HUBUNGAN ANTARA KESADARAN DIRI (SELF AWARENESS)
DENGAN PERILAKU PENGONSUMSIAN MINUMAN
BERALKOHOL DI KALANGAN MAHASISWA HALMAHERA
DI UKSW SALATIGA
OLEH
CHELSI NATALIA TAWA TAWA
80 2014 093
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari
Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2019
HUBUNGAN ANTARA KESADARAN DIRI (SELF AWARENESS)
DENGAN PERILAKU PENGONSUMSIAN MINUMAN
BERALKOHOL DI KALANGAN MAHASISWA HALMAHERA DI
UKSW SALATIGA
Chelsi Natalia Tawa Tawa
Doddy Hendro Wibowo
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2019
i
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesadaran diri
(self awareness) dengan perilaku pengonsumsian minuman beralkohol di
kalangan mahasiswa Halmahera di UKSW Salatiga. Hipotesis yang diajukan
adalah ada korelasi negatif sinifikan antara kesadaran diri (self awareness) dengan
perilaku pengonsumsian minuman beralkohol di kalangan mahasiswa Halmahera.
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Halmahera di UKSW Salatiga
sebanyak 110 mahasiswa laki-laki dengan menggunakan teknik sampel purposive
sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala
kesadaran diri (self awareness) dan skala perilaku pengonsumsian minuman
beralkohol. Analisis data menggunakan metode korelasi pearson product moment.
Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan negatif signifikan antara
kesadaran diri (self awareness) dengan perilaku pengonsumsian minuman
beralkohol dengan nilai (r) -0,371 dan signifikansi 0,00 (p < 0,05). Artinya
semakin tinggi kesadaran diri (self awareness) maka perilaku pengonsumsian
minuman beralkohol akan semakin rendah, begitu pun sebaliknya.
Kata kunci: Kesadaran Diri (self awareness), Perilaku Pengonsumsian
Alkohol, Mahasiswa.
ii
ABSTRACT
The research was intended to find out correlation between self
awarenesswith alcohol consumption behavior among Halmahera students at
SWCU Salatiga. The hypothesis proposed is that there is a significant negative
correlation between self-awareness with alcohol consumption behavior among
Halmahera students. The subjects in this study were Halmahera students at
SWCU Salatiga with 110 male students using a purposive sampling technique.
The measuring instrument used in this study is a scale of self-awareness with
alcohol consumption behavior. Data analysis using Pearson product moment
correlation method. The results showed there was a significant negative
relationship between self-awareness (self awareness) with alcohol consumption
behavior beverages with a value (r) -0.371 and a significance of 0.00 (p <0.05).
This means that the higher the self-awareness, the behavior of consuming
alcoholic beverages will be lower, and vice versa.
Keywords: Self Awareness, Alcohol Consumption Behavior, Students.
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan berjalanya waktu era moderenisasi dikatakan sebagai
keberhasilan dari awal kemajuan zaman dengan memberikan begitu banyak
pengaruh baik positif maupun negatif dengan fariasi dampak yang luar biasa.
Dalam hal ini juga era moderenisasi membawa dampak penuh pada perubahan
fisik mental yang tentunya akan memberi konsekuensi dan pengaruh besar
terhadap manusia sebagai komponen dalam kehidupan, dengan perkembangan
remaja pada saat ini banyak masalah mengenai pola hidup atau gaya hidup yang
di dalamnya terdapat berbagai bentuk kenakalan remaja.
Indra, Haniman dan Moeljohardjono (2000) mengemukakan bahwa salah
satu bentuk kenakalan remaja adalah penyalahgunaan alkohol. Selanjutnya
Hawari (dalam Rauf, 2002) menyatakan bahwa mabuk-mabukan sebagai perilaku
menyimpang yang merupakan gambaran dari kepribadian antisosial atau
gangguan tingkah laku pada remaja. Indra, Haniman dan Moeljohardjono (2000)
menemukan bahwa anggapan dan cara pandang remaja yang longgar tentang
suatu bentuk kenakalan akan membuat mereka cenderung melakukan kenakalan
tersebut. Menurut Karamoy (2009) ada beberapa faktor yang menyebabkan
remaja mengkonsumsi alkohol yaitu: Faktor kepribadian anak, faktor usia, faktor
pandangan atau keyakinan yang keliru, faktor rendahnya pengetahuan agama, ego
yang tidak realistis, faktor keluarga, faktor lingkungan tempat tinggal, faktor
keadaan sekolah, dan faktor Pendidikan.
2
Dalam hal ini masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa
dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki
masa dewasa dalam Lailatul & Mohammad (2014) Masa remaja sendiri
berlangsung antara usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13
tahun sampai 22 tahun bagi pria. Disisi lain juga menurut Santrock (2003) remaja
(adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa-anak
dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-
emosional. Berdasarkan pengertianya, menurut Havighurts (dalam Rifai, 1984)
ada sepuluh tugas perkembangan remaja, yaitu mencapai hubungan sosial yang
lebih matang dengan teman-teman sebayanya (baik dengan teman-teman sejenis
maupun dengan jenis kelamin lain), dapat menjalankan peranan-peranan sosial
menurut jenis kelamin masing-masing, menerima kenyataan (realitas) jasmaniah
serta menggunakanya secara efektif dengan perasaan puas, mencapai kebebasan
emosional dari orang tua atau orang dewasa lainya, mencapai kebebasan ekonomi,
memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan, mempersiapkan
diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga, mengembangkan
kecakapan intelektual serta konsep yang diperlukan untuk kepentingan hidup
bermasyarakat, memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat
dipertanggung jawabkan, memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman
dalam tindakan dan sebagai pandangan hidupnya. Berdasarkan prosesnya,
perubahan dalam berbagai aspek maupun tugas-tugas perkembangan yang dialami
oleh remaja, tidak selalu berjalan mulus. Remaja sendiri sering diperhadapkan
dengan berbagai macam tantangan.
3
Perilaku konsumsi minuman beralkohol saat ini merupakan permasalahan
yang cukup berkembang di dunia remaja dan menunjukan kecenderungan yang
meningkat dari tahun ke tahun, akibatnya, mereka melakukan bentuk kenakalan-
kenakalan, perkelahian, geng-geng remaja, perbuatan asusila dan maraknya
premanisme pada kalangan remaja (Hutagalung) (dalam Solina dkk, 2018).
Minuman alkohol adalah segala jenis minuman yang memabukan, sehingga
dengan meminumnya menjadi hilang kesadaranya, yang termasuk minuman
alkohol seperti, arak, wine, whisky, brandy, campagne, malaga, dan lain-lain
(Zulvikar) (dalam Solina dkk, 2018).
Perilaku pengonsumsian minuman beralkohol pada remaja dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan Green (dalam Notoatmodjo, 2010)
bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor predisposisi (predisposing),
pemungkin (enabling), dan penguat (reinforcing). Dalam perilaku pengonsumsian
minuman beralkohol pada remaja juga dipengaruhi oleh keberadaan lingkungan,
baik itu lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan sosial sendiri sangat
berpengaruh, dikarenakan remaja masih bersifat labil (Notoatmodjo, 2010).
Menurut hasil peneltian yang dilakukan oleh Irmayanti (2015) terdapat
mahasiswa yang minum alkohol dengan tingkat intensitas yang tergolong sering,
dari 17 angket yang disebar, terdapat hasil 35% mahasiswa yang tergolong sering
mengkonsumsi alkohol. Sering dalam artian selalu, ada yang hampir setiap
minggu bahkan hampir setiap hari, sedangkan 76% menyatakan bahwa mereka
mengkonsumsi alkohol tidaklah sendiri, melainkan bersama teman–teman sesama
4
peminum, dan 58% mengaku mengoplos minuman keras sebelum
mengonsumsinya.
Dari fenomena yang terjadi, Menurut Dariyo (2002) perilaku minum-
minuman keras (alkohol) disebabkan oleh faktor predisposisi yang menimbulkan
gangguan kepribadian antisosial, kecerdasan emosi serta depresi. Dari
permasalahan yang ditimbulkan terdapat pula faktor mengenai kecerdasan emosi,
yang di dalamnya terdapat kesadaran diri (self awareness) yang terbentuk dalam
diri seseorang.
Nafisa (2010) menyatakan bahwa kesadaran diri (self awareness) adalah
keadaan dimana individu dapat memahami diri sendiri dengan tepat. Individu
mempunyai kesadaran mengenai pikiran, perasaan, dan evaluasi diri. Individu
yang memiliki self awareness yang baik maka ia memiliki kemampuan
mengontrol diri, yakni mampu membaca situasi sosial dalam memahami orang
lain dan mengerti harapan orang lain terhadap dirinya.
Dalam hal ini berawal dari teori mengenai kesadaran menurut Baars dan
McGovern (dalam Robert, Otto dan Kimberly, 2007) mengajukan sejumlah fungsi
kesadaran. Fungsi pertama yaitu fungsi konteks-seting (context-setting), yakni
fungsi dimana sistem-sistem bekerja untuk mendefinisikan konteks dan
pengetahuan mengenai sebuah stimuli yang datang kedalam memori, dimana
berperan untuk menjernikan pemahaman mengenai stimulus yang bersangkutan.
Fungsi kedua yaitu fungsi adaptasi dan pembelajaran (adaptation and learning)
yang mengendalikan bahwa keterlibatan sadar diperlukan untuk menangani
5
informasi baru dengan sukses. Fungsi ketiga yaitu fungsi prioritisasi (prioritizing)
dan fungsi akses dimana kesadaran diperlukan untuk mengakses besarnya jumlah
informasi yang tersedia di tingkat ketidak sadaran. Fungsi keempat yaitu fungsi
rekrutmen dan kontrol (recruitment and control) dimana kesadaran memasuki
sistem-sistem motorik untuk menjalankan tindakan-tindakan sadar. Fungsi kelima
yaitu fungsi pengambilan keputusan (decision-making) dan fungsi eksekutif, yang
berperan membawa informasi dan sumber daya keluar dari ketidaksadaran untuk
membantu pengambilan keputusan dan penerapan kendali. Fungsi keenam yaitu
fungsi deteksi dan penyuntingan kekeliruan (error detection and editing) fungsi
ini berfokus pada kesadaran yang memasuki sistem norma kita (yang berada di
tataran ketidaksadaran) sehingga kita (“kita” yang sadar) dapat mengetahui saat
kita membuat suatu kekeliruan. Fungsi ketujuh yaitu fungsi monitor diri (self-
monitoring) monitor diri dalam bentuk refleksi diri, percakapan internal, dan
imagery, membantu kita mengendalikan fungsi-fungsi sadar dan fungsi-fungsi
tidak sadar dalam diri kita. Fungsi kedelapan yaitu fungsi pengorganisasian dan
fleksibilitas (organization and flexibility) fungsi ini memungkinkan kita
mengandalkan fungsi secara otomatis dalam situasi yang telah dapat
diprediksikan, namun sekaligus memungkinkan kita memasuki sumber daya
pengetahuan yang terspesialisasi dalam situasi tidak terduga.
Nafisa (2010) berpendapat kesadaran diri (selfawareness) merupakan
perhatian yang terus menerus terhadap keadaan batin individu. Berdasarkan hal
ini, kesadaran diri (self awareness) merupakan salah satu komponen dari
kecerdasan emosional.
6
Dari data awal sebagai hasil observasi maupun wawancara informal pada
bulan juli 2018, yang dilakukan dengan 6 mahasiswa Halmahera Universitas
Kristen Satya Wacana mengatakan bahwa penyebab pengonsumsian minuman
beralkohol adalah ketika sedang mengalami masalah, dan tidak tanggung-
tanggung mahasiswa dapat mengonsumsi alkohol dengan frekuensi tinggi yaitu
(5-10 botol/kemasan). Latar belakang masalah yang dihadapi bermacam-macam
diantaranya dari faktor individu sendiri maupun dari lingkungan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu mahasiswa Halmahera
konsumen captikus (minuman alkohol khas Halmahera), dimana fenomena
konsumsi minuman beralkohol di Halmahera tidak berbeda jauh dengan realitas
yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam sejarahnya minuman beralkohol yang
oleh masyarakat setempat disebut dengan istilah saguer dan cap tikus dikonsumsi
pada momen-momen adat setempat, sehingga pada momen tersebut terkandung
nilai-nilai kekerabatan, namun seiring berjalanya waktu, kebiasaan tersebut
berubah dari nilai kekerabatan kemudian bergeser kenilai ekonomi, sehingga
minuman beralkohol oleh masyarakat setempat dijadikan sebagai barang komoditi
atau barang yang belum siap diolah tetapi dapat diperdagangkan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dawn & Clayton (2013) dimana
hasil studi ini mengevaluasi kesadaran diri (self awareness) sebagai moderator
dari hubungan antara motif perilaku minum sosial (perilaku minum-minuman
beralkohol dalam kelompok) dan penggunaan alkohol secara pribadi dengan kata
lain, hasil menunjukan bahwa hubungan perilaku minum sosial (perilaku minum-
minuman beralkohol dalam kelompok) dan penggunaan alkohol secara pribadi
7
lebih kuat diantara individu yang rendah dalam kesadaran diri publik (kesadaran
diri sebagai objek sosial).
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Jamie, Marrleah dan Stephanie
(2013), yang merupakan penelitian yang mendukung adanya hubungan antara
kesadaran, stres, serta masalah alkoholik di kalangan mahasiswa perguruan tinggi
dengan hipotesis, jika adanya tingkat perhatian yang lebih tinggi maka akan
berhubungan negatif dengan stres dan masalah alkoholik. Dalam hal ini stres
sebagai acuan maupun potensi utama terkait hubungan antara kesadaran diri
dengan masalah alkoholik dalam lingkungan perguruan tinggi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka diperoleh
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan
antarakesadaran diri (self awareness) dengan perilaku pengonsumsian minuman
beralkohol di kalangan mahasiswa Halmahera di Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah arah hubungannya baik
itu positif atau negatif antara kesadaran diri (self awareness) dengan perilaku
pengonsumsian minuman beralkohol di kalangan mahasiswa Halmahera di
UKSW Salatiga.
D. Manfaat Penelitian
Aspek Teoritis
8
1. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi terhadap bidang
ilmu pengetahuan terutama psikologi mengenai variabel kesadaran diri dan
perilaku pengonsumsian minuman beralkohol.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kesadaran
diri dan perilaku pengonsumsian minuman beralkohol di kalangan mahasiswa
Halmahera.
Aspek Praktis
1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pedoman bagi para mahasiswa
untuk lebih memahami sebab dampak serta faktor risiko dari perilaku
pengonsumsian minuman beralkohol.
TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Pengonsumsian Alkohol
A. Pengertiam Perilaku Pengonsumsian Alkohol
Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas konkrit yang
berhubungan dengan pemikiran, perasaan dan tindakan individu yang dapat
diamati baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan kata lain definisi
perilaku pengonsumsian minuman beralkohol adalah perilaku yang berupa
pemikiran, perasaan, dan tindakan individu yang dapat diamati baik secara
langsung maupun tidak langsung meliputi pengonsumsian minuman beralkohol
baik dalam kadar yang rendah maupun sampai pada kadar yang tinggi Mariw
(2017).
9
Ada beberapa tahapan tentang perilaku meminum minuman keras dan
obat-obatan berbahaya yang dikemukakan oleh Furhmann (1990) sebagai berikut:
yaitu eksperimen, kebiasaan, dan ketergantungan.
a. Eksperimen yang mana seorang individu mengkonsumsi alkohol saat waktu-
waktu tertentu serta hanya dikonsumsi pada saat seorang individu berada di
antara kelompok atau teman sebayanya dimana pada tahap yang masih
sangat rendah.
b. Kebiasaan yang terjadi jika pada tahap eksperimen penggunaanya
berlebihan dan disaat itu individu berusaha mencari teman yang juga
mengkonsumsi alkohol. Pada tahap inilah sudah mulai muncul gejala-gejala
peningkatan efek seperti yang didapatkan sebelumnya.
c. Ketergantungan yang mana terjadi saat keinginan untuk mengkonsumsi
secara teratur makin meningkat. Disinilah muncul gangguan-gangguan fisik
maupun psikologis, misalnya hilangnya kesadaran diri, berat badan tidak
normal, sulit menahan emosi, menentang kata- kata orang tua hingga otak
sudah tidak mampu bekerja dengan seharusnya.
B. Aspek-aspek Perilaku Konsumsi Alkohol
Twiford (dalam Yafi, 2018) menyebutkan bahwa perilaku minum-
minuman keras sama saja seperti perilaku pada umumnya yang dibentuk dari
aspek-aspek berikut ini :
a) Frekuensi (seberapa sering perilaku minum-minuman keras yang
muncul).
b) Durasi (seberapa lama subjek telah mengonsumsi minum-minuman keras).
10
c) Intensitas (kuat lemahnya atau seberapa dalam subjek mengonsumsi
minuman keras).
C. Faktor Perilaku pengonsumsian alkohol atau minuman keras atara lain:
a) Faktor individu/subjek
1. Faktor Psikologi
Faktor minuman beralkohol atau minuman keras digunakan untuk
menghindari perasaan psikologis tertentu seperti kecemasan atau stres.
2. Faktor genetika dan biologis
Yaitu orang tua atau ayah/ibu, saudara, atau anggota keluarga yang juga
mengonsumsi alkohol atau minuman keras merupakan faktor risiko
utama yang menyebabkan subjek melakukan perilaku tersebut.
b) Faktor lingkungan
1. Faktor perilaku dan pembelajaran
yaitu proses pembelajaran yang dilakukan oleh subjek dari kebiasaan-
kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol atau minuman keras dari
orang tua, keluarga, dan teman-teman.
2. Faktor sosial dan kultural
Yaitu pengaruh adat istiadat dan budaya yang menjadi kebiasaan,
pengaruh lingkungan tempat tinggal, pengaruh teman sebaya dan
konformitas.
D. Dampak/akibat pengonsumsian alkohol atau minuman keras
a) Dampak fisik
11
Menurut Mulyadi (dalam Irmayanti, 2015) konsumsi campuran
minuman keras dan zat lain menyebabkan efek dari dua substansi yang
berpengaruh negatif terhadap tubuh. Minuman beralkohol yang dicampur
minuman berenergi, dapat menyebabkan pengguna:
1) Mampu meminum lebih banyak.
2) Mengalami efek samping fisik seperti palpitasi jantung.
3) Mengonsumsi sejumlah besar kafein, yang menyebabkan kecemasan
dan serangan panik.
4) Mengonsumsi gula dan kalori terlalu banyak sehingga menyebabkan
kelebihan berat badan dan menambah risiko diabetes.
5) Meningkatkan kemungkinan masalah kesehatan jangka pendek dan
panjang.
b) Dampak psikologis
Menurut Nevid, dkk 2005. Efek dari pengonsumsian minuman
beralkohol atau minuman keras mencerminkan interaksi dari:
1) Efek psikologi zat dan
2) Interpretasi seseorang akan efek tersebut.
Kartono & Kartini (2002) berpendapat bahwa penggunaan alkohol
atau minuman keras secara berlebihan akan menyebabkan timbulnya
gangguan psikis yaitu:
1) Kehilangan kontrol diri, sebagai gejala pertama pada seorang
alkoholis.
12
2) Alkoholisme: yaitu kecanduan pada alkohol. Alkohol dalam jumlah
kecil dan tepat, memberikan dan mempertinggi rasa senang enak. Orang
yang terbiasa minum alkohol sukar sekali untuk tidak minum alkohol.
3) Mabuk: motoriknya tidak terkuasai, tanpa kordinasi, orang menjadi
bingung dan tidak sadarkan diri.
4) Delirium tremens (delirium: kegilaan, mabuk dan mengigau), pikiran
seperti tidak waras. Kondisi delirium sering disertai delusi-delusi, ilusi-
ilusi dan halusinasi.
5) Korsakov alkoholick: terdapat kompleks gejala amnetis, lalu suka
meracau dan berbicara tanpa arti.
6) Perubahan struktur kepribadian dan bergesernya watak sehingga
terjadi psikosa alkoholik yang ditemui pada peminum kelas berat.
Kesadaran Diri (self awareness)
A. Pengertian Kesadaran Diri
Kesadaran (consciousness) adalah kesiagaan (awareness) seseorang
terhadap peristiwa-peristiwa di lingkunganya. Definisi kesadaran ini memiliki dua
sisi yaitu, kesadaran meliputi suatu pemahaman terhadap stimuli lingkungan
sekitar selain itu, kesadaran juga meliputi pengenalan seseorang akan peristiwa-
peristiwa mentalnya sendiri seperti pikiran-pikiran yang ditimbulkan oleh memori
dan oleh kesadaran pribadi akan jati dirinya (Robert, Otto dan Kimberly, 2007).
Abraham Maslow dalam teorinya Humanistik mengemukakan tentang
kesadaran diri (self awareness) adalah mengerti dan memahami siapa diri kita,
bagaimana menjadi diri sendiri, apa potensi yang kita miliki, gaya apa yang
13
dimiliki, apa langkah-langkah yang diambil, apa yang dirasakan, nilai-nilai apa
yang dimiliki dan diyakini, kearah mana perkembangan kita akan menuju.
Goleman, (2007) menyatakan bahwa kesadaran diri (selfawareness) adalah
perhatian yang terus menerus terhadap keadaan batin idividu. Para ahli psikologi
menyebut kesadaran diri dengan istilah metakognisi dan metamood, yaitu
kesadaran orang akan proses berpikir dan kesadaran emosinya sendiri. Inti
kesadaran diri adalah sadar akan kedua kesadaran tersebut. Proses metakognisi
menyebabkan individu dapat mengontrol aktivitas kognitifnya, pengetahuan
individu tentang proses kognitif dapat mengarahkannya untuk memilih situasi dan
strategi yang tepat bagi dirinya di masa yang akan datang (Nafisa, 2010). Self-
awareness merupakan perhatian yang terus menerus terhadap keadaan batin
individu. Para ahli psikologi menyebut self-awareness (kesadaran diri) dengan isti
lah metakognisi dan metamood, yaitu kesadaran individu akan proses berpikir dan
kesadaran emosinya sendiri Meyer (dalam Goleman 2007).
Pada umumnya ada tiga gaya yang tampil ketika individu menghadapi
emosinya, yaitu : (a) Terbebani (engulfed), individu dengan tipe ini tenggelam
dalam emosi-emosinya dan tidak mampu keluar dari situasi ini. (b) Menerima
(accepting), individu menyadari emosi yang dirasakannya namun cenderung
menerima begitu saja emosi yang sedang terjadi dan tidak mencoba memahami
emosi tersebut lebih jauh. (c) Sadar diri (self-aware), individu dengan tipe ini
menyadari dan memahami emosi yang terjadi pada dirinya. Serta mengetahui
batas-batas norma yang perlu dijaga dan berpikir untuk mengelola emosi yang
14
dirasakan agar perilakunya masih berada dalam ambang batas tersebut (Goleman,
2007).
Goleman (1997, 2001) juga mengatakan kesadaran diri (self awareness)
merupakan kemampuan individu untuk mengetahui apa yang dirasakan pada suatu
saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri,
memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang
kuat.
Selain itu menurut Goleman (dalam Nafisa, 2010) juga mengemukakan
bahwa kesadaran diri (self awareness) yang baik akan dicapai bila individu dapat
mengembangkan kemampuan untuk sadar diri, kemampuan untuk mengendalikan
dorongan hati dan kemampuan untuk bersikap optimis. Individu yang memiliki
self-awareness yang baik maka ia dikatakan memiliki kecerdasan emosional yang
baik pula. Konsep kecerdasan emosi yang dikemukakan oleh Goleman (2007)
tersebut esensinya terdapat pada kemampuan untuk memiliki self-awareness yang
baik.
B. Aspek Kesadaran Diri
Aspek-aspek Kesadaran diri (self awareness) yang dikemukakan oleh Goleman
(dalam Team FME, 2014) sebagai berikut:
a. Emotionally self-aware (sadar diri secara emosional) reading one’s own
emotions and recognizing their impact (Membaca emosi anda sendiri dan
mengenali dampaknya).
b. Accurate self- assessment (penilaian diri yang akurat): knowing one's owns
strenghts and limits (mengetahui kekuatan dan batas diri seseorang).
15
c. Self confidence (kepercayaan diri): a sound sense of one's self worth and
capabilities (rasa harga diri dan kemampuan yang sehat).
Hubungan Antara Kesadaran Diri (self awareness) Dengan Perilaku
Pengonsumsian Minuman Beralkohol Di kalangan Mahasiswa
Halmahera.
Dalam menjalani tugas perkembangannya, menurut (Santrock, 2003)
remaja selalu diperhadapkan dengan berbagai tantangan baik dari aspek biologis,
kognitif, dan sosio-emosional dikarenakan berdasarkan teori L. Green (dalam
Notoatmodjo, 2010) bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor predisposisi
(predisposing) yaitu faktor mempermudah terjadinya sebuah perilaku pada
seseorang, pemungkin (enabling) yaitu faktor ketersediaannya sarana dan
prasarana atau fasilitasi yang mendukungterjadinya perilaku,dan penguat
(reinforcing) yaitu faktor yang mendorong atau yang memperkuat terjadinya
perilaku. Berdasarkan hal ini pada umumnya remaja tidak mampu melihat dengan
penuh tentang apa yang dihadapinya kedepan baik itu dalam lingkungan sosial,
keluarga, maupun pendidikan dikarenakan remaja sendiri masih bersifat labil
(Notoatmodjo, 2010).
Dalam hal ini untuk mengendalikan dorongan hati dan kemampuan
beroptimis, individu (remaja) wajib mengembangkan kemampuan sadar terhadap
diri sendiri (Self awareness) dengan melihat ciri-ciri kesadaran diri yang baik
menurut Glenn (dalam Nafisa, 2010) antara lain, dimana individu dapat
memahami diri sendiri (sejauh mana ia mengenali maupun menghadapi tantangan
16
yang ada dalam diri), dimana individu sendiri mampu menyusun tujuan hidup dan
karir yang baik, individu mampu memiliki relasi yang baik dengan orang lain,
mampu membangun nilai keagamaan, mampu menyeimbangkan tuntutan
kebutuhan diri dan kebutuhan komunitas serta, mengembangkan kontrol diri
terhadap stimulus dengan tepat. Dari berbagai ciri Kesadaran diri (Self awareness)
diatas, hal ini berkaitan dengan perbadaan tiap-tiap individu (remaja) dalam
menghadapi emosinya sehingga tak jarang individu kehilangan pengawasan diri
dikarenakan faktor lingkungan individu yang mengarah pada hal negatif atara lain
kenakalan remaja.
Penyebab terjadinya kenakalan remaja yang berujung pada perilaku
pengonsumsian alcohol sendiri didasari faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap self awareness (kesadaran diri individu) yang berasal dari
factor individu maupun lingkungan dalam penyampaian informasi sebagai tugas
popoknya untuk melakukan suatu hal, kemudian dari faktor-faktor tersebut
individu akan membawa pesan-pesan yang berisikan sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang Sulistyowati, 2012. Pesan-pesan sugesti yang
dibawa informasi itulah apabila cukup kuat dalam menilai suatu hal apakah baik
maupun buruk, sehingga jika sugesti tersebut tidak cukup kuat dalam
mengendalikan sebagaimana yang diharapkan maka terbentuklah sikap atau
perilaku yang menyimpang, dari hal itulah muncul diantaranya perilaku
pengonsumsian alcohol Azwar (dalam Sulistyowati, 2012).
Perilaku konsumsi alkohol pada hakikatnya dipengaruhi oleh faktor
individu dan lingkungan, faktor individu diantaranya yaitu psikologi (minuman
17
beralkohol digunakan untuk menghindari perasaan psikologis tertentu seperti
kecemasan atau stres) dan genetika atau biologis (ayah/ibu, saudara, anggota
keluarga yang juga mengonsumsi alkohol), faktor lingkungan diantaranya yaitu
perilaku dan pembelajaran (proses pembelajaran yang dilakukan oleh subjek dari
kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol dari orang tua, keluarga dan teman)
serta sosial dan kultural (pengaruh adat istiadat dan budaya yang menjadi
kebiasaan, pengaruh lingkungan tempat tinggal, pengaruh teman sebaya dan
konformitas) Hapsari (dalam Mariw, 2017).
Faktor lingkungan biasanya mengarah pada faktor kebiasaan yang dianut
dalam sebuah lingkungan. Menurut Jannah dkk (2015) keberadaan minuman
beralkohol di setiap perayaan pesta adat khususnya di Indonesia, disebabkan
karena tradisi yang lahir dari para leluhur masyarakat di suatu daerah dan
sebagian masyarakat menyatakan bahwa minuman beralkohol dianggap sebagai
minuman kehormatan.
Beberapa individu menganggap dengan mengonsumsi minuman
beralkohol ia akan terlepas dari beban yang dipikirkannya. Hal ini serupa dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ser (dalam Nevid, 2005) menyatakan bahwa
adanya hubungan timbal balik antara keyakinan atau ekspektasi dengan
penggunaan alkohol maka individu (remaja) akan mendapatkan stimulus yang ia
harapkan.
Berdasarkan penjelasan menurut Goleman (2007) mengemukakan bahwa
self-awareness (kesadaran diri) yang baik akan dicapai bila individu dapat
18
mengembangkan kemampuan untuk sadar diri, kemampuan untuk mengendalikan
dorongan hati dan kemampuan untuk bersikap optimis. Dari hal inilah terdapat
hubungan yang signifikan antara kesadaran diri (self awareness) terkait perilaku
mengonsumsi minuman beralkohol.
Hipotesis
Berdasarkan dinamika hubungan yang telah diuraikan diatas, dalam
penelitian ini, peneliti mengajukan hipotesis terdapat hubungan yang negatif dan
signifikan antara kesadaran diri dan perilaku pengonsumsian minuman beralkohol
pada mahasiswa halmahera.
H0 : Tidak ada hubungan negatif antara kesadaran diri (self awareness) dengan
perilaku pengonsumsian minuman beralkohol di kalangan mahasiswa
Halmahera.
H1 : Ada hubungan negatif antara kesadaran diri (self awareness) dengan
perilaku
pengonsumsian minuman beralkohol di kalangan mahasiswa Halmahera.
19
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif
dengan teknik korelasi untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu
kesadaran diri (self awareness) dengan perilaku pengonsumsian minuman
beralkohol dengan menyebarkan 110 angket kepada partisipan.
B. Pertisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Halmahera yang ada di
UKSW Salatiga. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling. Dan kriteria yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mahasiswa
Halmahera Angkatan aktif 2012 sampai dengan 2018 dengan alasan pengambilan
sampel berdasarkan situasi maupun fenomena yang terjadi diantaranya:
1. Laki-laki mempunyai kecenderungan dua kali lebih besar dibandingkan
perempuan (20% : 8%) untuk mengambangkan gangguan keregantungan
alkohol (Nevid dkk, 2005).
2. Laki-laki sulit melakukan maupun mengendalikan coping disaat sedang
mengalami masalah, sensitif terhadap kritik, kurang mampu memelihara
hubungan personal, terlalu menekankan aspek maskulinitas, serta suka
menunjukan keinginan bebas dan berkuasa (Capuzzi dalam Fuhrmann,
1990).
3. Kecenderungan remaja laki-laki untuk melakukan perilaku menyimpang
dalam kaitanya mengonsumsi minuman keras atau beralkohol lebih tinggi
dibandingkan dengan remaja perempuan (Ulfah, 2005).
20
4. Perilaku minum-minuman keras sebagai kebiasaan yang dilakukan dalam
sekelompok sebayanya (Amsar, 2015).
C. Instrumen Alat Ukur
Skala Kesadaran Diri (Self Awareness)
Kesadaran diri (self awareness) ini diungkap dengan Skala Kesadaran Diri
yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kesadaran diri (self
awareness) yang dikemukakan oleh Goleman (dalam Team FME, 2014).
Alat ukur dalam skala ini terdiri dari 47 item yang terdiri dari aspek
Emotionally self-aware (sadar diri secara emosional) 17 item, aspek Kemampuan
Accurate self-assessment (penilaian diri yang akurat) 11 item, aspek Self-
confidence (kepercayaan diri) 19 item, dengan pertanyaan bersifat 23 item
Favorable dan 24 item Unfavorable.
Skala Perilaku Pengonsumsian Minuman Beralkohol
Skala ini diungkap dengan perilaku pengonsumsian minuman beralkohol
yang diambil dari aspek perilaku secara umum (Twiford, dikutip Yafi, 2018).
Alat ukur dalam skala ini terdiri dari 14 item yang terdiri dari aspek
Frekuensi 2 item, aspek Durasi 6 item, dan aspek Intensitas 6 item, dengan
pertanyaan bersifat 11 item Favorable dan 3 item Unfavorable.
D. Prosedur
Secara operasional prosedur penelitian ini dapat dilakaukan dalam tiga
langkah yaitu pertama tahap persiapan, dimana pada tahap persiapan peneliti
21
melakukan observasi lapangan dan perizinan. Kedua adalah tahap pelaksanaan
dimana peneliti menyebarkan skala kesadaran diri (self awareness) dan skala
perilaku pengonsumsian minuman beralkohol. Tahap terakhir adalah tahap
penyelesaian dimana setelah mendapatkan hasil penelitian peneliti membuat
perhitungan dan skroring berdasarkan skala yang disebarkan.
HASIL PENELITIAN
A. Uji Reliabilitas dan Validitas
Hasil uji reliabilitas pada skala kesadaran diri (self awareness) dengan
menggunakan Alfa Cronbach menunjukkan hasil perhitungan reliabilitas sebesar
0,891. Berdasarkan hasil uji yang diperoleh maka alat ukur dapat dikatakan alat
ukur yang reliabel. Pada hasil perhitungan uji seleksi aitem tidak diperoleh aitem
yang gugur dengan menggunakan daya diskriminasi 0,05 (Azwar, 2009).
Tabel. 1
Uji reliabilitas Skala Kesadaran Diri (self awareness)
Cronbach's Alpha N of Items
.891 46
Hasil uji reliabilitas pada skala perilaku pengonsumsian minuman
beralkohol dengan menggunakan Alfa Cronbach menunjukan hasil perhitungan
22
reliabilitas sebesar 0,737. Berdasarkan hasil uji yang diperoleh maka alat ukur
dapat dikatakan alat ukur yang reliabel dengan menggunakan batas koefisien
korelasi aitem 0,05.
Tabel 2
Uji reliabilitas Skala Perilaku Pengonsumsian Minuman Beralkohol
Cronbach's Alpha N of Items
.737 14
B. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas pada skala ini menggunakan metode Kolmogorov Smirnov.
Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila nilai signifikansi (p > 0,05).
Hasil uji normalitas adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Uji Normaliatas
Kesadaran Diri
Perilaku
Pengonsumsian
Minuman
Beralkohol
N 110 110
Normal Parametersa Mean 134.00 32.98
Std. Deviation 14.244 5.663
Most Extreme Differences Absolute .099 .071
Positive .099 .048
23
Berdasarkan hasil pengujian normalitas pada tabel di atas, di dapatkan
bahwa variable kesadaran diri (self awereness) memiliki nilai Kolmogorov-
Smirnov Z sebesar 1,040 dan 0,748 dengan nilai sign = 0,230 (p >0,05) dan nilai
sign perilaku pengonsumsian minuman beralkohol = 0,630 (p >0.05). Maka dapat
dikatakan berdistribusi normal.
b. Uji Linearitas
Tabel 3.2 Anova Tabel
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Perilaku
Pengonsumsia
n Minuman
Beralkohol
Kesadaran Diri
Between
Groups
(Combined) 1692.628 46 36.796 1.285 .176
Linearity 482.058 1 482.058 16.841 .000
Deviation from
Linearity 1210.570 45 26.902 .940 .582
Within Groups 1803.336 63 28.624
Total 3495.964 109
Berdasarkan tabel di atas, hasil uji linearitas menunjukan adanya
hubungan yang bersifat linear antara kesadaran diri (self awareness) dengan
perilaku pengonsumsian minuman beralkohol pada remaja Halmahera dengan
Negative -.099 -.071
Kolmogorov-Smirnov Z 1.040 .748
Asymp. Sig. (2-tailed) .230 .630
a. Test distribution is Normal.
24
nilai F= 0,940 dengan signifikansi Deviation from Linearity sebesar 0,582 (p >
0,05).
C. Analisis Deskriptif Responden
Tabel 4.1. Kategorisasi Skor Kesadaran Diri (Self Awareness)
No. Kategori Interval F % Mean SD
1 Tinggi 138 < x < 184 34 31% 134 14.24362
2 Sedang 92 < x < 138 76 69%
3 Rendah 46 < x < 92 0 0%
Total 110 100%
Berdasarkan hasil di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 34 orang (31%)
yang memiliki kesadaran diri yang tinggi, 72 orang (69%) berada pada ketegori
sedang.
Tabel 4.2 Kategorisasi Skor Perilaku Pengonsumsian Minuman Beralkohol
No. Kategori Interval f % Mean SD
1 Tinggi 42 < x < 56 3 3% 32.9818 5.66331
2 Sedang 28 < x < 42 85 77%
3 Rendah 14 < x < 28 22 20%
Total 110 100%
Berdasarkan hasil di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 3 orang (3%)
berada pada kategori tinggi, 85 orang (77%) berada pada kategori sedang dan 22
orang (20%) berada pada ketegori rendah.
25
D. Uji Hipotesis
a. Uji Korelasi
Berdasarkan hasil pengujian hubungan antara dua variabel yaitu hubungan
Antara kesadaran diri (self awareness) dengan perilaku pengonsumsian minuman
beralkohol pada mahasiswa Halmahera di Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga berdasarkan uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
korelasi Pearson dengan perhitungan dari Output SPSS Statistic 16.0 menunjukan
bahwa nilai = -0,371 (p < 0,05). Dan hubungan tersebut dapat dikatakan
signifikan karena nilai Sig. 0,000 (p < 0,05). Yaitu ada hubungan negatif antara
kesadaran diri (self awareness) dengan perilaku pengonsumsian minuman
beralkohol di kalangan mahasiswa Halmahera.
Kesadaran Diri (self
aawareness)
Perilaku
pengonsumsianalkohol
Kesadaran
Diri(self
aawareness)
Pearson Correlation 1 -.371**
Sig. (2-tailed) .000
N 110 110
Perilakupeng
onsumsianmi
numanberalk
ohol
Pearson Correlation -.371** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 110 110
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
26
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis dan uji korelasi mengenai hubungan antara
kesadaran diri (self awareness) dangan perilaku pengonsumsian minuman
beralkohol memperoleh angka korelasi sebesar -0,371 dan sig = 0 (p < 0,05). Hal
ini menunjukan ada hubungan negatif yang signifikan antara kesadaran diri (self
awareness) dengan perilaku pengonsumsian minuman beralkohol di kalangan
mahasiswa. Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyebutkan antara
kesadaran diri (self awareness) dengan perilaku pengonsumsian minuman
beralkohol di kalangan mahasiswa dapat diterima. Dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi tingkat kesadaran diri (self awareness) pada mahasiswa maka
semakin rendah perilaku pengonsumsian minuman beralkohol, begitu pun
sebaliknya, semakin rendah tingkat kesadaran diri (self awareness) maka semakin
berpengaruh tinggi pada perilaku pengonsumsian minuman beralkohol.
Dari hasil kategorisasi variabel kesadaran diri (self awareness) yang
diperoleh dari 110 subjek terdapat 31% pada kategori tinggi dan 69% pada
kategori sedang, dan perilaku pengonsumsian minuman beralkohol yang
menunjukan 3 % pada kategori tinggi, 77% pada kategori sedang dan 20% pada
kategori rendah. Penelitian ini menggambarkan bahwa mayoritas para mahasiswa
sendiri pada dasarnya memiliki perilaku yang cukup berpengaruh terkait
pengonsumsian minuman beralkohol namun tingkat kesadaran diri (self
awareness) cukup mampu untuk dapat mengendalikan maupun menarik diri
masing-masing individu dari berbagai hal negatif atau hal-hal yang dapat
dikatakan merugikan.
27
Hal mengenai kesadaran diri (self awareness) mengalami keterkaitan yang
memengaruhi perilaku konsumsi minuman beralkohol pada mahasiswa salah
satunya didasari aspek-aspek yang dikemukakan oleh Goleman (dalam Team
FME, 2014) diantaranya Emotionally self-aware atau sadar akan diri secara
emosional dimana mahasiswa mampu membaca emosinya sendiri bahkan mampu
mengenali dampak sehingga mahasiswa dapat mencegah hal yang dapat
memunculkan emosi. Hal yang kedua yaitu, Accurate self-assessment atau
penilaian diri yang akurat, dalam hal ini mahasiswa mampu mengetahui dan
menilai kekuatan serta batas diri mereka masing-masing apakah mereka mampu
mengendalikan maupun mengatur problematika yang meraka alami. Hal yang
ketiga yaitu, Self confidence atau kepercayaan diri, dimana mahasiswa mampu
mengenal, menghargai, bahkan mempercayai diri sendiri, dari hal ini mahasiswa
mempunyai tekat besar untuk dapat melakukan suatu hal baik itu yang sudah
pernah dilakukan maupun belum pernah dilakukan tanpa ada rasa ragu. Jadi dalam
pembentukan karakteristik tiap individu (mahasiswa) jika tidak didasari dengan
kuatnya faktor maupun aspek dalam kesadaran diri maka cukup berdampak besar
mahasiswa akan terpengaruh dengan perilaku menyimpang salah satunya perilaku
konsumsi minuman beralkohol.
Dari hal di atas yang memengaruhi sehingga terjadinya perilaku
pengonsumsian minuman beralkohol menurut Hapsari (dalam Mariw, 2017)
antara lain faktor individu (psikologis dan biologis) dan faktor lingkungan
(perilaku pembelajaran dan sosial kultural), faktor individu yang mengarah pada
kondisi psikologi seperti mengalami stres dan kecemasan dalam perkuliahan
28
maupun dalam hubungan dengan orang lain, faktor biologis yang diturunkan dari
anggota keluarga antara lain ayah maupun saudara laki-laki yang sudah terbiasa
mengonsumsi alkohol. Dan yang terakhir yaitu faktor lingkungan yang datang
dari proses pembelajaran dimana individu mengikuti pola kebiasaan dari teman
melalui proses ajakan disaat sedang berkumpul dengan teman, serta faktor sosial
kultural terkait adat istiadat yang dianut dimana adat mengonsumsi minuman yang
mengandung alkohol menjadi kebiasaan dan patut untuk dipertahankan.
Penelitian di atas juga didukung berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Dawn, Clayton dan Chelsie (2014) dimana peran (self efficacy) dalam upaya
untuk menolak perilaku konsumsi alkohol yang merupakan suatu identifikasi
moderator dari hubungan antara kesadaran diri dan perilaku konsumsi alkohol.
Penelitian ini juga dirancang untuk mempertimbangkan hipotesis diantaranya,
yang pertama alkohol dengan hasil yang dikaitkan secara negatif dengan
kesadaran diri, yang kedua identitas perilaku minum akan memoderasi hubungan
antara kesadaran diri dan konsumsi alkohol.
Perilaku pengonsumsian minuman beralkohol yang merupakan perilaku
menyimpang ialah permasalahan yang dapat ditimbulkan maupun dipengaruhi
oleh tingkat kesadaran diri tiap-tiap individu. Hal ini dikaitkan berdasarkan
kesadaran individu akan proses berpikirnya dan kesadaran emosinya sendiri.
Meyer (dalam Golemn, 2007).
29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulanya bahwa:
1. Adanya hubungan negatif yang signifikan antara kesadaran diri (self
awareness) dengan perilaku pengonsumsian minuman beralkohol di kalangan
mahasiswa Halmahera di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Semakin tinggi tingkat kesadaran diri (self awareness) maka semakin rendah
perilaku pengonsumsian minuman beralkohol, begitu juga sebaliknya apabila
kesadaran diri (self awareness) rendah, maka akan meningkat perilaku
pengonsumsian minuman beralkohol.
2. Berdasarkan hasil deskriptif sebagai partisipan 31% yang memiliki kesadaran
diri (self awareness) pada kategori tinggi dan 69% pada kategori sedang, dan
perilaku konsumsi minuman beralkohol 77% pada kategori sedang dan 20%
pada kategori rendah.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti
mengajukan beberapa saran sebagi berikut:
1. Untuk para remaja khususnya mahasiswa sebaiknya mampu mengontrol
tingkah laku dengan meningkatkan kesadaran diri (self awareness)
diantaranya: 1) bertanya pada diri sendiri (mengintrospeksi diri) dengan hal
ini individu dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan dalam diri masing-
30
masing, 2) mendengarkan orang lain (dengan mendengarkan pendapat orang
lain kita dapat melihat diri kita dari sisi yang berbeda), 3) aktif mencari
informasi tentang diri sendiri dan 4) meningkatkan keterbukaan diri (kita
semakin percaya diri dalam menghadapi sesuatu karna dengan keterbukaan
orang lain akan senang).
2. Untuk para peneliti selanjutnya diharapkan lebih mempersiapkan tahapan-
tahapan mengenai prosedur penelitian diantaranya dari persiapan (opservasi
lapangan, wawancara dll), tahap pelaksanaan (ada pendampingan pada saat
pemberian maupun pengisian skala), dan yang terakhir adalah tahap
penyelesaian (diharapkan agar lebih detail dalam proses seleksi maupun
skoring).
31
DAFTAR PUSTAKA
Amsar, R. A. (2015). Hubungan Konformitas Teman Sebaya dengan Perilaku
Minuman Keras pada Remaja Laki-Laki di Kelurahan Pakuncen Rt 31 Rw
07 Wirobrajan Yogyakarta. Skripsi STIKES' Aisyiyah Yogyakarta.
Dariyo, A. (2002). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
Dawn, W. F., & Clayton, N. (2013). Self-consciousness as a moderator of the
effect of social drinking motives on alcohol use. Addict Behav, 38 (4), 1-
19
Dawn, W. F., Clayton, N., Chelsie, M. Y. (2014). Drink refusal self-efficacy and
implicit drinking identity: An evaluation of moderators of the relationship
between self awareness and drinking behavior. Addict Behav, 39 (1), 196–
204.
Fuhrmann, B. S. (1990). Adolesence. Illinois: Scot Foresman and Company.
Goleman, D. (2001). Kecerdasan Emosional untuk Mencapai Puncak Prestasi
(terjemahkan oleh Widodo). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, D. (2007). Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Goleman, D. (2014). Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Indra, J., Haniman, F., & Moeljohardjono, H. (2000). Perbedaan konsep dan
perilaku kenakalan remaja antara pelajar dari SMU/K (SLTA) yang
mendapat peringkat tinggi dengan smu/k yang mendapat peringkat rendah
di kota madya Surabaya. Anima Indonesian Psychological journal, 15 (3),
255-268.
32
Irmayanti, A. 2015. Penyalahgunaan Alkohol di Kalangan Mahasiswa.
Surakarta: Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Jannah, M., Riskiyani, S., & Rahman, A. 2015. Aspek Sosial Budaya Pada
Konsumsi Minuman Beralkohol (Tuak) Di Kabupaten Toraja Utara.
Makasar: Skripsi Universitas Hasanuddin.
Jamie, S. B., Marrleah, N., & Stephanie, Y. W. (2013). Mindfulness and Alcohol
Problems in College Students: The Mediating Effects of Stress. Journal of
American College Healt, 61 (6), 371-378.
Joewana, S. (2008). Gangguan Penggunaan Zat Narkotika, Alkohol, dan Zat
Adiktif Lainnya. Jakarta: Gramedia.
Karamoy, S. (2009). Cegah Sejak Dini. Rotary International D-3400 RI. Drug
Committe.
Kartono, Kartini. (2002). Psikologi Sosial dan Kenakalan Remaja. Jakarta:
Rineka Cipta.
Lailatul, F., & Mohammad, J. (2014). Pengantar Psikologi Umum. Cetakan ke –1.
Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Mariw, K. S. 2017. Hubungan antara Stres Akademik dengan Perilaku
Konsumsi Alkohol pada Mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas
Kristen Satya Wacana. Skripsi Universitas Kristen Satya Wacana.
Nafisa, I. N. K. 2010. Efektivitas Motode Inabah Terhadap Self-Awareness
Pada Pecandu Alkohol. Skripsi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau.
Nevid, J. S., Ratus, S. A, Greene, B. (2005). Psikologi abnormal; 20 jilid 2.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Notoatmojo, S. (2010). Pengaruh Penggunaan Minuman Keras Pada Kehidupan
Remaja Di Desa Kali Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa. Jurnal
Holistik, 1 (16), 1-12.
33
Rauf. (2002). Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Remaja Dan
Kamtibmas. Jakarta: Bp. Dharma Bhakti.
Rifai, M. S. S. (1984). Psikologi perkembangan remaja dari segi kehidupan
sosial. Bandung: PT Bina Aksara.
Robert, L. S, Otto, H. M., & M, K. M. (2007). Psikologi Kognitif. Alih Bahasa:
Mikael B & Kristianto B. Edisi ke 8. Jakarta. PT Gelora Aksara Pratama.
Santrock, J. W. (2003). ADOLESCENCE; Perkembangan Remaja, edisi keenam.
Terjemahan. Jakarta: Erlangga.
Solina, S., Triana, A., & Yuni, P. W. (201 8). Hubungan Peran Orang Tua Dengan
Perilaku Konsumsi Minuman Alkohol Pada Remaja Laki-Laki. Jurnal
Keperawatan, 6 (1), 36-45.
Sulistyowati, D. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Usia
Pertengahan Tentang Bahaya Minuman Keras Dengan Perilaku Minum-
Minuman Keras Di Desa Klumprit Sukaharjo. Skripsi. Muhammadiyah
Surakarta.
Sugiyono. (2005). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi:
Mixed Mehods. Bandung: Alfabeta.
Team FME. (2014). Understanding Emotional Intelligence People Skills. Di
http://www.free-menagemant-ebooks.com
Ulfah, D. M. 2005. Faktor-faktor penggunaan minuman keras di kalangan
remaja di desa Losari Kecamatan Rembang Kabupaten Prubalingga.
Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
34
Yafi, A. M. 2018. Hubungan Tekanan Teman Sebaya Dengan Perilaku Minum-
Minuman Keras Pada Remaja Di Kota Malang. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Malang.