EVALUASI KURIKULUM MODEL COUNTENANCE STAKE
A. Latarbelakang Model Countenance Stake
Menurut Stake sangat jarang ditemukan laporan penelitian yang relevan atau
untuk data perilaku berkaitan dengan keputusan akhir kurikuler dan juga jarang
ditemukan kegiatan evaluasi formal yang menguraikan kondisi awal dan
transaksi dalam kelas. Oleh karena itu, Stake mengembangkan model evaluasi,
bukan tentang apa yang harus diukur dan bagaimana cara mengukurnya
melainkan sebagai latarbelakang mengembangkan rencana evaluasi. Jadi,
model Countenance Stake berorientasi sekitar program pendidikan bukan pada
produk pendidikan, karena nilai produk tergantung pada penggunaan program.
Dalam tulisannya Stake memperkenalkan konsep evaluasi yang berorientasi
pada sifat dinamis dan kompleks pendidikan, salah satu yang memberikan
perhatian yang tepat untuk tujuan beragam dan penilaian dari praktisi. Menurut
Stake, tujuan dan prosedur evaluasi pendidikan akan bervariasi misalnya Apa
yang cukup tepat untuk satu sekolah mungkin kurang tepat bagi orang lain.
B. Konsep Model Countenance Stake
Model Countenance adalah model pertama evaluasi kurilulum yang
dikembangkan Stake. Pengertian Countenance adalah keseluruhan, sedangkan
pengertian lain adalah sesuatu yang disenangi (favourable). Menurut Provus
(1972), Tujuan dari model Countenance Stake adalah melengkapi kerangka
untuk pengembangan suatu rencana penilaian kurikulum. Perhatian utama Stake
adalah hubungan antara tujuan penilaian dengan keputusan berikutnya
berdasarkan sifat data yang dikumpulkan. Hal tersebut, karena Stake melihat
adanya ketidak-sesuaian antara harapan penilai dan guru. Penilaian yang
dilakukan oleh guru tidak akan sama hasilnya dengan penilaian yang dilakukan
oleh ahli penilaian. Jadi, menurut Porvus model Countenance Stake
dimaksudkan guna memastikan bahwa semua data yang dikumpulkan dan
diolah untuk melengkapi informasi yang dapat digunakan oleh pemakai data. Hal
ini berarti bahwa penilai harus mengumpulkan data deskriptif yang lengkap
tentang hasil belajar siswa dan data pelaksanaan pengajaran, dan hubungan
antara kedua faktor tersebut. Di samping itu juga, jugment data harus
dikumpulkan. Sedangkan menurut Howard, H (2008) evaluasi Stake’s
orientasinya adalah tujuan dan pendekatan mekanik dalam program pendidikan.
Oleh karena itu, Kemble & Charles (2010) mengatakan bahwa model
countenance stake sangat berpengaruh pada program pendidikan.
Stake mendasarkan modelnya pada evaluasi formal, suatu kegiatan evaluasi
yang sangat tergantung pada pemakaian “checklist, structured visitation by
peers, controlled comparisons, and standardized testing of students” (Hasan,
2008, 207). Dalam hal checklist Shepard (1997) menyebutkan bahwa terdapat
lima ketegori yaitu:
- Obyektivitas atau tujuan evaluasi.
- Spesifikasi program meliputi filsafat pendidikan yang dianut pada mata
pelajaran, tujuan pembelajaran, dan lain sebagainya.
- Outcome program, seperti pengalaman belajar, pencapaian hasil siswa.
- Hubungan dan indikator mencakup kongruensi kenyataan dan harapan,
kontingensi meliputi sebab akibat.
- Judgment nilai.
Oleh karena itu, Hasan (2008; 201) mengatakan bahwa model Countenance
stake bersifat arbitraty dan tidak perlu dianggap sebagai suatu yang mutlak.
Stake’s mempunyai keyakinan bahwa suatu evaluasi haruslah memberikan
deskripsi dan pertimbangan sepenuhnya mengenai evaluan. Dalam model ini
stake sangat menekankan peran evaluator dalam mengembangkan tujuan
kurikulum menjadi tujuan khusus yang terukur, sebagaimana berlaku dalam
tradisi pengukuran behavioristik dan kuantitatif. Model Countenance Stake terdiri
atas dua matriks. Matriks pertama dinamakan matriks Deskripsi dan yang kedua
dinamakan Matriks Pertimbangan. Matriks pertimbangan baru dapat dikerjakan
oleh evaluator setelah matriks Deskripsi diselesaikan. Matriks Desktripsi terdiri
atas kategori rencana (intent) dan observasi. Matriks Pertimbangan terdiri atas
kategori standard dan pertimbangan. Pada setiap kategori terdapat tiga fokus
yaitu:
a. Antecedents yaitu sebuah kondisi yang ada sebelum instruksi yang mungkin
berhubungan dengan hasil, contohnya: latar belakang guru, Kurikulum yang
sesuai, Ketersediaan sumber daya.
b. Transaction yaitu pertemuan dinamis yang merupakan proses instruksi
(kegiatan, proses, dll), contohnya: interaksi guru dan siswa, Komponen
partisipasi
c. Outcomes yaitu efek dari pengalaman pembelajaran (pengamatan dan hasil
tenaga kerja), contohnya performance guru, Peningkatan kinerja.
1. Matriks Deskripsi
Kategori pertama adalah sesuatu yang direncanakan pengembang kurikulum
atau program. Dalam konteks KTSP, kurikulum tersebut adalah kurikulum yang
dikembangkan atau digunakan oleh satu satuan pendidikan. Sedangkan program
adalah silabus dan Rencana Program Pengajaran (RPP) yang dikembangkan
guru. Guru sebagai pengembang program merencanakan keadaan/persyaratan
yang diinginkannya untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Misalnya yang
berhubungan dengan minat, kemampuan, pengalaman,dan lain sebagainya dari
peserta didik.
Kategori kedua dinamakan observasi, berhubungan dengan apa yang
sesungguhnya sebagai implementasi yang diinginkan pada kategori yang
pertama. Kategori ini juga sebagaimana yang pertama terdiri atas antecendents,
transaksi , dan hasil. Evaluator harus melakukan observasi (pengumpulan data)
mengenai antecendents, transaksi , dan hasil yang ada di suatu satuan
pendidikan.
2. Matriks Pertimbangan
Terdiri atas kategori standard dan pertimbangan, dan fokus antecendents,
transaksi, dan outcomes (hasil yang diperoleh). Standar adalah kriteria yang
harus dipenuhi oleh suatu kurikulum atau program yang dijadikan evaluan.
Standar dapat dikembangkan dari karakteristik yang dimiliki kurikulum, tetapi
dapat juga dari yang lain (pre-ordinate, mutually adaptive, proses).Kategori
kedua adalah kategori pertimbangan. Kategori ini menghendaki evaluator
melakukan pertimbangan dari apa yang telah dilakukan dari kategori yang
pertama dan kedua matriks Deskripsi sampai kategori pertama matriks
Pertimbangan. Suatu evaluasi harus sampai kepada pemberian pertimbangan.
Keseluruhan matriks yang mendukung model Stake ini terdiri dari 12 kotak.
C. Prosedur Pelaksanaan Evaluasi
Cara kerja model evaluasi Stake, evaluator mengumpulkan data mengenai apa
yang diinginkan pengembang program baik yang berhubungan dengan kondisi
awal, transaksi, dan hasil. Data dapat dikumpulkan melalui studi dokumen dapat
pula melalui wawancara.
Analisis logis diperlukan dalam memberikan pertimbangan mengenai keterkaitan
antara prasyarat awal, transaksi, dan hasil dari kotak-kotak tujuan. Evaluator
harus dapat menentukan apakah prasyarat awal yang telah dikemukakan
pengembang program akan tercapai dengan rencana transaksi yang
dikemukakan. Atau sebetulnya ada model transaksi lain yang lebih efektif.
Demikian pula mengenai hubungan antara transaksi dengan hasil yang
diharapkan. Analisis kedua adalah analisis empirik. Dasar bekerjanya sama
dengan analisis logis tapi data yang digunakan adalah data empirik.
Pekerjaan evaluator berikutnya adalah mengadakan analisis congruence
(kesesuaian) antara apa yang dikemukakan dalam tujuan (inten) dengan apa
yang terjadi dalam kegiatan (observasi). Perlu diperhatikan apakah yang telah
direncanakan dalam tujuan sesuai dengan pelaksanaanya di lapangan atau
terjadi penyimpangan-penyimpangan.
Apabila analisis contingency dan congruence tersebut telah selesai, maka
evaluator menyerahkannya kepada tim yang terdiri dari para ahli dan orang yang
terllibat dalam program. Tim ini yang akan meneliti kesahihan hasil analilsis
evaluator dan memberikan persepsinya mengenai faktor penting baik dalam
contingency maupun congruence. Tugas evaluator berikutnya adalah
memberikan pertimbangan mengenai program yang sedang dikaji. Untuk itu,
evaluator memerlukan standar.
Menurut Woods (1988) dalam melakukan evaluasi sebelum melakukan
pengumpulan data, maka para evaluator harus bertemu terlebih dahulu untuk
membuat kerangka acuan yang berhubungan dengan antecedents, transaksi
dan hasil. Hal tersebut dilakukan tidak hanya untuk memperjelas tujuan evaluasi
tetapi juga untuk melihat apakah model Countenance Stake’s konsisten terhadap
transactions yang dimaksud dengan antecendent dan outcome.
D. Kelebihan Dan Kelemahan
Menurut Howard, E (2008), kelebihan dan kelemahan evaluasi model
Countenance Stake’s adalah:
Kelebihannya adalah:
1. Dalam penilaiannya melihat kebutuhan program yang dilayani oleh evaluator.
2. Upaya untuk mendeskripsikan kompleksitas program sebagai realita yang
mungkin terjadi.
3. Memiliki potensi besar untuk memperoleh wawaasan baru dan teori-teori
tentang lapangan dan program yang akan di evaluasi.
Kelemahannya adalah:
1. Pendekatan yang dilakukan terlalu subjektif.
2. Terjadinya kemungkinan dalam meminimalkan pentingnya instrument
pengumpulan data dan evaluasi kuantitatif.
3. Kemungkinan biaya yang terlalu besar dan padat karya.
Selain hal tersebut menurut Kemble (2010), mengatakan bahwa kelebihan
evaluasi model Countenance Stake antaralain adalah:
1. Dalam evaluasi memasukkan data tentang latar belakang program, proses
dan hasil yang merupakan perluasan ruang lingkup evaluasi pada tahun 1970-
an.
2. Evaluator memegang kendali dalam evaluasi dan juga memutuskan cara yang
paling tepat untuk hadir dan menggambarkan hasil
3. Fokus pada kekhawatiran stakeholder dan isu-isu meningkatkan komunikasi
antara evaluator dan stakeholder.
Sedangkan Menurut Robinson (2006) kelebihan model Countenance Stake yaitu
bahwa model tersebut memiliki kehatian-hatian dalam memberikan judgment
mengenai nilai aspek yang bervariasi. Model ini juga dapat memfasilitasi sebuah
pemahaman yang mendalam mengenai semua aspek program pembelajaran,
yang tidak hanya memnugkinkan evaluator untuk menentukan out come
pembelajaran, tetapi juga menunjukkan alasan dan konsekuensi dampaknya.
Model ini memberikan dasar yang kuat untuk memberikan rekomendasi dan
judgment yang menarik atas nilai sebuah pembelajaran. Depwell, F & Glynis.
(2008) kekuatan model Contenance Stake adalah di akomodasi dan penataan
berbagai tingkat data. Dalam evaluasi yang dilakukan data yang dikumpulkan
adalah campuran data kualitatif dan kuantitatif, formal dan informal, primer dan
sekunder. Dalam model countenance stake semua data diolah sesuai dengan
kategori melayani dalam matriks. Woods (1988) mengatakan bahwa kekuatan
model countenance stake adalah cara dan tindakannya pasti dan dapat diamati
secara bersamaan antara standard dan judgement.
E. Contoh evaluasi model Countenance Stake
Salah satu Contoh evaluasi model Countenance Stake adalah yang dilakukan
oleh Muliayati, yaitu:
a. Judul: Evaluasi Program Pendidikan Sistem Ganda: Suatu Penelitian Evaluatif
Berdasarkan Stake’s Countenance Model Mengenai Program Pendidikan Sistem
Ganda Pada Sebuah SMK di Kota Makassar.
b. Latar Belakang Masalah:
Memasuki kerjasama ekonomi Negara-negara Asia Tenggara melalui Kawasan
Perdagangan Bebas Asean (Asean Free Trade Area/AFTA) sejak tahun 2003
dan pasar bebas dunia tahun 2020 akan menimbulkan persaingan ketat baik
barang jadi/komoditas maupun jasa. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan
daya saing baik mutu hasil produksi maupun jasa. Peningkatan daya saing ini
dimulai dari penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas yang
merupakan faktor keunggulan menghadapi persaingan yang dimaksud. Jika kita
tidak bisa mengantisipasi persiapan SDM yang berkualitas antara lain,
berpendidikan, memiliki keahlian dan keterampilan terutama bagi tenaga kerja
dalam jumlah yang memadai, maka Indonesia akan menjadi korban
perdagangan bebas. Oleh karena itu, negara kita perlu menyiapkan SDM pada
tingkat menengah yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan
industri atau dunia usaha.
Kepala Badan Pusat Statistik Jakarta menyatakan, bahwa Jumlah angkatan
kerja yang menganggur hingga Februari 2005 mencapai10,9 juta orang.
Tambahan pengangguran terjadi karena peningkatan angkatan kerja lebih besar
daripada ketersediaan lapangan kerja. Jumlah angkatan kerja bertambah 1,8 juta
orang yakni dari 104 juta orang pada Agustus 2004 sampai dengan Februari
2005 meningkat menjadi 105,8 juta orang (Maksum, 2005:1). Di Sulawesi
Selatan pada akhir tahun 2002 dari sekitar 3,14 juta penduduk tercatat sekitar
0,12% juta orang (3,75%) adalah angkatan kerja sedang pencari pekerjaan
sekitar 117.296 orang meningkat sebesar 35,71%. Hal ini menunjukkan bahwa
lowongan pekerjaan belum dapat menampung seluruh pencari kerja (Marsudi,
dkk, 2008:1). Hal senada disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia
(Yudhoyono, 2006:1), bahwa pemerintah juga menargetkan penciptaan lapangan
kerja untuk mengurangi jumlah tingkat pengangguran yang saat ini berkisar
10,24 persen dari total angkatan kerja. Oleh karena itu perlu ada reformasi
dalam sistem pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia
yang siap kerja. Jika tidak, maka pendidikan hanya menghasilkan pengangguran
baru yang tidak terserap di lapangan kerja.
Berkaitan dengan keterserapan SMK di dunia kerja, menurut (Samsudi, 2008:1)
dalam pidato Dies Natalis ke-43 Unnes mengatakan, idealnya secara nasional
lulusan SMK yang bisa langsung memasuki dunia kerja sekitar 80-85%, sedang
selama ini yang terserap baru 61%. Pada tahun 2006 lulusan SMK di Indonesia
mencapai 628.285 orang, sedangkan proyeksi penyerapan atau kebutuhan
tenaga kerja lulusan SMK tahun 2007 hanya 385.986 atau sekitar 61,43%.
Menghadapi kondisi tersebut di atas, pendidikan menengah kejuruan
diperhadapkan pada berbagai permasalahan, antara lain: masalah konsepsi,
program dan operasional pendidikan. Jika masalah ini dilihat dari segi konsepsi,
maka dapat digambarkan dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) pendidikan
kejuruan berorientasi pada pasokan (supply driven oriented), tidak pada
permintaan (demand-driven); (2) program pendidikan kejuruan hanya berbasis
sekolah (school-based program); (3) tidak adanya pengakuan terhadap
pengalaman belajar yang diperoleh sebelumnya (no recognition of prior
learning); (4) kebuntuan (dead-end) karier tamatan SMK; (5) guru-guru SMK
tidak berpengalaman industri (no industrial experience); (6) adanya tanggapan
keliru bahwa pendidikan hanya merupakan tanggung jawab Depdikbud/
Depdiknas; (7) pendidikan kejuruan lebih berorientasi pada lapangan kerja sector
formal; dan (8) ketergantungan SMK kepada subsidi pemerintah terutama
dibidang pembiayaan (Soenaryo, 2002:223).
Di Sulawesi Selatan terdapat 186 SMK yang terdiri dari 44 sekolah negeri dan
142 sekolah swasta (Statistik Persekolahan SMK, 2004:63). Dari jumlah SMK di
Sulawesi Selatan tesebut, seluruhnya melaksanakan PSG sesuai dengan
program sekolah masing-masing. Salah satu SMK yang telah melaksanakan
PSG sejak tahun 1999 adalah SMK Negeri 4 Makassar yang sampai saat ini
belum pernah dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah visi dan misi yang
telah ditetapkan bisa tercapai atau tidak. Evaluasi yang dilakukan baru dari
aspek menilai hasil belajar peserta didik yang berupa EBTA, Uji Kompetensi,
EBTANAS, UAN/UN dan Ujian Nasional Komponen Produktif dengan
pendekatan project work (kerja proyek) untuk mata diklat produktif, akan tetapi
evaluasi program secara keseluruhan belum pernah dilakukan. Untuk melihat
efektivitas pelaksanaan program tidak hanya dilihat dari factor siswanya saja
tetapi faktor-faktor lain harus diperhatikan juga. Misalnya; guru, kurikulum,
sarana dan prasarana, pembiayaan, kegiatan belajar mengajar disekolah,
kegiatan praktik kerja di industri, hubungan industri atau institusi pasangan dan
faktor lainnya. Dari permasalahan tersebut di atas, maka perlu dilakukan
penelitian secara mendalam berupa evaluasi program “Pendidikan Sistem
Ganda” (PSG) pada SMK Negeri 4 Makassar.
c. Rumusan Masalah:
Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah penelitian ini menitik beratkan
pada evaluasi pelaksanaan program yaitu bagaimanakah efektivitas
pelaksanaan pendidikan sistem ganda berdasarkan standar objektif atau kriteria
yang telah ditentukan ditinjau dari tahapan-tahapan masukan (antecedents),
proses (transactions), dan hasil (outcomes).
d. Pertanyaan Penelitian:
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi pertanyaa
penelitiannya adalah:
1. Bagaimanakah prosedur rekruitmen peserta didik, persyaratan administrasi
guru produktif, pengembangan kurikulum dengan keterlibatan industri/asosiasi,
kalender pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah dan di
industri (institusi pasangan) sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan yang
ditetapkan, serta pembiayaan pelaksanaan program sistem ganda pada tahapan
masukan (Antecedents) di SMKN 4 Makassar?
2. Bagaimanakah kegiatan pembelajar di sekolah yang terdiri dari; penguasaan
guru dalam penyiapan administrasi/bahan pembelajaran, penguasaan guru
dalam kegiatan pembelajaran,interaksi guru dan siswa, pengelolaan praktek
kerja siswa; dan bagaimana kegiatan pelatihan kerja di industri (institusi
pasangan) yang terdiri dari; identitas industri; kompetensi instruktur; dan proses
praktek kerja di industry (institusi pasangan), pelaksanaan program pendidikan
sistem ganda pada tahapan proses (transactions) SMKN 4 Makassar?
3. Bagaimanakah hasil ujian nasional, hasil ujian nasional komponen produktif
dengan pendekatan project work; dan sertifikasi; dan keterserapan tamatan di
dunia kerja pada tahapan hasil (outcomes) di SMKN 4 Makassar?
e. Tujuan Penelitian:
Berdasarkan pertanyaan evaluasi diatas maka tujuan evaluasi ini adalah:
1. Mengetahui efektivitas program PSG yang berhubungan dengan system
rekruitmen peserta didik, persyaratan administrasi guru, kurikulum dengan
keterlibatan industri/asosiasi, realisasi kalender pendidikan, ketersediaan sarana
dan prasarana di sekolah dan di industri (institusi pasangan) sehingga dapat
mendukung tercapainya tujuan yang ditetapkan, serta pembiayaan pelaksanaan
program sistem ganda pada tahapan masukan (antecedent) di SMKN 4
Makassar.
2. Mengetahui efektivitas program PSG yang berhubungan dengan penguasaan
guru dalam penyiapan administrasi/bahan pembelajaran, penguasaan guru
dalam kegiatan pembelajaran, Interaksi guru dengan peserta didik, dan
pengelolaan praktek kerja industri di sekolah sedangkan di di industri (institusi
pasangan) mencakup; identitas industri, kompetensi instruktur dan proses
praktek kerja siswa di industry (institusi pasangan) pelaksanaan program PSG
pada tahapan proses (transactions) di SMKN 4 Makassar.
3. Mengetahui efektivitas program PSG yang berhubungan dengan hasil ujian
nasional dan uji nasional komponen produktif dengan pendekatan project work
dan sertifikasi, dan keterserapan tamatan pada dunia kerja, pada tahapan hasil
(outcomes) di SMKN 4 Makassar.
f. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pendidikan kejuruan baik secara
teoretis maupun praktis;
1. Teoretis, diharapkan berguna sebagai bahan untuk memperjelas konsepsi
tentang program Pendidikan Sistem Ganda (PSG).
2. Praktis, dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan informasi kepada pihak
pengambil keputusan dalam menyelenggarakan Pendidikan Sistem Ganda
(PSG), yaitu; (a) Kepala SMKN 4 Makassar sebagai penyelenggara program
pendidikan sistem ganda (PSG); (b) Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan
melalui Kepala Sub Dinas Pendidikan Kejuruan Provinsi Sulawesi Selatan; (c)
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar; d) Direktur
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional; (e) Industri
(institusi pasangan) sebagai pihak yang menerima siswa praktek kerja;
3. Siswa yang mengikuti Pendidikan Sistem Ganda (PSG).
4. Menjadi contoh atau model Pendidikan Sistem Ganda (PSG) Bidang Keahlian
Pariwisata atau Bidang Keahlian lainnya pada SMK.
5. Memberikan kontribusi berarti bagi pengembangan khasanah ilmu pendidikan
khususnya Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP) di
Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
g. Tinjauan Teoritis:
1. Pengertian Evaluasi
Berbagai macam evaluasi yang dikenal dalam bidang kajian ilmu. Salah satunya
adalah evaluasi program yang banyak digunakan dalam kajian kependidikan.
Evaluasi program mengalami perkembangan yang berarti sejak Ralph Tyler,
Scriven, John B. Owen, Lee Cronbach, Daniel Stufflebeam, Marvin Alkin,
Malcolm Provus, R. Brinkerhoff dan lainnya. Banyaknya kajian evaluasi program
yang membawa implikasi semakin banyaknya model evaluasi yang berbeda cara
dan penyajiannya, namun jika ditelusuri semua model bermuara kepada satu
tujuan yang sama yaitu menyediakan informasi dalam kerangka “decision” atau
keputusan bagi pengambil kebijakan.
Terdapat beberapa definisi tentang evaluasi yang dikemukan oleh pakar,
diantaranya: (Kufman and Thomas, 1980:4) menyatakan bahwa evaluasi adalah
proses yang digunakan untuk menilai. Hal senada dikemukakan oleh (Djaali,
Mulyono dan Ramly, 2000:3) mendefinisikan evaluasi dapat diartikan sebagai
proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau standar objektif yang
dievaluasi. Selanjutnya (Sanders, 1994:3) sebagai ketua The Joint Committee on
Standars for Educational Evaluation mendefinisikan evaluasi sebagai kegiatan
investigasi yang sistimatis tentang kebenaran atau keberhasilan suatu tujuan.
Evaluasi program menurut Joint Commite yang dikutip oleh (Brinkerhof,
1986:xv)f adalah aktivitas investigasi yang sistematis tentang sesuatu yang
berharga dan bernilai dari suatu obyek. Pendapat lain (Denzin and Lincoln,
2000:983) mengatakan bahwa evaluasi program berorientasi sekitar perhatian
dari penentu kebijakan dari penyandang dana secara karakteristik memasukkan
pertanyaan penyebab tentang tingkat terhadap mana program telah mencapai
tujuan yang diinginkan. Selanjutnya menurut(McNamara, 2008:3) mengatakan
evaluasi program mengumpulkan informasi tentang suatu program atau
beberapa aspek dari suatu program guna membuat keputusan penting tentang
program tersebut. Keputusan-keputusan yang diambil dijadikan sebagai
indikatorindikator
penilaian kinerja atau assessment performance pada setiap tahapan evaluasi
dalam tiga kategori yaitu rendah, moderat dan tinggi (Issac and Michael,
1982:22).
Berangkat dari pengertian di atas maka evaluasi program merupakan suatu
proses. Secara eksplisit evaluasi mengacu pada pencapaian tujuan sedangkan
secara implisit evaluasi harus membandingkan apa yang telah dicapai dari
program dengan apa yang seharusnya dicapai berdasarkan standar yang telah
ditetapkan. Dalam konteks pelaksanan program, kriteria yang dimaksud adalah
kriteria keberhasilan pelaksanaan dan hal yang dinilai adalah hasil atau
prosesnya itu sendiri dalam rangka pengambilan keputusan. Evaluasi dapat
digunakan untuk memeriksa tingkat keberhasilan program berkaitan dengan
lingkungan program dengan suatu “judgement” apakah program diteruskan,
ditunda, ditingkatkan, dikembangkan, diterima atau ditolak.
2. Pendidikan Sistem Ganda
Pendidikan sistem ganda (dual system) sudah berkembang lama di beberapa
negara. Kerjasama antara Republik Arab Mesir dan Republik Federasi German
berlangsung puluhan tahun yaitu sejak tahun 1950an keduanya telah
bekerjasama dibidang pendidikan teknik dan pelatihan kejuruan. Pendidikan
sistem ganda berkaitan dengan sistem pendidikan yang menekankan pendidikan
teori dan praktek. Berabad-abad yang lalu, Jerman telah mengadopsi suatu
system pendidikan sistem ganda dengan beberapa modifikasi dijalankan untuk
mengatasi perubahan dalam masyarakat dan memenuhi permintaan
masyarakat.
a. Pengertian Pendidikan Sistem Ganda (PSG)
Pendidikan sistem ganda merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan keahlian kejuruan yang secara sistematik dan sinkron antara program
pendidikan di sekolah dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh
melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu
tingkat keahlian professional tertentu (Djojonegoro, 1999:46). Sedangkan
menurut (Wena: 1997:30) mengatakan bahwa pemanfaatan dua lingkungan
belajar di sekolah dan di luar sekolah dalam kegiatan proses pendidikan itulah
yang disebut dengan program PSG. Hal senada dikemukan oleh (Nasir,
1998:21) mengatakan bahwa Pendidikan Sistem Ganda (PSG) ialah suatu
bentuk penyelenggaraan pendidikan kejuruan yang memadukan program
pendidikan di sekolah dan program pelatihan di dunia kerja yang terarah untuk
mencapai tujuan pendidikan kejuruan. Sedangkan pendidikan system ganda
(dual system) adalah memadukan pelatihan kejuruan paruh waktu
dikombinasikan dengan belajar paruh waktu. (The Educational System in
Germany, 1999:1).
Dari pengertian diatas, tampak bahwa PSG mengandung beberapa pengertian,
yaitu: (1) PSG terdiri dari gabungan subsistem pendidikan di sekolah dan
subsistem pendidikan di dunia kerja/industri; (2) PSG merupakan program
pendidikan yang secara khusus bergerak dalam penyelenggaraan pendidikan
keahlian profesional; (3) penyelenggaraan program pendidikan di sekolah dan
dunia kerja/industry dipadukan secara sistematis dan sinkron, sehingga mempu
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan; dan (4) proses
penyelenggaraan pendidikan di dunia kerja lebih ditekankan pada kegiatan
bekerja sambil belajar (learning by doing) secara langsung pada keadaan yang
nyata.
b. Tujuan Pendidikan Sistem Ganda
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dengan pendekatan PSG bertujuan:
(1) menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional, yaitu tenaga
kerja yang memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan dan etos kerja yang
sesuai dengan tuntutan lapangan kerja; (2) meningkatkan dan memperkokoh
keterkaitan dan kesepadanan/kecocokan (link and match) antara lembaga
pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan dunia kerja; (3)meningkatkan efisiensi
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas profesional
dengan memanfaatkan sumberdaya pelatihan yang ada di dunia kerja; (4)
memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai
bagian dari proses pendidikan (Djojonegoro, 1999:75).
c. Karakteristik Pendidikan Sistem Ganda (PSG)
Pelaksanaan PSG pada SMK sesuai dengan konsep sistem ganda memiliki
karakteristik sebagai berikut: (a) Institusi Pasangan dan (b) Program Pendidikan
dan Pelatihan Bersama yang tediri dari: (1) Standar Kompetensi/Keahlian
Tamatan; (2) Standar Pendidikan dan Pelatihan (materi, waktu, pola
pelaksanaan); (3) Penilaian dan Sertifikasi; (4) Kelembagaan; dan (5) Nilai
Tambah dan insentif.
3. Evaluasi Model Countenance Stake’s
Model evaluasi yang digunakan adalah Stake’s Countenance Model, Center for
Instructional Research and Curriculum Evaluation University of Illinois. Model
Stake’s sama dengan model CIPP dan CSE-UCLA (Center for Study of
Evaluation at the University of California at Los Angeles) dimana ketiganya
cendrung komprehensip dan mulai dari proses evaluasi selama tahap
perencanaan dari pengembangan program (Kaufman and Susan, 1980:123).
Stake mengidentifikasi 3 (tiga) tahap dari evaluasi program pendidikan dan faktor
yang mempengaruhinya yaitu:
1. Antecedents phase; sebelum program diimplementasikan: Kondisi/ kejadian
apa yang ada sebelum implementasi program? Apakah kondisi/kejadian ini akan
mempengaruhi program?
2. Transactions phase; pelaksanaan program: Apakah yang sebenarnya terjadi
selama program dilaksanakan? Apakah program yang sedang dilaksanakan itu
sesuai dengan rencana program?
3. Outcomes phase, mengetahui akibat implementasi pada akhir program.
Apakah program itu dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan? Apakah klien
menunjukkan perilaku pada level yang tinggi disbanding dengan pada saat
mereka berada sebelum program dilaksanakan? (Kaufman,1982:123). Setiap
tahapan tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu description (deskripsi) dan
judgment (penilian).
Model Stake akan dapat memberikan gambaran pelaksanaan program secara
mendalam dan mendetail. Oleh karena itu persepsi orang-orang yang terlibat
dalam sistem pendidikan seperti perilaku guru, peran kepala sekolah, peran
industri, perilaku siswa dan situasi proses belajar mengajar di sekolah dan
pelatihan kerja di industri adalah kenyataan yang harus diperhatikan.
g. Metodologi Penelitian
1. Metode penelitian
Model penelitian evaluasi yang digunakan yaitu Stake’s Countenance Model
yang dikembangkan oleh Robert E. Stake. Evaluasi model ini terdiri dari tiga
tahapan/pase yaitu; masukan (antecedents), proses (transactions), dan hasil
(outcomes).
Setiap tahapan dibagi menjadi dua tahapan yaitu deskripsi (description) dan
keputusan/penilaian (judgment), Model Stake ini berorientasi pada pengambilan
keputusan (decision oriented) dan teknik pengambilan keputusan aktualitas pada
setiap tahap evaluasi atau aspek dengan cara melakukan pengukuran pada
setiap fokus evaluasi yang dirangkum dalam matrik yang diadaptasikan dalam
caseorder effect matrix (Sabarguna, 2005:27).
2. Popoulasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian evaluasi ini adalah sekolah SMK yang ada di
Makassar dan sampelnya adalah SMK Negeri 4 Makassar. Alasannya adalah
karena sekolah tersebut telah melaksanakan program PSG dan hanya satu-
satunya sekolah Bidang Bisnis dan Manajemen Program Keahlian Usaha Jasa
Pariwisata di Sulawesi Selatan.
3. Waktu evaluasi
Waktu penelitian dimulai dari bulan April 2005 sampai dengan Februari 2007.
Sedangkan penyusunan laporan dilakukan sejak awal penelitian.
4. Desain Evaluasi
Berdasarkan teori stake’s diatas, maka dikembangkan desain penelitian sebagai
berikut:
5. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Untuk keperluan penelitian ini, pemilihan informan dilakukan secara purposif,
yaitu berdasarkan maksud dan tujuan penelitian.
Kriteria/ Standar objektif dalam evaluasi ini adalah:
a. Masukan (anttecedents):
1. Perekrutan siswa baru dilakukan dengan melalui seleksi dan harus memenuhi
persyaratan. Hasil seleksi menunjukkan rata –rata siswa yang diterima adalah
siswa yang mendapat nilai yang baik yaitu skor akademis diperoleh dengan rata
– rata nilai hasil ujian nasional atau nilai SKHU 6,0 dan seleksi tes kemampuan
atau tes penerimaan siswa baru dengan rata – rata 5,0.
2. Guru dan instruktur. Guru memiliki latar belakang pendidikan minimal S1 atau
D4 dan berpengalaman mengajar minimal 2 tahun serta telah mengalami
pengalaman diklat atau on the job training, sedangkan instruktur minimal D3
berpengalaman dibidangnya mempunyai pengalaman membimbing minimal 1
tahun menguasai materi latihan kerja dan strategi pembimbingan.
3. Sarana dan prasarana. Keberadaan fasilitas dan bahan praktek harus layak
antaralain:
• Prasarana yaitu tersedianya ruang belajar, ruang praktik, aula, lapangan olah
raga, kantin, toilet.
• Sarana pendukung belajar meliputi sumber belajar (buku/ modul), media belajar
(radio/ tape, TV, OHP, LCD, Komputer) dan teknologi informasi.
• Bahan praktek antaralain format tiket, format laporan, ATK, dan sebagainya.
4. Pembiayaan. Sumber biaya didapat dari dana rutin, dana penunjang
pendidikan, dana bantuan oang tua, unit produksi, sharing institusi pasangan.
b. Proses (transactions)
1. Kegiatan pembelajaran disekolah:
• Guru produktif dalam penyiapan administrasi/ bahan pembelajaran mencakup
pembuatan program pembelajaran (silabus/ RPP) berdasarkan kompetensi,
penyusunan modul pembelajaran berdasarkan kompetensi, penyusunan
penilaian/ Uji kompetensi.
• Guru produktif dalam kegiatan pembelajaran antaralain penguasaan materi,
pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi (competensi based training)
dengan system blok, keterampilan menggunakan media/ metode yang
bervariasi, penggunaan modul pembelajaran berdasarkan kompetensi,
penggunaan bahan/ peralatan praktek terutama computer/ software, pemberian
uji kompetensi setiap akhir pembelajaran dari setiap unit kompetensi, dan
pemberian materi remedial tes bagi siswa yang belum kompeten.
• Interaksi dengan siswa, memberikan perhatian kepada siswa, memberikan
umpan balik, intensitas umpan balik.
• Pengelolaan praktek kerja siswa dalam hal naskah kerjasama dengan industry
penempata kerja siswa dan seminar hasil praktek kerja siswa.
2. Kegiatan pelatihan siswa di insdutri (institusi pasangan). Identitas industry
tempat praktek kerja siswa dan pengalaman industry (institusi pasangan) yang
menerima siswa praktek selama 1 tahun.
3. Latar belakang pendidikan instruktur minimal D3 atau setara, pengalaman
kerja minimal 1 tahun, penguasaan materi dengan praktek kerja siswa strategi/
metode pembimbingan yang bervariasi.
4. Proses pelatihan kerja siswa di industri (institusi pasangan) yaitu pelaksanaan
praktek kerja di industry berdasarkan program keahlian siswa minimal empat
bulan, keahlian siswa dalam menggunakan peralatan/ bahan praktek kerja,
pengisian jurnal oleh siswa dengan lengkap dari pekerjaan yang dilatihkan
sebanyak 90%dari jumlah siswa dan monitoring minimal 1x sebulan.
c. Hasil (outcomes/output) antaralain:
1. Prestasi akademik berdasarkan hasil skor Ujian Nasional (UN) yang terdiri dari
tiga mata pelajaran yaitu Bahasa Indonesia minimal 50% jumlah tamatan
memperoleh nilai ≥ 7.0, Bahasa Inggris minimal 50% jumlah tamatan
memperoleh nilai ≥ 7.01, dan Matematika minimal 50% jumlah tamatan
memperoleh nilai ≥ 5. 6
2. Ujian Nasional Komponen Produktif dengan pendekatan project work untuk
mata pelajaran produktif minimal 90% jumlah tamatan memperoleh nilai ≥ 7.0
dan mendapat sertifikat.
3. Keterserapan tamatan di dunia kerja minimal ≥ 50% dari jumlah tamatan yang
lulus uji kompetensi sesuai dengan program keahliannya dengan tenggang
waktu enam bulan.
Berdasarkan Kriteria/Standar objektif tersebut maka focus dari evaluasi ini
adalah:
a. Pada tahapan masukan (anttecedents) yang akan di evaluasi antaralain
adalah prosedur perekrutan siswa, persyaratan administrasi guru produktif,
pengembangan kurikulum dengan keterlibatan industri/ asosiasi, kalender
pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah dan di industry
(institusi pasangan) yang mendukung ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan
dan biaya pelaksanaan program system ganda.
b. Pada tahapan proses (transactions) yang akan dievaluasi antaralain adalah
kegiatan proses belajar mengajar yang terdiri dari: penguasaan guru dalam
penyiapan adminstrasi/ bahan pembelajaran, penguasaan guru dalam kegiatan
pembelajaran interaksi guru dan siswa, pengelolaan praktek kerja siswa dan
kegiatan pelatihan kerja di industry (institusi pasangan) yang terdiri dari identitas,
kompetensi instruktur, dan proses praktek kerja di industry (institusi pasangan)
pelaksanaan program pendidikan system ganda.
c. Hasil (outcomes/output) yang akan dievaluasi antaralain adalah hasil ujian
nasional, hasil ujian nasional komponen produktif dengan pendekatan project
work; sertifikasi dan keterserapan tamatan di dunia kerja.
h. Hasil Penelitian
1. Masukan (antecedents).
Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-order effect
matrix menunjukkan bahwa berdasarkan evaluasi masukan terdapat 6 aspek dan
12 sub aspek, yang telah memenuhi standar objektif yakni 5 aspek dan 9 sub
aspek, 1 sub aspek dan 1 aspek yang tidak memenuhi standar objektif yaitu
pembiayaan, 1 sub aspek yang bisa ditolerir yaitu pendidikan minimal guru
produtif dan 2 sub aspek yang perlu perbaikan yaitu tes wawancara dan
keterlibatan industri dalam rekruitmen siswa.
2. Proses (transaction)
Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-order effect
matrix menunjukkan bahwa berdasarkan sub evaluasi proses, 7 aspek dan 30
sub aspek. Dari 30 sub aspek ada 27 sub aspek yang memenuhi standar
objektif, 1 aspek yang tidak terpenuhi standar objektif tetapi dapat ditolerir yaitu
pengisian jurnal siswa dan 2 sub aspek yang perlu perbaikan yaitu penyusunan
naskah kerjasama dengan industry (institusi pasangan) dan penilaian praktek
kerja siswa.
3. Hasil (outcomes)
Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-order effect
matrix menunjukkan bahwa berdasarkan sub evaluasi hasil, terdapat 2 aspek
telah memenuhi standar objektif, 1 aspek yang dapat ditolerir yaitu keterserapan
tamatan di dunia kerja.
i. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Antecedents (Masukan)
- Pembiayaan system ganda tidak tercapai karena beban pendidikan sebesar
80% persen diambil dari iuran pendidikan. Seharusnya sekolah mencari sumber
pendanaan dari lainnya dan tidak mengikat. Salah satunya mengembangkan unit
produksi mencari sponsor baik dari alumni ataupun dari masyarakat pada
umumnya.
- Perekrutan siswa perlu diperbaiki karena pada prosedur/ system seleksi masih
ada yang diterima siswa nilai ujian nasionalnya dibawah standar yang telah
ditentukan dan pada tes wawancara tidak melibatkan pihak industri untuk
menentukan kelulusan seleksi untuk memberi gambaran profil siswa yang
dikehendaki oleh industry baik dari segi kognitif, efektif dan psikomotorik.
- Persyaratan administrasi guru mencapai kriteria atau standar objektif terlihat
dari latarbelakang pendidikan guru dan pengalaman guru mengajar.
- Kurikulum pendidikan sistem ganda dikembangkan berdasarkan kebutuhan
industry melalui sinkronasi atau maping kurikulum.
- Kalender pendidikan sistem ganda dibuat selama tiga tahun. Kalender
pendidikan dibuat sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan belajar
mangajar sehingga pembelajaran berjalan secara efektif.
- Sarana dan prasarana belajar sebagai bagian pendukung yang berpengaruh
baik yang langsung maupun tidak langsung terhadap keberhasilan program
pendidikan sistem ganda.
b. Transaction (Proses)
- Penguasaan guru dalam penyiapan administrasi/ bahan pembelajaran
membantu siswa sehingga menjadi lebih mudah belajar.
- Ketercapaian guru dalam penguasaan kegiatan pembelajaran karena adanya
dukungan yang kuat dari Kepala Sekolah, ketersediaan fasilitas yang baik di
sekolah, pengalaman diklat guru-guru produktif terutama tentang pembelajaran
competency based training (CBT) dan competency based assessment (CBA)
yang diselenggarakan oleh Makassar tourism Training Project (MTTP) for
Tourism and Travel Department-SMKN 4.
- Interaksi guru dengan siswa dalam pembelajaran mencapai kriteria atau
standar objektif terlihat dari guru yang selalu memberikan perhatian dan
membantu siswa ketika menghadapi kesulitan dalam belajar.
- Pengelolaan praktek kerja siswa mencapai kriteria atau standar objektif dalam
hal penempatan praktek kerja siswa, tetapi dalam hal naskah administrasi tidak
tercapai karena ada industry yang mau bekerja sama dengan sekolah tanpa
diberikan naskah admininstrasi oleh pihak sekolah.
- Idenstitas industry mencakup tempat praktek kerja siswa dan pengalaman
industry menerima praktek kerja mencapai kriteria karena sudah lama
membangun kerjasama dengan sekolah.
- Kompetensi instruktur mencapai kriteria atau standar objektif karena hanya satu
yang memiliki latarbelakang SMK, tetapi pada umumnya instruktur sudah
membimbing lebih dari satu tahun dan menguasai materi secara profesional
serta penguasaan strategi yang baik.
- Proses praktek kerja siswa di industri (institusi pasangan) yang tidak mencapai
kriteria dan perlu diperbaiki adalah penilaian hasil praktek kerja industry karena
prosedur penilaian tidak tepat. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya pedoman
penilain di industri.
c. Outcome (hasil)
- Dalam keterserapan dunia kerja dapat ditolerir karena industry tidak mengenal
sekolah secara dekat dengan segala kompetensi yang dimiliki siswa.
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat dikemukakan beberapa saran sebagai
berikut:
a. Umum, banyaknya aspek yang mencapai kategori tinggi pada setiap tahapan
evaluasi, ini menunjukkan bahwa program Pendidikan Sistem Ganda (PSG)
pada SMKN 4 Makassar berhasil. Walaupun masih terdapat beberapa sub aspek
yang perlu perbaikan. Artinya, keberhasilan tersebut dapat dijadikan acuan
sedang yang belum berhasil dijadikan bahan pertimbangan untuk
mengoptimalisasikan pelaksanaan PSG.
b. Khusus, beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan untuk
penyempurnaan program pendidikan sistem ganda sebagai berikut:
SMKN 4 Makassar antaralain adalah:
- Sekolah perlu melibatkan secara langsung industri dalam penerimaan siswa
baru, membuat naskah kerjasama/ Momorandum of Undersatanding (MOU)
dengan industri, meningkatkan kualifikasi pendidikan guru produktif UJP,
menyusun program diklat yang dilatihkan di industri (institusi pasangan),
menyusun pedoman penilaian praktek kerja, penilaian di industi sepenuhnya
dilakukan oleh instruktur dan meningkatkan intensitas monitoring sehingga guru
secara tidak langsung akan mendapat pengalaman tentang kesesuaian
kompetensi siswa dengan kebutuhan kerja yang ada di industri.
- Pembiayaan pendidikan yang banyak dibebankan kepada siswa kiranya dapat
dikurangi dengan memberdayakan sumber daya yang dimiliki sekolah. Bahkan,
kalau memungkinkan gratis melalui program pendidikan wajib belajar 12 tahun;
dan
- Untuk meningkatkan capaian keterserapan tamatan dapat dilakukan berbagai
kegiatan yaitu lebih meningkatkan pendekatan pembelajaran berbasis
kompetensi (competency based training), lebih meningkatkan peran Bursa Kerja
Khusus (BKK) yang ada di sekolah, meningkatkan dan mengembangkan
kerjasama dengan Association of Indonesia Tours and Travel Agency (ASITA)
terutama dalam penyaluran tenaga kerja, Membuat program pendidikan dan
pelatihan dengan Mitra Internasional (MI).
Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan Dan Dinas Pendidikan Dan
Kebudayaan Kota Makassar; (1) Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan
PSG di SMKN 4 Makassar, maka sebaiknya memperhatikan hasil penelitian
evaluasi ini terutama temuan yang masih memerlukan penyempurnaan, (2)
Khusus untuk biaya pendidikan yang banyak dibebankan kepada sekolah sudah
saatnya mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
dan atau pemerintah Kota Makassar untuk meningkatkan jumlah biaya
pendidikan antara lain melalui program pendidikan wajib belajar 12 tahun. Bila
memungkinkan, masuk bagian dari pendidikan gratis.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (PSMK) Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departeman Pendidikan
Nasional; (1) Melalui Pendidikan Sistem Ganda (PSG) sebagai gabungan
subsistem pendidikan di sekolah dan subsistem pendidikan di dunia kerja
merupakan sisitem pendidikan kejuruan yang efektif yang dapat meningkatkan
kompetensi siswa sesuai dengan kebutuhan kerja. Oleh karena itu, perlu
mengintensifkan monitoring, evaluasi dan supervisi serta pembinaan
keterlaksanaan program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Bila memungkinkan
ada sebuah lembaga yang menangani secara khusus. (2) memanfaatkan hasil
penelitian sebagai salah satu bahan kajian untuk pengembangan program
Pendidikan Sisten Ganda (PSG).
Para Peneliti Lain: Perlu dilakukan penelitian lanjutan temuan-temuan yang
diperoleh dalam penelitian evaluasi program ini baik secara terminal maupun
longitudinal tentang program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Khususnya
menyangkut efektifitas keterlibatan indusri dalam pelaksanaan pelatihan kerja
siswa.