BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN Laporan KasusUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Februari 2015
EFUSI PLEURA
Oleh:Ilham Syahid Ruray 1102100089Hardiyanti 1102100121
Pembimbing Residen:dr. Nur Intan Kasmin Ginano
Konsulen:dr. Shofiyah Latief, Sp.Rad, M.Kes
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama : Ilham Syahid Ruray 1102100089
Hardiyanti 1102100121
Judul Laporan Kasus : Efusi Pleura
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Makassar, Februari 2015
Konsulen Pembimbing
dr. Shofiyah Latief, Sp.Rad, M.Kes dr. Nur Intan Kasmin Ginano
Penguji
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH Subhanahu Wa Taala
karena atas berkat dan rahmat-Nya lah sehingga segala sesuatu yang berkaitan
dengan penyusunan tulisan ini dapat terlaksana. Tak lupa pula penulis haturkan
salawat dan salam yang tercurah pada junjungan Nabi Muhammad Shallahu
Alaihi Wasallam yang telah membimbing manusia dari alam kegelapan menuju ke
alam yang terang benderang.
Tulisan ini berjudul “LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA” yang dibuat
dan disusun sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian radiologi.
Berbagai kesulitan dan hambatan penulis temui, namun atas bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya tulisan ini dapat terselesaikan.
Makassar, Februari 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………...…………………….…………………..…i
LEMBAR PENGESAHAN……………………………….………………..…ii
KATA PENGANTAR…………………………………….……………….....iii
DAFTAR ISI……………………………………………….………………....iv
I. KASUS………….……………………………………….…………….…..1
1.1. Anamnesis .......................................................................................1
1.2. Pemeriksaan Fisik………………………………………….…….....2
1.3. Pemeriksaan Penunjang……………………………………….…....3
1.4. Diagnosis………………………………………………………...….8
1.5. Rencana dan Terapi……………………………………………..…..8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan………...…….………………………………………..9
2.2. Anatomi………………….………………………………………....9
2.3. Penyebab Efusi Plura…….………………………………………..11
2.4. Patofisiolofi Efusi Pleura .………………………………………...14
2.5. Gambaran Klinis…………………………………………………..14
2.6. Pemeriksaan Radiologik………………………………………......16
2.7. Penatalaksanaan…………………………………………...……....28
2.8. Differential Diagnose……………….……………………..……...31
2.9. Komplikasi.......…………………………………………...……....37
III. DISKUSI
3.1 Resume Klinis……………………………………………………...38
3.2 Pembahasan…………………...…………………………………....38
DAFTAR PUSTAKA………………………...………………………….........39
iv
BAB I
KASUS
Nama Pasien : Nn. TC
No. RekamMedik : 699408
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Nita B, Sikka, NTT
Tempat/Tanggal lahir : NTT, 12 Juni1993
Agama : Kristen
Kebangsaan : Indonesia
Pemeriksaan : 05-02-2015
Perawatan Bagian : Instalasi Rawat Darurat Interna Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo
1.1. Anamnesis :
- Keluhan utama : Sesak
- Anamnesis terpimpin : sesak dirasakan ± 1 bulan sebelum masuk Rumah
Sakit Wahidin Sudirohusodo, dan memberat 1 minggu terakhir. Pasien
tidak dapat berbaring rata. Keluhan batuk 2 minggu terakhir, dahak sulit
dikeluarkan, lendir awalnya ada warna putih, tidak ada darah. Tidak ada
riwayat batuk darah. Batuk dirasakan saat berbaring terlentang. Tidak
dipengaruhi cuaca. Nyeri dada tidak ada. Riwayat demam terutama sore –
malam hari dialami sejak 2 minggu terakhir, riwayat keringat malam tidak
ada, riwayat penurunan berat badan dratis ± 7 kg dalam 2 minggu. Nyeri
perut ada dirasakan 2 minggu terakhir, diikuti perut mengeras dan dirasa
membesar, mual dan muntah tidak ada. Nafsu makan menurun. Riwayat
dirawat dengan typhoid di RS.Jogja 1 bulan yang lalu. Riwayat penggunaan
obat anti tuberculosis tidak ada. Riwayat merokok tidak ada. Riwayat
demam typhoid ada ± 1 bulan yang lalu.
1
- Anamnesis Sistematis : Sakit kepala (-), pusing (-), penglihatan kabur (-),
nyeri menelan (-), mual muntah (-), batuk (+), sesak (+), nyeri dada (-),
BAK kesan lancar warna kuning. BAB kesan biasa.
- Riwayat pengobatan : Riwayat konsumsi Bisolvon Tab 1 tablet,
Paracetamol 500 mg, dan Ceftriaxone 2 gr.
- Riwayat psikososial : Tidak olahraga teratur
- Riwayat keluarga : Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
disangkal.
1.2. Pemeriksaan Fisis
- Keadaan umum : Keadaan sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
- Status Gizi : Gizi kurang (IMT 17,77 kg/m2)
Tanda Vital
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 88 kali/menit
- Pernafasan : 28 kali/menit
- Suhu : 36,5oC
Mata
- Kelopak mata : Edema (-)
- Konjungtiva : Anemis (+/+)
- Sclera : Ikterus (-)
- Kornea : Jernih
- Pupil : Bulat, isokor
Leher : Pembesaran tonsil (-), kaku kuduk (-), massa (-), nyeri tekan (-),
pembesaran KGB (-), DVS R-2 cmH2O
Thorax : Inspeksi : Simetris
Palpasi : NT (+) , MT(-) , vocal fremitus menurun pada
kedua basal paru
2
Perkusi : Pekak CV Thorakal IV sinistra dan CV Thorakal
VI dextra
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler
Bt: Ronchi - Wheezing: -
- - - -
- - - -
Jantung : Inspeksi : Apex kordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi apex kordis teraba
Perkusi : Pekak (+)
Batas jantung :
Batas jantung kiri linea medioclavicularis kiri
Batas jantung kanan linea parasternalis kanan
Batas jantung basal ICS II
Batas jantung apex ICS V
Auskultasi : S1 dan S2 murni, reguler, bising (-), kesan normal
Abdomen: Inspeksi : Datar ikut gerak nafas
Auskultasi : Bunyi peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : NT (-), MT (-), Hepatomegali (-), Splenomegali (-)
Perkusi : Tympani (-)
Ekstremitas: Deformitas (-)
Udem (-)
Fraktur (-)
1.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (01/02/2015)
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
RBC 3,75 x 106 3.80-5.80 x 103 /mm3
WBC 7 x 103 4 – 10 x 103 u/L
Hemoglobin 9,2L(14-18)P(12-16)
g/dl
3
HCT 29,2 37.0-47.0 %
MCV 78 80-100 µm3
MCH 24,6 27.0-32.0 Pg
MCHC 31,6 32.0-36.0 g/dl
PLT 496 150-500 10^3/mm3
Ureum 12 10-50 Mg/dl
Kreatinin 0,40 L(<1,3);P(<1,1) Mg/dl
Bilirubin Total 1,29 <1,1 Mg/dl
SGOT 39 <38 U/L
SGPT 13 <41 U/L
Albumin 3.1 3,5-5,0 Gr/dl
GDS 75 140 Mg/dl
IgM Salmonella +6 Negatif
Analisa Cairan Pleura
Hitung Jenis SelPMN = 2,9%
MN = 97Netrofil <25
Warna Kuning Jernih/tidak berwarna
Volume 12 cc 1-10 cc
Rivalta Positif Negatif
Protein 4.0 <3 mg/dl
4
Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax PA (29/1/2015) :
Hasil Pemeriksaan :
- Perselubungan homogen pada kedua hemithorax setinggi ICS IV kanan
depan dan ICS II kiri depan yang menutupi kedua sinus, diaphragma, dan
batas jantung
- Cor : sulit dinilai, aorta normal
- Tulang-tulang intak
Kesan : Efusi pleura bilateral
Foto Thorax PA (05/02/2015) :
5
Hasil Pemeriksaan :
- Perselubungan homogen pada kedua hemithorax setinggi ICS IV kanan
depan dan ICS III kiri depan yang menutupi kedua sinus, diaphragma, dan
batas jantung
- Cor : sulit dinilai, aorta normal
- Tulang-tulang intak
Kesan : Efusi pleura bilateral
USG (01/02/2015) :
6
Hasil Pemeriksaan :
- Hepar : ukuran dan echo parenkim dalam batas normal, tidak tampak
dilatasi vaskular dan bile duct. Tidak tampak echo mass/cyst.
- GB : dinding tidak menebal, mukosa reguler. Tidak tampak echo batu
didalamnya
7
- Pancreas : ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
echo mass/cyst.
- Lien : tidak membesar, echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
echo mass/cyst.
- Ginjal kanan : ukuran dan echo corticomedular dalam batas normal. Tidak
tampak dilatasi pelvocalyceal system. Tidak tampak echo batu/mass
- Ginjal kiri : ukuran dan echo corticomedular dalam batas normal. Tidak
tampak dilatasi pelvocalyceal system. Tidak tampak echo batu/mass
- VU : dinding tidak menebal, tidak tampak echo batu
- Tampak lesi anechoic, batas tegas, dinding tipis, ukuran 148cm x 1,0cm
pada rongga pelvis kesan pada adnexa kiri
- Tampak echo cairan bebas intraperitoneum dan cavum pleura bilateral
Kesan :
- Ascites
- Efusi pleura bilateral
- Kista adnexa kiri kanan susp. Functional cyst
1.4. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi, maka diagnosis dari kasus ini adalah Efusi pleura
bilateral + Ascites ec TB usus + Pleuritis TB + suspect TB paru.
1.5. Rencana Dan Terapi
- Oksigen 3-4 L/menit
- Ambroxol 30 mg/ 8jam/ oral
- Paracetamol 500 mg/ 8 jam/ oral
- Ceftriaxone 2 gr/24 jam/ intravena
- Thoracosintesis (punksi cairan pleura)
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Efusi Pleura merupakan pembentukan cairan dalam rongga pleura
yang dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari
kelainan dalam paru sendiri, misalnya infeksi baik oleh bakteri maupun
virus atau jamur, tumor paru, tumor mediastinum, metastasis; atau
disebabkan oleh kelainan sistemik, antara lain penyakit-penyakit yang
mengakibatkan hambatan getah bening, hipoproteinemia pada penyakit
ginjal, hati, dan kegagalan jantung. Tidak jarang disebabkan pula oleh
trauma kecelakaan atau tindakan pembedahan.1
2.2. Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura terdiri atas pleura viseral dan pleura parietal dengan rongga
yang berisi sedikit cairan sebagai fungsi pelumas dalam pergerakan
pernapasan. Dalam keadaan normal, pada foto thorax tidak dapat
diperlihatkan lapisan pleura.1
Gambar 1. Anatomi Pleura.2
9
Pleura visceral melapisi paru sedangkan pleura parietal yang
melapisi dinding toraks bagian dalam. Pada hakikatnya kedua lapis
membran ini saling bersambungan di dekat hilus, yang secara anatomis
disebut sebagai refleksi pleura. Pleura visceral dan parietal saling
bersinggungan setiap kali manuver pernapasan dilakukan, sehingga
dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis dari rongga pleura untuk
saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan yang
bersinggungan dengannya, pleura parietal terbagi menjadi empat bagian,
yakni bagian kostal, diafragama, mediastinal, dan servikal.3
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kontak antar
membran maupun yang mendukung pemisahan antar membran. Faktor
yang mendukung kontak antar membran adalah: (1) tekanan atmosfer di
luar dinding dada dan (2) tekanan atmosfer di dalam alveolus (yang
terhubung dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara itu faktor
yang mendukung terjadi pemisahan antar membran adalah: (1) elastisitas
dinding toraks serta (2) elastisitas paru. Pleura parietal memiliki
persarafan, sehingga iritasi terhadap membran ini dapat mengakibatkan
rasa nyeri alih yang timbul di regio dinding torako-abdominal (melalui n.
interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu (melalui n. frenikus).3
Cairan pleura diproduksi di pleura parietal dari pembuluh kapiler
paru dan diabsobsi oleh pleura visceralis serta oleh pembuluh limfatik di
pleura parietal. 4
Dalam rongga pleura normal, cairan masuk dan keluar secara
konstan, pada tingkat yang sama karena filtrasi berkelanjutan dari
sejumlah kecil cairan rendah protein dalam pembuluh darah normal. Pada
akhir abad ke-19, Starling dan Tubby berhipotesis bahwa pertukaran
cairan mikrovaskuler dan zat terlarut diatur oleh keseimbangan antara
tekanan hidrostatik, tekanan osmotik, dan permeabilitas membran, dan
mereka membuat persamaan Starling:
QF = LP × A [(P CAP - PPL) - ζ D (piCAP - pi PL)]
10
di mana QF adalah pergerakan cairan, LP adalah koefisien filtrasi, A
adalah luas permukaan pleura, ζ D adalah koefisien refleksi untuk gerakan
protein di pleura (PL), P adalah tekanan hidrostatik kapiler paru (CAP),
dan pi adalah tekanan onkotik ruang pleura.5
Persamaan ini membentuk dasar untuk memahami akumulasi
cairan dalam rongga pleura, di mana kekuatan hidrostatik yang menyaring
cairan keluar dari pembuluh darah diimbangi dengan kekuatan osmotik
yang menyerap kembali cairan ke pembuluh darah. Dalam pleura,
reabsorpsi difasilitasi oleh sistem limfatik yang luas pada diafragma dan
permukaan mediastinal pleura parietal.5
2.3 Penyebab Efusi Pleura
Efusi dalam cavum pleura ini dapat berupa cairan bebas yang
generalizated atau setempat (circumscribed) dan encapsulated
(terbungkus kapsul). 6
Cairan (pleural effusion) dapat berupa :
1) Cairan transudat (protein < 3gr/dL), terdiri atas cairan bening,
biasanya ditemukan pada kegagalan jantung, kegagalan ginjal
yang akut atau kronik, hipoproteinemia, pemberian infus yang
berlebihan, sirosis dengan asites, sindrom nefrotik, myxedema,
dialisis peritoneal, glomerulonefritis, obstruksi vena cava
superior, dan emboli paru.1,4,7
2) Cairan eksudat (protein > 3gr/dL), berisi cairan kekeruhan,
sering ditemukan pada infeksi tuberculosis, empiema,
pankreatitis, dan penyakit-penyakit kolagen (lupus eritematosus,
reumatoid artritis).1, 4
3) Cairan darah, dapat disebabkan trauma tertutup atau terbuka,
infark paru, dan karsinoma paru. Salah satu penyebabnya adalah
sarkoma sinovial yang merupakan keganasan jaringan lunak
yang langka. Sarkoma sinovial dari pleura memiliki tanda khas
berupa efusi pleura hemoragik.1,4,8
11
4) Cairan getah bening, disebabkan oleh sumbatan aliran getah
bening toraks (filariasis dan metastasis pada kelenjar getah
bening dari suatu keganasan). 1, 4
5) Efusi pleura cairan empedu dan cerebrospinalis (CSF).
Keduanya sangat jarang ditemukan. Efusi empedu terlihat
posthepatic dan setelah laserasi diafragma. Fistula traumatis ke
ruang subarachnoid tulang belakang memungkinkan CSF untuk
memasuki ruang pleura.9
Tabel 1. Penyebab Efusi Pleura.9
Vascular - Infark paru
- Gagal jantung
- Perikarditis konstriktif
Inflamasi - Tuberkulosis
- Efusi parapneumonik (virus, bakteri, jamur, mycoplasma)
- Penyakit kolagen (SLE, artritis reumatoid)
- Post infark Dressler’s syndrome
- Whipple disease
- Mediterranean fever
- Poliserositis familial yang berulang
Neoplasma - Karsinoma bronkial
- Limpoma
- Metastasis adenokarsinoma pleura
- Mesotelioma
Iatrogenik - Efusi intrapleura (karena pemasangan kateter yang rusak)
- Posttorakotomi
- Radioterapi
Trauma - Hemothorax
- Ruptur esofagus
12
- Chylothorax
Mediastinal - Obstruksi vena cava superior
- Ruptur aorta
- Fistula esofageal (karsinoma)
- Fistula duktus thoracic
- Ruptur dermoid cyst
Subphrenic abdominal
- Pancreatitis
- Abses subphrenic
- Sirosis dengan ascites
- Meig’s syndrome
Lainnya - Asbestosis
- Sindrom nefrotik
- Myxedema
- Uremia
- Perdarahan pleura spontan karena koagulopati
- Lymphedema kongenital
Sisi yang terkena pada efusi pleura dapat memberikan petunjuk mengenai
penyebab efusi. 4
Tabel 2. Penyebab efusi berdasarkan sisi yang terkena.4
Bilateral
Unilateral
Sisi kanan Sisi kiriSisi kiri
ataupun kanan
Gagal jantung
Meig’s syndrome Pankreatitis Tuberkulosis
Lupus eritematosus
Artritis reumatoid Dressler’s syndrome
Penyakit tromboemboli paru
Obstruksi duktus torasikus proksimal
Obstruksi duktus torasikus distal
Trauma
13
2.4. Patofisologi
Ruang potensial antara pleura parietal dan visceral adalah cavum
pleura dan setiap pengumpulan cairan dalam cavum pleura menyebabkan
efusi pleura. Di antara mekanisme yang menyebabkan akumulasi cairan
ini ialah peningkatkan tekanan kapiler paru, penurunan tekanan onkotik,
peningkatan permeabilitas membran pleura, dan obstruksi aliran
limfatik.10
Patofisiologi efusi pleura dapat disebabkan oleh :
1) Peningkatan produksi
a. Peningkatan tekanan hidrostatik, misalnya gagal jantung kiri
b. Penurunan tekanan onkotik, misalnya hipoproteinemia
c. Peningatan permeabilitas kapiler, misalnya pneumonia atau
reaksi hipersensivitas
2) Penurunan absorbsi
a) Penurunan absorbsi saluran limfatik baik oleh karena sumbatan
(tumor) atau karena peningkatan tekanan vena yang
menurunkan trasportasi cairan melalui duktus torasikus
b) Penurunan tekanan di rongga pleura, misalnya atelektasis
akibat sumbatan bronkus. 4
Efusi pleura juga dapat berasal dari perpindahan cairan
peritoneum dari rongga abdomen melalui diafragma atau melalui saluran
limfatik dari proses di subdiafragma.4
2.5. Gambaran Klinis Efusi Pleura
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik dapat sangat membantu
mendiagnosa efusi pleura. Gambaran klinis dari efusi pleura : bisa
asimptomatis, atau terkait dengan sesak napas, batuk kering, nyeri dada
14
pleuritik (inflamasi pleura), rasa berat di bagian dada dan kadang-kadang
nyeri menjalar ke area bahu atau abdomen. 5,11
Riwayat kerusakan jantung, ginjal, atau hati dapat mengarah ke
efusi transudat. Riwayat kanker dapat mengarah ke efusi pleura maligna.
Pembengkakan kaki yang baru terjadi atau trombosis vena dapat
menyebabkan efusi yang berhubungan dengan emboli paru. Riwayat
pneumonia sebelumnya atau saat ini menunjukkan efusi parapneumonik,
baik yang complicated (empiema) atau uncomplicated. Trauma
sebelumnya dapat mengakibatkan hemothorax atau chylothorax. Paparan
sebelumnya terhadap asbes adalah lazim pada pasien yang memiliki efusi
benign terkait paparan atau memiliki mesothelioma. Dilatasi esofagus
yang baru terjadi atau endoskopi dapat mengakibatkan ruptur esofagus.
Obat-obat tertentu, termasuk amiodaron, methotrexate, fenitoin, dan
nitrofurantoin, dapat menyebabkan efusi pleura.5
Tanda seperti hemoptisis dapat dikaitkan dengan neoplasma ganas,
emboli paru, atau tuberkulosis berat. Demam terjadi pada tuberkulosis,
empiema, dan pneumonia. Berat badan dapat dikaitkan dengan neoplasma
ganas dan tuberkulosis.5
Tanda pada pemeriksaan termasuk penurunan pengembangan dada,
penurunan vocal fremitus, perkusi redup, penurunan hingga hilangnya
suara napas, dan terkadang terdengar bunyi pernapasan bronkial di atas air
fluid level.11
Temuan fisik seperti ascites dapat mengindikasikan sirosis, kanker
ovarium, atau sindrom Meig. Pembengkakan kaki unilateral bisa sangat
mengindikasikan emboli paru, dan pembengkakan kaki bilateral terkait
dengan transudat seperti yang disebabkan oleh kegagalan jantung atau hati.
Perikardial friction rub terjadi pada perikarditis. Secara umum, dokter
mencurigai suatu efusi atas dasar anamnesis dan pemeriksaan klinis, untuk
membuktikan suatu efusi ada dengan cara radiografi thorax sebelum
pengambilan sampel cairan dipertimbangkan.5
15
2.6. Pemeriksaan Radiologi Efusi Pleura
1. Foto polos Thorax
Foto thorax masih merupakan modalitas yang paling penting dan
bermakna yang banyak digunakan untuk menunjukkan dan mengikuti
perkembangan dari penyakit pleura, meskipun USG, CT, dan MRI
memainkan peranan yang penting dalam beberapa situasi tertentu.12
A. Posisi tegak
Pada pemeriksaan foto thorax rutin tegak, cairan pleura
tampak berupa perselubungan homogen menutupi struktur paru
bawah yang biasanya relatif radiopak dengan permukaan atas
cekung, berjalan dari lateral atas ke daerah medial bawah. Karena
cairan mengisi ruang hemithorax sehingga jaringan paru akan
terdorong ke arah sentral/ hilus, dan kadang-kadang mendorong
mediastinum ke arah kontralateral. 1
1) Posisi lateral memperlihatkan perselubungan homogen
pada sudut kostofrenikus posterior dengan meniskus konkaf
superior. Sedikitnya 100 mL cairan telah terkumpul sebelum
efusi menjadi terlihat.9
2) Posisi PA (posteroanterior) menunjukkan obliterasi dari
sudut kostofrenikus dan kardiofrenikus jika efusi melebihi 175
mL. Meniskus cekung ke arah paru-paru dan menjadi lebih
tipis di bagian superior.9
16
Gambar 2. Foto toraks tegak menunjukkan efusi pleura bilateral.12
B. Posisi supine
Efusi hanya dapat terlihat pada radiografi supine ketika
cairannya telah melebihi 500 mL. Manifestasinya meliputi kontur
diafragma dikaburkan, perselubungan pada sudut costofrenikus
lateral, gambaran ground glass pada hemitoraks, serta pre apical
capping menunjukkan penyatuan cairan di zona atas.9
Gambar 3. Foto toraks supine menunjukkan efusi pleura bilateral.12
C. Posisi lateral dekubitus
Foto lateral dekubitus selain untuk mendeteksi efusi yang
minimal juga berguna untuk penentuan apakah efusi pleura dapat
mengalir secara bebas atau tidak. Hal ini penting diketahui sebelum
dilakukan aspirasi cairan pleura. Selain itu, berguna untuk melihat
bagian paru yang sebelumnya tertutup cairan sehingga kelainan
yang sebelumnya terselubung dapat terlihat. 4
17
Cairan terkumpul di antara dinding toraks lateral dan paru-
paru, menghasilkan kekeruhan seperti bentuk pita yang dapat
masuk ke fisura minor.9
Gambar 3. Foto lateral dekubitus memperlihatkan adanya penumpukan cairan di sisi lateral hemithorax (panah biru).13
Bentuk dari efusi adalah hasil dari gaya adhesi dan kohesif
antara pleura dan cairan, elastisitas yang mengurangi volume paru
sambil menjaga bentuk dan proporsi, serta gravity (gaya berat) yang
menjelaskan distribusi dari efusi. 9
Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thorax
tegak adalah 250-500 ml. Bila cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml),
dapat ditemukan pengisian cairan di sinus kostofrenikus posterior pada
foto thorax lateral tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml (50-100 ml),
dapat diperlihatkan dengan posisi dekubitus dan arah sinar horisontal di
mana cairan akan berkumpul di sisi samping bawah. 1
Kadang-kadang sejumlah cairan terkumpul setempat di daerah
pleura atau fisura interlobar (loculated/encapsuled) yang sering
disebabkan oleh empiema dengan perlekatan pleura. 1
Efusi pleura memiliki gambaran yang bervariasi antara lain : 4
a) Efusi subpulmonum
- Hampir semua efusi awalnya terkumpul di bawah paru antara
pleura parietal yang melapisi diafragma dengan pleura viseralis
lobus inferior.
- Gambaran diafragma bukan merupakan diafragma yang
sebenarnya, melainkan cairan pleura yang terkumpul di atas
diafragma.
18
- Menggeser titik tertinggi diafragma (bukan diafragma yang
sebenarnya) ke arah lateral.
- Pada efusi pleura subpulmonal kiri terdapat peningkatan jarak
antara udara lambung dengan udara di paru
- Pada foto lateral biasanya terdapat penumpulan sulkus
kostofrenikus posterior.4
Gambar 4. Efusi Subpulmonal kanan. Foto sebelah kiri tampak diafragma tertinggi tergeser ke lateral (panah kosong
hitam). Diafragma di sini bukan merupakan diafragma yang sebenarnya, melainkan koleksi cairan yang berada di atas diafragma. Terdapat penumpulan
sulkus kostofrenikus (panah putih). Pada foto sebelah kanan, terdapat penumpulan sulkus kostofrenikus posterior (panah hitam). Bayangan yang tampak seperti diafragma berubah konturnya (panah kosong hitam) ketika berbatasan dengan
fisura mayor.4
b) Penumpulan sulkus kostofrenikus
- Sulkus kostofrenikus posterior (foto lateral) menjadi tumpul
terlebih dahulu, kemudian diikuti sulkus kostofrenikus lateral
(foto toraks tegak)
- Penebalan pleura juga dapat menyebabkan penumpulan sulkus
kostofrenikus, namun penebalan pleura biasanya berbentuk
ski-lope (lereng untuk ski) dan tidak akan berubah jika terdapat
perubahan posisi pada pasien.4
19
Gambar 5. Gambar kiri memperlihatkan sulkus kostofrenikus normal yang tajam (panah kosong hitam) dan jaringan paru normal yang meluas sampai ke iga (panah hitam). Gambar kanan memperlihatkan sulkus kostofrenikus yang tumpul (panah
kosong putih).4
Gambar 6. Foto thorax PA memperlihatkan penumpulan sulkus kostofrenikus lateral dextra (panah merah).13
c) Tanda meniskus
Tanda ini sangat sugestif akan adanya efusi pleura,
terbentuk akibat sifat paru yang elastis, maka cairan pleura akan
lebih tinggi di bagian tepi.4
20
Gambar 7. Foto Thorax memperlihatkan tanda meniskus (meniscus sign) pada efusi pleura.4
Gambar 8. Foto Thorax memperlihatkan meniscus sign pada efusi pleura dextra.5
Gambar 9. Foto thorax memperlihatkan tanda meniskus pada bagian basal paru.13
d) Perselubungan pada hemitoraks
Terjadi ketika rongga pleura mengandung 2 liter cairan
pada orang dewasa menyebabkan paru akan kolaps secara pasif..
21
Efusi pleura yang besar ini akan mendorong jantung dan trakea
menjauhi sisi yang terkena efusi.4
Gambar 10. Foto Thorax memperlihatkan adanya perselubungan homogen pada hemitoraks sinistra.13
Gambar 11. Perselubungan hemitoraks akibat efusi pleura yang mendorong jantung dan trakea ke kiri. 4
e) Efusi yang terlokalisir
Terjadi akibat adhesi antara pleura visceral dengan pleura
parietal yang lebih umum terjadi pada hemotoraks dan empiema.
Efusi ini memiliki bentuk dan posisi yang tidak lazim (tetap di
bagian apeks paru pada foto tegak). 4
22
Gambar 12. Foto thorax yang menunjukkan efusi pleura yang terlokalisir. 4
Gambar 13. Foto thorax menunujukkan efusi pleura encapsulated pada foto (A) PA dan (B) lateral. Efusi pleura encapsulated di fisura mayor dan terhadap bagian
anterior dinding dada.9
f) Pseudotumor fisura (vanishing tumor)
- Merupakan koleksi cairan pleura yang berbatas tegas dan
terletak di fisura atau subpleura di bawah fisura, biasanya pada
fisura minor (75%)
- Bersifat transudat dan hampir selalu terjadi pada pasien dengan
gagal jantung
23
- Gambarannya khas dan tidak boleh dianggap sebagai tumor.
- Berbentuk lentikular dan memiliki ujung yang runcing pada
kedua sisinya (seperti buah lemon)
- Tidak berubah dengan perubahan posisi pasien
- Menghilang ketika gagal jantung diterapi dan cenderung
muncul di tempat yang sama ketika terjadi gagal jantung
kembali.4
Gambar 14. Foto thorax menunjukan Vanishing Tumor dengan bentuk seperti buah lemon (panah putih).13
g) Efusi laminar
Bentuk efusi pleura yang menyerupai pita tipis di sepanjang
dinding lateral toraks, terutama di dekat sulkus kostofrenikus yang
cenderung tetap tajam. Penyebabnya ialah gagal jantung atau
penyebaran limfatik dari suatu keganasan. Tidak bergerak bebas
sesuai posisi pasien.4
Gambar 15. (A) Foto thorax normal dimana jaringan paru meluas sampai ke tepi iga (panah putih). (B) Foto thorax memperlihatkan efusi laminar (panah
putih) dengan sulkus kostofrenikus yang masih tajam (panah hitam).4
24
h) Hidropneumotoraks
Terjadi jika terdapat pneumotoraks dan efusi pleura secara
bersamaan. Biasanya akibat trauma, pembedahan atau fistula
bronkopleura. Ditandai oleh air-fluid level di hemitoraks. Batasnya
tidak berbentuk meniskus, melainkan berupa garis lurus.4
Gambar 16. Foto thorax PA menunjukkan hidropneumotoraks dextra dengan air-fluid level.13
2. Ultrasonography (USG)
Pemeriksaan USG toraks lebih aman dibanding dengan
pemeriksaan computed tomography scaning (CT Scan) dan radiologi
lainnya karena tidak menggunakan radiasi. USG toraks dibandingkan
dengan magneticresonance imaging (MRI) lebih aman karena tidak
menggunakan medan magnet yang kuat.14
Pemeriksaan USG berguna untuk konfirmasi ukuran cairan
pleura dan juga untuk identifikasi lokulasi efusi pleura. 4
Gambaran normal USG toraks
Gambaran dinding dada normal terdiri dari lapisan jaringan
lunak, otot dan fascia adalah echogenic. Tulang rusuk digambarkan
seperti garis echogenic diatas lapisan jaringan lunak, otot dan fascia.
Pleura parietal digambarkan seperti dua garis echogenic dibawah tulang
rusuk.14
Gambar 17. Foto USG toraks normal.14
25
Gambaran USG Efusi Pleura
USG dapat mendeteksi sejumlah kecil efusi pleura, dengan
identifikasi positif dari jumlah minimal 3 ml sampai 5 ml, yang tidak dapat
diidentifikasi oleh x-ray, yang hanya mampu mendeteksi volume cairan di
atas 50 ml cairan. Bertentangan dengan metode radiologi, USG
memungkinkan membedakan efusi pleura dan penebalan pleura. Dan hal
ini efisien dalam penentuan thoracocentesis, bahkan dalam koleksi cairan
sedikit. 14
Gambaran USG efusi pleura ditandai dengan ruang echo-bebas
(free-echo) antara pleura visceral dan parietal.15
Gambar 18. USG Efusi Pleura.15
Indikasi Penggunaan USG Toraks 14
1) Membedakan efusi pleura atau penebalan pleura
2) Mendeteksi efusi pleura dan penuntun untuk punksi terutama efusi
yang minimal dan terlokalisir
3) Membedakan efusi pleura dan kelumpuhan diafragma
4) Menentukan pneumotoraks terutama dalam keadaan gawat darurat dan
peralatan radiologi tidak tersedia
5) Menilai invasi tumor ke pleura atau dinding dada dan memandu biopsi
jarum untuk tumor
6) Mengevaluasi pasien dengan pleuritis yang sangat nyeri
3. CT Scan
26
Pemeriksaan CT scan dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
efusi yang minimal, penyebab efusi dan adanya penebalan pleura.
Pemeriksaan CT scan juga diperlukan untuk melihat keadaan paru yang
terselubung.4
Efusi pleura sering ditemukan pada computed tomography (CT)
toraks pada pasien dengan berbagai keadaan emergensi, mulai dari
infeksi paru sampai kedaruratan cardiovaskular dan trauma toraks. Ahli
radiologi darurat secara teratur diminta untuk mengukur volume dari
akumulasi cairan pleura seperti pada CT. Ukuran efusi secara
signifikan dapat mempengaruhi penanganan pasien, terutama pada
pasien yang sakit kritis.16
Gambar 19. a) CT- scan paru normal. b) CT- scan Efusi pleura minimal. c) CT- scan Efusi pleura yang berat.17
Gambar 20. CT potongan coronal. Efusi massif mendorong mediastinum ke arah kiri. CT menunjukkan efusi pleura bersama-sama dengan atelektasis paru
kiri. Perhatikan juga penurunan hemidiafragma dextra (panah hitam). 12
27
Gambar 21. CT menunjukkan penebalan pleura visceral dan cairan yang meluas ke dalam fisura mayor. 9
Gambar 22. Seorang laki-laki dewasa dengan efusi pleura pada sisi kanan.Area yang ditandai sebagai pedoman yang digunakan secara manual
mengukur daerah sagitalis maksimal dan keliling koronal dari efusi pleura pada potongan sagital (a) dan koronal (b) serta aksial melingkar area efusi
pleura pada potongan aksial terakhir kranial kekubah diafragma (c). 16
2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan efusi pleura pada prinsipnya adalah paliatif.
Sampai saat ini beberapa penatalaksanaan yang sering dilakukan pada
kasus efusi pleura adalah torakosentesis terapeutik, drainase yang dengan
kateter indwelling jangka panjang, serta pembuatan shunt
pleuroperitoneal.18
Torakosentesis terapeutik
Penatalaksanaan awal untuk efusi pleura yang simtomatik adalah
torakosentesis terapeutik. Dengan pendekatan ini akan dapat dinilai respon
sesak nafas terhadap pengeluaran cairan. Walaupun keluhan dapat
membaik setelah torakosentesis, sekitar 98% - 100% pasien dengan efusi
28
pleura akan mengalami reakumulasi cairan dan sesak nafas yang berulang
dalam 30 hari. Apabila setelah dilakukan torakosentesis volume besar
sesak nafas tidak membaik, maka diperlukan evaluasi untuk mencari
penyebab lain seperti emboli mikrotumor, kanker limfangitik, atau efek
dari kemoterapi atau radioterapi. Torakosentesis berulang dengan anestesi
topikal dapat dilakukan pada pasien efusi pleura. Volume cairan yang
dikeluarkan berkisar antara 1 sampai 1,5 liter. Pengeluaran cairan yang
lebih banyak akan berakibat terjadinya oedem paru re-ekspansi, apalagi
bila sebelumnya sudah terdapat obstruksi endobronchial. Bronkhoskopi
intervensional untuk membuka jalan nafas yang mengalami obstruksi
sebelum dilakukan torakosentesis dikatakan dapat mengurangi resiko
terjadinya oedem paru tadi. Torakosentesis terapeutik berulang adalah
pilihan terapi untuk pasien dengan penampilan status yang buruk atau
dengan penyakit tahap lanjut, dan dengan harapan hidup yang sangat
pendek.18
Drainase dengan indwelling catheter
Pemasangan indwelling catheter jangka panjang dapat memberikan
drainase intermiten sampai 1000 ml cairan pleura pada 2 sampai 3 kali
periode seminggu. Berkurangnya keluhan sesak nafas segera dirasakan
pada 94% sampai 100% pasien.18
Kateter pleura Pleurx® ini terdiri dari kateter silikon 15,5F
sepanjang 66 cm, dengan lubang-lubang sepanjang 25,5 cm bagian
proksimalnya. Pada bagian distalnya terdapat polyester cuff dan di bagian
ujungnya dengan mekasisme katup latex rubber. Katup ini didesain untuk
mencegah lewatnya cairan atau udara, kecuali bila tersambung dengan
access tip dari komponen drainase yang terdapat pada paket kateter ini.
Setelah dilakukan anestesi, bronkoskopi dilakukan untuk mengeksklusi
obstruksi endobronchial. Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS)
dilakukan untuk menilai rongga pleura.18
Setelah drainase dan diseksi dikerjakan, penilaian ekspansi paru
dilakukan sebagai syarat untuk memasang kateter ini. Ujung yang
29
berlubang-lubang tadi dimasukkan ke rongga pleura dengan VATS,
kemudian dibuat terowongan subkutan untuk mengeluarkan kateter hingga
ujung polyester terletak 1 cm dari insisi anterior. Ikatan dengan Prolene
2/0 dilakukan pada terowongan, sedangkan insisi kulit ditutup dengan
nylon 4/0. Bagian kateter dengan katup tersisa di luar kulit dan dilindungi
dengan cap. Drainase inisial dilakukan dengan suction -10kPa untuk
mencegah terperangkapnya udara pada rongga pleura. Drainase dapat
dilakukan di rumah, dengan frekuensi 3 kali seminggu untuk 3 minggu
pertama, selanjutnya tergantung keluhan klinis dan produksi cairan
pleura.18
Pleuroperitoneal shunting
Pleuroperitoneal shunting adalah sebuah teknik alternatif untuk
menangani efusi pleura yang refrakter dengan pleurodesis kimiawi
maupun pada pasien dengan trapped lung syndrome. Beberapa kasus serial
mengenai shunting pleuroperitoneal mendapatkan perbaikan gejala sekitar
95% dari seluruh kasus shunting. Pemasangan alat dilakukan dengan
bantuan thorakoskopi atau minithorakotomi. Perlengkapan untuk teknik ini
yaitu dua buah katup unidireksional dengan kateter pleural dan peritoneal
yang berlubang-lubang pada kedua ujungnya. Kerja alat ini diaktivasi oleh
tekanan yang diberikan oleh pasien untuk mengatasi tekanan positif dari
rongga peritoneum. Suatu kasus serial dari 160 pasien efusi pleura yang
dipasang pleuroperitoneal shunting, didapatkan komplikasi pada 15%
pasien. Komplikasi yang terjadi antara lain erosi kulit, infeksi, dan oklusi
dari shunt sehingga memerlukan perbaikan atau penggantian.18
2.8. Differential Diagnosis
Tabel 3. Differential diagnose dari pleural effusion 6
30
DD/ Efusi Pleura
Tumor paru
Pneumonia AtelektasisSchwarte /
Penebalan pleuraSinus kostofrenikus
Tidak terisi
Biasanya terisi paling terakhir
Dapat terisi, tergantung dari segmen yang mengalami atelektasis
Bisa tertutup
Permukaan / batas
Tidak konkaf, tetapi sesuai bentuk tumornya
Batas atasnya rata/tegas, sesuai dengan batas dari lobus paru-paru
Batas jelas, rata. Bentuk segitiga poligonal
Batasnya tidak jelas
Pendorongan (+) bila tumornya besar
(-) (-), retraksi ke arah yang sakit
Retraksi tidak jelas
Lain-lain Air bronchogram (+)
Air bronchogram (-)
Tabel 4. Alat bantu Differential diagnose dari efusi pleura.7
1. Atelektasis
Atelektasis (Atelectasis) adalah pengkerutan sebagian atau seluruh
31
paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun
bronkiolus) atau akibat pernapasan yang sangat dangkal.. Berdasarkan
lokasi, atelektasis terbagi menjadi beberapa macam. Atelektasis lobaris
bawah: bila terjadi di lobaris bawah paru kiri, maka akan tersembunyi
dibelakang bayangan jantung dan pada foto thorax PA hanya
memperlihatkan diafragma letak tinggi. Sering disebabkan oleh
peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang
membesar. Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan
densitas tinggi dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan
trakea ke arah atelektasis. Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit
dikenal pada foto thorax PA, maka perlu pemotretan dengan posisi lain
seperti lateral, miring (obligue), yang memperlihatkan bagian ruang
terselubung dengan penarikan fissure interlobularis. Atelektasis lobularis
(plate like/atelectasis local). Bila penyumbatan terjadi pada bronkus kecil
untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan horizontal
tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan
dengan proses fibrosis. Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps
pada bagian ini meliputi bagian anterior, superior dan medial. Pada foto
thorak PA tergambarkan dengan fisura minor bagian superior dan medial
yang mengalami pergeseran. Pada foto lateral, fisura mayor bergerak ke
depan, sedangkan fisura minor dapat juga mengalami pergeseran ke arah
superior.19
Gambar 23. Foto thorax menunjukkan Atelektasis. 19
32
Gambar 24. Perselubungan yang terlihat di CXR menghilangkan interface antara jantung kiri dan paru kiri-yang berarti bahwa lesi terletak di lobus superior. Lesi ini menunjukkan struktur internal homogen, menandakan bahwa tidak ada udara
di dalamnya, dan juga memperlihatkan adanya penurunan volume paru di sisi yang terkena (hemidiafragma kiri mengalami elevasi). 20
Gambar 25. Foto lateral mengonfirmasikan garis padat di retrosternal (anak panah). Gambaran ini sesuai untuk kolaps lobus superior sinistra (atelektasis
lobaris lengkap). 20
2. Lobar pneumonia
Lobar pneumonia adalah pola radiologi terkait dengan homogen,
konsolidasi fibrinosupparative dari satu atau lebih lobus paru-paru
sebagai respon terhadap pneumonia bakteri.21
Gambaran radiografi (Foto thorax)
Secara karakteristik, terdapat perselubungan homogen dalam pola
lobar. Perselubungan dapat didefinisikan tajam pada celah, meskipun
lebih sering terjadi konsolidasi segmental. Bronkus non-opacifier dalam
33
konsolidasi lobus akan mengakibatkan munculnya air bronkhogram
sign.21
Gambar 26. Foto Thorax menunjukkan pneumonia. 21
Gambar 27. Pneumonia di segmen lateral dari lobus medius dextra, perselubungan homogen dengan batas tajam anterosuperior pada fisura mayor. 9
Gambar 28. Pneumonia lobus bawah kiri. Konsolidasi yang tidak lengkap terlihat menghapuskan aspek posterior dari hemidiafragma pada foto lateral. 9
34
3. Penebalan Pleura
Penebalan pleura biasanya diakibatkan oleh penyakit pleura
menahun, misalnya pleuritis dan pneumotoraks yang berulang. Di
pleura terjadi penimbunan jaringan ikat, bahkan kadang-kadang
memgalai kalsifikasi (schwarte).1
Penebalan pleura biasanya dimulai sebagai fibrosis pleura
visceral dengan penebalan sekunder pleura parietal. Kedua pleura
visceral dan parietal menjadi tak terpisahkan, yang mengarah ke
penutupan dari sulkus kostofrenikus.22
Gambaran radiologik berupa garis-garis densitas tinggi yang
tidak teratur atau kalsifikasi, selain itu sinus kostofrenikus menjadi
tumpul, biasanya terjadi di lapangan paru bawah, tetapi dapat juga
terjadi di puncak paru.1
Gambar 29. Foto thorax menunjukkan penebalan pleura difus-terkait asbestosis. Perhatikan pengurangan keseluruhan volume paru dextra.22
Gambar 30. Foto thorax menunjukkan penebalan pleura.23
35
4. Tumor Paru
Tumor paru terbagi menjadi dua yaitu tumor jinak paru dan
tumor ganas paru. Tumor jinak paru jarang dijumpai, hanya sekitar
2% dari seluruh tumor paru, biasanya ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan rutin, karena tumor jinak jarang memberikan
keluhan dan tumbuh lambat sekali. Tumor jinak paru yang sering
dijumpai adalah hamartoma.1
Hamartoma merupak tumor jinak paru yang pertambahan
besarnya berlangsung dengan sangat lambat. Tumor ini jarang
terdapat pada anak-anak, biasanya di atas umur 40 tahun.1
Sebagian besar (90%) ditemukan di perifer paru dan
sebagian lagi di sentral (endobronkial) dan sering terdapat di
beberapa bagian paru (multiple).1
Bentuk tumor bulat atau bergelombang (globulated) dengan
batas yang tegas. Biasanya ukuran kurang dari 4 cm dan sering
mengandung kalsifikasi berbentuk bercak-bercak garis atau
gambaran pop corn. Kalsifikasi ini akan bertambah dengan
bertambah besarnya tumor. 1
Gambar 31. Foto thorax AP dan lateral menunjukkan hemartoma paru yang berbentuk bulat, benar-benar licin pada seorang pria berusia 57 tahun yang asimptomatik. Terdapat kalsifikasi kasar
khas popcorn di dalam lesi yang sangat besar.12
36
2.9 Komplikasi
Kolaps Atrium Kanan
Atrium kanan dan ventrikel kanan yang kolaps sering dikaitkan
dengan hemodinamik efusi perikardial yang signifikan. Sangat sedikit
studi kasus pada manusia dan model hewan yang menjelaskan kolapsnya
ruang jantung yang disebabkan oleh efusi pleura.24
Mekanisme kolaps ruang jantung yang berhubungan dengan efusi
pleura, menghasilkan tekanan intratoraks positif yang pada gilirannya
menyebabkan kolapsnya ruang jantung. Penelitian pada hewan oleh Vaska
dan rekan menunjukkan bahwa tekanan intrapleural dan intrapericardial
naik bersamaan selama infus cairan intrapleural. Hal ini menunjukkan
bahwa efusi pleura berkontribusi dalam keseluruhan tekanan extracardiac.
Atrium kanan adalah ruang bertekanan rendah dengan dinding yang tipis,
yang menjelaskan kerentanan untuk kolaps di bawah tekanan eksternal.24
37
BAB III
DISKUSI
3.1 Resume Klinis
Wanita 21 tahun masuk ke rumah sakit dengan keluhan utama
sesak yang dirasakan 1 bulan yang lalu, dan memberat 1 minggu terakhir,
pasien tidak dapat berbaring rata. Keluhan batuk 2 minggu terakhir,
dahak sulit dikeluarkan. Riwayat demam terutama sore – malam hari
dialami sejak 2 minggu terakhir, Riwayat penurunan berat badan drastis +
7 kg dalam 2 minggu. Nyeri perut ada dirasakan 2 minggu trakhir, diikuti
perut mengeras dan dirasa membesar. Riwayat dirawat dengan typhoid 1
bulan yang lalu. Riwayat penggunaan obat anti tuberculosis tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik mata didapatkan anemis (+/+), thorax
didapatkan nyeri tekan, vocal fremitus menurun pada kedua basal paru,
perkusi : Pekak CV T4 sinistra dan CV T6 dextra. Yang lainnya dalam
batas normal. Pada pemeriksan radiologi foto thorax posisi PA dan USG
ditemukan efusi pleura bilateral. Di UGD pasien telah dilakukan punksi
cairan pleura kiri sebanyak + 780 cc warna kekuningan.
3.2 Pembahasan
Dari anamnesis dengan keluhan utama sesak yang dirasakan ± 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit, yang memberat 1 minggu terakhir. Pasien
tidak dapat berbaring rata karena jika berbaring pasien akan merasa
bertambah sesak akibat cairan didalam paru – paru akan mengisi seluruh
lapangan paru. Batuk sejak 2 minggu terakhir, dahak sulit dikeluarkan dan
lendir berwarna putih. Pasien juga mengeluh demam terutama sore –
malam hari dialami sejak 2 minggu terakhir yang disebabkan karena
adanya proses peradangan di cavum pleura. Dalam 2 minggu terakhir berat
badan pasien turun + 7 kg dimana salah satu penyebabnya karena nafsu
makan pasien berkurang. Nyeri perut ada dirasakan 2 minggu terakhir,
diikuti perut mengeras dan dirasa membesar.
38
Untuk mendiagnosis efusi pleura dilakukan pemeriksaan radiologi
berupa foto thorax posisi PA dan USG dan pada pasien ini telah dilakukan
pemeriksaan tersebut.
- Hasil pada foto thorax posisi PA didapatkan perselubungan homogen pada
kedua hemithorax setinggi ICS IV kanan depan (A) dan ICS III kiri depan
(B) yang menutupi kedua sinus, diaphragma, dan batas jantung. Selain itu
juga didapatkan tanda meniskus (C) pada kedua hemithorax dextra dan
sinistra. Tanda-tanda tersebut sesuai dengan gambaran kesan efusi pleura
bilateral.
- Hasil pada USG Abdomen, didapatkan gambaran ruang echo-bebas (free-
echo) atau anechoic pada hemithorax dextra dan sinistra yang memberikan
kesan efusi pleura bilateral.
Dari hasil yang didapatkan, penyebab efusi pleura bilateral adalah
pleuritis tuberculosa. Pasien ini dirancanakan dilakukan tindakan
thoracosintesis untuk mengeluarkan efusi pleura tersebut.
A B
C
A B
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusumawidjaja K. Pleura dan Mediatinum. In: Ekayuda I, editor. Radiologi Diagnostik. 2 ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. p. 117-119.
2. Williams M. Adult Chest Surgery. In: Sugarbaker D, et all The McGraw-Hill Companies; 2009.
3. R O’Rahilly FM, S Carpenter, R Swenson. Basic human anatomy: A regional study of human strucutre. Available at: URL: http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/index.html. Accessed 7 February, 2015.
4. Soetikno RD. Efusi Pleura. In: Mashuri, Hermawan R, Nilasari V, editors. Radiologi Emergensi. Bandung: PT. Rafika Aditama; 2013. p. 62 - 72.
5. McGrath EE, Anderson PB. Diagnosis of pleural effusion: a systematic approach. Am J Crit Care 2011;20(2):119-27; quiz 128.
6. Adnan M. Pleural Effusion. In: Diktat Radiologi. Makassar: Bursa Buku Kedokteran Aesculapius; 2013. p. 23 - 31.
7. Blanchette MA, Grenier JM. Subtle radiographic presentation of a pleural effusion secondary to a cancer of unknown primary: a case study. J Can Chiropr Assoc 2014;58(3):273-9.
8. Sandeepa HS, Kate AH, Chaudhari P, Chavan V, Patole K, Lokeshwar N, et al. Primary pleural synovial sarcoma: A rare cause of hemorrhagic pleural effusion in a young adult. J Cancer Res Ther 2013;9(3):517-9.
9. Lange S, Walsh G. Diseases of the Pleura, Diapragm, and Chest Wall. In: Radiology of Chest Diseases. third ed. New York: Thieme; 2007. p. 214-220.
10. Oylumlu M, Davutoglu V, Sucu M, Ercan S, Ozer O, Yuce M. Prognostic role of echocardiographic and hematologic parameters in heart failure patients complicated with incidental pleural effusion diagnosed during echocardiographic evaluation. Int J Cardiovasc Imaging 2014;30(5):907-10.
11. Chapman S, Robinson G, Stradling J, West S. Pleural Effusion. In: Oxford Handbook of Respiratory Medicine. Second ed. New York: Oxford University Express 2011. p. 347-361.
12. The Chest Wall, Pleura, Diaphragm And Intervention In: Adam A, Dixon AK, Grainger RG, Allison DJ, editors. Grainger & Allison’s Diagnostic Radiology A Textbook of Medical Imaging. fifth ed. UK: Elsevier 2011 p. 224-227.
13. Natsir FM. Efusi Pleura. Available at: URL: https://fathirphoto.wordpress.com/2012/05/. Accessed 8 February, 2015.
14. Lyanda A, Antariksa B, Syahruddin E. Ultrasonografi Toraks. Jurnal Respir Indo 2011;31(1).
15. Knipe H, Jones J. Pleural effusion. Available at: URL: http://radiopaedia.org/articles/pleural-effusion. Accessed 8 February, 2015.
16. Veljkovic B, Franckenberg S, Hatch GM, Bucher M, Schwendener N, Ampanozi G, et al. Quantification of pleural effusion from single area measurements on CT. Emerg Radiol 2013;20(4):285-9.
17. In: Images. CAEoPEUCC, editor. Proc IEEE Int Symp Biomed Imaging: 241-244.; 2009.
40
18. Rai IBN. Efusi Pleura Maligna: Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini. Jurnal Penyakit Dalam 2009;10(3).
19. Atelektasis. Available at: URL: http://www.internallibrary.com/2014/11/atelektasis.html. Accessed 7 February, 2015.
20. Eastman GW, Wald C, Grossin J. Atelektasis. In: Puspawedi N, L. BC, Soeharso R, editors. Belajar dari Awal Radiologi Klinis dari Gambar ke Diagnosis. bahasa Indonesia ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. p. 47-52.
21. Weerakkody Y, Paks M. Lobar Pneumonia. Available at: URL: http://radiopaedia.org/articles/lobar-pneumonia. Accessed 8 February, 2015.
22. Srikantha S, Hibbert M. Occupational lung diseases. In. Australia: Australiandoctor; 2013. p. 7-8.
23. Geertsma TSA, Vallei ZG, Ede. Benign and malignant pleural thickening. In. Netherlands; 2013.
24. Khouzam RN, Yusuf J. Pleural effusion leading to right atrial collapse. J Clin Ultrasound 2014;42(3):189-91.
41