24
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Pengukuran dan Penghitungan Biomassa dan Karbon Pada Tanah dan
Tumbuhan Hutan Gambut Tropika
Metode pengukuran dan penghitungan biomassa dan massa karbon pada
tanah dan tumbuhan hutan gambut tropika dilakukan dengan tahapan antara lain:
(1) analisis vegetasi untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur tegakan serta
dimensi; (2) pengukuran pohon contoh untuk menyusun persamaan alometrik
pendugaan biomassa dan massa karbon pohon; (3) pengambilan contoh uji untuk
mengukur kadar karbon di laboratorium; (4) penyusunan dan pengujian
persamaan alometrik pendugaan biomassa dan massa karbon; serta (5) pendugaan
simpanan biomassa dan massa karbon pada tanah dan tumbuhan hutan gambut.
Nilai karbon tersimpan digambarkan dalam bentuk perubahan simpanan
massa karbon pada beberapa perubahan tutupan lahan menurut kondisi hutan
gambut dan menurut waktu, dengan menggunakan pendekatan pengumpulan data
nilai karbon tersimpan pada suatu waktu tertentu. Perubahan simpanan karbon
menurut kondisi hutan gambut diperoleh dari hutan alam gambut (hutan primer,
hutan bekas tebangan, hutan sekunder dan hutan terdegradasi). Perubahan
simpanan karbon menurut kondisi waktu diperoleh dari keragaan sampel tegakan
hutan dalam areal hutan tanaman gambut pada berbagai kelas umur yang memiliki
kesamaan (homogenitas) karakteristik seperti jenis tanah, ketebalan gambut dan
kondisi iklim.
Prosedur perhitungan biomassa dan massa karbon pohon di hutan alam
gambut menggunakan persamaan alometrik yang dikembangkan dalam penelitian
ini. Pengukuran biomassa pohon contoh diawali dengan proses penebangan,
pemotongan dan penimbangan beberapa bagian pohon contoh. Biomassa akar
akan diestimasi menggunakan nilai terpasang (default value) nisbah tajuk dan akar
(root to shoot ratio, R/S ratio). Nilai R/S rasio yang akan digunakan dalam
penelitian ini diambil dari hasil penelitian Istomo (2002) yaitu 0.25, dimana nilai
tersebut sejalan dengan nilai R/S ratio menurut Brown (1997) dan IPCC (2006).
25
Penjumlahan biomassa dan massa karbon semua pohon yang diukur pada
suatu lahan, baik yang berukuran besar maupun kecil, dilakukan untuk
memperoleh total biomassa dan massa karbon pohon per luasan lahan (kg/ha).
Total biomassa dan massa karbon per luasan lahan merupakan estimasi akhir
jumlah total biomassa dan karbon tersimpan per luasan lahan. Konsentrasi karbon
dalam bahan organic akan diketahui melalui analisis di laboratorium yaitu berupa
factor konversi. Estimasi jumlah total karbon tersimpan per komponen biomassa
dapat dihitung dengan mengkalikan total berat massanya (berat kering) dengan
factor konversi (konsentrasi karbon dalam bahan organik).
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama dilakukan
pengambilan data di lapangan (areal PT. DRT) selama tiga bulan mulai bulan Mei
2011 sampai bulan Juli 2011 dan tahap kedua dilakukan analisis kandungan
karbon di laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB selama tiga
bulan mulai bulan Agustus 2011 sampai bulan Oktober 2011.
Penelitian lapangan akan dilaksanakan di wilayah Provinsi Riau, yaitu di
areal hutan gambut alam (IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber). Lokasi
tersebut dipilih untuk mewakili kondisi pengelolaan hutan alam dan hutan
tanaman pada lahan gambut di Indonesia dengan pertimbangan bahwa lokasi
tersebut memiliki keberagaman kondisi hutan gambut beserta pengelolaannya,
yaitu hutan alam primer, hutan alam bekas tebangan, hutan alam sekunder dan
hutan alam terdegradasi, memiliki ketebalan gambut yang bervariasi, serta
memiliki laju deforestasi dan degradasi hutan gambut yang cukup tinggi.
Hutan alam gambut primer adalah hutan alam gambut yang belum banyak
mengalami gangguan dan memiliki tajuk hutan yang masih rapat. Hutan gambut
bekas tebangan didefinisikan sebagai hutan yang telah mengalami aktivitas
pemanenan hutan, namun masih memiliki potensi vegetasi (growing stock) yang
tinggi (tajuk masih rapat) dan masih menunjukkan ciri-ciri hutan alam primer tapi
jarang ditemukan pohon komersial besar.
Hutan gambut sekunder didefinisikan sebagai hutan bekas tebangan yang
telah mengalami gangguan lebih lanjut sehingga potensinya menurun dan telah
26
menunjukkan adanya jenis-jenis pionir yang berbeda dengan jenis alami
sebelumnya. Hutan gambut sekunder umumnya berupa hutan belukar yang
merupakan bentuk suksesi hutan sekunder setelah penebangan atau kerusakan
lainnya menjadi komunitas vegetasi yang dominasi oleh pohon-pohon pionir,
jarang ditemukan pohon komersial berukuran besar serta penutupan tajuknya
terbuka (terfragmentasi).
Sedangkan hutan gambut terdegradasi didefinisikan sebagai hutan
sekunder yang telah mengalami gangguan lebih lanjut sehingga potensinya sangat
sedikit dan hanya berupa semak, tumbuhan bawah berupa rumput dan paku-
pakuan atau tanah terbuka/kosong. Semak merupakan bentuk hutan yang telah
terdegradasi karena penebangan, bekas kebakaran atau bekas perladangan yang
telah mengalami suksesi. Tumbuhan yang dominan adalah tumbuhan rendah,
herba, pohon pionir dan tumbuhan berkayu tingkat rendah lainnya. Tajuk hutan
terbuka atau tidak ditemukan pohon yang berdiameter besar. Tanah terbuka adalah
areal yang sebagian besar berupa tanah kosong tanpa vegetasi atau berupa bekas
kebakaran yang belum mengalami suksesi.
2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat penelitian yang akan digunakan meliputi alat untuk pengambilan data
di lapangan dan alat untuk analisis kandungan karbon di laboratorium. Alat yang
akan digunakan dalam penelitian di lapangan meliputi kompas, pita diameter, pita
meter, timbangan, kamera, alat tulis dan blangko pengamatan (tally sheet). Alat
yang akan digunakan dalam penelitian di laboratorium meliputi oven, timbangan,
alat tulis dan blangko pengamatan (tally sheet).
Bahan penelitian sebagai obyek penelitian yang akan digunakan adalah
komunitas tumbuhan, contoh bagian tumbuhan dan contoh tanah gambut dari
berbagai kedalaman dan ketebalan gambut pada ekosistem hutan alam gambut
serta ekosistem hutan tanaman gambut. Komunitas tumbuhan dibedakan menurut
bentuk tumbuhan (pohon dan permudaannya, semak, herba dan tumbuhan bawah),
bagian tumbuhan (batang, cabang, ranting, daun, kulit dan akar), serta tingkat
pertumbuhan (pohon, pancang dan semai). Objek penelitian lainnya adalah
nekromassa atau pohon mati/roboh/rusak, serasah dan tanah gambut.
27
3. Data yang Dikumpulkan
Struktur tegakan dan komposisi jenis yang meliputi kerapatan, frekuensi,
dominansi dan dimensi tumbuhan pada tingkat pohon dan permudaan. Peubah
yang diukur untuk mengetahui struktur tegakan dan komposisi jenis adalah
nama jenis, jumlah jenis, jumlah individu setiap jenis, diameter dan tinggi
pohon untuk tingkat pohon (diameter ≥ 5 cm).
Data pohon berdiamater ≥ 5 cm untuk pendugaan biomassa pohon
berdiameter ≥ 5 cm. Data biomassa pohon berdiameter ≥ 5 cm diperoleh
melalui persamaan alometrik untuk tingkat pohon (diameter ≥ 5 cm).
Persamaan alometrik pohon berdiameter ≥ 5 cm dibuat dengan melakukan
pengukuran dan pencatatan data pohon contoh di lapangan berupa nama jenis,
diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang, tinggi total, bobot basah contoh
(bbc) seluruh bagian pohon (batang, cabang, ranting, kulit, daun dan akar)
dan akan dikonversi menjadi bobot kering contoh (bkc) di laboratorium.
Untuk pohon besar (dbh > 40 cm) akan diukur volume dan panjang per
segmen batang 2 meter.
Data biomassa tumbuhan untuk permudaan tingkat pancang dan semai,
semak, herba, tumbuhan bawah dan akar diperoleh melalui pengukuran
langsung dengan cara diambil/ditebang.
Contoh bagian tumbuhan yang mewakili bentuk tumbuhan, bagian tumbuhan
dan jenis tumbuhan. Data tersebut diukur dan dicatat di lapangan berupa
bobot basah contoh (bbc) dan akan dikonversi menjadi bobot kering contoh
(bkc) di laboratorium.
Contoh tanah gambut pada setiap kedalaman gambut (setiap selang
kedalaman 100 cm) menurut perbedaan ketebalan gambut diukur untuk
mendapatkan data ketebalan gambut dan kandungan karbon tanah gambut
pada setiap kedalaman gambut, serta untuk mendapatkan data bobot kering
tanah gambut setiap selang kedalaman 100 cm.
Bagan alir pengumpulan data di lapangan dan di laboratorium disajikan pada
Gambar 2.
28
Analisis vegetasi di PF, LOF, SF, DF, dan
HTI pada ketebalan < 3 m dan > 3 m
Data
komposisi
jenis dan
struktur
tegakan
Pengukuran
dimensi pohon
dbh>5 cm di PF,
LOF, SF, DF, dan
HTI pada
ketebalan < 3 m
dan > 3 m
Pengukuran 30 pohon
contoh dbh>5 cm (akar,
tunggak, batang, cabang,
ranting, daun, kulit)
Persamaan
alometrik
penduga
biomassa pohon
dbh > 5 cm
Data
biomassa
pohon
dbh>5 cm
Pengukuran langsung
biomassa semai, semak,
herba, tb, nekromassa,
serasah
Data biomassa
semai, semak,
herba, t.bawah,
nekromassa,
serasah
Pengukuran bbt dan bbc 30
pohon contoh per bagian
pohon (akar, tunggak,
batang, cabang, ranting,
daun, kulit)
Penentuan pohon
contoh per dbh per
kelompok jenis
Pengukuran bkc dan bkt 30
pohon contoh per bagian
pohon (akar, tunggak,
batang, cabang, ranting,
daun, kulit) di laboratorium
Pengambilan contoh uji dari
30 pohon contoh per bagian
pohon (akar, tunggak,
batang, cabang, ranting,
daun, kulit)
Pengukuran bbt dan bbc per
bagian semai, semak, herba,
t.bawah, nekromassa,
serasah
Pengukuran bkc dan bkt per
bagian semai, semak, herba,
t.bawah, nekromassa,
serasah di laboratorium
Pengambilan contoh uji per
bagian semai, semak, herba,
t.bawah, nekromassa,
serasah
Pengukuran langsung
biomassa tanah gambut
per ketebalan dan
kematangan
Data
biomassa
tanah
gambut
Pengukuran ketebalan dan
kematangan gambut setiap
selang kedalaman 50 cm
Pengukuran bulk density dan
kadar karbon gambut di
laboratorium
Pengambilan contoh gambut
setiap selang kedalaman 50
cm dan setiap kematangan
gambut
Analisis kimia karbon di laboratorium
(kadar air, bulk density, kadar zat
terbang, kadar abu, kadar karbon)
Perubahan kandungan biomassa dan karbon akibat pemanenan kayu dan konversi HA menjadi HTI
Pendugaan kandungan karbon
Pendugaan emisi CO2
Data massa
karbon
Data emisi
CO2
Pengukuran luas keterbukaan, kerusakan
tegakan dan limbah pemanenan kayu
Pengukuran laju subsidensi gambut
Analisis finansial pengelolaan HA dan HTI terkait aspek kayu, karbon dan emisi CO2
Opsi strategi pengelolaan hutan gambut tropika terkait skema perdagangan karbon
Gambar 2 Bagan alir pengumpulan data di lapangan dan di laboratorium
4. Teknik Penarikan Contoh
Teknik penarikan contoh di lapangan dilakukan dengan metode berlapis
(stratified sampling) berdasarkan kondisi tutupan hutan. Pembagian strata
(lapisan) dalam pembuatan petak contoh penelitian (PCP) dilakukan menurut
perbedaan kondisi tutupan hutan.
29
Penempatan petak contoh penelitian (PCP) dilakukan dengan metode
purposif (purposive sampling) berlokasi di petak pemanenan kayu pada blok RKT
berjalan yaitu pada berbagai lokasi areal pemanenan kayu yang mewakili berbagai
kondisi tutupan hutan yaitu hutan alam primer, hutan alam bekas tebangan, hutan
alam sekunder dan hutan alam terdegradasi.
Petak contoh penelitian (PCP) berbentuk bujur sangkar berukuran 100 m x
100 m (1 ha) ditempatkan berdasarkan kondisi tutupan hutan dan ketebalan
gambut. Dengan demikian secara keseluruhan jumlah PCP adalah 8 PCP yang
berasal dari empat kondisi tutupan vegetasi hutan.
5. Teknik Pengumpulan Data
5.1. Analisis Vegetasi
Struktur tegakan dan komposisi jenis pada setiap petak contoh penelitian
(PCP) diketahui melalui analisis vegetasi dengan metode jalur berpetak
(Soerianegara & Indrawan 2005). Setiap PCP dibagi menjadi sub petak – sub
petak dengan metode nested sampling yang terdiri dari sub petak berukuran 20 m
x 20 m, 5 m x 5 m, 2 m x 2 m dan 1 m x 1 m. Dalam sub petak 20mx20m
dilakukan pengamatan terhadap pohon hidup dan pohon mati (berdiri/rebah)
berdiamater > 10 cm. Dalam sub petak 5mx5m dilakukan pengamatan terhadap
pancang, semak dan herba. Dalam sub petak 2mx2m dilakukan pengamatan
terhadap semai dan tumbuhan bawah. Dalam sub petak 1mx1m dilakukan
pengamatan terhadap serasah, akar dan tanah gambut. Bentuk PCP disajikan pada
Gambar 3 dan bentuk Sub PCP disajikan pada Gambar 4.
30
Jalur 5
Jalur 1
Jalur 2
Jalur 3
Jalur 4
20 m
20
m
Keterangan:
adalah sub petak untuk pengukuran biomassa dengan metode langsung
Gambar 3 Bentuk petak contoh penelitian (PCP) berukuran 100m x 100m (1 ha)
yang terdiri dari 25 sub PCP berukuran 20m x 20m (400 m2)
Kriteria tingkat tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Pohon adalah tumbuhan berkayu dengan batas diameter batang setinggi dada
(130 cm) > 5 cm.
Pancang adalah anakan pohon mulai tinggi total > 1,5 m sampai diameter
batang < 5 cm.
Semai adalah anakan pohon mulai minimal tumbuh dua daun sempurna
sampai tinggi total < 1,5 m.
Tumbuhan bawah adalah tumbuhan penutup tanah yang meliputi rumput,
paku, talas atau tumbuhan herba rendah lainnya dengan tinggi total < 1,5 m.
Herba adalah tumbuhan tidak berkayu yang meliputi pandan, palem dan liana
herba dengan tinggi total < 1,5 m
Semak adalah tumbuhan berkayu yang tidak memiliki batang utama yang jelas
dan pada saat dewasa memiliki diameter setinggi dada (130 cm) < 10 cm,
termasuk liana berkayu.
31
20 m x 20 m
1 m x 1 m
5 m x 5 m
2 m x 2 m
• Pohon > 10 cm• Nekromassa > 10 cm
• Pancang• Semak• Herba
• Semai• Tumb. Bawah
• Serasah• Akar• Tanah
JalurRintisan
Gambar 4 Bentuk sub petak contoh penelitian (Sub PCP) berukuran 1 m x 1 m,
2 m x 2 m, 5 m x 5 m dan 20 m x 20 m.
Luas areal pengamatan biomassa dan analisis vegetasi adalah:
• 1mx1mx 6 sub PCP x 8 PCP = 0,005 ha (akar, serasah dan tanah gambut)
• 2mx2mx 6 sub PCP x 8 PCP = 0,02 ha (semai dan tumbuhan bawah)
• 5mx5mx 6 sub PCP x 8 PCP = 0,12 ha (pancang, semak dan herba)
• 20mx20mx 25 sub PCP x 8 PCP = 8 ha (pohon hidup dan pohon mati)
5.2. Pengukuran Biomassa di Atas Permukaan Tanah
Pengukuran biomassa dilakukan untuk menentukan kandungan karbon
yang terdapat dalam tegakan hutan di atas tanah. Biomassa di atas permukaan
tanah yang diukur meliputi pohon (hidup/mati), pancang, semai, semak, herba dan
tumbuhan bawah. Prosedur pengukuran dan perhitungan simpanan karbon di
tanah dan vegetasi hutan gambut serta protokol pengambilan sampel biomassa
yang akan dilakukan dalam penelitian ini telah memperhatikan berbagai telaah
pustaka dari Hairiyah et al. (2001a), Istomo (2002), Murdiyarso et al. (2004),
IPCC (2006), Hairiyah dan Rahayu (2007), Istomo et al. (2007), Solichin (2009),
Agus (2009), Hooijer et al. (2006) dan Wosten et al. (1997).
32
Metode tidak langsung untuk pendugaan biomassa pohon berdiameter ≥ 5
cm dilakukan dengan menggunakan persamaan alometrik local yang sudah
disusun dalam penelitian ini. Pendugaan ini memerlukan data diameter setinggi
dada (130 cm) semua pohon berdiameter ≥ 5 cm yang terdapat dalam sub petak 20
m x 20 m pada setiap PCP. Berdasarkan data diameter pohon dan persamaan
alometrik local akan diperoleh data biomassa rata-rata per ha untuk setiap bagian
pohon dan untuk seluruh bagian pohon.
Metode langsung melalui pemanenan/perusakan (destructive) untuk
pendugaan biomassa pancang, semak dan herba dilakukan pada sub petak 5 m x 5
m, dan untuk pendugaan biomassa semai dan tumbuhan bawah dilakukan pada
sub petak 2 m x 2 m. Sub petak untuk pengukuran biomassa dengan menggunakan
metode langsung ditempatkan di dalam setiap PCP sebanyak 6 ulangan secara
sistematik pada jalur 1 dan 5. Bagian tumbuhan pohon contoh dipisahkan menjadi
tunggak, batang, cabang, ranting, daun dan kulit. Bagian tumbuhan pancang
dipisahkan menjadi batang, cabang, ranting dan daun. Bagian tumbuhan semai
dipisahkan menjadi batang dan daun.
Jumlah total contoh uji dari bagian pohon contoh adalah sebanyak 108 kg
yang meliputi 1 sampel pohon seberat 0,2 kg pada 6 kelas bagian pohon sebanyak
3 ulangan pada 74 pohon contoh yang dominan. Jumlah total contoh uji pancang
adalah sebanyak 38,4 kg yang meliputi 1 sampel pancang seberat 0,2 kg pada 4
kelas bagian pancang sebanyak 6 ulangan pada 8 PCP. Jumlah total contoh semai
adalah sebanyak 19,2 kg yang meliputi 1 sampel semai seberat 0,2 kg pada 2 kelas
bagian semai sebanyak 6 ulangan pada 8 PCP. Jumlah total contoh herba adalah
sebanyak 19,2 kg yang meliputi 1 sampel herba seberat 0,2 kg pada 2 kelas bagian
herba sebanyak 6 ulangan pada 8 PCP. Jumlah total contoh semak adalah
sebanyak 19,2 kg yang meliputi 1 sampel semak seberat 0,2 kg pada 2 kelas
bagian semak sebanyak 6 ulangan pada 8 PCP. Jumlah total contoh tumbuhan
bawah adalah sebanyak 19,2 kg yang meliputi 1 sampel tumbuhan bawah seberat
0,2 kg pada 2 kelas bagian tumbuhan bawah sebanyak 6 ulangan pada 8 PCP.
Keseluruhan sampel biomassa di atas permukaan tanah adalah 223,2 kg.
Peubah yang diukur di lapangan adalah berat basah dan peubah yang
diukur di laboratorium adalah berat kering oven, kadar air, berat jenis, kadar zat
33
terbang, kadar abu dan kadar karbon. Semua bagian tumbuhan tersebut ditimbang
di lapangan untuk mendapatkan berat basah total (Wb). Setiap bagian tumbuhan
tersebut diambil contohnya sebanyak 200 gram lalu ditimbang di lapangan untuk
mendapatkan berat basah contoh (bbc). Contoh biomassa tersebut dibawa ke
laboratorium untuk dikeringkan dengan oven pada suhu 80oC selama 48 jam, lalu
ditimbang untuk mendapatkan berat kering contoh (bkc).
5.3. Pengukuran Biomassa Nekromassa
Pengukuran biomassa nekromassa (bagian tanaman mati tegak/roboh
berdiameter > 10 cm) dilakukan pada semua sub plot berukuran 20 m x 20 m
dengan cara mengukur diameter dan panjang atau tinggi semua pohon mati
berdiameter > 10 cm baik mati berdiri maupun rebah yang meliputi tunggak,
batang, cabang dan ranting. Kemudian diambil contoh uji kayu berukuran 10 cm x
10 cm x 10 cm dan ditimbang untuk mendapatkan berat basah contoh (bbc), lalu
dikeringovenkan pada suhu 80oC selama 48 jam untuk mendapatkan berat kering
contoh (bkc) dan untuk menghitung berat jenis (bj). Jumlah total contoh
nekromassa adalah sebanyak 38,4 kg yang meliputi 1 sampel nekromassa seberat
0,2 kg pada 2 kelompok nekromassa (mati tegak dan mati rebah) setiap 4 kelas
bagian nekromassa setiap 3 kelas pelapukan pada 8 PCP.
5.4. Pengukuran Biomassa di Lantai Hutan
Metode pemanenan langsung untuk pendugaan biomassa serasah di lantai
hutan dilakukan pada sub petak 1 m x 1 m sesuai cara yang dilakukan oleh Brady
(1996) yang dimodifikasi dalam Istomo (2002). Sub petak untuk pengukuran
biomassa dengan menggunakan metode pemanenan langsung ditempatkan di
dalam setiap PCP sebanyak 6 ulangan secara sistematik pada jalur 1 dan 5.
Serasah terdiri dari serasah segar/kasar (2 cm < diameter < 10 cm) dan
serasah hancur/halus (2 mm < diameter < 2 cm). Serasah yang ada dalam sub
petak tersebut diambil dan dipisahkan menjadi serasah kasar/segar (masih dapat
dibedakan secara jelas antara bagian daun, kulit, ranting dan kayu) dan serasah
halus/hancur (sulit dibedakan antara bagian daun, kulit, ranting dan kayu).
34
Serasah kasar/segar ditimbang di lapangan untuk mendapatkan berat basah
total (Wb). Setiap bentuk serasah tersebut diambil sebanyak 200 gram lalu
ditimbang di lapangan untuk mendapatkan berat basah contoh (bbc). Contoh
biomassa tersebut dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dengan oven pada
suhu 80oC selama 48 jam, lalu ditimbang untuk mendapatkan berat kering contoh
(bkc). Jumlah total contoh serasah adalah sebanyak 57,6 kg yang meliputi 1
sampel serasah seberat 0,2 kg pada 2 kelas serasah dan 3 kelas pelapukan
sebanyak 6 ulangan pada 8 PCP.
Pengukuran berat serasah halus dan akar halus dilakukan dengan cara
mengambil dan memasukkan serasah halus ke dalam ayakan berukuran 2 mm.
Serasah halus dan akar halus yang tertinggal di atas ayakan diambil sekitar 200
gram dan ditimbang untuk mendapatkan berat basah contoh (bbc), kemudian
dikeringovenkan pada suhu 80oC selama 48 jam untuk mendapatkan berat kering
contoh (bkc). Serasah halus yang lolos ayakan dikelompokkan sebagai contoh
tanah gambut dan diambil sebanyak 50 gram untuk analisa kandungan karbon
tanah gambut.
5.5. Pengukuran Biomassa di Bawah Tanah
Metode pemanenan langsung untuk pendugaan biomassa akar di bawah
tanah dilakukan pada sub petak 1 m x 1 m dengan metode blok tanah sesuai cara
yang dilakukan oleh Brady (1996) dan Kusmana (1997) yang dimodifikasi dalam
Istomo (2002). Biomassa akar semua jenis tumbuhan ditentukan berdasarkan
banyaknya akar pada blok areal berukuran 1 m x 1 m x 1 m. Sub petak untuk
pengukuran biomassa akar dengan menggunakan metode pemanenan langsung
ditempatkan di dalam setiap PCP sebanyak 6 ulangan secara sistematik pada jalur
1 dan 5. Blok areal berukuran 1 m x 1 m x 1 m dibagi menjadi 8 sub blok areal
yang masing-masing berukuran 0,5 m x 0,5 m x 0,5 m. Akar yang ada dalam sub
blok tersebut dipotong, diambil, dicuci dan diayak untuk memisahkan akar hidup
dan akar mati. Akar hidup dipisahkan menjadi 3 kelas diameter yaitu < 2 cm, 2-5
cm dan > 5 cm. Jumlah total contoh akar adalah sebanyak 18 kg yang meliputi 1
sampel akar seberat 0,2 kg pada 3 kelas diameter akar untuk jenis pohon dominan
(pohon contoh).
35
Semua bagian akar tersebut ditimbang di lapangan untuk mendapatkan
berat basah total (Wb). Contoh akar per kelas diameter per kelompok jenis
diambil sebanyak 200 gram lalu ditimbang di lapangan untuk mendapatkan berat
basah contoh (bbc). Contoh biomassa akar tersebut dibawa ke laboratorium untuk
dikeringkan dengan oven pada suhu 80oC selama 48 jam, lalu ditimbang untuk
mendapatkan berat kering contoh (bkc).
5.6. Pendugaan Simpanan Karbon Tanah Gambut
Metode pendugaan cadangan karbon tanah gambut mengacu pada
Murdiyarso et al. (2004) dan Agus (2009). Karbon gambut dapat dihitung
berdasarkan volume gambut pada luasan tertentu dan klasifikasi tingkat
kematangan gambut. Volume gambut dihitung dengan mengalikan ketebalan
gambut dan luasan lahan gambut. Ketebalan gambut diukur pada beberapa
titik/lokasi berbeda yang mewakili seluruh areal dengan cara menusukkan tongkat
kayu (bor tanah) ke dalam gambut hingga mencapai tanah mineral. Tingkat
kematangan gambut (pelapukan/ dekomposisi) dapat diukur langsung di lapangan
dengan metode perabaan. Penentuan bobot isi (bulk density_BD) dan persen C
organic (%C-org) berdasarkan hasil analisis contoh uji gambut di Sumatera
menurut Wahyunto et al. (2003). Tahapan prosedur pendugaan kandungan karbon
tanah gambut adalah pengukuran luas lahan, ketebalan gambut, tingkat
kematangan, bobot isi (bulk density) dan persen C-organik.
Pengukuran kematangan gambut di lapangan adalah dengan cara
mengambil segenggam tanah gambut pada titik pengeboran, lalu peras secara
perlahan, lalu lihat sisa serat yang tertinggal di dalam telapak tangan. Pengukuran
bobot isi gambut dilakukan di laboratorium dengan metode ring core. Dalam
metode ini, untuk menghilangkan air dalam contoh gambut, maka tanah gambut
dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 12 jam dan diberi tekanan 33-1500
kPa sehingga tanah gambut menjadi kompak dan stabil. Kandungan C-organik
dalam tanah gambut tergantung tingkat dekomposisinya. Tingkat dekomposisi
lanjut (hemik dan saprik) memiliki kadar C-organik lebih rendah daripada fibrik.
Proses dekomposisi menyebabkan berkurangnya kadar C-organik dalam tanah
36
gambut. Nilai BD dan C-org dapat menggunakan data penelitian Wahyunto et al.
(2003).
Berdasarkan Petunjuk Lapangan Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan
Gambut (Murdiyarso et.al. 2004), penghitungan simpanan karbon bawah
permukaan (below ground carbon store) didasarkan pada data bobot isi (bulk
density) gambut, ketebalan gambut, luas areal gambut dan kadar karbon. Rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut:
Simpanan Karbon (KC) = B x A x D x C
Keterangan:
KC adalah simpanan karbon dalam ton
B adalah bobot isi (BD, bulk density) tanah gambut dalam gr/cc atau
ton/m3, untuk Jambi nilainya 100 – 230 kg/m3 untuk Kalimantan nilainya
130 – 150 kg/m3 (Wahyunto et al. 2003)
A adalah luas tanah gambut dalam m2
D adalah ketebalan gambut dalam m
C adalah kadar karbon (C-organik) dalam persen (%), untuk Sumatera
digunakan nilai antara 48% - 53% dan untuk Kalimantan digunakan nilai
rata-rata 50% (Wahyunto et al. 2003)
5.7. Pendugaan Simpanan Karbon Tumbuhan
Pengambilan contoh tumbuhan dilakukan berdasarkan perbedaan kondisi
tutupan vegetasi hutan. Pengambilan contoh tumbuhan setiap bentuk tumbuhan
dan setiap bagian tumbuhan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Pengambilan
contoh tumbuhan dilakukan berdasarkan bentuk tumbuhan (pohon dan
permudaannya, semak, herba dan tumbuhan bawah), tingkat pertumbuhan (pohon,
pancang dan semai) dan bagian tumbuhan. Bagian tumbuhan tingkat pohon adalah
tunggak, batang, cabang, ranting, kulit dan daun. Bagian tumbuhan tingkat
pancang adalah batang, cabang, ranting dan daun. Bagian tumbuhan semai,
semak, herba dan tumbuhan bawah adalah batang dan daun.
Setiap bentuk tumbuhan, tingkat pertumbuhan dan bagian tumbuhan
tersebut diambil contohnya sebanyak 200 gram, ditimbang untuk mendapatkan
berat basah contoh (bbc) dan dikeringudarakan selama berada di lapangan. Semua
contoh tersebut dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dengan oven pada suhu
80oC selama 48 jam untuk mendapatkan berat kering contoh (bkc). Selanjutnya
dilakukan analisis kandungan karbon di laboratorium.
37
5.8. Pembuatan Persamaan Alometrik Penduga Biomassa dan Massa
Karbon Pohon
Lokasi yang dipilih untuk pembuatan persamaan alometrik local
didasarkan pada pertimbangan aksesibilitas dan wilayah hutan yang memiliki
komposisi jenis dan sebaran kelas diameter yang paling mewakili kondisi tegakan
hutan secara keseluruhan. Pembuatan persamaan alometrik lokal merupakan
kegiatan yang memerlukan waktu dan biaya, serta dilakukan dengan metode
destruktif atau dengan cara ditebang. Namun penggunaan persamaan alometrik
lokal berdasarkan tipe hutan yang sesuai dapat meningkatkan keakurasian
pendugaan biomassa.
Pengukuran kandungan karbon dalam tegakan hutan gambut alam (HA)
dilakukan dengan metode destruktif, yaitu menebang pohon contoh dan mengukur
volume dan berat bagian-bagian pohon sampel yang mewakili tiap-tiap kelas
diameter. Pengambilan contoh uji dari pohon sampel di lapangan berupa bagian
batang, cabang, ranting, daun, tunggak dan akar. Sampel pohon dari HA gambut
dibedakan atas kelompok pohon berdiameter 5-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40
cm, 40-50 cm, 50-60 cm, dan > 60 cm.
Penyusunan persamaan alometrik biomassa dan massa karbon dilakukan
terhadap jenis pohon dominan sesuai dengan hasil analisis vegetasi dengan cara
menebang pohon contoh terpilih. Tahapan kerja yang dilakukan sebagai berikut:
Menentukan jumlah pohon contoh ditebang yang dilakukan berdasarkan
kondisi kesehatan pohon dan kelas diameter pohon yaitu 5-10 cm, 10-20 cm,
20-30 cm, 30-40 cm, 40-50 cm, 50-60 cm, dan > 60 cm.
Jenis pohon yang dipilih sebagai pohon contoh dalam kelas diameter tertentu
ditentukan berdasarkan jenis yang dominan yang ditunjukkan oleh nilai indeks
penting (INP) tertinggi.
Mengukur dimensi pohon contoh yang meliputi diameter setinggi dada, tinggi
total dan bebas cabang, serta rata-rata diameter tajuk pohon.
Menebang pohon contoh serendah mungkin atau rata dengan tanah.
Memisahkan bagian-bagian pohon rebah ke dalam tunggak, batang, cabang,
ranting, daun, kulit dan akar.
38
Membagi batang dan cabang menjadi beberapa segmen potongan yang
berukuran 2 m dan diukur diameter pangkal dan ujungnya. Bila tidak
memungkinkan untuk dipotong-potong maka dilakukan pendekatan
pengukuran volume setiap segmentasi 2 m.
Menimbang semua bagian-bagian pohon untuk mendapatkan berat basah
contoh (bbc). Berat basah pohon total adalah penjumlahan berat basah semua
bagian pohon.
Mengambil contoh uji bagian batang (pangkal, tengah dan ujung) dengan
ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm, serta bagian cabang, ranting, daun, kulit dan akar.
Mengemas contoh uji ke dalam plastik secara rapat untuk mencegah
berkurangnya kandungan air contoh uji.
Menganalisa contoh uji di laboratorium untuk mendapatkan berat kering
contoh (bkc), kadar air, berat jenis (bj), kadar zat terbang, kadar abu dan kadar
karbon.
Menghitung berat biomassa dan massa karbon pada setiap bagian pohon.
Menganalisa hubungan antara biomassa dan massa karbon dengan dimensi
pohon yang dilakukan dengan pendekatan analisis regresi.
Menaksir biomassa dan massa karbon tegakan dengan menggunakan model
persamaan allometrik terpilih/terbaik.
5.9. Pengukuran Kadar Karbon di Laboratorium
Pengujian contoh bagian tumbuhan dilakukan di laboratorium kimia kayu,
Fakultas Kehutanan IPB. Penentuan berat jenis (bj) kayu menggunakan ASTM D
2395-97a (2008b), penentuan kadar air (KA) kayu menggunakan ASTM D 4442-
07 (2008a), penentuan kadar zat terbang menggunakan ASTM D 5832-98
(1990b), penentuan kadar abu menggunakan ASTM D 2866-94 (1990a), dan
penentuan kadar karbon menggunakan SNI 06-3730-1995 (BSN 1995). Tahapan
kerja pengukuran kadar karbon di laboratorium dilakukan sebagai berikut:
Mengukur berat jenis (bj) dan kadar air (KA) contoh uji.
Mengukur kadar karbon contoh uji yang meliputi tahapan pengukuran kadar
zat terbang, pengukuran kadar abu dan pengukuran kadar karbon.
39
Menduga simpanan karbon menggunakan persamaan allometrik massa karbon
yang terpilih.
6. Analisis Data
6.1. Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Hutan Gambut
Data hasil analisis vegetasi dan inventarisasi sebelum dan setelah
pemanenan kayu dianalisis untuk memperoleh gambaran tentang komposisi jenis
dan struktur tegakan sebelum dan setelah pemanenan kayu. Analisis data
dilakukan dengan menghitung indeks nilai penting (INP) menurut Soerianegara
dan Indrawan (2005). Jumlah jenis, kerapatan jenis dan penyebaran jenis memiliki
peran penting dalam keterwakilan pengambilan contoh biomassa dan karbon.
Indeks keanekaragaman jenis dihitung dengan menggunakan rumus
Shannon-Wiener (Misra 1980) dalam Soerianegara dan Indrawan (2005). Indeks
kesamaan komunitas dihitung dengan menggunakan rumus Mueller-Dombois dan
Ellenberg (1974) dalam Soerianegara dan Indrawan (2005). Nilai indeks
kesamaan komunitas digunakan untuk mengetahui perbedaan atau persamaan
komunitas tumbuhan antar PCP. Nilai indeks kesamaan komunitas berkisar antara
0% sampai 100%. Semakin mendekati nilai 100% berarti keadaan komunitas
tumbuhan yang dibandingkan semakin sama.
6.2. Model Persamaan Alometrik Penduga Biomassa dan Massa Karbon
Pohon
Model hubungan antara biomassa pohon atau massa karbon pohon dengan
dimensi pohon (diameter dan tinggi pohon) dibuat dengan metode hubungan
alometrik yang menggambarkan biomassa atau massa karbon per pohon sebagai
fungsi dari diameter pohon dan atau tinggi pohon. Persamaan empiris untuk
menduga biomassa sesungguhnya hampir sama dengan persamaan empiris untuk
menduga volume yaitu berdasarkan hubungan antara bobot kering biomassa (W),
diameter pohon (D) dan tinggi pohon (H). Fakta lapangan menunjukkan bahwa
pengukuran tinggi pohon hidup di hutan tropika mendapatkan hambatan alam
yang mempengaruhi ketepatan hasil pengukuran. Oleh karena itu, hubungan W
dan D tanpa H menjadi pilihan terbaik seperti yang dilakukan oleh Brown (1997).
40
Model hubungan tersebut ditambahkan oleh Kettering et al. (2001) dengan
parameter berat jenis kayu (bj).
Persamaan alometrik terbaik akan dipilih dengan menggunakan berbagai
kriteria statistik menurut Draper dan Smith (1992) yaitu goodness of fit, koefisien
determinasi (R2), analisis sisaan dan pertimbangan kepraktisan pemakaian model
di lapangan.
6.3. Penghitungan Biomassa dan Massa Karbon
Penghitungan biomassa dan massa karbon dengan metode tidak langsung
untuk pohon > 5 cm menggunakan persamaan alometrik local penduga biomassa
dan massa karbon pohon yang dibuat dalam penelitian ini berdasarkan hubungan
antara diameter pohon setinggi dada dengan biomassa pohon dan hubungan antara
diameter pohon setinggi dada dengan massa karbon pohon.
Penghitungan biomassa dan massa karbon dengan metode langsung untuk
tumbuhan pancang, semai, semak, herba, tumbuhan bawah, akar dan serasah
menggunakan rumus sebagai berikut:
Wk = Fk x Wb; dimana: Fk = (bkc/bbc) x 100%
Keterangan:
Fk = factor konversi bobot basah biomassa ke bobot kering biomassa
bbc = berat basah contoh (g)
bkc = berat kering contoh (g)
Wb = berat basah biomassa (kg)
Wk = berat kering biomassa (kg)
Massa karbon pohon ditentukan berdasarkan persamaan allometrik massa
karbon pohon. Jumlah seluruh karbon pohon dalam petak ukur penelitian
menyatakan potensi karbon per satuan luas petak ukur penelitian. Potensi karbon
total di atas permukaan tanah terdiri dari karbon pohon, pancang, semai, semak,
herba, tumbuhan bawah dan nekromassa. Potensi karbon di lantai hutan terdiri
dari karbon serasah. Potensi karbon di bawah permukaan terdiri dari karbon tanah.
41
B. Pengukuran Dampak Pemanenan Kayu Di Hutan Gambut
1. Data Lapangan yang Dikumpulkan
Data komposisi dan struktur vegetasi di areal yang akan ditebang berupa
hutan primer dan areal yang telah ditebang berupa hutan bekas tebangan.
Parameter yang diukur meliputi nama jenis, jumlah jenis, diameter dan tinggi
pohon.
Sistem, teknik dan tahapan kegiatan pemanenan kayu di hutan alam gambut
tropika.
Volume dan jumlah pohon yang ditebang per ha, volume dan jumlah pohon
yang rusak per ha akibat penebangan, bentuk dan macam kerusakan pohon
akibat penebangan, volume limbah kayu per ha akibat penebangan, serta luas
areal yang terbuka per ha akibat penebangan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data pohon (diameter > 5 cm) dilakukan dengan membuat
petak ukur 20m x 20m pada jalur yang telah dibuat sebanyak 25 petak dalam
setiap PCP seluas 1 ha. Kemudian dilakukan pengukuran dimensi pohon, yaitu
pengukuran diameter dan tinggi bebas cabangnya (Tbc) pohon pada setiap petak
ukur yang dibuat. Pohon-pohon yang ditebang dalam 6 PCP diukur diameter
setinggi dada dan volume total pohon tersebut, yang terdiri dari volume tunggak,
volume batang bebas cabang, volume batang diatas cabang pertama (diameter
batang yang diukur ≥ 10 cm), dan volume cabang pohon (diameter cabang yang
diukur ≥ 5 cm). Setelah penebangan selesai dilakukan inventarisasi dimensi pohon
berdiameter ≥ 5 cm pada tegakan tinggal di 6 PCP.
2.1. Pengukuran Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu
Kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan hutan adalah kerusakan
pohon yang tidak ditebang dengan diameter > 5 cm akibat penebangan pohon.
Pengambilan data dilakukan pada 6 PCP yang sudah selesai dilaksanakan kegiatan
penebangan pohon. Pengambilan data dilakukan dengan cara membuat plot
contoh pengamatan berbentuk lingkaran dengan jari-jari sepanjang pohon yang
rebah.
42
Data pohon yang rusak dipisahkan menurut kelas diameter (5-10 cm, 10-
20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, dan seterusnya). Pengamatan bentuk kerusakan
pohon meliputi rusak tajuk, rusak kulit, rusak banir, rusak batang, condong dan
roboh. Parameter yang diukur dan dicatat meliputi jenis dan diameter pohon
rusak, serta tipe dan tingkat kerusakan pohon. Kriteria kerusakan berat, sedang
dan ringan ditentukan berdasarkan tipe kerusakan yang terjadi pada individu
pohon rusak dan berdasarkan jumlah populasi pohon yang rusak per ha. Persen
kerusakan pohon dihitung berdasarkan jumlah pohon yang rusak dibagi dengan
jumlah pohon sebelum penebangan dikurangi jumlah pohon ditebang.
2.2. Pengukuran Limbah Pemanenan Kayu
Limbah pemanenan kayu di petak tebangan yang diakibatkan oleh
kegiatan penebangan pohon adalah bagian kayu dari pohon yang ditebang yang
seharusnya dapat dimanfaatkan tetapi tidak diambil pada suatu waktu dan suatu
tempat tertentu. Limbah pemanenan kayu yang berasal dari pohon yang ditebang
meliputi limbah tunggak, batang bebas cabang, batang berdiameter > 10 cm diatas
cabang pertama, serta cabang dan ranting berdiameter > 5 cm. Besarnya limbah
yang terjadi pada pohon yang ditebang dapat digunakan sebagai suatu pendekatan
dalam menentukan tingkat efisiensi pemanenan kayu atau faktor eksploitasi
(exploitation factor).
3. Analisis Data
3.1. Tingkat Kerusakan Tegakan Tinggal
Analisis data ditujukan untuk mengetahui tingkat kerusakan tegakan
tinggal setelah penebangan, mengetahui hubungan tingkat kerusakan pohon
terhadap ketebalan gambut, intensitas tebang dan kerapatan tegakan. Tingkat
kerusakan pohon dihitung dengan membandingkan jumlah kerusakan pohon
setelah pemanenan dengan jumlah pohon sebelum pemanenan. Regresi linier
berganda digunakan untuk menganalisis hubungan antara tingkat kerusakan pohon
terhadap intensitas tebang dan kerapatan tegakan.
43
3.2. Persen Limbah Penebangan Pohon
Analisis data ditujukan untuk menghitung volume, persentase dan sebaran
limbah yang terjadi di petak tebang akibat kegiatan pemanenan kayu,
menganalisis hubungan antara ketebalan gambut, intensitas tebang, dan bidang
dasar terhadap volume limbah akibat kegiatan pemanenan kayu, serta menentukan
nilai faktor eksploitasi.
3.3. Tingkat Efisiensi Pemanenan Kayu
Tingkat efisiensi pemanenan kayu ditujukan untuk mengetahui berapa
bagian volume pohon yang dimanfaatkan per satuan pohon atau per satuan luas
areal. Tingkat efisiensi pemanenan kayu dapat dihitung dengan pendekatan
persentase volume kayu yang termanfaatkan sampai di tempat pengumpulan kayu
sementara (TPn) atau dengan pendekatan persentase limbah kayu yang terjadi
akibat kegiatan penebangan pohon.
C. Penghitungan Nilai Manfaat Ekonomi Karbon
Kerangka analisis ekonomi dalam kerangka perumusan kemungkinan
pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut terkait perdagangan karbon
skema REDD+ akan dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut: (1) analisis
kelayakan finansial kegiatan konservasi hutan alam, kegiatan pemanfaatan hutan
alam (HA) dan kegiatan pemanfaatan hutan tanaman industri (HTI) pada lahan
gambut; (2) analisis keuntungan yang hilang karena lahan bervegetasi hutan
dipertahankan sebagai hutan untuk mempertahankan simpanan karbon atau lahan
tidak bervegetasi hutan dijadikan hutan tanaman industri untuk meningkatkan
penyerapan dan penyimpanan karbon; dan (3) analisis ekonomi wilayah untuk
mengetahui kontribusi kegiatan pemanfaatan hutan alam dan hutan tanaman
terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat pada
suatu periode tertentu di suatu wilayah tertentu.
Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial usaha
pengelolaan hutan gambut (HA dan HTI). Analisis kelayakan finansial
dilakukan dengan menggunakan kriteria nilai bersih kini (Net Present Value,
NPV) dan rasio antara keuntungan dan biaya (benefit cost ratio, BCR). Suatu
44
usaha dinyatakan layak secara financial apabila nilai NPV lebih besar dari 1 dan
nilai BCR lebih besar dari 1.
Analisis keuntungan yang hilang dari mempertahankan simpanan karbon
bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial proyek karbon yang mampu
mempertahankan simpanan karbon melalui konservasi hutan alam dan atau
pengelolaan hutan alam dan bagi peningkatan serapan CO2 melalui pengelolaan
hutan tanaman industri di lahan gambut. Keuntungan yang hilang dapat dianggap
sebagai biaya dari hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan
finansial dari usaha pengelolaan hutan gambut, apabila hutan dipertahankan tetap
sebagai hutan. Analisis keuntungan yang hilang untuk mempertahankan simpanan
karbon pada setiap opsi pengelolaan hutan gambut dilakukan dengan
membandingkan penerimaan bersih nilai kini (NPV) dari setiap opsi pengelolaan
hutan gambut dalam satu satuan luas lahan dan satu satuan waktu dengan
simpanan karbon rata-rata untuk satuan luas dan waktu yang sama apabila lahan
bervegetasi hutan dipertahankan sebagai hutan untuk mempertahankan serapan
CO2 atau lahan tidak bervegetasi hutan dijadikan hutan tanaman industry untuk
meningkatkan penyerapan dan penyimpanan karbon.
Analisis ekonomi wilayah bertujuan untuk mengetahui manfaat atau
kontribusi kegiatan pemanfaatan hutan alam dan hutan tanaman terhadap
perekonomian suatu wilayah tertentu (kabupaten dan provinsi) pada suatu periode
waktu tertentu, terutama aspek penyerapan tenaga kerja dan peningkatan
pendapatan masyarakat di wilayah tersebut. Analisis mengenai ekonomi spasial
(kewilayahan) ini dilakukan dengan pendekatan penggunaan data sekunder dari
hasil penelitian yang sudah ada.
Beberapa hal yang akan dipertimbangkan dalam kerangka analisis nilai
manfaat ekonomi karbon hutan gambut antara lain:
Nilai manfaat ekonomi karbon akan dihitung dengan pendekatan nilai manfaat
ekonomi proyek REDD+ pada periode proyek (life time) tertentu.
Nilai manfaat ekonomi karbon akan dihitung dengan pendekatan ex ante full
credit dengan indicator NPV (net present value). Pendekatan ini memberikan
kredit karbon pada awal proyek, dimana pembayaran dilakukan diawal proyek
sehingga memberikan insentif bagi pembangunan hutan gambut.
45
Harga karbon akan menggunakan harga hipotesis yaitu US$ 6/tC, US$ 9/tC,
dan US$ 12/tC, atau menggunakan harga nyata (riil) yang berlaku di pasar.
Dalam kerangka perhitungan nilai manfaat ekonomi karbon, struktur biaya
yang akan muncul meliputi biaya transaksi (transaction cost) dan biaya
abatasi (abatement cost). Biaya abatasi merupakan biaya yang muncul untuk
menghasilkan satu unit pengurangan emisi karbon atau untuk menghasilkan
satu unit penyerapan karbon biomassa. Biaya abatasi dapat didekati dengan
biaya oportunitas (opportunity cost) yaitu biaya kesempatan yang hilang dari
penggunaan lain atau biaya yang muncul akibat pemilihan suatu alternative
terbaik atas alternative penggunaan lahan lain (Ginoga & Lugina 2007).
Biaya transaksi merupakan biaya yang muncul untuk kepentingan pelaksanaan
proyek REDD+ melipuri biaya persiapan/perencanaan proyek REDD, biaya
registrasi, validasi, verifikasi dan sertifikasi, biaya implementasi serta biaya
monitoring. Biaya transaksi dihitung dengan pendekatan persen share
terhadap total biaya proyek karbon yaitu 39,2% (Ginoga & Lugina 2007).
Penerimaan proyek karbon dihitung berdasarkan pendekatan penerimaan dari
kompensasi REDD+ sesuai dengan seberapa besar simpanan karbon yang
mampu ditingkatkan atau seberapa besar emisi karbon yang mampu dihambat.
Besarnya persediaan karbon yang dapat dihasilkan dan dijual untuk
menghasilkan CER (certified emission reduction) ditentukan dengan
menggunakan besarnya laju persediaan karbon yang dihasilkan setiap tahun
Biaya oportunitas, biaya transaksi dan biaya total proyek karbon serta harga
penerimaan kompensasi karbon dinyatakan dalam satuan Rp/ton CO2 dengan
formula sebagai berikut:
o Biaya oportunitas (Rp/ton CO2) = (NPV/ha) / Emisi CO2/ha
o Biaya transaksi (Rp/ton CO2) = 39.2% x total biaya REDD
o Total biaya REDD (Rp/ton CO2) = biaya oportunitas + biaya transaksi
o Penerimaan REDD = harga satuan kompensasi x emisi CO2
Beberapa hal yang akan dipertimbangkan dalam kerangka analisis nilai
manfaat ekonomi pengelolaan hutan gambut (HA dan HTI) antara lain:
46
Perhitungan nilai manfaat ekonomi pengelolaan/pengusahaan hutan gambut
(HA dan HTI) akan mempertimbangkan nilai kayu, nilai jasa karbon, nilai
kesempatan kerja dan nilai tambahan pendapatan bagi daerah dan masyarakat
sekitar hutan.
Nilai manfaat ekonomi pengusahaan HTI dihitung dengan pendekatan analisis
ekonomi pembangunan dan pengelolaan HTI mulai aktivitas persiapan lahan
sampai penjualan kayu ke industri. Nilai ekonomi HTI digunakan untuk
menentukan besarnya biaya oportunitas, biaya transaksi dan biaya total proyek
karbon.
Bila pada kondisi tertentu terjadi deficit/penurunan karbon tersimpan, maka
akan dilakukan prosedur berikut:
Menghitung NPV karbon tersimpan hutan alam gambut kondisi tertentu
(baseline) dengan asumsi tidak ada biaya pembangunan dan
pemeliharaan, kecuali biaya transaksi.
Membandingkan (komparasi) NPV hutan alam gambut dengan NPV
HTI apakah NPV HA lebih besar daripada NPV HTI atau NPV HA lebih
kecil daripada NPV HTI.
Dari sisi pengelola hutan, karbon diminati apabila manfaat karbon lebih besar
daripada opsi lainnya, yang dinyatakan dalam hubungan antara NPV (nilai
manfaat bersih saat ini) dengan karbon dan NPV tanpa karbon.
Kriteria kelayakan ekonomi karbon mensyaratkan kaidah bahwa kegiatan
proyek karbon dinyatakan layak apabila NPV > 0 dan BCR > 1. BCR (benefit
and cost ratio) merupakan rasio antara manfaat dan biaya terdiskonto.
Nilai NPV dan BCR dinyatakan dalam persamaan Gittinger (1986) dengan
memperhatikan komponen pendapatan/benefit pada tahun ke-t, komponen
biaya pada tahun ke-t, tingkat suku bunga (interest rate), dan umur kegiatan
sampai tahun ke-n.
Komponen pendapatan/benefit kayu dan karbon diperoleh dari penerimaan
pembayaran jasa penjualan unit karbon (tCER), hasil penjualan produk kayu,
serta nilai kesempatan kerja dan nilai tambah pendapatan masyarakat.
47
Komponen biaya mencakup biaya operasional pengelolaan hutan (termasuk
biaya pemanenan kayu), biaya kerusakan hutan dan subsidensi gambut, serta
biaya penyelenggaraan skema perdagangan karbon.
Healey et al. (2000) menyatakan bahwa analisis financial pemanenan kayu
dapat dilakukan dengan menyusun seluruh penerimaan/pendapatan dan
pengeluaran dalam aliran kas (cash flow) yang menggambarkan aliran masuk (in
flow) dan aliran keluar (out flow). Pendapatan financial pemanenan kayu
merupakan pengkalian harga kayu dengan volume kayu yang dipanen. Volume
kayu yang dipanen diperoleh berdasarkan informasi dari tingkat efisiensi
pemanfaatan kayu serta tingkat efisiensi biaya perbaikan kerusakan tegakan
tinggal.
Biaya pengeluaran disusun sesuai dengan tahapan pada pengelolaan HA
gambut dan HTI gambut. Arus kas setiap tahun selama umur kegiatan disusun
berdasarkan aliran kas masuk dan aliran kas keluar yang telah disusun
sebelumnya. Informasi arus kas setiap tahun selama umur kegiatan digunakan
untuk menghitung nilai sekarang (present value) dengan menggunakan discount
factor (DF). Selanjutnya, dilakukan penentuan nilai kriteria investasi dengan
menghitung net present value (NPV) dan banefit cost ratio (BCR). NPV
merupakan selisih antara present value dari pendapatan dan present value dari
pengeluaran. BCR merupakan perbandingan sedemikian rupa sehingga
pembilangnya terdiri dari present value total dari pendapatan bersih bersifat
positif dan penyebutnya terdiri dari present value total dari biaya bersih bersifat
negative, yaitu biaya kotor lebih besar daripada pendapatan kotor. Secara ringkas,
alur kerangka analisis ekonomi karbon hutan gambut disajikan pada Gambar 5.
48
Pendugaan
Simpanan Karbon
PF, LOF, SF, DF,
HTI
Komparasi
Simpanan Karbon
PF, LOF, SF, DF,
HTI
Penghitungan NPV
tanpa proyek
karbon
HA (PF, LOF, SF,
DF) & HTI
Penghitungan NPV
dengan proyek
karbon
HA (PF, LOF, SF,
DF) & HTI
Komparasi nilai manfaat ekonomi
langsung proyek karbonOpsi-opsi strategi
pengelolaan hutan
gambut tropika di
Indonesia
Pengukuran
Simpanan Karbon
pada tanah dan
vegetasi hutan
gambut
Pengukuran emisi
dari kerusakan
hutan dan
subsidensi gambut
Analisis ekonomi wilayah
Gambar 5 Bagan alir kerangka analisis ekonomi karbon hutan gambut
D. Perumusan Kemungkinan Pilihan-Pilihan Strategi Pengelolaan Hutan
Gambut Tropika
Metode pengambilan keputusan dalam kerangka perumusan kemungkinan
pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut dilakukan dengan
mempertimbangkan kriteria dan indikator secara terintegrasi yang mencakup
aspek perubahan simpanan karbon hutan gambut, aspek kerusakan hutan, aspek
analisis finansial manfaat ekonomi karbon, serta aspek analisis ekonomi wilayah.
Kriteria dan indikator yang dipertimbangkan pada aspek perubahan
simpanan karbon di tanah dan hutan gambut, misalnya dihasilkan kondisi
simpanan karbon di hutan primer (HP) > hutan bekas tebangan (HBT) > hutan
sekunder (HS) > hutan tanaman industri (HTI) > hutan terdegradasi (HT), maka
penambahan stok karbon akan terjadi jika dilakukan pilihan strategi konservasi
HP, pengelolaan HBT dan/atau HS secara lestari, pengelolaan HTI secara lestari,
reforestasi/rehabilitasi HT, atau lainnya, atau penurunan stok karbon akan terjadi
jika dilakukan pilihan strategi konversi HA menjadi HTI.
Kriteria dan indikator yang dipertimbangkan pada aspek kerusakan hutan,
subsidensi gambut dan simpanan karbon adalah sebagai berikut: (1) Apabila
tingkat kerusakan hutan alam akibat pemanenan kayu relatif tinggi pada kegiatan
pengelolaan hutan alam produksi yang kurang ramah lingkungan, maka
kemungkinan pilihan strategi yang diterapkan antara lain konservasi hutan alam,
49
pengelolaan hutan alam secara lestari, atau lainnya; (2) Apabila subsidensi tanah
gambut terjadi pada pengelolaan HTI dan konversi HA menjadi HTI, maka
kemungkinan pilihan strategi yang diterapkan antara lain mengkonservasi,
mengelola secara lestari atau merehabilitasi/merestorasi hutan alam,
menghentikan konversi hutan alam menjadi hutan tanaman, atau lainnya; dan (3)
Apabila simpanan karbon akibat kerusakan hutan dan subsidensi gambut terjadi
peningkatan, maka kemungkinan pilihan-pilihan strategi yang diterapkan antara
lain mengkonservasi atau merehabilitasi/merestorasi hutan alam, menghentikan
konversi hutan alam menjadi hutan tanaman, mengelola hutan alam dengan teknik
ramah lingkungan, atau lainnya.
Kriteria dan indikator yang dipertimbangkan pada aspek aspek analisis
finansial manfaat ekonomi karbon adalah apabila NPV tanpa proyek > NPV
dengan proyek, maka kemungkinan pilihan-pilihan strategi yang diterapkan antara
lain mengkonservasi atau mengelola hutan gambut tropika secara lestari tanpa
perlu terlibat dalam skema perdagangan karbon, atau kemungkinan lainnya.
Kriteria dan indikator yang dipertimbangkan pada aspek aspek analisis
ekonomi wilayah manfaat ekonomi karbon adalah apabila pengelolaan hutan tanpa
proyek karbon memberikan kontribusi lebih besar terhadap penyerapan tenaga
kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat di suatu daerah daripada
pengelolaan hutan dengan proyek karbon, maka kemungkinan pilihan-pilihan
strategi yang diterapkan antara lain mengkonservasi atau mengelola hutan gambut
tropika secara lestari tanpa perlu terlibat dalam skema perdagangan karbon, atau
kemungkinan lainnya.
Kemungkinan pilihan-pilihan tersebut dirumuskan secara luas dan
terintegrasi dan disertai dengan konsekuensinya (kelebihan/kekurangan atau
keuntungan/kerugian) berdasarkan informasi dasar yang dihasilkan dalam
penelitian ini dan informasi relevan dari kajian pustaka.