16
BAB II
KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,
KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Teori
1. Hakikat Keterampilan Menulis Karya Ilmiah
a. Pengertian Menulis
Bahasa merupakan sarana utama menulis untuk mengungkapkan gagasan,
ide, atau perasaan pada orang lain. Menulis sebagai salah satu keterampilan
berbahasa yang tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek keterampilan berbahasa
lainnya, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Keempat
keterampilan itu saling berkaitan. Pengalaman dan masukan yang diperoleh dari
menyimak, berbicara, dan membaca, akan memberikan kontribusi terhadap
menulis. Begitu pula sebaliknya, apa yang diperoleh dari menulis akan
berpengaruh pula terhadap ketiga keterampilan berbahasa tesebut. Dengan kata
lain menulis merupakan suatu proses kreatif untuk menemukan sesuatu dalam
bentuk bahasa tulis sehingga menambah pengetahuan dan wawasan. Hasil dari
kreatif menulis ini biasa disebut dengan istilah tulisan atau karangan. Kedua
istilah tersebut mengacu pada hasil yang sama meskipun ada pendapat yang
mengatakan kedua istilah tersebut memiliki pengertian berbeda. Istilah menulis
sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis ilmiah. Sementara, istilah
mengarang sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis non ilmiah. Pada
17
dasarnya menulis merupakan suatu bentuk penuangan pikiran dan perasaan yang
dimiliki oleh manusia dengan tulisan.
Mengenai pengertian menulis ini telah banyak diungkapkan oleh para
ahli. Menurut Nurgiyantoro (2001: 298) menulis menrupakan aktivitas produktif
dalam mengemukakan gagasan melalui media bahasa. Lebih lanjut Nurgiyantoro
(2001: 271) menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang aktif,
produktif, kompleks, dan terpadu yang berupa pengungkapan dan yang
diwujudkan secara tertulis. Menulis juga merupakan keterampilan yang menuntut
penulis untuk menguasai berbagai unsur di luar kebahasaan itu sendiri yang akan
menjadi isi dalam suatu tulisan. Sedangkan Tarigan (1993: 4) menyatakan bahwa
menulis merupakan kegiatan yang bersifat mengungkapkan gagasan, buah pikiran,
dan perasaan kepada pihak atau orang lain. Oleh karena itulah, menulis
merupakan suatu kegiatan produktif dan ekspresif, di mana dalam suatu
tulisan merupakan hasil dari suatu ungkapamn perasaan penulis.
Menulis merupakan ekspresi diri dalam menuangkan pikirannya dari apa
yang didengar dan apa yang dilihat berdasarkan pengalama pribadi atau melalui
pengalaman orang lain dengan menggunakan bahasa tulis, dan menulis
merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk
berkomunikasi secara tidak langsung. Hal itu sesuai dengan pendapat Tarigan
(2008: 3) bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang
dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung dan tidak secara tatap
muka dengan orang lain.Kegiatan komunikasi itu dikatakan tidak langsung karena
media yang digunakan dalam kegiatan menulis adalah tulisan. Hal ini
18
memungkinkan tidak terjadi kontak secara langsung antara pembaca dan penulis,
namunproses komunikasi antara penulis dan pembaca tetaplah terjadi. Di samping
itu Tarigan (2008: 22) menjelaskan bahwa menulis adalah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafis yang mengungkapkan suatu perasaan dengan
bahasa yang dipahami oleh seseorang.
Di dalam menulis tidak hanya sekedar menuangkan lambang-lambang
grafis, namun menuangkan ide-ide yang merupakan buah pikiriran melalui
kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh dan jelas sehingga dapat disampaikan
dan diterima pembaca secara baik. Dalam artikata lain apa yang dipahami
pembaca sama dengan apa yang dimaksud penulis. Oleh karena itu di samping
harus menguasai topik dan permasalahan yang akan ditulis, penulis dituntut dapat
menguasai komponen lainnya, seperti grafologi, struktur, kosakata, penggunaan
ejaan dan tanda baca yang tepat, sehingga apa yang ditulis menjari koheren dan
kohesi.
Pendapat yang lain dikemukakan oleh Cremin (2009: 86) yang
menyatakanbahwa menulis merupakan sebuah aksi dari penciptaan sebuah desain
kreatif yang dalam penciptaan makna tidak hanya melalui kata-kata, tetapi juga
dengan tata letak visual dan dalam tata letak visual, tulisan perlu mendapatkan
penekanan. Hal ini terjadi karena tata letak visual dapat mempengaruhi
keterbacaan sebuah tulisan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan makna dari
sebuah tulisan, pembaca harus memperhatikan kata-kata yang terintegrasikan
dalam tata letak visual tersebut. Sebaliknya sebuah tulisan akan mempunyai
19
makna yang jelas dan mudah dipahami oleh pembaca apabila di dalam menulis
juga memperhatikan tata letak visual.
Menulis merupakan suatu kemampuan berbahasa yang memerlukan
kemampuan berbahasa dan kecerdasan. Kecerdasan Bahasa adalah kemampuan
menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan.
Kecerdasan ini meliputi kemampuan menggunakan tata bahasa, bunyi bahasa,
makna bahasa, dan penggunaan praktis bahasa. Dalam kehidupan sehari-hari
kecerdasan bahasa bermanfaat untuk berbicara, mendengarkan, membaca dan
menulis. Adapun kemampuan yang terkait dengan kecerdasan bahasa adalah
antara lain kelancaran berbicara dan bercerita, penguasaan kosakata yang
bervariasi, serta kemampuan pada permainan kata dan bahasa.
Dalam kaitannya dengan kemampuan berbahasa dan kecerdasan di dalam
menulis, Gardner (1993: 73) memandang kemampuan bahasa termasuk
kecerdasan majemuk, yaitu kecerdasan linguistik dalam pengertian kemampuan
yang dimiliki manusia untuk berpikir dalam bentuk kata-kata dan penggunaan
bahasa sebagai alat ekspresi. Kegiatan kreatif berbahasa dapat dilihat dalam
penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun tulisan. Gagasan-gagasan yang
muncul dalam tulisan merupakan cermin bagi penulisnya karena dalam tulisan
tersebut, penulis sedang berupaya mengkomunikasikan pikiran-pikirannya,yang
dilakukan secara konvergen maupun divergen.
Pemikiran konvergen adalah suatu proses yang menggabungkan ide-ide
yang berlainan berdasarkan tema yang tertentu dalam satu struktur yang tersusun
dan mudah dipahami, sedangkan pemikiran divergen merupakan pemikiran secara
20
kreatif untuk mencari ide baru yang disesuaikan untuk dapat menyelesaiakan
masalah dan mempunyai berbagai jawaban. Pengertian yang lain tentang menulis
diungkapkan oleh Sudaryanto (2011: 2) yang menyatakan bahwa menulis adalah
membuat orang mengetahui apa yang ditulis oleh penulis itu sendiri. Pendapat
tersebut secara implisit menyatakan bahwa menulis memerlukan unsur ide yang
terorganisasi sedemikian rupa sehingga komunikasi antara pembaca dengan
penulis dapat terjadi.
Pengorganisasian gagasan dalam tulisan yang dilakukan oleh penulis akan
sangat membantu karya tulis untuk memudahkan pembaca dalam memahami
pesan yang terdapat di dalam tulisan tersebut. Oleh karena itu, ketika pembaca
tidak dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh penulis, dapat dikatakan
tulisan tersebut tidak baik. Sebaliknya apabila pembaca dapat menangkap pesan
yang disampaikan oleh penulis, maka tulisan tersebut dikatakan baik.
Menulis diartikan pula sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan
(komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya
(Suparno dan Yunus, 2007:1-3). Sementara itu, menurut Tarigan (2008: 4),dalam
kegiatan menulis, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur
bahasa, dan kosa kata. Hal ini sejalan dengan pendapat Santoso dan Nurhidayah
(2006:6) yang merumuskan bahwa menulis lebih dipahami sebagai keterampilan,
bukan sebagai ilmu, yang berarti bahwa menulis membutuhkan latihan.
Hal tersebut senada dengan pendapat Slamet (2008: 97) berikut.
Menulis bukan hanya berupa melahirkan pikiran atas perasaan
saja, melainkan juga merupakan pengungkapan ide, pengetahuan,
ilmu, dan pengalaman hidup seseorang dalam bahasa tulis. Oleh
21
karena itu, menulis bukanlah merupakan kegiatan yang sederhana
dan tidak perlu dipelajari, tetapi justru dikuasai.
Mc Crimon (1984: 2) mengungkapkan, “writing is a form of thinking, but
it is thinking, for a particular audience, and for a particular occasion. One tasks
more important as a writer to master the principles are those of invention,
arrangement,and style”. Menulis merupakan kegiatan menggali pikiran dan
perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan
cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan
jelas.Sejalan dengan pernyataan tersebut, D'Angelo (1980: 5) menyatakan
bahwamenulis adalah bentuk pemikiran yang ditujukan untuk orang tertentu dan
kondisi tertentu. Tugas penting sebagai penulis adalah menguasai tiga prinsip,
yaitu penemuan, pengaturan, dan gaya.
Nurjamal, Sumirat, dan Darwis (2011:69) mengemukakan bahwa menulis
sebagai sebuah keterampilan berbahasa seseorang dalam mengemukakan gagasan,
perasaan, dan pemikiran-pemikirannya kepada orang atau pihak lain dengan
menggunakan media tulisan. Pada dasarnya, menulis itu bukan hanya melahirkan
pikiran atau perasaan, melainkan merupakan pengungkapan ide, pengetahuan,
ilmu dan pengalaman hidup, serta untuk dapat memecahkan masalah yang
dituangkan dalam dalam bahasa tulis. Writing can help to think critically. It can
enable to perceive relationships, to deepen perception, to solve problems, to give
order to experience. It can helpto clarify your thoughts (D'Angelo 1980: 4).
Menulis dapat membantu untuk berpikir kritis. Menulis dapat memungkinkan
untuk melihat hubungan, untuk memperdalam persepsi, untuk memecahkan
masalah, untuk memberikan urutan pengalaman. Menulis dapat membantu
22
menuangkan pikiran. Jadi dengan menulis dapat menghasilkan sebuah karya yang
merupaka hasil dari pengembangan gagasan dan perasaan pribadi.
Suparno dan Yunus (2007: 13) menyatakan bahwa menulis merupakan
suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa
tulis sebagai alat atau medianya. Sebuah tulisan dapat dikatakan berhasil apabila
tulisan tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. Artinya, segala ide
dan pesan yang disampaikan oleh penulis dapat dipahami secara baik oleh
pembacanya serta tafsiran pembaca sama dengan maksud penulis (Semi, 1990: 8).
Dalam menulis tidak terlepas dari munculnya suatu ide-ide atau gagasan
yang merupakan suatu aktifitas bekerjanya otak. Hal itu sesuai dengan pendapat
De Porter dan Hernacki (2006: 179) menjelaskan bahwa menulis adalah aktivitas
seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak
kiri (logika). Dalam hal ini yang merupakan bagian logika adalah perencanaan,
outline, tata bahasa, penyuntingan, penulisan kembali, penelitian, dan tanda baca.
Sementara itu yang termasuk bagian emosional ialah semangat, spontanitas,
emosi, warna, imajinasi, gairah, ada unsur baru, dan kegembiraan. Di dalam
aktivitas menulis dibutuhkan suatu kerjasama antara otak kiri dan otak kanan.
Menulis adalah sebuah kesempatan untuk menyampaikan sesuatu tentang
diri sendiri, mengkomunikasikan ide-ide kepada orang lain di luar lingkungan
penulis, dan mempelajari hal baru yang tidak penulis mengerti (Mc Crimmon,
1984: 6).Selanjutnya menurut Alwasilah (2005: 152) menulis merupakan curahan
ide-ide, gagasan atau ilmu yang dituliskan dengan struktur yang benar, adanya
koherensi yang baik antarparagraf, dan bebas dari kesalahan-kesalahan mekanik
23
seperti tanda baca. Sementara itu, menurut Semi (2007: 14) menulis adalah suatu
proses memindahkan gagasan-gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Hal
tersebut dapat diartikan bahwa menulis mempunyai tiga aspek utama, yaitu: (1)
adanya tujuan atau maksud tertentu yang hendak dicapai; (2) adanya gagasan yang
hendak dikomunikasikan; (3) adanya sistem pemindahan gagasan, yang berupa
sistem bahasa. Adapun tujuan menulis antara lain: (1) untuk menceritakan
sesuatu; (2) untuk memberikan petunjuk atau pengarahan; (3) untuk menjelaskan
sesuatu; (4) untuk merangkum (Semi, 2007:14).
Lebih lanjut di dalam menulisatau dalam membuat suatu tulisan
diperlukan beberapa unsur yang perlu diperhatikan. Menurut The Liang Gie
(1992: 17-18), unsur menulis terdiri atas gagasan, tuturan (narasi, deskripsi,
eksposisi, argumentasi, dan persuasi), tatanan, dan wahana.
1) Gagasan, yaitu topik yang berupa pendapat, pengalaman, atau pengetahuan
seseorang. Gagasan seseorang tergantung pengalaman masa lalu atau
pengetahuan yang dimilikinya.
2) Tuturan, yaitu merupakan pengungkapan gagasan yang dapat dipahami
pembaca. Ada bermacam-macam tuturan, antara lain narasi, deskripsi, dan
eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
3) Tatanan, yaitu tatanan merupakan aturan yang harus diindahkan ketika akan
menuangkan gagasan. Berarti ketika menulis tidak sekedar menulis harus
mengindahkan aturan-aturan dalam menulis
4) Wahana, yaitu wahana juga sering disebut dengan alat. Wahana berupa
kosakata, gramatika, retorika (seni memakai bahasa). Bagi penulis pemula,
wahana sering menjadi masalah., karena dalam menggunakan kosakata,
24
gramatika, retorika yang masih sangat terbata, dan untuk mengatasi hal
tersebut, penulis pemula harus memperkaya kosakata yang belum
diketahui artinya. Penulis pemula harussering melakukan latihan menulis
dan membaca.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa di dalam unsur-unsur menulis
terdiri dari pengungkapkan gagasan, tuturan yang digunakan penulis dalam
menyampaikan tulisannya, tatanan dalam penulisan, dan wahana yang berupa
kosakata, serta ejaan dan tanda baca. Menulis merupakan aktivitas yang
bermanfaat selain bagi orang lain juga bagi diri penulis sendiri. Sehubungan
dengan manfaat menulis, menurut Akhadiah (2003: 1) ada beberapa manfaat,
yaitu: (1) dapat mengenali kemampuan potensi diri. Dalam hal ini penulis dapat
mengetahui sampai di mana pengetahuan dan penguasaan tentang topik. Penulis
juga harusberpikir serta menggali pengetahuan dan pengalamannya yang sering
sekali tersimpan di alam bawah sadarnya; (2) dapat mengembangkan berbagai
gagasan. Dalam hal ini penulis terpaksa bernalar dengan cara menghubung-
hubungkan serta membandingkan fakta-fakta yang tidak pernah dilakukan jika
tidak menulis; (3) memaksa penulis lebih banyak menyerap, mencari, dan
menguasai informasi yang berkaitan dengan topik; (4) dapat mengorganisasikan
gagasan.
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan dapat disintesiskan
bahwa menulis adalah kegiatan produktif dan ekspresif dalam menggali pikiran,
ide, gagasan dan perasaan secara kritis dan kreatif dengan bahasa tulis melalui
kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh dan jelas untuk menyampaikan pesan
25
atau informasi dengan menggunakan bahasa tulis. Dalam mengungkapkan ide-ide
yang akan dituangkan di dalam suatu tulisan harus terorganisir dan dengan gaya
yang tepat, karena hal itu akan dapat memudahkan pembaca menangkap dan
memahami apa yang dimaksut penulis, oleh karena itu di dalam menulis harus
daapat menghubungkan antara penulis sebagai penyampai informasi dan pembaca
sebagai penerima infoemasi.
Menulis merupakan aktivitas membentuk simbol-simbol bahasa tulis yang
berupa bunyi-bunyi bahasa yang dilambangkan dengan huruf atau kombinasi
huruf sehingga membentuk kata, kata membentuk kalimat, kalimat menjadi
paragraf, dan paragraf menjadi wacana utuh. Di samping itu menulis merupakan
keterampilan yang melibatkan keterpaduan logika dan emosional, oleh karena itu
dengan menulis seseorang akan mampu mengenali potensi diri dan dapat
berpikir untuk memecahkan suatu permasalahan dengan menggunakan logikanya
sebagi sarana untuk mempertimbangkan suatu keputusan yang disajikan dalam
suatu kalimat yang tersusun secara logis.
b. Tahapan Dalam Menulis
Membuat suatu tulisan atau menulis merupakan suatu proses yang
memiliki tahapan-tahapan. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui agar dapat
menghasilkan tulisan yang baik.Menurut Mc Crimmon (1984, 10-11) adatiga
tahapan dalam menulis: (1) planing (perencanaan), yakni prosedur yang sistematis
untuk menghasilkan karya yang diinginkan. Perencanaan dapat pula dipahami
sebagai serangkaian strategi yang didesain untuk menemukan dan memproduksi
26
berbagai informasi yang diperlukan dalam kegiatan menulis; (2) drafting
(pembuatan draf), yakni prosedur untuk menghasilkan gambaran awal dari
tulisan.Hal ini dapat diartikan pula sebagai serangkaian strategi yang didesain
untuk mengorganisasikan dan menyusun sebuah tulisan secara berkelanjutan, dan
(3) revising (revisi), yakni prosedur untuk mengembangkan atau mengoreksi
sebuah tulisan. Revisi sebagai langkah final adalah serangkaian strategi yang
didesain untuk memeriksa kembali dan mengevaluasi pilihan yang digunakan
untuk menghasilkan sebuah karya tulis.
Ketiga tahapan di atas merupakan inti dari proses menulis yang dapat
diurai lebih rinci. Sementara itu, Cooper (1993: 415-427) menyatakan bahwa
tahapan dalam menulis terdiri atas 5 tahap yaitu: (1) tahap pemilihan topik; (2)
tahap penyusunan draf; (3) tahap revisi dan perbaikan; (4) tahap koreksi catatan
percobaan; dan (5) tahap pemajangan. Penjelasan kelima tahap tersebut dapat
dilihat pada uraian berikut.
Pada tahap pemilihan topik, guru atau dosen dapat membantu siswa /
mahasiswa dengan menyodorkan daftar topik yang dapat mereka pilih untuk
dikembangkan menjadi tulisan. Apabila diperlukan, siswa / mahasiswa diberi
kesempatan untuk menambah daftar topik. Selanjutnya beri kesempatan siswa /
mahasiswa untuk memilih salah satu topik dari berbagai topik yang
didaftarkannya dan beri dorongan kepada siswa / mahasiswa untuk
mempertimbangkan pilihannya secara matang. Guru / dosen dapat memberikan
komentar positif dan meyakinkan siswa/mahasiswa bahwa mereka mampu
melakukannya.
27
Proses penyusunan draf meliputi dua langkah, yaitu perencanaan dan
pengembangan. Penulis yang baik selalu memikirkan apa yang akan ditulis dan
bagaimana pengorganisasiannya. Selain itu, penulis juga harus mempertimbang-
kan tujuan yang akan dicapai dan siapa yang akan membaca tulisannya.Untuk itu,
penulis perlu mengembangkan topikmenjadi gagasan-gagasan yang relevan
sehingga menghasilkan kerangka karangan yang berkualitas.
Langkah berikutnya adalah penulis mengembangkan kerangka karangan
tersebut menjadi tulisan utuh. Setelah disusun tulisan secara utuh, langkah
selanjutnya adalah revisi, maliputi: ekspresi gagasan, kalimat yang efektif dan
komunikatif, serta ejaan yang benar. Tahapan berikutnya adalah tahap koreksi
catatan percobaan.Tahapan ini merupakan tahapan mengecek keseluruhan tulisan
terutama pada struktur kalimat, kosa kata, serta penulisan ejaan. Apabila tulisan
sudah dianggap tepat, maka tulisan siap untuk dipublikasikan atau disebut tahap
publishingatau pemajangan.
Tidak jauh berbeda dengan uraian di atas, Tompkins dan Hoskisson
(1991:211) menyatakan, “The fokus in the writing process is on what student think
and do as they write and the five stage are prewriting, drafting, revising, editing,
and publishing.”Proses menulis terdiri dari lima tahap, yaitu (1) pramenulis, (2)
membuat draf, (3) merevisi, (4) menyunting, dan (5) mempublikasikan.
Pramenulis adalah tahap persiapan menulis untuk memperoleh dan menata
ide, gagasan, serta masalah yang berkaitan dengan topik karangan. Kegiatan yang
dilakukan penulis adalah memilih topik, mempertimbangkan tujuan, bentuk, dan
sasaran pembaca, serta menyusun ide-ide.Melalui kegiatan pramenulis,
28
mahasiswa melakukan kegiatan berbicara, menggambar, membaca, dan bahkan
menulis untuk mengembangkan informasi yang diperlukan.
Menyusun draf adalah menata ide-ide tulisan agar menjadi runtut. Penulis
perlu menyusun ide-ide tulisan dalam bentuk kerangka karangan. Kerangka
karangan tersebut digunakan penulis untuk mempersiapkan diri ketika menulis.
Merevisi adalah perbaikan karangan yang dilakukan oleh penulis atau orang lain
untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Merevisi lebih fokus
pada penambahan, pengurangan, penghilangan, dan penyusunan kembali isi
karangan sesuai dengan kebutuhan pembaca.
Menyunting adalah kegiatan merevisi atau memperbaiki tulisan.
Penyuntingan di sini meliputi perbaikan unsur mekanik dan isi. Penyuntingan
bersifat lebih kompleks karena berkaitan dengan perbaikan secara tekstual dan
kontekstual. Publikasi adalah merupakan tahap terakhir, berupa
menginformasikan tulisan untuk memberikan pesan atau informasi kepada orang
lain. Media publikasi dapat berupa media cetak maupun media elektronik,
tergantung sasaran pembacanya. Karangan mahasiswa yang sudah direvisi dapat
dipublikasikan dengan meng-upload di blog atau dikirim ke media cetak/koran.
Di samping itu, berkaitan dengan proses menulis, Denovan dan
McPkelland (1980:4) menjelaskan bahwa proses menulis terdiri atas tiga tahap,
yaitu pelatihan (rearsing), pengedrafan (drafting), dan perevisian (revising),
sedangkan Brown (1984: 208-210) juga menyatakan tiga tahap dalam kegiatan
menulis, yaitu penulisan awal (prewriting), penulisan paragraf (writing
paragraphs), perevisian (revising).Apabila tahapan dalam menulis telah terpenuhi
29
maka akan menjadi suatu tulisan yang baik. Selanjutnya, ciri tulisan yang baik
menurut Tarigan (2008, 7) adalah: (1) jelas: pembaca dapat mengenali teks dan
mampu menangkap maknanya tanpa harus membaca ulang dari awal untuk
menemukan makna yang ditulis oleh penulis; (2) kesatuan dan organisasi:
pembaca dapat mengikuti dengan mudah isi bacaan karena bagian-bagiannya
saling berhubungan dan runtut; (3) ekonomis: dalam menulis tidak digunakan kata
atau bahasa yang berlebihan; (4) pemakaian bahasa dapat diterima: menggunakan
bahasa yang baik dan benar.
Selanjutnya ciri tulisan yang baik menurut Rosidi (2009: 10) berikut: (1)
Kesesuaian judul dengan isi tulisan. Penulis harus pandai memilih atau
menentukan judul tulisannya. Judul yang sudah ditentukan dapat diubah di tengah
jalan atau setelah menyelesaikan sebuah tulisan apabila hal itu dianggap perlu.
Dalam menentukan judul perlu diperhatikan kemenarikannya. Dengan kata lain
judul harus provokatif agar dapat memancing keinginan seseorang untuk
membaca sebuah tulisan; (2) Ketepatan penggunaan ejaan dan tanda baca: sebuah
tulisan dibangun atas paragraf-paragraf dan paragraf-paragraf itu terbangun atas
beberapa kalimat. Penggunaan ejaan dan tanda baca dengan tepat dalam sebuah
kalimat dapat membantu pembaca dalam memahami sebuah tulisan. Penggunaan
ejaan dan tanda baca dapat membedakan makna yang ada dalam sebuah kalimat.
Dengan demikian, kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca dapat mengubah
makna sebuah kalimat yang diinginkan seorang penulis; (3) Ketepatan dalam
struktur kalimat: kalimat-kalimat yang ada dalam tulisan sebaiknya komunikatif.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan struktur
30
kalimat yang tepat. Apabila kalimat tersebut merupakan kalimat pasif hendaknya
disusun berdasarkan pola kalimat pasif, begitu juga sebaliknya; (4) Kesatuan,
kepaduan, dan kelengkapan dalam sebuah paragraf. Paragraf yang baik
mengandung satu gagasan utama dan memiliki koherensi, artinya kalimat yang
satu dengan kalimat yang lainnya memilikikepaduan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disintesiskan bahwa tahapan
menulis meliputi (1) perencanaan dengan mengumpulkan gagasan (ide), yaitu
merupakan tahapan merencanakan hal-hal pokok yang akan mengarahkan
penulis dalam seluruh kegiatan penulisan, (2) pemilihan topik, yaitu membuat
draf beberapa topik dan menentukan topik yang akan dijadikan sebagai sebuah
tulisan(3) penyusunan draf, yaitu menyusun gagasan dan ide dalam suatu
kerangka tulisan (4) merevisi, yaitu membuat perubahan yang substantif pada
draft pertama dan draft berikutnya, sehingga menghasilkan draft akhir (5)
menyunting (mengedit), yaitu meyuntingan tulisan untuk kejelasan penyajian
serta bahasa dalam tulisan agar sesuai dengan sasarannya yang terkait dengan
masalah komunikasi. (6) publikasi (pemajangan.), yaitu menginformasikan hasil
tulisan kepada orang lain melalui media cetak maupun media elektronika.
Untuk mendapatkan tulisan yang baik, penulis dapat melakukan dengan
(a) mengulang kata atau kelompok kata yang sebelumnya disebutkan, (b)
mengganti kata yang sebelumnya disebutkan dengan kata lain yang sama
maknanya, atau (c) menggunakan kata ganti dan penunjuk. Di samping itu, sebuah
paragraf harus mengandung satu kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas.
31
Oleh karena itu, harus dihindari sebuah paragraf yang dibangun hanya dengan
satu atau dua kalimat.
c. Pengertian Keterampilan Menulis
Keterampilan menulis merupakan keterampilan multiaspek, yaitu
keterampilan yang melibatkan berbagai ragam keterampilan lain, tidak hanya
melibatkan kegiatan fisik yang berkaitan dengan motorik, tetapi juga melibatkan
kegiatan mental yang bersifat kognitif. Menurut Syah (2000: 119) keterampilan
berkaitan dengan kemampuan intelektual yang berkenaan dengan kecakapan
orang dalam mendayagunakan segala fungsi mental/kognitifnya untuk mencapai
hasil secara maksimal. Dengan demikian, keterampilan yang dimaksud di sini
bukanlah keterampilan motorik yang berhubungan dengan otot tubuh. Berkaitan
dengan keterampilan menulis menurut The Liang Gie (2002:3), adalah
keterampilan dalam pembuatan huruf, angka, nama, suatu tanda bahasa apapun,
dengan suatu tulisan pada suatu halaman tertentu.
Menurut Tarigan (2008: 3), keterampilan menulis merupakan salah satu
keterampilan berbahasa yang bersifat produktif dan ekspresif yang dipergunakan
untuk berkomunikasi secara tidak langsung dan tidak secara tatap muka dengan
pihak lain. Sementara itu, menurut Byrne (dalam Slamet, 2009: 107) keterampilan
menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis
melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga
buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil.
Lebih lanjut, menurut Abbas (2006:125), keterampilan menulis adalah
kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain
32
melalui bahasa tulis. Ketepatan pengungkapan gagasan harus didukung dengan
ketepatan bahasa, kosakata, aspek gramatikal, dan penggunaan ejaan.
Dari uraian yang telah dikemukakan maka dapat disintesiskan bahwa
keterampilan menulis merupakan keterampilan dalam menuangkan ide dan
gagasan dalam bentuk bahasa tulis yang baik dan benar sebagai informasi yang
dapat dipahami dengan baik oleh pembaca tentang isi tulisan tersebut, tafsiran
pembaca sama dengan maksud penulis. Di samping itu keterampilan menulis
digunakan untuk dapat meyakinkan dan mempengaruhi sikap pembaca.
Keterampilan menulis menuntut kemampuan menggunakan pola-pola
bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan. Keterampilan
menulis ini mencakup berbagai kemampuan, seperti (a) kemampuan
menggunakan unsur-unsur bahasa secara tepat, (b) kemampuan
mengorganisasikan wacana dalam bentuk karangan, (c) kemampuan
menggunakan gaya bahasa dan pilihan kata yang tepat, (d) kemampuan untuk
menemukan masalah yang akan ditulis, (e) kemampuan memahami kondisi dan
situasi pembaca, (f) kemampuan menggunakan bahasa indonesia, (g) kemampuan
memulai menulis, dan (h) kemampuan memeriksa karangan sendiri. Kemampuan
tersebut akan berkembang apabila ditunjang dengan kegaiatan membaca dan
kekayaan kosakata serta latihan.
d. Penilaian Keterampilan Menulis
Dalam proses pembelajaran dibutuhkan penilaian untuk dapat mengukur
ketercapaian proses pembelajaran yang berlangsung. Penilaian merupakan hal
penting yang dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran. Penilaian dapat
33
digunakan untuk menentukan tindak lanjut dari proses pembelajaran yang telah
dilakukan.Nurgiyantoro (2010: 7) mendefinisikan penilaian sebagai proses
sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk
menentukan seberapa jauh peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Sudjana dan Ibrahim (2007: 220) penilaian adalah suatu kegiatan
menginterpretasi dengan cara membandingkan antara kriteria dan kenyataan
dalam konteks situasi tertentu. Definisi penilaian ini sejalan dengan pendapat
Suwandi (2011: 6) yang menyatakan penilaian sebagai suatu proses untuk
mengetahui apakah proses dan hasil dari suatu program kegiatan telah sesuai
dengan tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan. Adapun acuan penilaian
menurut Suwandi (2006: 12-13) meliputi: (1) isi, (2) organisasi isi, (3) gramatika,
(4) diksi, (5) ejaan, (6) notasi.
Dalam penilaian keterampilan menulis, Brown (2000: 342) memberikan
enam katagori penilaian, yaitu (1) isi, (2) organisasi, (3) wacana, (4) sintaksis, (5)
kosakata, dan (6) mekanik. Senada dengan pendapat Brown, Djiwandono (2008:
61-62) berpendapat bahwa penilaian dilaksanakan dengan komponen: (1) isi, (2)
organisasi, (3) penggunaan bahasa, (4) kosa kata, dan (5) teknik
penulisan.Johnson (2008: 213) menyatakan bahwa aspek penilaian menulis
meliputi isi dan ide, tata bahasa, ketepatan waktu pengumpulan, memenuhi
persyaratan, organisasi, struktur, komunikasi, dan penampilan. Dalam penelitian
ini penilaian dalam menulis karya ilmiah menggunakan penilaian menurut
Suwandi.
34
2. Hakikat Karya Ilmiah
Karya ilmiah merupakan suatu karya yang berbentuk tulisan yang bersifat
ilmiah. Karya ilmiah merupakan karya tulis yang berisi suatu pembahasan ilmiah
yang dilakukan oleh seorang penulis untuk memberitahukan sesuatu hal secara
logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk
mencari jawaban mengenai sesuatu hal dan untuk membuktikan kebenaran
tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan.
Istilah karya ilmiah disini adalah mengacu kepada karya tulis yang
menyusun dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah
dalam penulisannya. Penyusunan dan penyajian karya semacam itu didahului oleh
studi pustaka dan studi lapangan. Ada banyak pendapat yang menyatakan hakekat
karya ilmiah. Djuroto dan Supriyadi (2002: 87) berpendapat bahwa karya ilmiah
adalah salah satu jenis karangan yang berisi serangkaian hasil pemikiran yang
diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya.
Gagasan lebih rinci dikemukakan oleh Gatot (2009: 27) yang mengatakan
bahwa karya ilmiah adalah karya tulis yang menyajikan gagasan, deskripsi atau
pemecahan masalah secara sistematis, disajikan secara objektif dan jujur, dengan
menggunakan bahasa baku, serta didukung oleh fakta, teori, dan atau bukti-bukti
empirik. Sementara itu, menurut Brotowidjoyo (2002: 46), karya ilmiah
merupakan karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis
menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Karya ilmiah dapat berwujud
dalam bentuk makalah, kertas kerja, laporan akhir, skripsi, tesis, dan disertasi
35
yang pada dasarnya merupakan produk dari kegiatan ilmuwan (Dwiloka, 2005: 5-
7).
Bertolak dari beberapa definisi dan berdasarkan karakteristik karya ilmiah,
yang dimaksud karya ilmiah dalam tulisan ini adalah suatu tulisan yang
menyajikan gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis
berdasarkan fakta, teori, dan bukti-bukti empirik dengan menggunakan bahasa
baku. Karya ilmiah adalah suatu karya yang dapat dihasilkan oleh satu orang atau
lebih yang bekerja bersama-sama dengan mengikuti kaidah-kaidah dan
persyaratan tertentu dalam penulisannya.Mengenai hal ini ada berbagai pendapat
yang dapat dikaji.
Danial (2001: 4) mengemukakan bahwa karya ilmiah adalah berbagai
macam tulisan yang disusun oleh seseorang atau kelompok dengan menggunakan
tata cara ilmiah. Tata cara ilmiah adalah suatu sistem penulisan yang didasarkan
pada sistem, masalah, tujuan, teori, dan data untuk memberikan alternatif
pemecahan masalah tertentu.Senada dengan pendapat tersebut, Djuroto dan
Supriyadi (2003: 12) mengatakan bahwa karya tulis ilmiah adalah suatu tulisan
yang membahas suatu masalah. Pembahasan itu dilakukan berdasarkan
penyelidikan, pengamatan, dan pengumpulan data yang didapat dari suatu
penelitian, baik penelitian lapangan, tes laboratorium, ataupun kajian pustaka.
Karya ilmiah adalah hasil pemikiran seorang ilmuwan (yang berupa hasil
pengembangan) yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni yang diperoleh melalui kepustakaan, kumpulan pengalaman, penelitian, dan
pengetahuan orang lain sebelumnya (Dwiloka, 2005:2). Menurut Pateda
36
(1993:91), karya ilmiah adalah hasil pemikiran ilmiah pada suatu disiplin ilmu
tertentu yang disusun secara sistematis, ilmiah, logis, benar, bertanggungjawab,
dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.Sejalan dengan pendapat di atas,
menurut Sudjiman dan Sugono (1991: 1-3), karya ilmiah adalah suatu karya tulis
yang penyusunannya didasarkan pada kajian ilmiah dan penyusunannya didahului
oleh penelitian pustaka dan/atau penelitian lapangan.
Karya ilmiah pada dasarnya berbeda dengan karya tulis yang nonilmiah.
Brotowidjoyo (1998: 3-6) membedakan adanya dua golongan karangan, yaitu
karangan ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah (karya ilmiah), dan karangan
ilmu pengetahuan yang bersifat nonilmiah (karya nonilmiah). Karya ilmiah adalah
karangan yang ditulis berdasarkan fakta umum, yaitu fakta yang dapat dibuktikan
benar tidaknya. Meskipun demikian, tidak semua fakta umum bernilai ilmiah.
Karya nonilmiah adalah karangan yang ditulis berdasarkan fakta pribadi, yaitu
fakta yang ada pada diri seseorang atau ada dalam batin seseorang dan bersifat
subjektif.
Penggolongan karangan atas karya ilmiah dan karya nonilmiah tidak saja
didasarkan pada sifat fakta yang disajikan, tetapi juga didasarkan pada cara
penulisan. Sebuah karangan yang menyajikan fakta umum, tetapi jika
penulisannya tidak menggunakan metode penulisan yang baik dan benar,
karangan itu tidak dapat digolongkan sebagai karangan ilmiah. Dengan demikian,
karya ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta umum dan
ditulis menurut metode penulisan karangan ilmiah.Pengungkapan pikiran dalam
karya ilmiah didasarkan pada fakta dengan berpedoman pada ciri-ciri dalam
37
penulisan ilmiah, yaitu: (1) pengungkapan masalah dan pemecahannya dilakukan
secara ilmiah; (2) pengungkapan pendapat didukung oleh fakta; (3) bersifat tepat
dan lengkap; (4) pengembangannya secara sistematis dan logis; serta (5) bersifat
netral dan tidak emosional. Berkaitan dengan ciri-ciri yang menjadi katagori
sebuah karya ilmiah, Maimunah (2007: 26) mengungkapkan bahwa karakteristik
penulisan karya ilmiah meliputi: fokus gagasan, keterbacaan, teknik penulisan,
dan perujukan.
Menurut Sugiyono (2005: 45) dalam proses penyusunan karya ilmiah
diperlukan adanya kreativitas gagasan. Kreativitas gagasan adalah sebuah
kemampuan untuk memikirkan dan menemukan sesuatu yang baru, menciptakan
gagasan-gagasan baru dengan cara mengombinasikan, mengubah atau
menerapkan kembali ide-ide yang telah ada (Gie, 2003: 14). Lebih lanjut menurut
Rahmat (2005: 27) kreativitas gagasan adalah sebuah perilaku menerima
perubahan dan kebaruan, kemampuan bermain-main dengan berbagai gagasan dan
berbagai kemungkinan, cara pandang yang fleksibel, dan kebiasaan menikmati
sesuatu.
Sementara itu, menurut Drost (2000: 8) kreativitas gagasan adalah proses
kerja keras dan berkesinambungan dalam menghasilkan gagasan dan pemecahan
masalah yang lebih baik, serta selalu berusaha untuk menjadikan segala sesuatu
lebih baik. Hal ini berkenaan dengan proses eksplorasi untuk melahirkan ide dan
gagasan yang inovatif dan solutif. Menurut Kamdi (2002: 19) kegiatan berpikir
kreatif adalah suatu kegiatan berpikir secara kensisten dan terus-menerus
menghasilkan suatu gagasan yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan.
38
Hossoubafi (2004: 71) menunjukkan bahwa karakteristik dari kreativitas
adalah: (1) mempunyai keterkaitan yang luas dengan masalah yang berkaitan atau
tidak berkaitan dengan dirinya; (2) mampu memandang suatu masalah dari
berbagai perspektif; (3) cenderung menatap dunia secara relatif dan kontekstual,
bukan secara universal atau absolut; (4) biasanya melakukan pendekatan mencoba
dan belajar dalam menyelesaikan permasalahan yang memberikan alternatif,
berorientasi ke depan dan bersikap optimis dalam menghadapi perubahan demi
suatu kemajuan.
Hal-hal yang menjadi indikator penilaian pada aspek kreativitas gagasan
adalah: (1) komprehensif, menarik, aktual, dan unik; (2) struktur gagasan yang
didukung oleh argumentasi ilmiah; (3) keaslian gagasan, penjelasan
pengungkapan ide, sistematika pengungkapan ide; (4) gagasan bersifat asli
diungkapkan secara menyeluruh dan terstruktur yang memperlihatkan keunikan
dan keaslian gagasan yang didukung dengan argumentasi ilmiah yang jelas.
Menurut Pateda dan Pulubuhu (1993: 95), ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi agar suatu tulisan layak disebut sebagai karya ilmiah. Syarat-syarat itu
antara lain: (1) komunikatif,artinya uraian yang disampaikan dapat dipahami
pembaca, (2) kata dan kalimat yang disusun penulis hendaknya bersifat
denotativesehingga tidak menimbulkan penafsiran ganda pada pembaca.
Pemahaman penulis hendaknya sama dengan pemahaman pembaca, (3) bernalar,
artinya tulisan itu harus sistematis, berurutan secara logis, ada kohesi dan
koherensi, dan mengikuti metode ilmiah yang tepat, dipaparkan secara objektif,
benar, dan dapat dipertanggungjawabkan, (4) ekonomis, artinya kata atau kalimat
39
yang ditulis hendaknya diseleksi sedemikian rupa sehingga tersusun secara padat
berisi, (5) Berdasarkan landasan teoretis yang kuat, artinya suatu hasil karya
ilmiah, bukan subjektivitas penulisnya, tetapi harus berlandaskan teori-teori
tertentu yang dikuasai secara mendalam oleh penulis. Penulis melakukan kajian
berdasarkan teori-teori tersebut, (6) tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu
tertentu, artinya tulisan ilmiah itu ditulis oleh seseorang yang menguasai suatu
bidang ilmu tertentu. Penguasaan penulis pada disiplin ilmu tertentu akan tampak
melalui teori, pendekatan, pemaparan yang selalu berlandaskan pada prinsip-
prinsip ilmu tertentu, (7) memiliki sumber penopang mutakhir, artinya tulisan
ilmiah harus mempergunakan landasan teori berupa teori mutakhir (terbaru).
Penulis ilmiah harus mencermati teori-teori mutakhir melalui penelusuran internet
atau jurnal ilmiah, (8) bertanggungjawab, artinya sumber data, buku acuan, dan
kutipan harus secara bertanggungjawab disebutkan dan ditulis dalam karya ilmiah.
Teknik penulisan yang tepat serta penggunaan bahasa yang baik dan benar juga
termasuk bentuk tanggungjawab seorang penulis karya ilmiah.
Di samping adanya syarat-syarat dalam karya tulis ilmiah, ada ciri-ciri
dalam karya ilmiah, seperti yang diungkapkan oleh Maimunah (2007: 26) yang
mengemukakan bahwa ciri karangan ilmiah adalah: (1) pengungkapan masalah
dan pemecahannya dilakukan secara ilmiah; (2) pengungkapan pendapat didukung
oleh fakta; (3) bersifat tepat dan lengkap; (4) pengembangannya secara sistematis
dan logis; dan (5) bersifat netral dan tidak emosional. Ciri karya tulis ilmiah yang
lain adalah menggunakan kalimat efektif, yaitu kalimat yang secara tepat dapat
mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis dan sanggup
40
menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca
seperti yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis (Suwardjono, 2004: 1).
Berkaitan dengan masalah tersebut, Keraf (1993: 36-48) merinci lebih lanjut,
bahwa kalimat efektif mempunyai: kesatuan gagasan, koherensi yang baik dan
kompak, penekanan, variasi, paralelisme, dan penalaran atau logika.
Senada dengan pendapat itu, Indriati (2006: 34) mengatakan bahwa tulisan
yang efektif harus mengandung unsur-unsur: (1) singkat dalam arti tidak perlu
menambahkan hal-hal di luar isi pokok tulisan dan tidak mengulang-ulang yang
sudah dijelaskan (redundant). (2) jelas, kejelasan (clarity) dalam arti tidak
mempunyai arti ganda (ambiguous), (3) tepat (precise) dalam arti pemilihan kosa
kata harus tepat menggambarkan apa yang dimaksudkan penulis. (4)aliran logika
(logical flow) lancar dalam arti paparan ide pokok didukung oleh penjelasan dan
kesimpulan. (5) koheren dalam arti, ide-ide pokok harus saling berkaitan
mendukung ide utama sehingga seluruh bagian tulisan merupakan kesatuan yang
saling berhubungan (coherence).
Banyak unsur yang membentuk karangan / tulisan ilmiah. Hal itu
dikatakan oleh Langan dalam Pateda (1993: 96) bahwa karangan/tulisan ilmiah itu
terbentuk oleh adanya unsur: (a) kata, (b) kalimat, (c) paragraf, (d) keutuhan, (e)
kohesi-koherensi, dan (f) diksi. Unsur (a) sampai dengan (c) berhubungan dengan
struktur bahasa, sedangkan unsur (d) hingga (f) berkaitan dengan unsur yang
membentuk tulisan secara menyeluruh.
Menurut Hasimoto, dkk. (1982: 87), suatu karya ilmiah harus memiliki
koherensi, yaitu mempunyai keterpaduan yang menyeluruh, di mana tidak ada
41
unsur atau bagian-bagian tulisan terabaikan yang memungkinkan pembaca
bertanya-tanya atau kehilangan jejak dalam memahami isi tulisannya. Adapun
tujuan dari koherensi adalah untuk membantu para pembaca melihat bagaimana
penulis memaparkan pokok-pokok pikiran secara utuh dan jelas: bagaimana ide
yang satu dikaitkan dengan ide yang lainnya. Senada dengan pendapat Hosimoto,
Syamsudin, dkk. (1998:78) menyatakan bahwa suatu wacana yang baik memiliki
kohesi dan koherensi. Kohesi adalah adanya hubungan yang serasi antara unsur
yang satu dengan unsur yang lain sehingga tercipta pengertian yang koheren.
Kohesi merujuk pada pertautan bentuk, sedangkan koherensi merujuk pertautan
makna.
Unsur terakhir pada karangan / tulisan ilmiah adalah diksi. Diksi adalah
kemahiran penulis memilih kata dan kalimat yang mendukung beberan pikiran.
Kata atau kalimat yang dipilih harus efektif dan bermakna. Kata dan kalimat yang
dipilih harus betul-betul berfungsi. McCrimmon (1984, 271), diksi yang baik
adalah pemilihan kata-kata yang dapat dipergunakan untuk mengkomunikasikan
maksud penulis dengan baik kepada pembaca. Lebih lanjut menurut McCrimmon
(1984: 271-282), terdapat tiga kualitas yang menggambarkan sebuah pemilihan
kata yang baik, yaitu: (1) kesesuaian atau ketepatan kata: kata-kata yang tepat
adalah kata-kata yang sesuai dengan tujuan yang dimaksud penulis. Termasuk di
dalamnya analisis penulis terhadap situasi dan sasaran yang dituju, (2)
kekhususan: kata-kata khusus yang dimaksud dalam sebuah tulisan adalah kata-
kata yang secara spesifik mengacu pada orang, objek, atau acara tertentu, (3)
pencitraan: terdapat dua arti yang umum, yaitu imaji-imaji atau gambar-gambar
42
yang diciptakan oleh kata-kata konkret dan bahasa-bahasa kiasan misalnya simile
dan metafora.
Terkait dengan bahasa, menurut Suriasumantri dalam (Waluyo, 2014: 2-
3) yaitu sebagai sarana berpikir keilmuan dan sarana komunikasi keilmuan.
Sebagai sarana keilmuan bahasa diperkuat dengan logika, matematika, dan
statistika. Logika mengatur bahasa yang digunakan supaya memiliki keberaturan,
keruntutan, proses penalaran yang benar, dan alur pemikiran yang lancar dan
lurus. Matematika menjadi dasar pemikiran deduktif, bahwa setiap menulis karya
ilmiah harus didasarkan pada teori-teori pakar-pakar pendahulu yang dikutip
sesuai dengan kaedah keilmuan dan etika keilmuan. Statistika merupakan dasar
pemikiran bahwa karya keilmuan harus menampilkan data-data empirik sesuai
dengan masalah yang hendak dijawab atau diuji dalam penyimpulan.
Gambaran langkah penyimpulan sudah terbayang oleh penulis ilmiah
karena harus didukung data yang sesuai dengan apa yang akan disimpulkan.Alur
deduktif harus memaparkan teori-teori yang kuat, yang mendukung argumentasi
untuk hipotesis atau menjadi pedoman bagi penyimpulan. Kedalaman dan
keluasan substansi keilmuan seseorang ditandai dengan pustaka acuan yang
diajukan. Alur pemikiran induktif dalam karya ilmiah tercermin di dalam hasil
laporan penelitian yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan
43
3. Definisi Konseptual Keterampilan Menulis Karya Ilmiah
Berdasarkan uraian di atas dapat disusun definisi konseptual atau
konstruk bahwa keterampilan menulis karya ilmiah adalah suatu kemampuan
menggunakan unsur-unsur bahasa secara tepat dalam membuat tulisan
berdasarkan fakta, menggunakan metode penulisan ilmiah, menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar, menggunakan EYD serta
penyusunannya didasarkan pada kajian ilmiah dan yang didahului oleh
penelitian pustaka dan / atau penelitian lapangan. Di samping itu di dalam
menulis karya ilmiah penulis harus memahami etika penulisan karya ilmiah
secara baik. Etika ini berkaitan dengan pengutipan, perujukan, perijinan
terhadap bahan yang digunakan dan penyebutan sumber data ataupun
informan.
4. Menulis Makalah
a. Pengertian Makalah
Makalah adalah suatu tulisan yang berdasarkan pada kebenaran empiris
yang dipublikasikan secara umum. Makalah juga merupakan sebagai
karangan yang dijadikan sebagai tugas mahasiswa selama mengikuti
pendidikannya di perguruan tinggi. Banyak kajian yang berusaha untuk
menjelaskan pengertian tentang makalah.Diantaranya, Dwiloka (2005:5-7)
mengemukakan, makalah merupakan suatu karya ilmiah yang menyajikan
suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan kajian pustaka atau data di
lapangan yang bersifat empiris objektif, serta melalui pemikiran deduktif
atau induktif.Makalah disusun untuk memenuhi tugas-tugas dalam mata
44
kuliah tertentu. Alek dan Achmad (2010: 112) mengemukakan, makalah
adalah karya tulis yang memuat pemikiran tentang suatu masalah atau topik
tertentu yang ditulis secara sistematis dan disertai analisis yang logis dan
objektif, serta disampaikan di muka umum dalam bentuk seminar, diskusi,
atau lokakarya.
Lebih lanjut menurut Alek dan Achmad (2010: 120-121) ciri – ciri
makalah adalah: (1) Logis, yaitu keterangan, uraian, pandangan dan pendapat
dapat dikaji; (2) Objektif, yaitu mengemukakan keterangan dan penjelasan
apa adanya; (3) Sistematis, yaitu apa yang disampaikan disusun secara runtut
dan berkesinambungan; (4) Jelas, yaitu keterangan, pendapat dan pandangan
yang dikemukakan jelas dan tidak membingungkan; (5) Kebenaran dapat
diuji, yaitu pernyataan, pandangan, serta keterangan yang dipaparkan dapat
diuji, berdasarkan pernyataan yang sesungguhnya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa makalah merupakan salah satu tugas dalam perkuliahan
yang berbentuk karya tulis yang membahas pokok persoalan tertentu yang
ditulis secara sistematis serta melalui analisis yang logis, objektif, dan teruji
kebenarannya.
Menurut Djuhari dan Suherli (2001: 68) makalah adalah karya tulis
ilmiah mengenai suatu topik tertentu yang tercakup dalam ruang lingkup
suatu perkuliahan. Adapun karakteristik makalah adalah sebagai berikut: (1)
merupakan hasil kajian literatur dan atau laporan pelaksanaan suatu kegiatan
lapangan seperti penelitian, penyuluhan, dan pelatihan yang sesuai dengan
cakupan permasalahan suatu perkuliahan; (2) mendeskripsikan pemahaman
45
penulis tentang permasalahan teoretik yang dikaji atau kemampuan
mahasiswa dalam menerapkan suatu prosedur, prinsip, atau teori yang
berhubungan dengan perkuliahan; (3) menunjukkan kemampuan penulis
terhadap isi dari berbagai sumber yang digunakan; dan (4) menunjukkan
kemampuan penulis meramu berbagai sumber informasi dalam suatu
kesatuan sintesis yang utuh.
Dari pendapat di atas dapat disintesiskan bahwa makalah ilmiah adalah
suatu karya tulis ilmiah yang membahas permasalahan tertentu dengan
analisis yang logis dan objektif, ditulis dengan sistematis, bertujuan untuk
menyakinkan pembaca bahwa topik yang ditulis merupakan suatu hasil yang
berdasarkan kebenaran, dilengkapi dengan penalaran logis dan merupakan
tulisan formal. Penulisan makalah ilmiah menggunakan sejumlah sumber,
mengkaji secara mendalam dan kemudian mengemukakan persoalan dalam
cakupan yang lebih sempit. Sumber-sumber itu memberikan fakta-fakta yang
terpercaya dan pendapat para ahli untuk mendukung suatu pandangan atau
gagasan, untuk memberikan alasan, perspektif historis, atau untuk
menganalisis dan menjelaskan.
b. Sistematika Makalah
Makalah sebagai suatu tulisan yang dipaparkan dengan sistematika
tertentu yang meliputi bagian-bagian yang dituliskan secara
berurutan.Sistematika dalam penulisan makalah dikemukakan oleh Dwiloka
(2005:95), terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian inti, dan bagian
akhir. Bagian awal terdiri dari halaman sampul, daftar isi, dan daftar
46
tabel.Bagian inti terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penulisan makalah, pembahasan, dan kesimpulan.Bagian akhir terdiri
dari daftar rujukan.
Berikut adalah penjelasan mengenai bagian awal sebuah makalah.
Halaman sampul memuat judul makalah, maksud penulisan makalah, nama
penulis makalah, serta tempat dan waktu penulisan makalah. Daftar isi berisi
tentang penomoran halaman yang berfungsi sebagai panduan mengenai
keseluruhan isi makalah. Ketentuan penulisan daftar isi adalah sebagai
berikut. (1) Judul bagian makalah ditulis dengan menggunakan huruf kecil
(kecuali awal kata selain kata tugas ditulis dengan huruf besar); (2) Penulisan
judul bagian dan judul subbagian dilengkapi dengan nomorhalaman tempat
pemuatannya dalam makalah; (3) Penulisan daftar isi menggunakan spasi
tunggal dengan antar bagian dua spasi. Daftar gambar dan tabel dicantumkan
untuk mempermudah pembaca mencermati tabel dan gambar yang ada dalam
makalah. Penulisan daftar tabel dan gambar (berupa nomor dan nama)
dituliskan secara lengkap. Jika tabel dan gambar lebih dari satu maka
penulisannya dilakukan secara terpisah. Namun, jika hanya terdapat satu tabel
atau gambar, maka daftar tabel dan gambar disatukan dengan daftar isi
makalah.
Bagian pendahuluan suatu makalah menjelaskan latar belakang
penulisan makalah, perumusan masalah, dan tujuan penulisan makalah. Butir
yang menandai latar belakang masalah adalah hal-hal yang melandasi
perlunya makalah itu ditulis. Paparan latar belakang masalah dapat berupa
47
paparan teoretis atau paparan praktis. Latar belakang masalah harus
menunjukkan kepada pembaca bahwa masalah atau topik yang diangkat
penulis memang perlu untuk dibahas.
Rumusan masalah merupakan bagian penting dalam sebuah sebuah
pendahuluan. Makalah yang telah dideskripsikan dalam bentuk pertanyaan
pada perumusan masalah tidak terbatas pada persoalan yang memerlukan
pemecahan, tetapi juga meliputi persoalan yang memerlukan penjelasan lebih
lanjut. Masalah hendaknya menarik untuk dibahas lebih lanjut, tidak terlalu
asing bagi penulis, dan bahan untuk membahas masalah tersebut cukup
tersedia bagi penulis.
Tujuan penulisan merupakan bagian akhir dari pendahuluan makalah.
Tujuan penulisan berkaitan dengan fungsi yang ingin dicapai melalui
penulisan makalah tersebut. Penulisan makalah memiliki dua tujuan, yaitu
tujuan bagi penulis makalah dan tujuan bagi pembaca. Bagi penulismakalah,
tujuan mengarahkan pada kegiatan penulisan makalah lebih lanjut, khususnya
dalam pengumpulan bahan penulisan. Bagi pembaca makalah, tujuan
penulisan memberi informasi mengenai hal-hal yang disampaikan dalam
makalah tersebut.
Pembahasan merupakan bagian inti dalam makalah. Pembahasan
merupakan jawaban dari setiap butir perumusan masalah. Jika dalam
perumusan masalah ada tiga masalah yang ingin diuraikan penulis, maka
pembahasan merupakan jawaban dari tiga masalah tersebut. Kemampuan
menulis setiap penulis makalah akan terlihat melalui bagian pembahasan.
48
Tinggi rendahnya kualitas tulisan seseorang akan terlihat melaui uraian-uraian
kalimat yang terdapat dalam pembahasan. Penulisan pembahasan yang baik
adalah jika seorang penulis dapat membahas masalah secara mendalam dan
tuntas dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Dalam hal ini
penalaran, kohesi-koherensi, kalimat efektif, dan hal lain yang bertalian
dengan bahasa yang baik dan benar mutlak dikuasai oleh seorang penulis
makalah. Setelah pembahasan selesai dilakukan, penulisan makalah diakhiri
dengan bagian penutup berupa kesimpulan dan saran.
Isi bagian akhir berupa daftar pustaka atau rujukan dan lampiran (jika
ada). Daftar pustaka atau rujukan ditulis sebagai sarana untuk memberikan
gambaran sumber-sumber yang disitasi dan sekaligus sebagai penghargaan
bagi para pencetus teori serta memenuhi kode etik penulisan makalah ilmiah.
Lampiran berupa data yang tidak dimasukkan dalam inti makalah, tetapi
dipandang sangat penting oleh penulis terhadap isi makalah tersebut.
Di samping tiga bagian yang telah dijelaskan di atas, makalah juga
mencakup beberapa ketentuan, yaitu format, kebahasaan, kreativitas gagasan,
topik, data dan sumber informasi, analisis, sintesis, dan simpulan. Format
makalah merupakan bagian dari proses penulisan makalah. Format makalah
adalah bentuk, gaya, atau kerangka penulisan makalah sesuaikan dengan
lingkungan penulisan ilmiah di masing-masing perguruan tinggi (Suwardjono,
2008: 4). Adapun yang perlu diperhatikan dalam format makalah adalah: (1)
tata tulis, yang terdiri dari: ukuran kertas, tipografi, kerapian ketik, tata letak,
jumlah halaman; (2) sistematika penulisan, yang meliputi: ketetapan dan
49
kejelasan ungkapan; (3) format penulisan daftar pustaka, disesuaikan dengan
gaya selingkung. Tata tulis dan semua unsur pengungkapan dipenuhi dengan
cermat di seluruh naskah dan mengikuti pedoman penulisan karya ilmiah.
Hal lain dalam penulisan makalah adalah aspek kebahasaan.
Kebahasaan merupakan aspek yang perlu diperhatikan ketika menlis suatu
makalah. Aspek kebahasaan yang dimaksud adalah penggunaan ragam bahasa
ilmiah, sehingga setiap informasi dalam karya ilmiah dapat diungkapkan
dengan sejelas-jelasnya serta tidak menimbulkan pertanyaan dan keragu-
raguan di dalam benak pembaca.
Menurut Dwiloka dan Riana (2005: 33) bahasa yang digunakan dalam
bahasa ilmiah adalah bahasa pasif, yaitu bahasa yang mengungkapkan bahwa
penulis hanya berperan sebagai media penyampaian maksud, dan bukan
sebagai pelaku. Bahasa ilmiah juga bersifat informatif, yaitu memberikan
sebuah informasi pengetahuan yang diungkapkan secara langsung dan
berdasarkan fakta. Ide atau informasi tersebut benar-benar sesuai dengan fakta
yang diterima, serta dapat dibuktikan secara nyata. Pada saat membuat sebuah
karya tulis ilmiah sudah selayaknya mahasiswa menggunakan ragam bahasa
tulis ilmiah.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan makalah
terkait dengan aspek kebahasaan adalah: (1) penggunaan ejaan yang
disempurnakan (EYD), pemilihan kata baku, dan notasi ilmiah; (2)
penyusunan kalimat yang bersifat eksplisit, denotatif, efektif, dan tidak
ambigu; (3) memperhatikan kohesi dan koherensi antarkalimat dan
50
antarparagraf; (4) bahasa dalam karya ilmiah harus baku, artinya harus sesuai
dengan bahasa yang dijadikan tolok ukur atau standar penggunaan bahasa
yang baik dan benar.
Topik dan isi makalah disesuaikan dengan judul tulisan, aktual, dan
memberikan kontribusi pada pengembangan keilmuan. Margono (2000: 21)
mengemukakan bahwa sumber topik diperoleh keputusan dan penentuan
terakhir terletak pada mahasiswa itu sendiri. Oleh karena itu, sebelum topik
ditentukan, mahasiswa harus mempertimbangkan: (a) apakah topik tersebut
dapat dijangkau atau dikuasai (manageable topic)?; (b) apakah data-data
tersedia cukup (obtainable data)?; (c) apakah topik tersebut penting untuk
diteliti (sifnificance of topic)?; (d) apakah topik tersebut cukup menarik minat
untuk diteliti dan dikajikan (interested topic)?.
Suatu penelitian tidak akan berhasil dengan memuaskan bilamana
mahasiswa tidak mempunyai bekal pengetahuan dan kecakapan tentang cara-
cara mencari dan mengolah data yang telah terkumpul. Topik yang baik belum
menjadi jaminan bahwa data-data yang tersedia telah mencukupi di dalam
penelitiannya, karena data sangat dibutuhkan, baik untuk mengembangkan
maupun menguji hipotesis. Selanjutnya untuk mengembangkan hipotesis,
tidak hanya data semata-mata yang dibutuhkan, tetapi juga buku-buku,
buletin, majalah, koran, dan sebagainya. Demikian pula guna menguji
kebenaran hipotesis, mahasiswa harus pergi ke lapangan.
Indikator penelitian untuk aspek topik yang dikemukakan adalah: (1)
pemilihan isi / masalah / ide; (2) relevansi judul dengan tema, topik yang
51
dipilih dan isi karya tulis; (3) aktualitas topik dan fokus bahasan yang dipilih;
(4) sifat topik, rumusan judul, dan kesesuaian dengan ikhwal bahasan.
Menurut Mujiono (2005: 16) data atau informasi yang dikumpulkan harus
relevan dengan topik, sumber resmi, baik diperoleh dari sumber primer (hasil
survei) maupun sumber sekunder. Data dan informasi berhubungan satu sama
lain dan mendukung uraian pembahasan/analisis serta sesuai dengan sumber
acuannya. Informasi merupakan data yang diolah menjadi bentuk yang
berguna untuk membuat keputusan.
Menurut Mc. Leod (2001: 5) informasi adalah data yang telah diolah
menjadi bentuk yang memiliki arti bagi si penerima dan bermanfaat bagi
pengambilan keputusan saat ini atau mendatang. Senada dengan Mc. Leod,
Sutabri (2005: 31) berpendapat informasi adalah data yang telah
diklasifikasikan atau diolah atau diinterpretasikan untuk digunakan dalam
proses pengambilan keputusan. Lebih lanjut, menurut Jogiyanto (1999: 692)
informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu
bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang
menggambarkan suatu kejadian (event) yang nyata (fact) yang digunakan
untuk pengambilan keputusan.
Di samping itu, Kadir (2002: 31) mendefinisikan informasi sebagai
data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan
seseorang yang menggunakan data tersebut. Informasi dalam hal ini sudah
melalui tahapan proses pengolahan sehingga informasi yang disajikan dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Pengertian tersebut juga
52
sejalan dengan pendapat Bodnar (2000: 1) yang menyatakan informasi adalah
data yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan
yang tepat.
Sukmadinata (2009: 27) menyampaikan bahwa sumber informasi
terdiri dari sumber informasi primer dan sumber informasi sekunder. Sumber
informasi primer biasanya dihasilkan oleh orang-orang yang terlibat langsung
dalam suatu peristiwa, kegiatan, atau kehidupan seseorang. Sumber sekunder
digunakan sebagai sarana untuk mengajukan pendapat ataupun
mengungkapkan pernyataan yang mendukung pendapat penting dari seseorang
maupun kelompok tertentu. Beberapa contoh sumber informasi primer adalah
skripsi, tesis, disertasi, kamus, artikel majalah atau jurnal, artikel internet,
ensiklopedia, indeks, dan abstrak.
Menurut Nursalam (2008: 6) informasi berguna untuk membuat
keputusan karena informasi menurunkan ketidakpastian (meningkatkan
pengetahuan). Informasi menjadi penting karena berdasarkan informasi itu
para penulis dapat mengetahui kondisi objektif di lapangan. Informasi tersebut
merupakan hasil pengolahan data atau fakta yang dikumpulkan dengan
metode ataupun cara-cara tertentu. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan
dari aspek penelitian data dan sumber informasi adalah (1) relevansi data
dengan informasi yang diacu; (2) keakuratan dan integritas data dan informasi;
(3) kemampuan menghubungkan berbagai data & informasi; (4) penulisan
sumber kutipan; (5) penulisan footnote, bodynote, dan endnote; dan (6)
kesesuaisan kutipan dengan daftar pustaka.
53
Setelah data terkumpul, perlu ada proses pemilihan data dan kemudian
dianalisisis serta diinterprestasikan dengan teliti dan cakap sehingga diperoleh
suatu kesimpulan yang objektif dari suatu penelitian. Analisis data adalah
kegiatan untuk memaparkan data, sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran
atau ketidakbenaran dari suatu hipotesis. Batasan ini diungkapkan oleh
Moleong (2003: 103) bahwa analisis data adalah proses yang merinci usaha
secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang
disarankan oleh data sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan
ide.
Bentuk sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke
dalam suatu menyeluruh. Sintesis dalam hal ini diartikan sebagai kemampuan
seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur
pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
Pada tataran ini mahasiswa dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang
baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada. Hasil yang
diperoleh dari kegiatan sintesis ini dapat berupa: (a) tulisan dari hal-hal yang
bersifat sporadik, tidak sistematis, ataupun sistematis, kemudian dibuat
simpulan; (b) rencana dan mekanisme penulisan. Semakin baik sintesis itu
dibuat, semakin baik pula rencana atau penulisan kerja itu (Nursalam, 2002:
4).
Selanjutnya menurut Sukadji (2000: 18) simpulan merupakan hasil
akhir dari suatu pembahasan yang dapat digunakan untuk mengabstraksikan
temuan menjadi sebuah teori yang dapat dipertanggung jawabkan
54
kebenarannya, sesuai dengan hakikat karya ilmiah, yaitu mencari kebenaran
secara empiris melalui proses pengkajian, penelitian, dan penjabaran. Bahasan
dalam makalah haruslah mengandung unsur analisis, sintesis, dan penarikan
simpulan. Diakhir tulisan disampaikan kemungkinan/prediksi transfer gagasan
dan proses adopsi. Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan terkait dengan
aspek analisis, sintesis, dan penarikan simpulan adalah: (1) kemampuan
menganalisis dan menyintesis; (2) kemampuan menyimpulkan bahasan; (3)
kemampuan memprediksi dan mentransfer gagasan untuk dapat diadopsi; (4)
kemampuan menganalisis dan menyintesis serta merumuskan simpulan.
Makalah adalah karya ilmiah yang pembahasannya berdasarkan data
lapangan yang bersifat empiris-objektif. Makalah disusun untuk memenuhi
tugas-tugas mata kuliah tertentu atau memberikan saran pemecahan tentang
masalah tertentu secara ilmiah. Makalah dapat juga berupa hasil penelitian
yang disusun untuk dibahas dalam pertemuan ilmiah, misalnya seminar atau
lokakarya.
Makalah biasanya terdiri dari tiga bagian yaitu bagian awal, bagian
inti, dan bagia akhir, bagian awal terdiri dari halaman sampul, daftar isi, dan
daftar tabel atau gambar (jika ada) bagian inti berupa isi materi yang hendak
dibahas dalam makalah tersebut. Bagian inti terdiri dari latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan makalah, pembahasan,
kesimpulan dan saran. Bagian akhir terdiri dari daftar rujukan dan lampiran
(jika ada).
55
Halaman sampul memuat judul makalah, maksud ditulisnya makalah,
nama penulis makalah, tempat dan waktu penulisan makalah. Maksud
penulisan makalah dapat berupa misalnya untuk memenuhi tugas matakuliah
A yang diampu oleh dosen X. tempat dan waktu dapat berisi nama lembaga
(fakultas, jurusan, program studi, universitas), kota, bulan, dan tahun
ditulisnya makalah tersebut. Contoh sampul makalah dapat dicermati dalam
lampiran.
Daftar isi berfungsi sebagai panduan mengenai keseluruhan isi
makalah. Ketentuan penulisan daftar isi seperti dikemukakan Bambang
Dwiloka (2005:99) adalah sebagai berikut: (1) judul bagian makalah ditulis
dengan menggunakan huruf kecil (kecuali awal kata selain kata tugas ditulis
dengan huruf besar) (2) penulisan judul bagian dan judul sub bagian
dilengkapi dengan nomor halaman dan tempat pemuatannya dalam makalah,
dan (3) penulisan daftar isi dilakukan dengan menggunakan spasi tunggal
dengan antar bagian dua spasi.
Daftar gambar dan tabel dicantumkan untuk mempermudah pembaca
mencermati tabel dan gambar yang ada dalam makalah. Penulisan daftar tabel
dan gambar (berupa nomor dan nama) dituliskan secara lengkap. Jika tabel-
tabel dan gambar lebih dari satu, maka penulisannya dilakukan secara
terpisah. Namun, jika hanya terdapat satu tabel atau gambar, maka daftar tabel
dan gambar disatukan dengan daftar isi makalah.
Bagian pendahuluan suatu makalah menjelaskan mengenai latar
belakang penulisan makalah, perumusan masalah, dan tujuan penulisan
56
makalah. Butir yang menandai latar belakang masalah adalah hal-hal yang
melandasi perlunya makalah itu ditulis. Paparan latar belakang masalah dapat
berupa paparan teoretis atau paparan praktis. Yang perlu dicermati dalam latar
belakang masalah adalah menunjukkan kepada pembaca bahwa masalah atau
topic yang diangkat penulis perlu dibahas.
Masalah yang telah dideskripsikan dalam bentuk pertanyaan pada
perumusan masalah tidak terbatas pada persoalan yang memerlukan
pemecahan, tetapi juga meliputi persoalan yang memerlukan penjelasan lebih
lanjut, tidak terlalu asing bagi penulis, dan bahan untuk membahas masalah
tersebut cukup tersedia bagi penulis.
Tujuan penulisan merupakan bagian akhir dari pendahuluan makalah.
Tujuan penulisan berkaitan dengan fungsi yang ingin dicapai melalui
penulisan makalah tersebut. Biasanya penulisan makalah memiliki dua tujuan,
yaitu tujuan bagi penulis makalah dan tujuan bagi pembaca. Bagi penulis
makalah, tujuannya mengarahkan kegiatan yang harus dilakukan selanjutnya
dalam menulis makalah, khususnya dalam pengumpulan bahan penulisan.
Bagi pembaca makalah, tujuan penulisan memberikan informasi mengenai
hal-hal yang disampaikan dalam masalah tersebut.
Pembahasan merupakan bagian inti dalam makalah. Pembahasan
merupakan jawaban dari setiap butir perumusan masalah. Jika dalam
perumusan masalah ada tiga masalah yang ingin diuraikan penulis, maka
pembahasan merupakan jawaban dari tiga masalah tersebut. Setiap penulis
akan terlihat kemampuan ketrampilan menulisnya melalui penulisan pada
57
bagian pembahasan. Tinggi rendahnya yang baik adalah jika seorang penulis
dapat membahas masalah secara mendalam dan tuntas dengan menggunakan
bahasa yang baik dan benar. Dalam hal ini penalaran, kohesi, koherensi,
kalimat efektif dan sebagainya yang bertalian dengan bahasa yang baik dan
benar mutlak dikuasai oleh seorang penulis makalah. Setelah pembahasan
selesai dilakukan, penulisan makalah diakhiri dengan bagian penutup berupa
kesimpulan dan saran.
Isi bagian akhir berupa daftar pustaka/rujukan dan lampiran (jika ada).
Lampiran merupakan pelengkap dalam penulisan makalah. Lampiran berupa
data yang tidak dimasukkan dalam inti makalah, tetapi dipandang sangat
penting oleh penulis bagi susunan makalah tersebut.
c. Penilaian Makalah
Baik atau buruknya suatu makalah dinilai dari berbagai segi atau sudut
pandang.Penilaian dari segi isi dilihat dari kemampuan untuk
mengidentifikasi, merumuskan gagasan, dan mengkoorganisasikan pokok
pikiran. Pokok-pokok pikiran disusun menurut urutan yang logis dan
sistematis. Sehingga, gagasan yang disajikan dapat diterima dengan baik oleh
pembaca.
Pengungkapan seluruh gagasan dan pokok pikiran memerlukan
penguasaan berbagai aspek komponen bahasa, yaitu perlu ditemukan sejumlah
kosakata yang sesuai dengan isi dan makna yang akan disampaikan. Kalimat
perlu disusun berdasarkan rangkaian kata yang lugas dan jelas, serta
memenuhi persyaratan dan aturan tatabahasa.Di samping itu, dalam teknik
58
penulisan, perlu diperhatikan penggunaan tanda baca yang tepat. Demikian
pula dalam penggunakan gaya bahasa harus sesuai dengan sifat dan tujuan
penulisan.
Sujana (1995: 14) berpendapat bahwa makalah yang baik adalah yang
berisi data rasional dan empiris serta memuat hasil penelitian lapangan, yaitu
isi makalah harus memaparkan hasil studi pustaka dari berbagai sumber, baik
buku, majalah, internet, maupun fakta-fakta yang berkembang di masyarakat
dan didukung berbagai narasumber. Selanjutnya, penilaian karya ilmiah
menurut Cooper dan Odell (1977: 4) dapat dilakukan secara holistik dan
sepintas maupun analitik. Namun, penilaian pada umumnya dilakukan secara
holistik dan sepintas. Tetapi apabila penilaian itu lebih dibutuhkan untuk
keperluan yang bersifat diagnostik dan edukatif maka yang dipandang lebih
tepat adalah penggunaan metode annalitik.
Menurut Chapman (1983: 120-121) komponen-komponen yang
dinilai meliputi: (1) fokus, yaitu kejelasan dan konsistensi gagasan utama; (2)
perluasan (elaboration), yaitu kecukupan penjelasan terhadap argumen-
argumen dan kesimpulan; (3) perorganisasian, yaitu kejelasan dan adanya
keterkaitan antaride; (4) konvensi, yaitu ketepatan dalam penggunaan ejaan,
tatabahasa, dan tanda baca.
Selanjutnya, menurut Suwandi (2006: 11), komponen-komponen yang
dinilai dalam karangan ilmiah adalah sebagai berikut. (1) Isi, meliputi
relevansi, tesis yang dikembangkan, keeksplisitan analisis, dan ketepatan
simpulan; (2) Organisasi, meliputi keutuhan, perpautan, keterkembangan
59
paragraf, dan organisasi karangan; (3) gramatika, meliputi ketepatan bentuk
kata dan keefektifan kalimat; (4) diksi, meliputi ketepatan kata (gagasan),
kesesuaian kata (konteks), kebakuan kata; (5) ejaan meliputi: pemakaian
huruf, penulisan kata, pemakaian pungtuasi; (6) notasi ilmiah, meliputi
penulisan sumber kutipan dan daftar pustaka.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disintesiskan bahwa penilaian
makalah mencakup beberapa hal: kalimat disusun secara lugas dan efektif,
runtut, adanya keterpautan antar ide, rasional dan empiris, serta berdasarkan
pada studi pustaka. Adapun acuan penilaian karya ilmiah dalam disertasi ini
mengacu pada pendapat Suwandi (2006: 9-10), sebagai berikut: isi, organisasi
isi, gramatika, diksi, ejaan, notasi ilmiah. Masing-masing komponen tersebut
diberi bobot skor 30%, 30%, 15%, 15%, 5%, dan 5%.
5. Hakikat Kemampuan Berpikir Logis
a. Pengertian Berpikir
Berpikir merupakan perilaku kognitif yang menjadi salah satu
bentuk aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Setiap saat tidak ada
satupunkegiatann yang dilakukan manusia tanpa tanpa melakukan
aktivitas berpikir, misalnya bagaimana memecahkan masalah, bagaimana
cara mencapai tujuan, bagaimana cara mencari alasan, dan bagaimana
cara pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah. Menurut
Dewey (dalam Bolton, 1972: 8),“thinking is a directed activity which
inevitably involves some form of experimentation, however rudimentary”.
60
Artinya, berpikir adalah suatu pengarahan aktivitas yang tidak terlepas dari
beberapa bentuk percobaan, walaupun yang paling sederhana/dasar.
Diungkapkan juga “thinking is therefore essentially a matter of
judging and evaluating objects and events: we judge some things as
related to one another, others as contradictory one event as implying
another, and so on”. Artinya berpikir adalah sesuatu yang utama dari
penilaian dan evaluasi objek dan kejadian: kita menilai beberapa hal yang
dihubungkan dengan satu sama lain, peristiwa lain yang berlawanan yang
menggambarkan kondisi yang lainnya, dan sebagainya".
Berpikir adalah berbicara dengan dirinya sendiri dalam batin yang
merupakan kegiatan akal yang khas dan terarahuntuk mempertimbangkan,
merenungkan, menganalisis, membuktikan sesuatu, menunjukkan alasan-
alasan, menarik kesimpulan, meneliti sesuatu jalan pikiran, dan mencari
bagaimana berbagai hal itu berhubungan satusama lain (Mukhayat,
2004:3; Poepoprodjo & Gilarso, 1989:4). Selanjutnya, Santrock (2009: 7)
menjelaskan bahwa “berpikir” melibatkan kegiatan memanipulasi dan
mentransformasi informasi dalam memori. Pendapat lain juga
dikemukakan oleh Suriasumantri (1993: 42) yang menyatakan bahwa
berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang
benar.
Di samping pendapat di atas, menurut Mehra dan Burhan (1986: 1-
2), berpikir adalah suatu kegiatan jiwa untuk mendapatkan pengetahuan,
sesuatu yang telah diketahui merupakan data atau bahan pemikiran,
61
sedangkan sesuatu yang belum diketahui merupakan konklusi yang akan
diperoleh dari pemikiran. Melalui aktivitas berpikir, dapat dikaji perihal
benda-benda, gejala-gejala, dan peristiwa-peristiwa untuk kemudian
menarik kesimpulan berupa ilmu pengetahuan. Dari pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan kegiatan akal yang
dilakukan oleh manusia untuk menemukan pengetahuan yang benar
Kegiatan berpikir berkaitan dengan penalaran karena penalaran
merupakan suatu proses berpikir dalam bentuk menarik kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Pengetahuan yang dihasilkan merupakan
pengetahuan yang benar. Kegiatan berpikir untuk menghasilkan
pengetahuan yang benarberbeda-beda karena apa yang disebut benar bagi
tiap orang tidak sama. Setiap jalan pikiran memiliki kreteria kebenaran
dan kriteria kebenaran itu merupakan landasan bagi proses penemuan
kebenaran tersebut (Suriasumantri, 1993: 42).
Penalaran merupakan suatu proses berpikir manusia untuk
menghubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada satu
kesimpulan (Arifin dan Amran Tasai, 1991: 160). Sementara itu, menurut
Waluyo (1989: 3), penalaran merupakan kegiatan berpikir yang
mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Selanjutnya, dinyatakan bahwa sebagai suatu kegiatan berpikir, penalaran
memiliki ciri-ciri penanda: (1) adanya suatu pola berpikir yang secara luas
disebut logika, (2) mempunyai sifat analitik dalam proses berpikirnya.
62
Poespoprojo dan Gilarso (1985: 8) berpendapat bahwa penalaran
adalah pengambilan suatu kesimpulan yang didasarkan pada alasan-alasan
dan langkah-langkah tertentu dalam menjelaskan suatu hal yang saling
berkaitan atau berhubungan antara satu dengan yang lain. Sejalan dengan
pendapat tersebut, penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir, tersusun
urutan yang saling berhubungan untuk sampai pada kesimpulan (Suhendar
dan Supinah, 1992: 22).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disintesiskan bahwa berpikir
adalah memahami suatu yang dialami dan mencari jalan keluar dari
persoalan yang sedang dialami dengan membandingkan, menggolongkan,
menghubungkan, mengevaluasi, menafsirkan, dan menarik kesimpulan.
Dalam arti kata lain berpikir merupakan suatu aktivitas berbicara dengan
dirinya sendiri yang tidak terlepas dari proses bernalaryang dapat
menghasilkan pengetahuan, agar pengetahuan yang dihasilkan dalam
bernalar ini mempunyai dasar kebenaran, maka proses berpikir harus
dilakukan dengan cara tertentu, yaitu dengan merenungkan,
mempertimbangkan, dan menganalisis, untuk mengambil suatu keputusan
atau kesimpulan dari suatu objek kejadian.Suatu penarikan kesimpulan baru
dianggap valid (sahih) apabila proses penarikan kesimpulan dilakukan
dengan menggunakan logika, dimana logika secara luas dapat diartikan
sebagai cara pengkajian untuk berpikir secara valid.
63
b. Kemampuan Berpikir Logis
Kemampuan adalah suatu kesanggupan atau kecakapan seorang
individu dalam menguasai suatu keahlian. Kemampuan ini dapat berupa
kesanggupan bawaan sejak lahir, yang memerlukan suatu latihan dan praktek
(Chapin, 2000:11). Dalam kaitannya dengan berpikir logis, kemampuan
merupakan kecakapan menggunakan penalaran dalam mengambil suatu
keputusan. Kata logis sering digunakan seseorang ketika pendapat orang lain
tidak sesuai dengan pengambilan keputusan (tidak masuk akal) dari suatu
persoalan. Hal ini berarti bahwa dalam kata logis tersebut termuat suatu
aturan tertentu yang harus dipenuhi. Menurut (Mukhayat, 2004:3;
Poespoprodjo & Gilarso ( 1989:4 ) kata logis mengandung makna besar atau
tepat berdasarkan aturan-aturan berpikir dan kaidah-kaidah atau patokan-
patokan umum yang digunakan untuk dapat berpikir tepat.
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan
bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya,
bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis
argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang
diberikan (premis) Berpkir logis mempunyai kaitan dengan sikap dan sifat
analitis. Pendapat yang logis merupakan hasil analisis yang seksama dan
cermat, itulah yang merupakan salah satu sebab bahwa pendapat yang logis
mempunyai keberterimaan bagi siapapun (Kafie, 1989: 41).
Logika adalah ilmu bernalar secara cepat. Hal itu mempunyai arti
bahwa ilmu bernalar berusaha menemukan dan menyatakan kaidah-kaidah
64
sesuai dengan kegiatan berpikir yang dapat dinilai baik atau buruk, benar atau
salah, dan bernalar atau tidak bernalar (Leonard, 1967: 11-12). Sementara itu,
menurut Eysenck (1993: 140) logika adalah teori tentang penyimpulan yang
sah atau sistem penalaran yang menelaah tentang prinsip-prinsip penyimpulan
yang sah, oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran
merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis dapat diartikan
sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau menurut logika tertentu.
Logika diartikan sebagai cara penarikan kesimpulan yang sahih
menurut cara tertentu (Suriasumantri, 1984: 46).Sementra itu, menurut
Mundiri (1996: 15) logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat
dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan.
Keseluruhan informasi merupakan suatu sistem yang bersifat logis, karena itu
science tidak melepaskan kepentingan terhadap logika. Dari pernyataan
tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia menggunakan logika dalam
proses berpikir, bertindak, dan bersikap objektif. Bila seseorang memiliki
pikiran yang tepat sesuai dengan logika maka dapat dikatakan orang tersebut
memiliki pemikiran yang logis. Hal ini sesuai dengan pendapat Poespoprodjo
dan T. Gilarso (1985: 4) yang menyatakan bahwa suatu jalan pikiran yang
tepat dan jitu, yang sesuai dengan patokan-patokan dalam logika disebut
“logis”.
Berpikir logis merupakan kegiatan berpikir menurut pola-pola dan
sesuai dengan aturan-aturan berpikir. Logis dalam bahasa sehari-hari dapat
dikatakan masuk akal. Menurut Suriasumantri (1985: 43) berpikir logis
65
adalah kegiatan berpikir berjalan menurut pola tertentu dengan menggunakan
penalaran. Sementara itu, menurut Stevens (1996: 6) berpikir logis adalah
proses mengurutkan (ordering), membandingkan (comparing),
mengontraskan (contrasting), mengevaluasi (evaluating), dan menyeleksi
(selecting). Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir logis adalah
kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah menggunakan penalaran
atau logika melalui proses mengurutkan, membandingkan, mengontraskan,
mengevaluasi, dan menyeleksi untuk mencapai suatu tujuan.
Albrecht (2009: 19) menyatakan, “logical thinking is the process in
which one uses reasoning consistently to come to a conclusion. Problems or
situations that involve logical thinking call for structure, for relationships
between facts, and for chains of reasoning that “make sense.” Artinya,
pemikiran logis adalah proses penggunaan penalaran secara konsisten untuk
mengambil sebuah kesimpulan. Permasalahan atau situasi yang melibatkan
pemikiran logis memerlukan struktur, hubungan antara fakta-fakta, dan
hubungan penalaran yang "bisa dipahami." Agardapat berpikir logis, maka
harus dipahami dalil logika yang merupakan peta verbal yang terdiri dari tiga
bagian dan menunjukkan gagasan progresif, yaitu: (1) dasar pemikiran atau
realitas tempat berpijak, (2) argumentasi atau cara menempatkan dasar
pemikiran bersama, dan (3)simpulan atau hasil yang dicapai dengan
menerapkan argumentasi pada dasar pemikiran (Saragih, 2007: 15).
Adapun cara pengukuran kemampuan berpikir logis menurut
Amthauer (1970&1973), melalui tes struktur inteligensi atau Intelligent-
66
Structure-Test (IST). Aspek-aspek yang digali dari setiap subtes adalah: 1)
mengukur masalah pembentukan keputusan, common sense, suatu penilaian
yang mendekati realitas. Tes ini untuk melihat kemandirian berpikir, 2)
mengukur daya berpikir verbal yang integratif, dapat memahami isi dari suatu
pengertian. Suatu kemampuan untuk menghayati masalah bahasa, 4)
mengukur kemampuan mengkombinasi, sehingga subtes ini dapat
menunjukkan adanya kelincahan (fleksibelitas) dalam berpikir dn kedalaman
berpikir, 5) mengukur kemampuan abstraksi yaitu pembentukan pengertian,
kemampuan untuk menyatakan pengertian di dalam bahasa.
Dari uraian di atas dapat disintesiskan bahwa berpikir logis
merupakan kegiatan berpikir yang menggunakan penalaran secara konsisten
dan tidak terlepas dari dasar realitas, sebab yang dipikirkan adalah realitas,
yaitu hukum realitas yang selaras dengan aturan berpikir, dasar realitas yang
jelas dan dengan menggunakan hukum-hukum berpikir yang akhirnya akan
dihasilkan putusan yang dilakukan.Berpikir logis lebih mengacu pada
pemahaman pengertian (dapat mengerti), kemampuan aplikasi, kemampuan
analisis, kemampuan sintesis, bahkan kemampuan evaluasi untuk membentuk
kecakapan (suatu proses). Kemampuan berpikir logis merupakan kemampuan
seseorang untuk memecahkan masalah menggunakan penalaran atau logika
untuk menganalisis dengan proses mengurutkan, membandingkan,
mengontraskan, mengevaluasi, dan menyeleksi sehingga mencapai suatu
tujuan. Maka dari itu, makna berpikir logis berarti berpikir sesuai dengan
kaidah-kaidah ilmu logika.
67
6. Hakikat Metode Pembelajaran
Metode adalah spesifikasi pembelajaran di kelas untuk mencapai
sasaran yang ditentukan (Brown, 2000: 171), sifatnya adalah prosedural
(Iskandar Wasid dan Dadang Sunendar, 2008:40), dan menurut Edward (2009:
74) bahwa metode adalah cara. Jadi dengan kata lain metode adalah prosedur
atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang telah disiapkan dalam pentuk
kegiatan.
Sedangkan pembelajaran menurut Alwi dkk (2005: 17) adalah suatu
proses, cara, perbuatan yang dapat menjadikan orang atau mahluk hidup
belajar. Selanjutnya menurut Hamalik (2008: 57) pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling melengkapi dan mempengaruhi dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Sudjana (2005: 76), metode
pembelajaran ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan
hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Dengsn
demikian dapat disampaikan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara
yang dillakukan oleh guru/dosen agar proses pembelajaran tercapai sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai, oleh karena itudaalam melaksanakan
tugasnya untuk menyajikan suatu materi ajar, dosen harus memilih metode
tertentu yang dinilai sesuai dengan materi yang akan diajarkannya..
Sutikno (2009: 88) menjelaskan bahwa metode pembelajaran adalah
cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar
68
terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai
tujuan.Senada dengan pendapat tersebut, Sanjaya (2008: 127) menyatakan
bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara/jalan dalam mencapai suatu
tujuan pembelajaran.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disintesiskan bahwa metode
adalah rangkaian kegiatan yang terencana dengan melibatkan banyak
komponen untuk mencapai tujuan tertentu, adapun pembelajaran merupakan
seperangkat unsur pembelajaran yang saling terkait antara yang satu dengan
yang lainnya sehingga dapat membentuk sebuah sinergitas untuk dapat
mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dengan demikian metode pembelajaran
adalah cara yang ditempuh, menyangkut cara kerja untuk dapat memahami
objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan sebagai alat untuk
mencapai tujuan.
Pencapaian pembelajaran untuk dapat membentuk kemampuan siswa
diperlukan adanya suatu metode pembelajaran yang efektif. Agar tidak terjadi
masalah dalampembelajaran maka pengajar (dosen) dapat menggunakan
metode pembelajaran yang tepat dan inovatif, serta menarik bagi peserta didik.
Metode pembelajaran inovatif yang dimaksud antara lain: jigsaw, quantum
learning, learning together, discoveri, problem based learning, mind
mapping, cooperative integrated reading and composition, dan lain-lain.
Lebih lanjut akan didalami metode pembelajaran sebagai berikut.
69
a. Metode Pembelajaran Mind Mapping
1. Pengertian Metode Mind Mapping
Mind mapping (peta pikiran) adalah metode mencatat untuk
memudahkan siswa mengingat materi pelajaran dengan menggunakan prinsip
managemen otak untuk membuka seluruh potensi dan kapasitas otak yang
masih tersembunyi. Pernyataan tersebut didasarkan pada pendapat Buzan
(2008: 4) yang mengungkapkan bahwa peta pikiran adalah cara mencatat yang
kreatif, efektif, dan secara harafiah dapat “memetakan” pikiran. Dalam peta
pikiran, sistem kerja otak diatur secara alami, sesuai dengan sifat kealamian
cara berpikir manusia. Peta pikiran membuat otak manusia bekerja dengan
baik dan sesuai fungsinya.
Prinsip yang dikembangkan dalam peta pikiran pada hakikatnya sama
dengan peta kota, yaitu bagian tengah peta pikiran merupakan pusat kota dan
mewakili gagasan terpenting, sedangkan jalan-jalan protokol yang memancar
keluar dari pusat kota merupakan pikiran-pikiran utama dalam proses berpikir
dan jalan-jalan atau cabang-cabang sekunder merupakan pikiran sekunder
(Buzan, 2009: 4). Dalam peta pikiran, kedua sistem otak diaktifkan sesuai
porsinya masing-masing. Kemampuan otak akan pengenalan visual akan
mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya (Buzan, 2008: 9). Dengan adanya
kombinasi warna, gambar, dan cabang-cabang melengkung, infomasi dari peta
pikiran lebih mudah untuk diingat.
70
Selain itu, Buzan (2008: 109) mengungkapkan bahwa peta pikiran
adalah alat berpikir kreatif yang mencerminkan cara kerja alami otak. Peta
pikiran memungkinkan otak menggunakan semua gambar dan asosiasinya
dalam pola radial dan jaringan. Dengan kata lain Mind Mapping merupakan
cara mencatat yang kreatif, efektif, dan memetakan pikiran-pikiran, mudah
dan berdaya guna serta merupakan cara mudah untuk menempatkan informasi
ke dalam otak dan mengambil informasi itu ketika dibutuhkan.
Adapun manfaat metode mind mapping menurut Buzan (2008: 54-130)
adalah: (1) merangsang otak kiri dan otak kanan secara sinergis, (2)
membebaskan diri dari seluruh jeratan aturan saat mengawali belajar, (3)
membantu seseorang mengalirkan diri tanpa hambatan, (4) membuat rencana
atau kerangka cerita, (5) mengembangkan sebuah ide, (6) membuat
perencanaan sasaran pribadi, (7) memulai usaha baru, (8) meringkas isi sebuah
buku, (9) fleksibel, (10) dapat memusatkan perhatian, (11) meningkatkan
pemahaman, (12) menyenangkan dan mudah diingat. Dengan demikian Mind
Mapping dapat memberikan pandangan menyeluruh tentang pokok masalah
dengan keluasan area dan dapat mendorong mahasiswa memecahkan masalah
secara kreatif serta membuat mahasiswa senang melihat, membaca, mencerna
dan mengingat materi ajar untuk dapat menemukan suatu konsep.
Sejalan dengan hal tersebut, DePoter dan Hernacki (2009: 175-176)
mengatakan bahwa peta pikiran adalah metode mencatat kreatif yang
memudahkan untuk dapat mengingat banyak informasi. Dengan demikian,
peta pikiran merupakan garis besar dari katagori utama dan pikiran-pikiran
71
kecil yang digambarkan sebagai cabang dari cabang pikiran yang lebih besar.
Catatan, gambar, dan diagram adalah contoh wakil visual yang digunakan
untuk membantu mahasiswa membangun skema. Cara penyusunan catatan
dapat mempengaruhi bagaimana secara efektif informasi dapat diingat.
Peta pikiran merupakan metode curah gagasan yang terorganisasi
untuk menemukan apa yang tidak diketahui dengan menuliskan sebuah tema
pusat kemudian melukiskan asosiasi dan pikiran sebagai cabang-cabang yang
tumbuh di segala jurusan dari tema pusat (Michalko, 2006: 55). Lebih lanjut,
menurt Wycoff (2003: 64) dan Edward (2009: 67) mind mapping merupakan
salah satu keterampilan yang efektif dalam proses berpikir kreatif dan
merupakan sistem terbaru yang didesain sesuai dengan kerja alami otak
manusia.Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Sugiyanto (2007: 41)
dengan Mind Mapping proses menyajikan dan menangkap isi pelajaran dalam
peta-peta konsep mendekati operasi alamiah berpikir.
Metode Mind Mapping menggunakan berbagai gambar dan garis
lengkung berwarna yang menyeimbangkan cara kerja otak, sehingga dapat
menjadikan belajar menjadi menyenangkan. Di samping itu menurut Buzan
(2007: 4), penggunaan Mind Mapping dalam pembelajaran dapat membantu
anak: a) membebaskan imajinasinya dan menggali ide-ide, b)lebih mudah
mengingat fakta dan angka, c) membuat catatan yang lebih jelas dan mudah
dipahami, d) Berkonsentrasi dan hemat waktu, e) lebih mahir membuat
perencanaan dan meraih nilai bagus dalam ulangan.
72
Lebih lanjut menurut Buzan (2004: 106) keuntungan sebuah peta pikir
adalah: a) bagian pusat dengan gagasan lebih jelas terdifinisikan, b) nilai penting
relatif dari setiap gagasan secara jelas ditunjukkan, c) hubungan antara konsep-
konsep kunci dengan segera dapat dikenali karena kedekatan dan hubungannya,
d) sebagian hasil dari kelebihan di atas, ingatan dan kajian ulang keduanya akan
lebih efektif dan lebih cepat, e) Sifat struktur itu memungkinkan penambahan
informasi baru dengan mudah tanpa corat-coret dan menyelipkan secara carut-
marut, dan sebagainya, f) setiap peta yang dibuat akan tampak dan berbeda
dari setiap peta lainnya, dan hal ini akan membantu utuk mengingat, g) dalam
pembuatan catatan akan lebih kreatif dan akan membantu otak mampu
membuat hubunga baru jauh lebih mudah.
Metode pembelajaran Mind Mapping sangat membantu memudahkan
mahasiswa dalam proses pembelajaran terutama digunakan dalam menulis
karya ilmiah. Di samping itu metode pembelajaran Mind Mapping akan
menambah pengetahuanmahasiswa untuk mencari urutan kronologis suatu
peristiwa, kejadian, dan masalah yang diharapkan. mahasiswa akan lebih
mudah jika dalam pembelajaran menulis narasi mengangkat tema dari
kehidupan siswa sehari-hari atau pengalaman-pengalamannya. Melalui
bimbingan dosen, ide, gagasan, dan pengalaman-pengalaman tersebut
dituangkan ke dalam kerangka berpikir melalui Mind Mapping.
Dalam proses pembelajaran dengan metode mind mapping,informasi
yang panjang dapat dialihkan menjadi diagram warna-warni, sangat teratur,
dan mudah diingat. Cara kerja metode ini selaras dengan cara kerja alami otak.
Metode ini digunakan untuk mempresentasikan kata-kata, ide-ide (pikiran),
73
tugas-tugas atau hal-hal lain yang dihubungkan dari ide pokok otak.Hal ini
berarti bahwa peta pikiran merupakan garis besar dari katagori utama dan
pikiran-pikiran kecil yang digambarkan sebagai cabang-cabang pikiran yang
lebih besar.
Peta pikiran juga digunakan untuk menggeneralisasikan,
memvisualisasi-kan,dan mengklasifikasikan ide-ide serta dapat digunakan
sebagai bantuan dalam belajar, berorganisasi, pemecahan masalah,
pengambilan keputusan, serta dalam kegiatan menulis. Di samping itu, peta
pikiran merupakan suatu kegiatan mencatat kreatif imajinatif yang didasarkan
pada cara kerja otak, baik otak kanan maupun otak kiri dengan menggunakan
citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan.
De Porter dan Hernacki (2009: 8) menjelaskan bahwa Mind
Mapping merupakan teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan
menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk
suatu kesan yang lebih dalam. Cara membuat Mind Mapping dimulai
dengan terlebih dahulu menyiapkan selembar kertas kosong pada posisi
landscape. Kemudian, tempatkan topik yang akan dibahas di tengah-
tengah halaman kertas dengan posisi horizontal. Gunakan gambar,
simbol, atau kode pada Mind Mapping yang dibuat. Visualisasi kerja otak
kiri yang bersifat rasional, numerik, dan verbal bersinergi dengan kerja
otak kanan yang bersifat imajinatif, emotif, kreatif, dan estetis. Sinergi
antara potensi otak kiri dan kanan tersebut menyebabkan mahasiswa
dapat dengan lebih mudah menangkap dan menguasai materi pelajaran.
74
Selain itu, De Porter dan Hernacki berpendapat bahwa mahasiswa
dapat menggunakan kata-kata kunci sebagai asosiasi terhadap suatu ide
pada setiap cabang pemikiran berupa sebuah kata tunggal dan bukan
kalimat. Garis-garis cabang saling berhubungan hingga ke pusat gambar
dan diusahakan garis-garis yang dibentuk tidak lurus agar tidak
membosankan. Garis-garis cabang sebaiknya dibuat semakin tipis begitu
bergerak menjauh dari gambar utama untuk menandakan hirarki atau
tingkat kepentingan dari masing-masing garis. Sehingga mahasiswa
dapat mengembangkan kemampuan belajar mandiri dan mampu
mengembangkan pengetahuannya sendiri.
DePorter dan Hernacki (2009: 152) mengungkapkan pula bahwa peta
pikiran menggunakan pengingat-ingat visual dan sensorik dalam suatu pola
dari ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar,
mengorganisasikan, dan merencanakan. Peta pikiran ini dapat membangkitkan
ide-ide orisinal dan memicu ingatan dengan mudah.Peta pikiran merupakan
teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan peta pikiran setiap
informasi baru yang masuk ke otak dengan menggunakan citra visual dan
prasarana grafis lain untuk membentuk kesan. Lebih lanjut menurut De Porter
(2001: 103) bahwa 90% masukan indra untuk otak berasal dari sumber visual
dan otak mempunyai tanggapan cepat dan alami terhadap simbol, ikon, dan
gambar yang sederhana dan kuat.
Menutut Wycoff (2003: 64) pemetaan pikiran mirip dengan outlining
tetapi lebih menarik secara visual dan melibatkan kedua belahan otak. Lebih
75
lanjut manfaat peta pikiran menurut Wycoff adalah: Pertama dalam bidang
penulisan. Pemetaan-pikiran dapat membantu seorang pengarang, misalnya,
dalam menggali tokoh novel baru atau mendobrak rintangan-rintangan
menulis sehingga kegiatan menulis dapat dilangsungkan secara cepat, mudah,
dan mengalir. Kedua, di bidang manajemen projek. Pemetaan-pikiran dapat
membantu seseorang memecahkan suatu projek menjadi bagian-bagian kecil
yang kemudian dapat terawasi secara detail. Ketiga, untuk memperkaya
kegiatan brainstorming. Kegiatan, brainstorming, baik yang dilakukan secara
berkelompok maupun perseorangan, cocok dengan teknik pemetaan-pikiran
yang strukturnya mengalir bebas. Keempat, untuk mengefektifkan rapat. Bagi
para manajer, ada kemungkinan besar waktu kerja mereka digunakan untuk
menghadiri rapat. Pemetaan-pikiran menjadikan waktu rapat lebih efektif dan
produktif. Kelima, menyusun daftar tugas. Kadang susunan daftar tugas kita
tidak membangkitkan semangat kita untuk mengerjakannnya secara benar dan
baik. Pemetaan-pikiran akan dapat membantu kita membuat daftar tugas yang
memotivasi. Keenam, melakukan presentasi yang dinamis. Dengan pemetaan-
pikiran, materi presentasi akan dapat diingat lebih mudah dan membuat para
pendengar presentasi mendapatkan materi yang kaya dan bervariasi. Ketujuh,
membuat catatan yang memberdayakan diri. Metode pencatatan pemetaan-
pikiran yang menggabungkan teks dan gambar ini akan membantu seseorang
dalam mengelola informasi, menambahkan kaitan dan asosiasi, serta
menjadikan informasi lebih bertahan lama dalam ingatan. Kedelapan, untuk
mengenali diri. Apabila seseorang dapat membiasakan diri menggunakan
76
pemetaan-pikiran dalam bidang-bidang yang dijalaninya, dia akan dibawa
masuk lebih dalam ke inner self-nya, yang berarti adalah dapat melatih otak
melihat secara keseluruhan sekaligus secara terperinci, dan mampu
mengintegrasikan logika dan daya khayal.
Menurut Buzan (2009: 29), Mind Mapping adalah cara termudah untuk
menempatkaninformasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar dari
otak. Mind map adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah
akan memetakan pikiran-pikiran. Catatan yang dibuat tersebut membentuk
gagasan yang saling berkaitan,dengan topik utama di tengah dan subtopik
serta perincian menjadi cabang-cabangnya. Lebih lanjutnya, Buzan (2009;
40), menjelaskan bahwa Mind Mapping juga merupakan petarute hebat bagi
ingatan, memungkinkan untuk dapat menyusun fakta dan pikiran
sedemikianrupa sehingga cara kerja alami otak dilibatkan sejak awal. Ini
berarti mengingatinformasi akan lebih mudah dan lebih bisa diandalkan
daripada menggunakan teknikpencatatan tradisional.
Otak manusia dapat menyimpan segala sesuatu yang dilihat, didengar,
dan dirasakan. Mencatat merupakan upaya untuk meningkatkan daya ingat
yang diperoleh dari informasi yang tersimpan dalam memori. Tanpa mencatat
dan mengulangi, otak hanya mampu mengingat sebagian kecil apa yang
dilihat, didengar, dan dirasakan. Menurut Windura (2008 54), Mind Mapping
adalah suatu teknis grafis yang dapatmenyelaraskan proses belajar dengan cara
kerja alami otak. Mind mapping melibatkanotak kanan sehingga proses
pembuatannya menyenangkan, dan mind mapping merupakancara paling
77
efektif dan efisien untuk memasukkan, menyimpan, dan mengeluarkandata
dari otak. Menurut Alamsyah (2009: 18), Mind Mapping selaras dengan cara
kerja alami otak, karena Mind Mapping melibatkan kedua belahan otak,
seseorang mencatatdengan melibatkan simbol-simbol atau gambar-gambar
yang disukainya,menggunakan warna-warna untuk cabang-canag yang
mengindikasikanmakna tertentu dan bisa melibatkan emosi, kesenangan,
kreativitas seseorang dalammembuat catatan-catatan.
Menurut Edward (2009: 64) peta pikiran (Mind Mapping) adalah cara
paling efektif dan efisien untuk memasukkan, menyimpan dan mengeluarkan
data dari atau ke otak. Peta pikiran (Mind Mapping) merupakan salah satu cara
mencatat materi pelajaran yang memudahkan siswa untuk belajar. Edward
(2009: 64-65) mengatakan bahwa, sistem Mind Mapping mempunyai banyak
keunggulan yang di antarnya: proses pembuatan Mind Mapping
menyenangkan, karena tidak semata-mata hanya mengandalkan otak kiri saja
dan sifatnya unik sehingga mudah diingat serta menarik perhatian mata dan
otak.
DePorter, dkk. (2005: 175-176) mengatakan bahwa peta pikiran (mind
mapping) adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan untuk dapat
mengingat banyak informasi. A mind map is a diagram used to represent
words, ideas, tasks, or other items linked to and arranged around a central
key word or idea. Mind maps are used to generate, visualize, structure, and
classify ideas, and as an aid in study, organization, problem solving, decision
making, and writing.Mind map atau peta pikiran adalah sebuah diagram yang
78
digunakan untuk mempresentasikan kata-kata, ide-ide (pikiran), tugas-tugas
atau hal-hal lain yang dihubungkan dari ide pokok otak. Peta pikiran juga
digunakan untuk menggeneralisasikan, memvisualisasikan serta
mengklasifikasikan ide-ide dan sebagai bantuan dalam belajar, berorganisasi,
pemecahan masalah, pengambilan keputusan serta dalam menulis.
2. Tahapan Mind Mapping
Menurut Buzan (2008: 21), ada beberapa komponen yang harus
diperhatikan dalam mind mapping, yaitu konsep utama, isu utama, subisu (dari
setiap isu utama), sub-subisu (dari setiap isu), dan proposisi. Dengan
demikian, langkah-langkah dasar mind mapping adalah: (a) mulai dari tengah
kertas kosong, karena memulai dari tengah memberi kebebasan kepada otak
untuk menyebar ke segala arah dan untuk mengungkapkan dirinya dengan
lebih bebas dan alami. (b) menggunakan gambar (simbol) untuk ide utama,
karena sebuah gambar bermakna seribu kata dan membantu otak
menggunakan imajinasi, serta akan lebih menarik, membuat otak tetap
terfokus, membantu otak berkonsentrasi, dan mengaktifkan otak. (c)
menggunakan warna, karena bagi otak warna sama menariknya dengan
gambar dan warna membuat peta pikiran tampak lebih cerah dan hidup yang
membuat energi pada pemikiran kreatif dan menyenangkan, (d)
menghubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat. Membuat ranting-
ranting yang berhubungan ke cabang dan seterusnya, karena otak bekerja
menurut asosiasi. Otak senang mengaitkan dua (atau tiga atau empat) hal
79
sekaligus. Bila cabang-cabang dihubungkan akan lebih mudah dimengerti dan
diingat. (e) membuat garis hubung yang melengkung, karena garis lurus akan
membosankan otak. Cabang-cabang yang melengkung dan organis seperti
cabang-cabang pohon jauh lebih menarik bagi mata. (f) menggunakan satu
kunci untuk setiap garis, karena kata kunci tunggal memberi lebih banyak
daya dan fleksibilitas kepada peta (g) menggunakan gambar, karena seperti
gambar sentral, setiap gambar bermakna seribu kata.
Selanjutnya menurut De Porter dan Hernacki (2009: 156), ada
beberapa cara agar peta pikiran lebih mudah diingat, yaitu: (a) ditulis atau
diketik secara rapi dengan menggunakan huruf-huruf kapital, (b) gagasan-
gagasan ditulis dengan huruf-huruf yang lebih besar, sehingga langsung
tampak ketika catatan dibuka kembali, (c) gambar dalam peta pikiran akan
lebih mudah diingat jika digambar dengan hal-hal yang berhubungan dengan
diri seseorang, (d) menggarisbawahi dan menggunakan huruf tebal, (e) kreatif
dan berani dalam desain karena otak lebih mudah mengingat hal yang tidak
biasa, (f) menggunakan bentuk-bentuk acak untuk menunjukkan hal-hal atau
gagasan-gagasan tertentu, (g) menciptakan peta pikiran secara horizontal
untuk memperbesar ruang bekerja.
Tabel 1.Tahapan dalam Membuat Mind Mapping
Tahapan Keterangan Tahap 1 Tahap 1 Mulailah dari bagin tengah yang sisi panjangnya diletakkan mendatar
Tahap 2 Tahap 2 Gunakan gambar atau foto untuk ide sentral
Tahap 3 Tahap 3 Gunakan warna
Tahap 4 Tahap 4 Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan
tingkat dua dan tiga ketingkat satu dan dua begitu pula selanjutnya
80
Tahap 5 Tahap 5 Buatlah garis hubung yang melengkung
Tahap 6 Tahap 6 Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis
Adapun tahap-tahap metode Mind Mapping dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut. (1) Dosen menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran
yang akan dipelajari; (2) Mahasiswa mempelajari konsep tentang materi yang
dipelajari dengan bimbingan dosen; (3) Dosen mengelompokkan mahasiswa
dalam beberapa kelompok dengan memperhatikan heterogenitas anggota
kelompok, di mana dalam satu kelompok anggotanya mempunyai kemampuan
logika berpikir tinggi maupun rendah; (4) Dosen meminta mahasiswa untuk
membuat peta pikiran dari materi yang dipelajari. Sebagai contoh untuk
mempelajari aturan membuat kutipan dalam karya ilmiah; (5) Untuk
mengevaluasi mahasiswa tentang pemahaman materi yang dipelajari, dosen
menujuk beberapa mahasiswa untuk mempresentasikan hasil peta pikiran
dengan menuliskannya di papan tulis; (6) Dosen memberikan konfirmasi dari
hasil presentasi mahasiswa. (7) Pada akhir proses pembelajaran dilakukan
evaluasi hasil belajar dalam bentuk tugas penyusunan makalah ilmiah.
3. Kelebihan Dan Kelemahan Mind Mapping
Kelebihanyang dimiliki oleh metode mind mapping adalah sebagai
berikut. (1) Dapat dengan bebas mengorganisasikan ide-ide yang muncul; (2)
Dalam proses menggambar diagram dapat memunculkan ide-ide; (3) Diagram
yang sudah terbentuk dapat menjadi panduan dalam belajar; (4) Catatan lebih
terfokus, padat, dan jelas; (5) Membantu menunjukkan hubungan antar bagian-
bagian informasi yang saling terpisah.
81
Sementara itu, kelemahan metode mind mapping adalah sebagai
berikut.(1) Hanya mahasiswa yang aktif yang terlibat; (2) Tidak sepenuhnya
murid yang belajar. Dalam penelitian ini kelemahan yang ada diatasi dengan:
(1) mind mapping yang telah dibuat diperiksa oleh dosen, sehingga mahasiswa
bertanggung jawab untuk membuat mind mapping, (2) melakukan evaluasi dari
materi-materi yang dibuat mind mapping
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disintesiskan bahwa
teknik mencatat dengan menggunakan mind mapping dapat membangkitkan
ide-ide dan memicu ingatan dengan mudah untuk informasi yang tersimpan
dalam memori, karena dengan mencatat menggunakanMind mapping dapat
membangkitkan ingatan dari kesan-kesan yang mendalam melalui warna dan
visualisasi objek. Dengan warna mind mapping menjadi menarik dan
menambah energi untuk dapat berpikir kreatif dan dengan gambar dapat
bermakna seribu kata serta dapat membantu keseimbangan otak kanan dan kiri
dalam menggunakan imajinasi dalam pembuatannya.
Salah satu keunggulan metode meningkatkan kreativitas dan siswa
termotivasi untuk menuangkan gagasannya. Karena metode ini dibuat dalam
bentuk konsep-konsep atau peta yang nantinya kegiatan awal dengan
menentukan tema sentral dan selanjutnya memikirkan cabang-cabang atau
tema-tema turunan yang keluar dari titik tengah tersebut dan mencari hubungan
antara tema turunan. Itu berarti setiap kali mempelajari sesuatu hal maka fokus
diarahkan pada tema utamanya, poin-poin penting dari tema utama yang
82
pelajari, pengembangan dari setiap poin penting tersebut, dan hubungan setiap
poin tersebut.
Dengan cara tersebut, didapatkan gambaran hal-hal apa saja yang telah
diketahui serta area mana saja yang masih belum dikuasai dengan baik, dan
ketika merasakan kebingungan peta pikiran ini membantu meluruskan
pemikiran sehingga bisa kembali berjalan di alur yang sama. Dengan metode
pembelajaran mind mapping mahasiswa dapat aktif menyusun inti-inti dari
suatu materi pelajan menjadi peta pikiran sehingga mahasiswa lebih mudah
mengingat materi pelajaran tersebut.
b. Metode Pebelajaran Problem Based Learning (PBL)
1. Pengertian PBL
Problem Based Learning atau biasa disingkat dengan PBL merupakan
satu bentuk motode pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa (student
centered learning) sehingga dapat memberikan kondisi belajar aktif dan
menempatkan dosen sebagai fasilitator serta menghadapkan mahasiswa pada
suatu masalah konkret yang ada di sekitar mereka. Dengan demikian,
mahasiswa diyakini mampu menemukan masalah dan memproduksi sendiri
pengetahuan mereka.
Pengertian masalah dalam pembelajaran PBL pada hakikatnya
kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara
kenyataan dan apa yang diharapkan. Kesenjangan ini dapat dirasakan dari
adanya keresahan, keluhan, kerisauan dan kecemasan (Rusmono, 2012:78).
Siregar (2010:26) menyatakan bahwa masalah yang dijadikan sebagai fokus
83
pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat
memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam, kerjasama dan
interaksi dalam kelompok serta pengalaman belajar yang berhubungan dengan
pemecahan masalah seperti: berhipotesis, merancang percobaan, melakukan
penyelidikan, mengumpulkan data, mengintreprestasikan data, membuat
kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi dan membuat laporan.
Metode pembelajaran problem based learning (PBL) adalah rangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah
yang dihadapi secara ilmiah (Sanjaya, 2010: 214).Secara definitif, Celik
(2011: 656) menyatakan bahwa pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
merupakan metode yang disusun berdasarkan teori konstruktivistik yang cukup
efektif membantu siswa dalam memperoleh suatu keterampilan.
Konstruktivisme adalah suatu pandangan yang didasarkan pada pemikiran
bahwa semua orang mengkonstruksi perspektifnya sendiri tentang dunia lewat
pengalaman. Inti dari konstruktivisme yaitu pengetahuan dikonstruksi dari
pengalaman. Dalam mengkonstruksikan pengetahuan siswa/mahasiswa
diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai
kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban
dari persoalan yang ditemuinya, selanjutnya melakukan perenungan,
mengekspresikan ide-ide dan gagasan sehingga diperoleh kontruksi yang baru.
Belajar merupakan proses mengkonstruksi (membangun) pengetahuan
melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengetahuan, dan lingkungan
(Suparno, 2001: 28). Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja, tetapi
84
harus dibentuk dan dibangun sendiri oleh setiap individu. Pengetahuan bukan
merupakan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang
terus-menerus. Keaktifan seseorang amat berperan dalam perkembangan
pengetahuan tersebut.
Metode pembelajaran PBL dapat diiplementasikan di lingkungan
belajar yang konstruktivistik. Berdasarkan teori konstruktivistik, proses
pembelajaran terjadi dengan mengkonstruksi pengetahuan dalam pikiran siswa.
Hal terpenting dalam proses ini adalah pengetahuan sebelumnya dan
pengalaman setiap individu. Jika pengetahuan baru konsisten dengan
pengetahuan awal mahasiswa maka pengetahuan dapat diasimilasi dengan
mudah. Namun, apabila tidak konsisten maka dapat berpengaruh pada proses
belajar selanjutnya. Hal ini berpengaruh positif terhadap proses konstruksi
pengetahuan mahasiswa. Pada pembelajaran ini, masalah diberikan kepada
mahasiswa melalui perencanaan yang disusun secara realistis yang berisi
petunjuk untuk membantu mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Dengan demikian maka mahasiswa dapat membangun
pengetahuan baru dengan terlibat dalam dunia sebenarnya, dan dapat
mengembangkan ide-idenya sebagai panduan merancang pengetahuan, serta
mendukung mahasiswa untuk belajar ecara kooperatif.
PBL adalah suatu strategi pemecahan masalah yang signifikan, yang
disandarkan pada situasi yang nyata, memberi sumber-sumber/informasi,
menunjukkan atau memandu, dan memberikan petunjuk pada pebelajar untuk
mengembangkan pengetahuan (Mayo, Donnely, Nash & Schwartz, 1993).
85
“Problem Based Learning (PBL) is a method of learning in which learners
first encounter a problem followed by a systematic, learner-centered inquiry
and reflection process”. Artinya: problem based learning (PBL) adalah suatu
metode pembelajaran di mana pembelajar bertemu dengan suatu masalah yang
tersusun sistematis, penemuan terpusat pada pembelajar, dan proses refleksi.
Konsep dalam PBL, pembelajaran akan tercapai jika dalam proses
pembelajaran dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang outentik,
relevan dan dipresentasikan. Dengan membuat permasalahan sebagai tumpuan
dalam pembelajaran, mahasiswa didorong untuk mencari informasi yang
dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah dengan mengidentifikasi pokok
bahasan (issue) untuk mengembangkan pemahaman tentang berbagai konsep
yang mendasari masalah tadi serta prinsip pengetahuan lainnya yang relevan.
Fokus bahasan biasanya berupa masalah (tertulis) mencakup beragam
fenomena yang membutuhkan penjelasan. PBL bertujuan agar mahasiswa
memperoleh dan membentuk pengetahuannya secara efisien dan terintegrasi.
Adapun keuntungan dalam PBL adalah para mahasiswa didorong untuk
mengeksplorasi pengetahuan yang telah dimilikinya dan selanjutnya
mengembangkan pengetahuan itu untuk menjadi pengetahuan yang baru.
Menurut Sudarman (2007:69), landasan teori PBL adalah
kolaborativisme, suatu prespektif yang berpendapat bahwa mahasiswa akan
menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari semua
pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari semua yang diperoleh sebagai
hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Hal itu didukung oleh
86
pendapat Walker & Leary (2009: 12), “…asked to work in small groups, and
most importantly acquire new knowledge only as a necessary step in solving
authentic, ill-structured, and cross-disciplinary problems representative of
professional practice.Artinya, PBL dilakukan dalam kelompokkecil, untuk
memperoleh pengetahuan baru yang merupakan langkah untuk menyelesaikan
masalah secara sempurna untuk mengatasi masalah dan memperbaiki
kebiasaan yang tidak baik.
Selanjutnya, menurut Arends (2004: 391) PBL merupakan
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah autentik yang dapat
menuntun siswa dalam penyelidikan dan inkuiri. PBL memberikan kesempatan
kepada semua mahasiswa dalam menyampaikan kontribusi mereka untuk
meningkatkan hasil individu maupun kelompok di dalam pembelajaran, seperti
yang ditulis oleh Attle & Baker (2007: 79) bahwa:
PBL can enhance both team and individual outcomes. In PBL
teams, students who may not be at the top of their class based
on traditional measures of academic accomplishment have the
opportunity to make meaningful contributions to the team, such
as organizing tasks, managing conflicts, negotiating
agreements, and facilitating interpersonal communication.
Artinya, PBL dapat meningkatkan hasil kelompok dan individu. Dalam
kelompok PBL, siswa yang mungkin bukan siswa terbaik di kelasnya
berdasarkan ukuran tradisional mempunyai kesempatan untuk membuat
sumbangan yang berarti untuk kelompoknya, seperti mengorganisasikan tugas-
tugas, mengatur konflik, merundingkan persetujuan, dan memudahkan
komunikasi antar-perseorangan.
87
Pembelajaran berdasarkan masalah dirumuskan sebagai suatu motode
pembelajaran di mana mahasiswa mengerjakan permasalahan yang autentik
dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan penyelidikan dan kemampuan berpikir tingkat tinggi, serta
mengembangkan kemandirian dan kepercayaan diri (Arends, 2001: 349).
Motode pembelajaran PBL merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
yang dianggap memiliki karakteristik pembelajaran dengan pendekatan
saintifik, yaitu pembelajaran yang melibatkan keterampilan proses melalui
mengamati, mengklasifikasi, mengukur, memprediksi, menjelaskan, dan
menyimpulkan.
Berkaitan dengan keterampilan proses dan pemecahan masalah yang
menjadi inti dari pernyataan di atas, Amir (2010:24) menyusun tujuh sintaks
yang harus dijalankan, yaitu: (1) mengklarifikasikan istilah dan konsep yang
belum jelas dengan memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan
konsep yang ada dalam masalah; (2) merumuskan masalah, mengaitkan
fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan
apa yang terjadi diantara fenomena itu; (3) menganalisis masalah, pada sintaks
ini kelompok coba mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki
anggota tentang masalah. Tidak hanya membatasi pada pendiskusian informasi
faktual yang ada, tetapi juga mencoba merumuskan penjelasan dengan nalar;
(4) menata gagasan secara sistematis dan menganalisisnya dengan mendalam.
Pada sintaks ini bagian demi bagian dianalisis, kemudian dilihat keterkaitannya
satu sama lain, (5) memformulasikan tujuan pembelajaran. Kelompok dapat
88
merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan pada langkah keempat, yang menjadi dasar untuk penugasan-
penugasan individu setiap kelompok, (6) mencari informasi tambahan dari
sumber lain (di luar diskusi kelompok) dengan mencari informasi yang relevan
dan sumber yang tepat seperti: internet, buku teks, jurnal, majalah dan lain-
lain; (7) mensintesis (menggabungkan) dan menguji informasi baru setiap
laporan individu/subkelompok yang dipresentasikan di hadapan anggota
kelompok lain sehingga kelompok akan mendapatkan informasi-informasi baru
dan anggota kelompok haruslah kritis terhadap informasi tersebut.
Senada dengan pendapat Amir, Wood (2004: 70) menyatakan bahwa
“Some of the members of the group may have knowledge that can help in
formulating or partially solving the problem”. Artinya, beberapa dari anggota
kelompok mungkin mempunyai pengetahuan yang dapat membantu
merumuskan pemecahan masalah. Dikatakan pula “PBL embraces the
principles of good learning and teaching. It is student-directed (which
encourages selt-sufficiency and is a preparation for life-long learning), and
promotes active and deep learning. Untuk membantu siswa menganalisis
masalah dalam metode PBL, Maastricht melalui De Graaf dan Kolmos (2003:
659) mengemukakan tujuh langkah sebagai berikut. (1) Mengklarifikasi
konsep; (2) Mendefinisikan masalah; (3) Menganalisis masalah; (4)
Menemukan penjelasan; (5) Merumuskan tujuan belajar; (6) Cari informasi
lebih lanjut; dan (7) Laporkan dan tes informasi baru yang baru saja diperoleh.
89
Menurut Fogarty (1997: 3) PBL dimulai dengan masalah yang tidak
terstruktur-sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini siswa ,menggunakan
berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan isi
nyata yang ada. Langkah – langkah yang akan dilalui oleh siswa dalam sebuah
proses PBL adalah: (1) menemukan maslah; (2) mendefinisikan masalah; (3)
mengumpulkan fakta; (4) pembuatan hipotesis, (5) penelitian; (6) rephrasing
masalah; (7) menyuguhkan alternating dan (8) mengusulkan solusi.
Selain berbasis pada masalah, ciri PBL yang lainadalah pembelajaran
berpusat pada siswa (mengarahkan/mendorong siswa untuk mengembang-kan
diri dan mempersipkan siswa belajar sepanjang hayat), mengembangkan
keaktifan dan belajar yang mendalam, seperti yang ditulis oleh Attle & Baker
(2007: 79) berikut ini.
PBL can enhance both team and individual outcomes. In PBL
teams, students who may not be at the top of their class based on
traditional measures of academic accomplishment have the
opportunity to make meaningful contributions to the team, such as
organizing tasks, managing conflicts, negotiating agreements,
and facilitating interpersonal communication.
Hal ini berarti bahwa,PBL dapat meningkatkan hasil kelompok dan
individu, arti kata lain dalam metode PBL dituntut keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran. Menurut Rusmono (2012:78) keterlibatan siswa dalam
pembelajaran PBL meliputi kegiatan kelompok, kegiatan perorangan, dan
kegiatan di kelas. Kegiatan kelompok yaitu membaca kasus. menentukan
rumusan masalah terdiri dari membuat hipotesis, mengidentifikasi sumber
informasi, diskusi dan pembagian tugas seperti: melaporkan, mendiskusikan
90
penyelesaian masalah yang mungkin, melaporkan kemajuan yang dicapai
setiap anggota kelompok serta presentasi di kelas. Kegiatan perorangan, yaitu
siswa melakukan kegiatan membaca berbagai sumber, meneliti, dan
penyampaian temuan. Kegiatan di kelas yaitu mempresentasikan laporan dan
diskusi antar kelompok di bawah bimbingan guru.
Dalam kelompok PBL, siswa yang mungkin bukan siswa terbaik di
kelasnya berdasarkan ukuran tradisional mempunyai kesempatan untuk
membuat sumbangan yang berarti untuk kelompoknya, seperti
mengorganisasikan tugas-tugas, mengatur konflik, merundingkan persetujuan,
dan memudahkan komunikasi antar-perseorangan. Pelaksanaan PBL
mempunyai tujuan utama seperti yang dikemukakan oleh Ball & Pelco (2006:
148), yaitu:
To encourage self-directed learning in the students that leads to
higher motivation, better retention of material, and the
development of important reasoning and problem-solving skills,
and to develop a better understanding in students of the group
processes and skills necessary for successful working
collaborations.
Pelaksanaan PBL bertujuan untuk mendorong siswa agar memiliki
motivasi belajar yang lebih tinggi, ingatan materi yang lebih baik,
kemampuan bernalar dan menyelesaikan masalah, serta mengembangkan
pemahaman yang lebih baik pada siswa melalui proses belajar kelompok
dan keterampilan-keterampilan lain yang dibutuhkan siswa untuk
mencapai kesuksesan dalam dunia kerja. Pada metode PBL, peserta didik
dituntut aktif untuk mendapatkan konsep yang dapat diterapkan dengan
91
jalan memecahkan masalah, peserta didik akan mengeksplorasi sendiri
konsep-konsep yang harus mereka kuasai, dan peserta didik diaktifkan
untuk bertanya dan beragumentasi melalui diskusi, mengasah keterampilan
investigasi, dan menjalani prosedur kerja ilmiah lainnya (Permana, 2010:
98).
Selanjutnya untuk mencapai tujuan metode PBL tersebut, harus
diperhatikan pula ciri-ciri dan karakteristik metode ini. Menurut Arends
(2001: 68),metode pembelajaran PBL memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
(1) Pembelajaran berdasarkan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran
tidak hanya mengorganisasi prinsip-prinsip atau keterampilan akademik
tertentu, tetapi mengorganisasi pelajaran di sekitar pertanyaan atau
masalah yang secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi
siswa. (2) Fokus interdisiplin ilmu (berfokus kepada interdisiplin ilmu
yangberkaitan), yaitu pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata
pelajaran tertentu tetapi pemecahan masalah dapat ditinjau dari berbagai
ilmu pengetahuan. (3) Penyelidikan autentik, yaitupembelajaran berbasis
masalah mengharuskan siswa melakukan pemeriksaan autentik untuk
mencari pemecahan masalah secara nyata. (4) Produk/artefak
danpameran, yaitupembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa
membangun produk dalam karya nyata.Misalnya berwujud karya seni.(5)
Kerja sama (kolaborasi), yaitu pembelajaran berbasis masalah
ditandai dengan adanya kerjasama siswa satu sama lain biasanya berdua
atau kelompok kecil bekerja bersama saling memberi motivasi untuk
92
melakukan tugas gabungan dan memperbesar kesempatan untuk berbagi
keterangan, pengembangan berpikir dan keahlian sosial.
2. TahapanMetode Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Dalam pembelajaran PBL siswa mengalami suatu proses belajar
dengan memecahkan masalah secara aktif melalui tahap-tahap yang tersruktur.
Hal ini dinyatakan oleh Arends (2007: 71) dalam bentuk sintaks pembelajaran
PBL seperti pada Tabel 1 berikut.
Tabel 2. Tahapan Metode Pembelajaran PBLMenurut Arends
Fase Tahap-tahap Kegiatan Guru
Fase 1 Penyajian masalah Siswa mendapatkan penyajian masalah
dalam bentuk pertanyaan yang
diberikan guru.
Fase 2 Pengorganisasian siswa Siswa secara aktif melakukan
perencanaan penyelidikan bersama
kelompok dengan bimbingan guru.
Fase 3 Penyelidikan kelompok Siswa melakukan kegiatan
penyelidikan untuk mengumpulkan
data – data yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan masalah.
Fase 4 Pengembangan dan
Penyajian hasil karya
Setiap perwakilan kelompok
menyampaikan hasil penyelidikan
berdasarkan hasil analisis kelompok.
Fase 5 Pengevaluasian hasil
penyelidikan
Siswa membuat kesimpulan dan
rangkuman dari hasil penyelidikan
yang telah mereka lakukan dengan
bimbingan guru.
93
Tahapan PBL yang digunakan pada penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut. (1) Memberikan orientasi pembelajaran kepada mahasiswa. Pada
tahap ini dosen mengawali pembelajaran dengan menyampaikan topik materi
pembelajaran dan tujuan pembelajaran sesuai kompetensi dasar yang
akandicapai; (2) Mengorganisasikan mahasiswa untuk membentuk kelompok.
Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompokdengan memperhatikan
heterogenitas anggota kelompok, di mana dalam satu kelompok anggotanya
mempunyai kemampuan logika berpikir tinggi maupun rendah.Selanjutnya
dosen memberikan permasalahan pada mahasiswa; (3) Mengumpulkan data
dan menganalisisnya. Dosen mengarahkan mahasiswa untuk mencari
penjelasan dan solusi dari permasalahan dengan mencari beberapa referensi
kemudian melakukan analisisdengan mengacu pada tujuan penyelesaian
masalah; (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil penyelesaian masalah.
Setiap kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian masalah yang
ditanggapi oleh kelompok mahasiswa lain; (5) Melakukan evaluasi dan
menarik kesimpulan. Dosen melakukan evaluasi dan memberikan kesimpulan
hasil dari suatu proses penyelesaian masalah yang telah dilakukan oleh
mahasisswa
3. Kelebihan Dan Kelemahan Metode PBL
Kelebihan pembelajaran dengan meode PBL ini adalah sebagai
berikut. (1) Pembelajaran berdasarkan masalah tidak hanya menyajikan
informasi untuk dingat siswa, tetapi memberikan informasi yang digunakan
dalam proses pemecahan masalah sehingga terjadi proses kebermaknaan
94
terhadap informasi tersebut. (2) Penerapan metode pembelajaran berdasarkan
masalah membiasakan siswa untuk berpikir secara aktif dalam proses
pembelajaran. (3) Siswa dapat menggunakan kemampuan dan pengetahuannya
dalam proses pemecahan masalah. (4) Pemecahan masalah dapatmembantu
siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah
dalam kehidupan nyata. (5) Siswa lebih mandiri, mampu memberi aspirasi,
dan dapat menerima pendapat orang lain.
Sementara itu, kelemahan yang ditemukan dalam metode PBL ini
adalah sebagai berikut. (1) Siswa yang terbiasa dengan informasi yang
diperoleh dari guru dan guru merupakan narasumber utama, akan merasa
kurang nyaman dengan cara belajar sendiri dalam pemecahan masalah. (2)
Jika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan merasa
enggan untuk mencoba masalah memerlukan cukup waktu untuk persiapan.(3)
jika tidak ada pemahaman untuk untuk berusaha memecahkan masalah yang
sedang dipelajari maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disintesiskan bahwa
Problem Based Learning (PBL) sebagai suatu metode pembelajaran yang
menghadapkan mahasiswa pada suatu masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi mahasiswa untuk belajar dengan berpikir kritis dalam
memecahkan masalah sebagai stimulus pembelajaran yang mendorong
mahasiswa menggunakan pengetahuannya untuk merumuskan sebuah
95
hipotesis, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi untuk
mendapatkan solusi masalah yang diberikan, serta memperoleh pengetahuan
dan konsep yang esensial dari materi kuliah.
Dengan kata lain, PBL merupakan metode pembelajaran yang
dipusatkan pada peserta didik dan menggunakan masalah sebagai langkah
awal dalam mengintegrasikan pengetahuan baru. Fokus dalam kegiatan
pembelajaran PBL berada pada mahasiswa. Di dalam pembelajaran dengan
metode PBM dapat dicapai jika dalam kegiatan pembelajaran dipusatkan
pada mahasiswa dengan memberi tugas-tugas yang sifatnya pemecahan
masalah yang selanjutnya dipresentasikan.
c. Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And Composition
(CIRC)
1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dengan cara berkelompok sehingga
memungkinkan siswa menjalin kerja sama untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Slavin (2010: 23) belajar kooperatif (cooperatif learning) adalah
suatu teknik pembelajaran dimana siswa saling bekerja sama saling
membantu satu dengan yang lainnya dalam suatu kelompok yang heterogen
yang beranggotakan 4-6 orang. Sejalan dengan pendapat tersebut, Larsen
(2004:195) menjelaskan bahwa esensi pembelajaran kooperatif adalah adanya
keterlibatan siswa yang satu dengan yang lain dalam suatu kelompok belajar
bersama dan bekerja secara efektif. Dalam pembelajaran kooperatif akan
96
dapat meningkatkan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan belajar dan
menciptakan kerjasama dalam proses belajar.
Cooperative learning adalah suatu pembelajaran di mana siawa saling
bekerja sama dalam kelompok kecil untuk saling membantu dalam belajar
(Slavin, 1995: 5). Pembelajaran kooperatiif dapat dikatakan sebagai
pembelajaran dalam kelompok siswa yang memerlukan ketergantungan
positif, akuntabilitas individu, memiliki keterampilan interpersonal, tatap
muka interaksi promotif, dan pengolahan kelompok ( Johnson & Johnson,
2006: 17). Lebih lanjut Johnson & Johnson ( 1994: 50) menegaskan bahwa
Cooperative learning memiliki lima elemen dasar, yaitu: (1) positive
interdependence: peserta didik harus mengisi tanggung jawab belajarnya
sendiri dan saling membantu dengan anggota lain dalam kelompoknya; (2)
face to face interaction: peserta didik memiliki kewajiban untuk menjelaskan
apa yang dipelajari kepada peserta didik lain yang menjadi anggota
kelompoknya; (3) individual accountability: masing-masing peserta didik
harus menguasai apa yang menjadi tugas dirinya di dalam kelompok; (4)
social skill : masing-masing anggota harus mampu berkomunikasi secara
efektif, menjaga rasa hormat dengan sesama anggota dan bekerja bersama
untuk menyelesaikan konflik; (5) group processing, kelompok harus dapat
menilai dan melihat bagaimana tim mereka telah bekerjasama dan
memikirkan bagaimana agar dapat memperbaikinya.
Di dalam pembelajaran kooperatif, siswa memerlukan ketergantungan
positif, artinya bahwa dalam belajar kelompok siswa saling membutuhkan,
97
keberhasilan kelompok yang satu merupakan keberhasilan bersama, dalam
pembelajaran kooperatif terdapat akuntabilitas individu, yang artinya bahwa
tiap-tiap kelompok memiliki kontribusi belajar dalam kelompok, setiap
anggota kelompok mempunyai andil dalam kelompok. Sedangkan untuk
keterampilan interpersonal, adalah bahwa dalam kelompok dapat terjadi
komunikasi, kepercayaan, kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan
resonansi konflik. Sedangkan adanya tatap muka interaktif promotif adalah
kerja kelompok dilakukan secara langsung dengan tatap muka dan saling
menjelaskan satu dengan yang lain. Selanjutnya pengolahan kelompok
merupakan suatu refleksi sejauh mana keberhasilan tim dalam kerja
kelompok.
Kerja kelompok akan berhasil apabila tercipta suatu kerja sama antar
anggota dalam suatu kelompok. Dalam proses pembelajaran, pengajar harus
dapat mengatur dan menciptakan kelompok kerja yang efektif dengan
menyusun tugas yang dapat dikerjakan oleh anggota kelompok di mana
setiap anggota kelompok dapat menyumbangkan ide-idenya yang dapat
bermakna bagi kelompok, sehingga tujuan dalam kerja kelompok dapat
tercapai sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Hal
tersebut selaras dengan pemdapat Wina Sanjaya (2009: 241), di mana
terdapat empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1)
adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya
upaya belajar dalam setiap anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang
harus dicapai.
98
Tercapainya tujuan dalam kerja kelompok tergantung pada besarnya
tanggungjawab masing-masing individu, apabila tugas individu tidak dapat
terselesaikan maka tujuan kelompokpun tidak akan tercapai, demikian pula
sebaliknya apabila tugas individu dapat terselesaikan maka tujuan
kelompokpun akan tercapai. Hal ini dapat menjadi motivasi setiap individu
untuk dapat bertanggungjawab terhadap dirinya maupun kelompoknya.
2. Pengertian Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And
Composition (CIRC)
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) merupakan
salah satu metode pembelajaran cooperative learning. Pembelajaran dengan
metode CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin, dan Farnish.
Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai
suatu pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara
menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang
penting (Slavin, 2010: 20). CIRC merupakan metode untuk pembelajaran
membaca dan menulis. Membaca dapat meningkatkan penguasaan kosa kata
secara tidak langsung, sedangkan penguasaan kosa kata sangat bermanfaat
untuk keterampilan menulis (Nagy dan Herman, 1987: 24).Proses
pembelajaran dengan metode CIRC bertujuan untuk membangun kemampuan
membaca dan menyusun kembali apa yang dibaca dengan membuat
rangkuman, sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep pengetahuan
yang telah dibaca.
99
Motode pembelajaran CIRC termasuk salah satu metode pembelajaran
cooperative learning yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif
terpadu membaca dan menulis Steven dan Slavin (dalam inayah, 2007:20).
Selanjutnya menurut Suyatno (2009 :68), ”Cooperative Integrated Reading
and Composition (CIRC) adalah membentuk kelompok heterogen empat
orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan
ajar, siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci,
memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan kembali hasil
kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, dan refleksi.”
Penggunaan metode CIRC secara garis besar dilakukan dengan
mengelompokkan siswa ke dalam beberapa kelompok untuk mencapai suatu
tujuan belajar dengan bekerja sama (Slavin,2008:200).Adapun komponen
utama CIRC menurut Slavin (2010:205) terdiri dari: (1) Kelompok membaca:
guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 2-4 orang siswa
sesuai dengan tingkat kemampuan membacanya. (2) Tim: siswa disusun
berpasang-pasangan (atau berempat) di dalam kelompok, kemudian saling
berinteraksi dengan kelompok serta saling membantu antara kelompok tinggi
dan kelompok rendah; (3) Kegiatan yang berhubungan dengan cerita. Urutan
aktivitas ini meliputi: partner reading (saling koreksi), tata bahasa cerita dan
menulis hubungan cerita, mencari kata-kata sulit, makna kata, rangkuman
cerita, dan pengejaan; (4) Pemeriksaan tugas bersama teman sejawat; (5) Tes
setelah akhir kegiatan siswa diberi tes pemahaman terhadap cerita yang telah
dibaca. Pada tes ini siswa bekerja secara individu; (6) Pembelajaran langsung
100
di dalam membaca komprehensif; (7) Seni berbahasa dan menulis terintregasi.
Setelah membaca siswa dapat menuangkannya kedalam bentuk tulisan; (8)
Membaca mandiri dan buku laporan: para siswa diminta membaca buku di
rumah dan keesokan harinya membuat laporan tentang apa yang dibacanya.
Membaca mandiri dan buku laporan ini sebagai salah satu pengganti pekerjaan
rumah.
Metode pembelajaran CIRC dapat menjadikan siswa lebih aktif untuk
saling membantu dalam melakukan keterampilan dasar kegiatan pembelajaran,
seperti membaca lisan, mengajukan pertanyaan, meringkas, menulis
komposisi berdasarkan ceritanya, dan merevisi-memperbaiki komposisi.
Secara rinci, penggunaan metode ini mampu memberikan penghargaan dalam
sebuah tim karena masing-masing siswa merasa saling dihargai (Sahrudin dan
Iriani, 2010).
Menurut Usman (2007 :37) dalam ”kegiatan belajar di kelas guru
adalah orang yang memberikan arah dari tujuan pembelajaran yang akan
dilakukan”. Peran guru dalam kegiatan belajar CIRC adalah merancang
program pembelajaran. Pada tahap ini guru mempertimbangkan dan
menetapkan target pembelajaran membaca yang ingin dicapai. Lebih lanjut
menurut Slavin (2005: 200) bahwa CIRC membuat penggunaan waktu tindak
lanjut menjadi lebih efektif, para siswa yang bekerja dalam tim-tim
Cooperative dari kegiatan-kegiatan ini, yang di koordinasikan dengan
pengajaran kelompok membaca, supaya dapat memenuhi tujuan-tujuan dalam
101
bidang lain seperti pemahaman membaca, kosa kata, pembacaan pesan, dan
ejaan.
Dari beberapa penafsiran tentang metode CIRC ini diperoleh ciri-ciri dari
pembelajaran CIRC sebagai berikut. (1) Untuk menuntaskan materi
belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama; (2) Kelompok
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; (3)
Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan
jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan
tersebut; dan (4) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada
perorangan.
4. Tahapan Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And
Composition (CIRC)
Langkah-langkah dalam pembelajaran dengan metode CIRC atau
pembelajaran terpadu menurut Steven and Slavin (1981:77) sebagai berikut.
(1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen. (2)
Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran. (3) Siswa
bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok serta
memberikan tanggapan terhadap wacana kemudian ditulis pada lembar kertas.
(4) Mempresentasikan hasil kelompok. (5) Guru memberikan penguatan. (6)
Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan. Lebih lanjut menurut
Slavin (2008:204-208) unsur utama CIRC terdiri dari: kelompok membaca,
tim, kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan cerita, pemeriksaan oleh
pasangan, dan tes.
102
Sejalan dengan langkah-langkah tersebut,Suprijono (2009: 45)
memilah langkah pembelajaran CIRC sebagai berikut. (1) membentuk
kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen; (2) Guru memberikan
wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran; (3) Siswa bekerja
samasaling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberitanggapan
terhadap wacana/kliping kemudian ditulis pada lembar kertas; (4)
Mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok; (5) Guru membuat
kesimpulan bersama;(6) Penutup.
Dengan pembelajaran berkelompok, siswa diharapkan dapat
meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang
tinggi. Siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok
sebelum dibentuk kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik,
dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi,
mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat temanlain,
dan sebagainya.
Metode pembelajaran CIRC dalam bentuk sintaks, dapat dilihat ada
tabel 4 di bawah ini.
Tabel 3. Tahapan Metode Pembelajaran CIRC
Fase Tahap-tahap Rincian Kegiatan
1 Pengenalan konsep guru mulai mengenalkan suatu konsep atau
istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan
selama eksplorasi.
2 Eksplorasi dan
aplikasi
memberikan peluang pada siswa untuk
mengungkap pengetahuan awalnya,
mengembangkan pengetahuan baru, dan
103
menjelaskan fenomena yang mereka alami
3 Publikasi Siswa mengkomunikasikan hasil temuan-
temuan, membuktikan, dan memperagakan
materi yang dibahas. Penemuan itu dapat
bersifat sesuatu yang baru atau sekadar
membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa
dapat memberikan pembuktian gagasan-
gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-
teman sekelasnya.
Setiap fase tersebutdapat dijelaskan sebagai berikut. (1) Fase pertama,
pengenalan konsep. Pada fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu
konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama
eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau
media lainnya. (2) Fase kedua, eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan
peluang pada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya,
mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka
alami dengan bimbingan guru. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik
kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi
untuk menjelaskan hasil observasinya.
Pada dasarnya, tujuan fase ini adalah untuk membangkitkan minat dan
rasa ingin tahu siswa, serta membantu mengembangkan konsepsi awal siswa
terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang konkret.
Selama proses ini, siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri.
Reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubunganakansangat efektif
untuk menggiring siswa merancang eksperimen, mendemonstrasikan, dan
104
mengujinya. (3) Fase ketiga, publikasi. Pada fase ini siswa mampu
mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan, dan memperagakan
materi yang dibahas. Penemuan itu dapat berupa sesuatu yang baru atau
sekadar membuktikan hasil pengamatannya. Siswa dapat memberikan
pembuktian atas terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh
teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran, atau sebaliknya
untuk saling memperkuat argumen.
Pada penelitian ini, tahapan metode pembelajaran CIRC dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut. (1) Membentuk kelompok 4-5 secara
heterogen; (2) Dosen menerangkan secara singkat mengenai topik-topik
materi dalam pokok bahasan sesuai dengan silabi; (3) Dosen memberi
instruksi kepada mahasiswa untuk melakukan pendalaman topik-topik yang
diberikan sesuai dengan langkah kedua; (4) Mahasiswa berdiskusi saling
membacakan dan menyampaikan ide, gagasan, serta memberikan tanggapan;
(5) Hasil diskusi ditulis dan dipresentasikan; (6) Dosen memberikan
penguatan; (7) Dosen dan mahasiswa bersama-sama membuat kesimpulan; (8)
Pada akhir proses pembelajaran dilakukan evaluasi hasil belajar dalam bentuk
tugas penyusunan makalah ilmiah.
5. Kelebihan Dan Kekurangan Metode CIRC
Secara khusus, Suyitno (2005:6) menyebutkan kelebihan metode
pembelajaran CIRC sebagai berikut. (1) CIRC amat tepat untuk meningkatkan
keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah; (2)
Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang; (3) Siswa termotivasi pada
105
hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok; (4) Para siswa dapat
memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya; (5) Membantu
siswa yang lemah. Sementara itu, kekurangan yang ditemukan dalam
menerapkan metode ini antara lain: (1) Pada saat persentasi hanya siswa
aktiflah yang tampil; (2) Tidak semua siswa bisa mengerjakan soal dengan
teliti.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disintesiskan bahwa
metode pembelajaran CIRC adalah suatu metode pembelajaran yang
berdasarkan pada interaksi sosial kelompok kecil, yang merupakan program
pembelajaran komprehensif untuk memahami bacaan dan selanjutnya
dituangkan dalam suatu tulisan. Dalam metode pembelajaran CIRC
penekanannya pada kegiatan membaca yang bertujuan untuk menemukan dan
memahami konsep-konsep dalam suatu bacaan. Di samping itu dala metode
pembelajaran CIRC setiap mahasiswa bertanggung jawab terhadap tugas
kelompok, dan Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk
memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas, sehingga terbentuk
pemahaman yang sama serta pengalaman belajar yang lama
d. Perbedaan Metode Pembelajaran PBL, MM, Dan CIRC
Perbedaan metode pembelajaran PBL, MM, dan CIRC adalah sebagai
berikut:
Tabel 4. Perbedaan Metode Pembelajaran PBL, MM, CIRC
Komponen Metode pembelajaran
PBL
Metode pembelajaran
MM
Metode
pembelajaran
CIRC
Landasan
Teoritis
Metode pembelajaran
yang dipusatkan pada
Metode pembelajaran
yang dipusatkan pada
Metode
pembelajaran
106
peserta didik dan
menggunakan
masalah sebagai
langkah awal dalam
mengintegrasikan
pengetahuan baru
pada suatu masalah
sebagai stimulus
pembelajaran yang
mendorong siswa
menggunakan
pengetahuannya
untuk merumuskan
sebuah hipotesis,
kemudian diikuti oleh
proses pencarian
informasi untuk
mendapatkan solusi
masalah yang
diberikan.
peserta didik dan
dirancang untuk dapat
mambantu peserta
didikdalam proses
belajar, menyimpan
informasi berupa
materi yang luas
dengan cara membuati
diagram yang
berwarna-warni,
dengan
menghubungkan
konsep-konsep yang
penting dalam
mempelajari materi
pelajaran dan menjadi
peta pikiran dalam
proses belajar
yang dipusatkan
pada peserta didik
dan sangat erat
kaitannya dengan
pengembangan
kemampuan
memahami isi teks
(reading) dan
mensintesis
kembali bagian-
bagian dari isi teks
(composition)
dalam bentuk
rangkuman.
(Syntax)
Tahapan
Pelaksanaa
a. Memberikan
orientasi
pembelajaran
kepada mahasiswa.
Pada tahap ini
dosen mengawali
pembelajaran
dengan
menyampaikan
topik materi
pembelajaran dan
tujuan
pembelajaran
sesuai kompetensi
yang akan dicapai
b. Mengorganisasika
n mahasiswa untuk
membentuk
kelompok. Siswa
dibagi menjadi
beberapa
kelompokdengan
memperhatikan
heterogenitas
anggota kelompok,
1. Dosen menerangkan
secara singkat
mengenai topik-
topik materi dalam
pokok bahasan
sesuai dengan silabi
dengan membuat
peta pikir
2. Mahasiswa
mempelajari konsep
tentang materi yang
dipelajari dengan
membuat MM ( peta
pemikiran )
3. Dosen
mengelompokkan
mahasiswa dalam
beberapa kelompok
dengan
memperhatikan
heterogenitas
1. Membentuk
kelompok 4-5
secara
heterogen;
2. Dosen
menerangkan
secara singkat
mengenai
topik-topik
materi yang
akan dibahas
3. Dosen memberi
instruksi
kepada
mahasiswa
untuk
melakukan
pendalaman
topik-topik
yang diberikan
sesuai dengan
langkah kedua;
4. Mahasiswa
berdiskusi
saling
membacakan
107
di mana dalam
satu kelompok
anggotanya
mempunyai
kemampuan logika
berpikir tinggi
maupun
rendah.Selanjutnya
dosen
memberikanperma
salahan pada
mahasiswa;
c. Mengumpulkan
data dan
menganalisisnya.
Dosen
mengarahkan
mahasiswa untuk
mencari
penjelasan dan
solusi dari
permasalahan
dengan mencari
beberapa referensi
kemudian
melakukan
analisisdengan
mengacu pada
tujuan
penyelesaian
masalah;
d. Mengembangkan
dan menyajikan
hasil penyelesaian
masalah. Setiap
kelompok
mempresentasikan
hasil penyelesaian
masalah yang
ditanggapi oleh
anggota kelompok,
di mana dalam satu
kelompok
anggotanya
mempunyai
kemampuan logika
berpikir tinggi
maupun rendah;
4. Dosen meminta
mahasiswa untuk
membuat peta
pikiran dari materi
yang dipelajari.
Sebagai contoh
untuk mempelajari
aturan membuat
kutipan dalam karya
ilmiah;
5. Dosen menujuk
beberapa mahasiswa
untuk
mempresentasikan
hasil peta pikiran
dengan
menuliskannya di
papan tulis
6. Pada akhir proses
pembelajaran
dilakukan evaluasi
hasil belajar dalam
bentuk tugas
penyusunan
makalah ilmiah
dan
menyampaikan
ide, gagasan,
serta
memberikan
tanggapan;
5. Hasil diskusi
ditulis dan
dipresentasikan
;
6. Dosen dan
mahasiswa
bersama-sama
membuat
kesimpulan;
7. Pada akhir
proses
pembelajaran
dilakukan
evaluasi hasil
belajar dalam
bentuk tugas
penyusunan
makalah ilmiah
108
kelompok
mahasiswa lain;
e. Melakukan
evaluasi dan
menarik
kesimpulan.
Dosen melakukan
evaluasi dan
memberikan
kesimpulan hasil
dari suatu proses
penyelesaian
masalah yang
telah dilakukan
oleh mahasisswa
Aktivitas
Mahasiswa
1. Mahasiswa secara
aktif mencarai
referensi sesuai
dengan masalah
yang diberikan
dosen
2. Menganalisis
masalah sesuai
dengan tujuan
penyelesaian
masalah
3. Menyajikan hasil
penyelesaian
masalah dengan
dipresentasikan
1. Mempelajari materi
dengan membuat
konsep yang
dituangkan dalam
peta pikir
2. Masing-masing
individu dalam satu
kelompok
memberikan ide-ide
untuk dibuat peta
pikir
3. Hasil peta pikir
dipresentasikan
4. Menggunakan
tim kooperatif
mahasiswa
saling bekerja
sama membaca
materi untuk
memahami
materi hingga
mengerti dan
dapat
menemukan isi
teks (sebelum
dirangkum)
secara utuh.
5. Mahasiswa
membuat
rangkuman
dengan
pemahamanny
a sendiri
6. Hasil
rangkuman
diedit antar
anggota dalam
satu kelompok.
109
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian terus dilakukan oleh berbagai pihak dalam rangka mencari
kebenaran-kebenaran baru diberbagai bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni, termasuk penelitian dibidang yang relevan dengan penelitian ini.Salah
satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Murtono (2012) yang berjudul
“Pengaruh Model Pembelajaran CIRC, Jigsaw, dan STAD terhadap Keterampilan
Membaca Ditinjau dari Kemampuan Logika Berbahasa”. Di dalam
penelitiannya,Murtono (2012: 187-198), menemukan bahwa model pembelajaran
CIRC lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan membaca siswa
dibandingkan dengan model Jigsaw dan STAD. Penelitian Murtono tersebut
relevan untuk diperhatikan dalam penelitian ini, meskipun dengan variabel terikat
yang berbeda. Penelitian Murtono mengkaji keterampilan membaca, sedangkan
penelitian ini menitikberatkan kajian pada keterampilan menulis, khususnya
menulis karya ilmiah.
Penelitian yang relevan selanjutnya dilakukan oleh Gupta dan Ahuja
(2014) yangberjudul “Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC):
Impact on Reading Comprehension Achievement in English Among Seventh
Graders”. Dalam penelitian Gupta dan Ahuja (2014: 37-46) ditemukan bahwa
metode CIRC memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan
membaca komprehensif bahasa Inggris siswa dibandingkan dengan siswa yang
diajar secara konvensional, dan untuk prestasi belajarnya siswa yang diajar
110
dengan metode pembelajaran CIRC lebih baik dengan siswa yang diajar secara
konvensional.Persamaan dengan penelitian ini terletak pada kesamaan variabel
bebasnya, yaitu metode CIRC, sedangkan perbedaannya terletak pada variabel
terikat, yaitu keterampilan membaca komprehensif dan keterampilan menulis
karya ilmiah.
Penelitan relevan yang terkait dengan metode CIRI yang dilakukan oleh
Erhan Durkan (2011: 102-109) yang berjudul “Effects of cooperative integrated
reading and composition (CIRC) technique on reading-writing skills” ditemukan
ada perbedaan yang signifikan antara membaca pemahaman dan keterampilan
menulis siswa yang diajar menggunakan metode CIRC dengan yang deajar
menggunakan metode tradisional, siswa yang diajar dengan metode CIRC lebih
baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan metode tradisional,
persamaan dengan penelitian ini pada variabel bebas yaitu metode CIRC.
Berkaitan dengan penerapan metode Problem Based Learning, penelitian
yang dilakukan oleh Atan, Sulaiman, dan Idrus (2005, 430-437) menemukan
bahwa kemampuan siswa yang diajar dengan metode PBL lebih tinggi
dibandingkan siswa yang diajar dengan metode CBL (content based learning).
Selanjutnya, penelitian yang relevan lainnya dilakukan oleh Nemati,
Jahandar, dan Khodabandehlou (2014: 96-104) berjudul “The Effect of Mind
Mapping Technique on TheEnhancement of Advanced Iranian EFL Learners’
Essay Writing Ability Through Organizing Information andThoughts”.Dari
eksperimen yang dilakukan ditemukan bahwa kemampuan menulis esai siswa
yang diajar dengan teknik mind mapping lebih baik daripada siswa yang tidak
111
diajar dengan teknik tersebut. Dengan demikian, teknik mind mapping
memberikan pengaruh yang positif terhadap keterampilan menulis siswa,
sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian ini. Letak perbedaan penelitian
tersebut dengan penelitian yang dilakukan ini adalah pada jenis keterampilan
menulis yang diujikan, yakni menulis esai dan menulis karya ilmiah.
Penerapan metode mind mapping dalam pembelajaran menulis juga
dilakukan oleh Riswanto dan Putra (2012: 60-68) melalui penelitiannya.Penelitian
yang berjudul “The Use of Mind Mapping Strategy in the Teaching of Writing at
SMAN 3 Bengkulu, Indonesia” ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan
kelas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan metode mind
mapping dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa.Dengan demikian,
penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini ditinjau dari aspek
pengaruh metode mind mapping dalam pembelajaran menulis.
Penelitian Monica dan Anamaria, yang berjudul “Mind Mapping And
Brainstorming As Methods Of Teaching Business Concepts In English As A
Foreign Language” ini mengungkapkan bahwa dengan metode pembelajaran
mind mapping dan brainstroming dapat membuat pembelajaran menjadi lebih
menyenangkan dan menjadikan mahasiswa dapat mengembangkan ide sentral
yang didukung oleh brainstroming, serta dapat menimbulkan kepercayaan diri
untuk mengungkapkan ide, gagasan, dan pendapat. Penelitian tersebut memiliki
relevansi dengan penelitian ini ditinjau dari aspek pengaruh metode mind
mapping.
112
Penelitian Alma Prima Nurlaila, yang berjudul The Use Of Mind Mapping
Technique In Writing Descriptive Text, hasil penelitiannya adalah metode
pembelajaran mind mapping dapat membantu siswa untuk meningkatkan
kemampuan dalam menulis teks deskriptif dalam hal kosa kata, mengatur
kalimat, dan memunculkan ide-ide, di samping itu dapat membantu siswa dalam
perencanaan menulis dan pemahaman tentang topik tulisan. Penelitian tersebut
memiliki relevansi dengan penelitian ini ditinjau dari aspek pengaruh metode
mind mapping.
Penelitian yang relevan selanjutnya yang berkaitan dengan kemampuan
berpikir logis yang dilakukan oleh Gusnita Roza Putri berjudul Hubungan
Kemampuan Berpikir Logis Denga Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi
Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Rao Kabupaten Pasaman, hasil penelitian ini
mengungkapkan bahwa kemampuan menulis paragraf argumentasi yang
mencakup empat indikator (hasil pemikiran yang kritis dan logis, fakta sebagai
bahan pembuktian, meyakinkan pembaca, dan dapat diuji kebenarannya) tergolong
lebih dari cukup dan adanya hubungan yang positif antara kemampuan berpikir
logis dengan kemampuan menulis paragraf argumentasi. Penelitian tersebut
memiliki relevansi dengan penelitian ini yang ditinjau dari aspek berpikir logis.
Hegelhund dan Kock (2003) melakukan penelitian yang berkaitan dengan
pembelajaran menulis ilmiah dengan menggunakan The Macro Toulmin Way
Model, yakni model argumentasi yang digunakan untuk menjelaskan genre apa
yang digunakan dalam membuat laporan karya ilmiah. Pendekatan yang
digunakan dalam model ini melibatkan pendekatan top down untuk membuat
113
drafpenelitian.Kajian tentang keterampilan menulis karya ilmiah memiliki
keterkaitan dengan upaya yang dilakukan dalam penelitian ini.
Penelitian mengenai menulis juga dilakukan oleh Ellisdan Yuan (2003)
yang berjudul The Effects of Planning on Fluency, Complexity and Accuracy in
Second Language Narrative Writting. Penelitian Ellis dan Yuan mengkaji tentang
pengaruh perencanaan yang dilakukan sebelum penugasan, perencanaan on-line
yang dilakukan secara bebas, dan tanpa perencanaan.Hasil penelitian
membuktikan bahwa penulis yang melakukan perencanaan sebelum penugasan
menunjukkan kelancaran dalam menulis maupun menunjukkan variasi kalimatnya
lebih baik. Sedangkan penulis yang melakukan perencanaan secara bebas lebih
dapat membantu meningkatkan akurasi dalam menghasilkan tulisan narasi.
Selanjutnya penulis tanpa perencanaan berdampak negatif terhadap kelancaran,
keragaman tulisan, dan akurasi produk tulisan. Kajian tentang menulis dalam
penelitian tersebut memiliki keterkaitan dengan upaya yang dilakukan dalam
penelitian ini.
C. Kerangka Berpikir
1. Perbedaan Keterampilan Menulis Ilmiah Antara Kelompok Mahasiswa
yang Mengikuti Pembelajaran Dengan Metode MM, PBL, Dan CIRC
Ketiga macam metode pembelajaran yaitu MM, PBL, dan CIRC
memiliki karakteristik berbeda-beda yang berimplikasi pada dimilikinya
keunggulan dan kelemahan masing-masing untuk meningkatkan keterampilan
menulis karya ilmiah. Metode MM memiliki karakteristik yang menonjol
114
dalam hal memahami suatu fenomena melalui pemetaan berbagai konsep yang
ada dalam fenomena yang dipikirkan atau dipelajari. Peta pikiran merupakan
suatu metode curah gagasan yang terorganisasi untuk menemukan apa yang
tidak diketahui dengan menuliskan sebuah tema pusat kemudian melukiskan
asosiasi dan pikiran sebagai cabang-cabang yang tumbuh di segala jurusan
dari tema pusat. Peta pikiran juga digunakan untuk menggeneralisasikan,
memvisualisasikan serta mengklasifikasikan ide-ide dan sebagai bantuan
dalam belajar, berorganisasi, pemecahan masalah, pengambilan keputusan
serta dalam menulis. Di samping itu, peta pikiran merupakan suatu kegiatan
mencatat kreatif imajinatif yang didasarkan pada cara kerja otak, baik otak
kanan maupun otak kiri dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis
lainnya untuk membentuk kesan.
Metode PBL memiliki karakteristik yang menonjol dalam hal
memahami suatu fenomena melalui pengenalan masalah dan
pemecahannya.Dari masalahpeserta didik mengidentifikasi pokok bahasan
(issue) untuk mengembangkan pemahaman tentang berbagai konsep yang
mendasari masalah tadi serta prinsip pengetahuan lainnya yang relevan. Fokus
bahasan biasanya berupa masalah (tertulis) mencakup beragam fenomena
yang membutuhkan penjelasan. PBL bertujuan agar peserta didik memperoleh
dan membentuk pengetahuannya secara efisien dan terintegrasi. Kegiatan
untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru melalui pembahasan
masalah.
115
Metode CIRC memiliki karakteristik yang menonjol dalam hal
memahami suatu fenomena melalui membaca dan mengkomposisikan
substansi pengetahuan yang ada dalam referensi yang relevan. Metode CIRC
dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran kooperatif yang
mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian
mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting. CIRC
merupakan metode untuk pembelajaran membaca dan menulis. Membaca
dapat meningkatkan penguasaan kosa kata secara tidak langsung, sedangkan
penguasaan kosa kata sangat bermanfaat untuk keterampilan menulis.
Perbedaan karakteristik dari setiap metode tersebut dapat memberikan
perbedaan sumbangan terhadap keterampilan menulis karya ilmiah dengan
cara dan aspek-aspek substansinya masing-masing. Metode MM merupakan
metode pembelajaran yang dirancang untuk dapat mambantu mahasiswa
menghubungkan konsep-konsep yang penting dalam mempelajari materi
pelajaran serta untuk lebih mudah mengingat materi pelajaran tersebut karena
dalam peta pikiran menggunakan pengingat-ingat visual dan sensorik dalam
suatu pola dari ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk
belajar, mengorganisasikan, dan merencanakan serta dapat membangkitkan
ide-ide orisinal dan memicu ingatan yang mudah. Dengan MM siswa bebas
mengembangkan gagasan secara alami dengan berpusat pada tema sebagai
sumber orientasi dan karena dapat dipadukan dalam pembelajaran kooperatif,
maka dapat dilakukan dengan brainstorming.
116
Sementara itu, untuk pembelajaran dengan menggunakan metode
CIRC dapat memudahkan mahasiswa dalam belajar menulis ilmiah
karena metode CIRC mengintegrasikan antara keterampilan membaca
dan menulis. Dalam membuat karya ilmiah membaca dan menulis
merupakan dua hal yang mempunyai kaitan sangat erat.CIRC agak lebih
rumit dibanding MM, Hal ini dikarenakan pada waktu belajar siswa
terpancang pada uraian-uraian bacaan. Meskipun terbantu dengan bacaan,
siswa tidak sebebas kalau menggunakan MM.
PBL diperlukan pemikiran yang dalam sebab setelah dosen
mengetengahkan masalah, maka mahasiswa harus memahami berbagai
konsep yang mendasari masalah dan mencari prinsip-prinsip pengetahuan lain
yang relevan. Untuk dapat mengikuti pelajaran dengan metode ini, kecuali
memerlukan nalar yang tinggi juga memerlukan motivasi belajar yang tinggi.
Dengan demikian diprediksi PBL paling sulit dibanding dengan CIRC dan
MM.
Perbedaan Karakteristik
Metode MM Metode PBL Metode CIRC
Praktik
Pembelajaran
Praktik
Pembelajaran
Praktik
Pembelajaran
Kemampuan
Menulis Ilmiah
Kemampuan
Menulis Ilmiah
Kemampuan
Menulis Ilmiah
Gambar1. Bagan Kerangka Berpikir Keterampilan Menulis Karya Ilmiah
antara Kelompok Mahasiswa diajar menggunakan Metode MM, PBL dan CIRC
yang memiliki kemampuan berpikir tinggi dan tendah
117
2. Perbedaan Keterampilan Menulis Karya Ilmiah Antara Mahasiswa Yang
Kemampuan Berpikir Logisnya Tinggi Dan Rendah
Kemampuan berfikir logis erat hubungannya dengan kemampuan
seseorang untuk memformulasikan dan menuangkan pemikirannya secara
verbal.Berpikir Logis dapat diartikan sebagai jalan pemikiran yang masuk akal.
Berpikir logis dalam pembelajaran digunakan untuk mengambil suatu keputusan
berdasarkan pola-pola dan aturan-aturan ilmiah. Mahasiswa yang selalu
mengembangkan keterampilan berpikirnya termasuk kemampuan berpikir logis
tinggi cenderung mudah memperoleh pengetahuan atau mahasiswa
yangkemampuan berfikir logisnya baik, lebih mampu menghasilkan tulisan
dengan kalimat-kalimat yang mengikuti alur berfikir yang runtut.
Sebaliknya, pada mahasiswa yang kemampuan berfikir logisnya kurang
baik, dapat diduga akan kurang pula kemampuannya menghasilkan tulisan yang
runtut. Dalam kaitannya dengan keterampilan menulis ilmiah, hal tersebut sangat
besar peranannya.Menurut Byrne (dalam Slamet, 2009: 107) keterampilan
menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis
melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga
buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil.
Keterampilan menulis menuntut kemampuan menggunakan pola-pola
bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan. Keterampilan
menulis ini mencakup berbagai kemampuan, misalnya kemampuan menggunakan
unsur-unsur bahasa secara tepat, kemampuan mengorganisasikan wacana dalam
118
bentuk karangan, kemampuan menggunakan gaya bahasa yang tepat, pilihan kata
serta yang lainnya. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa ada perbedaan
keterampilan menulis ilmiah antara mahasiswa yang memiliki kemampuan
berfikir logis baik dan yang kurang baik.
Perbedaan Kemampuan
Mahasiswa Kemampuan
Berpikir Logis Tinggi
Mahasiswa Kemampuan
Berpikir Logis Rendah
Perbedaan Berpikir
Praktik
Pembelajaran
Praktik
Pembelajaran
Perbedaan Menulis
Keterampilan Menulis
Ilmiah
Keterampilan Menulis
Ilmiah
Gambar 2. Bagan Kerangka berpikir Keterampilan Menulis Karya Ilmiah antara
Kelompok Mahasiswa yang berkemampuan berpikir logis tinggi dengan berpikir
logis rendah.
3. Interaksi Antara Metode Pembelajaran Dengan Kemampuan Berpikir
Logis Dalam Mempengaruhi Keterampilan Menulis Karya Ilmiah
Dalam proses pembelajaran daya serap peserta didik berbeda-beda, dan
untuk menghadapi perbedaan tersebut, metode pembelajaran yang tepat sangat
dibutuhkan. Seperti dalam kerangka berpikir yang pertama bahwa setiap metode
dari ketiga metode yang diteliti memeliki karakteristik masing- masing.
Sementara itu banyak ahli yang menyatakan bahwa tidak ada satupun metode
pembelajaran yang secara universal cocok umtuk siapa saja, kapan saja, dan
dimana saja. Sejalan dengan prinsip tersebut, dengan mempertimbangkan tingkat
kemampuan berpikir logis ada kemungkinan bahwa ada metode tertentu yang
119
lebih cocok bagi yang memiliki kemampuan berpikir logis yang tinggi, dan ada
metode yang lebih cocok untuk yang kemempuan berpikir logisnya rendah.
Kemungkinan-kemungkinan tersebut dijabarkan sebagai berikut.
a. Dengan metode MM siswa terbantu memudahkan mengingat materi dengan
membuka seluruh potensi dan kapasitas otak yang tersembunyi. Hal itu
merupakan cara kerja yang efektif dan kreatif dan secara alami-harafiah otak
berpikir secara mudah tanpa hambatan, menyenangkan dan imajiner. MM
dapat membuat otak bekerja lebih sesuai fungsinya.
Dalam keadaan seperti ini, seseorang tidak terlalu memerlukan cara berpikir
logis yang rumit dan tinggi sebab otak dapat secara alami sudah bekerja
sebagaimana mestinya. Dengan demikian siswa yang memiliki kemampuan
perpikir logis rendah pun akan mampu mengikuti pelajaran, terlebih siswa
yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi.
b. Dengan PBL siswa dihadapkan pada masalah dan siswa dituntut untuk
memahami berbagai konsep yang mendasari masalah serta mencari prinsip-
prinsip pengetahuan lain yang relevan.
PBL hampir sama dengan CIRC, tetapi dalam PBL dosen tidak menyajikan
materi menggunakan media bacaan seperti pada CIRC. Dalam MM dosen
menetapkan sebuah kata yang bertema tertentu, tetapi dalam PBL dosen
menyajikan sebuah masalah/persoalan yang membutuhkan penalaran tinggi,
motivasi tinggi. Berdasarkan hal ini maka PBL akan lebih rumit dibanding
CIRC, dan CIRC lebih rumit dibanding MM. Dengan demikian, maka untuk
mengikuti PBL siswa harus memiliki kemampuan berpikir logis yang tinggi.
120
Siswa yang kemampuan berpikir logisnya rendah dimungkinkan akan
mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran.
c. Dengan metode CIRC siswa juga dimudahkan untuk belajar. CIRC
memberikan cara kerja otak dengan mengikuti langkah-langkahnya yaitu (1)
membaca teks, (2) menemukan butir-butir pikiran bacaan, (3) menata butir-
butir pikiran, (4) tatanan butit-butir pikiran lalu dikembangkan dalam karya
tulis ilmiah. Dalam cara kerja seperti ini otak (proses berpikir logis) diperlukan
untuk menemukan gagasan-gagasan pokok yang selanjutnya dalam
pengembangannya memerlukan penelitian. Kehadiran bacaan bukan sebagai
modelling karya iilmiah tetapi lebih baku merupakan perangsang pikiran
terimajinasi melalukan pengembangan melalui sebuah penelitian dan
penelusuran terhadap bacaan-bacaan lain.
Berdasarkan penjelasan ini, maka cara kerja otak berbeda dibanding metode
MM. Kalau metode MM pikiran bebas alami, tetapi kalau di CIRC diarahkan
terpancang pada emajinasi bacaan. Oleh karena itu, siswa yang kemampuan
berpikir logisnya tinggi dan pemahaman bacaannya baik akan dapat mengikuti
pelajaran dengan baik. Tetapi sebaliknya siswa yang kemampuan berpikir
logisnya rendah dan pemahaman persoalan sesuai bacaannya rendah akan
mengalami kesulitan belajar.
Berdasarkan tiga penjelasan utama tersebut, maka dapat dimungkinkan
akan terjadi interaksi antara penggunaan metode pembelajaran dan kemampuan
berpikir logis dalam mempengaruhi proses dan hasil menuls ilmih siswa.
121
Perbedaan Kemampuan
Berpikir Logis
Tinggi (B1) Rendah (B2)
Perb
edaan
Karak
ter Meto
de
Pem
belajaran
MM (A1) A1B1 A1B2
PBL (A2) A2B1 A2B2
CIRC (A3) A3B1 A3B2
D. Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan keterampilan menulis ilmiah antara kelompok mahasiswa
yang mengikuti pembelajaran dengan metode MM, PBL,dan CIRC .
Adapun perbedannya:
a. Pembelajaran dengan metode MM lebih baik daripada metode
pembelajaran PBL dan CIRC
b. Pembelajaran dengan metode CIRC lebih baik daripada metode
pembelajaran PBL.
2. Ada perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah antara kelompok
mahasiswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi dengan
kelompok mahasiswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendaah.
Gambar 3. Bagan Kerangka berpikir Interaksi antara metode pembelajaran
dengan kemampuan berpikir logis dalam keterampilan menulis karya
ilmiah.
122
3. Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan berpikir
logis terhadap keterampilan menulis ilmiah. Interaksi tersebut adalah:
c. Terdapat perbedaan keterampilan menulis ilmiah pada mahasiswa
yang diajar dengan metode MM untuk mahasiswa yang mempunyai
kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dengan mahasiswa yang
mempunyai kemampuan berpikir logis rendah.
d. Terdapat perbedaan keterampilan menulis ilmiah pada mahasiswa
yang diajar dengan metode PBL untuk mahasiswa yang mempunyai
kemampuan berpikir logis tinggi tidak lebih baik dengan mahasiswa
yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah.
e. Terdapat perbedaan keterampilan menulis ilmiah pada mahasiswa
yang diajar dengan metode CIRC untuk mahasiswa yang mempunyai
kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dengan mahasiswa
mempunyai kemampuan berpikir logis rendah.
f. Terdapat perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah pada
mahasiswa yang yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi
yang diajar dengan metode MM lebih baik dibandingkan mahasiswa
yang diajar dengan menggunakan metode CIRC.
g. Terdapat perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah pada
mahasiswa yang yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi
yang diajar dengan metode MM lebih baik dibandingkan mahasiswa
yang diajar dengan menggunakan metode PBL.
123
h. Terdapat perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah pada
mahasiswa yang yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi
yang diajar dengan metode CIRC tidak lebih baik dibandingkan
mahasiswa yang diajar dengan menggunakan metode PBL.
i. Terdapat perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah pada
mahasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah yang
diajar dengan metode MM tidak lebih baik dibandingkan mahasiswa
yang diajar dengan menggunakan metode CIRC.
j. Terdapat perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah pada
mahasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah yang
diajar dengan metode MM tidak lebih baik dibandingkan mahasiswa
yang diajar dengan menggunakan metode PBL.
k. Terdapat perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah pada
mahasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah yang
diajar dengan metode CIRC tida lebih baik dibandingkan mahasiswa
yang diajar dengan menggunakan metode PBL.