LAPORAN KASUS
PRIA 24 TAHUN DENGAN HEMATEMESIS MELENA DAN ANEMIA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Dalam Mengikuti Ujian Profesi Kedokteran
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Diajukan Kepada Yth:
dr. Said Baraba, Sp.PD
Disusun Oleh:
Windytia Adhianingsari
06711176
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH TEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2011
1
LAPORAN KASUS
PRIA 24 TAHUN DENGAN HEMATEMESIS MELENA DAN ANEMIA
Oleh:
Windytia Adhianingsari
06711176
Pada Tanggal : 20 Juni 2011
Tempat : RSU Kardinah Tegal
Tanggal Revisi : 23 Juni 2011
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing/Penguji
dr. Said Baraba, Sp.PD
2
UNIVERSITAS
ISLAM INDONESIA
FAKULTAS
KEDOKTERAN
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
Untuk Dokter Muda
Nama Dokter Muda Windytia Adhianingsari Tanda Tangan
NIM 06711176
Tanggal Presentasi 20 Juni 2011
Rumah Sakit RSU Kardinah Tegal
Gelombang Periode 2 Mei – 25 Juni 2011
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 24 tahun
Alamat : Babakan RT 02/02 Kramat
Pekerjaan : Buruh pabrik
Agama : Islam
Tanggal masuk : 10 Juni 2011
No. CM : 571163
Ruang : Menur
Tanggal Diperiksa : 11 Juni 2011 / Pada pukul 8.00 WIB
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 11 Juni 2011 / Pada pukul 8.00 WIB dengan
Autoanamnesis.
Keluhan Utama: Muntah darah
Riwayat Penyakit Sekarang
1 hari sebelum masuk Rumah Sakit, pasien tiba-tiba muntah darah saat bangun tidur di
pagi hari. Pasien mengaku muntah darah sebanyak kira-kira 1 gelas. Setelah muntah
pasien merasakan nyeri di ulu hati. Pasien muntah sebanyak 1 kali, berwarna merah
kehitaman, tidak ada gumpalan. Pasien juga mengalami buang air besar berwarna
3
hitam, tidak cair. Selain itu pasien juga mengeluhkan kepala terasa panas, pusing
gliyeng, mual, lemas, badan terasa pegal-pegal dan nafsu makan menurun. Pasien
menyangkal adanya sesak, batuk, perut kembung, berat badan menurun, buah dada
membesar, perdarahan gusi dan mimisan, BAK lancar warna kuning, tidak berwarna
seperti air teh. Pasien membawa dirinya ke Rumah Sakit karena badan terasa semakin
lemas dan masih muntah darah. Setahun yang lalu pasien juga pernah mengalami muntah
darah hingga dirawat di Rumah Sakit. Pasien mengaku perutnya belum pernah di
teropong (endoscopy).
Setelah dirawat di Rumah Sakit Kardinah dirawat selama 2 hari, pasien telah dipasang
NGT dan dilakukan bilas lambung, namun darah masih keluar berwarna kehitaman, dan
pasien masih mengeluh nyeri di ulu hati dan BAB masih hitam, pasien juga masih merasa
pusing dan lemas.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat rawat inap karena penyakit yang serupa (+).
Riwayat maag (+)
Riwayat sakit kuning (-)
Riwayat konsumsi jamu pegel linu (+)
Riwayat minum obat-obatan warung (+)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit serupa dengan
pasien
Tidak ada keluarga yang mengalami sakit kuning
Ibu pasien menderita penyakit maag (+)
Kebiasaan dan Lingkungan
Pasien sering meminum jamu pegal linu. Pasien mengaku meminumnya hampir tiap hari.
Selain jamu-jamuan, pasien juga kerap meminum bodrex dan reumasil. Menurut pasien,
pasien meminum jamu dan obat-obatan tersebut untuk menghilangkan capek yang
dirasakan setelah bekerja. Pola makan pasien juga tidak teratur, kadang makan sehari
hanya 2x, dan sering lupa makan siang. Pasien juga senang makan makanan yang pedas
dan asam, suka mengkonsumsi kopi dan merokok. Namun menyangkal minum-minuman
alkohol dan memakai narkoba.
4
Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang buruh pabrik dan belum menikah. Biaya pengobatan
ditanggung sendiri.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Lemas
Kesadaran : Compos mentis (GCS : 15)
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu tubuh : 36,8º C, (axillar)
Frekuensi denyut nadi : 80x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, kualitas kuat,
equal
Frekuensi napas : 20 x/menit, tipe pernafasan : thorako-abdominal.
BB : 60 kg
TB : 170 cm
BMI : 60/(1,7)2 = 20.76 normoweight
Kepala : Bentuk mesochepal, warna rambut hitam, uban(-), lurus(+), distribusi
merata(-), alopesia(-), mudah dicabut(-), atrofi musculus temporalis(-).
Mata : Alis rata(+/+), oedem palpebra superior(-/-), hordeolum(-/-),
kalazion(-/-), entropion(-/-), ektropion(-/-), ptosis(-/-), lagoftalmus(-/-),
trikiasis(-/-), sclera ikterik(-/-), konjungtiva pucat(-/-), hiperemis(-/-),
pupil isokor(+/+), diameter pupil(2/2) mm , reflek cahaya(+/+), lensa
jernih(+), gerak bola mata(N), strabismus(-), nistagmus(-).
Hidung : Nafas cuping hidung(-), deviasi septum(-), sekret(-/-),
perdarahan(-/-), mukosa hidung hiperemis/pucat(-/-), sianosis(-/-).
Telinga : Deformitas daun telinga(-/-), nyeri tekan tragus(-/-), nyeri tekan
mastoid(-/-), sekret(-/-), tuli(-/-).
5
Mulut : Bibir kering(-), pucat(+), sianosis(-), lidah kotor(-), tepi hiperemis(-),
tremor(-), karies gigi(-), gusi berdarah(-), stomatitis(-), faring
hiperemis(-), tonsil(T1/T1).
Leher : JVP R + 0,5 cmH2O, deviasi trachea(-), pembesaran kelenjar
tiroid(-), pembesaran kelenjar limfonodi(-).
Thoraks
Inspeksi : Dinding dada kanan kiri simetris statis dan dinamis, scar (-), spider nevi (-),
venaktasi (-).
Paru :
anterior
dextra sinistra
Inspeksi simetris statis dan dinamis = simetris statis dan dinamis
Palpasi vocal fremitus kanan = vocal fremitus kiri
Perkusi sonor pada seluruh lapangan paru = sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi
Suara Dasar vesikuler = vesikuler
Suara tambahan ronkhi (-) ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
posterior
dextra sinistra
Inspeksi simetris statis dan dinamis = simetris statis dan dinamis
Palpasi vocal fremitus kanan = vocal fremitus kiri
Perkusi sonor pada seluruh lapangan paru = sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi
Suara Dasar vesikuler = vesikuler
Suara tambahan ronkhi (-) ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
6
Gbr. Paru Bag. Depan Gbr. Paru Bag. Belakang
Keterangan : Keterangan :
Pada inspeksi, palpasi, perkusi Pada inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi, kesan tak ada dan auskultasi, kesan tak ada
Kelainan kelainan
Kesan : Kesan :
Paru dalam batas normal Paru dalam batas normal
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC 5, 1 cm medial dari línea midclavikularis
sinistra, diameter ictus 2 cm, kuat angkat(-), thrill(-).
Perkusi :
- Batas kanan : SIC 4, linea parasternal dextra
- Batas kiri : SIC 5, 1 cm medial dari linea midclavikularis sinistra
- Batas atas : SIC 2, linea sternalis sinistra
- Batas pinggang : Cekung
Kesan : konfigurasi dalam batas normal
Auskultasi:
Suara dasar : SI-SII murni, regular, nadi 80x/menit.
Suara tambahan : murmur (-), gallop (-).
Mitral : M1>M2, regular(+), kesan : normal.
Trikuspid : T1>T2, regular(+), kesan : normal.
Aorta : A1<A2, regular(+), kesan : normal.
Arteri Pulmonalis: P1<P2, regular(+), kesan : normal.
7
Abdomen
Inspeksi : dinding perut flat(+), protuberant(-), jaringan parut(-), striae(-), caput
medusa (-).
Auskultasi : bunyi peristaltik(+), frekuensi 15 x/menit.
Palpasi : supel(+), nyeri tekan(+) pada regio epigastrium, massa(-),
ballotemen ginjal(-/-), Hepar teraba(-), Lien teraba(-).
Perkusi : timpani keempat kuadran abdomen(+), nyeri costovertebra (-/-),
pekak alih (-) pekak sisi (+) normal, asites (-).
Inguinal : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Kesan : normal
E kstr e mitas : superior inferior
Dex/sin dex/sin
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Ikterik -/- -/-
Hiperpigmentasi -/- -/-
Eritema palmar -/- -/-
Kekuatan Otot 6/6 6/6
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
Kesan : normal
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 10 Juni 2011
Darah rutin : WBC : 7,91 10.3/uL, RBC : 4,45 10.6/uL ↓, HGB : 12,7 g/dL ↓, HCT :
38,9% ↓, PLT : 236 10.3/uL, MCV : 87,4 fL, MCH : 28,5 pg, MCHC :
32,6 g/dL ↓, LED I : 10 mm/jam, LED II : 25 mm/jam ↑
Bakterologi-imunoserologi : HBsAg (-)
Kimia klinik : SGOT : 14 U/I , SGPT : 8 U/I, Kreatinin : 0,90 mg/dl, Ureum : 25 mg/dl,
asam urat : 4,4 mg/dl, Glukosa sewaktu : 84 mg/dl.
8
V. RESUME ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
Seorang laki-laki 24 tahun, datang ke RS Kardinah dengan keluhan muntah darah
sebanyak 1 gelas tiba-tiba saat bangun tidur, darah berwarna kehitaman ,disertai dengan
buang air besar hitam, selain itu pasien merasa kepala panas, gliyeng, lemas, mual, nyeri
di ulu hati dan nafsu makan turun, keluhan dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk Rumah
Sakit. Satu tahun yang lalu pasien dirawat di Rumah Sakit dengan keluhan yang sama.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil, keadaan umum OS baik dan compos
mentis. Pada status generalis ditemukan nyeri tekan epigastrium, sedangkan status generalis
lainnya dalam batas normal.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil eritrositopenia, hemoglobin
dan hematokrit menurun, anemia normositik normokromik, peningkatan LED.
VI. DAFTAR ABNORMALITAS
Hematemesis
Melena
Kepala panas
Gliyeng
Mual
Nyeri ulu hati
Nafsu makan turun
Lemas
Anemia normositik normokromik
Eritrositopenia
Hemoglobin turun
Hematokrit turun
Peningkatan LED
VII. DAFTAR MASALAH AKTIF
Hematemesis Melena
Anemia normositik normokromik
9
VI. DAFTAR MASALAH PASIF
-
VII. RENCANA PENATALAKSANAAN
Problem I : Hematemesis melena
Assesment : Observasi Hematemesis Melena
- Drug Induced (Jamu)
- Tukak Gaster
- Varises Esofagus
Inisial Plan
Diagnosis : EGD (esofagoduodenoscopy), HB serial, USG
hepar/abdomen
Rencana terapi :
Infus RL : untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh.
NGT terbuka spooling air suhu normal/6 jam : untuk melihat isi
lambung. Bila ternyata lambung masih berisi cairan hitam yang
menandakan masih adanya perdarahan lambung, dilakukan
spooling/pencucian lambung menggunakan air suhu normal, sehingga
diharapkan dapat membantu menghentikan perdarahan.
Asam tranexamat : berfungsi membantu proses pembekuan darah.
Sucralfate : untuk mengobati lesi mukosa penyebab perdarahan.
Omeprazol : golongan PPI untuk mengurangi produksi asam lambung.
Ondancentron : untuk mengurangi mual dan muntah
Rencana monitoring :
Vital sign : tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu setiap 24 jam.
Darah rutin : HB, HCT, AT, AL, MCV, MCH, MCHC.
Rencana edukasi :
Bedrest, penjelasan penyakit, penjelasan rencana tindakan endoscopy,
komplikasi penyakit, prognosis kepada pasien dan keluarga, serta memberikan
penjelasan mengenai puasa yang harus dijalankan, sekurang-kurangnya 24 jam
setelah perdarahan berhenti.
10
Problem II : Anemia
Assesment : Observasi anemia normositik normokromik e.c. perdarahan akut
(hematemesis melena e.c. jamu, hematemesis melena e.c. tukak
gaster, hematemesis melena e.c. varises esophagus)
Inisial Plan
Diagnosis : EGD, serum iron, TIBC, CT, BT, PT, APTT
Terapi : Ferro sulfat 3 x 300 mg
Monitoring : Keadaan umum, vital sign, darah rutin : HB, HCT, AT, AL, indeks
eritrosit (MCV, MCH, MCHC).
Edukasi : Bedrest, penjelasan penyakit, penjelasan rencana tindakan endoscopy,
komplikasi penyakit, prognosis kepada pasien dan keluarga
VII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
11
PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
HEMATEMESIS DAN MELENA
Hematemesis adalah muntah darah berwarna merah kehitaman menyerupai endapan
bubuk air kopi. Melena adalah buang air besar dengan kotoran seperti ter atau aspal, lengket
bercampur dengan darah. Keduanya ini sebagai akibat perdarahan saluran cerna bagian atas.
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan dimulai
dari faring sampai intestine di tempat pelekatan ligamentum treitz (proksimal dari
ligamentum Treitz). Manifestasi klinik perdarahan SCBA bias beragam tergantung lama,
kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus-
menerus atau tidak. Kemungkinan pasien datang dengan 1) anemia defisiensi besi akibat
perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama, 2) hematemesis dan atau melena disertai
atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi
menentukan tingkat kegawatan pasien. Beberapa penyebab timbulnya perdarahan SCBA
adalah :
1. Kelainan Esofagus
a. Varises esofagus
Varises esophagus ditemukan pada penderita sirosis hati dengan hipertensi portal.
Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis biasanya
mendadak dan masif, tanpa didahului rasa nyeri epigastrium. Darah yang keluar berwarna
kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam
lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena.
b. Karsinoma esophagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis.pasien
juga mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis, Hanya sekali penderita muntah
darah tetapi itu tidak masif. Pada pemeriksaan endoskopi jelas terlihat gambaran
karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah berdarah yang terletak di sepertiga
bawah esofagus.
12
c. Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah–muntah hebat yang dapat
mengakibatkan rupture dari mukosa dan submukosa pada daerah kardia atau esophagus
bagian bawah, sehingga timbul perdarahan yang contohnya pada alkoholik dan wanita
dengan hamil muda, yang mengalami hiperemesis gravidarum
Karena laserasi yang aktif disertai ulserasi pada daerah kardia dapat timbul
perdarahan yang masif. Timbulnya laserasi yang akut tersebut dapat terjadi sebagai akibat
terlalu sering muntah-muntah yang hebat, sehingga tekanan intra abdominal menaik yang
dapat menyebabkan pecahnya arteri di submukosa esophagus atau kardia.
d. Esofagogastritis Korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan seorang pria
muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari hasil analisis air keras tersebut
ternyata mengandung asam sitrat dan asam HCI, yang bersifat korosif untuk mukosa
mulut, esofagus dan lambung. Disamping muntah darah penderita juga mengeluh rasa
nyeri dan panas seperti terbakar di mulut, dada, dan epigastrum.
e. Esofagitis dan tukak esophagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermittem
atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemesis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.
2. Kelainan lambung
a. Gastritis erisova hemoragika
Sebagai penyebab terbanyak dari Gastritis erisova hemoragika ialah obat-obatan yang
dapat menimbulkan iritasi pada mukosa lambung atau obat yang dapat merangsang
timbulnya tukak (ulcerogenic drugs/ gastropati OAINS). Beberapa obat-obatan lain
yang juga dapat Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum
obat-obatan yang juga dapat menimbulkan hematemesis ialah : golongan kortikosteroid,
butazolidin, reserpin, alcohol, dll. Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati.
Perlu ditanyakan juga apakah penderita sedang atau sering menggunakan obat rematik
(NSAID + steroid) ataukah sering minum alkohol atau jamu-jamuan.
13
b. Tukak lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama yang letaknya di
angulus dan prepilorus bila dibandingkan dengan tukak duodeni. Tukak lambung yang
timbulnya akut biasanya bersifat dangkal dan multiple yang dapat digolongkan sebagai
erosi. Umumnya tukak ini disebabkan oleh obat-obatan, sehingga timbul gastritis erosive
hemoragika. Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati dan
sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang berhubungan
dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena rasa nyeri dan pedih
dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang. Sifat
hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan dari hematemesis.
c. Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan pada
umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh rasa pedih, nyeri
di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan badan menjadi lemah. Lebih
sering mengeluh karena melena.
3. Kelainan duodenum
a. Tukak duodeni
Sebelum timbul perdarahan, semua kasus mengeluh merasa nyeri dan pedih di perut
atas agak ke kanan. Keluhan ini juga dirasakan waktu tengah malam sedang tidur pulas,
sehingga terbangun. Untuk mengurangi rasa nyeri dan pedih, penderita makan roti atau
minum susu.
b. Karsinoma Papila Vaterii
Merupakan penyebaran dari karsinoma ampula, menyebabkan penyumbatan
saluran empedu dan saluran pancreas yang pada umumnya sudah dalam fase lanjut. Gejala
yang ditimbulkan selain kolestatik ekstrahepatal, juga dapat menimbulkan perdarahan.
perdarahan yang terjadi lebih bersifat perdarahan tersembunyi, sangat jarang timbul
hematemesis, penderita juga mengeluh badan lemah, mual, muntah.
14
Pengelolaan perdarahan SCBA adalah meliputi :
1) Pemeriksaan awal , penekanan pada evaluasi status hemodinamik
2) Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik
3) Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain yang diperlukan
4) Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bawah
5) Menegakkan diagnosis pasti penyebab perdarahan
6) Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan,
mencegah perdarahan ulang.
Pemeriksaan awal pada perdarahan saluran cerna
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah menentukan
beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik. Pemeriksaannya
meliputi :
1) Tekanan darah dan nadi posisi berbaring
2) Perubahan orthostatik tekanan darah dan nadi
3) Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
4) Kelayakan nafas
5) Tingkat kesadaran
6) Produksi urin
Perdarahan akut dalam dalam umlah besar melebihi 20% volume intravaskuler akan
mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda-tanda sebagai berikut :
1) Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi >100
menit
2) Tekanan diastolik ortostatik turun . >10 mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg
3) Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15 menit
4) Akral dingin
5) Kesadaran menurun
6) Anuria atau oliguria
Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi hemodinamik
tidak stabil bila ditemukan :
1) Hematemesis
2) Hematokesia
3) Darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik dan dengan lavase tidak segera jernih
15
4) Hipotensi persisten
5) Dalam 24 jam menghabiskan transfusi darah melebihi 800-1000 ml
Stabilisasi hemodinamik pada perdarahan saluran cerna
Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid, misalnya
cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat menggunakan dua jarum berdiameter besar,
minimal 16 G, dan pasang monitor CVP, tujuannya memulihkan tanda-tanda vital dan
mempertahankan tetap stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan koloid (misanya dekstran)
kecuali pada kodisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk
menentukan golongna darah, kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit, lekosit. Adanya
kecurigaan diatesis hemoragik perlu ditindaklanjuti dengan melakukan tes Rumple Leede,
peeriksaan waktu perdarahan, waktu pembekuan, retraksi bekuan darah, PPT, aPTT.
Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual, tergantung jumlah darah
yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung,
dan akibat klinik perdarahan tersebut. Pemberian transfusi darah pada perdarahan saluran
cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut ini:
1) Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil.
2) Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau hematokrit
< 30%.
3) Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau
lebih.
4) Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringna yang menurun.
Perlu dipahami bahwa nilai hematokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan
kurang akurat bila perdarahan sedang atau baru berlangsung. Proses hemodilusi dari cairan
ekstravaskuler selesai 24-72 jam setelah onset perdarahan. Target pencapaian hematokrit
setelah transfusi darah tergantung kasus yang dihadapi, untuk usia muda dengan kondisi sehat
cukup 20-25%, usia lanjut 30%, sedangkan pada hipertensi portal jangan melebihi 27-28%.
16
Membedakan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bawah
Perbedaan perdarahan SMBA dan SMBB
Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinis Hematemesis dan/melena Hematokesia
Aspirasi nasogastrik berdarah Jernih
Rasio (BUN/kreatinin) Meningkat >35 <35
Auskultasi usus hiperaktif Normal
Pada semua kasus perdarahan saluran makanan disarankan untuk pemasangan pipa
nasogastrik, kecuali pada perdarahan kronik dengan hemodinamik stabil atau yang sudah
jelas perdarahan SCBB. Pada perdarahan SCBA akan keluar cairan seperti kopi atau cairan
darah segar sebagai tanda bahwa perdarahan masih aktif. Selanjutnya dilakukan kumbah
lambung dengan air suhu kamar. Sekiranya sejak awal tidak ditemukan darah pada cairan
aspirasi, dianjurkan pipa nasogastrik tetap terpasang sampai 12 atau 24 jam. Bila selama
kurun waktu tersebut hanya ditemukan cairan empedu dapat dianggap bukan perdarahan
SCBA.
Perbandingan BUN dan kreatinin serum juga dapat dipakai untuk memperkirakan asal
perdarahan, nilai puncak biasanya dicapai dalam 24-48 jam sejak terjadinya perdarahan,
normal perbandingannya 20, di atas 35 kemungkinan perdarahan berasal dari SCBA, di
bawah 35 kemungkinan perdarahan SCBB. Pada kasus yang masih sulit untuk menentukan
asal perdarahannya, langkah pemeriksaan selanjutnya ialah endoskopi SCBA.
TERAPI PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
Non- endoskopis
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakuakn adalah kumbah
lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur ini diharapkan mengurangi
distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatik, namun demikian manfaatnya dalam
mengehentikan perdarahan tidak terbukti. Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk
persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah
17
perdarahan. Berdasarkan percobaan hewan, kumbah lambung dengan air es kurang
menguntungkan, waktu perdarahan jadi memanjang, perfusi dinding lambung menurun, dan
bisa timbul ulserasi pada mukosa lambung.
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami
perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan pemberian tersebut tuda merugikan
dan relatif murah.
Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokonstriksi pembuluh
darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun. Digunakan di
klinik untuk perdarahan akut varises esofagus sejak tahun 1953. Pernah dicobakan pada
perdarahan nonvarises, namun berhentinya perdarahan tidak berbeda dengan plasebo.
Terdapat 2 bentuk sediaan, yakni pitresin yang mengandung vasopressin murni dan preparat
pituitary gland yang mengandung vasopressin dan oxcytosin. Pemberian vasopressin
dilakukan dengan mengencerkan sedian vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%,
diberikan 0,5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam. Atau setelah
pemberian pertama dilanjutkan perinfus berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh karena
itu pemberiannya disarankan bersamaan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena
dengan dosis awal 40 mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan sampai maksimal 400
mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan sistolik di atas 90 mmHg.
Somatostatin dan analognya diketahui dapat menurunkan aliran dara splanknik,
khasiatnya lebih selektif dibanding vasopressin. Penggunaan di klinik pada perdarahan akut
varises esofagus dimulai sekiar tahun 1978. Somatostatin dapat menghentikan perdarahan aut
varises esofagus pada 70-80% kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarahan non varises.
Dosis pemberian somatostatin, diawali degan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250
mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti; oktreotide dosis bolus 100
mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti.
Obat-obatan golongan anti sekresi asam yang dilaporkan bermanfaat untuk mencegah
perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik ialah inhibitor pompa proton dosis tinggi.
Diawali bolus omeprazole 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama
72 jam, perdarahan hanya 4,2%. Suntikan omeprazol yang beredar di Indonesia hanya untuk
pemberian bolus, yang bisa digunakan per infus ialah persediaan esomeprazol dan
pantoprazol dengan dosis sama seperti omeprazol. Pada perdarahan SCBA ini antasida,
sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi
18
mukosa penyebab perdarahan. Antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarahanulang
SCBA karena tukak peptik kurang bermanfaat.
Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises esofagus di mulai
sekitar tahun 1950, paling populer adalah Sengstaken-Blakemore tube (SB-tube) yang
mempunyai tiga pipa serta dua balon masing-masing untuk esofagus dan lambung.
Komplikasi pemasangan SB-tube yang mempunyai tiga pipa serta dua balon masing-masing
untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube yang bisa berakibat fatal ialah
pneumoni aspirasi, laserasi sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi
24 jam. Pemasangan SB-tube seyogyanya dilakukan oleh tenaga medik yang berpengalaman
dan ditindaklanjuti dengan observasi yang ketat.
PEMBAHASAN
Pada pasien di atas dapat dilihat dari tanda, gejala, dan hasil pemeriksaan dapat
disimpulkan pasien kemungkinan mengalami GASTROPATI OAINS yang diakibatkan
oleh kebiasaan pasien mengkonsumsi jamu-jamuan dan obat-obatan untuk mengatasi keluhan
capek dan pegal linu pada pasien. OAINS memiliki efek samping pada saluran cerna yang
bersifat ringan dan reversible, hanya sebagian kecil menjadi berat yakni tukak peptik,
perdarahan saluran cerna dan perforasi. Risiko untuk mendapat efek samping OAINS tidak
sama untuk semua orang. Faktor risiko yang penting adalah usia lanjut >60 tahun,
digunakan bersama-sama steroid, riwayat pernah mengalami efek samping OAINS, dosis
tinggi atau kombinasi lebih dari satu macam OAINS dan menderita penyakit sistemik yang
berat, merokok dan konsumsi alcohol.
Efek samping OAINS pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung, meskipun
efek samping pada lambung yang sering terjadi. OAINS merusak mukosa lambung melalui 2
mekanisme yaitu topical dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topical terjadi karena
OAINS bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk
mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek samping sistemik OAINS tampaknya lebih
penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun, OAINS
secara bermakna menekan prostaglandin. Seperti diketahui prostaglandin merupakan
substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek Sitoproteksi itu
dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa,meningkatkan sekresi mukosa dan ion
19
bikarbonat dan meningkatkan epithelial defense. Aliran mukosa yang menurun menimbulkan
adhesi netrolit pada endotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses
imunologis. Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis tersebut
akan merusak mukosa lambung.
Diagnosisnya meliputi keadaan klinis yang bervariasi sangat luas, mulai dari yang
paling ringan berupa keluhan gastrointestinal discontrol. Secara endoskopi akan dijumpai
kongesti mukosa, erosi kecil-kecil kadang disertai perdaraha kecil-kecil. Lesi seperti ini dapat
sembuh sendiri. Kemampuan mukosa mengatasi lesi-lesi ringan akibat rangsang kemis sering
disebut adaptasi mukosa. Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multiple,
perdarahan luas dan perforasi saluran cerna.
Secara hitopatologi tidak khas, dapat dijumpai regenerasi epithelial, hiperplasi
foveolar, edema lamina propria dan ekspansi serabut otot polos kea rah mukosa. Ekspansi
dianggap abnormal bila sudah mencapai kira-kira sepertiga bagian atas. Tanpa informasi
yang jelas tentang konsumsi OAINS gambaran histopatologi seperti ini sering disebut sebagai
gastropati reaktif.
Pengelolaannya meliputi evaluasi, evaluasi yang sangat penting karena sebagian
besar gastropati OAINS ringan dapat sembuh sendiri walaupun OAINS tetap diteruskan.
Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Harus hati-
hati menggunakan ARH2 pada pasien yang harus menggunkan OAINS jangka lama ARH2
ternyata mampu mencegah timbulnya komplikasi berat OAINS pada saluran cerna atas.
Pasien yang dapat menghentikan gangguan OAINS, obat-obat anti tukak seperti golongan
sitoproteksi, ARH2 dan PPI dapat diberikan dengan hasil yang baik. Sedangkan pasien yang
tidak mungkin menghentikan OAINS dengan berbagai pertimbangan sebaiknya
menggunakan PPI. Mereka yang mempunyai factor risko untuk mendapat komplikasi berat,
sebaiknya diberi terapi pencegahan menggunakan PPI atau misoprostol. Misoprostol adalah
analog prostaglandin yang pemberiannya dapat mengimbangi penurunan produksi
prostaglandin akibat OAINS. Sayangnya efek samping obat ini sangat mengganggu, sehingga
penggunaannya terbatas.
Masalah lain selain Gastropati OAINS pasien juga datang dengan kondisi Anemia
akibat perdarahan SCBA yang terjadi, dari hasil pemeriksaan darah anemia yang terjadi
jenisnya normositik normokromik yang kemungkinan kuat diakibatkan oleh karena
perdarahan akut. Anemia ditegakkan dengan hasil pemeriksaan darah yaitu meliputi
menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim
20
dipergunakan adalah kadar hemoglobin, di Indonesia mengambil jalan tengah dengan
memakai criteria hemoglobin kurang dari 10 g/dl sebagai awal dari work up anemia.
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai macam
penyebab yaitu pada dasarnya di sebabkan oleh karena 1) gangguan pembentukan eritrosit
oleh sumsum tulang 2) Kehilangan darah keluar dari tubuh (perdarahan) 3) proses
penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
Klasifikasi anemia bermacam macam, berdasarkan gambaran morfologik yang
melihat dari indeks eritrosit atau hapusan darah tepi dan ada juga yang di klasifikasikan
berdasarkan etiopatogenesis.
Pemeriksaannya diperlukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorik
yang terdiri dari : pemeriksaan penyaring, pemeriksaan seri anemia, pemeriksaan sumsum
tulang, pemeriksaan khusus.
Pengelolaannya yaitu dengan memperhatikan beberapa hal :
1) Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah
ditegakkan terlebih dahulu.
2) Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan.
3) Pengobatan anemia dapat berupa :
a. Terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahan akut akibat
anemia aplastik yang mengancam jiwa pasien atau pada anemia pasca
perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik
b. Terapi suportif
c. Terapi yang khas untuk masing-masing anemia
d. Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemia
tersebut.
4) Dalam keadaan diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, terpaksa memberikan
terapi percobaan, tetapi harus dipantau dengan ketat terhadap respon terapi dan
perubahan perjalanan penyakit pasien dan dilakukan evaluasi terus menerus
tentang kemungkinan perubahan diagnosis.
5) Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda
gangguan hemodinamik. Pada perdarahan akut diberikan fresh whole blood,
sedangkan perdarahan kronik diberikan packed red cell. Pada anemia kronik
transfusi hanya diberikan jika anemia bersifat simtomatik atau adanya ancaman
payah jantung.
21
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi III, Media
Aesculapsius, Jakarta
Mattingly, David, Charles Seward, 1996, Bedside Diagnosis, Edisi 13, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Adi, Pangestu, 2006, Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam
Ilmu Penyait Dalam, Jilid I, Edisi IV, FKUI, Jakarta, hal: 291-294.
Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson, 2006, Patofisologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Volume 1, EGC, Jakarta
Soetedjo, AY., 2009, Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium,
Amara Books, Yogyakarta
22