Gaya Bahasa dalam Kitab Terjemahan Minhajul Al-Abidin
oleh K.H.R. Abdullah bin Nuh
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh :
Rizki Amaliyanti
NIM: 1112024000005
PROGRAM STUDI TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
i
ABSTRAK
Rizki Amaliyanti, NIM (1112024000005), Gaya Bahasa dalam Kitab
Terjemahan Minhajul Al-Abidin oleh K.H.R. Abdullah bin Nuh, Skripsi
Program Studi Tarjamah, Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya bahasa personifikasi dalam aspek
balaghah dalam kitab terjemahan Minhajul Al-Abidin oleh K.H.R. Abdullah bin
Nuh. Permasalahan yang diteliti adalah gaya bahasa personifikasi dalam kitab
terjemahan Minhajul Al-Abidin oleh K.H.R. Abdullah bin Nuh. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif, dengan menggunakan
teknik catat. Dalam skripsi ini menggunakan teori balaghah yang dikemukakan
oleh Syatibi. Hasil penelitian gaya bahasa personifikasi dalam kitab terjemahan
Minhajul Al-Abidin yaitu terdapat 7 majaz, 7 alaqah, 6 qarinah. Tema yang
terkandung dalam gaya bahasa personifikasi, yaitu dominan menggunakan istilah
manusia.
Kata kunci : Gaya bahasa personifikasi terjemahan Minhajul Al-Abidin.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis
junjungkan pada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita
sebagai umat-Nya mampu mengenal, mencari, dan menegakkan syari‟at Islam.
Dalam hal ini, penulis menyadari skripsi yang penulis susun masih jauh
dari sempurna. Proses penulisannya pun tidak terjadi secara instan begitu saja,
butuh proses panjang dalam menyelesaikannya. Skripsi ini merupakan sebuah
karya penulisan guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Humaniora di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan kali ini, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi yang
berjudul, “Gaya Bahasa dalam kitab terjemahan Minhajul Al-Abidin oleh
K.H.R. Abdullah bin Nuh”, ini telah selesai berkat dukungan dan motivasi dari
berbagai pihak. Serta perkenankan penulis dengan rasa hormat untuk
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum. selaku Ketua Jurusan
Tarjamah yang selalu memberikan semangat dan perhatiannya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
iii
3. Ibu Rizqi Handayani, MA. selaku Sektretaris Jurusan Tarjamah yang selalu
memotivasi dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs. H. Ahmad Syatibi, M.A. selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu, dan memberikan saran berserta motivasi tak henti
juga untuk memberikan bimbingan yang terbaik dalam menyelesaikan skripsi
ini.
5. Dosen penguji bapak Drs. Ikhwan Azizi, M.A. dan Ibu Umi Kulsun, MA yang
telah memberikan saran dan masukan untuk skripsi penulis, agar menjadi lebih
baik lagi.
6. Seluruh dosen jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan
selama penulis menempuh perkuliahan.
7. Kedua orang tua (Margono dan Murdiyatun), yang tak pernah lelah
memberikan dukungan serta doanya terhadap penulis. Serta kakak tercinta
(Ns. Privian Bangkit Setio, S.kep.) yang selalu memberikan saran, motivasi
dan dukungan terhadap penulis.
8. Seluruh teman-teman angkatan 2012 jurusan Tarjamah yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang telah memberikan doa dan dukungan serta
menghibur.
9. Serta seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
iv
Penulis berdoa dan berharap semoga semua pihak yang telah membantu
dengan kebaikan dan ketulusan selalu mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis
pun sadar skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan semoga bisa memberikan
manfaat bagi siapa saja terutama yang tertarik dengan dunia penerjemahan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi seluruh
pembacanya.
Ciputat, 27 September 2017
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN SINGKATAN .......................... vii
SINGKATAN ........................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
E. Kajian Terdahulu ................................................................................... 4
F. Metodologi Penelitian ........................................................................... 5
G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 10
BAB II KERANGKA TEORI TERJEMAHAN
A. PengertianTerjemah ............................................................................ 12
1. Macam-macam Terjemah .............................................................. 15
B. Stilistika ............................................................................................... 19
1. Tentang Stilistika ......................................................................... 19
2. Pengertian Stilistika ..................................................................... 20
3. Objek Pembahasan Stilistika ........................................................ 21
vi
C. Stilistika Arab (Uslub) dan Gaya Bahasa .......................................... 23
1. Pengertian Stilistika Arab (Uslub).............................................. 23
2. Pengertian Gaya Bahasa............................................................ 25
3. Macam- macam Gaya Bahasa .................................................... 27
BAB III BIOGRAFI PENULIS & PENERJEMAH KITAB TERJEMAHAN
MINHAJUL AL-ABIDIN
A. Pengantar ........................................................................................... 34
B. Tentang Penulis .................................................................................. 34
1. Biografi Imam Al-Ghazali .......................................................... 34
2. Karya-karya Imam Al-Ghazali ................................................... 39
C. Tentang Penerjemah ........................................................................... 47
1. Biografi Abdullah bin Nuh ........................................................ 47
2. Karya-karya Abdullah bin Nuh .................................................. 52
BAB IV ANALISIS GAYA BAHASA DALAM KITAB TERJEMAHAN
MINHAJUL AL-ABIDIN
A. Temuan ............................................................................................. 55
B. Analisis Gaya Bahasa dalam kitab Minhajul Al-Abidin ................... 55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 72
B. Saran .................................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 73
LAMPIRAN .............................................................................................................. 75
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi adalah mengalihaksarakan suatu tulisan ke dalam aksara lain.
Misalnya, dari aksara Arab ke aksara Latin.
Berikut ini adalah Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543b/u/1997
tentang Transliterasi Arab-Latin yang peneliti gunakan dalam penulisan skripsi
ini.
A. Konsonan
ARAB NAMA LATIN KETERANGAN
- - Alif ا
Ba‟ B Be ب
Ta‟ T Te ت
Ṡa‟ Ṡ Es dengan titk di atas ث
Jim J Je ج
Ḥa‟ Ḥ Ha dengan titik di bawah ح
Kha Kh Ka dan ha خ
Dal D De د
Żal Ż Zet dengan titik di atas ذ
viii
Ra‟ R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy Es dan ye ش
Ṣad Ṣ Es dengan titik di bawah ص
Ḍaḍ Ḍ De dengan titik di bawah ض
Ṭa Ṭ Te dengan titik di bawah ط
Ẓa Ẓ Zet dengan titik di bawah ظ
Ain „ Koma terbalik di atas„ ع
Gain G Ge غ
Fa F Fa ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em م
ix
A. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
Fatḥah A A ــــــــ
Kasrah I I ــــــــ
Ḍammah U U ــــــــ
2. Vokal Rangkap
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
ــــــــ
ي أ
Fatḥah dan
ya‟ sukun
Ai A dan I
ـــــــ
أو
Fatḥah dan
wau sukun
Au A dan U
Nun N En ن
Wau W We و
Ha‟ H Ha ه
Hamzah ‟ Apostrof ء
Ya‟ Y ye ي
x
3. Vokal Panjang
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
ا ـــــــ Fatḥah dan alif Ā A dengan garis di atas
Kasrah dan ya‟ Ī I dengan garis di atas ــــــــ ي
و ــــــــ Ḍammah dan
wau
Ū U dengan garis di atas
A. Ta’ Marbuṭah
1. Transliterasi untuk ta‟ marbuṭah hidup
Ta‟marbuṭah yang hidup atau yang mendapat harakat Fatḥah, Kasrah, dan
Ḍammah, transliterasinya adalah“T/t”.
2. Transliterasi untuk ta‟ marbuṭah mati
Ta‟marbuṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya
adalah“h”
3. Transliterasi untuk ta‟marbuṭah jika diikuti oleh kata yang menggunakan
kata sandang “al-” dan bacaannya terpisah maka ta‟marbuṭah
ditransliterasikan dengan“h”.
B. Huruf Ganda (Syaddah atau Tasydīd)
Transliterasi Syaddah atau Tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan tanda tasydīd (ـــ), dalam transliterasi dilambangkan
dengan huruf yang sama (konsonan ganda).
C. Kata sandang alif-lam“ال”
Kata sandang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan huruf alif-
lam ma„rifah“ال”. Namun dalam transliterasi ini, kata sandang dibedakan atas
kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang
diikuti oleh huruf qamariyah.
xi
1. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyi yaitu“ال”diganti huruf yang sama dengan huruf yang mengikuti
kata sandang tersebut.
2. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai
dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya.
Huruf sandang ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya dan
dihubungkan dengan tanda sambung (-). Aturan ini berlaku untuk kata
sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah maupun kata sandang yang diikuti
oleh huruf qamariyah.
D. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah yaitu menjadi apostrof (‟) hanya
berlaku bagi hamzah yang terletak ditengah danakhir kata. Bila hamzah
terletak diawal kata, hamzah tidak dilambangkan karenadalam tulisan Arab ia
berupa alif.
E. Huruf Kapital
Meskipun tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital,tetapi dalam
transliterasi huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan
sebagainya seperti keterangan-keterangan dalam EYD. Awal kata sandang
pada nama diri tidak menggunakan huruf kapital kecuali jika terletak di awal
kalimat.
F. Lafẓ al-Jalālah(هللا)
Kata Allah yang didahului dengan partikel seperti huruf jar dan huruf
lainnya, atau berkedudukan sebagai muḍāfilaih (frasa nomina), ditransliterasi
tanpa huruf hamzah. Adapun ta‟marbuṭah di akhir kata yang bertemu dengan
lafẓal-jalālah,ditransliterasikan dengan huruf “t”.
xii
SINGKATAN
BSa : bahasa sasaran
BSu : bahasa sumber
dll : dan lain-lain
dsb : dan sebagainya
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
TSa : teks sasaran
TSu : teks sumber
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style.
Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis
pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas
tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititik
beratkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi
kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara
indah.1 Dalam kaidah bahasa, gaya bahasa adalah satu ungkapan pikiran melalui
bahasa, yang secara tersendiri memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.2
Selain itu gaya bahasa juga bisa diartikan sebagai pemakaian ragam tertentu
dalam berbahasa untuk mendapatkan kesan tertentu.3 Gaya bahasa sebenarnya
merupakan sebagian dari pemilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya
pemakaian kata, frasa atau kalimat tertentu untuk menghadapi situasi-situasi
tertentu. Gaya bahasa merupakan daya tarik dalam berbahasa yang merangsang
imajinasi, vitalis, pengertian yang baik dan humor yang sehat sehingga suatu
bahasa menjadi lebih menarik. Gaya bahasa dapat menghidupkan kalimat atau
memberi gerak pada kalimat sehingga menimbulkan reaksi tertentu pada pikiran
1Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka utama, 2006), h.112.
2Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Atas, (Jakarta : Nusa Indah, 1969),
h.13. 3Ahmad A.K, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta : Reality Publisher, 2006), h.225.
2
pembaca. Setiap penerjemah perlu mempertimbangkan gaya bahasa dalam
konteks penerjemahannya.
Namun dalam penerjemahan buku-buku ilmiah, biasanya para penerjemah
tidak perlu menghadapi kesulitan, sebab gaya bahasa yang digunakan pengarang
sumbernya formal dan informatif yang terkandung dalam buku itu dapat mudah
dialihkan. Sebuah karya terjemahan, sangat dibutuhkan ketelitian para penulis
untuk membuat kalimat yang baik dalam tulisannya, karena dengan itu kalimat
tersebut dapat dipahami isi dan makna yang terkandung di dalamnya oleh si
pembaca. Sering kali banyak terjadi kesalahan dalam penulisan kebahasaan
terhadap kitab terjemahan, dalam hal kesalahan berbahasa ilmiah, kesalahan huruf
dan tanda baca sering kali muncul. Bukan hanya semata-mata salah ketik saja,
kesalahan itu antara lain adalah salah tulis huruf dan salah tulis kata.4 Penyair dan
penulis karya sastra dalam menyampaikan idea atau pikirannya menggunakan
gaya bahasa tertentu yang dapat memberikan efek bagi pembacanya maupun
pendengarnya.5
Kitab terjemahan Minhajul Al-Abidin oleh K.H.R. Abdullah bin Nuh dari segi
penyajiannya sangat menarik, karena antara teks Arab (TSu) dan terjemahan teks
Indonesia-nya (TSa) disajikan secara berdampingan. Sehingga memudahkan
pembaca untuk membacanya. Namun, dari segi isi gaya bahasanya kitab ini perlu
dikaji lagi, termasuk gaya bahasa jenis apa dalam kitab ini. Berdasarkan latar
belakang yang telah dipaparkan, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi
4Sugihastuti, Editor Bahasa, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), h.28.
5Umi Rukhiyatun, Tesis Gaya Bahasa Qasasal- Hayawan Fi Al-Qur‟an (analisis stilistika),
(Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga, 2013), h.2.
3
dengan judul “Gaya Bahasa dalam Kitab Terjemahan Minhajul Al-Abidin oleh
K.H.R. Abdullah bin Nuh”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang penulis temukan dalam kitab terjemahan
Minhajul Al-Abidin oleh K.H.R. Abdullah bin Nuh yaitu pada jenis gaya
bahasa apa yang digunakan dalam buku terjemahan Minhajul Al-Abidin oleh
K.H.R. Abdullah bin Nuh. Selanjutnya, penulis hanya mengambil beberapa
halaman untuk dijadikan bahan dalam melakukan penelitian. Yaitu pada bab
Tanjakan ilmu dan Tanjakan penghalang saja.
Dalam hal ini, penulis memilih bab Tanjakan ilmu dan Tanjakan penghalang
sebagai bahan penelitian dalam penulisan skripsi karena bab ini terdapat beberapa
gaya bahasa personifikasi. Oleh karena itu, bab Tanjakan ilmu dan Tanjakan
penghalang sangat menarik untuk dijadikan sebagai bahan penelitian.
Kemudian dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti dapat
merumuskan batasannya sebagai berikut :
1. Jenis gaya bahasa apakah yang terdapat di dalam kitab terjemahan
Minhajul Al-Abidin oleh K.H.R. Abdullah bin Nuh?
C. Penelitian Ini Bertujuan
1. Untuk mengetahui jenis gaya bahasa yang terdapat di dalam kitab
terjemahan Minhajul Al-Abidin oleh K.H.R. Abdullah bin Nuh.
4
D. Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan gambaran tentang gaya bahasa personifikasi dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Arab.
2. Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang terjemahan.
E. Penelitian Terdahulu
Setelah penulis mencari dan menelaah berbagai karya-karya ilmiah baik
melalui perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora maupun perpustakaan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, sepengetahuan peneliti ada beberapa kajian skripsi
yang memiliki kesamaan substansi dengan penelitian yang peneliti lakukan.
Pertama pada skripsi Fadli Muhammad, dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
pada tahun 2007 yang berjudul “Personifikasi Dalam Surah Al- Baqarah (Analisa
Terjemahan Al- Qur‟an Prof. Dr. Hamka)”. Hanya menjelaskan gaya bahasa
personifikasi saja. Yang kedua pada skripsi Novi Aryanti, dari UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, pada tahun 2015 yang berjudul “Personifikasi dan Simile
Terhadap Terjemahan Kitab Durratin Nashihin (Tinjauan Balaghah)”.
Menjelaskan gaya bahasa personifikasi dan simile dalam tinjauan Balaghah.Yang
ketiga pada skripsi dari Arifah Haryati, dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
pada tahun 2010 yang berjudul “Gaya Bahasa Dakwah Dalam Buku “Panduan
Berdoa Buat Remaja Gaul” Karya Pago Hardian”. Menjelaskan mengenai gaya
bahasa dakwah yang terdapat pada buku Panduan Berdoa Buat Remaja Gaul.
Yang keempat pada skripsi dari Umar Mukhtar, dari UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, pada tahun 2013 yang berjudul “Terjemahan Novel Aulᾶd Hᾶratinᾶ
5
Karya Najib Mahfữz: Studi Stilitika Terhadap Serial “Rifa‟at Sang Penebus”.
Menjelaskan tentang gaya bahasa dalam studi stilistika. Dan yang kelima pada
skripsi Meizar Fatkhul Izza, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tahun 2014
yang berjudul “ Penggunaan Gaya Bahasa Pada Kumpulan Cerpen Hujan Karya
Nugroho Notosusanto dan Implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia di sma”. Menjelaskan tentang gaya bahasa pada kumpulan
cerpen Implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sma.
Sedangkan disini saya akan menjelaskan tentang gaya bahasa personifikasi dalam
aspek balaghah yang terdapat dalam kitab terjemahan Minhajul Al-Abidin oleh
K.H.R. Abdullah bin Nuh.
F. Metodelogi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metodelogi berasal dari kata "methodos" yang terdiri dari kata "metha" yaitu
melewati/ menempuh atau melalui dan kata "hodos" yang berarti cara/jalan.
Muhammad mendefinisikan metode penelitian atau research method sebagai
aspek aksiologi dari suatu paradigma. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
jenis penelitian kualitatif.
Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.6
Dengan demikian data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif
6Muhammad ,Metode Penelitian Bahasa, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 30.
6
yang terdapat pada kitab terjemahan Minhajul Al-Abidin oleh K.H.R. Abdullah
bin Nuh yang menjadi objek penulis.
2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah menganalisis kitab terjemahan Minhajul Al-Abidin
yang mengandung terjemahan perumpamaan yang diibaratkan seperti manusia,
dalam aspek balaghah yang disebut majaz.
3. Sumber Data
Sumber data pada penelitian kitab terjemahan Minhajul Al-Abidin oleh K.H.R.
Abdullah bin Nuh adalah kalimat yang sudah diterjemahkan dari bahasa Arab ke
bahasa Indonesia yang diindentifikasi mengandung gaya bahasa dalam aspek
stilistika atau bisa disebut dengan uslub, kemudian mengklasifikasikannya sesuai
dengan kategori gaya bahasa yaitu berdasarkan langsung tidaknya makna.
4. Metode Penyediaan Data
Untuk menyediakan data, peneliti harus menggunakan metode, metode
dibedakan dari teknik. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan sedangkan
teknik adalah cara melaksanakan metode. Metode penyediaan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu: metode catat.
Metode catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan ketika menerapkan
metode simak dengan teknik lanjutan teknik simak bebas libat cakap.7 Teknik
7Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 211.
7
catat dipilih karena data yang dihadapi berwujud lisan dan tulis, sehingga
diperlukan untuk mendapatkan data satuan bahasa secara tercatat. Penelitian data
diperoleh melalui sumber yang telah terjadi dalam Minhajul Al-Abidin. Artinya
dalam terjemahan sudah tersedia dan penyediaan data terdapat dalam sebuah
kitab.
5. Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah cara menguraikan dan mengelompokkan satuan
lingual. Metode padan digunakan untuk menganalisis data berupa kata yang
bersinonim dengan kata banding, dan sesuatu yang dibandingkan mengandung
makna adanya keterhubungan. Menurut Mahsun, metode padan dilaksanakan
dengan menggunakan teknik hubung banding menyamakan (HBS), hubung
banding membedakan (HBB) dan teknik hubung banding menyamakan hal pokok
(HBSP). Pada metode analisis ini menggunakan konsep balaghah, adanya gaya
bahasa personifikasi dalam kitab terjemahan Minhajul Al-Abidin oleh K.H.R.
Abdullah bin Nuh.
6. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan kata benda yang diumpamakan
makhluk seperti manusia untuk menganalisis gaya bahasa personifikasi.
8
Contoh:
Ilmu itu imamnya amal, sedangkan amal„ العلم إمام العمل والعمل تابعو
makmumnya‟, Berdasarkan definisi di atas kata ilmu digunakan bukan pada
tempatnya. Dengan demikian, kata ilmu dikategorikan sebagai majaz )مجاز( .
Adanya hubungan kesamaan antara kata “ilmu” yang tertulis dengan kata
“manusia”, yang dimaksud hubungan kesamaan ini disebut alaqoh (عالقة).
Hubungan kesamaan antara “ilmu” dan “manusia” yaitu sama-sama diikut. Pada
kata “imam” disebut qarinah (قرينة). Qarinah adalah kata yang menghalangi suatu
kata lain dari arti sebenarnya. Yaitu: “ilmu itu imamnya amal”. Imam itu lahir dari
kata ilmu yang mempunyai hubungan kesamaan dengan manusia yang sama-sama
berkaitan dalam hal kepemimpinan, dengan demikian, kalimat di atas ilmu
diserupakan dengan manusia, musyabbah-bihnya (manusia) ditiadakan dan
diisyaratkan oleh salah satu sifat khasnya yaitu ilmu sebagai personifikasi,
qarinahnya imam kepada ilmu.
7. Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data penelitian ini ditampilkan dengan menggunakan metode
informal. Hasil analisis ini menggunakan beberapa tahap yaitu:
9
Analisis Data Menggunakan kata benda yang
diumpamakan makhluk seperti manusia
untuk menganalisis gaya bahasa
personifikasi.
Penyajian Data
Formal
Sumber
Data
kalimat yang sudah diterjemahkan
dari bahasa Arab ke bahasa
Indonesia yang diindentifikasi
mengandung gaya bahasa dalam
aspek stilistika atau bisa di sebut
dengan uslub, kemudian
mengklasifikasikannya sesuai
dengan kategori gaya bahasa yaitu
berdasarkan langsung tidaknya
makna.
Penyediaan Data
Metode catat
Metodologi
Penelitian Metode
Kualitatif
Paradigma Stilistika
10
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian skripsi akan disajikan dalam lima bab,
yaitu pendahuluan, kerangka teori, gambaran umum, analisis, dan kesimpulan.
Tujuannya adalah untuk mendapat pemahaman yang komprehensif dalam
pembahasan masalah dalam penelitian skripsi ini, maka dari itu penulis
memaparkan sistematika penulisannya sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Bab ini merupakan awal atau pembukaan, pada bab ini
dijelaskan mengenai latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan
dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian serta sistematika
penulisan skripsi.
Bab II Teori Terkait didalam Terjemahan. Bab ini membahas mengenai segala
yang berhubungan dengan proses terjemahan. Kemudian pada bab ini peneliti juga
membahas mengenai pedoman teori-teori terjemahan yang dikemukakan oleh
beberapa tokoh.
Bab III Gambaran Umum Biografi penulis dan penerjemah. Bab ini
merupakan gambaran mengenai biografi, riwayat hidup, karier, serta karya-karya
penulis dan penerjemah kitab Minhajul Al-Abidin.
Bab IV Analisis. Bab ini merupakan analisis gaya bahasa terhadap terjemahan
kitab Minhajul Al-Abidin yang peneliti lakukan. Dalam bab ini akan
dideskripsikan juga bagaimana hasil terjemahan kitab Minhajul Al-Abidin secara
objektif. Selain itu juga ditemukan kalimat yang menggunakan kata benda yang
diumpamakan makhluk seperti manusia untuk menganalisis gaya bahasa personifikasi.
11
Bab V Penutup. Bab ini merupakan hasil dari analisis penilaian yang peneliti
lakukan. Terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang peneliti berikan untuk
penerjemah dan penerbit guna sebagai masukan untuk edisi selanjutnya.
12
BAB II
KERANGKA TEORI TERJEMAHAN
A. Pengertian Terjemah
Secara umum dapat disimpulkan bahwa penerjemahan adalah proses
memindahkan pesan yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu (Bsu) ke
dalam bahasa yang lain (Bsa) secara sepadan dan wajar dalam pengungkapannya
sehingga tidak menimbulkan kesalahan persepsi dan kesan asing.8
Dengan demikian ada beberapa syarat suatu kegiatan pemindahan pesan itu
dapat dikatakan sebagai kegiatan penerjemahan.
1. Melibatkan dua bahasa Bsu dan Bsa.
2. Pengalihan tersebut harus sepadan.
3. Penerjemahan haruslah wajar sesuai standar penggunaan yang lazim
dalam Bsa.
Dapat pula disimpulkan bahwa tugas seorang penerjemah adalah menyambung
lidah penulis (dalam bahasa tulis) atau pembicaraan (dalam bahsa lisan). Jadi,
dapat dikatakan bahwa penerjemahan adalah pemindahan pemahaman teks atau
ujaran dalam Bsu ke Bsa, bukan hanya sekedar pemindahan struktur gramatikal
dari Bsu ke Bsa.
8Moch Syarif Hidayatullah,Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer,
(Ciputat: Alkitabah, 2014), h. 17.
13
Secara teoretis penerjemahan merupakan suatu proses satu arah, yakni dari
Bsu ke Bsa, atau lebih tepat lagi dari Tsu ke Tsa. Jadi, terjemahan adalah suatu
„reproduksi‟, yakni hasil upaya mereproduksi pesan dalam bahasa lain.9
Az-Zarqani mengemukakan bahwa secara etimologis istilah terjemah memiliki
empat makna:
1. Menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima tuturan itu.
2. Menjelaskan tuturan dengan bahasa yang sama.
3. Menafsirkan tuturan dengan bahasa yang berbeda.
4. Memindahkan tuturan dari suatu bahasa ke bahasa lain.10
Dengan paparan di atas dapat dikatakan, menerjemahkan berarti menjelaskan.
Mengutip Oxford Advanced Leaner‟s Dictionar, Zaka Al-Farisi menjelaskan,
penerjemahan adalah proses pengalihan suatu teks tulis atau lisan ke dalam bahasa
lain. Dengan demikian, penerjemahan selama ini dapat didefinisikan melalui
berbagai cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Seperti
pendekatan kebahasaan yang digunakan Catford, dalam melihat kegiatan
penerjemahan. Pada definisi yang dibuatnya, ia memaparkan penerjemahan
sebagai pergantian teks suatu bahasa dalam bahasa sumber dengan teks yang
sepadan dalam bahasa sasaran.11
Newmark juga memberikan definisi yang serupa tetapi lebih jelas.
Penerjemahan dalam pandangannya adalah menerjemahkan suatu makna teks ke
9Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, (Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya,
2006), h. 39. 10
M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h.21.
11Rochayah Mahali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Bandung : Kaifa PT Mizan Pustaka, 2009), h.
25.
14
dalam bahasa lain sesuai dengan apa yang dimaksudkan pengarang. Maksudnya,
yang pertama, penerjemahan adalah upaya menggantikan teks bahasa sumber
dengan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran. Yang kedua, yang diterjemahkan
adalah makna yang sebagaimana dimaksudkan oleh pengarang.
Di samping itu, Moeliono dan Nida menjelaskan bahwa penerjemah sebagai
reproduksi padanan pesan yang paling wajar dan alamiah dari bahasa sumber ke
dalam bahasa penerima dengan mementingkan aspek makna dan gaya.12
Meski
demikian, ada beberapa tokoh penerjemahan yang cenderung ke arah kepentingan
diri pengarangnya. Seperti Newmark, yang mendefinisikan penerjemahan sebagai
upaya pengalihan makna suatu teks ke dalam bahasa lain, sesuai dengan maksud
pengarangnya. Sedangkan, menurut Pinchuck penerjemahan suatu proses
menemukan padanan suatu ujaran dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
Akan tetapi, salah satu tokoh penerjemah bernama Larson mengemukakan
aspek penting dalam penerjemahan terletak pada makna. Larson menjelaskan,
pengalihan bahasa tersebut dimulai dari bentuk bahasa yang pertama, ke bentuk
bahasa yang lain, melalui struktur semantis.13
Dengan demikian, ada aspek
pengalihan, dan mempertahankan makna. Seluruh pendapat itu saling
berkesinambungan satu sama lain. Pada intinya, pendapat tersebut telah
menyepakati penerjemahan sebagai upaya pengalihan pesan dari satu bahasa ke
bahasa lain. Dengan tujuan, membuat pesan yang sesuai dapat dipahami oleh
penerima atau sekelompok penerima.
12
Dr,Syihabudin, Penerjemahan Arab- Indonesia, (Bandung : Humaniora, 2005), h.11. 13
M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h.35.
15
1. Macam-macam Terjemah
Cara penerjemahan yang dilakukan penerjemah dalam mengungkapkan makna
sebuah teks ada beberapa macam. Menurut khazanah dunia Arab cara
penerjemahan ada beberapa metode. Diantaranya, metode harfiah, dan metode
tafsiriah. Walaupun begitu, jenis-jenis tersebut dapat dikatakan kurang rinci
karena literature Barat lebih menaruh perhatian pada beberapa konsep
penerjemahan. Nermark memaparkan lebih rinci tentang konsep tersebut. Menurut
Newmark, ada beberapa delapan jenis terjemah, di mana penerjemah dapat
memilih salah satunya.
Secara garis besar delapan jenis penerjemahan nantinya akan menghasilkan
bentuk-bentuk terjemahan yang berbeda, dan tergolong menjadi dua, yakni empat
yang berorientasi pada Bahasa Sumber (BSu) dan yang empat lagi berorientasi
pada Bahasa Sasaran (BSa).14
Delapan metode itu sebagai berikut:
a. Kata demi kata
Penerjemahan kata demi kata dilakukan dengan cara kata demi kata. Susunan
kalimatnya dibiarkan apa adanya seperti yang ada di dalam teks sumbernya. Kata
diterjemah satu demi satu dengan artian yang paling mudah dimengerti tanpa
mempertimbangkan konteks pemakaiannya. Kata yang memiliki unsur budayanya
juga diterjemahkan secara harfiah. Metode ini memang sebagai langkah awal
dalam melakukan penerjemahan.15
14
Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, (Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya,
2006), h.55. 15
Dr,Syihabudin, Penerjemahan Arab- Indonesia, (Bandung : Humaniora, 2005), h.71.
16
b. Harfiah
Penerjemahan cara ini dilakukan dalam tahap awal. Namun, kata-kata tetap
diterjemahkan satu demi satu tanpa mempertimbangkan konteks pemakaiannya.
Kalimat yang panjang dan sulit diterjemahkan secara harfiah terlebih dahulu,
kemudian barulah disempurnakan. Jika pada metode kata demi kata masih
menggunakan struktur bahasa sumber, maka, dalam metode harfiah ini susunan
kalimatnya sudah diubah struktur bahasa sasaran hanya saja, gaya bahasanya tetap
berorientasi pada bahasa sumber. Metode harfiah ini sangat menjaga bahasa yang
sudah melekat pada bahasa sumber, dan mencegah agar tidak terjadi
penyelewengan dalam mengalihkan pesan. 16
c. Penerjemahan Setia
Penerjemahan dilakukan dengan mempertahankan sejauh mungkin aspek
format suatu teks sumber, seperti teks sastra, hukum, kedokteran, dan lain
sebagainya. Sampai akhirnya si pembaca secara utuh masih dapat melihat bentuk-
bentuk teks aslinya. Biasanya, penggunaan metode ini untuk memperkenalkan
ungkapan dan istilah baru sebagai mengisi kekosongan ungkapan dan istilah
dalam BSa.17
d. Penerjemahan semantis
Metode ini berfokus pada pencarian padanan pada tataran kata, yang tetap
terkait budaya bahasa sumber. Kata yang hanya sedikit bermuatan budaya
16
Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, (Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya,
2006), h.56. 17
Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h.57.
17
diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah fungsional Penerjemahan
semantis sangat memperhatikan nilai estetika teks bahasa sumber dengan
mengompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran.18
Dalam metode
ini penerjemah lebih luwes dan lebih fleksibel. Metode ini merupakan salah satu
metode yang oleh para ahli dibenarkan untuk dipergunakan saat menerjemahkan,
karena metode ini menjamin keteralihan pesan dengan baik.19
e. Penerjemahan Adaptasi
Jenis penerjemahan ini lebih mengutamakan isi pesan yang terdapat dalam
teks sumber. Sedangkan bentuknya, disesuaikan dengan kebutuhan pembaca
dalam BSa. Pada jenis ini biasanya tokoh, setting, dan konteks sosial dipadankan
dengan konteks sosial yang ada dalam BSa. Metode ini digunakan dalam
menerjemahkan naskah drama dan puisi dengan tetap mempertahankan tema,
karakter, dan alur cerita.20
Seorang penerjemah dalam hal ini bisa mengubah
kultur pada BSu ke dalam BSa.
f. Penerjemahan Bebas
Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan
mengorbankan bentuk teks BSu. Biasanya, metode ini berbentuk sebuah parafrase
yang mengungkapkan amanat yang terkandung dalam bahasa sumber dengan
18
Rochayah Mahali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Bandung : Kaifa PT Mizan Pustaka, 2009),
h.80. 19
Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer, (
Ciputat: Alkitabah, 2014), h.60. 20
M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h.56.
18
ungkapan penerjemah sendiri di dalam bahasa penerima sehingga terjemahan
menjadi lebih panjang daripada aslinya.21
Metode ini sering kali dipergunakan
untuk keperluan media massa. Selain untuk media massa, penerjemahan judul
dalam teks Arab sering kali harus memaksa penerjemah untuk menggunakan
metode ini, agar lebih berdaya jual. Dengan demikian, banyak ahli yang
meragukan metode ini dimasukan ke dalam salah satu metode penerjemahan.22
g. Penerjemahan Idiomatis
Metode penerjemahan idiomatis berusaha memproduksi pesan bahasa sumber,
tetapi cenderung mendistorsi nuansa makna karena penerjemah menyajikan
kolokasi dan idiom-idom yang tidak terdapat dalam nas sumber.23
Metode ini
mengharuskan untuk sering menggunakan kesan keakraban dan ungkapan
idiomatis yang tidak didapati pada versi aslinya. Penerjemah dengan
menggunakan metode ini termasuk salah satu metode yang diterima oleh para ahli,
karena menjamin keteralihan pesan dan ide pada Tsu.24
h. Penerjemahan komunikatif
Metode dilakukan dengan mengungkapkan makna kontekstual, yang terdapat
dalam bahasa sumber, ke dalam bahasa sasaran, sehingga isi dan makna nya
21
Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer, (
Ciputat: Alkitabah, 2014), h.62. 22
M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h.57. 23
Dr,Syihabudin, Penerjemahan Arab- Indonesia, (Bandung : Humaniora, 2005), h.72. 24
Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer, h.63.
19
mudah diterima dan dipahami oleh pembaca.25
Biasanya, ini sering dilakukan
dalam penerjemah brosur, pengumuman, ataupun macam tulisan popular.
B. Stilistika
1. Tentang stilistika
Melihat pertama kali munculnya stilistika tak bisa dilepaskan dari kemunculan
retorika. Sejarah keduanya memang tumpang tindih. Namun retorika lebih dulu
muncul dibanding dengan stilistika. Hough menyimpulkan bahwa asal-usul
stilistika adalah retorika bukan puitika. Menurut Josiah Ober retorika ada dua
macam, retorika praktis dan retorika kritis. Dua retorika ini menjadi landasan
pemikiran bagi dua ahli pidato yaitu Plato dan Aristoteles.
Dalam perkembangannya, Aristoteles menulis dua buku yang hingga saat ini
masih fenomenal, Rhetoric dan Poetic. Kedua buku ini seolah-olah saling
berhubungan, akan tetapi Aristoteles membedakan antara retorika dengan puitika.
Retrorika memiliki esensi persuasi. Tujuannya, lebih bersifat praktis supaya
mudah memberikan penalaran yang logis. Sedangkan puitika lebih menekankan
pada aspek keindahannya.26
Dari aspek kepengarangan, retorika bertujuan untuk mempengaruhi
pendengar, agar dapat menimbulkan aksi atau tindakan. Berbeda dengan puitika,
yang memiliki tujuan untuk melukiskan kehidupan, agar imajinasi seseorang
muncul. Caranya seperti dengan menghibur, memikat, dan refraksi agar dapat
menimbulkan berbagai jenis emosi terhadap orang lain. Kemudian pada abad
25
Dr,Syihabudin, Penerjemahan Arab- Indonesia, (Bandung : Humaniora, 2005), h.73. 26
Nyoman Kuta Ratna, Stilistika, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2016), h.29.
20
pertengahan retotika dan puitika bersatu karena kebanyakan pada zaman itu diisi
oleh ahli retorika yang sekaligus penyair.
Hubungan antara retorika dengan puitika inilah yang dianggap sebagai awal
timbulnya gagasan mengenai sastra. Retorika pun tidak diposisikan sebagai
penalaran tapi dianggap sebagai gaya, meski masih menjadi pelengkap. Seperti di
dalam Rhetoric yang dianggap membahas penggunaan bahasa sebagai gaya,
dalam berpidato.
Namun, ketika ilmu pengetahuan di Eropa berkembang, retorika mulai
ditinggalkan. Dalam hal mempengaruhi bangsa Eropa pada saat itu lebih
menyukai cara-cara yang terbilang aneh. Sehingga, muncul lah nama stilistika
diangkat. Akan tetapi kemunculan stilistika tidak bisa dilepaskan dari retorika.
2. Pengertian Stilistika
Istilah “stilistika” diserap dari bahasa Inggris stylistics yang diturunkan dari
kata style yang berarti „gaya‟. Secara etimologi, istilah style atau gaya itu sendiri
menurut Shipley dan Mikics berasal dari bahasa Latin stilus, yang berati „batang
atau tangkai‟, menyaran pada ujung pena yang digunakan untuk membuat tanda-
tanda (tulisan) pada tanah liat yang berlapis lilin (metode kuno dalam
menulis). Jadi, secara sederhana stilistika dapat diartikan sebagai ilmu tentang
gaya bahasa. Kutha Ratna menyatakan bahwa stilistika sebagai bagian dari ilmu
sastra, lebih sempit lagi ilmu gaya bahasa dalam kaitannya dengan aspek-aspek
keindahan.
21
Menurut Aminuddin Kajian sastra dengan memanfaatkan teori stilistika
hakikatnya berangkat dari pendekatan objektif seperti yang dibicarakan oleh
Abrams dalam bukunya The Mirror and The Lamp (1976:8). Pendekatan objektif
merupakan pendekatan dalam kajian sastra yang menitikberatkan pada hubungan
antarunsur karya sastra. Fokus pendekatan objektif adalah karya sastra itu sendiri.
Kajian stilistika merupakan bentuk kajian yang menggunakan pendekatan objektif
karena ditinjau dari sasaran kajian stilistika merupakan kajian yang berfokus pada
wujud penggunaan sistem tanda dalam karya sastra.
Meski demikian, jika kembali pada literature sastra Indonesia, stilistika
(stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil (style), secara umum adalah
gaya yang khas untuk mengungkapkan segala sesuatu dengan cara tertentu,
sehingga tujuan yang dimaksut dapat dicapai secara maksimal.27
3. Objek Pembahasan Stilistika
Stilistika salah satu alat pengkajian sastra yang memiliki objek penelitian yang
bersifat sastrawi dan abstrak. Terlebih, stilistika sebagai ilmu pengetahuan
mengenai gaya bahasa, sangat menaruh perhatian pada seluruh jenis komunikasi
yang menggunakan bahasa, lisan atau tulis. Karya sastra, secara khusus memiliki
nilai keindahan tersendiri. Nilai estetika yang memuat pesan dan kesan
sesungguhnya secara tersembunyi melalui bahasa yang dibuat secara khusus oleh
pengarangnya.28
27
Nyoman Kuta Ratna, Stilistika, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2016), h.3. 28
Nyoman Kuta Ratna, Stilistika, h.13.
22
Dalam hal ini, puisilah yang dianggap memiliki karakter khusus dibanding
karya-karya sastra yang lain. Karena puisi dianggap paling pantas diposisikan
sebagai objek utama stilistika. Betapa tidak, kerena puisi meggunakan bahasa
secara khas. Puisi memiliki medium terbatas sehingga dalam keterbatasannya
sebagai totalitas puisi yang terdiri dari beberapa baris harus mampu
menyampaikan pesan yang sama dengan cerpen, bahkan sebuah novel yang terdiri
atas ratusan bahkan ribuan halaman. Karena mediumnya terbatas, harus mampu
mengisi kata dengan banyak makna dengan kata lain, sebuah kata dalam puisi
padat akan makna. Meski begitu, pesan yang disampaikan dalam sebuah puisi
dapat dilakukan seluas-luasnya. Tanda banca tipografi, enjambemen, penggunaan
huruf capital, tanda-tanda baca, dan sebagainya, dapat dijadikan objek analisis.29
Objek utama analisis stilistika adalah teks atau wacana. Objek analisis bukan
hanya pada tataran bahasa. Melainkan, pada bahasa yang digunakan yang sudah
mengalami proses penafsiran. Pada saat sebuah kalimat diucapkan, sebagai
parole. Saat itulah terjadi peristiwa komunikasi antara objek dengan pembaca.
Pada saat itu juga terjadi proses penafsiran.
Menurut Fowler, sebagai kualitas ekspresi semua teks pada dasarnya
menampilkan gaya bahasa. Puisi, prosa, dan drama, genre utama dalam sastra
modern, demikian juga pandanannya dalam sastra lama, seperti gaguritan dan
gancaran, adalah sumber-sumber utama gaya bahasa.30
29
Nyoman Kuta Ratna, Stilistika, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2016), h.16. 30
Nyoman Kuta Ratna, Stilistika, h. 17.
23
C. Stilistika Arab dan Gaya Bahasa (Uslub)
1. Pengertian Stilistika Arab (Uslub)
Stilistika bahasa Arabnya adalah uslub. Uslub adalah makna yang terkandung
dari kata-kata yang terangkai sedemikian rupa sehingga lebih cepat mencapai
sasaran kalimat yang dikehendaki dan lebih menyentuh jiwa para pendengar.31
Stilistika (uslub) dalam bahasa Indonesia disebut gaya bahasa, yaitu pemanfaatan
atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis. Demikian pula
dapat didefinisikan sebagai cara yang khas dalam menyatakan pikiran dan
perasaan dalam bentuk tulis atau lisan. Balaghah merupakan suatu disiplin ilmu
yang berlandaskan kepada kejernihan jiwa dan ketelitian menangkap keindahan
dan kejelasan perbedaan yang samar di antara macam-macam uslub (ungkapan).32
Dengan demikian, balaghah berusaha mengungkapkan tabir dibalik ungkapan atau
uslub, dan menjelaskan perbedaan yang terdapat dalam macam-macam uslub.
Tak lain, uslub yang menjadi objek kajian balaghah itu memiliki gaya tersendiri
yang khas, yang tercipta karena ciri khas kepengarangan seseorang.
Secara global, stilistika dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
A. Al-Uslub al-Ilmi (Stilistika Ilmiah)
Al-uslub al-ilmi (stilistika ilmiah) harus jauh dari aspek subyektif dan emotif
penuturnya, karena eksperimen ilmiah itu obyektif dan tidak ada hubungannya
dengan aspek psikis, emotif dan kondisi orang yang melakukannya. Stilistika
ilmiah membutuhkan logika yang baik, pemikiran yang lurus serta jauh dari
31
Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Al- Balaaghatul Waadhihah, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2014) h.10.
32Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Al- Balaaghatul Waadhihah, h.6.
24
imajinasi dan emosi, karena sasarannya adalah pikiran dan menjelaskan fakta-
fakta ilmiah.
Jadi, dalam uslub ini harus diperhatikan pemilihan kata-kata yang jelas dan
tegas maknanya serta tidak mengandung banyak makna. Untuk uslub ini,
sebaiknya dihindari pemakaian kata atau kalimat majaz dan badi‟ yang dibagus-
baguskan kecuali bila tidak diprioritaskan dan tidak sampai menyentuh salah satu
prinsip atau ke khasan uslub ini. Adapun pemakaian tasybih yang dimasudkan
untuk mempermudah pemahaman penjelasan terhadap hakikatnya, adalah sangat
baik dan dapat dibenarkan.
B. Al-Uslub al-Adabi (Stilistika Sastra)
Al-uslub al-adabi sangat subyektif, karena ia merupakan ungkapan jiwa
pengarangnya, pemikirannya dan emosinya. Oleh karena itu, Al-uslub al-adabi
(stilistika sastra) sangat spesifik. Sasaran stilistika adabi adalah aspek emosi
bukan logika, karena stilistika ini digunakan untuk memberi efek perasaan
pembaca. Oleh karena itu, temanya mempunyai relevansi yang erat dengan jiwa
pengarang dan mengesampingkan teori ilmiah, argumentasi logis dan terminologi
ilmiah.
Dalam uslub jenis ini keindahan adalah salah satu sifat dan ke khasannya yang
paling menonjol. Sumber keindahannya adalah khayalan yang indah, imajinasi
yang tajam, persentuhan beberapa titik keserupaan yang jauh di antara beberapa
hal, dan pemakaian kata benda atau kata kerja yang kongkret sebagai pengganti
kata benda atau kata kerja yang abstrak.
25
C. Al-Uslub al- Khithabi (Stilistika Retorika)
Retorika merupakan salah satu seni pidato, yang mempunyai karakteristik
kandungan makna yang kuat, memakai lafal yang serasi dan argumentasi yang
relevan. Biasanya seorang orator berbicara mengenai tema yang relevan dengan
realitas kehidupan untuk membawa audiens mengikuti pemikirannya. Stilistika
yang indah, jelas, lugas merupakan unsur yang dominan dalam retorika untuk
mempengaruhi aspek psikis audiens.
Dalam uslub ini sangat menonjol ketegasan makna dan redaksi, ketegasan
argumentasi dan data, dan keluasan wawasan. Dalam uslub ini seorang pembicara
dituntut dapat membangkitkan semangat dan mengetuk hati para pendengarnya.
Keindahan dan kejelasan uslub ini memiliki peran yang besar dalam
mempengaruhi dan menyentuh hati.
Di antara yang memperbesar peran uslub ini adalah status pembicara dalam
pandangan para pendengarnya, penampilannya, kecermelangan argumentasinya,
kelantangan dan kemerduan suaranya, kebagusan penyampaiannya, dan ketepatan
sasarannya. Kelebihan uslub ini yang menonjol adalah pengulangan kata atau
kalimat tertentu, pemakaian sinonim, pemberian contoh masalah, pemilihan kata-
kata yang tegas.33
2. Pengertian Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas
yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakaian bahasa. Suatu
33
Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Al- Balaaghatul Waadhihah, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2014) h.11-16.
26
penciptaan puisi, juga bentuk-bentuk tulisan yang lain, misalnya cerpen, novel,
naskah drama (wacana sastra) sangat membutuhkan penguasaan gaya bahasa, agar
puisi yang dihasilkan nanti lebih menarik, dan berkualitas. Gaya bahasa sering
kali dikenal dalam retorika dengan istilah “style”, yaitu kemampuan dan keahlian
menulis atau menggunakan kata-kata dengan alat bantu lidah. Hal pertama yang
perlu dipahami bahwa gaya bahasa bukan semata-mata menggayakan suatu
bahasa.
Dapat dilihat dari segi bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka
gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang
dipergunakan, yaitu:
a. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata.
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa ini mempersoalkan kata mana yang
paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat atau
tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam
masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan
kesesuaian pemakaian bahasa dalam situasi-situasi tertentu. Gaya bahasa ini dapat
dibedakan menjadi gaya bahasa resmi, gaya bahasa tidak resmi, dan gaya bahasa
percakapan.
b. Gaya bahasa berdasarkan nada.
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari
rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti akan
lebih nyata di dalam bahasa lisan.
27
c. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat.
Gaya bahasa ini diciptakan berdasarkan struktur kalimat. Struktur kalimat di
sini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan
dalam kalimat tersebut.
d. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut
sebagai trope atau figure of speech. Dalam gaya bahasa ini, terjadi suatu
penyimpangan bahasa secara evaluatif atau secara emotif dari bahasa biasa dalam
ejaan, pembentukkan kata, konstruksi kalimat, klausa, frasa, ataupun aplikasi
sebuah istilah untuk memperoleh kejelasan, penekanan, hiasan, humor, atau suatu
efek yang lain. Fungsi dari figure of speech ini adalah menjelaskan, memperkuat,
menghidupkan obyek mati, menstimulasi asosiasi, menimbulkan gelak ketawa
atau untuk hiasan.34
3. Macam- macam gaya bahasa
Gaya bahasa dapat dilihat dari langsung tidaknya makna menurut Gorys
Keraf, style atau gaya bahasa terdapat dua macam. Pertama, gaya bahasa retoris,
dan kedua, gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa retoris, merupakan penyimpangan
dari kontruksi biasa untuk mencapai efek tertentu, dan gaya bahasa kiasan adalah
penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna. Namun, dalam
34
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009), h.117-
129.
28
penelitian ini, penulis memfokuskan pada gaya bahasa kiasan. Karena, jenis gaya
bahasa tersebut paling banyak digunakan dalam karya sastra.
Berikut pemaparan macam-macam gaya bahasa kiasan beserta penjelasannya.
A. Gaya bahasa kiasan
Gaya bahasa kiasan dibentuk berdasarkan upaya untuk melakukan
perbandingan dan persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang
lain, berarti mencari persamaan melalui ciri-ciri yang menujukkan kesamaan
antara dua hal yang saling dibandingkan. Mulanya, bahasa kiasan berkembang
dari analogi.35
Pada masa Aristoteles, kata analogi sering dipergunakan dengan
pengertian kualitatif. Dalam pengertian kualitatif ini, analogi menyatakan
kemiripan hubungan sifat anatara dua perangkat istilah. Dalam arti yang lebih luas
ini, analogi lalu berkembang menjadi kiasan. Itu dibuktikan dengan banyaknya
orang yang menggunakan metafora, karena contoh dari analogi kualitatif.36
Dari
situlah, muncul macam-macam gaya bahasa kiasan.
Bentuk pengungkapan yang menggunakan gaya bahasa kias memang terbilang
banyak. Namun, hanya beberapa saja yang sering muncul dalam karya sastra.
Bentuk-bentuk penjelasan, Nurgiantoro menyebutnya, yang banyak digunakan
pengarang sastra, yakni bentuk perbandingan dan persamaan. Bentuk
perbandingan itu seperti simile, metafora, dan personifikasi.37
35
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009), h.136. 36
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, h.137. 37
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, ( Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,
2015), h.398.
29
Selanjutnya, gaya pemajasan lain yang juga sering digunakan pengarang sastra
adalah metonimia, sinekdoke, hiperbola, dan paradoks. Berikut ini beberapa
macam gaya bahasa kiasan yang sering dipakai dalam karya sastra.
1). Metafora (Isti‟ârah)
Metafora adalah gaya bahasa yang seringkali menambahkan kekuatan pada
suatu kalimat.Metafora berasal dari bahasa Yunani metaphora yang berarti
„memindahkan‟; kata meta berarti „melebihi‟ + pherein „membawa‟. Menurut Dale
at al, Metafora membuat perbandingan antara dua hal atau benda untuk
menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara
eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama,
laksana, penaka, serupaseperti perumpamaan.38
Seperti yang telah dilakukan
pengarang karya sastra. Untuk membentuk metafora ada polanya, yakni:
perwujudan – penjelas – perwujudan.
Dijelaskan dalam bahasa Indonesia, bahasa Arab juga memiliki konsep yang
mirip dengan metafora, yaitu Isti‟ârah. Dalam bahasa Arab, isti‟arah digunakan
sebagai metafora sebagian, seperti yang dijelaskan Sukron Kamil, “Kata atau
kalimat bukan dalam makna aslinya, karena ada hubungan makna asli dengan
yang dipakai, dan ada tanda yang menunjukkan hal itu.” Jika dilihat dari kata
yang dipakai, isti‟ârah terbagi dalam empat bagian.
Pertama, isti‟ârah tashrîhiyyah, yakni di mana kata yang disebut adalah
musyabbah bih (yang diserupai). Kedua, isti‟ârah makniyyah, yaitu yang disebut
adalah musyabbah saja, tetapi kalimat setelahnya menunjuk pada musyabbah bih.
38
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung : Penerbit Angkasa, 2013), h.15.
30
Ketiga, isti‟ârah asliyah, jenis ini , kata yang disebut tidak memiliki derivasinya.
Dan yang terakhir, isti‟ârah taba‟iyah. Kata yang disebut dalam isti‟ârah ini,
memiliki derivasinya.39
Selanjutnya, berdasarkan tanda setelah kata metaforisnya, isti‟ârah terbagi
dalam tiga macam. Pertama, isti‟ârah mutlaqah. Isti‟ârah ini tidak diikuti kalimat.
Kedua, isti‟ârah murasysyahah, yang diikuti tanda yang menunjuk pada
musyabbah bih. Ketiga, isti‟ârah mujarradah, di mana isti‟ârah ini menunjuk
pada musyabbah.
2). Alegori, Parabel, dan Fabel
Bila sebuah metafora mengalami perluasan, maka tentu dapat berwujud seperti
alegori, parable, dan fabel. Ketiga, bentuk ini biasanya mengandung ajaran-ajaran
moral dan sering sukar dibedakan satu dari yang lain.
Menurut Keraf, alegori ialah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan.
Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Nama-nama
pelakunya di dalam alegori adalah sifat-sifat yang abstrak, dan jelas tersuat.
Sedangkan parabel, adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya
manusia, yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk
menyebut cerita-cerita fiktif di dalam kitab suci yang bersifat alegoris. Tujuannya
menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual.
Kemudian fabel, merupakan suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia
binatang, di mana binatang di dalam dunia tersebut bertindak seolah-olah seperti
39
Dr. Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2012), h. 142.
31
manusia sedia kalanya. Dalam fabel, ada upaya untuk menyampaikan suatu
prinsip tingkah laku melalui analogi yang transparan dari tindak-tanduk binatang,
tumbuh-tumbuhan, atau makhluk yang tak bernyawa.40
3). Simile (Tasybih)
Gaya bahasa dalam bentuk ini menggunakan perbandingan yang bersifat
eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa
ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Hal itu ditunjukkan
dengan penggunaan kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan
sebagainya.41
Dalam penuturan bentuk ini yang terjadi dalam proses simile, sesuatu yang
disebut pertama, dinyatakan mempunyai sifat yang sama, atau mirip, dengan
sesuatu yang disebut belakangan. Misalnya: “Dihadapan mereka, Dukuh paruk
kelihatan remang seperti seekor kerbau besar sedang lelap”.42
Disamping itu, bahasa Arab juga memiliki konsep yang persis dengan simile.
yaknitasybih. Gaya bahasa ini mengindikasikan adanya penyerupaan antara
musyabbah (yang menyerupai) dan musyabbah bih (yang diserupai). Penyerupaan
atau perumpamaan mengharuskan adanya makna lain dan sebuah alat yang
disebut adat tasybih.
40
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009), h.140. 41
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, h. 138. 42
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2015),h.400.
32
4). Personifikasi atau Prosopopoeia
Gaya bahasa ini menggunakan gaya bahasa kiasan yang menggambarkan
benda-benda mati yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.
Dikatakan pula bahwa personifikasi adalah corak khusus metafora, yang
mengiaskan benda-benda mati dengan bertindak, berbuat, berbicara, layaknya
manusia. Dalam personifikasi juga mengandung unsur persamaan, karena ada
pengupayaan benda mati yang dapat hidup seperti manusia pada umumnya.
Seperti dalam hal perwatakan, tindak-tanduk, perasaan, dan lainnya.43
5). Sinekdoke (Majaz Mursal)
Sinekdoke semacam bahasa figuratif yang mengungkapkan hal yang sifatnya
sebagian, yang tujuan dasarnya untuk menyatakan keseluruhan, atau biasa disebut
pars pro toto. Atau menggunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian, totum
pro parte.
Dalam sastra Arab, sinekdoke termasuk ke dalam majaz mursal. Majaz ini
memiliki alaqahnya ghair musyabahah (tidak saling meyerupai). Dari definisi di
atas dapat disimpulkan bahwa sebuah kalimat majaz dapat diketahui apakah
mursal atau isti‟arah yaitu dengan melihat alaqahnya. Alaqah (keterkaitan atau
hubungan) majaz mursal memiliki banyak alaqah, diantaranya ialah sababiyyah,
musabbabiyyah, juziyyah, kulliyyah, I‟tibar ma kaana, I‟tibar ma yakun,
mahaliyyah dan haaliyah.44
43
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009), h.141. 44
Drs. H. Ahmad Syatibi, Balaghah 1 (Ilmu Bayan), (Jakarta : Tarjamah Center, 2014), h. 121-
124.
33
6). Metominia
Metominia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk
menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.
Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil penemuan, pemilik untuk barang
yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan
kulitnya, dan sebagainya.45
7). Ironi atau Sindiran
Ironi berarti penipuan, atau pura-pura. Masyarakat lebih mengenal dengan
sebutan sindiran. Gaya bahasa ini sering diapakai untuk menyindir seseorang,
dengan memberikan suatu ungkapan yang tidak langsung menjurus kepada
maksud. Sengaja atau tidak, rangkaian kata-kata yang digunakan itu mengingkari
maksud yang sebenarnya. Karena, gaya sindirian ini membutuhkan pendengar
yang sadar dan paham akan maksud tersembunyi dari ungkapan sindiran
seseorang.46
45
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009), h.142. 46
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, h.143.
34
BAB III
BIOGRAFI PENULIS & PENERJEMAH KITAB MINHAJUL AL-ABIDIN
A. Pengantar
Minhajul Al-Abidin, kitab ini ditulis oleh Imam Al-Ghazali dan
diterjemahkan oleh K.H.R. Abdullah bin Nuh. Pada bab ini peneliti akan
membahas mengenai gambaran umum kitab Minhajul Al-Abidin serta
memaparkan biografi riwayat hidup, karir, dan karya-karya penulis dan
penerjemah.
Kitab Minhajul Al-Abidin karya Imam Al-Ghazali membagi perjalanan
seorang ahli ibadah itu dalam tujuh tahapan. Ini adalah risalah bimbingan yang
menjadi wasiat terakhirnya bagi umat, karena tak lama sesudah menyusun buku
ini, sang imam ini meninggalkan dunia, menghadap Rabbul Alamin yang selalu
beliau rindukan. Imam Al-Ghozali memaparkan tips-tips penting agar selalu
waspada terhadap setiap rintangan yang ada. Sehingga dapat keluar dari
perangkap tersebut.
B. Tentang Penulis
1. Biografi Imam Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ta'us Ath-Thusi As-Syafi'i Al-Ghazali. Secara singkat dipanggil
35
Al-Ghazali atau Abu Hamid Al-Ghazali.47
Mendapat gelar imam besar Abu
Hamid Al-Ghazali Hujatul Islam. Namanya kadang diucapkan Ghazzali (dua z),
artinya tukang pintal benang, karena pekerjaan ayah beliau adalah tukang pintal
benang wol. Sedang yang lazim ialah Ghazali (satu z), diambil dari kata Ghazalah
nama kampung kelahirannya. Beliau lahir di Thus, Khurasan, Iran, dekat Masyhad
sekarang, pada tahun 450 H/1058 M. Beliau dan saudaranya, Ahmad, ditinggal
yatim pada usia dini. Pendidikannya dimulai di Thus. Lalu, Al-Ghazali pergi ke
Jurjan. Sesudah satu periode lebih lanjut di Thus, beliau ke Naisabur,
tempat beliau menjadi murid al-Juwaini Imam al-Haramain hingga
meninggalnya yang terakhir pada tahun 478 H/1085 M. Beberapa guru lain juga
disebutkan, tapi kebanyakan tidak jelas. Yang terkenal adalah Abu Ali al-
Farmadhi.
Al-Ghazali adalah ahli pikir ulung Islam yang menyandang gelar "Pembela
Islam" (Hujjatul Islam), "Hiasan Agama" (Zainuddin), "Samudra yang
Menghanyutkan" (Bahrun Mughriq), dan lain-lain. Riwayat hidup dan pendapat-
pendapat beliau telah banyak diungkap dan dikaji oleh para pengarang baik dalam
bahasa Arab, bahasa Inggris maupun bahasa dunia lainnya, termasuk bahasa
Indonesia. Hal itu sudah selayaknya bagi para pemikir generasi sesudahnya dapat
mengkaji hasil pemikiran orang-orang terdahulu sehingga dapat ditemukan dan
dikembangkan pemikiran-pemikiran baru.
Sebelum meninggal ayah Al-Ghazali berwasiat kepada seorang
ahli tasawuf temannya, supaya mengasuh dan mendidik Al-Ghazali dan adiknya
47
M. Sholihin, Epistimologi Ilmu Dalam Sudut Pandang Al-Ghazali, (Bandung : Pustaka
Setia, 2001), h.20.
36
Ahmad. Setelah ayahnya meninggal, maka hiduplah Al-Ghazali di bawah asuhan
ahli tasawuf itu.48
Harta pusaka yang diterimanya sedikit sekali. Ayahnya
seorang miskin yang jujur, hidup dari usaha sendiri bertenun kain bulu (wol).
Disamping itu, selalu mengunjungi rumah para alim ulama, memetik ilmu
pengetahuan, berbuat jasa dan memberi bantuan kepada mereka. Apabila
mendengar uraian para ulama itu maka ayah Al-Ghazali menangis tersedu-sedu
seraya memohon kepada Allah SWT kiranya beliau dianugerahi seorang putra
yang pandai dan berilmu. Pada masa kecilnya Al-Ghazali mempelajari ilmu Fiqh
di negerinya sendiri pada Syeh Ahmad bin Muhammad ar-Razikani.
Kemudian, pergi ke negeri Jurjan dan belajar pada Imam Ali Nasar al-
Ismaili. Setelah mempelajari beberapa ilmu di negeri tersebut, berangkatlah Al-
Ghazali ke negeri Nisapur dan belajar pada Imam al-Haramain. Disanalah mulai
kelihatan tanda-tanda ketajaman otaknya yang luar biasa dan dapat menguasai
beberapa ilmu pengetahuan pokok pada masa itu, seperti ilmu Mantik (logika),
Filsafat dan Fiqh Mazhab Syafi'i. Setelah Imam al-Haramain wafat, lalu Al-
Ghazali berangkat ke al-Askar mengunjungi menteri Nizamul Mulk dari
pemerintahan Dinasti Saljuk. Beliau disambut dengan kehormatan sebagai
seorang ulama besar.
Kemudian, dipertemukan dengan para alim ulama dan pemuka-pemuka
ilmu pengetahuan. Semuanya mengakui akan ketinggian dan keahlian Al-Ghazali.
Pada tahun 484 H/1091 M, beliau diutus oleh Nizamul Mulk untuk menjadi guru
besar di madrasah Nizhamiyah, yang didirikan di Baghdad. Beliau menjadi salah
48
Al-Ghazali, Ihya‟ al-Ghazali, Jilid I, (Surabaya : Faizan, 1969), h. 18.
37
satu orang yang terkenal di Baghdad, dan selama empat tahun beliau memberi
kuliah kepada lebih dari 300 mahasiswa. Pada saat yang sama, beliau menekuni
kajian Filsafat dengan penuh semangat lewat bacaan pribadi dan menulis sejumlah
buku.49
Atas prestasinya yang kian meningkat, pada usia 34 tahun beliau diangkat
menjadi pimpinan (rektor) Universitas Nizhamiyah. Selama menjadi rektor, beliau
banyak menulis buku yang meliputi beberapa bidang Fiqh, Ilmu Kalam dan buku-
buku sanggahan terhadap aliran-aliran Kebatinan, Ismailiyah dan Filsafat.
Al-Ghazali telah mengarang sejumlah besar kitab pada waktu mengajar di
Baghdad, seperti Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz dan Al-Khalasah Fi Ilmil Fiqh.
Seperti juga kitab-kitab Al-Munqil Fi Ilmil Jadl, Ma'khudz Al-Khilaf, Lubab Al-
Nadhar, Tahsin Al-Maakhidz dan Mabadi' Wal Ghāyat Fi Fannil Khilaf.
Sekalipun mengarang beliau tidak lupa berpikir dan meneliti hal-hal dibalik
hakikat.
Beliau tidak ragu-ragu mengikuti ulama yang benar, yang tidak seorang
pun berpikir mengenai kekokohan kesahannya atau untuk meneliti sumber
pengambilannya. Pada waktu itu beliau juga mempelajari ilmu-ilmu yang lain.
Hanya 4 tahun al-Ghazali menjadi rektor di Universitas Nizhamiyah. Setelah itu
beliau mulai mengalami krisis rohani, krisis keraguan yang meliputi akidah dan
semua jenis ma'rifat. Secara diam-diam beliau meninggalkan Baghdad menuju
Syam, agar tidak ada yang menghalangi kepergiannya baik dari penguasa
(khalifah) maupun sahabat dosen seuniversitasnya.
49
M. Amin Abdullah, Antara al-Ghazali dan Kant : Filsafat Etika Islam, (Terj). Hamzah,
(Bandung : Mizan, 2002), h. 29.
38
Al-Ghazali berdalih akan pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah
haji. Dengan demikian, amanlah dari tuduhan bahwa kepergiannya untuk mencari
pangkat yang lebih tinggi di Syam. Pekerjaan mengajar ditinggalkan dan mulailah
beliau hidup jauh dari lingkungan manusia, zuhud yang beliau tempuh.
Pada tahun 488 H, beliau mengisolasi diri di Makkah lalu ke Damaskus
untuk beribadah dan menjalani kehidupan sufi.50
Beliau menghabiskan waktunya
untuk khalwat, ibadah dan i'tikaf di sebuah masjid di Damaskus. Berzikir
sepanjang hari di menara. Untuk melanjutkan taqarubnya kepada Allah SWT
beliau pindah ke Baitul Maqdis. Dari sinilah beliau tergerak hatinya untuk
memenuhi panggilan Allah SWT untuk menjalankan ibadah haji. Dengan segera
beliau pergi ke Makkah, Madinah dan setelah ziarah ke makam Rasulullah SAW
dan nabi Ibrahim A.S., ditinggalkanlah kedua kota tersebut dan menuju ke Hijaz.
Dari Bait Al-Haram, Al-Ghazali menuju ke Damsyik. Al-Maqrizi, dalam
Al-Muqaffa, mengatakan : Ketika di Damsyik, al-Ghazali beri'tikad di sudut
menara masjid Al-Umawi dengan memakai baju jelek. Di sini beliau mengurangi
makan, minum, pergaulan dan mulai menyusun kitab Ihya' Ulumuddin. Al-
Ghazali putar-putar untuk berziarah ke makam-makam para syuhada' dan masjid-
masjid. Beliau mengolah diri untuk selalu bermujahadah dan menundukkannya
untuk selalu beribadah hingga kesukaran-kesukaran yang dihadapinya menjadi
persoalan biasa dan mudah.
50
Didin Hafidhuddin, Dakwa Aktual, (Jakarta : Gema Insani Press, 1998), h. 34.
39
Setelah mengabdikan diri untuk ilmu pengetahuan berpuluh-puluh tahun
dan setelah memperoleh kebenaran yang hakiki pada akhir hidupnya, beliau
meninggalkan dunia di Thus pada 14 Jumadil Akhir 505 H/19 Desember 1111 M,
dihadapan adiknya, Abu Ahmadi Mujidduddin. Beliau meninggalkan tiga orang
anak perempuan sedang anak laki-lakinya yang bernama Hamid telah meninggal
dunia semenjak kecil sebelum wafatnya (Al-Ghazali), karena itulah beliau diberi
gelar "Abu Hamid" (Bapak si Hamid).
2. Karya-Karya Imam Al-Ghazali
Al-Ghazali meninggalkan banyak tulisan. Karya-karya tulis yang ditinggalkan
beliau menunjukkan keistimewaannya sebagai seorang pengarang yang produktif.
Pada seluruh masa hidupnya, baik sebagai penasehat kerajaan maupun sebagai
guru besar di Baghdad dan sewaktu mulai dalam masa skeptic 20 di Naisabur
maupun setelah berada dalam keyakinan yang mantap, beliau tetap aktif
mengarang.
Al-Ghazali mulai mengarang saat berusia 20 tahun, ketika itu beliau masih
berguru kepada Imam al-Haramain al-Juwaini di Naisabur. Jika beliau meninggal
dalam usia 55 tahun sesuai dengan kalender hijriyah, berarti beliau mengarang
buku-bukunya selama 35 tahun. Jumlah bukunya mencapai 380 buah, baik yang
kecil sampai yang besar seperti Ihya' Ulumuddin. Beliau melakukan perjalanan
selama 10 hingga 11 tahun dan menghabiskan waktunya untuk membaca, menulis
dan mengajar. Selain itu, beliau harus menjawab sekitar 2000 pucuk surat yang
berasal dari dekat dan jauh untuk meminta fatwa dan putusannya.
40
Dr. Abd ar-Rahman badawi mencatat, bahwa karya (kitab) yang telah dikarang
oleh sang Hujjah al-Islam al-Ghazali mencapai, setidaknya 457 buah dan berisi
kajian dengan ragam pendekatan baik ringan maupun tajam, mendalam atas
berbagai tema (topik) yang penting.51
Hamid Dabasyi menyebut Al-Ghazali sebagai manusia yang pertama kali
menguasai dan melampaui seluruh diskursus dominant yang otoritatif di
zamannya; dari teologi sampai yurisprudensi, filsafat, mistisisme bahkan sampai
teori politik, Al-Ghazali menguasai hal terbaik dalam sejarah intelektual,
melampaui semua yang lain, dan mencapai prestasi yang paling tinggi dalam
sejarah intelektual Islam. Teks-teks akhir Al-Ghazali dihasilkan setelah
melakukan perjalanan soliter menuju ranah kesadaran diri yang sempurna,
diantaranya al-Munqidz min ad-Dzalal, Ihya 'Ulumuddin, ataupun Kimiya as-
Sa'adah.
Adapun kitab-kitab beliau meliputi Filsafat dan Ilmu Kalam, Fiqh, Ushul Fiqh,
Tafsir, Tasawuf dan Akhlak. Adapun kelompok Filsafat dan Ilmu Kalam
meliputi:
1. Maqdshid Al-Falasifah.
2. Tahafut Al-Falasifah.
3. Al-Iqtishad fi Al-I'tiqad.
4. Al-Munqidz min Adz-Dzalal.
5. Maqashid Asna fi Ma'ani Asma Al-Husna.
6. Faishal At-Tafriqat.
51
Kamran As‟ad Irsyady, Al-Ghazali Menggapai Hidayah, (Yogyakarta : Pustaka Sufi,
2003), h.13.
41
7. Qisthas Al-Mustaqim.
8. Al-Mustazhiri.
9. Hujjat Al-Haqq.
10. Munfashil Al-Khilaf fi Ushul Ad-Din .
11. Al-Muntahal fi 'Ilm Al-Jadal.
12. Al-Madhnun bin Al-Ghair Ahlihi.
13. Mahkun Nadhar.
14. Ara 'Ilm Ad-Din.
15. 'Arba'in fi Ushul Ad-Din.
16. Iljam Al-'Awam 'An 'Ilm Al-Kalam.
17. Mi'yar Al-'Ilm.
18. Al-Intishar.
19. Isbat An-Nadhar.
Kelompok Fiqh dan Ushul Fiqh, meliputi :
1. Al-Basith..
2. Al-Wasith.
3. Al-Wajiz.
4. Al-Khulashah Al-Mukhtashar.
5. Al-Mustasyid.
6. Al-Mankhul.
7. Syifakh Al-'Alil fi Qiyas wa Ta'lil.
8. Adz-Dzari'ah Ila Makdrim Asy-Syari'ah.
42
Kelompok Tafsir, meliputi :
1. Yaqut At-Ta'wil fi Tafsir At-Tanzil.
2. Jawahir Al-Qur'an.
Kelompok Ilmu Tasawuf dan Akhlak, meliputi :
1. Ihya 'Ulum Ad-Din.
2. Mizan Al-'Amal.
3. Kimiya Sa'adah.
3. Misykat Al-Anwar.
4. Mukasyafah Al-Qulub.
5. Minhaj Al-'Abidin.
6. Al-Dar Al-Fakhirat fi Kasyfi 'Ulum Al-Akhirat.
7. Al-'Ainis fi Al-Wahdat.
8. Al-Qurbat Ila Allah 'Azza Wajalla.
9. Akhlaq Al-Abrar wa Najat min Asrar.
10. Bidayat Al-Hidayah.
11. Al-Mabadi wa Al-Ghayah.
12. Nashihat Al-Mulk.
13. Tablis Al-Iblis.
14. Al-Risalah Al-Qudsiyah.
15. Al-Ma'khadz.
16. Al-Amali.
17. Al-Ma'arij Al-Quds .
18. Risalah Al-Laduniyyah.
43
Adapun dalam bukunya al-Ghazali yang berjudul misykaat al-Anwaar wa
misshfaat al-Asraar disebutkan beberapa karangan al-Ghazali, adalah sebagai
berikut:
1. Al-Basiith.
2. Al-Wasiith.
3. Al-Wajiiz.
4. Al-Khalaashah.
5. Ihya' Ulumuddin.
6. Al-Mustashfa.
7. Al-Mankhuulu fi Ushuul al-Fiqh.
8. Al-lubaab.
9. Bidayat Al-Hidayah.
10. Minhaj Al-'Aabidin.
11. Kitab al-Firdaus.
12. Kimiya' as-Sa'adah.
13. Al-Ma-aakhidz.
14. Al-Tahshiin.
15. Al-Iqtishad fi Al-I'tiqad.
16. Iljamu Al-Awwam.
17. Kitab Al-Mustadhary.
18. Al-Raddu 'ala Ibni syariikh fi Mas'alati Al-Thalaq.
19. Al-Fataawa.
44
20. Al-Raddu 'ala Al-Batiniyyah.
21. Maqaasid al-Falaasifah.
22. Tahaafut Al-Falaasifah.
23. Jawaahir Al-Qur'an.
24. Al-Ghaayat Al-Quswa.
25. Fadhaaikhu al-imamiyyah.
26. Gauru Al-Dauur, Hadza Hua Al-Raddu 'ala Ibni syariikh.
27. Makhak Al-Nadhar.
28. Mi'yaar Al-Ilmi.
29. Mizan Al-Amal.
30. Al-Siraat Al-Mustaqim.
31. Madaarik Al-Uquul.
32. Syifaa Al-'Aliil.
33. Asaas Al-Qiyas.
34. Kitab fi Mas'alat Kulli Mujtahid Mushiib.
35. Haqiiqat Al-Qur'an.
36. Walmuntakhil fi Al-Jadal.
37. Syarkhu Asma Allah Al-Husna.
38. Misykaat al-Anwar.
39. Al-Munqid Min Adz-Dzalal.
40. Kitab Al-Arba'in.
41. Kitab Asraru Al-Mu'aamalatiddin.
42. Kitab Badaai' Shun'illah.
45
43. Kitab Maraaqy Al-Zulaf.
44. Kitab Al-Mubiin 'an Daqaaiqi Ulumuddin.
45. Kitab Al-Tauhid.
46. Kitab Al-Nawaadir.
47. Kitab Khoshooish Al-Muqarrabin.
48. Kitab Al-Kunuz wa Al-'Iddah wa Al-Aniis fi Al-Waahidah.
49. Kitab Akhlaq Al-Abraar.
50. Kitab Al-Tafarraqat Baina Al-Imaan wa Al-Zindiiqat.
51. Kitab Qaanuun Al-Rasul Sallallahu Alaihi Wasallam.
52. Kitab Al-Qurubat ila Allah.
53. Kitab Al-Nushukh fi Al-Mawaa'idh.
54. Kitab Talbiis Ibliis.
55. Kitab Sirrul 'Alamin wa Kasyfu maa fi Ad-Darain.
56. Kitab Al-Mi'raaj.
57. Kitab Nashaaikh Al-Salaathiin.
58. Kitab Khuli Al-Auliyaa'.
59. Kitab Qaanun Al-Ta'wiil.
60. Kitab Mantiq Al-Thoiir.
61. Kitab Al-Wasaail Ila Ilmi Al-Wasaail.
62. Kitab Al-Imlaa'.
63. Kitab Hujjat Al-Haqq fi Taujiih Al-As-ilah 'ala al-A-Immah.
64. Kitab Tanbiih Al-Ghafiliin.
65. Kitab Asraru Al-Anwari Al-Ilahiyah.
46
66. Kitab Al-Isyraaf 'ala Mathali'i al-Inshaf.
67. Kitab Al-Masaail Al-Baghdadiyyah.
68. Kitab Ma-aakhidz Al-Adillah.
69. Kitab Libab Al-Nadhar.
70. Kitab Masaail Al-Khilaaf.
71. Kitab Al-Mustarsyidy.
72. Kitab Al-Mabaadi' wa Al-Ghaayaat.
73. Kitab Qawaashim Al-Baathiniyyah.
74. Kitab Ta'liq Al-Ushul.
75. Kitab Maqashid Al-Akhlaq.
76. Kitab Nihaayat Al-Wushul fi Masaail Al-Ushul.
77. Kitab Ifkham Ahl Al-Bid'i.
78. Kitab Tahdzib Al-Ushul.
79. Kitab Al-Jadaawa Al-Marquumah.
80. Kitab Al-Ujuubati.
81. Kitab Al-Ta'liq Al-Kabiir.
82. Kitab Al-Mufradaat.
83. Kitab fi Qatli Al-Muslim Bi Al-Dzimmi.
84. Kitab Al-Ihtishaar.
85. Kitab Al-Ma-Aakhid (Wahua Al-Ghaayat Al-Qushwa fi Al-Bahtsi).
86. Kitab Al-Nafkhi wa At-Taswiyah.
87. Kitab Kasyfi Ulum Al-Akhirat.
88. Kitab Al-Fataawa fi Al-Madzaahib.
47
89. Kitab Khazaain Al-Diin fi Asraar Al-Alamin.
90. Kitab Maraasim Al-Islam.
91. Kitab Al-Ujuubati Al- Musaktati.
92. Kitab Qaanun Al-Ta'wil.
93. Risaalat fi Al-Mantiq.
94. Al-Risaalat Al-Laduniyyah.
95. Aalat Al-Ma'aarif Al-Aqliyyah.
96. Wasaail Al-Haajaat.
97. Al-Inshaf fi Masaail Al-Khalaf.
98. Kitab Al-ta'liiq.
99. Kitab Libaab Ihya' Ulumuddin
100. Khalashat Al-Mukhtashar.
101. Wajawab 'An Masaaili Mutafarriqat.52
C. Tentang Penerjemah
1. Riwayat Hidup Abdullah Bin Nuh
K.H.R. Abdullah bin Nuh lahir di Cianjur tanggal 30 Juni 1905 dan wafat di
Bogor tanggal 26 Oktober 1987. Selain “maha guru para ulama”, beliau
merupakan seorang sastrawan , pendidik, dan pejuang kemerdekaan Indonesia.53
Abdullah adalah anak ke-3 dari keluarga ningrat K.H.R. Muhammad Nuh bin Idris
seorang ulama besar Cianjur. Dikenal sebagai pendiri Madrasah Al I‟anah Cianjur
52 https://s4h4.wordpress.com/2008/11/30/biografi-imam-ghazali diakses 10/03/2017, 13.00
wib).
53
K.H.R. Abdullah bin Nuh, Meraih Derajat Ahli Ibadah, (Jakarta: Mizan, 2014), h. 103.
48
dan murid utama K.H Muhtar seorang guru besar di Masjidil Harom Makkah.
Muhamad Nuh bin Idris Wafat tahun 1966. Sedangkan Ibunya bernama Raden
Aisyah binti Muhammad Sumintapura adalah seorang Wedana di Tasikmalaya di
Zaman colonial Belanda.
Di usia balitanya, K.H.R, Abdullah bin Nuh dibawa keluarganya bermukim di
Makkah. Disana beliau tinggal selama 2 tahun bersama Nyi Raden Kalifah
Respati, nenek ayahnya yang kaya raya di Cianjur dan ingin meninggal di
Makkah. Mungkin, karena pengalaman di Makkah itulah hingga dihati beliau
tumbuh berkembang bakatnya untuk menjadi penyair dan sastrawan Arab.
Pasalnya seringkali beliau bercerita pada keluarganya tentang pedagang-pedagang
makanan pagi di Makkah yang menjajakan barang dagangan sambil berseru “El
Batato Ya Nas” . Rupanya pengalaman itu cukup mendalam di relung hati beliau,
sehingga pada saat-saat tertentu beliau suka bernyanyi nyanyi kecil “El Batato Ya
Nas…El Batato Ya Nas.” Kalau di Indonesia, tak ubahnya seperti pedagang-
pedagang yang ada di Jogya yang menjajakan dagangannya sambil berseru
“Gudege nggih den…. Gudege nggih den”.54
Pulang di Makkah, Pendidikan formalnya diawali dari Madrasah Al I‟anah
Almubarokah yang didirikan Ayahnya pada tahun 1912. Salah satu Madrasah
yang boleh dibilang sebagai kawah candra dimuka bagi kelahiran para pahlawan
dan sastrawan muslim yang kebesaran namanya tidak hengkang digerus
zaman.Sejak kecil, kecerdasan dan ketajaman hati, K.H.R, Abdullah bin Nuh
memang sudah terang keunggulan ilmunya. Di usianya yang baru 8 tahun sudah
54
Muhammad Syafii Antonio, KH. Abdullah bin Nuh Ulama Sederhana Kelas Dunia, (Jakarta
: Tazkia Publishing, 2015), h. 15.
49
mengusai bahasa Arab. Juara Al Fiah, sanggup menghafal Al Fiah Ibnu Malik dari
awal sampai akhir bahkan, dibalik dari akhir keawal. Selain belajar di Al I‟anah,
beliau pun tidak henti-hentinya menggali dan menimba ilmu dari ayahnya.
Pada tahun 1918, Madrasah Al I‟anah melahirkan murid-murid pilihannya
yang terdiri dari Rd. Abullah (KH Abdullah bin Nuh) Rd. M Zen, Rd. Taefur
Yusuf, Rd. Asy‟ari, Rd. Akung dan Rd. M Soleh Qurowi. Ke 6 orang murid yang
bergelar dakhiliyyah itu diberangkatkan ke Pekalongan, mereka bermukim di
internat (Pondok pesantren) Syamailul Huda, yang dipimpinan oleh seorang Guru
besar Sayyid Muhammad bin Hasyim bin Tohir Al Alawi Al Hadromi, keturunan
Hadrol Maut yang tinggal di Jl. Dahrian (sekarang Jl. Semarang) Pekalongan. Di
Syamailul Huda, Rd Abdullah bin Nuh kecil mondok bersama 30 orang sahabat
seniornya yang sudah terlebih dahulu bermukim dan belajar disana. Mereka
datang dari berbagai daerah. Ambon, Menado, Surabaya, Malaysia bahkan ada
juga yang dari Singapore.
Tahun 1922, Sayyid Muhammad bin Hasyim Hijrah ke Surabaya. KH
Abdullah bin Nuh ikut diboyong, karena Beliau merupakan salah seorang murid
terbaik yang menjadi kesayangannya. Di Surabaya Sayyid Muhammad bin
Hasyim mendirikan “Hadrolmaut School”. Selain digembleng cara mengajar,
berpidato, memimpin dan lain-lain yang diperlukan, di “Hadromaut School”
itupun KH Abdullah bin Nuh diperbantukan untuk mengajar.
Memasuki tahun 1925, KH Abdullah bin Nuh bersama 15 orang murid pilihan
lainnya dibawa oleh Sayyid Muhammad bin Hasyim ke Mesir dalam upaya
memperdalam ilmu agama diperguruan tinggi Mesir yang waktu itu hanya ada
50
dua, yakni Jamiatul Azhar (syari‟ah) dan Madrasah Darul Ulum Al Ulya (Al-
Adaab). Peristiwa itu bertepatan dengan didudukinya Kota Mekkah Almukaromah
oleh Wahabiyyin yang berbuntut dengan keluarnya Malik Husen meninggalkan
Makkah.Selama di Mesir, mula-mula tinggal di Syari‟ul Hilmiyyah, lalu
berpindah ke Syari‟ul Bi‟tsah Bi Midanil Abbasyiah dan diperbantukan menjadi
khodam-khodam/tukang masaknya orang orang Yaman, sedangkan di Al Azhar,
KH Abdullah bin Nuh tidak belajar bahasa Arab lagi, karena memang sebelum
berangkat kesana beliau sudah benar-benar pandai dan ahli, bahkan sudah
mengusai pula berbagai bahasa lainnya, disana Beliau hanya mempelajari dan
memperdalam ilmu fiqih.
Siang malam KH. Abdullah bin Nuh nyaris tidak ada hentinya untuk belajar,
usai belajar dari Jami‟atul Azhar, pulang kerumah hanya berganti pakaian,
kemudian keluar lagi dengan memakai pantolan, berdasi dan memakai torbus
untuk mengikuti pengajian-pengajian diluar Al Azhar. Mahasiswa Al Azhar
mempunyai ciri khas yakni berjubah dan mengenakan sorban yang dililitkan
kepala (udeng). KH Abdullah bin Nuh belajar di Mesir hanya 2 tahun, itupun
dikarenakan putra gurunya yang beliau temani tidak merasa betah, sedangkan
Guru besar Sayyid Muhammad bin Hasyim pulang ke Hardomaut, akhirnya KH
Abdullah bin Nuh memutuskan untuk pulang ke Indonesia.55
Selain sebagai seorang Kiai, R.H. Abdullah bin Nuh mengabdikan diri
sebagai pengajar di Cianjur & Bogor, antara tahun (1928-1943). K.H.R Abdullah
bin Nuh adalah seorang pejuang kemerdekaan republik Indonesia. Beliau menjadi
55
https://serbasejarah.wordpress.com/2009/09/14/r-k-h-abdullah-bin-nuh-ulama-sejarawan-
dan-pelaku-sejarah (diakses 18/12/2016, 14.00 wib).
51
anggota Pembela Tanah Air atau PETA di usia 41 tahun (1943-1945) untuk
wilayah Cianjur, Sukabumi dan Bogor. Pada tahun 1945-1946, beliau
memimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat
(TKR).
Pada tahun 1948-1950, beliau menjadi anggota Komite Nasional Pusat (KNIP)
di Yogyakarta, sebagai kepala seksi siaran berbahasa Arab pada Radio Republik
Indonesia (RRI) Yogyakarta dan Dosen luar biasa pada Universitas Islam
Indonesia (UII). Pada tahun 1950-1964 Abdullah bin Nuh memegang jabatan
sebagai kepala siaran bahasa Arab pada RRI Jakarta. Menjabat sebagai Lektor
Kepala Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1964-1967). Tahun 1969 beliau
mendirikan Majelis Al-Ghazali dan Pesantren Al-Ihya di Bogor. Di kedua tempat
pendidikan ini ia berfungsi sebagai sesepuh. Di Bogor, Abdullah bin Nuh aktif
melaksanakan kegiatan dakwah Islamiah dan mendidik kader-kader ulama. Beliau
juga menyempatkan diri untuk menghadiri pertemuan dan seminar-seminar
tentang Islam di beberapa negara, antara lain: Arab Saudi, Yordania, Irak, Iran,
Australia, Thailand, Singapura, dan Malaysia.
Ia juga ikut serta dalam Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) sebagai anggota
panitia dan juru penerang yang terampil dan dinamis. Salah satu sya'ir yang
sampai saat ini menjadi legendaris Cianjur yaitu "Persaudaraan Islam". Syair ini
ditulis pada saat beliau berumur 20 tahun yaitu tahun 1925.
52
2. Karya R.K.H. Abdullah bin Nuh
Semasa hayatnya, beliau sering menulis buku. Buku- buku yang ditulis dalam
bahasa indonesia , diantaranya:
1. Al-Islam.
2. Islam dan Materialisme.
3. Islam dan Komunisme.
4. Keutamaan Keluarga Rosulullah.
5. Islam dan Dunia Modern.
6. Risalah As-Syuro.
7. Ringkasan Sejarah Wali Songo.
8. Riwayat Hidup Imam Ahmad Al-Muhajir.
9. Sejarah Islam di Jawa Barat hingga Zaman Keemasan Banten.
10. Pembahasan Tentang Ketuhanan.
11. Wanita Dalam Islam.
12. Zakat dan Dunia Modern.
Karya Abdullah bin Nuh yang ditulis dalam bahasa Arab yang berbentuk natsar
(prosa) dan syi‟ir (puisi). Karya yang berbentuk karangan bebas diantaranya:
.(Dunia Islam) العاملاإلسالمي .1
املعبدالبيتاحلراميفظالل .2 (Di Bawah Lindungan Ka‟bah).
ةيفاإلسالمقيالت .3 (Tidak Ada Kesukuan Dalam Islam).
فعيياأنامسلمسنييش .4 (Saya Seorang Islam Sunni Pengikut Syafii).
53
العريبمعلم .5 (Guru Bahasa Arab).
ورلؤلؤاملنسلا .6 (Permata yang bertebaran).
Karya Abdullah bin Nuh yang berbentuk artikel diantaranya:
1. Ummatun Waahida.
2. Ats-Tsarwah.
3. Wasiyyah.
4. A‟biid.
5. Min suurotil Fadillah.
6. Min Goro‟ ibu Ar-rogo‟ib.
7. Kanzul Uluum.
8. Ila Al-Bait Al-Atiik.
9. Al-Ittihad Al-Arobiy.
10. Qoryah Solihah.
Selain itu, ada juga karya Abdullah bin Nuh yang berupa sanduran, diantaranya:
1. Al-Baroohin.
2. Ar-risalah Ad-diniyyah.
3. Al Qawaid Al-Asyrah.
4. Misykat Al-Anwar.
5. Al-Mustasfa.
6. Al-Munqiz fi Ad-dolaal.
Juga ada yang berbentuk syiir, Dianataramya:
1. Diiwan ibnu Nuh, yang terdiri dari 2000 bait.
54
2. Abyat wa Ustur, yang terdiri dari 731 bait.
Ada pula buku-buku yang ia terjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa
Indonesia antara lain:
1. Renungan.
2. Anak.
3. Pembebas dari Kesesatan.
4. Cinta dan Bahagia.
5. Menuju Mukmin Sejati (terjemahan dari Minhajul Abidin).
Selain itu ada pula buku-buku terjemahan dari bahasa Arab ke bahasa Sunda
diantaranya:
1. Akhlak (Kitabul Akhlak).
2. Dzikir.
Abdullah bin Nuh juga piawai dalam hal menyusun kamus diantaranya:
1. Kamus Arab-Indonesia.
2. Kamus Indonesia- Arab-Inggris.
3. Kamus Inggris-Arab-Indonesia.
4. Kamus Arab-Indonesia-Inggris.
Karya- karya nya ini masih dapat kita temukan di lembaga-lembaga miliknya,
seperti Al-Ghazali dan Al-Ihya, bahkan mash dipergunakan sebagai bahan acuan
dan bahan kajian keilmuanoleh kedua lembaga tersebut.56
56
Muhammad Syafii Antonio, KH. Abdullah bin Nuh Ulama Sederhana Kelas Dunia, (Jakarta
: Tazkia Publishing, 2015), h.163-185..
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. ANALISIS DATA PENELITIAN
Dalam data penelitian ini ditemukan jenis gaya bahasa yaitu personifikasi.
Gaya bahasa tersebut ditinjau dari aspek balaghah terdapat pada ungkapan-
ungkapan sebagai berikut:
Berdasarkan data yang ada gaya bahasa personifikasi yang terdapat pada kitab
Terjemahan Minhajul Al-Abidin Karya Imam Al-Ghazali oleh K.H.R. Abdullah
bin Nuh sebagai berikut:
(1)
عا، فالعلم أولی بالتـقديم ل محالة،ألنو هما جميـ ولما استـقر أنو ل بد للعبد منـليل/ ولذلك قال ملسو هيلع هللا ىلص: " العلم إمام العمل والعمل تابعو ".57 األصل والد
Terjemahan Abdullah bin Nuh: “Oleh karena itu, sudah jelas bahwa manusia itu
harus memiliki kedua-duanya (ilmu & ibadah) dan yang utama yang harus di
dahulukan ialah ilmu, sebab ia pokok dan petunjuk. Dan karena itu Rasulullah
S.A.W bersabda: "Ilmu itu imamnya amal, sedangkan amal makmumnya".58
57
Al-Imam Al-Ghazali, Minhajul Al-Abidin, (Beirut : Muasasa Alrisalat, 1989), h.60.
58Abdullah bin Nuh, Jalan Bagi Ahli Ibadah, (Bogor : Majlis Talim Al-ihya,1980), h.16.
56
Untuk menentukan terjemahan itu disebut personifikasi, apabila memenuhi
tiga aspek yaitu:
1. Bukan digunakan pada tempat yang seharusnya.
2. Memiliki ALAQAH عالقة ( hubungan kesamaan).
3. Memiliki QARINAH قرينة (kata yang menghalangi suatu kata lain dari arti
yang sebenarnya/ penyebab).59
Personifikasi pada terjemahan di atas terdapat pada kalimat:
Ilmu itu imamnya amal, sedangkan amal„ العلم إمام العمل والعمل تابعو
makmumnya‟, terjemahan seperti itu memiliki sebuah perumpamaan. Kata Ilmu
dalam bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.60
Berdasarkan definisi di
atas kata ilmu digunakan bukan pada tempatnya. Dengan demikian, kata ilmu
dikategorikan sebagai majaz )مجاز( .
59
Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur‟an Balaghah 1 (Ilmu Bayan),
(Jakarta : Adabia Press, 2014), h.63. 60
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.524.
Terjemahan Abdullah Bin Nuh Terjemahan Penulis
العلم إمام العمل والعمل تابعو
Ilmu itu imamnya amal, sedangkan
amal makmumnya.
العلم إمام العمل والعمل تابعو
Ilmu adalah imam, perbuatan adalah
makmumnya.
57
Adanya hubungan kesamaan antara kata “ilmu” yang tertulis dengan kata
“manusia”, yang dimaksud hubungan kesamaan ini disebut alaqoh (عالقة).
Hubungan kesamaan antara “ilmu” dan “manusia” yaitu sama-sama diikut.
Ilmu : 61
العلم )ج علوم(
Manusia: (, الناس اإلنس )ج اناس
Pada kata “imam” disebut qarinah (قرينة). Qarinah adalah kata yang
menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya. Yaitu: “ilmu itu imamnya amal”.
Imam itu lahir dari kata ilmu yang mempunyai hubungan kesamaan dengan
manusia yang sama-sama berkaitan dalam hal kepemimpinan, dengan demikian,
kalimat di atas ilmu diserupakan dengan manusia, musyabbah-bihnya (manusia)
ditiadakan dan diisyaratkan oleh salah satu sifat khasnya yaitu ilmu sebagai
personifikasi, qarinahnya imam kepada ilmu.
Pada terjemahan di atas menggunakan gaya bahasa personifikasi. Dalam
personifikasi terdapat unsur persamaan yang kuat antara satu objek dengan objek
yang lain. Personifikasi di atas menggambarkan setiap amal yang tidak
berpedoman kepada ilmu dan tidak mengikuti bimbingan ilmu, maka amal itu
tidak berguna bagi pelakunya bahkan dapat membahayakannya.
61
Achmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya
: Penerbit Pustaka Progressif,1997), h.966.
58
(2)
يا استـنار ولق نـ د روي عن سلمان الفارسي رضيآهلل عنو قال :"إن العبدإذا زىد في الد
لبو با لحكمة، وتـعاونت أعضاؤه في العبادة"، فـهذه ىذه 62.قـ
Terjemahan Abdullah bin Nuh: “Telah diriwayatkan oleh Sayidina Salman Al-
Farisi r.a., bahwa beliau berkata: "Sesungguhnya seorang hamba Allah, jika ia
zuhud terhadap dunia, bersinarlah hatinya dengan hikmah, dan anggota tubuhnya
tolong menolong untuk mengerjakan ibadah".63
Personifikasi pada terjemahan di atas terdapat pada kalimat:
دة اوتـعاونت أعضاؤه في العب ‘dan anggota tubuhnya tolong menolong untuk
mengerjakan ibadah‟. Analisis selanjutnya dikemukakan oleh Syatibi, bahwa
adanya benda yang diperbandingkan kesamaannya tetapi tidak ditempatkan pada
62
Al-Imam Al-Ghazali, Minhajul Al-Abidin, (Beirut : Muasasa Alrisalat, 1989), h.84.
63Abdullah bin Nuh, Jalan Bagi Ahli Ibadah, (Bogor : Majlis Talim Al-ihya,1980), h.66.
Terjemahan Abdullah Bin Nuh Terjemahan Penulis
دة اوتـعاونت أعضاؤه في العب
dan anggota tubuhnya tolong menolong
untuk mengerjakan ibadah.
دة اوتـعاونت أعضاؤه في العب
Anggota tubuhnya tolong menolong
dalam beribadah.
59
tempatnya.64
Kata anggota tubuh yang diterjemahkan dari kata اعضاء tidak
digunakan pada tempatnya, karena biasanya kata anggota tubuh digunakan untuk
manusia akan tetapi pada kalimat di atas digunakan pada tolong menolong. Jadi,
kata ini merupakan sebuah perumpamaan yang di sebut majaz (مجاز(. Adanya
hubungan kesamaan antara kata anggota tubuh dengan manusia, yang dimaksud
hubungan kesamaan ini disebut alaqoh (عالقة). Hubungan antara kata anggota
tubuh dengan manusia yaitu sama-sama berkaitan dengan saling membantu.
Dalam KBBI “Anggota tubuh” n 1 bagian tubuh (terutama
tangan dan kaki): 2 bagian dari sesuatu yang berangkai: 3 orang
(badan) yang menjadi bagian atau masuk dalam suatu golongan
(perserikatan, dewan, panitia, dsb)65
.
“Manusia” n makhluk yang berakal budi (mampu menguasai
makhluk lain); insan; orang.66
Anggota Tubuh :67
العضو )ج اعضاء(
Manusia: (, الناس )ج اناس اإلنس
Di sini kata “tolong menolong” disebut qarinah (قرينة). Qarinah adalah
kata yang menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya. Dengan demikian kata
64 Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur‟an Balaghah 1 (Ilmu Bayan),
(Jakarta : Adabia Press, 2014), h.63. 65
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.877. 66
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h.64. 67
Achmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya
: Penerbit Pustaka Progressif,1997), h.942.
60
di atas anggota tubuh diserupakan seperti manusia, karena biasanya kata anggota
tubuh digunakan untuk manusia akan tetapi pada kalimat di atas digunakan pada
tolong menolong, ada unsur ditiadakan dan diisyaratkan oleh salah satu sifat
khasnya sebagai personifikasi, qarinahnya tolong menolong kepada anggota
tubuh.
Pada terjemahan personifikasi di atas menujukan bahwa seorang hamba
Allah, jika dia berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi yang bersifat
material atau kemewahan duniawi dengan mengharap dan menginginkan sesuatu
wujud yang lebih baik dan bersifat spiritual atau kebahagiaan akhirat maka
hatinya bersinar dengan hikmah, dan anggota tubuhnya saling membantu untuk
mengerjakan ibadah.
(3)
وكفی [ ۹۱وقال تـعالی: )يـعلم خائنة األعين وما تخفي الصدور( ]غا فر :68من كتاب اهلل تعالی. واحد م ربو . فـهذا أصل لمن خاف مقا بهذا تحذيرا
Terjemahan Abdullah bin Nuh: Firman allah: "allah mengetahui akan mata yang
khianat dan apa-apa yang dikandung dalam hati. Ayat-ayat ini cukup untuk
menjadi peringatan atau teguran bagi orang-orang yang takut akan kekuasaan
tuhan dan ini merupakan dasar utama dari kitabullah S.W.T.69
68
Al-Imam Al-Ghazali, Minhajul Al-Abidin, ( Beirut : Muasasa Alrisalat, 1989), h.135.
69Abdullah bin Nuh, Jalan Bagi Ahli Ibadah, (Bogor : Majlis Talim Al-ihya,1980), h.116.
61
Personifikasi pada terjemahan di atas terdapat pada kalimat:
Allah mengetahui akan mata yang khianat„ يـعلم خائنة األعين وما تخفي الصدور
dan apa-apa yang dikandung dalam hati‟. Kata mata digunakan bukan pada
tempatnya karena seharusnya “mata” dipakai untuk manusia. Dengan demikian
perumpamaan seperti ini dikategorikan sebagai majaz (مجاز(. Adanya hubungan
kesamaan kata „mata‟ dengan kata “manusia” yang dimaksud dengan hubungan
kesamaan ini disebut alaqoh (عالقة). Hubungan antara mata dengan manusia
adalah sama-sama berkaitan dengan tindakan.
Dalam KBBI, dijelaskan bahwa: mata n 1 Indra untuk melihat; indra
penglihat; 2 sesuatu yang menyerupai mata (spt lubang kecil, jala): 3 bagian yang
tajam pada alat pemotong (pd pisau, kapak, dsb),70
sedangkan manusia n makhluk
yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain); insan; orang;.71
Di sini
ditunjukkan bahwa ada personifikasi yang digunakan yaitu “mata” di umpamakan
seperti manusia.
70
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.877. 71
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h.64.
Terjemahan Abdullah Bin Nuh Terjemahan Penulis
يـعلم خائنة األعين وما تخفي الصدور
Allah mengetahui akan mata yang
khianat dan apa-apa yang dikandung
dalam hati.
يـعلم خائنة األعين وما تخفي الصدور
Allah maha tahu tentang mata khianat
dan yang terkandung dalam hati.
62
Dalam Al-munawir Arab-Indonesia, dijelaskan bahwa:
Mata: العين : مصدر عان - اسم مجس : )عين : ج أعين, عيـون, أعيـنا (
Manusia : (اس , الن اإلنس )ج اناس
Selanjutnya kata “khianat” disebut qarinah (قرينة). Qarinah adalah kata
yang menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya. Kata mata seharusnya
dipakai untuk manusia. Mata di sini seolah-olah seperti manusia, dengan demikian
kalimat di atas kata mata diserupakan seperti manusia. Ada unsur yang disamakan
dengan manusia yaitu ditiadakan diisyaratkan oleh salah satu sifat khasnya
sebagai personifikasi, qarinahnya khianat kepada mata.
Personifikasi di atas memberikan gambaran Allah S.W.T memberitahukan
perihal pengetahuan-Nya yang sempurna, meliputi segala sesuatu yang besar
maupun yang kecil, dan yang terperinci maupun yang halus. Allah
memberitahukan hal ini agar manusia berhati-hati akan pengetahuan Allah
terhadap mereka, sehingga mereka merasa malu kepada Allah. Juga agar mereka
bertaqwa kepada-Nya dengan sepenuh ketakwaan, dan agar mereka merasa selalu
diawasi oleh-Nya, layaknya sikap orang yang mengetahui bahwa dia melihatnya.
Allah memberitahukan bahwasanya dia mengetahui pandangan mata yang
berkhianat, meski ia menampakkan kejujuran. Dia mengetahui seluk beluk hati
dan perasaan.
63
(4)
واعلم أ ن الحسد يـهيج خمسة أشياء : أحد ىا : إفساد الطاعات ،قال رسول اهلل :
"ألحسديأ كل الحسنات كما تأ كل النار الحطب .72
Terjemahan Abdullah bin Nuh: “Dan ketahuilah bahwa penyakit hasad itu
menggerakkan lima macam keonaran. Yang pertama merusak ta'at, Rasulullah
S.A.W bersabda: "Hasad itu makan pahala kebaikan, seperti api makan kayu
bakar".73
Personifikasi pada terjemahan di atas terdapat pada kalimat:
Hasad itu makan pahala kebaikan‟,pada analisis di atas„ ألحسد يأ كل الحسنات
syatibi mengemukakan bahwa ada benda yang diperbandingkan kesamaannya
tetapi tidak ditempatkan pada tempatnya. Kata hasad tidak digunakan
sebagaimana mestinya, kata itu merupakan perumpamaan yang disebut majaz
.)مجاز)
72
Al-Imam Al-Ghazali, Minhajul Al-Abidin, ( Beirut : Muasasa Alrisalat, 1989), h.152.
73Abdullah bin Nuh, Jalan Bagi Ahli Ibadah, (Bogor : Majlis Talim Al-ihya,1980), h.130.
Terjemahan Abdullah Bin Nuh Terjemahan Penulis
ألحسد يأ كل الحسنات
Hasad itu makan pahala kebaikan.
ألحسد يأ كل الحسنات
Hasad menghabiskan pahala
kebaikan.
64
Untuk alaqoh (عالقة), di pastikan dalam terjemahan di atas adanya
hubungan kesamaan antara hasad dengan manusia, yang dimaksud hubungan
kesamaan ini disebut alaqoh (عالقة). Hasud dalam arti disini adalah iri hati.
Hubungan kesamaan antara “hasad” dan “manusia” yaitu sama-sama berkaitan
dalam hal menghabiskan. Dalam KBBI, dijelaskan bahwa: “hasad” n merasa
kurang senang melihat kelebihan orang lain (beruntung dan sebagainya);
cemburu; sirik; dengki:.74
Manusia n makhluk yang berakal budi (mampu
menguasai makhluk lain); insan; orang;.75
Sementara dalam Al- Munawir,
dijelaskan bahwa:
Hasad/ iri : 76
حسد وحسادة
Manusia: (, الناس اإلنس )ج اناس
Kata “makan” disebut qarinah (قرينة). Qarinah adalah kata yang
menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya yaitu hasad diibaratkan manusia
yang sama-sama bisa menghabiskan. Dengan demikian, kalimat di atas
diserupakan seperti manusia. Ada unsur yang disamakan dengan manusia yaitu
ditiadakan diisyaratkan oleh salah satu sifat khasnya sebagai personifikasi,
qarinahnya makan kepada hasad.
74
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,2008), h.547. 75
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h.64. 76
Achmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya
: Penerbit Pustaka Progressif,1997), h.262.
65
Personifikasi pada terjemahan di atas terdapat pada kalimat: Seperti api makan kayu bakar‟, terjemahan seperti ini„كما تأ كل النار الحطب
mengandung sebuah perumpamaan. Kata api digunakan bukan pada tempatnya,
dengan demikian kata tersebut disebut majaz (مجاز(. Adanya hubungan kesamaan
antara kata api yang tertulis dengan kata manusia yang dimaksud hubungan
kesamaan ini disebut alaqoh (عالقة). Hubungan kesamaan antara api dengan
manusian yaitu sama-sama berkaitan dalam hal menghabiskan.
Dalam KBBI, dijelaskan bahwa: “api” n panas dan cahaya yang berasal
dari sesuatu yang terbakar.77
Manusia n makhluk yang berakal budi (mampu
menguasai makhluk lain); insan; orang;.78
Sementara dalam Al- Munawir, dijelaskan bahwa:
Api :79
الرة:النار
77
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.80. 78
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h.80. 79
Achmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya
: Penerbit Pustaka Progressif,1997), h.17.
Terjemahan Abdullah Bin Nuh Terjemahan Penulis
كما تأ كل النار الحطب
Seperti api makan kayu bakar.
كما تأ كل النار الحطب
Tak ubahnya api menghabiskan kayu
bakar.
66
Manusia: (, الناس اإلنس )ج اناس
Kata “makan” disebut qarinah (قرينة). Qarinah adalah kata yang
menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya yaitu api diibaratkan manusia
yang sama-sama bisa menghabiskan, dengan demikian kalimat di atas diserupakan
seperti manusia. Ada unsur yang disamakan dengan manusia yaitu ditiadakan
diisyaratkan oleh salah satu sifat khasnya sebagai personifikasi, qarinahnya makan
kepada api.
Personofikasi di atas menggambarkan tentang Rasulullah SAW.
memperingatkan kepada umatnya untuk menjauhi perbuatan hasad atau dengki.
Sebenarnya arti dari hasad atau dengki itu adalah Ingin hilangnya suatu
kenikmatan pada diri seseorang. Pada terjemahan di atas menggambarkan kalau
orang yang hasad kebaikan (Pahala) yang ia miliki akan habis terbakar seperti
kayu bakar walaupun lama tetapi bila hasadnya terus dilakukan akan terus
terbakar atau habis. Terjemahan di atas juga menunjukan kalau orang yang hasad
itu tidak menyadari pahalanya akan habis, karena pada prinsipnya kayu bakar itu
sulit untuk terbakar tetapi bila terus dibiarkan pasti terbakar dan berubah menjadi
arang, begitu pula dengan pahala orang yang hasad walaupun sedikit demi sedikit
pasti akan habis juga. Oleh sebab itu, kita harus senantiasa menjauhkan diri dari
sifat hasad atau dengki dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT.
67
(5)
80.وإياك المطامع واألماني فكم أمنية جلبت منية
Terjemahan Abdullah bin Nuh: “Jangan engkau merasa umurmu akan panjang,
banyak lamunan membawa ajal pada orang seperti itu”.81
Terjemahan Abdullah Bin Nuh Terjemahan Penulis
فكم أمنية جلبت منية
Banyak lamunan membawa ajal
pada orang seperti itu.
فكم أمنية جلبت منية
Sering melamun itu menyebabkan
kematian.
Personifikasi pada terjemahan di atas terdapat pada kalimat:
Banyak lamunan membawa ajal pada orang seperti“ فكم أمنية جلبت منية
itu”,terjemahan seperti ini mengandung sebuah perumpamaan. Kata lamunan
digunakan bukan pada tempatnya, dengan demikian kata tersebut disebut majaz
Adanya hubungan kesamaan yang dimaksud dengan hubungan kesamaan.)مجاز)
ini disebut alaqoh (عالقة). Hubungan antara lamunan dengan manusia yaitu sama-
sama berkaitan dengan tindakan dengan hukum sebab akibat.
80
Al-Imam Al-Ghazali, Minhajul Al-Abidin, ( Beirut : Muasasa Alrisalat, 1989), h.210.
81Abdullah bin Nuh, Jalan Bagi Ahli Ibadah, (Bogor : Majlis Talim Al-ihya,1980), h.197.
68
Dalam KBBI, dijelaskan bahwa: “lamunan”n angan-angan yang bukan-
bukan; khayalan; fantasi, termenung sambil pikiran melayang kemana-mana;.82
Manusia n makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain); insan;
orang:.83
Sementara dalam Al- Munawir, dijelaskan bahwa:
Lamunan:84
أ ماني
Manusia: (, الناس اإلنس )ج اناس
Kata “membawa” disebut qarinah (قرينة). Qarinah adalah kata yang
menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya yaitu lamunan diibaratkan
manusia yang sama-sama , dengan demikian kalimat di atas diserupakan seperti
manusia. Ada unsur yang disamakan dengan manusia yaitu ditiadakan
diisyaratkan oleh salah satu sifat khasnya sebagai personifikasi, qarinahnya
membawa kepada lamunan.
Pada terjemahan di atas menggunakan gaya bahasa personifikasi. Dalam
personifikasi terdapat unsur persamaan yang kuat antara satu objek dengan objek
yang lain. Personifikasi di atas menggambarkan orang yang panjang angan-angan
akan melahirkan sifat malas berbuat taat dan menunda-nunda taubat, berambisi
mengejar dunia, lupa terhadap akhirat, dan hati yang keras. Karena hati yang
82
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.781. 83
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h.877. 84
Achmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya
: Penerbit Pustaka Progressif,1997), h.511.
69
lembut dan bersih terlahir dengan banyak mengingat kematian, kubur, pahala,
siksa, dan kedahsyatan hari kiamat.
(6)
السالم : ما الخالص من األعمال ؟وقال الحواريون لعيسى عليو
, وىذا تـعرض لتـرك للو تـعالى وليجب أن يحمدك عليو أحد لو قال : الذي تـعم 85.إلخالص المشوشة ل كر ,ألنو أقـوى األسباب اء , وإنما خصو بالذ الري
Terjemahan Abdullah bin Nuh: Kata orang Hawariyyun (murid-muridnya Nabi
Isa) kepada Nabi Isa a.s. : “ Bagaimanakah yang dimaksud dengan amal-amal
yang ikhlas?”Jawab Nabi Isa a.s.: “Yaitu yang diamalkannya lillahi ta‟ala, tanpa
ingin dipuji oleh orang lain.”Dalam hal ini beliau bertujuan supaya
meninggalkan riya. Sebab riya inilah yang paling kuat untuk merusak kepada
ikhlas. 86
Terjemahan Abdullah Bin Nuh Terjemahan Penulis
كر ,ألنو أقـوى وإنما خصو بالذ مشوشة لإلخالص.األسباب ال
Sebab riya inilah yang paling kuat
untuk merusak kepada ikhlas.
كر ,ألنو أقـوى وإنما خصو بالذ األسباب المشوشة لإلخالص.
Karena riya dalam hal ini
berpotensi merusak ke ikhlasan.
85
Al-Imam Al-Ghazali, Minhajul Al-Abidin, (Beirut : Muasasa Alrisalat, 1989), h.210.
86Abdullah bin Nuh, Jalan Bagi Ahli Ibadah, (Bogor : Majlis Talim Al-ihya, 1980),
h.284.
70
Personifikasi pada terjemahan di atas terdapat pada kalimat:
كر ,ألنو أقـوى األسباب المشوشة لإلخالص.وإنما خصو بالذ ‘Sebab riya inilah
yang paling kuat untuk merusak kepada ikhlas‟. terjemahan seperti ini
mengandung sebuah perumpamaan. Kata riya digunakan bukan pada tempatnya,
dengan demikian kata tersebut disebut majaz (مجاز(. Adanya hubungan kesamaan
yang dimaksud dengan hubungan kesamaan ini disebut alaqoh (عالقة). Hubungan
antara riya dengan manusia adalah sama-sama berkaitan dengan perbuatan yang
dapat merusak.
Dalam KBBI, dijelaskan bahwa: “ria” n sombong; congkak; bangga
(karena telah berbuat baik),87
sedangkan manusia n makhluk yang berakal budi
(mampu menguasai makhluk lain); insan; orang:.88
Sementara dalam Al- Munawir, dijelaskan bahwa:
riya : الرياء
Manusia: (, الناس اإلنس )ج اناس
Kata “merusak” disebut qarinah (قرينة). Qarinah adalah kata yang
menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya yaitu riya diibaratkan manusia,
dengan demikian kalimat di atas diserupakan seperti manusia. Ada unsur yang
87
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.1173. 88
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h.877.
71
disamakan dengan manusia yaitu ditiadakan diisyaratkan oleh salah satu sifat
khasnya sebagai personifikasi, qarinahnya merusak kepada riya.
Pada terjemahan personifikasi di atas menujukan bahwa Berhati-hatilah
bila dalam beramal karena di dalam hati kita menginginkan sesuatu dari tujuan-
tujuan duniawi. Hal tersebut bisa menjadi pertanda kebinasaan karena Allah tidak
akan menerima amal tersebut dan hanya menjadikannya seperti debu yang
berterbangan. Ikhlas memang tidak mudah. Akan tetapi kita harus belajar dan
mempraktekkan keihlasan itu sendiri. Dan hal inilah yang termasuk pembatal
ikhlas dalam islam. Sehingga kita harus berhati-hati terhadap ikhlas dan
menanyakan pada diri kita sendiri, dan ini termasuk dalam perbuatan syirik dan
dikategorikan syirik kecil. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, maka
para sahabat bertanya : „Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?‟. Beliau pun
bersabda: „Syirik kecil itu adalah riya.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data pada bagian sebelum ini, dapat ditemukan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
Gaya bahasa personifikasi dalam aspek balaghah pada kitab terjemahan
Minhajul Al-Abidin, dari data yang dianalisis menunjukkan bahwa dalam
personifikasi terdapat 7 majaz (ilmu, anggota tubuh, mata, hasad, api, lamunan,
riya ), 7 alaqah (ilmu+manusia, anggota tubuh + manusia, mata + manusia, hasad
+manusia, api + manusia, lamunan + manusia, riya + manusia), 6 qarinah (imam,
tolong menolong, khianat, makan, membawa, merusak).
B. Saran-saran
Saran-saran yang ingin penulis berikan tentang terjemahan kitab Minhajul Al-
Abidin ini adalah sebagai berikut:
Kitab terjemahan Minhajul Al-Abidin oleh K.H.R. Abdullah bin Nuh sangat
terbuka untuk diteliti melalui analisis diluar balaghah, seperti: kritik terjemahan,
penilaian terjemahan dan sebagainya. Sekiranya penelitian ini dapat membuahkan
penelitian-penelitian lainnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih bnyak
kekurangan, namun penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi yang
membacanya.
73
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Al-Imam. Minhajul Al-Abidin, Beirut : Muasasa Alrisalat, 1989.
Al-Ghazali, Ihya‟ al-Ghazali, Jilid I, Surabaya : Faizan, 1969.
Al Farisi, M. Zaka. Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2011.
Abdullah bin Nuh. Jalan Bagi Ahli Ibadah, Bogor : Majlis Talim Al-ihya, 1980.
Abdullah, M. Amin, Antara al-Ghazali dan Kant : Filsafat Etika Islam, (Terj).
Hamzah, Bandung : Mizan, 2002.
Ahmad A.K. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta : Reality Publisher,
2006.
Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Al- Balaaghatul Waadhihah, Bandung :
Sinar Baru Algensindo, 2014.
Antonio, Muhammad Syafii, KH. Abdullah bin Nuh Ulama Sederhana Kelas
Dunia, Jakarta : Tazkia Publishing, 2015.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Hafidhuddin, Didin. Dakwa Aktual, Jakarta : Gema Insani Press, 1998.
Hidayatullah, Moch Syarif. Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia
Kontemporer, Ciputat : Alkitabah, 2014.
Hoed, Benny Hoedoro. Penerjemahan dan Kebudayaan. Bandung : Pustaka Jaya,
2006.
Irsyady, Kamran As‟ad, Al-Ghazali Menggapai Hidayah, Yogyakarta : Pustaka
Sufi, 2003.
Kamil, Sukron. Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 2012.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,
2009.
74
Munawwir, Achmad Warson. Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia
Terlengkap, Surabaya : Penerbit Pustaka Progressif,1997.
Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemah, Bandung : Kaifa PT Mizan
Pustaka, 2009.
Muhammad. Metode Penelitian Bahasa,Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2011.
Nurgiyantoro,Burhan. Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press, 2015.
Ratna, Nyoman Kuta. Stilistika,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2016.
Rukhiyatun, Umi. Tesis Gaya Bahasa Qasasal- Hayawan Fi Al-Qur‟an
(analisis stilistika), Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga, 2013.
Sholihin. M, Epistimologi Ilmu Dalam Sudut Pandang Al-Ghazali, Bandung :
Pustaka Setia, 2001.
Sugihastuti. Editor Bahasa, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006.
Syatibi, Ahmad. Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur‟an Balaghah 1
(Ilmu Bayan), Jakarta : Adabia Press, 2014.
Syihabudin. Penerjemahan Arab- Indonesia, Bandung : Humaniora, 2005.
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Gaya Bahasa, Bandung : Penerbit
Angkasa, 2013.
Qalyubi, Syihabuddin. Stilistika dalam Orientasi Studi al-Qur‟an, Yogyakarta:
Belukar.
Rujukan Internet
https://s4h4.wordpress.com/2008/11/30/biografi-imam-ghazali
https://serbasejarah.wordpress.com/2009/09/14/r-k-h-abdullah-bin-nuh-ulama-
sejarawan-dan-pelaku-sejarah
75
LAMPIRAN
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86