuran
kepuasan anggota. Semakin berhasil kelompok mencapai tujuannya,
semakin bangga anggota berasosiasi dengan kelompok itu dan semakin
puas anggota karena tujuan pribadinya tercapai. Dengan demikian
kelompok akan semakin efektif dan dinamika kelompok akan semakin
tinggi.
b. Kelompok
Menurut Sarwono (2005: 21) kelompok adalah dua individu atau lebih
yang berinteraksi tatap muka (face to face interaction), yang masing-masing
menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari
keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing
menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mancapai tujuan
bersama. Kelompok adalah dua orang atau lebih yang terhimpun atas dasar
adanya kesamaan, berinteraksi melalui pola/struktur tertentu guna mencapai
tujuan bersama, dalam kurun waktu yang relatif panjang menurut Slamet
(2002: 22). Sejalan dengan definisi tersebut, Iver dan Page dalam Mardikanto
(1993: 24) mengemukakan bahwa kelompok adalah himpunan atau kesatuan
manusia yang hidup bersama sehingga terdapat hubungan timbal balik dan
saling pengaruh-mempengaruhi serta memiliki kesadaran untuk saling tolong-
menolong. Cartwright dan Zander (1968: 69) beranggapan bahwa, interaksi
adalah salah satu bentuk aktual dari saling ketergantungan dan merupakan
unsur utama terwujudnya kelompok. Menurut Setiana (2005: 12) mengartikan
kelompok adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri dua atau lebih orang-orang
yang mengadakan interaksi secara intensif dan teratur sehingga di antara
mereka terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu yang
khas bagi kesatuan tersebut. Berdasarkan uraian pengertian kelompok tersebut
maka terlihat bahwa salah satu ciri terpenting dari suatu kelompok adalah
adanya tujuan bersama yang ingin dicapai oleh (anggota-anggota) kelompok
yang bersangkutan. Tujuan tersebut dicapai melalui pola interaksi yang
mantap dan masing-masing (individu yang menjadi anggotanya) memiliki
perannya sendiri-sendiri. menurut Munir (2001: 13) menyatakan bahwa suatu
20
individu dapat disebut sebagai suatu kelompok bila memiliki kualifikasi atau
syarat-syarat sebagai berikut: Keanggotaan yang jelas, teridentifikasi melalui
nama dan identitas lainnya, Adanya kesadaran kelompok yang semua
anggotanya merasa bahwa mereka merupakan sebuah kelompok dan ada orang
lain di luar mereka, serta memiliki kesatuan persepsi tentang kelompok,
Adanya kesamaan tujuan atau sasaran atau gagasan, Adanya saling
ketergantungan dalam upaya pemenuhan kebutuhan. Artinya setiap anggota
saling memerlukan pertolongan anggota lainnya untuk mencapai tujuan-
tujuan, yang membuat mereka menyatu dalam kelompok, Terjadinya interaksi,
yang setiap anggotanya saling berkomunikasi, mempengaruhi dan berinteraksi
terhadap anggota lainnya, Adanya kemampuan untuk bertindak dengan suatu
cara tertentu yang telah disepakati. Artinya kelompok sudah merupakan
kesatuan organisasi yang tinggal dalam penyampaian tujuan kelompok.
Menurut Slamet, M. (2002: 24), ada enam ciri kelompok yaitu : (1) terdiri
atas individu; (2) adanya saling ketergantungan; (3) adanya partisipasi yang
terus menerus dari anggota; (4) mandiri; (5) adanya keragaan yang terbatas.
Kelompok terbentuk dari adanya afiliasi di antara orang-orang tertentu. Ada
tiga elemen yang berhubungan secara langsung dalam proses terbentuknya
kelompok yaitu aktivitas, interaksi dan sentimen. Sedangkan Gibson,
Ivancevich, and Donnelly. (2006: 20) mengemukakan beberapa alasan yang
mendasari terbentuknya kelompok yaitu : (1) pemuasan kebutuhan; (2)
kedekatan; (3) daya tarik; (4) tujuan kelompok dan (5) alasan ekonomi.
Menurut Miles (1959: 75), jenis kelompok dapat dibedakan berdasarkan
tujuan yang ingin dicapai, dikenal adanya dua macam kelompok, yaitu
kelompok sosial (social group) dan kelompok tugas (task group). Tentang hal
ini menurut Bertrand, A.L. (1974: 86) mengemukakan bahwa kelompok sosial
lebih menekankan kepada tujuan pemenuhaan fungsi-fungsi sosial seperti
mencapai kesenangan atau kesehatan rohani. Sedangkan kelompok tugas lebih
menekankan kepada pelaksanaan tugas-tugas tertentu yang harus diselesaikan
dengan baik selama jangka waktu tertentu. Ciri lain yang membedakan antara
kelompok sosial dan kelompok tugas adalah: kelompok sosial akan tetap
21
bertahan keberadaannya, meskipun ada salah satu tugas yang telah
terselesaikan; sedang kelompok tugas, seringkali segera bubar/dibubarkan jika
tugas tunggal yang dibebankan itu telah terselesaikan. Sehingga, keterikatan
anggota dalam kelompok tugas hanya terbatas pada adanya tugas khusus yang
harus diselesaikan, sedang pada kelompok sosial, keterikatan kepada
kelompok itu seringkali berlangsung seumur hidup, kecuali jika memang
merasa sudah tidak ada persesuaian dalam hubungan sosialnya Mardikanto
(2009: 15). Kelompok merupakan salah satu konsep yang penting dalam
sosiologi. Ada beberapa pengertian yang menyangkut kelompok. Menurut
Horton dan Chester kelompok mencakup banyak bentuk interaksi manusia.
Hakekat keberadaan kelompok sosial bukanlah terletak pada kedekatan atau
jarak fisik, melainkan pada kesadaran untuk berinteraksi. Kesadaran
berinteraksi diperlukan oleh mereka untuk dapat menciptakan suatu kelompok,
sedangkan kehadiran fisik kadang-kadang sama sekali tidak diperlukan.
Banyak kelompok yang para anggotanya jarang sekali bertemu, namun
mereka saling berinteraksi melalui surat menyurat, telepon, mass media, dan
sebagainya.
Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup
bersama, oleh karena adanya hubungan antara mereka. Hubungan tersebut
antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan
juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. Suatu kelompok sosial
adalah suatu kesatuan yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana diantara
mereka terjadi komunikasi dua arah atau timbal balik serta interaksi satu
dengan yang lainnya. Jarak fisik yang dekat tidak menjadi ukuran karena
belum tentu terjadi interaksi, tetapi pada kesadaran untuk berinteraksi.
Kelompok sosial merupakan sekumpulan orang yang memiliki kesadaran
keanggotaan dan saling berinteraksi. Dalam kelompok sosial perlu dibedakan
pengertian agregasi sosial dan kategori sosial. Agregasi sosial merupakan
kumpulan orang dalam arti pengelompokan secara fisik tanpa mempersoalkan
adanya komunikasi diantara mereka. Akan tetapi, suatu agregasi sosial dapat
membentuk suatu kelompok sosial walaupun hanya untuk sementara apabila
22
terjadi suatu komunikasi dan interaksi diantara mereka. Adapun pengertian
kategori sosial adalah sejumlah orang yang digolongkan atas dasar ciri-ciri
tertentu tanpa mempersoalkan ada tidaknya komunikasi dan interaksi diantara
mereka, yang dimaksud dengan kategori sosial adalah, jenis kelamin, umur,
lapangan kerja, dan sebagainya. Suatu kelomok sosial dapat berjalan lama atau
permanen, seperti keluarga, santri di pesantren, subak di Bali, dan sebagainya.
Ada juga yang bersifat sementara, seperti penonton sepakbola, arisan, dan
sebagainya, Faktor-faktor pembentukan kelompok sosial diantaranya adalah :
(1) Keturunan atau geneologi satu nenek moyang; (2) Tempat tinggal bersama
atau territorial; (3) Kepentingan bersama. Syarat-syarat terbentuknya
kelompok sosial adalah: (1) Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia
merupakan anggota kelompok; (2) Ada hubungan timbal balik; (3) Ada satu
faktor yang dimiliki bersama oleh para anggota kelompok, sehingga hubungan
mereka bertambah erat; (4) Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola
perilaku.
Kekuatan dan kelemahan kepribadian seseorang bermula dari cara-cara
orang itu diintegrasikan kedalam jalinan hubungan kelompok. Dalam
mempelajari interaksi sosial dalam kelompok sosial, maka perlu dipelajari
ciri-ciri kelompok sosial. Dalam hal ini, ada kelompok sosial yang teratur atau
terorganisasi seperti kelompok sendiri dan kelompok luar, paguyuban dan
patempayan, primer dan sekunder, formal dan informal serta kelompok yang
tidak teratur seperti kerumunan dan publik. Penjelasan mengeni ciri-ciri sosial
lebih lanjut akan diuraikan bawah ini.
Kelompok sendiri mengacu pada pengertian saya termasuk di dalamnya,
seperti keluargaku, profesiku, klikku, dan sebagainya. Pada dasarnya semua
kelompok yang berakhir dengan kata punya saya. Jadi kelompok sendiri ialah
setiap kelompok dengan nama seseorang mengidentifikasikan dirinya sendiri
(kelompok kami) Kelompok luar mengacu pada pengertian saya tidak
termasuk di dalamnya, karena saya berada di luarnya. Jadi kelompok luar
adalah kelompok yang berada di luar kelompok sendiri (kelompok mereka)
Kelompok sendiri dan kelompok luar adalah penting karena keduanya
23
mempengaruhi perilaku perilaku-perilaku. Dari semua anggota kelompok
sendiri, kita acapkali mengharapkan pengakuan, kesetiaan, dan pertolongan.
Dari kelompok luar kadang kita merima sikap bermusuhan, semacam
kompetisi yang lunak, atau sikap acuh tak acuh. Perilaku manusia dipengaruhi
oleh kelompok sendiri dan kelompok luar. Pada dasarnya, kelompok sendiri
dengan kelompok luar dapat dijumpai disemua masyarakat, walaupun
kepentingan-kepentingannya tidak selalu sama sehingga terdapat perbedaan-
perbedaan yang mendasar diantara kelompok sendiri dengan kelompok luar.
Perbedaan ini dapat diukur dengan menggunakan konsep: Jarak sosial (social
distance), Kelompok acuan ( Referens), Stereotip.
Jarak sosial adalah untuk mengukur kadar kedekatan atau penerimaan
yang kita rasakan terhadap kelompok lain. Jarak sosial diukur melalui
pengamatan langsung terhadap orang-orang yang sedang berinteraksi atau
menggunakan kuesioner yang menanyakan kepada orang-orang tertentu,
tentang orang yang bagaimana yang dapat mereka terima dalam suatu jalinan
hubungan tertentu. Kuesioner jarak social mungkin tidak dapat mengukur apa
yang sebenarnya orang atau kelompok akan lakukan seandainya anggota
kelompok lain berupaya untuk menjadi teman atau tetangga. Skala jarak sosial
sekadar mengukur perasaan keenggenan seseorang untuk bergaul dengan
suatu kelompok tertentu. Setiap masyarakat memiliki kelompok sendiri dan
kelompok luar, tetapi perasaan akan jarak sosial dapat saja lebih besar pada
masyarakat tertentu dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Kelompok
acuan adalah suatu kelompok yang menjadi acuan ketika kita memerlukan
suatu kelompok yang penilaiannya sama dengan orang lain akan penilaian
kita. Kelompok acuan digunakan sebagai model, walaupun kita bukan bagian
dari kelompok tersebut, contoh konsep masyarakat kelas atas, penting untuk
pemaparan kelas sosial atas. Stereotif adalah gambaran umum suatu kelompok
tentang kelompok lainnya atau sejumlah orang yang telah diterima secara luas
oleh masyarakat. Cara pandang stereotif diterapkan tanpa pandang bulu
terhadap semua anggota kelompok yang distereotifkan, tanpa memperhatikan
adanya perbedaan yang bersifat individual. Stereotif dianggap penting karena
24
orang memperlakukan para anggota kelompok lainnya berdasarkan gambaran
stereotif tentang kelompok tersebut, setidak-tidaknya pada tahap permulaan
orang-orang bernteraksi dengan stereotif, bukan dengan kepribadian
sebenarnya.
Pengertian kelompok primer cukup banyak, dalam penulisan ini akan
dibahas dari berapa pakar. Menurut Selo kelompok primer atau kelompok
utama ialah kelompok-kelopok kecil yang agak permanen atau langgeng dan
didasarkan kenal mengenal secara pribadi antara sesama anggotanya. Menurut
Soerjono (2003: 10) kelompok primer merupakan kelompok kecil, dimana
hubungan diantara para anggotanya bersifat pribadi dan intim, kebanyakan
dalam berkomunikasi berhadapan muka, hubungan lebih bersifat permanen,
lebih banyak waktu bersamasama dan mempunyai loyalitas yang kuat
terhadap kelompok. Kelompok kecil lebih banyak mempunyai cita-cita
informal, misalnya tidak ada seorang pemangku tugas secara khusus atau
tempat pertemuan secara teratur dan keputusan-keputusan lebih banyak
bersandar pada tradisi. Adapun kelompok primer merupakan suatu kelompok
dimana kita dapat mengenal orang lain sebagai suatu pribadi yang akrab.
Hubungan sosial yang terjadi dalam kelompok primer bersifat informal atau
tidak resmi, akrab, personal, dan total yang banyak mencakup aspek dari
pengalaman hidup seseorang. Jadi dalam hubungan primer terdapat hubungan
yang bersifat tidak resmi, akrab, pribadi dan merupakan kelompok-kelompok
kecil.
Adapun kelompok sekunder adalah kelompok yang umumnya mempunyai
anggota yang cukup banyak, hubungan antar anggota tidak bersifat pribadi,
hanya sedikit terjadi hubungan-hubungan yang berhadapan muka dan para
anggota relatif terbatas menyediakan waktu untuk bersama-sama, ciri
formalitas sangat menonjol, misalnya ada penangan tugas-tugas kelompok,
ada pertemuan secara teratur, dan keputusan keputusan kelompok lebih
menekankan pada efesiensi kegiatan kelompok menurut Soerjono (2003: 12).
kelompok sekunder adalah kelompok-kelompok besar terdiri dari banyak
orang, dalam berhubungan tidak berdasarkan kenal secara pribadi, dan sifat
25
hubungan tidak langgeng. Kelompok sekunder dapat diartikan sebagai
kelompok dengan jumlah anggota banyak, pertemuan bersifat formal, pribadi,
terpisah maksudnya pertemuan tidak harus selalu dengan betatap muka kadang
tidak bersifat akrab, dan berazaskan manfaat bagi anggotanya. Kelompok
sekunder pada umumnya terdapat kehidupan masyarakat perkotaan. Dalam
kelompok sekunder, seseorang tidak berurusan dengan orang lain sebagai
suatu pribadi, tetapi sebagai orang yang berfungsi dalam menjalankan suatu
peran. Kualitas pribadi tidak penting, yang dianggap penting adalah cara kerja.
Hanya aspek atau bagian dari seluruh kepribadian yang terlibat dalam
menjalankan peran itu dianggap penting. Istilah primer dan sekunder
menggambarkan tipe hubungan dan tidak mengandung pengertian bahwa
kelompok yang satu lebih baik dari kelompok yang lainnya. Kelompok primer
dapat saja terlibat dalam penanganan suatu pekerjaan, namun penilaian
terhadap kelompok ini tetap didasarkan pada kualitas hubungan manusiawi
bukannya pada efesiensi kerja. Kelompok sekunder mungkin juga bersifat
menyenangkan, namun orientasi utama kelompok ini adalah penyelesaian
pekerjaan. Kelompok primer dinilai dari kemampuannya untuk melaksanakan
tugas mencari memberikan reaksi manusiawi yang memuaskan, sementara
kelompok sekunder dinilai dari kemampuannya untuk melaksakan tugas
mencari tujuan. Dengan kata lain, kelompok primer berorientasi pada
hubungan, adapun kelompok sekunder berorientasi pada tujuan. Dalam
kelompok primer kepribadian seseorang dibentuk, seseorang menemukan
keakraban, rasa simpatik, dan kebersamaan yang menyenangkan yang
berkaitan dengan banyak minat serta kegiatan. Dalam kelompok sekunder
seseorang menemukan cara yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu,
walaupun cara tersebut sering kali mengorbankan hati kecil seseorang. Jadi
kelompok primer dan sekunder dianggap penting karena perasaan dan perilaku
merupakan dua hal yang berbeda. Konsep perasaan dan perilaku tetap
bermanfaat untuk diteliti, karena semuanya menggambarkan perbedaan
penting dalam segi perilaku. Bagaimana keterkaitan dan keberlangsungan
kelompok primer dan kelompok sekunder. Untuk memahami kedua kelompok
26
ini secara baik, maka kita harus dapat menggambarkan secara tepat keadaan
individu dengan mengkaitkannya dengan masyarakat. Hal yang sering terjadi
dewasa ini, misalnya kelompok sekunder tidak menggantikan kelompok
primer, seperti klik dan keluarga sebagai kelompok primer yang cukup penting
sekarang ini.
Klik merupakan kelompok kecil dari orang-orang yang saling saling akrab
dan memiliki perasaan kelompok sendiri yang kuat didasarkan pada sentimen
dan minat yang sama. Ternyata dalam kelompok sekunder klik juga tumbuh,
bahkan dalam kelompok sekunder memiliki sejumlah besar klik yang
memberikan keintiman personal dalam sebuah organisasi yang bersifat
impersonal. Demikian juga dengan keluarga, sampai dewasa ini keluarga
dianggap lebih merupakan kelompok keakraban dan merupakan suatu bukti
dari adanya keberlangsungan kelompok primer dalam kelompok sekunder.
Jadi kelompok primer dapat memperkuat kesatuan organisasi dengan
membantu para anggotanya untuk saling kerja sama dalam melaksanakan
tugas-tugas pekerjaan. Di sisi lain, hubungan sosial dalam kelompok primer
kadang-kadang dimodifikasi atau dirusak oleh kelompok sekunder dalam
rangka mencapai tujuan, namun kelompok primer juga sebaliknya mampu
memberikan pengaruh positif terhadap kelompok sekunder.
Dengan demikian, kelompok sekunder menciptakan jaringan kelompok
primer baru yang memberikan keakraban dan tanggapan personal dalam
situasi impersonal yang berbeda. Dalam masyarakat modern yang dalam
perkembangannya dipengaruhi oleh jalinan hubungan kelompok sekunder,
akan tetapi banyak fungsi lama dari kelompok primer telah diperankan oleh
kelompok sekunder besar yang impersonal dan berorientasi pada tujuan.
Dengan demikian, meskipun banyak kelompok dengan mudah dapat
diidentifikasikann sebagai kelompok primer atau sekunder, akan tetapi kedua
kelompok itu saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya.
27 3. Keberadaan suporter sepakbola
Keberadaan kelompok suporter tidak terlepas dari pengelolaan yang baik.
Berkembang atau tidaknya kelompok suporter tidak terlepas dari unsur-unsur
organisasi, manajemen, dan pendanaan. Perkembangan kelompok suporter
dapat diketahui dari keadaan organisasi, manajemen, dan pendanaan. Kegiatan
kelompok suporter dapat berjalan dengan baik, jika unsur-unsur tersebut
berfungsi dengan baik dan dapat saling menjalin kerjasama antara yang satu
dengan lainnya. Namun sebaliknya, jika unsur-unsur pendukung tersebut tidak
dalam kondisi baik, maka kegiatan kelompok suporter tidak dapat berjalan
sebagaimana mestinya, sehingga sedikit banyak akan berdampak menurunnya
kelompok suporter itu sendiri.
a. Hakekat suporter
Pendukung sepakbola atau yang lebih dikenal dengan suporter bahkan
menjadi faktor penentu kemenangan, karena dengan dukungannya yang
atraktif dapat menjatuhkan mental pemain lawan. Menurut Anung Handoko
(2008: 35) pada hakekatnya penonton atau penikmat sepakbola dibagi menjadi
2, yaitu “penonton (audience) yang hanya menonton sepakbola saja dan
suporter yakni suatu kelompok yang mengambil peran tidak hanya sebagai
penonton (audience), tetapi juga sebagai penampil (performer). Maksudnya
suporter memebedakan identitas dengan penonton biasa, mereka lebih
berkreasi dan atraktif”. Menurut Anung Handoko (2008: 35) bahwa suporter
mempunyai sifat yang lebih fanatik dan millitan dalam mendukung setiap
pertandingan yang dilakukan oleh tim sepakbola kesayangannya. Sejarah
suporter modern sendiri diawali dengan perkembangan sepakbola modern
abad ke-19, tepatnya dengan didirikan Football Association (FA) pada tahun
1983. Setelah itu berkembanglah kelompok suporter sepakbola seperti di Italia
dengan sebutan Ultras, di Norwegia disebut dengan Viking, Milanisty (klub
AC Milan), dan lain sebagainya. Komunitas suporter tersebut didirikan dengan
terorganisir dan independen.
Besarnya peranan suporter bagi satu tim berbanding terbalik dengan ekses
negative yang ditimbulkannya. Bagai dua sisi mata uang koin, suporter yang
28
memberikan sisi positif juga mempunyai sisi negative. Sisi negative tersebut
ada apabila dukungan yang diberikan oleh suporter berbentuk ekstrem bahkan
menjurus tindakan anarki. “Berdasarkan sejarah, perilaku anarki suporter ini
bermula terjadi di Inggris dan dikenal dengan istilah hooligan. Menurut O.C.
Kaligis (2007: 39) bahwa hooligan sendiri diidentifikasi dengan orang yang
sering membuat keonaran atau kerusuhan. Indonesia sebagai Negara pecinta
sepakbola juga mempunyai suporter fanatik yang setia dalam mendukung tim
nasional maupun klub-klub yang ada di Indonesia. Sejarah suporter di
Indonesia sejalan dengan Liga Indonesia III tahun 1997/1998 yang dipelopori
oleh Arema.
Menurut Hornby (2000: 30) mendefenisikan suporter adalah seseorang
yang mendukung sebuah kelompok atau pemikiran. Menurut Alwi (2005: 27)
mendefinisikan suporter adalah orang yang memberikan dukungan, sokongan,
dalam pertandingan. Menurut Alwi (2005: 29) mendefinisikan pendukung
adalah orang mendukung, menyokong, dan menunjang. Menurut Hornby
(2000: 34) mendefinisikan pendukung adalah seseorang yang secara sukarela
ikut ambil bagian dalam mendukung sebuah teori, konsep, kegiatan. Dengan
demikian dapat disimpulkan suporter adalah seseorang yang memberikan
dukungan kepada sebuah kelompok dalam pertandingan.
Suporter sepakbola Dalam sebuah pertandingan sepakbola di stadion
biasanya terdapat sejumlah orang yang datang hanya untuk meramaikan
stadion dan sejumlah orang yang datang dengan rasa fanatisme terhaadap tim
kebanggannya Sejumlah orang yang datang hanya untuk meramaikan inilah
yang bisa disebut sebagai penonton. Biasanya penonton hanya menikmati
pertandingan sehingga kurang memberikan semangat bagi pemain, lain hanya
dengan suporter. Biasanya dengan suporter inilah pemain mendapat semangat
yang lebih untuk memenangkan pertandingan. Suporter sepakbola merupakan
sebuah kumpulan atau kerumunan orang pada tempat yang sama yang
adakalanya mereka tidak saling mengenal dan memeiliki sifat yang peka
terhadap rangsangan dari luar. Suporter sepakbola ini walaupun mereka
berada di tempat sama, medukung tim yang sama bahkan juga mengenakan
29
atribut yang sama sekalipun namun para suporter belum tentu mereka
mengenal satu sama lainnya. Namun mereka memiliki rangsangan yang sama
seperti ekspresi jika tim yang mereka dukung hampir mencetak gol, atau jika
tim mereka kalah para suporter ini memiliki ekspresi yang sama baik itu
berteriak, bersorak atau bahkan terdiam dalam mengekspresikan kejadian yang
ada di lapangan. Tidak hanya dalam mengekspresikan setiap kejadian di
lapangan, jika dalam suatu keadaan suporter ini mengalami kerusuhan dengan
suporter lain atau aparat mereka juga akan saling melindungi dan membantu
suporter lain bahkan yang mereka tidak kenal sekalipun. Hal ini didasarkan
rasa solidaraitas yang ada dalam jiwa suporter. Tanpa mereka koordinasi
secara spontan para kelompok suporter akan selalu melindungi dan membantu
rekan-rekan mereka yang lainnya. Menurut Hinca menyatakan bahwa suporter
atau fans club adalah sebuah organisasi yang terdiri sejumlah orang yang
bertujuan untuk mendukung sebuah klub sepak bola. Suporter harus berafiliasi
dengan klub sepakbola yang didukungnya, sehingga perbuatan suporter akan
berpengaruh terhadap klub yang didukungnya. Dari beberapa definisi
mengenai suporter dapat disimpulkan bahwa suporter sepakbola ialah sebuah
kerumunan orang yang berada pada tempat yang sama yang memberikan
dukungan terhadap sebuah tim yang di belanya dengan sepenuh jiwanya.
Menurut Chols, J. M dan Hassan, S. (1988: 85) kata suporter berasal dari
kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris to support dan akhiran (suffict) –er. To
support artinya mendukung, sedangkan akhiran –er menunjukkan pelaku.
Suporter dapat diartikan sebagai orang yang memberikan support atau
dukungan. Suporter sepakbola merupakan orang atau sekelompok orang yang
menyaksikan ataupun memberikan dukungan pada suatu tim dalam
pertandingan sepakbola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penonton
sepakbola merupakan kumpulan orang yang berada dalam suatu situasi sosial
tertentu, yaitu situasi pertandingan sepak bola yang menyaksikan atau
memberikan dukungan kepada tim yang dijagokannya. Oleh karena suporter
sepak bola merupakan suatu kumpulan orang, maka untuk memahami
30
perilakunya diperlukan penjelasan yang terkait dengan konsep seperti situasi
sosial dan kelompok sosial.
Suporter merupakan suatu bentuk kelompok sosial yang secara relatif tidak
teratur dan terjadi karena ingin melihat sesuatu (spectator crowds).
Kerumunan semacam ini hampir sama dengan khalayak penonton, akan tetapi
bedanya pada spectator crowds adalah kerumunan penonton tidak
direncanakan, serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada umumnya tak
terkendalikan. Sedangkan suatu kelompok manusia tidak hanya tergantung
pada adanya interaksi di dalam kelompok itu sendiri, melainkan juga karena
adanya pusat perhatian yang sama. Fokus perhatian yang sama dalam
kelompok penonton yang disebut suporter dalam hal ini adalah tim sepak bola
yang didukung dan dibelanya. Apakah mengidolakan salah satu pemain,
permainan bola yang bagus dari tim sepakbola yang didukungnya, ataupun tim
yang berasal dari individu tersebut berasal. Suporter memang sangat
dibutuhkan oleh klub sepakbola. Kehadirannya bisa meningkatkan semangat
dan yang tak kalah pentingnya adalah menghasilkan pemasukan bagi tim.
Keberadaan suporter memberikan keuntungan dan juga kerugian pada klub
sepakbola. Di satu sisi bisa meningkatkan nama klub yang dibela. Di sisi lain,
perilaku buruk yang ditunjukkan suporter bisa menghancurkan reputasi dan
nama baik tim sepakbola. Keberadaan suporter atau pendukung merupakan
salah satu pilar penting yang wajib ada dalam suatau pertandingan sepakbola
agar tidak terasa hambar dan tanpa makna. Kelompok suporter merupakan
fenomena lebih lanjut dari legalisasi komunitas pendukung suatu kesebelasan.
Suporter adalah orang yang memberikan dukungan, sehinga bersifat aktif.
b. Peranan suporter
Menurut Soekanto (1990: 93) Peranan suporter sepakbola bisa
dikatakan sebagai perilaku sosial di mana tingkah laku suporter yang
berlangsung dalam lingkungan menimbulkan akibat atau perubahan terhadap
tingkah laku berikutnya. Perilaku suporter baik itu perilaku yang bersifat
negatif maupun positif tentunya berpengaruh terhadap lingkungannya dan
perilaku suporter selanjutnya. Salah satu perilaku negatif para suporter sepak
31
bola ialah dengan melakukan tindakan anarkis yang di lakukan para kelompok
suporter dengan melakukan tawuran/tindak kekerasan antar suporter,
pengrusakan fasilitas serta melakukan tindakan kriminal seperti penjarahan
dan lain-lain. Perilaku negatif yang di lakukan oleh para oknum suporter yang
tidak bertanggung jawab akan mengakibatkan dampak yang buruk baik bagi
kelompok suporter itu sendiri bahkan berdampak juga terhadap klub yang
mereka banggakan. Sebagai perilaku sosial tak heran keberadaan suporter
sepakbola berdampak pada masyarakat bahkan mendapat perhatian dari
media.
Suporter memang sangat dibutuhkan oleh klub sepakbola.
Kehadirannya bisa meningkatkan semangat dan yang tak kalah pentingnya
adalah menghasilkan pemasukan bagi tim. Keberadaan suporter memberikan
keuntungan dan juga kerugian pada klub sepakbola. Di satu sisi bisa
meningkatkan nama klub yang dibela. Di sisi lain, perilaku buruk yang
ditunjukkan suporter bisa menghancurkan reputasi dan nama baik tim
sepakbola. Keberadaan suporter atau pendukung merupakan salah satu pilar
penting yang wajib ada dalam suatau pertandingan sepakbola agar tidak terasa
hambar dan tanpa makna. Kelompok suporter merupakan fenomena lebih
lanjut dari legalisasi komunitas pendukung suatu kesebelasan. Suporter adalah
orang yang memberikan dukungan, sehinga bersifat aktif. Di lingkungan
sepakbola, suporter erat kaitannya dengan dukungan yang dilandasi oleh
perasaan cinta dan fanatisme terhadap tim. Suporter sendiri merupakan bentuk
eksistensi dari masyarakat, yang mempunyai sebuah bentuk kebanggaan serta
kencintaan terhadap tim sepakbola. Hal ini yang membuat fanatisme suporter
timbul. Mereka akan sangat senang jika tim mereka menang namun bisa
sangat marah jika yang terjadi sebaliknya.
Suporter tersebut tentu sangat menginginkan tim sepakbola yang
diidolakannya menang, untuk itu mereka rela memberikan dukungan kepada
timnya dengan melihat pertandingan timnya secara langsung. Saat
pertandingan berlangsung sering kali para suporter tersebut sulit
mengendalikan emosinya sehingga terjadi tindakan kekerasan antar suporter
32
dan tidak sedikit pula mencederai pihak lain, bahkan melakukan perusakan
fasilitas umum secara brutal yang mengarah pada tindakan anarkis. Adapun
faktor yang mempengaruhi perilaku suporter sepakbola, yaitu: (a)
Kepemimpinan wasit, wasit dalam memimpin pertandingan sering disoroti
sebagai pemicu perilaku suporter sepakbola yang agresif yang dapat
merugikan banyak kalangan. Permasalahan tentang wasit tidak hanya di
Surabaya tetapi sudah menjadi masalah nasional. Wasit seringkali kurang
tegas dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan, hal inilah yang
menyebabkan suporter kesebelasan merasa kesal dan kurang puas sebagai
pelampiasan dari keputusan wasit yang kurang tegas, (b) Permainan kasar tim
lawan, pertandingan sepakbola akan dapat dinikmati jika kedua kesebelasan
menunjukkan permainan yang cantik, semangat, dan enak ditonton. Suporter
sepakbola akan marah jika kesebelasan yang bertanding bermain kasar,
sebagai rasa ketidakpuasan maka para suporter sepakbola mulai berperilaku
aktif yakni melempari pemain yang bermain kasar (terutama pemain lawan)
dengan botol air mineral ataupun dengan berbagai cemooh, (c) Kekalahan tim
yang didukung, suporter sepakbola suatu kesebelasan sepakbola di surabaya
khususnya dan di Indonesia pada umumnya belum cukup dewasa untuk
menerima kenyataan yang terjadi di lapangan. Suporter sepakbola akan
merasa puas dan senang bila kesebelasan yang didukungnya menang. Suporter
sepakbola akan kecewa, kurang puas dan merasa terhina jika kesebelasan yang
didukung mengalami kekalahan. Inilah salah satu kelemahan suporter
sepakbola di Surabaya khususnya dan di Indonesia pada umumnya yang masih
belum dapat menerima kenyataan bila kesebelasan yang cintainya kalah dalam
pertandingan, (d) Overacting nya petugas keamanan. Petugas keamanan
sebenarnya adalah mengamankan jika ada suporter sepak bola yang
melakukan perbuatan yang merugikan kedua belah pihak kesebelasan yang
sedang bertanding. Namun, pada kenyataannya banyak kejadian yang
diakibatkan petugas keamanan, penuh kreatif, dan kreasi yang ditunjukkan
oleh suporter sepak bola dalam mendukung kesebelasannya yang kemudian
dilarang dengan cara yang kasar serta main pukul pakai tongkat. Petugas
33
beranggapan bahwa suporter sepakbola itu sebagai musuh, seandainya jika
pandangan ini diubah dengan beranggapan bahwa suporter sepak bola itu
teman serta petugas dapat mengarahkan mereka, tentu terjalin kerja sama yang
baik antara petugas keamanan dan suporter sepak bola.
1) Pembinaan suporter
Suporter dalam perkembangannya banyak yang tidak mengerti
tentang bagaimana cara mendukung tim kebanggaannya dengan baik,
peran pemerintah dan klub sepakbola seharusnya berperan besar dalam hal
ini. Di eropa sendiri sudah berjalan pembinaan-pembinaan yang membuat
suporternya tidak lagi membuat onar dalam pertandingan, karna kesadaran
yang besar dan sangsi yang tegas bagi para suporter yang membuat
keributan dalam pertandingan. Di Indonesia sendiri sebenarnya juga ada
peraturan seperti halnya di eropa, akan tetapi tidak tegasnya PSSI dalam
hal ini patut mendapat perhatian.
Stadion-stadion sepakbola Indonesia saat ini tidak lagi hambar
sekedar teriakan dan cacian atas apa yang terjadi di lapangan. Sebelum
munculnya suporter-suporter sepakbola di Indonesia permainan sepakbola
hanya dilihat oleh pendukung-pendung klub yang bertanding yang saling
menteror klub atau pemain dari masing-masing klub yang bertanding.
Namun sekarang ini telah mengalami perubahan. Dalam hal ini Anung
Handoko (2008: 77) menyatakan: Stadion-stadion sepakbola telah berubah
menjadi panggung yang menampilkan pertunjukkan dan atraksi baik dari
pemain maupun kelompok suporter lewat lagu, yel-yel dan gerakan yang
menghibur. Suasana stadion yang dulu angker dan penuh dengan
kekerasan kini perlahan berubah menjadi tempat yang cukup nyaman
untuk memperoleh hiburan.
Pendapat tersebut menujukkan bahwa, kehadiran suporter di
stadion memberi nuansa tersendiri. Bagi para penonton memperoleh
hiburan di samping menyaksikan pertandingan dari dua klub yang sedang
bertanding. Melalui lagu-lagu, yel-yel atau atraksi dan tarian-tarian yang
dilakukan para suporter menjadi tontonan yang menarik. Dan bagi pemain
34
dari suporter yang mendukungnya menjadi motivasi, sehingga semangat
bertanding menjadi lebih besar dan berusaha memberikan yang terbaik
bagi para suporternya.
2) Suporter dalam pertandingan
Aksi pelemparan botol-botol air mineral, batu, ejekan dan
cemoohan terhadap pemain dari tim lawan yang berbau SARA (suku, ras,
agama), merupakan gambaran prilaku anarkis suporter didalam lapangan.
Di luar lapangan, supporter dapat melakukan hal-hal yang lebih tidak
terpuji lagi seperti yang dilakukan BONEK akhir-akhir ini. Terjadinya
kerusuhan oleh suporter yang kerap mewarnai persepak bolaan di
Indonesia disebabkan oleh banyak faktor. Baik dari segi keamanan,
pemerintahan, panitia penyelenggara, perekonomian, sosiologis
masyarakat dan banyak hal lain. Fenomena anarkisme yang kerap
mewarnai pertandingan sepak bola juga ditenggarai oleh sikap atlet sepak
bola Indonesia yang banyak belum menganut paham Sportivitas dalam
pertandingan olahraga sehingga berimbas pada kefanatisan suporternya.
Permusuhan sering menjadi penyebab timbulnya keributan dan
kekerasan pada olahraga dan pertandingan. Banyak faktor yang dapat
memicu terjadinya permusuhan dan salah satunya yaitu sikap agresif yang
pada cabang-cabang olahraga tertentu sering diperlukan. Sikap agresif
ialah sikap yang menunjukkan usaha yang aktif, menyusun berbagai
strategi untuk menguasai permainan dan mencapai kemenangan. Y.
Singgih D. Gunarsa (1989 : 187-188) mengatakan beberapa faktor yang
mempercepat timbulnya keributan dan kekerasan pada sebuah
pertandingan olahraga beregu diantaranya : Penggemar tidak realistis
terhadap penampilan regu, harapan terhadap regu terlalu tinggi, Ikatan
yang kuat antara penggemar dan regu pujaannya, hasil penampilan regu
pada pertandingan sangat berbeda, wasit dan ofisial kurang kompeten,
terlalu memihak pada salah satu regu yang bertanding, permainan regu
yang mencapai prestasi rendah akan menambah ketegangan, sebaliknya
35
prestasi yang tinggi akan mengurangi ketegangan, banyak pelanggaran
pada permulaan pertandingan.
c. Organisasi suporter
Organisasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu
kegiatan suatu kelompok. Hal ini karena organisasi merupakan bagian yang
berfungsi mengelola kegiatan pembinaan. Pembinaan dapat berjalan dengan
baik, jika organisasi yang menangani pembinaan tersebut berfungsi
sebagaimana mestinya. Tanpa adanya organisasi, maka kegiatan suatu
kelompok tidak dapat berjalan dengan lancar. Organisasi pada dasarnya
merupakan sekumpulan orang-orang yang melakukan bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan organisasi Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi yang dikutip Suratmi WS. (1991: 8) menyatakan,
Organisasi adalah sistem kerjasama antara dua orang atau lebih yang secara
sadar dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Menurut Soebagio Hartoko (1994:
13) bahwa, Organisasi adalah struktur hubungan pribadi dalam wewenang
formil dan kebiasaan di dalam system organisasi. Sedangkan Depdiknas
(2001: 803) mendefinisikan pengertian organisasi menjadi dua yaitu:
Organisasi merupakan kesatuan (susunan dan sebagainya) yang terdiri atas
bagian-bagian (orang dan sebagainya) di perkumpulan dan sebagainya untuk
tujuan tertentu. Kelompok kerjasama antara orang-orang yang diadakan untuk
mencapai tujuan bersama. Berdasarkan pengertian organisasi yang
dikemukakan tiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, unsur utama suatu
organisasi yaitu sekumpulan orangorang, melakukan kerjasama dan mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Sulistriyo, Ign. Wagimin
dan Hery Sawiji (2003: 52) bahwa, istilah organisasi dalam kehidupan sehari-
hari diartikan dalam tiga kelompok yaitu: Organisasi dalam arti statis,
Organisasi dalam arti dinamis dan Organsiasi dalam arti lembaga atau badan.
Organisasi dalam arti statis adalah kerangka hubungan antara orang-orang
yang tergabung, dan yang bergerak ke arah usaha untuk mencapai tujuan
tertentu. Jadi organisasi dalam arti statis atau sebagai wadah ini merupakan
gambaran secara skematis tentang struktur daripada bagian-bagian dari suatu
36
badan atau lembaga. Gambaran organisasi dalam arti statis dapat dilihat
dengan indera mata dengan bantuan bagan organisasi. Organisasi dalam arti
dinamis adalah suatu proses penentuan bentuk dan pola dari suatu organisasi,
yang wujud dari kegiatan-kegiatannya meliputi pembagian pekerjaan,
pembatasan tugas-tugas, pembatasan kekuasaan dan tanggung jawab, beserta
pengaturan hubungan antar bagian-bagian di dalam lembaga atau badan yang
bersangkutan. Organisasi dalam arti badan atau lembaga adalah sekelompok
orang yang tergabung dan terikat secara formal dalam sistem kerjasama untuk
mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Atau dengan kata
lain, dimana saja dalam kondisi dan keadaan apa pun, apabila ada sekelompok
orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan muncullah apa yang disebut
organisasi. Pengertian organisasi dalam arti badan atau lembaga ini di dalam
arti statis dan dinamis.
d. Manajemen suporter
Mendefinisi manajemen secara tepat merupakan masalah yang
sulit, karena definisinya sangat universal. Berkaitan dengan manajemen
Soebagio Hartoko (1994: 18) menyatakan, “Manajemen adalah perbuatan
yang menggerakkan sekelompok orang dan mengerahkan semua fasilitas
dalam usaha kerjasama”. Menurut Sulistriyo, Ign. Wagimin, dan Hery
Sawiji (1987: 6) manajemen yaitu rangkaian perbuatan menggerakan
karyawan-karyawan dengan mengerahkan segenap fasilitas kerja agar
tujuan kerja sama itu benar-benar tercapai. Berdasarkan pengertian
manajemen yang dikemukakan dua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa,
unsur-unsur dari manajemen yaitu adanya tujuan yang ditetapkan, tujuan
ditetapkan melalui orang lain dan diperlukan bimbingan dan pengawasan.
Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dari kerjasama dalam suatu
organisasi, maka manajemen dibedakan menjadi dua yaitu menggerakkan
sekelompok orang dengan mendorong, memimpin, mengarahkan dan
menertibkan, mengerahkan semua fasilitas dengan menghimpun,
mengatur, memelihara serta mengendalikan alat-alat, benda, uang, ruang
dan waktu. Berdasarkan hal tersebut, manajemen memiliki fungsi yang
37
penting dalam sebuah organisasi. Lebih lanjut Soebagio Hartoko (1994:
18) menyatakan fungsi manajeman yaitu: “(1) Perencanaan, (2)
Menentukan keputusan, (3) Pembimbingan, (4) Pengorganisasian, (5)
Pengendalian”. Sebuah organisasi akan berjalan dengan baik dan lancar,
jika pengelolaan manajemennya juga baik. Dapat dikatakan, berjalan atau
tidaknya sebuah organisasi sangat bergantung dari manajemennya. Oleh
karena itu, dalam suatu organisasi peranan manajemen sangat penting dan
harus berjalan dengan baik dan benar.
e. Dana suporter
Pendanaan atau dana merupakan faktor yang penting dalam kegiatan
olahraga. Dapat dikatakan, berjalan atau tidaknya kegiatan olahraga sangat
bergantung dari pendanaan. Oleh karena itu, suatu kegiatan olahraga harus
memiliki dana yang cukup agar kegiatan olahraga dapat berjalan dengan
lancer dan tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Adapun yang dimaksud
dengan dana menurut Depdiknas. (2001: 234) bahwa, Dana merupakan uang
yang disediakan untuk suatu perkumpulan, biaya, kesejahteraan, pemberian
hadiah. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dana merupakan uang yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan olahraga. Oleh karena itu,
dalam pembinaan olahraga pengelolaan keuangan harus dilakukan sebaik
mungkin. Adapun yang dimaksud keuangan menurut Ign. Wagimin (1987: 7)
yaitu, “Rangkaian perbuatan mengelola pembelanjaan dalam usaha
kerjasama”. Menurut Sulistriyo (2003: 5) “Keuangan yaitu proses kegiatan
yang berkenaan dengan pengadaan, pengalokasian, penggunaan dan
pertanggungjawaban”. Uang yang dimiliki suatu organisasi harus dikelola
dengan baik, digunakan sesuai dengan kebutuhan dan dari penggunaan uang
tersebut harus ada pertanggungjawabannya. Pertanggungjawaban penggunaan
uang dalam sebuah organisasi adalah sangat penting, sehingga semua orang-
orang yang terlibat dalam organisasi tersebut mengetahui penggunaan uang
secara keseluruhan. Dengan adanya uang, maka segala sesuatu yang
dibutuhkan dalam pembinaan olahraga dapat terpenuhi. Tanpa adanya dana
yang memadai kegiatan olahraga tidak dapat berjalan. Oleh karena itu, suatu
38
kegiatan olahraga harus memiliki dana yang cukup agar kegiatan pembinaan
olahraga dapat berjalan dengan lancar dan tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai. dapat diperoleh dari berbagai sumber. Dana dapat digali dari orang-
orang yang terlibat dalam kegiatan olahraga tersebut, sponsor, bantuan
pemerintah, sumbangan dari masyarakat dan lain sebagainya. Untuk
mendapatkan dana, maka adanya organisasi sangat penting dalam kegiatan
olahraga. Dari organisasi yang telah dibentuk, tentunya ada bagian khusus
yang bertugas untuk menggali atau mencari dana. Kepengurusan organisasi
bagian dana harus terampil mencarikan sumber dana dari berbagai pihak.
Dalam menggali dana dari kepengurusan organisasi yang menangani
pendanaan dapat menempuh beberapa cara misalnya, mengadakan iuran dari
anggota dan pengurus organisasi, mengajukan proposal ke pemerintah atau
masyarakat, membuat karcis atau tiket pertandingan dan lain sebagainya. Hal
yang terpenting dalam menggali dana dibuat laporan yang transparan baik dari
pemasukan dan pengeluaran. Pengelolaan dana yang baik dan benar akan
sangat berpengaruh terhadap sehat dan tidaknya suatu organisasi. Namun
sebaliknya, pengelolaan dana yang tidak benar organisasi tidak berjalan lancar
atau bahkan macet, sehingga tujuan organisasi tidak tercapai.
4. Dinamika kelompok suporter sepakbola
Perkembangan suporter yang cepat selain memberikan sisi positif juga
mempunyai dampak/ekses yang negative. Akibat fanatisme yang berlebihan
terkadang suporter melakukan tindakan kekerasan sehingga sering dicap
sebagai biang kerusuhan. Penonton dalam kategori “kelompok” adalah
penonton yang sering tidak terkontrol dan melakukan perilaku kekerasan, baik
kelompok terorganisir maupun yang tidak terorganisir. Apalagi bila kelompok
ini mengerahkan massa dalam jumlah banyak. Hal ini dapat dipahami karena
mereka menyaksikan pertandingan sepakbola dengan tidak memiliki
tanggungjawab moral sehingga seringkali tidak mengindahkan prinsip-prinsip
sportivitas.
“Tindakan kekerasan suporter sepakbola telah menjadi masalah di seluruh
Negara yang mayoritas masyarakatnya menyukai sepakbola. Spanyol dengan
39
la liga premiera mempunyai kelompok-kelompok anarki supporter sepakbola
yang disebut dengan durruti, bahkan kelompok ini mempunyai slogan
terkadang cinta hanya dapat berbicara melalui selongsong senapan”. Menurut
Oke Suko (2014: 50) Inggris sebagai “induk” sepakbola modern juga
mempunyai permasalahan yang sama dengan hooliganisme yang selalu
membuat keonaran. Dalam Football ''Hooliganism'', Policing and the War on
the ''English Disease'' oleh Pennant Books,“that the footballers are not the
source of all of the violence. Many times, foreign police and foreign fans of
other teams provoke the violence. They are also view the allegiance of football
fans as an issue of Social Identity, particularly in a society which views them
as an underclass”
Menurut keterangan di atas pemain bukan sumber dari semua kekerasan.
Banyak sekali polisi asing dan penggemar asing tim lain memprovokasi
kekerasan. Mereka juga melihat kesetiaan penggemar sepak bola sebagai isu
identitas sosial, khususnya dalam masyarakat yang melihat mereka sebagai
kelas bawah. Perkembangan suporter di Indonesia hampir sama dengan
perkembangan suporter di Negara lain. Berawal dari penonton yang tidak
mempunyai ikatan satu dengan yang lainnya hingga menjadi kelompok yang
terorganisir. Walaupun kelompok suporter Indonesia telah ada semenjak era
galatama dan perserikatan, tetapi munculnya kelompok suporeter terorganisir
dan kreatif baru muncul ketika liga Indonesia III tahun 1997/1998.
Kemunculan yang dimonitori Aremania sebagai suporter kreatif memberikan
nuansa berbeda dalam dunia suporter di Indonesia, yang sebelumnya suporter
hanyalah bersifat insidentil (apabila ada pertandingan saja) menjadi sebuah
performer pendukung yang menarik. Namun demikian, fenomena suporter
kreatif yang berkembang pada saat itu tidak berlangsung lama. “Perilaku
kekerasan supporter Indonesia pada tahun 2000 mulai terjadi di setiap
pertandingan liga Indonesia. Catatan dari tahun 2005 semenjak bulan april
samapi dengan September telah terjadi setidaknya delapan kerusuhan akibat
perilaku anarki suporter sepakbola” (Anung Handoko,2008: 64-66).
40
Suporter yang fanatik mempunyai pandangan sempit terhadap tim
sepakbola yang dicintai dan berantusias atau bersemangat yang tinggi untuk
mendukung tim sepakbola kesayangannya serta ditunjukkan dengan
berperilaku yang irrasional ketika kesebelasannya dicemooh atau kalah dalam
bertanding. Suporter akan betindak sangat emosional dan misinya, praktis tak
mengenal batas-batas. Begitu pula sebaliknya ketika kesebelasannya menang
dalam pertandingan, suporter mengalami rasa kegembiraan yang luar biasa
dan larut dalam euforia. Berdasarkan aktivitas yang dilakukan kelompok
suporter saat melihat pertandingan sepakbola ada dua sisi di dalamnya yaitu
sebagai hiburan dan sebagai biang kerusuhan. Suporter sepakbola dapat dilihar
dari dua sisi yaitu (a) Kerusuhan (Hooliganisme), (b) hiburan dan solidaritas
sosial, (c) Perilaku kelompok suporter, dan (d) kreativitas suporter. Untuk
lebih jelasnya sisi suporter sepakbola dijelaskan secara singkat sebagai
berikut:
a. Kerusuhan (Hooligan)
Secara umum hooligan diidentifikasi sebagai orang atau sekelompok
orang yang sering membuat onar atau kerusuhan. Pada olahraga resiko tinggi,
kenikmatan menghadapi bahaya secara sosial dapat diperoleh. Begitu juga di
sepakbola, hooligan akan merasakan kenikmatan saat mereka menghadapi
situasi rusuh, baik dengan kelompok suporter lain maupun dengan aparat
keamanan. Tujuan utama hooligan adalah meningkatkan mereka dalam
konfrontasi peasing. Menurut Wahyudiyono (2004: 47) bahwa suporter yang
memiliki watak keras dan cendrung berbuat anarkis sebagian besar adalah
yang berasal dari kota. Karena dalam masyarakat perkotaan yang cendrung
hidup secara individu, kriminalitas, dan pengguran. Maka konsep solidaritas
mereka belum tertata dengan baik. Berdasarkan pendapat tersebut
menunjukkan bahwa, sisi negative dari suporter sepakbola dengan istilah
hooligan pada prinsipnya ingin membuat onar atau kerusahan saat
menyaksikan pertandingan sepakbola. Dengan melakukan kerusuhan atau
keonaran mereka mendapatkan kepuasan. Sisi negatif ini dengan sengaja ingin
membuat situasi penonton menjadi tidak nyaman.
41
b. Hiburan dan Solidaritas sosial
Sisi positif suporter sepakbola yaitu, suporter datang untuk
menyaksikan pertandingan sepak bola untuk mendapatkan hiburan atau untuk
mengalami event untuk ikut ambil bagian dalam suatu pertandingan yang
dapat dijadikan pengalaman atau sejarah pada event-event penting. Penonton
dan suporter, khususnya di benua Eropa datang ke stadion tidak sekedar untuk
menyaksikan sebuah pertandingan sepakbola semata, tetapi datang untuk
mengalami event, untuk ikut ambil bagian dalam sebuah kejadian kolektif.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, sisi positif dari suporter sepakbola
yaitu datang untuk menyaksikan pertandingan sepakbola untuk mendapatkan
hiburan. Menurut Wahyudi (2009: 10) sepakbola tidak hanya menyenangkan
bagi yang memainkan tetapi juga bagi yang menyaksikan. Dalam sepakbola,
penonton diajak untuk menikmati permainan yang di perlihatkan oleh para
pemain. Teknik, taktik, kostum, dan berbagai aksesoris telah menyulap
pamain itu lebih mempesona. Sepakbola lebih dari sekedar olahraga biasa,
melainkan pertunjukan yang disukai semua orang. Di samping itu juga,
suporter tersebut datang untuk memberikan dukungan dan semangat bagi tim
kesayangannya dengan melakukan atraksi dan nyanyian-nyanyian untuk
mengobarkan semangat para pemain yang sedang bertanding. Di sisi lain,
penonton lainnya akan merasa terhibur dan memperoleh tontonan baik
pertandingan sepakbola dan atraksi dari suporter tersebut. Keberadaan
suporter sepakbola mengalami perkembangan seiring berkembangnya waktu
dan kompleksitas masyarakat secara keseluruhan. Sebelum tahun 1995
suporter sepak bola terbatas pada kelompok pendukung masing-masing klub,
namun sejak tahun 1995 suporter sepakbola tersebut terorganisir dan
mempunyai nama kelompok suporter pada masing-masing klub.
c. Perilaku suporter
Suporter sepakbola di negeri ini tidak pernah lepas dari stigma negatif.
faktor labelling, partisipasi media, dan latar belakang dari masing-masing
individu dari mereka adalah komponen pembentuk perilaku mereka. Menurut
Soeprapto (2010: 37) bahwa Hakikat suporter adalah kerumunan di mana
42
kerumunan tersebut diartikan sebagai sejumlah orang yang berada pada tempat
yang sama, adakalanya tidak saling mengenal, dan memiliki sifat yang peka
terhadap stimulus (rangsangan) yang datang dari luar. Salah satu perilaku
negatif suporter yang dampaknya benar-benar dirasakan oleh masyarakat
adalah perilaku anarkis seperti tindak kekerasan/tawuran antar suporter,
pengrusakan fasilitas umum dan melakukan tindakan yang mengarah ke tindak
kriminal seperti penjarahan di mana perilaku mereka ini tidak hanya
merugikan mereka dan klub namun juga berdampak pada masyarakat dengan
menyisakan rasa takut/cemas masyarakat terhadap suporter sepakbola hingga
masyarakatpun memunculkan stigma terhadap mereka, selain itu kerugian
materil akibat kerusuhan suporter dan juga pengrusakan fasilitas umum
tentunya menjadi hal yang sangat disayangkan. Pada akhirnya maka tidak
heran jika perilaku suporter sepakbola ini dianggap sebagai wujud masalah
sosial karena dampak yang ditimbulkannya baik itu yang berupa fisik seperti
pengrusakan fasilitas umum dan non fisik yakni rasa takut/cemas masyarakat
ketika bertemu suporter sepakbola.
Penilaian negatif tentang suporter sepakbola seakan tidak pernah bisa
hilang bahkan suporter sepakbola telah mendapat label sebagai sesuatu yang
negatif di mata masyarakat. Seperti yang kita ketahui bahwa labelling adalah
sesuatu yang sangat merugikan ’subjek’ di mana subjek tidak bisa membantah
atau menyanggah atas label yang diperolehnya. Dalam hal ini kita bisa melihat
suporter sepakbola yang telah mendapat label dari masyarakat atas segala
perilaku negatif yang pernah mereka (oknum) lakukan seperti menjarah,
melakukan tindak kekerasan, tidak bermodal, pengrusakan fasilitas umum,
menyanyikan lagu yang bernuansa rasis dan provokatif, dan hal lainnya di
mana pada akhirnya suatu organisasi suporter mendapat label sebagai
kelompok suporter yang anarkis. Berkaca pada persepektif disorganisasi
sosial, perilaku anarkis suporter sepakbola ini memang merupakan sebuah
masalah sosial. Perspektif disorganisasi sosial menyebutkan bahwa suatu
sistem adalah suatu struktur yang mengandung seperangkat aturan, norma dan
tradisi sebagai pedoman untuk melakukan tindakan dan aktivitas. Jadi
43
sangatlah jelas, merujuk terhadap persepektif ini, perilaku anarkis suporter
sepakbola merupakan sebuah pelanggaran terhadap sistem yang ada di dalam
masyarakat sehingga terjadilah kondisi disorganisasi sosial. bila dicermati,
suporter-suporter yang memiliki karakter keras dan cenderung bertindak
anarkis sebagain besar adalah suporter ynag berasal dari kota. Karena dalam
masyarakat perkotaan yang cenderung hidup secara individu kriminalitas dan
pengangguran, maka konsep solidaritas mereka belum tertata dengan bagus,
sehingga suporter-suporter kota menjadi ganas dan mudah terpancing
emosinya. Parahnya dari segi ekonomi, pendidikanpun mereka merasa
termarjinalkan. Sebenarnya mereka juga merasa bagian dari masyarakat yang
ingin teraktualisasi. Disini mereka menjadikan stadion sebagai tempat
menumpahkan permasalahan tersebut.
Kekerasan menjadi absah untuk mempertahankan ancaman dan dapat
dipraktekkan oleh penguasa. Mungkin sepakbola sedang menuju ke arah teori
ini. Manakala sebuah tim kesayangan mereka mendapat perlakuan tidak adil,
spontan saja amuk para pendukungnya menghiasi dan seakan–akan
melengkapi manisnya pertandingan. Dalam hal ini belum lagi bila sebuah tim
memiliki suporter yang fanatik, hampir dipastikan stadion berubah menjadi
lautan amuk masa bila tim kesayangannya kalah atau mendapat perlakuan
yang tidak adil. Kecintaan yang lebih adalah faktor dari hampir semua itu.
Kekhasan untuk menggambarkan manusia dalam persepektif cinta
memberikan kesan filosofi yang mendalam bahwa kehidupan seni mencintai
(the art of loving). Maka dengan cinta manusia sangat mengerti sifat dasar
manusiawinya, yaitu letaknya sebuah kasih sayang. Dan sebaliknya, dengan
cinta pula manusia berubah menjadi sadis, ambisius, dan bahkan mematikan.
d. Kreativitas suporter
Menurut kamus Webster dalam Anik Pamilu (2007: 9) kreativitas
adalah kemampuan seseorang untuk mencipta yang ditandai dengan
orisinilitas dalam berekspresi yang bersifat imajinatif. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2005: 599), kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta,
perihal berkreasi dan kekreatifan.Menurut James J. Gallagher dalam Yeni
44
Rachmawati (2005: 15) mengatakan bahwa “Creativity is a mental process by
which an individual crates new ideas or products, or recombines existing
ideas and product, in fashion that is novel to him or her “ (kreativitas
merupakan suatu proses mental yang dilakukan individu berupa gagasan
ataupun produk baru, atau mengkombinasikan antara keduanya yang pada
akhirnyakan melekat pada dirinya). Menurut Supriadi dalam Yeni
Rachmawati (2005: 15) mengutarakan bahwa kreativitas adalah kemampuan
seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun
karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang tealah ada. Kreativitas
merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mengimplikasikan
terjadinya eskalasi dalam kemampuan berpikir, ditandai oleh suksesi,
diskontinuitas, diferensiasi, dan integrasi antara tahap perkembangan.
Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan atau daya cipta (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1990: 456), kreativitas juga dapat bermakna sebagai
kreasi terbaru dan orisinil yang tercipta, sebab kreativitas suatu proses mental
yang unik untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dan orisinil.
Kreativitas merupakan kegiatan otak yang teratur komprehensif, imajinatif
menuju suatu hasil yang orisinil. Menurut Semiawan dalam Yeni Rachmawati
(2005: 16) mengemukakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk
memberikan gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah.
Menurut Chaplin dalam Yeni Rachmawati (2005: 16) mengutarakan bahwa
kreativitas adalah kemampuan menghasilkan bentuk baru dalam seni, atau,
dalam permesinan, atau dalam pemecahan masalah-masalah dengan metode-
metode baru. Sedangkan menurut Utami Munandar (1992: 47) kreativitas
adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data,
informasi, atau unsur-unsur yang ada”. Sedangkan menurut Munandar, A.S.
(1995: 45) mengatakan bahwa kreativitas merupakan pengalaman dalam
mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk
terpadu antara hubungan diri sendiri, alam dan orang lain. Kreativitas
merupakan sebuah konsep yang majemuk dan multi-dimensial, sehingga sulit
didefinisikan secara operasional. Definisi sederhana yang sering digunakan
45
secara luas tentang kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru. Wujudnya adalah tindakan manusia. Melalui proses kreatif yang
berlangsung dalam benak orang atau sekelompok orang, produk-produk
kreatif tercipta.
B. Penelitian Relevan
Dalam penelitian ini peneliti menganggap penelitian terdahulu yang
relevan sangat penting untuk dijadikan rujukan sehingga penelitian ini
mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun
beberapa penelitian terdahulu yang peneliti anggap relevan dengan penelitian
kali ini diantaranya adalah:
1. Paundra Jhalugilang. 2012. MAKNA IDENTITAS FANS CLUB
SEPAKBOLA (STUDI KASUS: JUVENTUS CLUB INDONESIA,
UNIVERSITAS INDONESIA. Tesis ini membahas identitas fans klub sepak
bola juventus. Penelitan ini melihat proses pembentukan identitas fans yang
kemudian mendapat peneguhan lewat identitas sosial di komunitas juventus
klub Indonesia (JCI). Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktivis
dengan memakai teori identitas dan identitas sosial, kemudian menggunakan
teori interaksionis simbolik untuk mengetahui makna identitas fans juventus.
Penelitian ini bersifat deskriftif mengingat data yang dikumpulkan berupa
penjelasan narasumber yang dijadikan informan dan memakai metode studi
kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi.
Hasil dari penelitian ini melihat bagaimana identitas yang terbentuk melalui
proses eksplorasi seperti keluarga, teman, dan media massa. Identitas social
mereka terbentuk melalui proses kategorisasi yakni memahami dan
mengidentifikasi kumunitas. Konsep intraksionis simbolik mengenai
komunitas (society), anggota (self), dan pikiran (mind) menghasilkan makna
bahwa fans juventus adalah kelompok fans yang loyal, memiliki rasa cinta
yang tinggi, serta mempunyai rasa kebersamaan, solidaritas, dan persaudaraan
sebagai suatu komunitas.
2. Wahyu Ganish Orysatvyanto. 2012. Managemen Pembinaan
Olahraga Sepakbola di Klub PSIS Semarang. Skripsi Ilmu Keolahragaan.
46
Fakultas Ilmu Keolahragan.Universitas Negeri Semarang. Arah penelitian ini
untuk menemukan sekitar 1) perilaku agresif bersikap pola oleh pendukung
Panser Biru dan lihat bagaimana 2) peran dari pendukung dari Semarang
PSIS, 3 ) pemahaman Semarang Panser Biru PSIS menghembus sekitar arti
dari fanatisme melawan PSIS pentung, 4 ) karakteristik group Semarang
Panser Biru PSIS, 5 ) dampak dengan perilaku agresif disebabkan oleh
Semarang Pendukung Panser Biru PSIS pada komunitas sekitar. Terpakai
pembahasan ini satu pendekatan kwalitatif. Populasi adalah Semarang Panser
Biru PSIS Supporters Menggolongkan dan contoh diambil dari beberapa
Korwil adalah 30 responden, ilmu pengetahuan tentang teknik koleksi data
adalah observasi partisipan, wawancara ke dalam, dokumentasikan pencarian,
dan triangulation dari data. Data yang diperoleh diteliti menurut mutu dengan
mengikuti tahapan ini: 1 ) pengurangan data, 2 ) presentasi data, dan 3)
kesimpulan. Penelitian ini telah hasilkan bahwa 1) pola dengan perilaku
agresif yang timbul pada group dari pendukung membuat secara bersama
Semarang Panser Biru PSIS adalah hasil dari agresi frustrasi sebabkan
perilaku agresif ketik (satu ) agresi phisik dan (b ) agresi omongan. 2 )
pemahaman fanatisme dari pendukung group panser biru adalah situational
untuk mendukung PSIS, perilaku yang adalah berada di luar irrational akan
tampak ketika pasukan terkasih mereka menjadi terluka atau pasukan lain
yang dirugikan, bergantung kepada pasukan yang dihadapi oleh PSIS, 3 )
peran dilihat dari Semarang Panser Biru PSIS menghembus hanyalah terbatas
pada anggota dari dukungan dan motivasi ke Semarang PSIS, 4 ) karakteristik
dari pendukung panser biru yang adalah mereka menggerakkan melalui
kekecilan group di group untuk membentuk satu kerumunan diantara powerful
cohevitas dan perilaku kolektif, dari atribut biru dominan sedge dan punya
semboyan istimewa, 5 ) dampak dengan perilaku agresif adalah pendukung
group panser biru dalam kaitan dengan dengan bermanfaat bagi ekonomi ke
pedagang sekitar, untuk PSIS adalah gelisah dengan perilaku agresif omongan
yang sering terjadi pada tiap-tiap permainan .This mempelajari simpulkan: 1 )
perilaku agresif memola yang timbul di group dari pendukung menjadi selesai
47
secara bersama Panser Biru adalah agresi frustrasi, 2 ) peran dari pendukung
Panser Biru seperti advokat dan sumber dari materi untuk PSIS, 3 ) fanatisme
pemahaman dari panser biru biru situational menghembus dukung PSIS, 4 )
karakteristik dari satu pendukung group Panser Biru adalah atribut adalah biru
dan punya satu nyanyian untuk PSIS, 5 ) dampak pada komunitas bermanfaat
bagi itu secara ekonomis sementara untuk pasukan alat permainan PSIS
perasaan gelisah dengan perilaku agresif itu bersikap, terutama omongan
agresi itu adalah sering menyanyikan pada tiap periode kelipatan permainan.
3. Rhesi Kharisma Hapsari. 2013. STRATEGI HUMAS
ORGANISASI BONEK ‘GREEN FORCE 27’ TERHADAP PUBLIK
EKSTERNAL PADA LAGA INDONESIA PREMIER LEAGUE 2011-2012
DALAM MEMPERBAIKI IMAGE BONEK. Penelitian ini berfokus pada
pendeskripsian strategi humas (hubungan masyarakat) organisasi Green Force
27 dalam memperbaiki citra yang merupakan organisasi penggerak di
kalangan suporter sepakbola berjuluk ‘BONEK’ dimana Bonek merupakan
suporter yang mempunyai citra negatif di media massa. Pemilihan momen
Liga Primer Indonesia yaitu berdasarkan perubahan serentak dan langka dalam
sejarah sepakbola Indonesia dimana suporter memiliki andil didalamnya
termasuk Bonek. Dalam perkembangannya Bonek dianggap sebagai perintis
modernisasi perilaku suporter sepakbola seperti halnya dukungan penuh yang
dilakukan suporter di Eropa. Sehingga penelitian ini sangat diperlukan untuk
melihat bagaimana contoh upaya (berbentuk program humas) yang dilakukan
Green Force 27 dalam memperbaiki citra Bonek yang telah berubah dari yang
negatif menjadi yang lebih positif. Program tersebut terdiri dari dukungan
kepada Persebaya dan upaya komunikasi dengan stakeholder yang direspon
positif oleh Pemerintah Kota Surabaya, Kepolisian Surabaya dan Komunitas
suporter lainnya.
4. Mohammad Yusuf Setyo Utomo. 2015. JURNAL SOSIAL DAN
POLITIK, AKAR KONFLIK BONEK DENGAN AREMANIA (Studi
Deskriptif tentang Akar Permasalahan Konflik Bonek vs Aremania)
Departemen Sosiologi, Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
48
Airlangga. Suporter adalah pemain ke duabelas yang fanatik dan antusias
dalam membela klub kesayangannya. Kehadiran suporter begitu berarti dan
menjadi unsur penting dalam pertandingan sepak bola. Salah satu konflik antar
suporter yang paling sering disorot oleh media massa adalah rivalitas Bonek
dan Aremania. Fokus penelitian ini adalah apa yang melatarbelakangi
terjadinya konflik antara Bonek dengan Aremania, serta bagaimana proses
konflik yang terjadi antara Bonek dengan Aremania. Peneliti menggunakan
kerangka teori yang menekankan pada unsur perilaku kolektif N. J. Smelser
dan teori Konflik Johan Galtung. Metode penelitian ini adalah kualitatif,
pendekatannya adalah kualitatif deskriptif. Teknik penentuan informannya
adalah purposive sampling. Pengumpulan datanya menggunakan teknik
wawancara secara mendalam dan analisis dokumen. Hasil penelitian ini adalah
konflik bonek dengan aremania dapat disebut sebagai perilaku kolektif karena
telah melalui empat tahapan dari enam tahapan ideal sebab-sebab perilaku
kolektif seperti yang diungkapkan oleh Smelser. Proses konflik bonek dengan
aremania dapat dikategorikan dalam tiga dimensi. Dimensi sikap, unsur
persepsi dari bonek berkaitan dengan aremania lebih didominasi oleh persepsi
negatif, begitu juga persepsi aremania terhadap bonek. Dimensi perilaku,
perilaku bonek terhadap aremania cenderung menunjukkan rasa persaingan
dan permusuhan yang menjurus pada tindak kekerasan, begitu juga perilaku
aremania terhadap bonek. Dimensi kontradiksi pada konflik bonek dengan
aremania adalah terciptanya situasi yang panas dengan potensi bentrok atau
ricuh.
5. Football (soccer) together with badminton is the most favorite
sports in Indonesian society. Nevertheless, unlike Badminton which presented
numerous of trophies, Indonesian national team exhibited poor performance,
especiallyin the last twenty three years. Albeit the performance, the society
expectation toward the presence of a strong national team was never
extinguished. Consequently, each time the national team played, the
supporters enthusiasm did not recede.
49
In the middle of 2011, incumbent of Chairman of PSSI was forced to
leave his position due to controversial policies to ban some prospective
candidates of Chairmen to join the election. The pressure came from both
Ministry of Sport and alliances of Indonesian supporters. Following the
change of regime, new conflict rose. New elected chairman implemented new
policy in the form of replacement of coach of national team who was
considered success by Indonesian supporters, and imposed the creation of
major league which consisted of both established and newly formed teams.
Responding to the policy that was considered as unfair and also suspected as
a hidden agenda to remove the old regime influence, resistance was carried
out by six of community executives and groups of Indonesian supporters. The
strife then reached its peak by disunity in the end of 2011, the establishment of
KPSI that claimed be supported by more than 2/3 of PSSI members which was
denied by PSSI officials.
FIFA and Indonesian Government then got involved and arranged
some efforts to unite the disputants. The disputants were suggested to solve the
conflict through mediation. FIFA enjoined PSSI to bring back all KPSI
instruments. Nonetheless, in order to foster the process, FIFA also instructed
to ban all parties (football society) that supported KPSI from any
international activity.
After some rambling reconciliation efforts that met deadlock, in the
middle of 2012, FIFA then gave ultimatum to both PSSI and KPSI to resolve
their problem before the middle of 2012. Failure to meet the resolution would
result to exclusion from any international match. Facilitated by Ministry of
Sport a joint committee was established, and the conflicted parties agreed to
sign a memorandum of understanding. Nevertheless, reconciliation was still
failed to reach. Infuriated by long-winded conflict, FIFA provided more
assertive ultimatum where as the disputants must resolve their problem by the
end of 2012, or else, all financial aid for football development would be
suspended, training for both Indonesian players and coaches would be
forbidden, and any Indonesian teams, players, and referees were not allowed
50
to join any international football activities. Eventually, in March 2013, both
side reached agreement, and KPSI dissolved to PSSI.
In this paper, the conflict between PSSI and KPSI would be modeled
by using both drama theory and graph model for conflict resolution in order
to understand the dynamic of conflict. The combination between drama theory
and graph model had been successfully implemented by Sensarma and Okada
(2006) to model a conflict that involved a company, society, and local
government in a risk mitigation problem in Japan. They displayed some
possible final results by using graph model for conflict resolution. Moreover,
an analysis to estimate the reason behind actual result was provided by drama
theory.
7. Lucky, N. dan Nanik S. 2013. Jurnal Online Universitas Negeri
Surabaya, FENOMENA PERILAKU FANATISME SUPORTER SEPAK
BOLA(STUDI KASUS KOMUNITAS SUPORTER PERSEBAYA BONEK
DI SURABAYA) Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan gambaran perilaku
fanatisme Bonek mendukung Persebaya, (2) menguraikan faktor penyebab timbulnya
perilaku fanatisme. Jenispenelitian yaitu kualitatif dengan desain studi kasus di wilayah
Surabaya.Penelitian ini terkait dengan Bonek yang terkoordinir maupun tidak dari berbagai
komunitas baik saat pertandingan berlangsung maupun di luar pertandingan. Data diperoleh
dengan cara observasi partisipan, wawancara mendalam serta dokumentasi. Hasil data
penelitian akan dianalisis dengan teori perilaku kolektif Smelser dan konsepsi tentang
fanatisme.
Simpulan hasil penelitian menunjukkan perilaku fanatisme Bonek yaitu (1)
mendukung Persebaya kapanpun dan di manapun bertanding; (2) loyalitas tanpa batas; (3)
Bonek: lambangkeberanian sebagai representatif perilaku; (4) bagimu Persebaya, bagimu
Indonesia; (5) demokrasi ala suporter Bonek. Selain itu, juga diketahui beberapa faktor
penyebab perilaku fanatisme Bonek antara lain: konteks sosial, pendidikan,usia,
identitas kultur budaya “ arek”, ekonomi, media massa, serta lingkungan baik dari
keluarga, teman, dan masyarakat. Perilaku fanatisme Bonek juga disebabkan oleh pemain,
pelatih, wasit, dan penonton serta keterlibatan pemimpin dalam komunitas.
51
8. Originally, the term “audience” meant “the people”; the term,
however, has undergone changes related to the participants in an event, the
individuals that receive a certain message to which they respond in an attitude
of approval or disapproval.
Modernism has turned crowds into an audience; the mass-media
exaggerate with the aim of impressing and, thus, people focus on a topic that
they debate over, holding contrary opinions. We can identify here a slight
difference between an audience and a mass: while the audience focuses on an
issue it is debating on, the members of the mass are in agreement with each
other, while they can also argue on a topic; however, the characteristic unity
of the latter type of gathering may hamper the access of judgments from
outside the group. There are, therefore, the premises that the audience is
preceded by a mass which are related to the social issue they debate on and
approach with the aim of finding solutions.
The present study is of an exploratory nature and aims at analysing the
types of audience in sporting events (football matches) through the opinions of
sports experts, using the categorial / topical content analysis. The results will
identify the features of violence in sports which, according to the specialists,
focuses on the supporters’ behaviour. The typology of the spectators in
sporting events will outline a systematic presentation according to behaviour,
reactions, amount of information regarding the sports, purpose.
C. Kerangka Pemikiran
Sepakbola merupakan olahraga permainan yang digemari oleh
masyarakat diseluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia jika dibandingkan
dengan cabang olahraga lainnya. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya
masyarakat yang ikut serta dalam setiap kegiatan olahraga sepakbola.
Olahraga sepakbola di Indonesia sudah dikenal sejak lama, sehingga olahraga
ini merupakan salah satu cabang olahraga yang cukup popular di kalangan
masyarakat Indonesia yang diselengarakan baik dalam bentuk pertandingan
tingkat nasional maupun internasional. Di Indonesia banyak klub sepakbola
yang dibentuk, salah satu Persatuan Sepakbola Medan dan Sekitarnya (PSMS)
52
merupakan klub sepakbola kebanggaan masyarakat di Medan dengan julukan
ayam kinantan. klub sepakbola PSMS Medan juga memiliki suporter fanatik
yang siap memberikan dukungan baik moril maupun materiil kepada tim
pujaannya.
Suporter sebagai individu maupun kelompok yang hadir pada suatu
pertandingan olahraga dengan tujuan menunjukkan dukungannya kepada salah
satu tim yang bertanding dan merasa memiliki keterikatan dengan klub
tersebut. Kehadiran suporter yang banyak dan kreatif merupakan salah satu
nilai lebih dari permainan sepakbola serta menjadi salah satu penunjang
keberhasilan dari klub yang didukung. Sesuatu yang mendorong individu
untuk bisa menjadi bagian dalam komunitas kelompok yang memberikan
dukungannya baik fisik maupun mental kepada suatu klub sepakbola dengan
tujuan yang sudah ditentukan, dimana dorongan tersebut merupakan
perpaduan dari stimulus-stimulus yang hadir baik stimulus internal maupun
stimulus eksternal. Suporter biasanya memiliki rasa kecintaan yang lebih
dibandingkan penonton biasa yang hadir dilapangan. Dinamika kelompok
merupakan salah satu metode dan alat manajemen untuk menghasilkan
kerjasama kelompok yang optimal, agar proses pengelolaan organisasi
menjadi lebih efektif, efisien dan produktif.
Dinamika kelompok Sebagai metode membuat setiap anggota
kelompok semakin menyadari siapa dirinya dan siapa orang lain yang
hadir bersamanya dalam kelompok dengan segala kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Kesuksesan dan eksistensi kelompok suporter
sepakbola tidak terlepas dari pengelolaan yang baik. Berkembang atau
tidaknya kelompok suporter tidak terlepas dari unsur-unsur organisasi,
manajemen, dan pendanaan. Perkembangan kelompok suporter dapat
diketahui dari keadaan organisasi, manajemen, dan pendanaan. Kegiatan
kelompok suporter sepakbola dapat berjalan dengan baik, jika unsur-unsur
tersebut berfungsi dengan baik dan dapat saling menjalin kerjasama antara
yang satu dengan lainnya.
53
Berbicara tentang suporter sepakbola, maka berbicara dua hal yang
saling bersinggungan yaitu suporter yang atraktif dan anarkis. Atraktif yaitu
menggambarkan suporter yang menghidupkan dan menggairahkan tribun-
tribun stadion dengan atraksi berupa lagu-lagu atau yel-yel dalam mendukung
tim sepakbola kesayangannya. Anarkis yaitu menggambarkan kerusuhan yang
terjadi di stadion yang dilakukan oleh suporter yang disebabkan oleh hal-hal
yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Keberadaan suporter sepakbola
sangat dibutuhkan oleh suatu klub sepakbola. Berdasarkan aktivitas yang
dilakukan kelompok suporter saat melihat pertandingan sepakbola ada dua sisi
di dalamnya yaitu sebagai Sisi negative (Hooliganisme) dan Sisi positif
(sebagai hiburan dan solidaritas sosial)”. Kehadiran suporter dalam
memberikan dukungan secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas
permainan suatu tim sepakbola. Di dalam permainan Sepakbola dan anarkisme
suporter memang dua hal yang seringkali saling berkaitan, apalagi ini telah
menyangkut harga diri dan identitas dari suatu golongan atau kelompok. Di
negara-negara Eropa yang sudah maju sepakbolanya, anarkisme yang
dilakukan oleh suporter masih terus terjadi. Anarkisme sendiri memiliki
makna suatu tindakan yang cenderung ke arah tindakan kerusuhan dan
kekerasan yang merugikan banyak orang karena hanya mendasarkan diri pada
egoisme buruk. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya konflik dan
anarkisme supporter di dalam permainan sepakbola yaitu: Muatan dendam
masa lalu, klub maupun suporter, gesekan spontan dilapangan/tribun, efek
koor-koor provokatif, efek dari hasil pertandingan dan provokasi dari dalam
lapangan baik yang di lakukan oleh pemain, ofisial dan wasit. Dari beberapa
faktor tersebut, faktor dendam di masa lalu tampaknya menjadi faktor yang
menyebabkan kerusuhan dalam sepakbola senantiasa terjadi.