11
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Stres Kerja
1. Definisi Stres Kerja
Stres menurut Nawawi (Astianto & Suprihhadi, 2014) merupakan
suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis. Hal ini didukung
oleh Fahmi (Suryawan, 2017) bahwa stres merupakan suatu keadaan yang
menekan diri dan jiwa diluar batas kemampuannya. Keadaan tertekan yang
terjadi pada umumnya yaitu tuntutan lingkungan yang tidak sesuai dengan
kemampuan individu untuk merespon. Menurut Karasek dan Theorell (Price,
1991) stres kerja terjadi karena adanya tuntutan pekerjaan yang tinggi dan
produktivitas yang tinggi namun kendali pada pekerjaan tersebut rendah.
Karasek (1979) menyatakan bahwa stres kerja merupakan interaksi yang
muncul antara tuntutan psikologi pada suatu pekerjaan dengan kontrol
terhadap pekerjaan tersebut dan dukungan sosial di tempat kerja, dimana
tuntutan dan kontrol tinggi dan dukungan sosial di tempat kerja rendah.
Stres kerja menurut Handoko (Astianto & Suprihhadi, 2014)
merupakan kondisi ketegangan individu yang mempengaruhi emosi, proses
berpikir dan kondisi seseorang. Hal ini sependapat oleh Andriani (Yanthi &
Piartini, 2016) bahwa stres kerja merupakan keadaan individu yang
mengalami ketegangan karena adanya suatu kondisi yang mempengaruhi
12
ketika bekerja. Stres kerja menurut Alves, Chor, Faerstein, Lopes, dan
Werneck (2004), merupakan respon fisik dan emosional ketika individu tidak
dapat mengatasi tuntutan pekerjaan mereka.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa stres
kerja terjadi karena adanya tuntutan yang tidak dapat diselesaikan dan bekerja
di bawah tekanan yang tidak dapat diatasi oleh individu. Stres kerja
merupakan bentuk respon psikologis dan fisiologis yang muncul dari interaksi
antara individu dengan pekerjaannya.
2. Aspek-aspek
Aspek-aspek stres kerja menurut Karasek dan Theorell (Alves, dkk.,
2004) terdiri dari tiga aspek yaitu tuntutan (demand), kontrol (control), dan
dukungan sosial (support). Berikut penjelasan aspek-aspek stres kerja :
1. Tuntutan (demand)
Tuntutan pekerjaan merupakan tekanan yang diberikan kepada individu
agar dapat menyelesaikan semua pekerjaannya dengan waktu yang terbatas,
beban kerja yang tinggi, bekerja dengan waktu yang lama dan adanya
konflik pada tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan. Sebagai contoh,
perawat yang bekerja pada shift malam memiliki waktu yang lebih lama dan
memiliki tugas yang lebih banyak karena jumlah perawat yang tidak
banyak.
2. Kontrol (control)
Kontrol merupakan kemampuan untuk dapat mengendalikan diri dan
mengambil keputusan dalam pekerjaan menggunakan kemampuan yang
13
dimiliki oleh individu. Sebagai contoh, perawat mampu mengontrol emosi
ketika pasien atau keluarga pasien yang sedang emosional dan ingin segera
dilayani namun memiliki keterbatasan tenaga medis.
3. Dukungan Sosial (social support)
Dukungan sosial merupakan interaksi yang terjadi di tempat kerja yaitu
antar rekan kerja maupun atasan yang dibutuhkan oleh individu. Sebagai
contoh, komunikasi yang baik antara kepala ruangan dengan perawat
lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menggunakan aspek stres
kerja yang dikemukan oleh Karasek dan Theorell (Alves, dkk., 2004), terdiri
dari tuntutan (demand), kontrol (control) dan dukungan sosial (social support).
Aspek-aspek tersebut menjelaskan penyebab terjadinya stres kerja dan sesuai
dengan kondisi kerja yang dialami oleh perawat dalam penelitian ini.
3. Faktor-faktor
Menurut Moorhead dan Griffin (2013) terdapat empat faktor yang
menjadi penyebab stres kerja, yaitu tuntutan tugas (task demands), tuntutan
fisik (physical demands), tuntutan peran (role demands) dan tuntutan antar
personal. Berikut penjelasan faktor-faktor stres kerja :
1. Faktor Tuntutan Tugas (task demands)
Tuntutan tugas merupakan tugas spesifik yang harus dilakukan oleh
seseorang. Jenis pekerjaan dapat mempengaruhi stres kerja yang dialami
oleh karyawan. Aspek lain dari pekerjaan dapat menimbulkan ancaman fisik
pada kesehatan seseorang, seperti ancaman keamanan yang dapat
14
meningkatkan stres. Tuntutan tugas yang rendah dapat menyebabkan
kebosanan, sedangkan kelebihan beban dapat menyebabkan ketegangan dan
kegelisahan.
2. Faktor Tuntutan Fisik (physical demands)
Tuntutan fisik merupakan prasyarat fisik pada pekerjaan. Tuntutan ini
merupakan fungsi dari karakteristik fisik pada situasi dan tugas fisik dalam
pekerjaan. Suhu di dalam ruang kerja, seperti panas dapat menyebabkan
stres pada karyawan. Desain kantor juga dapat mempengaruhi stres, seperti
ruangan yang kecil sehingga karyawan merasa tidak memiliki privasi dan
terlalu banyak interaksi sosial dapat menganggu karyawan dalam
menyelesaikan tugasnya.
3. Faktor Tuntutan Peran (role demands)
Tuntutan peran merupakan perilaku yang diharapkan dalam organisasi
sesuai dengan posisi yang di jabat. Oleh sebab itu, diharapkan jabatan yang
ada di dalam suatu organisasi memiliki peran yang jelas, sehingga karyawan
tidak merasa bingung dan tidak menyebabkan ambiguitas peran.
4. Faktor Tuntutan antar Personal
Terdapat tiga bentuk tuntutan antar personal yaitu tekanan kelompok,
gaya kepemimpinan dan konflik antar personal. Tekanan kelompok dapat
berupa pembatasan hasil, dan tekanan untuk mematuhi norma yang ada di
dalam kelompok. Gaya kepemimpinan dapat menyebabkan stres.
Kepribadian dan perilaku yang berkonflik juga dapat menyebabkan stres.
15
Berdasarkan uraian di atas, banyak faktor yang dapat mempengaruhi
stres kerja pada perawat yaitu seperti tuntutan tugas, tuntutan fisik dan
tuntutan antar personal. Seorang perawat di tuntut untuk dapat bekerja secara
profesional, oleh sebab itu perawat harus menyelesaikan semua tugasnya
sesuai dengan tuntutan-tuntutan yang ada. Beban kerja dan tuntutan yang
tinggi, konflik antar rekan maupun atasan, dan kondisi lingkungan dapat
menyebabkan terjadinya stres kerja pada perawat.
B. Kelelahan
1. Definisi Kelelahan Kerja
Menurut Tarwaka (2004) kelelahan merupakan suatu mekanisme
perlindungan agar terhindar dari kerusakan sehingga dapat melakukan
pemulihan setelah istirahat. Hal ini sependapat oleh Suma’mur (Kurniawati &
Sholikhah, 2012) bahwa kelelahan merupakan mekanisme perlindungan
tubuh untuk menghindari kerusakan lebih lanjut. Menurut Budiono (Hidayat,
2016) kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang disertai oleh penurunan
dan kebutuhan dalam bekerja.
Nurmianto (Kurniawati & Sholikhah, 2012) menyatakan bahwa setiap
orang pasti akan merasakan kelelahan setelah melakukan pekerjaan, dan
kelelahan tersebut dapat menurunkan kinerja serta menambah tingkat
kesalahan kerja. Menurut Vries, Michielsen dan Heck (2003) kelelahan
didefinisikan sebagai suatu pengalaman individu yang menyebabkan
kelelahan, tidak adanya minat akan aktivitas saat itu, atau individu tidak
16
tertarik dalam melaksanakan tugasnya. Nitisemito (Kurniawati & Sholikhah,
2012) berpendapat bahwa orang yang bekerja melebihi batas tertentu dapat
menyebabkan kelelahan.
Hirshkowitz (2013) menyatakan bahwa kelelahan merupakan rasa
lelah yang dirasakan oleh seseorang. Menurutnya kelelahan dapat berupa
perasaan merasa lemah, penurunan respon sel atau organ tubuh setelah
stimulasi yang berlebihan. Menurut Moorhead dan Griffin (2013), kelelahan
merupakan perasaan umum dari keletihan yang berkembang ketika individu
mengalami banyak tekanan dan memiliki sedikit sumber kepuasan.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
kelelahan kerja merupakan perasaan yang dirasakan seseorang setelah bekerja
yang menyebabkan penurunan kinerja dan dapat berakibat pada peningkatan
kesalahan kerja maupun kecelakaan kerja.
2. Aspek-aspek
Aspek kelelahan kerja menurut Vries, Michielsen dan Heck (2003)
terdiri dari dua aspek, yaitu kelelahan fisik dan kelelahan mental. Berikut
penjelasan aspek-aspek kelelahan kerja:
1. Kelelahan fisik
Kelelahan fisik merupakan ketidakmampuan fisik untuk
melakukan pekerjaan otot secara maksimal. Kelelahan fisik ditandai
dengan adanya kondisi kejenuhan, keletihan, ketegangan otot dan perilaku
yang lainnya.
17
2. Kelelahan mental
Kelelahan mental merupakan ketidakmampuan sementara untuk
mempertahankan kinerja kognitif yang optimal. Penyebab kelelahan
mental pada kognitif terjadi secara bertahap dan tergantung pada
kemampuan kognitif seseorang. Kelelahan mental ditandai dengan
penurunan kemampuan.
Berdasarkan uraian diatas, maka aspek yang mempengaruhi
kelelahan kerja pada perawat yaitu kelelahan fisik dan mental. Setiap hari
perawat melakukan tugasnya yang berulang-ulang sehingga terasa monoton,
hal tersebut dapat menyebabkan kelelahan fisik dan kelelahan mental.
C. Kebosanan Kerja
1. Definisi Kebosanan Kerja
Kebosanan menurut Kass (Rea & Hadi, 2012) merupakan perasaan
yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh kurangnya stamina fisik
individu. Hal tersebut sependapat oleh Reijseger, dkk (2013) bahwa
kebosanan kerja sebagai suatu kondisi yang tidak menyenangkan yang
ditandai oleh rendahnya gairah dan ketidakpuasan yang tinggi. Susihono
(2014) menyatakan bahwa kebosanan kerja merupakan suatu kondisi, dan
situasi dengan stimulus kerja yang rendah.
Terjadinya kebosanan menurut Leksono (2014) karena pekerjaan yang
dilakukan secara monoton, berulang-ulang, serta kegiatan yang dilakukan
cenderung tidak menarik. Anies (Leksono, 2014) menyatakan bahwa
18
kebosanan juga dapat terjadi pada pekerjaan yang menarik, yang dilakukan
berulang-ulang sehingga terasa membosankan.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kebosanan kerja merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, karena
melakukan pekerjaan yang bersifat monoton, berulang-ulang dan dirasa tidak
menarik, sehingga kehilangan minat pada aktivitas yang sering dilakukan.
2. Aspek-aspek
Aspek-aspek kebosanan kerja menurut Reijseger, dkk (2013) yang
mengembangkan skala kebosanan umum yang telah ada sebelumnya yaitu
boredom pronenes scale dan job boredom scale yang merujuk pada lima
perasaan umum, pemikiran dan (non) perilaku yang dirasakan individu ketika
mengalami kebosanan kerja, berikut kondisi dibawah ini :
1. Persepsi terhadap waktu, ketika individu mengalami kebosanan maka
akan merasa bahwa waktu berjalan dengan lambat.
2. Perasaan bosan, ketika berada ditempat kerja individu merasa bosan.
3. Perasaan gelisah dan tidak tahu ingin melakukan apa, ketika individu
merasa bosan dengan pekerjaanya maka akan merasa gelisah dan
membuat individu tersebut tidak tahu akan berbuat apa.
4. Terlibat dalam fikiran yang tidak terkait, ketika individu merasa bosan
maka akan sulit untuk berkonsentrasi terhadap tugas yang telah
diberikan.
5. Kecendrungan untuk melakukan tugas yang tidak berhubungan, ketika
individu merasa bosan maka akan memilih untuk meninggalkan
19
pekerjaanya dan akan melakukan pekerjaan lainnya yang tidak
berhubungan dengan tugasnya.
Reijseger, dkk (2013) menyatakan bahwa terdapat satu dimensi (one-
dimensional) yang disebut dengan kebosanan kerja. Hal ini dipengaruhi
dengan adanya kondisi-kondisi diatas.
D. Hubungan Stres Kerja ditinjau dari Kelelahan dan Kebosanan Kerja
pada Perawat Rumah Sakit
Menurut Taylor (Yana, 2015) pekerja yang bertanggung jawab
terhadap manusia pada sektor kesehatan lebih rentan terkena stres kerja
seperti stres yang terjadi pada perawat. Hal tersebut didukung oleh
Perancis, Lenton, Walters dan Eyles (Revalicha & Sami’an, 2012) bahwa
setiap harinya perawat dapat terkena stres yang diakibatkan oleh konflik,
diskriminasi, beban kerja yang tinggi, kematian pasien, dan menghadapi
pasien maupun keluarga pasien. Setiyana (2013) menyebutkan bahwa stres
yang dialami oleh perawat sangat bervariasi, hal tersebut terjadi karena
setiap individu memiliki proses persepsi yang berbeda.
Siagian (Astianto & Suprihhadi, 2014) mendefinisikan stres
sebagai kondisi ketegangan yang berpengaruh pada emosi, jalan pikiran
dan kondisi fisik. Sedangkan Astianto dan Suprihhadi (2014) mengatakan
bahwa stres merupakan kondisi seseorang yang mengalami ketegangan
karena adanya kondisi yang mempengaruhinya, kondisi tersebut dapat
diperoleh dari dalam diri seseorang maupun dari lingkungan. Lingkungan
20
tersebut dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan
ini terdapat di dalam organisasi kerja sehingga setiap anggota organisasi
sebagian besar waktunya berada di lingkungan tersebut.
Seorang perawat dituntut untuk dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dengan memberikan pelayanan secara
profesional. Menurut Revalicha dan Sami’an (2012) bahwa semakin
meningkatnya tuntutan tugas seorang perawat maka dapat menyebabkan
stres. Banyaknya tuntutan tugas menyebabkan beban kerja perawat yang
tidak seimbang. Beban kerja yang tidak seimbang tersebut menurut
Perwitasari dan Tualeka (2014) dapat menyebabkan kelelahan. Sedangkan
Tarwaka (Maharja, 2015) mengatakan bahwa beban kerja harus seimbang
dengan kemampuan dan keterbatasan seseorang.
Menurut Hidayat (2016) kelelahan kerja yang terjadi pada
organisasi dikarenakan adanya rutinitas dan tekanan yang tinggi dalam
kesehariannya. Kondisi kelelahan kerja tersebut dapat mengakibatkan
stres kerja pada pekerja yang akan menurunkan kinerja dan menambah
tingkat kesalahan dalam bekerja. Menurut Pines dan Aronson (Suryawan,
2017) stres kerja yang terjadi dalam waktu yang cukup lama dan
intensitasnya tinggi dapat mengakibatkan seseorang mengalami kelelahan
fisik maupun kelelahan mental. Menurut Susihono (2014) jika seorang
pekerja tetap menyelesaikan pekerjaannya dalam kondisi kelelahan, dapat
menyebabkan kelelahan fisik yaitu kondisi otot tegang sehingga tidak
mampu untuk melakukan pekerjaan otot secara maksimal dan berakibat
21
stres kerja. Menurut Caputo (Suryawan, 2017) kelelahan emosional
ditandai oleh perasaan putus asa, sedih, tertekan, mudah tersinggung dan
mudah marah.
Pekerjaan perawat yang dilakukan setiap hari dengan tuntutan yang
tinggi sehingga terasa monoton dan menyebabkan kebosanan. Hal tersebut
didukung oleh Thackray (Leksono, 2014) bahwa kebosanan yang terjadi
pada pekerjaan yang monoton diakibatkan oleh rasa bosan dalam
mengerjakan pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang. Pekerjaan
yang dilakukan secara berulang-ulang tersebut menurut Leksono (2014)
dapat menyebabkan kebosanan dan hilangnya konsentrasi ketika bekerja.
Menurut Leksono (2014) kebosanan kerja sering terjadi pada
karyawan, kebosanan tersebut terjadi karena karyawan melakukan
pekerjaan secara berulang-ulang, serta kegiatan yang dilakukan cenderung
tidak menarik. Anoraga (Leksono, 2014) mengatakan bahwa seseorang
yang merasa sangat bosan dengan pekerjaannya dapat mengakibatkan
ketegangan dan lebih mudah marah. Kondisi ketegangan tersebut dapat
menyebabkan stres kerja. Hal tersebut sependapat oleh Syahronica, Hakam
dan Ruhana (2015) bahwa stres merupakan kondisi tegang yang
mempengaruhi emosi, kondisi fisik dan proses berpikir.
Berdasarkan penjelasan kelelahan dan kebosanan kerja tersebut,
dapat disimpulkan bahwa kelelahan dan kebosanan kerja dapat
mempengaruhi stres kerja pada perawat. Ketika perawat merasa lelah
22
terhadap tuntutan tugas yang tinggi dan pekerjaan yang dilakukan secara
monoton setiap harinya, hal tersebut dapat menyebabkan stres kerja.
E. Hipotesis
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif antara stres kerja dengan kelelahan kerja.
2. Terdapat hubungan positif antara stres kerja dengan kebosanan kerja.