Upload
hoangminh
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses penguasaan pengetahuan, sikap dan
keterampilan melalui belajar, mengajar, dan pengalaman
(Slameto,2007:4). Sedangkan menurut Poerwadarminta (2005:7)
menyebutkan pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “Instruction”
yang dalam bahasa Yunani disebut “instructus” atau “instruere” yang
berarti menyampaikan pikiran. Dengan demikian arti intruksional adalah
penyampaian pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui
pembelajaran. Pengertian ini lebih mengarah kepada guru sebagai pelaku
perubahan.
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahwa
pembelajaran itu ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Senada dengan pengertian pembelajaran tersebut, Sudjana (1991:2)
menyatakan bahwa pada dasarnya ada lima prinsip yang menjadi landasan
pengertian pembelajaran yaitu :
a. Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku . Prinsip
ini mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran itu
adalah adanya perubahan perilaku dalam diri individu walaupun tidak
semua perubahan perilaku individu merupakan hasil pembelajaran.
b. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara
keseluruhan , perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah
meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek
saja. Perubahan itu meliputi aspek kognitif ,afektif dan motorik.
5
6
c. Pembelajaran merupakan suatu proses, prinsip ketiga ini mengandung
makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang
berkesinambungan didalam aktivitas itu terjadi adanya tahapan-
tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah.
d. Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong
dan adanya suatu tujuan yang akan dicapai . Prinsip ini mengadung
makna bahwa pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang
harus di puaskan dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Belajar tidak
akan efektif tanpa adanya dorongan dan tujuan.
e. Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman . Pengalaman pada
dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang ternyata dengan
tujuan tertentu , pembelajaran merupakan bentuk interaksi individu
dengan lingkungannya sehingga banyak memberikan pengalaman diri
situasi nyata.
Kelima prinsip yang menjadi landasan pengertian pembelajaran
tersebut dikatakan sebagai kondisi pembelajaran yang berkualitas lebih
lanjut. Sudjana (1991:5) mengatakan bahwa kondisi pembelajaran yang
berkualitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tujuan pengajaran
yang jelas, bahan pengajaran yang memadai, metodologi pengajaran yang
tepat dan cara penilaian yang baik. Di dalam metodologi pengajaran ada
dua aspek yang paling menonjol yaitu metode mengajar dan media
pengajaran sebagai alat bantu mengajar, dimana metode mengajar dan
media pengajaran ini merupakan salah satu lingkungan belajar yang di
kondisikan oleh guru dan dapat memberikan motivasi dalam mengikuti
pelajaran. Sugihartono, dkk (2007:81) menyatakan bahwa pembelajaran
merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik
untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan
menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa
dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan
hasil optimal.
7
2.1.2 Pengertian dan Tujuan Pembelajaran Matematika
Matematika berasal dari bahasa latin manthanien atau mathema
yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, sedangkan dalam bahasa
Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti (Depdiknas, 2001). Tim
MKPBM (2001) menyatakan bahwa matematika merupakan telaah tentang
pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa
dan suatu alat. Depdiknas (2001) menyebutkan bahwa peran dan fungsi
matematika terutama sebagai sarana mengembangkan kemampuan
bernalar dalam memecahkan masalah baik pada bidang matematika
maupun dalam bidang lainnya.
Menurut Suherman, dkk (2001:55), fungsi mata pelajaran
matematika sebagai: alat, pola pikir dan ilmu atau pengetahuan. Tujuan
pembelajaran matematika di sekolah mengacu kepada fungsi matematika
serta kepada tujuan pendidikan nasional yang telah dirumuskan dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Diungkapkan dalam Garis-
garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, bahwa tujuan umum
diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
meliputi dua hal, yaitu:
a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan
di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui
latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis,
cermat, jujur, efektif dan efisien
b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola
pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan.
2.1.3 Pembelajaran Matematika Realistik
a. Hakikat Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) atau dalam bahas
Inggris Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar
mengajar dalam pendidikan matematika. Teori PMR pertama kali
8
diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut
Freudenthal. Nama institut tersebut diambil dari nama pendirinya yaitu
Profesor Hans Freudenthal (1905-1990), seorang penulis, pendidik dan
matematikawan berkebangsaan Jerman-Belanda.
Pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan realita dan
matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus
dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-
hari. Pembelajaran matematika realistik ini tidak didalam kelas, sebaiknya
dilakukan diluar kelas. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti
manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan
konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994).
Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-
persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu
pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa
(Slettenhaar, 2000). Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh
prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses penemuan
kembali menggunakan konsep matematisasi (konsep matematika yang
dimulai dari dunia nyata).
Treffers (1978) secara eksplisit merumuskan ide tersebut dalam
dua tipe matematisasi dalam konteks pendidikan, yaitu matematisasi
horisontal dan vertikal. Pada matematisasi horizontal siswa diberi
perkakas matematika yang dapat menolongnya menyusun dan
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari seperti
pengidentifikasian, perumusan, dan penvisualisasi masalah dalam cara-
cara yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia real ke masalah
matematik. Matematisasi vertikal dipihak lain merupakan proses
reorganisasi dalam sistem matematis, misalnya menemukan hubungan
langsung dari keterkaitan antar konsep-konsep dan strategi-strategi dan
kemudian menerapkan temuan tersebut. Jadi matematisasi horisontal
bertolak dari ranah nyata menuju ranah simbol, sedangkan matematisasi
vertikal bergerak dalam ranah simbol. Kedua bentuk matematisasi ini
9
sesungguhnya tidak berbeda maknanya dan sama nilainya (Freudenthal,
1991). Hal ini disebabkan oleh pemaknaan “realistik” yang berasal dari
bahasa Belanda “realiseren” yang artinya bukan berhubungan dengan
kenyataan, tetapi “membayangkan”. Kegiatan “membayangkan” ini
ternyata akan lebih mudah dilakukan apabila bertolak dari dunia nyata,
tetapi tidak selamanya harus melalui cara itu.
b. Karakteristik PMR
Beberapa karakteristik PMR menurut Suryanto (2007) adalah sebagai
berikut :
1. Masalah kontekstual yang realistik (realistic contectual problems)
digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika
kepada siswa.
2. Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip atau model
matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik
dengan bantuan guru atau temannya.
3. Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap
masalah yang mereka temukan (yang biasanya ada yang berbeda,
baik cara menemukannya maupun hasilnya).
4. Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah
dikerjakan dan apa yang telah dihasilkan ; baik hasil kerja mandiri
maupun hasil diskusi.
5. Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika
yang memang ada hubunganya.
6. Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan
hasil-hasil pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip
matematika yang lebih rumit.
7. Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi
atau hasil yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai
kegiatan paling cocok dilakukan melalui learning by doing (belajar
dengan mengerjakan).
10
Beberapa hal yang perlu dicatat dari karekteristik PMR menurut
Nyimas Aisyah (2007) adalah:
1. “Cara belajar siswa aktif” karena pembelajaran matematika
dilakukan melalui “belajar dengan mengerjakan”.
2. Pembelajaran yang berpusat pada siswa karena mereka
memecahkan masalah dari dunia mereka sesuai dengan potensi
mereka, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.
3. Pembelajaran dengan penemuan terbimbing karena siswa
dikondisikan untuk menemukan atau menemukan kembali konsep
dan prinsip matematika.
4. Pembelajaran kontekstual karena titik awal pembelajaran
matematika adalah masalah kontekstual, yaitu masalah yang
diambil dari dunia siswa
5. Pembelajaran kontruktivisme karena siswa diartikan untuk
menemukan sendiri pengetahuan matematika mereka dengan
memecahkan masalah dan diskusi.
c. Prinsip PMR
Prinsip PMR yang diturunkan dari 5 kaidah yang dikemukakan
Treffers (1987) yaitu:
1. Prinsip kegiatan
Pembelajar harus diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam
proses pengembangan seluruh perangkat perkakas dan wawasan
matematis sendiri. Dalam hal ini pembelajaran dihadapkan pada
situasi masalah yang memungkinkan ia membentuk bagian-bagian
masalah tersebut dan mengembangkan secara bertahap algoritma,
misalnya cara mengalikan dan membagi berdasarkan cara kerja
nonformal.
2. Prinsip nyata
Matematika realistik harus memungkinkan pembelajar dapat
menerapkan pemahaman matematika dan perkakas matematikanya
untuk memecahkan masalah. Pembelajaran harus mempelajari
11
matematika sedemikian hingga bermanfaat dan dapat diterapkan
untuk memecahkan masalah sesungguhnya dalam kehidupan.
Hanya dalam konteks pemecahan masalah pembelajar dapat
mengembangkan perkakas matematis dan pemahaman matematis.
3. Prinsip bertahap
Belajar matematika artinya pembelajar harus melalui berbagai
tahap pemahaman, yaitu dari kemampuan menemukan pemecahan
informal yang berhubungan dengan konteks, menuju penciptaan
berbagai tahap hubungan langsung dan pembuatan bagan; yang
selanjutnya pada perolehan wawasan tentang prinsip-prinsip yang
mendasari dan kearifan untuk memperluas hubungan tersebut.
Kondisi untuk sampai tahap berikutnya tercermin pada
kemampuan yang ditunjukkan pada kegiatan yang dilakukan.
Refleksi ini dapat ditunjukkan melalui interaksi. Kekuatan prinsip
tahap ini yaitu dapat membimbing pertumbuhan pemahaman
matematika dan mengarahkan hubungan longitudinal dalam
kurikulum matematika.
4. Prinsip saling menjalin
Prinsip saling menjalin ini ditemukan pada setiap jalur matematika,
misalnya antar topik-topik seperti kesadaran akan bilangan, mental
aritmatika, perkiraan (estimasi), dan algoritma.
5. Prinsip interaksi
Dalam matematika realistik belajar matematik dipandang sebagai
kegiatan sosial. Pendidikan harus dapat memberikan kesempatan
bagi para pebelajar untuk saling berbagi strategi dan penemuan
mereka. Dengan mendengarkan apa yang ditemukan orang lain dan
mendiskusikan temuan ini, pembelajar mendapatkan ide untuk
memperbaiki strateginya. Lagi pula interaksi dapat menghasilkan
refleksi yang memungkinkan pembelajar meraih tahap pemahaman
yang lebih tinggi.
12
6. Prinsip bimbingan
Pengajar maupun program pendidikan mempunyai peranan
terpenting dalam mengarahkan pebelajaran untuk memperoleh
pengetahuan. Mereka mengendalikan proses pembelajaran yang
lentur untuk menunjukkan apa yang harus dipelajari untuk
menghindarkan pemahaman semu melalui proses hafalan.
Pebelajaran memerlukan kesempatan untuk membentuk wawasan
dan perkakas matematisnya sendiri, karena itu pengajar harus
memberikan lingkungan pembelajaran yang mendukung
berlangsungnya proses tersebut. Artinya mereka harus dapat
meramalkan bila dan bagaimana mereka dapat mengantisipasi
pemahaman dan keterampilan belajar untuk mengarahkannya
mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hal ini perbedaan
kemampuan pembelajaran harus diperhatikan, sehingga setiap
pembelajaran mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan
pengetahuannya dengan cara yang paling cocok untuk mereka
masing-masing.
d. Peran guru dalam pembelajaran matematika realistik
Peran guru dalam pembelajaran matematika realistik menurut
Treffers dan Van den Heuvel-Panhuizen dalam Suharta (2005:2):
1. Guru harus berperan sebagai fasilitator.
2. Guru harus mampu membangun pengajaran interaktif.
3. Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif
memberi sumbangan pada proses belajarnya.
4. Guru harus secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan
masalah-masalah dari dunia nyata ; dan
5. Guru harus secara aktif mengaitkan kurikulum matematika
dengan dunia nyata baik fisik maupun sosial.
13
e. Langkah-langkah pembelajaran matematika realistik
Wahyudi dan Kriswandani (2007: 52) mengemukakan bahwa
langkah – langkah pembelajaran dalam pendekatan pembelajaran
matematika realistik adalah sebagai berikut :
1. Memahami masalah/soal konteks guru memberikan
masalah/persoalan kontekstual dan meminta peserta didik untuk
memahami masalah tersebut.
2. Menjelaskan masalah konstektual, langkah ini dilakukan apabila
ada peserta didik yang belum paham dengan masalah yang
diberikan.
3. Menyelesaikan masalah secara kelompok atau individu.
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Guru
memfasilitasi diskusi dan menyediakan waktu untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara
kelompok.
5. Menyimpulkan hasil diskusi
Langkah-langkah pembelajaran matematika realistik menurut
Zulkardi (2002):
1. Persiapan
Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar
memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang
mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
2. Pembukaan
Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi
pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah
dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan
masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.
3. Proses pembelajaran
Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah
sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara
perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa
14
atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa
atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi
tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji.
Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan
sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik
serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.
4. Penutup
Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui
diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran
saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal
evaluasi dalam bentuk matematika formal.
Adapun rencana pembelajaran matematika realistik secara rinci
sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan oleh siswa dan
menyiapkan permasalahan yang akan dipecahkan dalam
proses pembelajaran.
2. Siswa memperhatikan penjelasan dari guru tentang
permasalahan pembelajaran.
3. Siswa dibagi menjadi 4 kelompok.
4. Setiap kelompok mempresentasikan hasilnya di depan kelas
dan kelompok lainnya memberi tanggapan terhadap hasil
kerja kelompok tersebut.
5. Siswa diajak menarik kesimpulan dari kegiatan
pembelajaran dan siswa diberi penguatan positif oleh guru.
f. Keunggulan dan kelemahan pendekatan pembelajaran
matematik realistik
Keunggulan dan kelemahan pendekatan pembelajaran matematik
realistik adalah sebagai berikut (Asmin,2001: 9):
1. Keunggulan
a. Siswa membangun sendiri pengetahuannya sehingga siswa
tidak mudah lupa dengan pengetahuannya.
15
b. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena
menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat
bosan untuk belajar matematika.
c. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap
jawaban siswa ada nilainya.
d. Memupuk kerja sama dalam kelompok.
e. Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan
jawabannya.
f. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan
pendapat.
g. Pendidikan budi pekerti, misalnya: saling kerja sama dan
menghormati teman yang sedang berbicara.
2. Kelemahan
a. Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka
siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya.
b. Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang
lemah.
c. Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti
temannya yang belum selesai.
d. Membutuhkan alat peraga yag sesuai dengan situasi
pembelajaran saat itu.
Berdasarkan kajian tentang Pembalajaran Matematika Realistik
(PMR) yang telah diuraikan, maka dapat dikatakan bahwa PMR
merupakan matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan
realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran.
Pembelajaran Matematika Realistik menggunakan masalah realistik
sebagai pangkal tolak pembelajaran, dan melalui matematisasi horisontal-
vertikal siswa diharapkan dapat menemukan dan merekonstruksi konsep-
konsep matematika atau pengetahuan matematikanya. Selanjutnya, siswa
diberi kesempatan menerapkan konsep-konsep matematika untuk
memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Dengan
16
kata lain, PMR berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan
menerapkan matematika dalam kehidupan, sehingga siswa belajar dengan
mudah diingat dan diaplikasikan ke kehidupan sehari-hari siswa.
Pembelajaran matematika yang bersifat abstrak, dianggap tepat
apabila dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran
matematika realistik. Pembelajaran matematika yang diajarkan di SD
merupakan matematika sekolah yang terdiri dari bagian-bagian
matematika yang dipilih guna menumbuh kembangkan kemampuan-
kemampuan dan membentuk pribadi anak serta berpedoman kepada
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Hal ini menunjukkan
bahwa matematika SD tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika,
yaitu: (1) memiliki objek kajian yang abstrak (2) memiliki pola pikir
deduktif konsisten (Suherman, 2006: 55). Matematika sebagai studi
tentang objek abstrak tentu saja sangat sulit untuk dapat dipahami oleh
siswa-siswa SD yang belum mampu berpikir formal, sebab orientasinya
masih terkait dengan benda-benda konkrit. Mengingat pentingnya
matematika untuk siswa-siswa usia dini di SD, perlu dicari suatu cara
mengelola proses belajar-mengajar di SD sehingga matematika dapat
dicerna oleh siswa-siswa SD. Disamping itu, matematika juga harus
bermanfaat dan relevan dengan kehidupan nyata, karena itu pembelajaran
matematika di jenjang pendidikan dasar harus ditekankan pada penguasaan
keterampilan dasar dari matematika itu sendiri. Sehingga dalam
pembelajaran matematika realistik dapat digunakan alat peraga.
2.1.4 Alat Peraga
Alat peraga merupakan bagian dari media, oleh karena itu istilah
media perlu dipahami lebih dahulu sebelum membahas mengenai
pengertian alat peraga lebih lanjut. Media pengajaran diartikan sebagai
semua benda yang menjadi perantara terjadinya proses belajar, dapat
berwujud sebagi perangkat lunak, maupun perangkat keras. Berdasarkan
fungsinya, media pembelajaran dapat berbentuk alat peraga dan sarana.
(Pujiati: 2004)
17
a. Pengertian dan Manfaat Media Pembelajaran
Menurut Santoso S. Hamidjojo (Darmin, 1986:14), media adalah
bentuk perantara yang dipakai orang penyebar ide, sehingga gagasannya
sampai pada penerima. Sedangkan menurut Mc. Luhan (Darmin,1986:14),
media adalah sasaran yang disebut pula Channel, karena pada hakikatnya
media telah memperluas kemampuan manusia untuk merasakan,
mendengarkan dan melihat dalam batas-batas jarak, ruang, dan waktu
tertentu. Kini dengan bantuan media batas-batas itu hampir menjadi tidak
ada.
Menurut Blake dan Horalsen (Darmin,1986:14), media adalah
saluran komunikasi atau medium yang digunakan untuk membawa atau
menyampaikan sesauatu pesan, di mana medium ini merupakan jalan atau
alat untuk lalu lintas suatu pesan antara komunikator dan komunikan.
Di dunia pengajaran, media adalah alat atau sarana yang dipakai
sebagai saluran untuk meyampaikan pesan atau informasi dari guru
(sumber) ke siswa (penerima pesan). Media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat
serta perhatian siswa agar proses belajar terjadi (Arif Sadiman, 2009:8).
Menurut Hujair Ah. Sanaky (2009:4), media pembelajaran adalah sarana
pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses
pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam
mencapai tujuan pengajaran. Azhar Arsyad (2003: 4) mendefinisikan
media pembelajaran sebagai pembawa pesan atau informasi yang
bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran.
Dari berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam
arti luas media pembelajaran adalah alat, benda, metode atau teknik yang
digunakan untuk penyalur pesan dalam proses belajar mengajar dan
berfungsi untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensi dalam mencapai
tujuan pendidikan. Media pembelajaran merupakan suatu sarana yang
digunakan dalam proses belajar mengajar. Media pembelajaran berisi
18
pesan pengajaran atau informasi yang dikomunikasikan kepada peserta
didik.
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2002:2) mengemukakan bahwa
manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa adalah:
1. Pengajaran lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar,
2. Bahan belajar akan lebih jelas maknanya, sehingga akan mudah
dipahami oleh siswa dan memungkinkan menguasai materi dalam
pencapaian tujuan pembelajaran,
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan katakata oleh guru, sehingga siswa tidak
merasa bosan, dan
4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi melakukan aktivitas lain, misalnya
demonstrasi, bermain peran, mengamati dan sebagainya
Media pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting
dalam mengantarkan peserta didik pada tujuan yang diinginkan. Media
mempunyai manfaat positif dalam proses pembelajaran dan memperjelas
konsep atau materi yang disampaikan oleh guru (Ayu :2010).
b. Pengertian, Manfaat dan Kriteria Pemilihan Alat Peraga
Alat peraga adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan
telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa
lebih efektif dan efisien (Sudjana, 2002 :59). Alat peraga matematika
adalah seperangkat benda konkrit yang dirancang, dibuat, dihimpun atau
disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan
atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam
matematika (Djoko Iswandi, 2003:1. Dalam alat peraga hal-hal yang
abstrak dapat disajikan adalam bentuk model-model yang berupa benda
konkrit yang dapat dilihat, dipegang, diputarbalikan sehingga dapat lebih
mudah dipahami. Fungsi utamanya dalah untuk menurunkan keabstrakan
konsep agar siswa mampu menangkap arti konsep tersebut. Sebagai
19
contoh benda-benda konkrit disekitar siswa seperti buah-buahan, pensil,
buku dan sebagainya (Pujiati:2004).
Ditinjau dari segi wujudnya alat peraga matematika dapat
dikelompokkan kedalam alat peraga benda asli dan alat peraga benda
tiruan (Darmin:1986). Bila benda asli. Menurut E.T ruseffendi dalam
bukunya pengajaran Matematika Modern seri keempat bahwa beberapa
persyaratan yang harus dimiliki alat peraga yaitu :
1. Tahan lama ( dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat)
2. Bentuk dan warnanya menarik
3. Sederhana dan mudah dikelola (tidak rumit)
4. Ukurannya sesuai (seimbang) dengan ukuran fisik anak
5. Dapat menyajikan konsep matematika, baik dalam bentuk real, gambar
atau diagram
6. Sesuai dengan konsep matematika
7. Dapat memperjelas konsep matematika dan bukan sebaliknya
(mempersulit pemahaman konsep matematika)
8. Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berfikir
abstrak bagi siswa
9. Bila kita mengharapkan agar siswa belajar aktif (sendiri atau
berkelompok) alat itu supaya dapat dimanipilasikan, yaitu dapat diraba,
dipegang, dipindahkan, dimainkan, dipasangkan, dicopot (diambil dari
susunannya), dan
10. Bila mungkin alat peraga tersebut dapat berfaedah lipat (banyak).
Dalam penggunaan alat peraga tidak selamanya membuahkan hasil
belajar siswa lebih cepat, lebih meningkat, lebih menarik dan sebagainya.
Bahkan kadang akan menyebabkan sebaliknya dan bahkan mungkin
menyebabkan siswa gagal dalam pembelajaran. Adapun kegagalan
menggunakan alat peraga menurut Darhim (1986:15) akan mampak bila:
1) Generalisasi konsep abstrak dari representasi hal-hal yang konkit tidak
tercapai
20
2) Alat peraga yang digunakan hanya sekedar sajian yang tidak memiliki
nilai-nilai yang tidak menunjang konsep-konsep dalam matematika
3) Tidak disajikan pada saat yang tepat
4) Memboroskan waktu
5) Diberikan kepada anak yang sebenarnya tidak memerlukannya
6) Tidak menarik, mempersulit konsep yang dipelajari, mudah rusak.
Kriteria Pemilihan Alat Peraga Menurut Darhim (1986:15-16) kriteria
pengganaan alat peraga sangat tergantung kepada :
1) Tujuan (Objektif), Tujuan tersebut disesuaikan dengan domain
kognitif, afektif atau psikomotor.
2) Materi Pelajaran, Peraga meteri yang menjadi dasar itulah yang harus
diutamakan dari pada materi atau topik selanjutnya.
3) Strategi Belajar Mengajar Pengguanan alat peraga disesuaikan dengan
metode pengajaran guru.
4) Kondisi, Penggnaan alat peraga disesuaikan dengan kondisi
(lingkungan) tersebut sesuai dengan situasi dan kondisinya.
5) Siswa Penggunaan alat peraga disesuaikan dengan kegemaran siswa
dan kebutuhan siswa akan alat peraga tertentu.
Berdasarkan kajian tentang alat peraga yang telah diuraikan , maka
dapat disimpulkan bahwa alat peraga adalah bagian dari media
pembelajaran, yang berfungsi sebagai alat atau sarana yang dipakai
sebagai saluran untuk meyampaikan pesan atau informasi dari guru
(sumber) ke siswa (penerima pesan). Alat peraga dalam mengajar
memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses
belajar mengajar yang efektif. Dalam pencapain tersebut, peranan alat
peraga memegang peranan yang penting sebab dengan adanya alat peraga
ini materi yang diajarkan dengan mudah dapat dipahami oleh siswa. Alat
peraga berguna untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap pelajaran
yang disampaikan guru.
21
2.1.5 Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Sahertian (2004:20), “Hasil belajar merupakan gambaran
tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik bahasan
yang dipelajari, yang diukur dengan berdasarkan jumlah skor jawaban
benar pada soal yang disusun sesuai dengan sasaran belajar”.
Reugeluth ( dalam Nasution 2006:2) menyatakan bahwa hasil
belajar adalah perilaku yang dapat diamati yang menunjukkan kemampuan
yang dimiliki seseorang. Pendapat ini dikemukakan oleh Surya (2003:64)
bahwa hasil belajar ialah “Berbentuk perubah pada pengetahuan, sikap,
dan keterampilan.”
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah bukti dari suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu
guna memperolah perubahan tingkah laku yang ditempatkan dalam
interksi dengan lingkungan sekitarnya. Hasil balajar dapat dipengaruhi
faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor eksternal adalah lingkungan
sekolah yang kurang memadai, media pembelajara yang kurang tepat dan
tidak didukung alat peraga dalam pembelajaran. Sehingga melalui
pendekatan pembelajaran matematika realistik dengan menggunakan alat
peraga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Winkel (2004:162), hasil belajar dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor internal dalah faktor yang ada pada diri anak , misalnya
motif tertentu dalam diri siswa. Siswa yang mempunyai motif tertentu
dalam belajar akan lebih berhasil dari pada siswa yang tidak mempunyai
motif.
Seseorang melakukan aktivitas karena ada yang mendorongnya.
Dalam hal ini motivasilah sebagai dasar penggeraknya yang mendorong
seseorang untuk belajar. Seseorang yang berminat untuk belajar yang
22
belum sampai pada tataran motivasi maka belum menunjukkan aktivitas
nyata. Motivasi seeorang dapat dijabarkan dalam bentuk minat. Minat
merupakan kecenderuangan psikologis yang menyenangi objek, belum
sampai melakukan kegiatan. Hal ini berarti pula bahwa minat adalah alat
motivasi dalam belajar, maka ia akan melakukan aktivitas belajar dalam
rentang waktu tertentu. Oleh karena itu, motivasi diakui sebagai dasar
penggerak yang mendorong aktivitas belajar seseorang.
2. Faktor Eksternal
Faktor Eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri anak itu
sendiri misalnya keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat.
Situasi keluarga yang kurang menunjang proses belajar seperti :
kekacauan rumah tangga (broken home), kurang perhatian orang tua, cara
orang tua mendidik kurang baik, kurangnya pengawasan dan perhatian
orang tua.
Faktor lingkungan sekolah yang kurang memadai, seperti kurang
memadainya sarana atau sumber belajar , alat peraga yang tidak tersedia,
cara-cara guru dalam mengajar yang kurang menarik atau monoton,
kurikulum yang dipelajari tidak sesuai dengan kemampuan peserta didik,
perlengkapan belajar yang kurang, cara evaluasi, ruang belajar, sistem
administrasi, waktu belajar, situasi sekolah dan sebagainya.
Lingkungan sosial yang kurang memadai, seperti : pengaruh
negatif dalam pergaulan, situasi masyarakat yang kacau, gangguan
kebudayaan seperti pengaruh film, bacaan-bacaan dan sebagainya
(Slameto 2003:24).
Berdasarkan kajian teori tentang hasil belajar yang telah diuraikan,
maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah gambaran tingkat
penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik bahasan yang
dipelajari berupa perubahan perilaku belajar siswa. Perubahan tingkah
laku ini meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
23
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang pembelajaran matematika realistik yang relevan
dengan judul penelitian yang penulis angkat ini sesungguhnya telah banyak
dilakukan, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Ambar Susilowati (2009)
dalam bentuk skripsi ”Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika
Melalui Model Pembelajaran Matematika Realistik Sekolah Dasar Berbasis
Media dan Berkonteks Lokal Surakarta (PTK di SDN 1 dan 2 Gentan
Sukoharjo Kelas III Semester II ). Penelitian tersebut disimpulkan bahwa nilai
rata-rata hasil belajar pada pembelajaran matematika realistik lebih meningkat
dari pada pembelajara sebelumnya. Sari Kusumaningrum (2007) melakukan
penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Eksperimen Pembelajaran
Matematika Realistik Dengan Menggunakan Alat Peraga Pada Pokok Bahasan
Himpunan Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa”. Dalam penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa 1) Ada pengaruh penggunaan metode pembelajaran
terhadap prestasi belajar matematika. 2) Ada pengaruh antara aktivitas belajar
siswa terhadap prestasi belajar siswa. 3) Interaksi antara penggunaan metode
pembelajaran dan aktivitas belajar siswa efektif terhadap prestasi belajar
matematika.
Noni Dyah Ardiani melakukan penelitian dalam bentuk skripsi
dengan judul “Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik Menggunakan
Alat Peraga Terhadap Hasil Belajar Pada Pokok Bahasan Sifat-sifat Bangun
Ruang (Balok dan Kubus) Bagi Siswa Kelas V SD”. Dalam penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa 1)Ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang
diajar menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik Menggunakan Alat
Peraga dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional 2)Hasil
belajar matematika siswa kelas V SD lebih baik menggunakan pembelajaran
matematika relistik menggunakan alat peraga dibandingkan dengan siswa
yang diajar dengan pembelajaran konvensional 3)Pembelajaran Matematika
Realistik Menggunakan Alat Peraga efektif terhadap hasil belajar Matematika
siswa kelas V SD.
24
Hasil penelitian terdahulu tersebut relevan dengan penelitian yang
akan dilakukan oleh peneliti karena sama-sama meneliti tentang pembelajaran
matematika realistik, khususnya di SD. Masalahnya yang membedakan
penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu pada pokok bahasan, jenis
penelitian (untuk penelitian yang relevan pertama karena PTK sedang pada
penelitian yang relevan keduan adalah sama yaitu eksperimen) dan media
yang digunakan dalam pembelajaran matematika realistik.
Banyaknya penelitian mengenai pembalajaran matematika realistik
yang pernah dilakukan khususnya di SD menunjukkan bahwa pembelajaran
ini dapat dilakuakn di SD dan efektif dipakai dalam pembelajaran matematika
SD. Walaupun pada pendekatan PMR memiliki kesulitan-kesulitan dalam
upaya implementasinya, namun penulis optimis bahwa kendala-kendala
tersebut hanya bersifat sementara. Hal ini sangat tergantung dari upaya dan
kemauan yang sungguh-sungguh dari guru, serta respon siswa untuk
menerapkannya pada kegiatan belajar mengajar di kelas, kiranya berbagai
kesulitan tersebut lambat laun dapat diatasi.
2.3 Kerangka Berfikir
Sebagai suatu teori pembelajaran “Pembelajaran Matematika Realistik
(PMR)” tentu saja berpengaruh dalam pembelajaran matematika dikarenakan
PMR berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari siswa.
Pembelajaran Matematika Realistik memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika,
sehingga siswa mempunyai pengertian kuat tentang konsep-konsep
matematika. Dengan demikian, pembelajaran Matematika Realistik akan
mempunyai kontribusi yang sangat tinggi dengan pengertian siswa.
Pembelajaran Matematia Realistik menggunakan masalah realistik
sebagai pangkal tolak pembelajaran, dan melalui matematisasi horisontal-
vertikal siswa diharapkan dapat menemukan dan merekonstruksi konsep-
konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa
diberi kesempatan menerapkan konsep-konsep matematika untuk
25
memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Dengan
kata lain, Pembelajaran Mematika Realistik berorientasi pada matematisasi
pengalaman sehari-hari.
Penggunaan alat peraga dalam Pembelajaran Matematika Realistik
sengaja digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan
konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika sehingga pembelajaran
akan lebih bermakna. Dengan alat peraga hal-hal yang abstrak dapat disajikan
adalam bentuk model-model yang berupa benda konkrit yang dapat dilihat,
dipegang, diputarbalikan sehingga dapat lebih mudah dipahami. Fungsi
utamanya adalah untuk menurunkan keabstrakan konsep agar siswa mampu
menangkap arti konsep yang sedang diajarkan.
Penulis dalam penelitian ini akan melakukan penelitian mengenai
Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Relistik menggunakan alat
peraga terhadap hasil belajar. Peneliti memilih materi sifat-sifat bangun ruang
pada kelas V SD. Di dalam penelitian ini penulis akan melihat penggunaan
PMR dalam pengajaran matematika untuk mengetahui sifat-sifat bangun ruang
(balok dan kubus). Permasalahan kontekstual yang akan dipakai dalam
pembelajaran tersebut tentunya akan diambil dari dunia nyata, sesuai dengan
karakteristik PMR.
PMR dalam pembelajaran ini tentunya akan agak sulit dilakukan jika
penelitian hanya terjadi didalam kelas, karena objek yang ingin disampaikan
tentunya akan lebih banyak terdapat bila berada pada kelas terbuka. Namun
mengingat waktu yang digunakan penelitian yang singkat karena hanya dapat
dilakukan pada jam pelajaran matematika dengan alokasi waktu dua kali jam
pelajaran matematika maka, penelitian ini hanya dapat dilakukan di dalam
kelas. Untuk mensiasati obyek pembelajaran yang luas maka peneliti
menggunakan alat peraga sebagai sarana aktifitas siswa. Dari hal tersebut
penulis akan melihat sejauh mana PMR dapat terlaksana dan akan
mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.
26
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan kajian pustaka, maka
yang menjadi hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan
dalam penelitian ini adalah: “ada pengaruh positif signifikan pendekatan
pembelajaran matematika realistik menggunakan alat peraga materi sifat-sifat
bangun ruang terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN 2 Geneng Kecamatan
Jepon Kabupaten Blora semester II tahun ajaran 2011 / 2012”