Transcript
Page 1: Buletin Harga Pangan Bulan Maret 2016

Perkiraan neraca kedelai menun-

jukkan kebutuhan tahun 2016

2,59 juta ton, sudah termasuk

kehilangan dalam proses produksi

dan distribusi. Perkiraan ket-

ersediaan dari sasaran produksi

1,50 juta ton (stok awal tahun

2016 belum tersedia), sehingga

neraca total kedelai pada akhir

tahun 2016 diperkirakan defisit

1,09 juta ton atau sekitar 42,21%.

Perkiraan neraca kacang tanah

menunjukkan kebutuhan sebesar

833,7 ribu ton, sudah termasuk

kehilangan dalam proses produksi

dan distribusi. Perkiraan ket-

ersediaan dari sasaran produksi

tahun 2016 sebesar 755,8 ribu

ton (stok awal tahun 2016 belum

tersedia data), sehingga pada

akhir tahun 2016 terjadi defisit

sebesar 77,9 ribu ton atau 9,35%.

Salah satu upaya yang dilaku-

kan pemerintah dalam men-

gantisipasi permasalahan pan-

gan adalah menghitung ket-

ersediaan dan kebutuhan pan-

gan masyarakat melalui penyu-

sunan neraca ketersediaan dan

kebutuhan pangan strategis

yang sering bermasalah di ting-

kat masyarakat.

Perkiraan ketersediaan dan

kebutuhan pangan strategis

tahun 2016 mencakup 12 ko-

moditas, yaitu: beras, jagung,

kedelai, kacang tanah, gula

pasir, minyak goreng, bawang

merah, cabai besar, cabai

rawit, daging sapi, daging

ayam ras dan telur ayam ras.

Berdasarkan hasil perhitungan

perkiraan ketersediaan dan

kebutuhan pangan pada tahun

2016, terdapat 3 (tiga)

komoditas yang mengalami

defisit, yaitu kedelai 42,21%,

kacang tanah 9,35%, dan

daging sapi 33,30%.

Sedangkan 9 (sembilan)

komoditas lainnya mengalami

surplus, yaitu beras 60,21%,

jagung 24,59%, gula pasir

11,13%, minyak goreng

373,85%, bawang merah

11,37%, cabai besar 23,03%,

cabai rawit 26,76%, daging

ayam ras 127,49%, dan telur

ayam ras 98,61%.

Perkiraan neraca beras, den-

gan kebutuhan 124,89 kg/kap/

th, maka total kebutuhan beras

mencapai 32,31 juta ton.

Perkiraan ketersediaaan beras

mencapi 51,77 juta ton terdiri

dari sasaran produksi 42,86

juta ton dan stok awal tahun

2016 sebesar 8,91 juta ton,

sehingga pada akhir tahun

2016 surplus 19,45 juta ton

atau sekitar 60,21%.

Perkiraan kebutuhan jagung

20,07 juta ton, termasuk kehi-

langan dalam proses produksi

dan distribusi. Perkiraan ket-

ersediaan 25 juta ton, terdiri

dari sasaran produksi 24 juta

ton dan stok awal tahun 2016

sebesar 1 juta ton, sehingga

pada akhir tahun 2016 surplus

4,93 juta ton atau 24,59%.

PERKIRAAN NERACA PANGAN TAHUN 2016, KOMODITAS KEDELAI,

KACANG TANAH, DAN DAGING SAPI DEFISIT

D A F T A R I S I

Perkiraan Neraca Pangan Strategis Tahun 2016, Komodi-tas Kedelai, Kacang Tanah dan Daging Sapi Defisit.

1

Apresiasi Panel Harga Pangan Tahun 2016 untuk Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Data Harga dan Paso-kan Pangan Strategis.

2

Peran Penting Enu-merator Dalam Stabil-siasi Harga Pangan

3

Harga Pangan Menjadi Indikator Ketahanan Pangan.

3

Bulan Maret 2016, Harga Cabai dan Bawang Merah Melejit.

4

Peluang dan Tantan-gan Produk Pertanian Indonesia di Era MEA.

5

Produk Minyak Goreng, Daging Ayam Ras dan Telur Ayam Ras RISiap Bersaing dalam MEA 2016.

6

Enumerator Pusat Tahun 2016 Untuk Mendukung Data dan Informasi Harga dan Pasokan Pangan Strategis Tingkat Nasional.

7

Produksi Melimpah, Tahun 2016 Pemerin-tah Tidak Perlu Impor Beras.

8

Buletin Harga Pangan

E D I S I M A R E T 2 0 1 6

Dari Redaksi……. Salam hangat... Melalui Buletin Harga Pangan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bentuk informasi mengenai kondisi harga dan pasokan pangan secara umum, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan stabilisasi harga pangan.

Bidang Harga Pangan

Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan

Badan Ketahanan Pangan

Kementerian Pertanian

Bersambung ke Hal 2 ...

Sumber: BKP, 2016.

Page 2: Buletin Harga Pangan Bulan Maret 2016

H A L 2

Perkiraan neraca gula pasir, perkiraan

ketersediaan sebesar 3,39 juta ton,

terdiri dari sasaran produksi tahun 2016

mencapai 2,57 juta ton dan stok awal

tahun 2016 sebesar 0,82 juta ton.

Perkiraan kebutuhan sebesar 11,79 kg/

kap/th atau sekitar 3,05 juta ton,

sehingga diperkirakan pada akhir tahun

2016 terdapat surplus sebesar 339,4

ribu ton atau sekitar 11,13%.

Perkiraan neraca minyak goreng,

perkiraan ketersediaan 24,26 juta ton,

terdiri dari sasaran produksi 23,66 juta

ton dan stok awal tahun 2016 sebesar

593,9 ribu ton. Perkiraan kebutuhan

hanya 5,12 juta ton dan telah memper-

hitungkan kehilangan dalam proses

produksi dan distribusi, sehingga pada

akhir tahun 2016 terdapat surplus

19,14 juta ton atau 373,85%.

Perkiraan neraca bawang merah,

diperkirakan ketersediaan dari sasaran

produksi 1,29 juta ton, sedang stok

awal tahun 2016 belum tersedia data.

Total perkiraan kebutuhan bawang

merah 1,16 juta ton, sudah termasuk

kehilangan pada proses produksi dan

distribusi, sehingga pada akhir tahun

2016 terdapat surplus sebesar 131,8

ribu ton atau sekitar 11,37%.

Perkiraan neraca cabai besar pada

tahun 2016 menunjukkan perkiraan

kebutuhan sebesar 983,1 ribu ton,

sudah termasuk kehilangan pada

proses produksi dan distribusi.

Perkiraan ketersediaan dari produksi

1,21 juta ton (stok awal tahun 2016 be-

lum tersedia data), sehingga pada akhir

tahun 2016 terjadi surplus cabai besar

226,4 ribu ton atau 23,03%.

Perkiraan neraca cabai rawit tahun

2016 menunjukkan perkiraan kebutu-

han 702,3 ribu ton, sudah termasuk

perkiraan kehilangan pada proses pro-

duksi dan distribusi. Perkiraan ket-

ersediaan dari produksi mencapai 890,2

ribu ton (stok awal tahun 2016 belum

tersedia data), sehingga pada akhir

tahun 2016 terjadi surplus 188 ribu ton

atau 26,76%.

Perkiraan neraca daging sapi tahun

2016, perkiraan kebutuhan sebesar

2,56 kg/kap/th atau mencapai 662,3 ribu

ton. Dengan perkiraan ketersediaan dari

produksi hanya 441,8 ribu ton, maka

pada akhir tahun 2016 terjadi defisit

sebesar 220,5 ribu ton atau 33,3%.

Perkiraan neraca daging ayam ras,

perkiraan kebutuhan tahun 2016 sebe-

sar 4,82 kg/kap/th atau mencapai 1,25

juta ton, sementara perkiraan

ketersediaan dari produksi mencapai

2,84 juta ton, sehingga pada akhir tahun

2016 terdapat surplus 1,59 juta ton atau

sekitar 127,49%.

Perkiraan neraca daging ayam buras,

perkiraan kebutuhan tahun 2016 sebe-

sar 0,56 kg/kap/th atau 144,9 ribu ton,

sementara perkiraan ketersediaan dari

produksi mencapai 330,7 ribu ton,

sehingga pada akhir tahun 2016

terdapat surplus 185,8 ribu ton atau

sekitar 128,25%.

Perkiraan neraca telur ayam ras,

perkiraan kebutuhan tahun 2016 sekitar

5,63 kg/kap/th atau mencapai 1,46 juta

ton, sedangkan perkiraan ketersediaan

produksi mencapai 2,89 juta ton,

sehingga terdapat surplus pada akhir

tahun 2016 sebesar 1,44 juta ton atau

sekitar 98,61% (MDH).

APRESIASI PANEL HARGA PANGAN TAHUN 2016 UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS

DAN KUANTITAS DATA HARGA DAN PASOKAN PANGAN STRATEGIS

Apresiasi Panel Harga Pangan Tahun

2016 dilaksanakan pada tanggal 3-5

Februari 2016 di Best Western Hotel,

Bandung, Jawa Barat. Apresiasi

merupakan sosialisasi awal kegiatan

Panel Harga Pangan Tahun 2016 dan

juga untuk koordinasi kerja antara

pemer in tah pusat dan daerah

khususnya Instansi Ketahanan Pangan.

Apresiasi ini dilaksanakan dalam rangka

untuk meningkatkan kualitas output dan

optimalisasi sumberdaya manusia yang

terlibat dalam pelaksanaan panel harga

pangan. Apresiasi Panel Harga Pangan

tahun 2016 dihadiri oleh penanggung

jawab kegiatan panel harga pangan dari

34 provinsi dan beberapa perwakilan

dari kabupaten/kota.

Ada beberapa materi yang disampaikan

o leh na ra sumber , ba ik dar i

Kementerian Pertanian maupun dari

Instansi lain dalam pertemuan ini,

adapun materinya antara lain : (1)

Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan

Nasional, (2) Metodologi Statistika

dalam Sistem Informasi Pasar, (3)

Gambaran Umum Pelaksanaan

Kegiatan Panel Harga Pangan 2016

dan Evaluasi 2015, (4) Pengumpulan

Data dan Pengiriman Laporan Data

P a n e l H a r g a P a n g a n ; ( 5 )

Operasionalisasi website Panel Harga

Pangan, serta (6) Pengolahan dan

Analisis Data Panel Harga Pangan.

Kepada para peserta apresiasi panel

harga pangan, Kepala Pusat Distribusi

dan Cadangan Pangan menjelaskan

bahwa dalam kegiatan Panel Harga

Pangan Tahun 2016 ada penambahan

jumlah lokasi panel dan enumerator

menjadi 514 kab/kota dan 979

enumerator. Selain itu ada beberapa

perubahan antara lain peningkatan

frekuensi pengiriman data menjadi 2

kali seminggu (senin dan kamis),

penambahan informasi harga di Pasar

Utama dari 34 Provinsi pada website

panel harga pangan, pemberian

tambahan uang pulsa serta pemberian

reward bag i enumera to r yang

mengirimkan secara rutin dan valid.

Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa

dalam kegiatan panel tahun 2015 terjadi

penurunan persentase pengiriman, yaitu

untuk Panel Produsen dari 86,83% pada

tahun 2014 menjadi 83,16%, sedangkan

untuk panel Pedagang turun dari 84,0%

menjadi 73,71% (Panel PPG) dan

85,20% menjadi 73,35 % (Panel PPE).

Penurunan terjadi karena banyak hal,

salah satunya karena sering terjadi trou-

ble pada website panel sehingga men-

gakibatkan banyak data enumerator

yang tidak terekam, oleh karena itu

Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan

sedang berupaya memperbaiki website

Panel Harga Pangan (END&HRM).

E D I S I M A R E T 2 0 1 6

Page 3: Buletin Harga Pangan Bulan Maret 2016

H A L 3

PERAN PENTING ENUMERATOR DALAM STABILISASI HARGA PANGAN

Pangan merupakan kebutuhan dasar

manusia, yang dihormati oleh komunitas

dunia sebagai salah satu hak asasi,

karena setiap insan di dunia mempunyai

hak untuk bebas dari kelaparan. Komit-

men nasional untuk mewujudkan

ketahanan pangan didasarkan pada

pemahaman atas peran strategis

ketahanan pangan dalam pemban-

gunan nasional.

Peran strategis pertama adalah me-

menuhi hak yang paling asasi bagi

manusia; kedua adalah pentingnya pan-

gan bagi pembentukan sumber daya

manusia yang berkualitas; dan ketiga,

ketahanan pangan merupakan salah

satu pilar utama yang menopang

ketahanan ekonomi nasional yang

berkelanjutan.

Enumertor atau pengumpul data harga

dan pasokan pangan seluruh wilayah

negara kesatuan Republik Indonesia

menjadi ujung tombak dalam menjaga

stabilisasi harga dan pasokan pangan

tidak bisa diremehkan sekecil apapun

peranannya. Bila mereka mengumpul-

kan data secara serampangan bisa di-

pastikan kebijakan yang diambil pemer-

intah menjadi bias.

Petugas enumerator di Provinsi Su-

lawesi Utara misalnya peranannya san-

gat strategis dalam memberikan masu-

kan kebijakan kepada pemerintah

daerah baik dalam jangka pendek mau-

pun jangka panjang. Dalam jangka

pendek data dan informasi yang disaji-

kan dapat digunakan untuk mengantisi-

pasi lonjakan harga pangan mejelang

hari raya keagamaan dan nasional.

Misalnya tradisi Binarundak di Boolang

Mongondow dan Mamu’a Ton’na yang

dirayakan setelah tahun baru. Dalam

jangka panjang data yang dikumpulkan

ini juga sangat penting dan stategis,

terutama dalam membuat kebijakan

harga pangan, pengendalian inflasi dan

stabilitas dalam negeri. Petugas enu-

merator panel pasokan dan harga pan-

gan di Provinsi Sulawesi Utara berjum-

lah 30 enumerator yang terdiri dari enu-

merator produsen 11 orang serta enu-

merator pedagang grosir dan eceran

19 orang dari 15 kabupaten/kota.

Hasil pencatatan enumerator ini dikenal

dengan Panel Harga dan Pasokan

Pangan, dan yang menjadi objek panel

adalah semua kabupaten/kota wilayah

produsen dan konsumen. Di setiap

lokasi panel diamati harga dan paso-

kan, serta informasi lain yang berpen-

garuh terhadap perubahan harga dan

pasokan. Kesimpulan yang akan

diperoleh dari hasil analisis terhadap

data yang dikumpulkan tersebut dapat

menggambarkan kondisi harga dan

pasokan pangan baik di tingkat na-

sional, provinsi dan kabupaten/kota.

Berbagai hambatan dan tantangan

mampu dihadapi dan disiasati dalam

mengatasi kelemahan dalam pelak-

sanaan pengumpulan data oleh petugas

enumerator di lapangan. Hambatan

yang paling umum adalah keterbatasan

pembiayaan, misalnya honor petugas

yang relatif rendah, ongkos transportasi

dan biaya pulsa juga masih minim.

Hambatan lainnya adalah lokasi petu-

gas dengan wilayah yang dipantau san-

gat jauh dan akses telekomunikasi dan

informasi terhambat, misalnya di

wilayah kepulauan di Indonesia Timur,

wilayah pegunungan terutama di

pedalaman Kalimantan dan Papua juga

menjadi hambatan tersendiri.

Kondisi geografis tersebut tidak mengu-

rangi semangat petugas enumerator

dalam menyediakan dan menyajikan

data yang dikirim ke Badan Ketahanan

Pangan Kementerian Pertanian dua kali

pengiriman dalam semiggu setiap Senin

dan Kamis. Meskipun demikian, seman-

gat petugas enumerator tidak surut un-

tuk menjamin ketersediaan data dan

informasi dalam mendukung kebijakan

ketahanan pangan nasional (EDI).

E D I S I M A R E T 2 0 1 6

HARGA PANGAN MENJADI INDIKATOR KETAHANAN PANGAN

Indikator ketahanan pangan meliputi 3

(tiga) aspek, yaitu kertersediaan, distri-

busi, dan konsumsi pangan. Harga dan

pasokan/akses pangan merupakan

bagian tidak terpisahkan dari indikator

aspek distribusi pangan. Kebijakan sta-

bilisasi pasokan dan harga pangan

menjadi salah satu ujung tombak instru-

men kebijakan pangan. Pasal 64 UU

No.18 Tahun 2012 tentang Pangan

mengatur perdagangan pangan seba-

gaimana diatur lebih lanjut pada Pasal

55 dan Pasal 56 dalam Peraturan Pe-

merintah No.17 Tahun 2015 tentang

Ketahanan Pangan dan Gizi yang men-

gatur tentang stabilisasi pasokan dan

harga pangan pokok.

Harga pangan menjadi salah satu indi-

kator dari kecukupan pangan masyara-

kat. Kestabilan harga pangan diperlu-

kan untuk mendukung kestabilan pere-

konomian negara, harga juga meru-

pakan salah satu elemen penting

dalam ekonomi pangan dan berkontri-

Bersambung ke Hal 4

Page 4: Buletin Harga Pangan Bulan Maret 2016

H A L 4 E D I S I M A R E T 2 0 1 6

jaknya harga bukan karena permasala-

han produksi dan perdagangan tapi

mungkin paling mudah adalah menya-

lahkan cuaca yang menyebabkan gagal

panen atau terhambatnya pasokan.

Dengan kata lain, kekompakan alias

keharmonisan dalam kabinet sangat

penting terkait kestabilan harga pangan.

Salah satu topik yang hangat diberitakan

saat ini adalah kenaikan harga cabe

rawit merah dan bawang merah hingga

menyentuh harga Rp70 ribu/kg dan

Rp45 ribu/kg pada pekan kedua bulan

Maret ini harus disikapi dengan serius.

Pasalnya, saat ini tidak ada momentum

yang membuat 2 komoditi ini diserbu

masyarakat seperti ketika menghadapi

Puasa dan Lebaran .

Kita beranggapan dalam kondisi landai

seperti sekarang ini seharusnya harga

komoditas pangan bisa terjaga dengan

baik. Pemerintah seyogyanya mampu

mengawal jalannya komoditas pangan itu

mulai dari tingkat produksi di kalangan

petani hingga jatuh ke tangan masyara-

kat dengan harga yang terjangkau.

Kesan yang kita lihat sejauh ini, pemerin-

tah kurang koordinasi dalam menjaga

alur pangan. Antar kementerian kerap

saling menyalahkan, saling lempar tang-

gung jawab. Kementerian Pertanian

(Kementan) dan Kementerian Perdagan-

gan (Kemendag) menolak dituding seba-

gai pihak yang paling bertanggung jawab

terkait melonjaknya komoditas pangan

ini. Karena, menurut mereka melon-

BULAN MARET 2016, HARGA CABAI DAN BAWANG MELEJIT

Bersambung ke hal 5

busi terhadap inflasi. Harga pangan

tingkat konsumen berpengaruh terha-

dap akses pangan, rawan pangan, ket-

ersediaan pasokan, permintaan, kelan-

caran distribusi pangan, kondisi perda-

gangan di pasar internasional, dampak

implementasi kebijakan pemerintan dan

daya beli masyarakat.

Kenaikan harga pangan selama ini

mengajarkan kepada kita bahwa per-

lunya data dan informasi yang akurat

dan reliable (dapat dipertanggungjawab-

kan) serta tata kelola pangan yang meli-

batkan pemerintah, swasta maupun

stakeholder terkait. Komoditas pangan

strategis, ekonomis dan politis men-

yangkut hajat hidup orang banyak.

Setiap orang perorangan atau sekelom-

pok masyarakat yang menguasai infor-

masi dan sumber pangan akan mem-

punyai posisi tawar politik tertentu. Ke-

kuatannya makin kuat ketika mereka

juga menguasai industri pengolahan

pangan, stok dan distribusi, sekaligus

fasilitas-fasilitas publik dalam proses

produksinya. Kontrol terhadap sumber-

sumber pangan berarti juga pengenda-

lian ekonomi politik publik. Sebaliknya,

kekuasaan politik akan terguncang aki-

bat kegagalan menjaga stabilitas harga

pangan.

Bila terjadi gangguan pasokan, maka

akan berpengaruh langsung terhadap

harga pangan, sehingga perlu segera

mendapat respon kebijakan dari pe-

merintah untuk menghindari gejolak

sosial di masyarakat yang dapat men-

yebabkan terganggunya kondisi sosial

politik nasional. Mengatasi gejolak ini

diperlukan Sistem Deteksi Dini (Early

Warning System) tentang pasokan dan

harga pangan yang tepat (up to date)

dan akurat supaya dapat segera dilaku-

kan antisipasi dan respon bila terjadi

gejolak harga pangan. Disinilah strate-

gisnya peranan enumerator data harga

dan pasokan yang secara sadar atau

tidak banyak berperan bagi stabilitas

harga pangan dalam negeri.

Kenaikan harga beras misalnya, keli-

hatannya tidak sepenuhnya dinikmati

petani. Disparitas harga yang relatif

sangat lebar antara harga gabah kering

panen (GKP) di tingkat Petani, gabah

kering giling (GKG) di tingkat penggilin-

gan, dan harga eceran di konsumen.

Kenaikan harga beras ini yang paling

menderita adalah penduduk berpenda-

patan rendah dan berpendapatan tetap

karena sepertiga pengeluarannya un-

tuk beras.

Kisruh tentang kenaikan harga pangan

selama ini dijawab oleh pemerintah

melalui berbagai regulasi dan kebijakan

yang didukung oleh data dan informasi

yang tepat dan akurat yang berasal

dari petugas enumerator dan petugas

lainnya yang ditetapkan dan ditunjuk

oleh pemerintah pusat dan daerah.

Peran enumerator jangan anggap en-

teng karena di tangan merekalah dasar

pembuat kebijakan berawal (EDI).

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

Mg-I Mg-II Mg-III Mg-IV Mg-I Mg-II Mg-III Mg-IV Mg-I Mg-II Mg-III

Jan'16 Feb'16 Mar'16

(Rp/Kg)

Cabai Rawit Cabe Besar Bawang Merah

Sumber: BPS diolah BKP, 2016.

Sumber: BPS diolah BKP, 2016.

Page 5: Buletin Harga Pangan Bulan Maret 2016

H A L 5 E D I S I M A R E T 2 0 1 6

produk pertanian Indonesia harus

berkualitas tinggi. Oleh karena itu,

Kementerian Pertanian mendorong

penerapan Good Agricultural Practices

(GAP) untuk pertanian di dalam negeri.

Dengan pertanian yang tepat, produk

pertanian Indonesia akan semakin

berdaya saing dan mudah melakukan

penetrasi ke pasar negara-negara lain.

Indonesia bersama Thailand dan

Malays ia d iuntungkan apabi la

penerapan tarif nol persen pada MEA

d i b e r l a k u k a n p a d a t a h u n

ini. Berdasarkan hasil simulasi yang

dilakukan oleh Philipine Institute for

Development Studies, nilai ekspor

pertanian Indonesia akan naik sebesar

1,07% atau US$1,377 juta dari nilai

dasar US$128,76 juta. Secara volume

Indonesia masih di bawah Thailand

yang naik sebesar US$3,269 juta atau

1,83% dari nilai dasar US$178,92 juta.

Adapun, Malaysia naik US$1,502 juta

atau 0,75% dari ni lai semula

US$199,29 juta. Sementara itu,

Mulai 1 Januari 2016, Indonesia

memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA). Di era MEA, arus barang dan

jasa diantara negara-negara anggota

ASEAN plus China, Korea Selatan, dan

Jepang akan makin bebas karena

hambatan tarif dihilangkan. Barang-

barang impor dari negara-negara peserta

MEA akan semakin mudah masuk ke

Indonesia. Sebaliknya, barang-barang

Indonesia juga menikmati tarif nol ke

nega ra -nega ra pese r ta ME A.

Kementerian Pertanian telah menyiapkan

strategi untuk melindungi sektor

pertanian. Instrumen yang akan

digunakan untuk membendung serbuan

produk pertanian impor bukan lagi tarif,

tapi standar kualitas.

Selain itu, usaha pertanian di Indonesia

akan didorong untuk seefisien mungkin

agar bisa menghasilkan produk yang

harganya terjangkau. upaya tersebut

diharapkan produk pertanian Indonesia

mampu bersaing karena harga

terjangkau dan kualitasnya memenuhi

standar. Produk-produk Indonesia

dikhawatirkan akan dihambat dengan

alasan standar kualitas oleh negara-

negara lain . "Kita bisa mencekal suatu

negara dengan alasan kualitasnya tidak

memenuhi standar. Begitu juga kita

ekspor bisa dicekal dengan mudah kalau

kualitasnya tidak sesuai standar". Untuk

mengantisipasi hal tersebut, produk-

S ingapu ra yang se lama in i

menguasai pasar ekspor mengalami

kenaikan tipis US$558.000 atau

0,24% dari nilai semula US$234,72

juta. Dari sisi impor Indonesia

mengalami kenaikan sebesar 1,51%

atau US$1,624 juta dari sebelumnya

US$107,247 juta. Kenaikan terbesar

dialami oleh Thailand sebesar 3,06%

atau US$4,56 juta dari nilai dasar

US$149,053 juta. Kemudian diikuti

impor oleh Singapura US$2,693 juta

(1.46%) dan Malaysia US$2,237 juta

(1,51%). (www.industri.bisnis.com)

Menurut Roehlano Briones, Senior

Research Fellow, Philipine Institute

f o r D e v e l o p m e n t S t u d i e s ,

mengatakan kenaikan ekspor

terbesar akan dialami oleh Indonesia,

Malaysia dan Thailand, karena

negara tersebut selama ini sebagai

produsen yang lebih menyasar ke

sektor industri. “Sehingga mereka

l eb ih kompet i t i f ke t ika AEC

diberlakukan tarif nol persen” (YTO).

PELUANG DAN TANTANGAN PRODUK PERTANIAN INDONESIA DI ERA MEA

mun juga karena ada permainan untuk

menaikan harga berupa alur distribusi

yang panjang serta adanya penahanan

laju distribusi.

Untuk mengantisipasi di balik naiknya

harga komoditi tersebut, dibuatlah se-

jumlah langkah sehingga harga pangan

terkendali, jadi untuk benar-benar men-

jaga harga yang wajar yang bisa men-

guntungkan petani, tetapi juga tidak

merugikan para produsen dibuatlah

keseimbangan harga pangan di antara

produsen, konsumen, dan pedagang.

Untuk mengantisipasinya pemerintah

menyiapkan dua kebijakan baru untuk

Kenaikan harga 2 komoditi ini di pasar

beraneka ragam dan tidak semua sama

harganya, hanya dirata-ratakan berkisar

Rp70 ribu/kg untuk cabe rawit merah dan

Rp45 ribu/kg untuk bawang merah. Ke-

naikan ini disinyalir merupakan per-

mainan spekulan dimana untuk mengan-

tisipasi 2 komoditi ini agar tidak berimbas

pada harga pangan lainnya.

Pemerintah melalui kementerian terkait

sudah enam bulan sejak bulan Septem-

ber 2015 hingga bulan Februari 2016

membuat kajian. Hasil kajian penyebab

kenaikan harga pangan disinyalir bukan

karena persediaan yang berkurang, na-

menekan lonjakan harga pangan di-

mana kebijakan itu merupakan bagian

dari Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IX.

Pembenahan tata kelola pangan perlu

segera diperbaiki dan dimaksimalkan

untuk kepentingan rakyat Indonesia

dalam mempersiapkan sumber daya

manusia masa depan yang kompetitif

serta untuk menghadapi persaingan,

keterbukaan, dan kompetisi global

dimana harus dipersiapkan riset yang

strategis, tematis, dan arahnya untuk

kepentingan kehidupan masyarakat

sehingga bisa langsung diterapkan

disektor kehidupan riil (HRM).

Page 6: Buletin Harga Pangan Bulan Maret 2016

H A L 6 E D I S I M A R E T 2 0 1 6

yaitu: (1) Terbentuknya basis produksi

dan pasar tunggal, (2) Terbentuknya

kawasan berdaya saing tinggi, (3)

Terbentuknya kawasan dengan

pembangunan ekonomi yang merata,

dan (4) integrasi dengan

perekonomian dunia. Salah satu pilar

yang sangat erat berkaitan dengan

sektor pertanian adalah pilar pertama

yaitu terbentuknya basis produksi dan

pasar tunggal karena mencakup

pengembangan sektor pangan

pertanian dan kehutanan (food-

agriculture-forestry).

Indonesia masih harus meningkatkan

daya saing produk Indonesia. Selain

itu masih harus mengembangkan

industri yang berbasis nilai tambah,

sehingga perlu dilakukan hilirisasi

produk. Dari sisi hulu, Indonesia sudah

menjadi produsen yang dapat

diandalkan mulai dari produk

pertanian, kelautan, perkebunan dan

peternakan. Daya saing Indonesia

dibandingkan dengan negara-negara

anggota ASEAN masih berada

dibawah negara Singapura, Malaysia,

Brunei dan Thailand.

Kondisi pertanian Indonesia yang

secara umum sangat dipengaruhi

dengan iklim dan waktu tanam akan

mempengaruhi ketersediaan produk

pangan dipasaran. Akan tetapi

berdasarkan data prognosa tahun

ASEAN menyadari pentingnya integrasi

negara-negara di Asia Tenggara sehingga

memiliki ASEAN vision 2020 “ To create a

stable, prosperous and highly competitive

ASEAN economic region in which there is

free flow of goods, services, investment,

skill labor and free flow capital, equitable

econiomic development and reduced

poverty and socio-economic disparities in

year 2020”. Dalam rangka pencapaian visi

tersebut dibentuk 3 (tiga) bidang, yaitu: (1)

bidang keamanan politik, (2) bidang

ekonomi, dan (3) bidang sosial budaya. Hal

ini ditujukan untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi, penurunan tingkat

kemiskinan dan menurunkan kesenjangan

sosial ekonomi baik untuk setiap anggota

negara ASEAN maupun ASEAN sebagai

kelompok negara-negara.

Pada bidang ekonomi, dibentuk

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

didorong oleh perkembangan eksternal dan

internal kawasan. Dari sisi eksternal, Asia

diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi

baru dengan mulai munculnya kekuatan

ekonomi baru dari Asia seperti Tiongkok

dan India. Sisi internal, ditunjukkan

kekuatan ekonomi ASEAN mencapai GDP

sebesar US$ 2,46 triliun (IMF, 2015)

dengan laju pertumbuhan sebesar 3,9%

dan memiliki dukungan jumlah penduduk

628,78 juta orang.

Pembentukan MEA akan berhasil dengan

didukung oleh 4 (empat) pilar penyangga,

2016, produk minyak goreng, telur

ayam ras, dan daging ayam ras

merupakan produk yang berpotensi

untuk bisa masuk dipasaran ASEAN.

Hal ini disebabkan telah tercukupinya

kebutuhan dalam negeri sepanjang

tahun dan adanya kelebihan produksi

dibandingkan dengan kebutuhan yang

dapat mengakibatkan penurunan

harga produk dipasaran apabila tidak

dilakukan pemasaran diluar negeri.

Minyak goreng yang dimaksud adalah

penjumlahan minyak goreng dari CPO

dan kopra. Potensi produksi minyak

goreng di Indonesia adalah sebesar

23,66 juta ton (Sasaran Produksi

2016, Ditjen Perkebunan). Konsumsi

nasional adalah sebesar 8,98 kg/kap/

th (Susenas Triwulan I, 2015), dengan

jumlah penduduk Indonesia sebanyak

258,71 juta jiwa (BPS, 2010) maka

kebutuhan minyak goreng nasional

pada tahun 2016 diperkirakan 5,12

juta ton. Oleh sebab itu, masih

tersedia minyak goreng sebanyak

18,55 juta ton yang siap untuk masuk

pasar internasional. Demikian juga

dengan telur ayam ras dan daging

ayam ras memiliki potensi masuk ke

pasar internasional masing-masing

sebesar 1,44 juta ton dan 1,59 juta

ton. Hal ini menunjukkan potensi

ketiga komoditas pangan tersebut siap

bersaing pada MEA 2016 (NV).

PRODUK MINYAK GORENG, DAGING AYAM RAS, DAN TELUR AYAM RAS RI SIAP

BERSAING DALAM MEA 2016

Sumber: Badan Ketahanan Pangan, 2016

Produk konsumsi perkapita Potensi Produksi Kebutuhan Potensi Masuk Pasar

Internasional

Minyak Goreng 8,98 kg/kap/th 23,66 juta ton 5,12 juta ton 18,55 juta ton

Telur Ayam Ras 5,63 kg/kap/th 2,89 juta ton 1,46 juta ton 1,44 juta

Daging Ayam Ras 4,82 kg/kap/th 2,84 juta ton 1,25 juta ton 1,59 juta ton

Page 7: Buletin Harga Pangan Bulan Maret 2016

ENUMERATOR PUSAT TAHUN 2016 UNTUK MENDUKUNG DATA DAN INFORMASI

HARGA DAN PASOKAN PANGAN STRATEGIS TINGKAT NASONAL

H A L 7

Kediri yang akan mensuply data harga

cabai rawit dan cabe besar serta

bawang merah ditingkat petani; (4)

Sekretaris Persatuan Insan Perung-

gasan Rakyat (PINSAR), Tangerang,

Banten yang akan mensuply data

harga dan stok daging ayam ras dan

telur ayam ras; dan (5) Manager

Perdagangan Pasar Induk Beras Cipi-

nang (PIBC), Jakarta yang akan men-

suply data harga dan pasokan beras

sebagai barometer beras nasional.

Sedangkan 5 orang enumerator kon-

sumen adalah: (1) Pengurus Pasar

Induk Kramat Djati, Jakarta yang akan

mensuply data harga dan pasokan

pangan komoditas hortikultura; (2)

Wakil Ketua Koperasi Pedagang Pasar

Induk Caringin Bandung, Jawa Barat

yang akan mensuply data harga dan

pasokan semua komoditas pangan

strategis; (3) Staf Bagian Bahan Pan-

gan Pokok Strategis, Kementerian

Perdagangan, Jakarta yang akan men-

suply data harga semua komoditas

pangan strategis; (4) Petugas Pasar

Induk Cibitung, Bekasi ; dan (5) Petu-

gas Pasar Induk Tanah Tinggi, Tan-

gerang yang akan mensuply semua

data harga dan pasokan pangan

strategis tingkat grosir.

Data dan informasi harga dan pasokan

dari enumerator tersebut cukup ber-

Dalam rangka meningkatkan data dan in-

formasi harga dan pasokan pangan strate-

gis tahun 2016, selain melalui Panel Harga

Pangan yang melibatkan 979 petugas enu-

merator di daerah (34 provinsi dan 514

kabupaten/kota), Badan Ketahanan Pan-

gan juga melibatkan petugas enumerator

pusat untuk mensupport data harga dan

pasokan dari lembaga terkait yang mampu

menggambarkan kondisi nasional.

Data dan informasi tersebut sangat penting

dalam rangka analisis harga dan pasokan

pangan strategis tingkat nasional. Komodi-

tas strategis meliputi beras, jagung, kede-

lai, bawang merah, cabai (rawit merah dan

besar), daging sapi, daging ayam ras, telur

ayam ras, gula pasir dan minyak goreng.

Terdapat 10 orang dari 10 lembaga atau

asosiasi terkait pangan yang ditetapkan

sebagai enumerator pusat, meliputi 5 orang

enumerator produsen dan 5 orang enu-

merator konsumen.

Secara rinci 5 petugas enumerator pro-

dusen tersebut adalah: (1) Ketua Asosiasi

Bawang Merah Indonesia (ABMI), Brebes,

Jawa Tengah, yang akan mensuply data

harga dan pasokan bawang merah diting-

kat petani; (2) Direktur Gabungan Pelaku

Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia

(GAPUSPINDO), Jakarta , yang akan men-

suply data harga dan pasokan daging sapi/

sapi; (3) Sekretaris Asosiasi Agribisnis Ca-

bai Indonesia (AACI) Provinsi Jawa Timur,

variasi, ada yang tersedia harian mau-

pun mingguan. Namun demikian, data

yang disampaikan selama ini sangat

membantu Badan Ketahanan Pangan

dalam melakukan analisis dan kajian

terkait harga pangan.

Selain itu, belum semua komoditas

strategis dilakukan pemantauan oleh

enumerator pusat. Untuk saat ini ma-

sih fokus pada komoditas strategis

yang sering mengalami masalah/

gejolak di masyarakat, baik karena

pasokan maupun supply yang ter-

ganggu yang berdampak pada kenai-

kan harga yang terkadang tidak wajar.

Untuk optimalisasi analisis dan kajian

harga dan pasokan pangan, diperlu-

kan data yang komprehensif, se-

hingga kualitas dan kuantitas data

sangat berperan penting. Oleh karena

itu, pada tahap yang akan datang

perlu menambah dan meningkatkan

sumber data terkait pangan, baik

ditingkat daerah (provinsi/kab/kota)

maupun ditingkat nasional (MDH).

HPP GABAH DAN BERAS TAHUN 2016 BELUM PERLU DINAIKKAN

oleh Bulog. Pada tahun 2015 sebagai-

mana data Bulog terlihat masih jauh

dari target, yaitu hanya sekitar 1,9 juta

ton dari target 3,2 juta ton atau hanya

mencapai 59 persen.

Fokus pemerintah saat ini adalah

membuat terobosan dan upaya-upaya

khusus untuk mengoptimalkan pen-

gadaan gabah/beras oleh Bulog, teru-

tama pada saat musim panen raya

(Maret-Mei 2016) yang biasanya harga

jatuh, bukan dengan menaikkan HPP

gabah/beras.

Kenaikan HPP gabah/beras justru

akan mendorong peningkatan harga

beras ditingkat konsumen yang saat ini

sudah dirasakan sangat tinggi, apalagi

Kebijakan Perberasan terkait Harga Pem-

belian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras

sebagaimana tertuang dalam Inpres

5/2015, yaitu Rp 3.700/Kg untuk gabah

kering panen ditingkat petani dan Rp

7.300/Kg untuk beras medium digudang

Perum Bulog, bertujuan untuk melindungi

petani, pengadaan gabah/beras Bulog,

dan untuk stabilisasi ekonomi nasional.

Tujuan melindungi petani sudah tercapai

dengan kondisi harga gabah/beras yang

saat ini jauh diatas HPP (sekitar Rp 4.200/

Kg untuk GKP dan Rp 8.500/Kg untuk

beras) sehingga pendapatan petani men-

ingkat. Namun demikian kondisi tersebut

berdampak pada pengadaan gabah/beras

bila dibandingkan dengan harga beras

di Negara lain. Saat ini Masyarakat

Ekonomi Asean (MEA) sudah dan

sedang berlangsung, sehingga per-

saingan antar Negara sangat tergan-

tung dari harga dan kualitas yang

kompetetif, termasuk di dalamnya

perdagangan beras.

Indonesia dengan jumlah penduduk

terbesar di ASEAN serta tingkat kon-

sumsi beras yang sangat tinggi meru-

pakan pasar yang sangat potensial

untuk perdagangan beras. Kualitas

beras yang lebih baik serta harga

yang lebih murah dari Negara lain

akan sangat berpengaruh terhadap

beras dalam negeri yang harganya

jauh lebih tinggi (MDH).

E D I S I M A R E T 2 0 1 6

Page 8: Buletin Harga Pangan Bulan Maret 2016

PRODUKSI MELIMPAH, TAHUN 2016 PEMERINTAH TIDAK PERLU IMPOR BERAS

BULETIN HARGA PANGAN

Diterbitkan oleh: Bidang Harga Pangan, Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan

Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian. Gedung E Lantai 6 Telp/Fax (021) 7804496. Email: [email protected]

Website: http://harga.distribusipangan.com

Pengarah: Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan; Penanggung Jawab: Kepala Bidang Harga Pangan; Penyunting/Redaksi: Kapala Sub Bidang Analisis Harga Pangan Konsumen dan Kepala Bidang Analisis Harga Pangan Produsen.

Penyusun/Penulis: Yudhi Harsatriyadi Sandyatma, S.Sos., M.Sc; Maino Dwi Hartono, S.TP., MP.; Ir. Dewi Novia Tarwyati, M.Si.; Endang Ismaryati, SP., Rahmad Yandri, SE., M.Si., Edi, S.TP., M.Si.; Suherman, SE., MM.; Dwi Sartika Adetama, S.TP., ME.; Muhammmad Yanto, SP., MM.; Irnawati, S.Si.; Toni Tri Susanto, S.Si.; Dianasri Widyapuri, S.TP.

H A L 8

42,86 juta ton dihitung berdasarkan

Angka Sasaran Produksi Padi Tahun

2016 dalam Rencana Kerja Pemerin-

tah (RKP) sebesar 76,23 juta ton GKG

dikurangi penggunaan GKG sebesar

7,30% (terdiri dari benih 0,9%, pakan

ternak 0,4%, industri non pangan

0,6%, susut/tercecer gabah 5,4%) den-

gan konversi GKG menjadi beras se-

besar 62,74%, serta dikurangi peng-

gunaan beras non pangan sebesar

3,33% (terdiri dari pakan ternak 0,17%,

industri non makanan 0,66% dan

susut/tercecer beras 2,5%).

Stok awal tahun 2016 sebesar 8,91

juta ton terdiri dari stok beras di gu-

dang Bulog per 31 Desember 2015

sebesar 1,3 juta ton dan stok di

masyarakat 7,58 juta ton (terdiri dari

stok di produsen/petani 6,17 juta ton,

di pedagang 0,68 juta ton, dan di kon-

sumen 0,72 juta ton, perhitungan ber-

dasarkan Kajian Sucofindo, 2011).

Kebutuhan beras nasional sebesar

124,89 kg/kap/th (BAPPENAS dan

BPS), terdiri dari konsumsi langsung

tingkat rumah tangga 98,39 kg/kap/th

(Susenas Tri I 2015) dan konsumsi

tidak langsung (diluar rumah tangga)

yang merupakan selisih antara total

kebutuhan dikurangi konsumsi lang-

Indonesia adalah negara agraris, dengan

tanah yang subur, terletak dipersimpangan

dua benua dan dua samudera yang

menguntungkan untuk usaha pertanian.

Oleh karena itu sangat ironi apabila negara

masih memerlukan pasokan beras dari luar

negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan

pokok (beras) bagi penduduknya.

Seringkali terdengar berita tentang impor

pangan, termasuk beras di dalamnya,

sangat melukai hati petani khususnya. Hal

ini antara lain karena import yang

sebenarnya tidak dilarang, namun karena

pengaturan kebijakan yang kurang

berpihak kepada petani menyebabkan

petani merupakan obyek yang dirugikan.

Berdasarkan hasil perhitungan prognosa

ketersediaan dan kebutuhan beras tahun

2016, dengan penduduk 258,71 juta jiwa

dan kebutuhan beras 124,89 kg/kap/th,

maka total kebutuhan beras diperkirakan

mencapai 32,31 juta ton. Sedangkan

perkiraan ketersediaaan beras tahun 2016

mencapi 51,77 juta ton terdiri dari sasaran

produksi tahun 2016 sebesar 42,86 juta ton

dan stok awal tahun 2016 sebesar 8,91

juta ton, sehingga pada akhir tahun 2016

diperkirakan akan terdapat surplus 19,45

juta ton atau sekitar 60,21%.

Ketersediaan beras dari produksi sebesar

sung rumah tangga.

Meskipun pada neraca domestik

secara total surplus, namun pada

bulan Januari, Mei, dan Oktober

sampai Desember 2016 diperkirakan

terjadi defisit yang disebabkan belum

musim panen. Namun demikian

kekurangan tersebut masih dapat

dipenuhi dari stok bulan sebelumnya.

Pada periode Februari-April 2016

diprediksi surplus beras sangat besar

mencapai sekitar 9,5 juta ton yang

disebabkan sedang memasuki musim

panen raya. Begitu juga pada periode

HBKN Puasa dan Lebaran (Juni-Juli

2016), ketersediaan beras dalam

kondisi aman.

Dengan kondisi tersebut, maka tidak

ada alasan bagi Pemerintah untuk

melakukan impor beras. Kondisi

penduduk yang tersebar di beberapa

wilayah, serta kondisi wilayah yang

tidak potensial untuk berproduksi padi,

bukan alasan dan dalih untuk

melakukan impor beras dengan dalih

biaya distribusi yang lebih murah.

Untuk pemerataan dan distribusi

beras ke semua wilayah, perlu

diperbaiki dan ditingkatkan sistim tata

niaga perdagangan beras (MDH).

Sumber: BKP, 2016. Sumber: BKP, 2016.

E D I S I M A R E T 2 0 1 6