7
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pendekatan Kontekstual
Menurut Rusman (2012: 187) Pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap
materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa
dilakukan berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara
langsung terkait dengan kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi
atau contoh, sumber belajar, media, dan lain sebagainya, yang memang baik secara
langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman
hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan
dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan
langsung manfaatnya.
Tim Pengembangan MKDP (dalam Rahmat 2011:136) mengemukakan bahwa
pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan
kehidupan nyata.
Menurut Nurhadi (dalam Rahmat 2011:136) Pendekatan kontekstual
merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang di milikinya dengan penerapan dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
8
Menurut Agus Suprijono (2012: 79) Pembelajaran kontekstual atau
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tentang pendekatan kontekstual,
maka peneliti menambil kesimpulan yaitu pendekatan kontekstual merupakan konsep
belajar yang membantu guru dalam mengaitkan materi dalam kehidupan sehari-hari,
dimana membantu siswa untuk mampu menerapkan dan memahami apa yang sedang
diajarkan.
A. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Menurut Muslich (2009: 42) Pengajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
(1). Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang
diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau
pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in teal
life setting).
(2). Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-
tugas yang bermakna (meaningful learning)
9
(3). Pembelajaran dilaksanakan dengan dengan memberikan pengalaman bermakna
kepada siswa (learning by doing)
(4). Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling
mengoreksi antarteman (learning in a group)
(5). Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan,
bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara
mendalam (learning to know each other deeply).
(6). Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kretif, produktif, dan mementingkan
kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together)
(7). Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an
enjoy activity)
B. Strategi Pembelajaran Kontekstual
Menurut Suprijono (2012: 83) Strategi pembelajaran merupakan kegiatan
yang dipilih yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Strategi berupa urutan-urutan kegiatan yang dipilih
untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan tertentu. Strategi
pembelajaran mencakup juga pengaturan materi pembelajaran yang akan
disampaikan kepada peserta didik.
10
C. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas
Menurut Trianto (2011: 105-114) Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen
utama, yaitu :
1). Konstruktivisme ( Constructivism)
Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL adalah teori
pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya
siswa membangun sendiri pengatahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar
mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered dari pada teacher
centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis
pada aktivitas siswa.
2). Menemukan ( Inquiry )
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan
hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru
harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun
materi yang di ajarkannya.
3). Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari „bertanya‟.
Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
11
membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya
merupakan kegiatan penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis
inquiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan
mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
4). Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar menimbang
massa benda dengan menggunakan neraca O‟haus, ia bertanya kepada temannya.
Kemudian temannya yang sudah bisa menunjukkan cara menggunakan alat itu. Maka
dua orang anak tersebut sudah membentuk masyarakat belajar (Learning
Community).
5). Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada
model yang bisa ditiru oleh siswanya, misalanya guru memodelkan langkah-langkah
cara menggunakan neraca O‟haus dengan demonstrasi sebelum siswanya melakukan
suatu tugas tertentu.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Pemodelan
dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang bisa ditunjuk untuk memodelkan
sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya.
12
6). Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke
belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru,
yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi
merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
7). Penilaian Autentik ( Authentic Assessment )
Assesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu
diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses
pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru
mangidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru
segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan
belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang proses
pembelajran, maka assesmen tidak dilakukan diakhir periode pembelajaran separti
pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan bersama-sama secara
terintegrasi ( tidak terpisahkan ) dari kegiatan pembelajaran.
13
Berdasarkan ketujuh komponen utama didalam pendekaran kontekstual diatas,
dimana proses pembelajaran yang melalui ketujuh komponen tersebut dapat
membawa kepembelajaran yang aktif dan menyenangkan bagi peserta didik.
2.1.2 Kemampuan Berpikir Kritis
Kamus besar Bahasa Indonesia (2007: 707) kemampuan diartikan sebagai
kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita untuk berusaha.
Menurut Depdikbut (dalam Cumanulisaja 2012) Kemampuan adalah
kesanggupan; kecakapan; kekuatan seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa atau
sanggup melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. Kemampuan adalah kapasitas
seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa
kemampuan adalah kesanggupan dan kekuatan seseorang untuk melakukan beragam
tugas dalam suatu pekerjaannya.
Menurut Tilaar (2012: 50) Manusia dikaruniai oleh Sang Pencipta
kemampuan berpikir atau inteligensi yang tidak dimiliki oleh hewan. Dimana
keadaan manusia yang berpikir adalah keadaan yang mencari kebenaran dan nilai-
nilai kemanusiaan. Sehingga Berpikir merupakan suatu aspek dari eksistensi manusia.
Menurut Sujanto (dalam Pakpahan 2009) menyatakan berpikir ialah gejala
jiwa yang dapat rnenetapkan hubungan-hubungan antara pengetahuan-pengetahuan
kita. Berpikir merupakan suatu proses dialektis, artinya selama kita berpikir, pikiran
14
kita mengadakan tanya jawab pikiran kita. Untuk dapat meletakkan hubungan-
hubungan antara pengetahuan kita dengan tepat.
Menurut Vincent Ruggiero (dalam Duyo 2010: 13) mengartikan berpikir
sebagai seluruh aktivitas mental yang membantu dalam merumuskan atau
memecahkan, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami.
Dengan demikian berpikir merupakan proses mental dalam penggunaan akal budi
manusia untuk membantu dalam memutuskan, merumuskan untuk memahami
sesuatu.
Berdasarkan beberapa pengertian berpikir, peneliti menyimpulkan bahwa
berpikir adalah seluruh aktivitas mental seseorang untuk membantu dalam
memutuskan, merumuskan untuk memahami sesuatu, serta rnenetapkan hubungan-
hubungan antara pengetahuan-pengetahuan untuk mencari kebenaran.
Dari beberapa uraian diatas, ada beberapa pendapat para ahli mengemukakan
bawa kemampuan berpikir kritis. Antara lain Menurut Tilaar (2012: 54) “Berpikir
Kritis merupakan proses mental yang digunakan untuk memecahkan masalah,
membuat keputusan dan belajar konsep yang baru”.
Menurut John Dewey (dalam Kasdin Sihotang Dkk 2012: 3) berpikir kritis
adalah pertimbangan yang aktif, terus menerus dan teliti mengenai sebuah keyakinan
atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dengan menyertakan alasan-alasan
yang mendukung dan kesimpulan-kesimpulan yang rasional.
15
Menurut Edwar Glaser (dalam Alec Fisher 2008 : 3) berpikir kritis yaitu :
(1) Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah
dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2)
pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis;
dan (3) semacam suatu keterampilan untuk memeriksa setiap keyakinan atau
pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-
kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.
Menurut Richard W. Paul (dalam sihotang dkk 2012 : 5) berpendapat bahwa
berpikir kritis adalah proses disiplin secara intelektual dimana seseorang secara aktif
dan terampil memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan, dan/atau
mengevaluasi berbagai informasi yang dia kumpulkan atau yang dia ambil dari
pengalaman, dari pengamatan (observasi), dari refleksi yang dilakukannya, dari
penalaran, atau dari komunikasi yang dilakukan.
Berdasarkan beberapa uraian pendapat dari para ahli mengenai berpikir kritis,
peneliti mengambil kesimpulan bahwa berpikir kritis adalah Suatu sikap mau
berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam
jangkauan pengalaman seseorang serta mampu terampil didalam memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan, dan mengevaluasi berbagai informasi
yang dia kumpulkan atau yang dia ambil dari pengalaman, dari pengamatan
(observasi), dari refleksi yang dilakukannya, dari penalaran, atau dari komunikasi
yang dilakukan.
Indikator kemampuan berpikir kritis, disebut secara lengkap komponennya
oleh Ennis (dalam Duyo 2010:15-16) sebagai berikut :
16
1. Klarifikasi elementer
a) Memfokuskan pertanyaan
b) Menganalisis argument
c) Bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan
atau tantangan
2. Membangun keterampilan dasar
a) Mempertimbangkan Kredibilitas sumber
b) Melakukan pertimbangan obsevasi
3. Penarikan kesimpulan
a) Melakukan dan mempertimbangkan deduksi
b) Melakukan dan Mempertimbangkan induksi
c) Melakukan dan mempertimbangkan nilai keputusan
4. Membuat penjelasan lebih lanjut
a) Mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi
b) Mengidentifikasi asumsi
5. Strategi dan taktik
a) Menentukan suatu tindakan
b) Berinteraksi dengan orang lain
Menurut Mayasari (2009) Terdapat enam tingkatan berpikir menurut
taksonomi Bloom (2003) yaitu a) mengetahui (knowing) adalah suatu proses berpikir
17
yang didasarkan pada retensi (menyimpan) dan retrieval (mengeluarkan kembali)
sejumlah pengetahuan yang pernah didengar atau dibacanya; b) memahami
(understanding) adalah suatu proses berpikir yang sifatnya lebih kompleks yang
mempunyai kemampuan dalam penterjemahan, interpretasi, ektrapolasi, dan asosiasi;
c) menerapkan (application) adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan,
fakta, teori, dan lain-lain untuk menyimpulkan, memperkirakan, atau menyelesaikan
suatu masalah; d) menganalisis (analysis) juga berpikir secara divergen yaitu kemam-
puan menguraikan suatu konsep atau prinsip dalam bagian-bagian atau komponen-
komponennya; e) mengevaluasi (evaluation) disebut juga intelectual judment, yaitu
pengetahuan yang luas tentang sesuatu pengertian dari apa yang diketahui serta
kemampuan analisa dan sintesis sehingga dapat memberikan penilaian atau evaluasi,
dan f) mensintesis (synthesis) adalah kemampuan untuk melakukan suatu generalisasi
atau abstraksi dari sejumlah fakta, data, fenomena, dan lain-lain. Dengan kata lain
akumulasi dari semua kemampuan berpikir dibawahnya merupakan kemampuan
untuk menilai (evaluasi).
Berdasarkan uraian di atas, indikator dari kemampuan berpikir kritis yang
telah di ungkapkan oleh beberapa ahli diatas, sebenarnya mempunyai tujuan yang
sama dimana para ahli menyebutkan enam indikator yang ada dalam berpikir kritis .
Untuk penelitian ini indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang digunakan
yaitu: memahami, menganalisis, mensintesis, serta dapat mengevaluasi.
18
2.1.3 Pendekatan Pembelajaran Konvensional
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 592), istilah konvensional
diartikan sebagai kesepakatan, kebiasaan, atau pun tradisional. Jadi, konvensional
adalah kebiasaan atau sesuatu yang sering dilakukan. Dalam pembelajaran,
pendekatan pembelajaran konvensional dapat juga disebut dengan pendekatan
pembelajaran tradisional. Hal ini didukung oleh Ruseffendi (2006: 350) Pembelajaran
tradisional adalah pembelajaran pada umumnya yang biasa kita lakukan sehari-hari.
Pendekatan pembelajaran konvensional selama ini masih berlaku dan masih
banyak digunakan oleh guru. Menurut Hulukati (2005: 62) bahwa pembelajaran
konvensional adalah pembelajaran yang biasa yang dilakukan guru dengan
menggabungkan beberapa pendekatan seperti pendekatan seperti pendekatan
penjelasan langsung, pemberian contoh,ekspositori, dan tanya jawab.
Menurut Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional
menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa
untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan
pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata.
Untuk pembelajaran konvensional memiliki karakteristik sebagai berikut: (1)
pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara
siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, (5) penilainan bersifat
sporadis.
19
Berdasarkan uraian diatas, maka pendekatan pembelajaran konvensional
adalah bentuk pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dalam menggabungkan
beberapa macam metode seperti metode ceramah dan tanya jawab, maupun beberapa
macam pendekatan seperti pendekatan penjelasan langsung, pemberian contoh, tanya
jawab, dimana dalam mengawali kegiatan pembelajaran diawali oleh guru dan
diakhiri oleh guru juga.
2.1.4 Materi Relasi dan Fungsi
A. Pengertian Relasi
a. Menyatakan Relasi Dua Himpunan dengan Diagram Panah
Diagram panah adalah diagram yang menggambarkan hubungan antara dua
himpunan dengan disertai tanda panah.
Perhatikan soal certa dibawah ini:
Dikelas VIII SMPN 10 Gorontalo, terdapat sebuah kelompok belajar yang
beranggotakan 4 orang, yaitu Ani, Adi, Ina, dan Iman. Ani mempunyai seorang adik
yang bernama Budi. Adi mempunyai dua orang adik yang bernama Surya dan Hani.
Ina tidak mempunyai adik. Sedangkan Santi adik dari Iman.
Relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah aturan yang
menghubungkan anggota-anggota himpunan A dengan anggota-anggota
himpunan B.
20
Misal himpunan P menyatakan himpunan kakak, dan Q menyatakan himpunan adik.
Himpunan P mempunyai anggota Ani, Adi, Ina, dan Iman dan dituliskan dengan P =
{Ani, Adi, Ina, Iman}, sedangkan himpunan Q adalah {Budi, Hani, Surya, Santi}.
Jika kita tentukan relasi atau hubungan antara himpunan P dengan himpunan Q
sebagai kakak dari. Sehingga hubungan antara anggota-anggota himpunan P dan Q
dapat digambarkan sebagai berikut:
P Kakak dari Q
b. Menyatakan Relasi Dua Himpunan dalam Koordinat Cartesius
Dalam menyatakan relasi antara anggota-anggota dua himpunan, selain
dengan menggunakan diagram panah dapat juga dinyatakan dalam koordinat
cartesius. Jika kita menyebut kata “Cartesius”, yang kita ingat adalah bidang cartesius
yang mempunyai dua sumbu, yaitu sumbu mendatar dan sumbu tegak. Demikian juga
pada koordinat cartesius, terdapat dua sumbu yang saling tegak lurus yaitu sumbu
mendatar atau horisontal dan sumbu tegak atau vertikal. Setiap anggota himpunan A
yang berelasi dengan anggota himpunan B dapat dinyatakan dengan noktah (•). Jadi
koordinat cartesius dari relasi tersebut adalah:
Ani
Adi
Ina
Iman
Budi
Surya
Hani
Santi
21
B
Sepak bola 3 4
Basket 5 7
Rentang 2
Badminton 1 6 8
Riska Dimas Candra Dira Reni A
Relasi antara anggota himpunan A dan B adalah gemar berolah raga. Noktah 1
menghubungkan Riska dan badminton, artinya Riska gemar berolah raga badminton.
Noktah 4 menghubungkan Candra dan sepak bola, artinya Candra gemar berolah raga
sepak bola dan seterusnya.
c. Menyatakan Relasi Dua Himpunan dengan Pasangan Berurutan
Pasangan berurutan dilambangkan dengan (x,y) dengan x menyatakan anggota
suatu himpunan tertentu, sebut A, dan y menyatakan anggota dari himpunan lain,
sebut B. Pada bagian ini kita akan menyatakan relasi sebagai himpunan pasangan
berurutan (x,y). Pada bagian sebelumnya, relasi antara anggota dua himpunan dapat
dinyatakan dengan diagram panah dan dalam koordinat cartesius. Sehingga pada
relasi gemar berolah raga diatas, kita memiliki himpunana penggemar olah raga A =
{Riska, Dimas, Candra, Dira, Reni}, dan himpunan cabang olah raga B =
{Badminton, Renang, Basket, Sepakbola}. Maka relasi gemar berolahraga dituliskan
22
sebagai R = {(Riska,Renang), (Riska, Badminton), (Dimas, Sepakbola), (Candra,
Sepakbola), (Dira, Badminton), (Dira, Basket), (Reni, Badminton), (Reni, Basket).
B. Fungsi (Pemetaan)
Perhatikan diagram panah berikut:
P Golongan darah Q
Pada diagram panah diatas terdapat dua himpunan, yaitu himpunan P = {Nisa,
Asep, Made, Cici, Butet} dan himpunan Q = {A, B, O, AB}. Setiap anak anggota P
di pasangkan dengan tepat satu golongan darah anggota Q. Bentuk relasi seperti ini
disebut fungsi atau pemetaan.
Nisa
Asep
Made
Cici
Butet
A
B
O
AB
Fungsi atau pemetaan adalah relasi khusus yang memasangkan
setiap anggota satu himpunan dengan tepat satu anggota satu
himpunana yang lain.
23
a. Domain, Kodomain, dan Range
A B
Perhatikan fungsi yang dinyatakan sebagai diagram panah diatas. Pada fungsi
tersebut, himpunan A disebut domain (daerah asal) dan himpunan B disebut
kodomain (daerah kawan). Dari gambar tersebut diperoleh:
2 ϵ B merupakan peta dari 1 ϵ A
3 ϵ B merupakan peta dari 2 ϵ A
4 ϵ B merupakan peta dari 3 ϵ A
Himpunan peta tersebut dinamakan range (daerah hasil). Jadi, dari diagram
panah pada gambar diatas diperoleh:
Domainnya (Df) adalah A = {1, 2, 3}
Kodomainnya adalah B = {1, 2, 3, 4}
Rangenya (Rf) adalah {2, 3, 4}
C. Merumuskan Fungsi
Perhatikan gambar dibawah:
1
2
3
1
2
3
4
24
P Q
Digram panah tersebut menunjukkan fungsi f dari P ke Q. suatu fungsi
biasanya dinyatakan dalam huruf kecil, misalnya f, g, dan h.
Fungsi f pada diagram panah tersebut memetakan setiap x ϵ P ke f(x) ϵ Q.
dinotasikan f : x → f(x) dan dibaca “fungsi f memetakan x ke f(x)”. Bayangan x oleh
fungsi f, yaitu y = f(x), merupakan nilai f di x. Nilai f(x) bergabung pada nilai x,
sehingga variabel x dinamakan variabel bebas dan variabel y dinamakan variabel
bergantung. Misalkan f(x) = x2. Bentuk f(x) = x
2 dinamakan rumus fungsi.
D. Menggambar Grafik Fungsi
Bentuk y = f(x) dinamakan persamaan fungsi. Grafik fungsi pada koordinat
cartesius adalah himpunan titik yang merupakan himpunan pasangan berurutan {x,y|
y = f(x), x ϵ D} dengan D adalah derah asal (domain) fungsi f. Sistem koordinat
cartesius terdiri atas dua sumbu, yaitu sumbu X dan sumbu Y. seprti terlihat pada
gambar dibawah:
Y
y1 (x1, y1)
0 x1 X
x y = f(x)
25
Pada gambar tersebut terlihat bahwa:
1. Sumbu mendatar (sumbu X) merupakan sumbu yang menyatakan nilai x.
Sumbu X dinamakan juga absis.
2. Sumbu tegak (sumbu Y) merupakan sumbu yang menyatakan nilai dari y =
f(x). Sumbu Y dinamakan juga ordinat.
3. Titik (x1, y1) merupakan titik dengan absis x1 dan ordinat y1 = f(x1). Untuk
menggambar grafik suatu fungsi, lakukan langkah-langkah berikut:
a. Buatlah tabel pemetaan dari suatu fungsi
b. Berdasarkan pasangan berurutan yang diperoleh dari tabel, buatlah grafik dari
fungsi berikut.
E. Menetukan Nilai Fungsi
Suatu fungsi h didefinisikan dengan h: x → x2 + 1 dapat dituliskan sebagai
fungsi h(x) = x2 + 1. Kita dapat memperoleh nilai h(3) jika dalam rumus h(x) = x
2 +
1 kita ganti x dengan 3. Jadi, h(3) = 32 + 1 = 10
Nilai dari x2 + 1 untuk x = 3 adalah 10. Nilai h(3) = 10 disebut nilai fungsi
untuk x = 3. Nilai fungsi h untuk x = 4 adalah h (4) = 42 + 1 = 17.
F. Tabel Fungsi dan Nilai Perubah Fungsi
Pada bahasan kali ini, akan mempelajari dua fungsi yaitu fungsi linear f(x) =
ax + b dan fungsi kuadrat f(x) = ax2 + bx + c.
1. Fungsi y = f(x) = ax + b
26
Fungsi yang berbentuk y = f(x) = ax + b dikenal dengan sebutan fungsi linear.
Apakah pengertian fungsi linear?
2. Fungsi y = f(x) = ax2 + bx + c
Selain fungsi linear, terdapat pula fungsi yang dikenal dengan sebutan fungsi
kuadrat. Apakah pengertian fungsi kuadrat?
Jika pada fungsi kuadrat f (x) = ax2 + bx + c nilai a > 0 maka grafik berupa
parabola terbuka keatas. Sedangkan jika pada fungsi kuadrat f(x) = ax2 + bx + c nilai
a ˂ 0 maka grafik berupa parabola terbuka ke bawah.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian sebelumya dilakukan oleh Nurhayati Igirisa ( 2009 ) dari Jurusan
Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo,
Beliau melakukan sebuah penelitian dengan judul Pengaruh Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Persegi Panjang
dan Persegi. Dalam Penelitiannya tersebut, Nurhayati Igirisa mencoba untuk
mengetahui perbedaan hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kabila, Kabupaten
Fungsi linear adalah fungsi f pada himpunan bilangan real R yang
ditentukan oleh f(x) = ax + b, a, b bilangan real dan a ≠ 0.
Fungsi kuadrat adalah fungsi f pada himpunan bilangan real R yang
ditentukan oleh f(x) = ax2 + bx + c, dengan a, b, c bilangan real dan a
≠ 0.
27
Bone Bolango yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran Kontekstual dan yang
diajarkan dengan pembelajaran Konvensional pada materi persegi panjang dan
persegi.
Berdasarkan kajian penelitian yang relevan sebelumnya diatas, terlihat bahwa
penelitian ini berbeda ditinjau dari materi apa yang diukur, objek penelitian, serta
hasil penelitiannya.
2.3 Kerangka Berpikir
Perbedaan kemampuan berpikir kritis matematika siswa dengan menggunakan
Pendekatan pembelajaran Kontekstual dan diajarkan dengan pendekatan
pembelajaran konvensional
Sampai saat ini pembelajaran matematika kurang diminati oleh pesera didik,
karena matematika sulit untuk di pahami oleh peserta didik. Dengan adanya metode,
model, pendekatan, strategi, dan teknik pembelajaran guru harus pandai memilih dari
kelima unsur dalam pembelajaran tersebut sesuai dengan materi yang diajarkan agar
nantinya peserta didik tidak bosan didalam proses pembelajaran matematika. Untuk
itu guru juga harus mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika
siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar dikelas.
Berpikir kritis siswa adalah kemampuan siswa dalam berpikir yang relevan
dan aktif untuk menyelesaikan permasalahan yang diperoleh siswa itu sendiri setelah
mengalami interaksi proses pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika
khususnya relasi dan fungsi kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah. Salah
satu faktor penyebabnya yaitu guru kurang kreatif dan inovatif didalam proses
kegiatan belajar mengajar. Untuk dapat mengatasi hal tersebut dapat diperlukan suatu
28
pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual yaitu guru dapat mengaitkan materi
dengan kehidupan nyata siswa. Dengan melalui pendekatan kontekstual merupakan
salah satu pendekatan yang bisa meningkatkan interaksi dan kemampuan berpikir
kritis siswa belajar dalam proses pembelajaran sehingga nantinya akan lebih
memudahkan siswa untuk dapat memahami materi yang akan diajarkan. Maka
dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran maka siswa dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis sehingga dapat memperoleh hasil yang
baik.
Hal ini berbeda dengan pembelajaran konvensional dimana guru banyak
menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas saja, sehingga siswa lebih
banyak mendengar, menghafal, dan mengkhayal apa yang dijelaskan oleh guru.
Akibatnya pengetahuan yang telah mereka dapat hanya bersifat sementara dalam
ingatan mereka atau pengetahuan yang mereka terima mudah hilang dalam ingatan.
Sehingga materi yang diberikan tidak terserap sepenuhnya. Dengan demikian siswa
merasa bosan, dan jenuh didalam kelas saat KBM berlangsung. Maka siswa tidak
tertarik dengan materi yang diberikan oleh guru. Jadi terlihat di sini bahwa
pembelajaran konvensional kurang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan Pembahasan dari kajian teori yang telah di uraikan diatas
pendekatan kontekstual dalam proses KBM memiliki peran penting didalam proses
pembelajaran. Dimana pendekatan kontekstual merupakan konsep yang membantu
guru untuk mengaitkan materi atau topik dalam situasi kehidupan nyata, sehingga ada
29
hubungan dengan pengalaman hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain
akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena
apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya. Untuk itu belajar matematika
khususya Relasi dan fungsi dengan melakukan pendekatan kontekstual dapat
memudahkan kemampuan siswa untuk memahami konsep dengan mudah dan dapat
menyelesaikan permasalahan matematis. Jadi pendekatan kontekstual dapat
meningkatkan minat, perhatian, serta keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
yang inovatif dan menyenangkan. Oleh karenanya penulis menduga bahwa dengan
penggunaan pendekatan kontekstual pada materi relasi dan fungsi, siswa akan
memperoleh hasil yang lebih baik.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan dari kajian teori, kerangka berpikir, dan hasil-hasil kajian
penelitian yang relevan diatas maka hipotesis penelitian adalah “Kemampuan
berpikir kritis siswa yang diajar dengan Pendekatan kontekstual lebih tinggi dari
siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional pada materi Relasi dan
Fungsi”.