perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN
INTERAKSI SOSIAL REMAJA PANTI ASUHAN NUR HIDAYAH
SURAKARTA
SKRIPSI
Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi
Oleh:
Nuly Hartiyani
G 0105038
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul : Hubungan Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi
Sosial Remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta
Nama Peneliti : Nuly Hartiyani
NIM/ Semester : G0105038
Tahun : 2011
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada: Hari : ………….. Tanggal: …………..
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Dra. Sri Wiyanti, M.Si Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si NIP 195208141984032001 NIP 197810222005011001
Koordinator Skripsi
Rin Widya Agustin, M.Psi NIP 197608172005012002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
HALAMAN PERSETUJUAN
Proposal dengan judul : Hubungan Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi
Sosial Remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta
Nama Peneliti : Nuly Hartiyani
NIM/ Semester : G0105038
Tahun : 2005
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Pembimbing dan Penguji Proposal Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada:
Hari : ………….. Tanggal: …………..
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dra. Sri Wiyanti, M.Si Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si
NIP 195208141984032001 NIP 197810222005011001
Koordinator Skripsi
Rin Widya Agustin, M.Psi
NIP 197608172005012002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
Hubungan Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial Remaja Panti
Asuhan Nur Hidayah Surakarta
Nuly Hartiyani, G0105038, Tahun 2011
Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji Sripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari : ………….. Tanggal: …………..
1. Pembimbing Utama Dra. Sri Wiyanti, M.Si (__________________)
2. Pembimbing Pendamping Aditya Nanda P. S.Psi, M.Si (__________________)
3. Penguji I Dra. Tuti Hardjajani, M.Si (__________________)
4. Penguji II Nugraha Arif Karyanta, S.Psi (__________________)
Surakarta, _______________
Ketua Program Studi Psikologi Koordinator Skripsi Drs. Hardjono, M.Si Rin Widya Agustin, M.Psi NIP 195901191989031002 NIP 197608172005012002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
MOTTO
Setiap kenikmatan yang kamu rasakan, maka datangnya dari Allah. (QS. An-Nahl: 53)
Kesabaran merupakan cahaya yang terang dalam kehidupan.
( HR. Muslim )
Do The best, Be The Best, and
Let God Take The Rest
( Marching Band Sebelas Maret )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
Persembahan
Karya ini kupersembahkan kepada :
Mama dan Kakakku ( Nury ) dan seluruh keluargaku,
untuk segala motivasi, semangat, dorongan, dan kasih sayang
Teman-temanku, untuk menjadi inspirasi dan sumber keceriaan
Dan almamaterku, untuk semua ilmu yang berharga
Terimakasih semuanya ......
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas segala rahmat, nikmat, dan anugrah yang terlimpah serta
hidayah Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Penyelesaian skripsi ini bukanlah akhir dari sebuah perjalanan, akan tetapi
sebagai awal bagi penulis untuk bisa melangkah ke depan dengan lebih baik
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak, oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. AA. Subiyanto, MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan arahan diawal
memasuki perkuliahan dan penyusunan skripsi.
2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
kemudahan dalam perijinan penelitian.
3. Ibu Rin Widya Agustin, M.Psi., selaku Koordinator Skripsi Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan pengarahan diawal pembuatan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Sri Wiyanti, M.Si selaku pembimbing utama dan Bapak Aditya
Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si selaku pembimbing II yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, saran, kritik, dan dukungan
yang sangat bemanfaat dalam penyelesaian skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
5. Ibu Dra. Tuti Hardjajani, M.Si selaku penguji I dan Bapak Nugraha Arif
Karyanta, S.Psi selaku penguji II yang telah memberikan masukan, saran, dan
kritik yang bermanfaat bagi penulis.
6. Bapak Bagus Wicaksana, M.Si selaku pembimbing akademik untuk semua
bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.
7. Bapak Muji Tri Priyono selaku Kepala Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta
yang telah memberikan ijin bagi peneliti sehingga dapat melakukan penelitian.
8. Bapak Jay selaku Koordinator pengasuh Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta
yang telah memberikan banyak bantuan selama penelitian dan kepada Mba
Eny dan Bu Ratna terima kasih atas bantuannya.
9. Seluruh dosen Program Studi Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu,
motivasi serta pengalaman yang berarti dan staf Program Studi Psikologi yang
telah membantu dalam urusan administrasi.
10. Semua adik-adik Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta yang telah memberikan
inspirasi dan partisipasinya untuk penelitian ini.
11. Semua adik-adik Panti Asuhan Mardhatillah untuk partisipasinya dalam
penelitian ini.
12. Ibu Sudarminingsih, mamaku tersayang yang telah memberikan dorongan,
doa, kasih sayang dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
13. Kakakku tersayang Nury Handayani terimakasih atas semangat yang telah
diberikan dalam penulisan skripsi ini.
14. Rohmat Adil Alhakim untuk semua motivasi, inspirasi, semangat, doa, dan
harapan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
15. Semua teman-teman Wisma Putri Kemuning yang telah menjadi keluarga
kedua yang selalu memberikan dukungan, keceriaan, dan semangat.
16. Semua teman-teman Marching Band Sebelas Maret Surakarta untuk semua
semangat, doa, motivasi, keceriaan, dan pengalaman yang tak terlupakan.
Arem-aremku Galuh, Amna, Mba Jatu terima kasih untuk semangatnya.
17. Untuk Dana, Diah, Ditdut, Rikuuw, Desti, Vita, Maya, Nia dan semua teman-
teman Psikologi angkatan 2005 yang telah banyak memberikan motivasi,
bantuan, keceriaan, dan kekompakan yang tak terlupakan.
18. Terimakasih untuk kakak tingkat 2004, Mba Wita, Mas Fajar dan semuanya
atas bantuannya untuk mengajarkan segala hal dan adik angkatan 2006, 2007
yang telah memberikan semangat selama mengerjakan skripsi ini.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
ABSTRAK
HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL REMAJA PANTI ASUHAN NUR HIDAYAH
SURAKARTA
Nuly Hartiyani G.0105038
Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk berhubungan atau menjalin interaksi dengan orang lain. Interaksi dalam hal ini dapat berupa interaksi antara individu satu dengan yang lainnya hingga interaksi dengan masyarakat luas. Interaksi dapat berjalan dengan baik didukung oleh konsep diri dan kepercayaan diri yang dimiliki oleh individu. Terutama pada remaja, melakukan interaksi merupakan suatu kebutuhan untuk dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Remaja yang tinggal di panti asuhan cenderung bersikap pasif dan terkadang menutup diri dalam berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, oleh karena itu diperlukan konsep diri yang positif dan kepercayaan diri yang tinggi tertanam dalam diri remaja panti asuhan agar dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang lain di lingkungan sekitar remaja maupun dengan masyarakat luas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian ini adalah remaja Panti Asuhan Nur Hidayah yang berusia 13-17 tahun. Penelitian ini menggunakan teknik studi populasi dengan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 40 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah skala konsep diri, skala kepercyaan diri dan skala interaksi sosial. Analisis data menggunakan teknik analisis regresi ganda.
Hasil perhitungan menggunakan analisis regresi ganda menunjukkan korelasi rx1y sebesar 0,426 pada taraf signifikan p < 0,05. Artinya ada korelasi positif yang signifikan antara konsep diri dengan interaksi sosial, dan korelasi rx2y sebesar 0,379 pada taraf signifikan p < 0,05 memiliki arti ada korelasi positif yang signifikan antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial. Selain itu berdasarkan hasil analisis data diketahui ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial ditunjukkan dengan nilai Ry (1,2) sebesar 0,432, p-value 0,022 < 0,05 dan Freg 4,244 > Ftabel 3,252. Sumbangan efektif konsep diri dan kepercayaan diri terhadap interaksi sosial dilihat dari koefisien determinan (R2) sebesar 18,7% yang berarti masih terdapat 81,3 % faktor lain yang mempengaruhi interaksi sosial selain konsep diri dan kepercayaan diri.
Kata kunci : konsep diri, kepercayaan diri, dan interaksi sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF CONCEPT AND SELF CONFIDENCE WITH SOCIAL INTERACTION OF ADOLESCENT IN
PANTI ASUHAN NUR HIDAYAH SURAKARTA
Nuly Hartiyani G.0105038
Human as a social creature needs to relate or make interaction with others. In this case, the interaction is not only between one person to another but also one person to all of the people of the society. Interaction is a need to develop human potential, especially for adolescents. Adolescents who live without their parents in any reasons, have a tendency to be an introvert person and sometimes become irresponsive with other people around them. Therefore, positive self concept and high self confidence are needed to make adolescents, who lived in orphanage, build a good communication with other people in their surroundings and widely society. The aim of this research is to find out the relationship between self concept and self confidence with social interaction of adolescent in Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. The method which was used in this study was quantitative approach. Subjects of this reaserch were adolescents who lived in Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta at age range between 13 years old until 17 years old. This research used population study with amount of all samples were 40. The instruments which was used to collect the data were self concept scale, self confidence scale, and social interaction scale. These were analyzed by multiple regression analysis technique.
The result of calculation using multiple regression analysis showed correlation rx1 y of 0,426 at significant level p < 0,05. This was meant that there was a significant positive correlation between self concept with social interaction, and rx2y of 0,379 at significant level p < 0,05 showed that there was a significant positive correlation between self confidence with social interaction. Furthermore, based on the result analysis of the data was known that there was a significant correlation between self concept and self confidence with social interaction showed with Ry (1,2) value of 0,432, p-value 0,022 < 0,05 and Freg 4,244 > Ftable 3,252. The effective contribution of self concept and self confidence toward social interaction was seen from determinant coefficient (R2) is 18,7% which meant that there was still 81,3% of the other factors that affected social interaction besides self concept and self confidence.
Keywords : self concept, self confidence, social interaction
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i
PERNYATAAN KEASLIAN ……………………………………………… ii
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………….. iii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. iv
MOTTO ….………………………………………………………………… v
UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN …………………… vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………... vii
ABSTRAK ..……………………………………………………………….. x
ABSTRACT ……….………………………………………………………. xi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. xii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xv
DAFTAR GAMBAR …….………………………………………………… xvi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xvii
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………
A. Latar Belakang …………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………….... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………….... 12
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Interaksi Sosial
1. Pengertian Interaksi Sosial …………………………………. 14
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial ……….... 18
3. Bentuk-bentuk interaksi sosial ……………………………... 24
4. Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial ……………………. 27
B. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri ……………………………………. 32
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri ……………. 35
3. Aspek-aspek dari konsep diri ……………………………… 39
4. Komponen dalam konsep diri ……………………………… 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
5. Arti penting konsep diri dalam menentukan perilaku ……… 43
C. Kepercayaan Diri
1. Pengertian kepercayaan diri ……………………………….. 45
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
kepercayaan diri ……………………………………………
48
3. Aspek-aspek kepercayaan diri …………………………….. 50
4. Proses pembentukan rasa percaya diri …………………….. 51
5. Ciri-ciri kepercayaan diri ………………………………….. 52
6. Perkembangan kepercayaan diri …………………………... 56
D. Remaja Panti Asuhan …………………………………………. 58
E. Hubungan Antara Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan
Interaksi Sosial pada Remaja ………………………………….
60
F. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Interaksi Sosial pada
Remaja …………………………………………………………
64
G. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial
pada Remaja …………………………………………………...
65
H. Kerangka Pemikiran …………………………………………... 67
I. Hipotesis ………………………………………………………. 70
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian ……………………………….. 71
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ……………………… 71
C. Populasi dan Sampel …………………………………………… 73
D. Teknik Pengumpulan Data …………………………………….. 73
E. Validitas dan Reliabilitas ……………………………………… 80
F. Teknik Analisis Data …………………………………………... 81
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Persiapan Penelitian …………………………………………… 82
1. Orientasi Tempat Penelitian ………………………………. 82
2. Persiapan Administrasi ……………………………………. 85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
3. Persiapan Alat Pengumpulan Data ………………………... 86
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Review Professional Judgement ............................................ 87
2. Pengumpulan Data untuk Uji Coba ……………………….. 87
3. Uji Validitas dan Reliabilitas ……………………………… 88
4. Penyusunan Alat Ukur Penelitian …………………………. 95
5. Pelaksanaan Penelitian …………………………………….. 99
C. Analisis Data
1. Uji Asumsi Dasar ………………………………………….. 100
2. Uji Asumsi Klasik …………………………………………. 102
3. Uji Hipotesis ………………………………………………. 104
4. Mean Empirik dan Mean Hipotetik ………………………. 109
5. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ……………… 112
D. Pembahasan ……………………………………………….. 113
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………………….. 118
B. Saran ……………………………………………………………… 120
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 121
LAMPIRAN ………………………………………………………………. 125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel Distribusi Skor Skala ……………………………………. 74
Tabel 2 Blue Print Skala Interaksi Sosial ………………………………. 75
Tabel 3 Blue Print Skala Konsep Diri ………………………………….. 77
Tabel 4 Blue Print Skala Kepercayaan Diri …………………………….. 79
Tabel 5 Jumlah Anak Yatim Piatu Panti Asuhan Nur Hidayah tahun
2010 …………………………………………………………….
85
Tabel 6 Disitribusi Aitem Skala Interaksi Sosial yang Valid dan Gugur . 90
Tabel 7 Disitribusi Aitem Skala Konsep Diri yang Valid dan Gugur ….. 92
Tabel 8 Disitribusi Aitem Skala Kepercayaan Diri yang Valid dan
Gugur …………………………………………………………..
94
Tabel 9 Distribusi Aitem Skala Interaksi Sosial untuk Penelitian ……… 96
Tabel 10 Distribusi Aitem Skala Konsep Diri untuk Penelitian …………. 97
Tabel 11 Distribusi Aitem Skala Kepercayaan Diri untuk Penelitian …… 98
Tabel 12 Uji Normalitas …………………………………………………. 100
Tabel 13 Uji Linieritas …………………………………………………… 101
Tabel 14 Uji Anova ………………………………………………………. 105
Tabel 15 Tabel Koefisien Analisis Regresi Berganda …………………… 106
Tabel 16 Tabel Korelasi Antar Variabel ………………..……..…………. 107
Tabel 17 Deskripsi Data Penelitian ……………………………………… 108
Tabel 18 Kategorisasi Skala Interaksi Sosial dan Distribusi Subjek …….. 109
Tabel 19 Kategorisasi Skala Konsep Diri dan Distribusi Subjek ………... 110
Tabel 20 Kategorisasi Skala Kepercayaan Diri dan Distribusi Subjek ….. 111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR BAGAN
Gambar 1 Kerangka Pikiran ……………………………………………… 69
Gambar 2 Pengujian Autokorelasi ……………………………………….. 104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
Alat Ukur Penelitian Sebelum Uji Coba
1. Skala Interaksi Sosial (I) …………………………………………… 128
2. Skala Konsep Diri (II) …………………………………………….... 130
3. Skala Kepercayaan Diri (III) ……………………………………….. 132
LAMPIRAN B
Data Uji Coba Skala Penelitian
1. Data Uji Coba Skala Interaksi Sosial ………………………………. 137
2. Data Uji Coba Skala Konsep Diri ………………………………….. 139
3. Data Uji Coba Skala Kepercayaan Diri ……………………………. 141
LAMPIRAN C
Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Penelitian
1. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Interaksi sosial ……………….. 144
2. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Konsep diri …………………... 146
3. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Kepercayaan diri …………….. 148
LAMPIRAN D
Alat Ukur Penelitian ( setelah uji coba )
1. Skala Interaksi sosial ………………………………………………. 152
2. Skala Konsep Diri …………………………………………………. 153
3. Skala Kepercayaan diri ……………………………………………. 155
LAMPIRAN E
Data Penelitian
1. Data Skala Interaksi sosial …………………………………………. 158
2. Data Skala Konsep Diri …………………………………………….. 160
3. Data Skala Kepercayaan Diri ………………………………………. 162
LAMPIRAN F
Analisis Data Penelitian
1. Hasil Analisis Deskriptif …………………………………………… 167
2. Uji Normalitas ……………………………………………………… 168
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
3. Uji Linearitas ………………………………………………………. 172
4. Uji Multikolinearitas ……………………………………………….. 174
5. Uji Heteroskesdastisitas ……………………………………………. 175
6. Uji Autokorelasi ……………………………………………………. 176
7. Uji Hipotesis Analisis Regresi ……………………………………... 177
8. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif ……………………….. 179
LAMPIRAN G
1. Surat Ijin Penelitian ………………………………………………… 185
2. Surat Tanda Bukti Ijin Penelitian …………………………………... 186
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk yang kompleks, dikatakan demikian karena
manusia mengalami perkembangan dan pertumbuhan baik secara fisik maupun
secara psikis sesuai dengan tahapan perkembangannya. Di dalam perjalanan
perkembangannya, seseorang akan melewati dan mengalami suatu perkembangan
remaja atau masa-masa remaja yang memiliki makna khusus dibanding dengan
masa perkembangan lainnya. Dikatakan memiliki makna khusus karena masa
remaja merupakan masa seseorang akan mengalami peralihan dari masa anak-
anak menuju masa dewasa. Pada masa peralihan ini remaja merasakan pergolakan
fisik dan psikis yang kuat ibarat badai dan topan. Masa remaja memiliki tempat
yang kurang jelas dalam tahapan perkembangan seseorang, karena berada pada
masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Masa anak-anak
adalah masa seseorang belum berkembang secara penuh, karena pada tahap ini
seseorang belajar untuk mengenal dunia luar atau lingkungan sekitarnya dengan
meniru bicara ataupun tindakan orang lain. Lain halnya dengan masa dewasa,
yakni masa seseorang telah berkembang secara penuh, telah melewati hampir
semua tahapan perkembangannya, dan siap dalam menerima kedudukannya dalam
masyarakat.
Perjalanan hidup yang dialami oleh seseorang tidak selamanya berjalan
dengan baik. Beberapa mengalami masa anak-anak dengan dihadapkan pada
pilihan yang sulit bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
sebab, seperti ditinggalkan oleh salah satu diantara kedua orang tua atau bahkan
kedua orang tua sekaligus, bahkan beberapa sebab adalah karena keterbatasan
ekonomi dari orang tua sehingga anak ditelantarkan. Hal ini dapat menghambat
terpenuhinya kebutuhan psikologis pada diri anak, karena keadaan tersebut
membuat anak menjadi tidak berdaya. Terlebih lagi dengan tidak adanya sosok
seseorang yang dapat untuk diajak berbagi cerita atau seseorang yang menjadi
panutan dalam menyelesaikan masalah.
Anak-anak dengan keterbatasan tersebut dipelihara oleh pemerintah
maupun swasta dalam suatu lembaga yang disebut panti asuhan. Panti asuhan
merupakan suatu lembaga kesejahteraan sosial sebagai pengganti fungsi keluarga
yang bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, maupun sosial
kepada anak asuhannya serta memberikan bekal dasar yang dibutuhkan anak asuh
dalam perkembangannya. Pada saat anak melewati masa remaja pemenuhan
kebutuhan fisik, psikis, dan sosial merupakan hal yang penting bagi
perkembangan kepribadiannya.
Masa remaja dalam hal ini merupakan salah satu masa yang sulit untuk
dijalani karena pada masa ini seseorang akan mengalami berbagai perubahan,
diantaranya perubahan intelektual dan pola pikir, perubahan fisik, tanggung jawab,
perasaan, dan perubahan sosial yang menuntut remaja terjun kedalam masyarakat
luas. Berbagai penyesuaian diharapkan dapat dilakukan oleh remaja baik dalam
hal pola pikir, tanggung jawab, maupun secara fisik, sehingga anak dapat menjadi
dewasa secara fisik, psikologis, dan sosial. Pada remaja juga mengalami kondisi
adanya kesenjangan antara keamanan yang dirasakan pada masa anak-anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dengan pembentukan otonomi pribadi yang disebut sebagai penundaan psikologis
(Erikson dalam Ester, 2007).
Masa remaja adalah masa yang penuh dengan krisis, baik krisis fisik,
psikis, maupun sosial yang kesemuanya itu bertujuan untuk pengembangan diri
remaja. Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa remaja didalam perkembangannya
mengalami berbagai masalah sehubungan dengan meningkatnya daya pikir,
perasaan, dan penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar. Khususnya dalam
melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar, remaja dituntut untuk
berinteraksi dengan lingkungan tempat remaja tersebut tinggal, karena pada
hakikatnya remaja sebagai manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat
lepas dari kehidupan bersama dalam kehidupannya. Sebagai mahluk sosial,
manusia akan selalu membutuhkan orang lain dalam hidupnya, oleh karena itu
manusia akan selalu mengadakan hubungan atau interaksi dengan orang lain.
Seperti halnya dengan remaja yang mulai memiliki peran didalam masyarakat
sebagai bagian dari sistem masyarakat dituntut untuk berinteraksi dengan
lingkungan disekitarnya. Interaksi dalam hal ini dapat berarti interaksi sesama
manusia dan juga interaksi antara manusia dengan masyarakat serta lingkungan
tempat individu tinggal (Erikson dalam Ester, 2007).
Interaksi dengan lingkungan sekitar termasuk keluarga turut memberi
peran pada remaja untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Sama
halnya dengan remaja yang tinggal di panti asuhan, interaksi dengan lingkungan
panti asuhan sebagai pengganti keluarga memberikan dorongan untuk
berkembangnya potensi yang ada dalam diri remaja, akan tetapi remaja panti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
asuhan pada umumnya cenderung untuk menutup diri atau mengabaikan pendapat
orang lain dilingkungan sekitarnya. Hal ini seperti diungkapkan oleh Nurul (2001)
dalam penelitiannya pada anak-anak panti asuhan memberikan hasil sebanyak
57% anak-anak panti asuhan cenderung untuk mengandalkan kemampuannya
sendiri dan cenderung untuk mengabaikan pendapat orang lain, baik pendapat
pengasuh di panti asuhan ataupun pendapat guru di sekolah. Hal ini
menggambarkan bahwa dalam lingkungan panti asuhan anak-anak belum
menemukan sosok yang dapat dijadikan panutan dan juga sosok teman yang dapat
berkomunikasi dengan baik, dengan kondisi tersebut interaksi pun tidak dapat
berjalan dengan baik.
Margareth (dalam Nurul, 2001) dalam laporan hasil penelitiannya
mengungkapkan bahwa perawatan anak di yayasan tidak cukup baik, karena anak
hanya dipandang sebagai makhluk biologis bukan sebagai makhluk psikologis
serta makhluk sosial. Pada kenyataannya selain pemenuhan kebutuhan fisiologis,
anak juga membutuhkan kasih sayang untuk mencapai perkembangan psikis yang
sehat seperti halnya vitamin dan protein bagi perkembangan biologis. Selain itu,
berbagai peraturan yang harus ditaati ditemui oleh remaja di dalam panti asuhan
juga seringkali membuat remaja merasa kurang bebas dan terbatasi sehingga
potensi dalam diri remaja kurang berkembang dengan baik. Disamping itu,
seringkali remaja menemui kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan peraturan
ketat di dalam panti asuhan sehingga tidak jarang remaja dilanda rasa bosan dan
merasa tertekan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Remaja yang pada dasarnya adalah mahluk sosial disamping mulai
memiliki peran didalam masyarakat juga membutuhkan orang lain di dalam
kehidupannya untuk melakukan interaksi dan melakukan berbagai kegiatan. Sears
(dalam Yioe dan Agoes, 2002) menjelaskan bahwa interaksi sosial merupakan hal
yang mendasar di dalam kehidupan manusia. Interaksi sosial terjadi bukan hanya
karena manusia sebagai mahluk sosial dan untuk mempertahankan hidupnya,
tetapi juga untuk melakukan berbagai kegiatan. Bagi remaja, melakukan interaksi
dengan orang lain di luar lingkungan keluarga merupakan kebutuhan yang penting.
Sebuah penelitian dilakukan oleh Larson dkk (dikutip oleh Sears, dalam Yioe dan
Agoes, 2002), hasilnya adalah 74,1% waktu remaja dihabiskan dengan orang lain
di luar lingkungan keluarganya, terutama dengan teman-teman sebayanya.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan
kebutuhan yang penting dan mendasar bagi remaja mengingat sebagian besar
waktu mereka dihabiskan bersama orang-orang di luar lingkungan keluarganya.
Berinteraksi dengan teman-teman sebayanya seringkali membuat remaja
memiliki keinginan untuk menjadi pusat perhatian, karena remaja merasa dirinya
telah memiliki peran di dalam lingkungannya. Sama halnya dengan remaja yang
tinggal di panti asuhan juga memiliki keinginan untuk memiliki peran di dalam
lingkungannya, baik lingkungan di dalam panti asuhan maupun di luar panti
asuhan seperti di sekolah karena remaja panti asuhan juga menempuh pendidikan
di sekolah umum, akan tetapi adanya perbedaan lingkungan sosial antara remaja
yang tinggal dengan keluarga sendiri dengan remaja yang tinggal di panti asuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
tidak dapat dihindarkan dalam memberikan pengalaman interaksi sosial bagi
remaja.
Remaja di panti asuhan dihadapkan pada para pengasuh yang berperan
sebagai pengganti orang tua. Melalui para pengasuh ini maka sosok orang tua
yang hilang akan tergantikan. Akan tetapi kenyataan ini sulit untuk dicapai secara
memuaskan karena di dalam panti asuhan pengasuh dihadapkan pada kenyataan
untuk mengasuh dalam jumlah yang cukup besar (mencapai 30 anak),
dibandingkan dengan di dalam keluarga atau di rumah yang diasuh oleh orang tua
sendiri dengan jumlah yang relatif sedikit. Sehubungan dengan adanya kondisi
tersebut seringkali remaja panti asuhan merasa kurang mendapat perhatian dari
pengasuh, bahkan tidak jarang yang merasa kurang terpenuhinya fasilitas fisik.
Remaja dalam lingkungan panti asuhan mengalami masa perkembangan dan
meniti hidupnya dalam lingkungan yang terbatas dan suasananya juga jauh
berbeda dengan suasana di rumah sendiri. Hal ini memberikan akibat pada remaja
dalam mengadakan interaksi dengan lingkungan sekitarnya cenderung
menunjukkan sikap pendiam, pasif, serta kurang responsif terhadap orang lain.
Disamping itu, remaja yang tinggal di panti asuhan cenderung menunjukkan sikap
menutup diri atau introvert terhadap orang lain yang berada dilingkungannya.
Kecenderungan remaja panti asuhan untuk bersikap pendiam dan pasif
turut didorong oleh penilaian remaja tersebut terhadap keadaan dirinya. Remaja
panti asuhan cenderung memiliki penilaian yang negatif terhadap keadaan dirinya
yang hanya anak panti asuhan dan memiliki pikiran “saya hanya anak panti
asuhan” di dalam dirinya. Pemikiran seperti ini dipengaruhi oleh situasi di dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
panti asuhan yang mengharuskan remaja untuk mengikuti semua aturan-aturan
yang dibuat di dalam panti asuhan, sehingga remaja merasa dirinya tidak memiliki
kesempatan untuk berkembang menjadi lebih baik. Permasalahan tersebut
berkembang sebagai akibat dari kurangnya dimiliki konsep diri yang positif dalam
diri remaja panti asuhan. Konsep diri merupakan pandangan atau persepsi
individu mengenai dirinya yang bersifat fisik, psikologis maupun sosial. Hurlock
(1978) menjelaskan bahwa konsep diri adalah pandangan individu mengenai
dirinya.
Konsep diri terdiri dari dua komponen yakni konsep diri sebenarnya yang
merupakan gambaran mengenai diri dan konsep diri ideal yang merupakan
gambaran individu mengenai kepribadian yang diinginkan. Wima (2009)
mengungkapkan bahwa konsep diri memiliki pengaruh yang cukup besar dalam
menentukan perilaku seseorang, oleh karena itu seseorang akan berperilaku sesuai
dengan konsep diri yang dimiliki. Hasil penelitian Parlikar (dalam Ester, 2007)
menyatakan bahwa konsep diri memiliki korelasi positif dengan kemampuan
penyesuaian personal, sosial, dan berbagai penyesuaian di bidang lain. Konsep
diri yang positif akan menimbulkan perilaku yang positif pula. Sebaliknya jika
individu memiliki konsep diri yang negatif, maka akan menimbulkan perilaku
yang kurang baik dan pada umumnya lebih banyak mengalami psikopatologi atau
gangguan psikologis. Sebuah penelitian dilakukan oleh Rosenberg (dalam Ester,
2007) mendukung hal ini, dijelaskan bahwa remaja dengan konsep diri yang
rendah menunjukkan karakteristik neurotic dan penyesuaian sosial yang kurang
baik. Seperti halnya yang diungkapkan Hellen (2006) bahwa konsep diri yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
positif cenderung mendorong untuk bersikap optimis dalam menghadapi situasi
apa saja diluar diri individu. Remaja dengan konsep diri yang positif akan lebih
dapat menyesuaikan diri dalam situasi apapun yang terjadi dilingkungannya dan
tidak jarang cenderung untuk memiliki peran didalamnya. Keinginan untuk
memiliki peran bahkan menjadi pusat perhatian di dalam lingkungan, tentunya
tidak dapat terlepas dari rasa percaya diri yang dimiliki dalam diri remaja.
Seseorang yang memiliki percaya diri yang tinggi akan lebih dapat menjalin
interaksi dengan orang-orang disekitarnya dengan lebih baik. Sebaliknya
seseorang dengan percaya diri yang rendah akan selalu merasa rendah diri dan
cenderung untuk menarik diri dari pergaulan.
Kepercayaan diri merupakan hal yang tidak asing lagi dalam kehidupan
para remaja. Terkadangpun remaja mengalami krisis kepercayaan diri dalam
menentukan perilaku yang dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya. Neill
(2005), menjelaskan bahwa kepercayaan diri merupakan keyakinan yang dimiliki
oleh seseorang tentang penilaian terhadap kemampuannya, sehingga dapat
memperoleh keberhasilan yang diharapkan. Kepercayaan diri tersebut merupakan
perpaduan antara perasaan positif terhadap diri dan keyakinan akan sesuatu yang
berharga didalam diri dengan keyakinan akan kompetensi yang dimiliki untuk
dapat menjalankan tugas ataupun menyelasaikan masalah yang dihadapi.
Kepercayaan diri dapat diartikan sebagai suatu yang menunjukkan
keyakinan terhadap tinggi atau rendahnya kemampuan yang dimiliki. Seseorang
dengan kepercayaan diri tinggi memiliki keyakinan yang kuat terhadap
kemampuan dirinya dan memiliki pengetahuan yang akurat tentang kapasitas yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
ada dalam dirinya. Sebaliknya, seseorang dengan kepercayaan diri rendah atau
kehilangan kepercayaan diri, memiliki perasaan negatif terhadap dirinya, serta
memiliki keyakinan lemah terhadap kemampuan dirinya dan juga memiliki
pengetahuan yang kurang akurat terhadap kapasitas yang ada dalam dirinya.
Kepercayaan diri seseorang terkait dengan dua hal yang paling mendasar dalam
praktek kehidupan (Neill, 2005). Pertama adalah kepercayaan diri berkaitan
dengan perjuangan seseorang dalam meraih sesuatu yang diinginkan. Seperti
halnya diungkapkan oleh Mark Twin (2005), bahwa memiliki komitmen yang
utuh dan rasa percaya diri merupakan hal yang dibutuhkan dalam mencapai
prestasi yang dicita-citakan. Kedua adalah kepercayaan diri berkaitan dengan
kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah yang menghambat
perjuangannya. Seseorang dengan kepercayaan diri tinggi akan cenderung
memiliki pandangan bahwa dirinya mampu untuk mencari penyelesaian dari
masalah yang ada dihadapannya. Sebaliknya, seseorang dengan kepercayaan diri
rendah akan cenderung memiliki pandangan bahwa dirinya tidak mampu untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Mohammad Ali (2005)
mengungkapkan bahwa lemahnya kepercayaan diri seseorang akan membuatnya
lari dari tantangan yang membentang dihadapannya. (www.kreasiqukaryaqu.com)
Beberapa penelitian mengenai kepercayaan diri pada remaja telah
dilakukan sebelumnya. Salah satunya yang dilakukan oleh Indriyati (2007)
dengan subjek siswi SMP Negeri 3 Salatiga menunjukkan bahwa kepercayaan diri
pada remaja juga dipengaruhi oleh komunikasi yang terjalin dengan orang tua.
Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 46% remaja memiliki kepercayaan diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
yang tinggi dengan komunikasi yang baik dengan orang tuanya. Hal ini
menunjukkan bahwa lingkungan disekitar individu turut berperan dalam
terbentuknya kepercayaan diri seseorang. Dapat dikatakan bahwa kepercayaan diri
yang dimiliki oleh ramaja tidak dapat terbentuk secara spontan, akan tetapi
terbentuk seiring dengan perkembangan kepribadian individu serta pengalaman
yang diperoleh individu tersebut.
Permasalahan internal pada diri remaja panti asuhan selain masalah dalam
tercapainya konsep diri yang positif juga mengenai kepercayaan diri yang dimiliki
oleh remaja panti asuhan. Konsep diri positif terbentuk dengan dukungan tidak
hanya dari dalam diri remaja itu sendiri, tetapi juga dukungan dari orang-orang
sekitar terutama keluarga. Remaja panti asuhan dihadapkan pada kenyataan
bahwa sosok keluarga terutama orang tua telah tergantikan oleh para pengasuh
yang dapat mendukung sepenuhnya terbentuknya konsep diri positif dalam diri
remaja. Sama halnya dengan kepercayaan diri, Hambly (1992) mengungkapkan
bahwa kepercayaan diri lebih banyak berkaitan dengan hubungan seseorang
dengan orang lain, dengan cara tidak merasa inferior dihadapan siapapun dan
merasa sebaik seperti orang lain, tidak merasa canggung dihadapan orang banyak,
dan merasa nyaman dengan kehidupan yang diinginkan. Bagi remaja yang tinggal
di panti asuhan memiliki kepercayaan diri akan membuat remaja tentram dengan
dirinya sendiri dan juga dengan lingkungan disekitarnya, baik dilingkungan panti
asuhan maupun dilingkungan sekolah. Perasaan tentram yang dimiliki remaja
panti asuhan juga tidak dapat lepas dari konsep dirinya sebagai pandangan
terhadap dirinya secara keseluruhan, karena dengan konsep diri yang positif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
remaja panti asuhan akan mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitarnya serta mampu untuk berperilaku baik sesuai dengan norma dan aturan
yang berlaku dalam masyarakat. Konsep diri yang dimiliki oleh remaja
berkembang melalui proses seiring dengan perkembangan individu tersebut.
Proses untuk membentuk konsep diri positif dan kepercayaan diri pada diri remaja
tentunya tidak hanya datang dari sisi individu itu sendiri, akan tetapi dukungan
dari orang-orang sekitar sangatlah penting terutama dari keluarga yang akan
membentuk perilaku individu. Perilaku yang sesuai membuat remaja akan dengan
mudah berkomunikasi dengan orang lain selanjutnya akan mengarah terjadinya
suatu interaksi. Hal tersebut akan membuat remaja panti asuhan dapat menjalin
interaksi yang baik berawal dari interaksi dengan teman-teman sesama penghuni
panti asuhan, interaksi dengan teman-teman yang berada disekolah, dapat
menjalin komunikasi yang baik dengan guru disekolah hingga interaksi dengan
masyarakat luas.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul
penelitian : Hubungan Antara Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi
Sosial Pada Remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada uraian diatas maka rumusan masalah yang akan diungkapkan
adalah:
1. Apakah terdapat hubungan positif antara konsep diri dan kepercayaan diri
dengan interaksi sosial pada remaja di Panti Asuhan?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2. Apakah terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan interaksi
sosial pada remaja di Panti Asuhan?
3. Apakah terdapat hubungan positif antara kepercayaan diri dengan interaksi
sosial pada remaja di Panti Asuhan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui hubungan positif antara konsep diri dan kepercayaan diri
dengan interaksi sosial pada remaja di Panti Asuhan
b. Mengetahui hubungan positif antara konsep diri dengan interaksi sosial
pada remaja di Panti Asuhan
c. Mengetahui hubungan positif antara kepercayaan diri dengan interaksi
sosial pada remaja di Panti Asuhan
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta deskripsi
mengenai hubungan antara faktor-faktor internal yang ada pada diri
individu seperti konsep diri dan kepercayaan diri dalam membentuk
interaksi sosial, serta faktor eksternal seperti interaksi sosial khususnya
pada remaja yang hidup dalam panti asuhan.
2. Memberi informasi kepada remaja tentang pentingnya konsep diri yang
positif dan kepercayaan diri yang tinggi untuk mencapai interaksi
sosial yang memadai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
b. Manfaat praktis
1. Bagi remaja, dapat memberikan informasi dan pandangan mengenai
pentingnya konsep diri dalam pergaulan sehingga remaja dapat lebih
mengerti keadaan dirinya dan lebih memahami berinteraksi didalam
masyarakat.
2. Bagi panti asuhan, dapat memberi masukan tentang cara untuk
menumbuhkan konsep diri yang positif dan kepercayaan diri yang
tinggi pada anak asuh sehingga dapat berinteraksi secara baik dengan
masyarakat luas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Interaksi Sosial
1. Pengertian Interaksi Sosial
Setiap manusia dituntut untuk mengadakan hubungan dengan manusia
lainnya. Sebagai mahluk sosial, manusia akan saling membutuhkan satu dengan
yang lainnya dalam segala hal di dalam kehidupannya. Hubungan yang terjalin
antara individu satu dengan yang lainnya dapat terbentuk dalam sebuah interaksi.
Interaksi berarti satu pertalian sosial antara individu satu dengan individu lainnya,
sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu dan yang lainnya
(Chaplin, 1981). Interaksi dalam hal ini dapat berupa interaksi antara individu satu
dengan individu yang lainnya, serta antara kelompok satu dengan kelompok
lainnya. Setiap anggota dalam suatu kelompok memiliki peranannya masing-
masing, dan peran tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Seperti contoh
dalam sebuah keluarga, dalam hal ini keluarga merupakan kelompok terkecil
didalam masyarakat, orang tua memiliki peran penting dalam membimbing anak-
anaknya sebelum terjun ke dalam masyarakat yang lebih luas. Yarkin (1981)
secara umum menjelaskan bahwa interaksi sosial terbentuk dari rangkaian bentuk
pandangan atau pikiran tentang orang lain. Hal serupa dikemukakan oleh Bimo
(2002), bahwa interaksi sosial merupakan hubungan yang terjadi antara individu
satu dengan yang lainnya, dalam hal ini individu yang satu mempengaruhi
individu yang lainnya dan juga sebaliknya. Jadi terdapat hubungan yang saling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
timbal balik, hubungan ini dapat individu dengan individu lain, individu dengan
kelompok, ataupun kelompok individu dengan kelompok yang lain.
Melalui interaksi sosial individu menyesuaikan diri dengan individu yang
lain. Penyesuaian diri dalam hal ini mengandung arti bahwa individu dapat
menyatukan diri dengan lingkungan sekitarnya, ataupun juga dapat mengubah
lingkungan menjadi sesuai dengan keadaan individu tersebut dan juga sesuai
dengan yang diinginkan individu. Interaksi sosial yang terlihat sederhana ini
sebenarnya merupakan suatu proses yang cukup kompleks yang dilandasi oleh
berbagai faktor psikologis. Pendapat tersebut diperkuat oleh Bonner (dalam
Soelaiman dan Noer, 1981) yang mengungkapkan bahwa interaksi sosial
merupakan hubungan antara dua atau lebih individu manusia, didalamnya perilaku
individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku
individu yang lain, atau sebaliknya.
Soekanto (2000) mengungkapkan bahwa interaksi sosial merupakan syarat
utama terjadinya berbagai aktivitas sosial. Dapat dikatakan bahwa interaksi sosial
merupakan kunci utama dari semua kehidupan seseorang. Tanpa adanya interaksi
sosial maka akan sulit dicapai kehidupan bersama. Seperti halnya yang
diungkapkan Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2000) bahwa interaksi sosial juga
merupakan hubungan sosial yang menyangkut hubungan antara perorangan
individu, kelompok-kelompok individu maupun antara individu dengan kelompok,
dan hubungan ini merupakan hubungan yang bersifat dinamis. Berjabat tangan,
saling menegur, dan saling berbicara pada saat dua orang bertemu dapat dikatakan
sebagai awal dari dimulainya sebuah interaksi sosial. Seperti halnya dikatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2000) sebelumnya bahwa interaksi sosial juga
terjadi antara kelompok-kelompok individu, yang biasanya terjadi pada kelompok
sebagai suatu kesatuan tanpa melibatkan perasaan pribadi anggotanya. Contohnya
seperti yang dikemukakan oleh Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2000) adalah
dalam Perang Dunia kedua saat negara Perancis yang berseteru dengan Jerman.
Pada suatu patroli, Perancis berhasil menawan tiga orang tentara Jerman setelah
dibawa oleh tentara Perancis ternyata dua orang diantara tentara tersebut saling
mengenal dan berteman sebelum terjadinya perang. Hal ini membuktikan bahwa
interaksi sosial tersebut tidak bersifat pribadi, karena tentara tersebut bukanlah
bermusuhan secara pribadi, akan tetapi bermusuhan secara kelompok, dalam hal
ini negara Perancis dan Jerman, yang saling berseteru.
Interaksi sosial bersifat positif, seperti halnya yang diungkapkan oleh
Sarwono (1987) bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara dua orang atau
lebih yang keduanya saling bergantung untuk mencapai hal yang positif. Dapat
dilihat dalam kelompok-kelompok murid yang berada didalam sebuah kelas, saat
guru memberikan tugas kelompok pada muridnya maka setiap anggota kelompok
akan bahu-membahu menyelesaikan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya agar
dapat nilai yang bagus dan pujian dari guru mereka. Disamping bersifat positif,
interaksi sosial juga dapat berakibat negatif, karena adanya interaksi sosial maka
terjadi perbenturan atau perbedaan pendapat yang dapat menimbulkan konflik,
bahkan akhirnya dapat menimbulkan permusuhan.
Burgio (1981) mengungkapkan bahwa interaksi sosial adalah aktifitas
yang membutuhkan hampir semua individu dalam kehidupan sehari-hari dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
individu yang memiliki kesulitan berhubungan dengan orang lain sering merasa
tidak nyaman, cemas, terkucilkan, atau perilaku yang menyimpang. Dinamika
interaksi sosial mencakup penilaian harapan akan kemampuan untuk
meminimalisir ketidakcocokkan antara keberhasilan penyajian diri dengan
perilaku yang sebenarnya. Seperti halnya dikatakan Calhoun dan Acocella (1995),
seseorang membutuhkan orang lain dan cenderung menghabiskan sebagian besar
dari waktunya untuk berinteraksi sosial. Kegiatan sosial tersebut mengajarkan
pada keyakinan, nilai, dan perilaku yang dapat diterima orang lain disekitar
individu. Proses belajar untuk menjadi sosial dinamakan sosialisasi, dengan
interaksi dengan orang lain seseorang belajar mengendalikan tubuhnya, berbicara,
berpikir, menggunakan kebiasaan dan peraturan masyarakat, memberikan
tanggapan kepada orang lain, mempedulikannya, dan mengambil perilaku yang
cocok dengan mereka. Fazio (1981) menjelaskan bahwa interaksi sosial terbentuk
dari persepsi seseorang melalui proses penyimpulan terhadap orang lain yang
diamatinya dan ditemuinya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa interaksi
sosial adalah hubungan antara dua orang atau lebih yang bersifat dinamis,
didalamnya terdapat saling ketergantungan secara psikologis untuk mencapai
sesuatu yang bersifat positif. Interaksi sosial juga merupakan suatu kebutuhan
dalam kehidupan manusia. Setiap individu pada hakikatnya adalah mahluk sosial
yang memiliki dorongan untuk bermasyarakat dan juga mendorong manusia untuk
melakukan pergaulan. Pergaulan tersebut akan mempunyai dampak terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
perubahan tingkah laku, gagasan, dan akan memberikan corak pada kehidupan
pribadinya.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial
Kelangsungan interaksi sosial walaupun bentuknya sederhana, ternyata
merupakan proses yang kompleks. Berawal dari sebuah interaksi yang sederhana
seringkali muncul masalah yang perlu diselesaikan sehingga diperlukan suatu
strategi penanganan yang efektif sesuai dengan masalah yang dihadapi. Apabila
individu memiliki strategi penanganan masalah yang menuju ke arah positif, maka
hal tersebut akan menunjang interaksi individu dengan lingkungannya.
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang
bersifat dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara
individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan
kelompok lainnya, maupun antara individu dengan kelompok. Interaksi juga
memiliki simbol didalamnya yang diartikan sebagai sesuatu yang memiliki nilai
atau makna yang diberikan kepada individu atau suatu kelompok yang
menggunakannya. Soekanto (2000) mengatakan bahwa suatu proses interaksi
berlangsung didasarkan pada berbagai faktor yang bergerak secara terpisah
maupun dalam keadaan tergabung. Faktor-faktor tersebut yakni faktor imitasi,
sugesti, identifikasi, dan simpati.
a. Faktor imitasi
Faktor imitasi menurut Gerungan (2004) memiliki peranan yang besar
dalam proses interaksi sosial. Seperti halnya seorang anak yang belajar
untuk berbicara dengan mengimitasi dari apa yang dikatakan oleh orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
tuanya, selanjutnya dengan berbicara merupakan alat komunikasi yang
terpenting untuk mengarah pada proses interaksi. Dampak positif dari
imitasi adalah dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah
dan nilai-nilai yang berlaku. Disamping dampak positif, imitasi juga dapat
menimbulkan dampak negatif apabila yang ditiru adalah tindakan-tindakan
yang salah ataupun menyimpang secara moral atau hukum, dan apabila hal
ini ditiru oleh individu dalam jumlah besar, maka proses imitasi dapat
menimbulkan kesalahan kolektif dalam jumlah yang besar. Soekanto
(2000) menjelaskan bahwa dampak negatif lain dari imitasi adalah dapat
melemahkan pengembangan daya kreasi seseorang. Salah satu sebab
individu melakukan imitasi adalah karena merasa perlu untuk meniru apa
yang dilakukan oleh orang lain, terutama orang yang dikagumi oleh
individu tersebut. Pendapat serupa dikemukakan oleh G. Tarde (dalam
Bimo, 2002) bahwa imitasi merupakan faktor yang mendasari atau
melandasi interaksi sosial. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang
individu-individu didalamnya mengimitasi antara satu dengan yang
lainnya. Bahkan masyarakat yang sebenarnya adalah apabila manusia
mulai untuk meniru kegiatan manusia lainnya. Imitasi tidak berlangsung
secara spontan, akan tetapi ada faktor yang mendorong individu untuk
melakukan imitasi diantaranya adalah faktor psikologis. Chorus (dalam
Soelaiman dan Noer, 1981) menambahkan bahwa masyarakat tidak
dengan mudah melakukan imitasi, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi diantaranya adalah adanya minat ataupun perhatian yang cukup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
besar terhadap sesuatu yang akan diimitasi, adanya sikap menjunjung
tinggi dan mengagumi hal yang akan diimitasi, dan adanya perbedaan
pengertian, tingkat perkembangan, serta tingkat pengetahuan dari individu
yang melakukan imitasi.
b. Faktor sugesti
Sugesti merupakan sebuah pengaruh psikologis yang datang dari diri
sendiri maupun dari orang lain. Umumnya sugesti diterima oleh individu
tanpa diiringi oleh kritik dari individu tersebut. Seperti halnya
diungkapkan oleh Bimo (2002) bahwa sugesti memiliki tujuan dan
maksud yang jelas karena seseorang dengan secara aktif memberikan
pandangan-pandangannya agar dapat diterima oleh orang lain. Sugesti
memiliki peran penting dalam interaksi sosial karena dengan sugesti
berbagai pandangan akan secara cepat menyebar diantara banyak orang.
Di sisi lain, sugesti juga dapat memberikan dampak negatif dalam
perkembangan kepribadian seseorang, karena akan menimbulkan sifat
ketergantungan dengan orang lain dan juga menurunnya daya kreatif
individu. Gerungan (2004) berpendapat bahwa sugesti memiliki peranan
dalam pembentukan norma-norma yang ada dalam masyarakat karena
banyaknya pedoman tingkah laku yang diambil dari adat kebiasaan tanpa
adanya pertimbangan lebih lanjut dari orang tua, guru, ataupun lingkungan
sekitarnya. Menurut Soekanto (2000) faktor sugesti berlangsung pada saat
seseorang memiliki suatu pandangan atau suatu sikap dari dalam dirinya,
kemudian pandangan atau sikap tersebut diberikan kepada pihak lain dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
diterima oleh pihak yang bersangkutan. Pada dasarnya proses sugesti
memiliki kesamaan dengan imitasi, hanya saja titik tolaknya yang berbeda.
Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda
oleh emosi, dan emosi tersebut yang menghambat daya berfikirnya secara
rasional. Apabila orang yang memberikan pandangan adalah orang yang
berwibawa atau yang memiliki kekuasaan, maka hal tersebut dapat juga
memicu terjadinya sugesti, karena pandangan atau sikap yang diberikan
olehnya merupakan bagian terbesar dari kelompok yang bersangkutan atau
masyarakat. Hal serupa dikemukakan oleh Soelaiman dan Noer (1981),
bahwa pandangan yang mendapatkan banyak dukungan oleh mayoritas
dari masyarakat akan cenderung diterima oleh banyak orang tanpa
pertimbangan apapun. Seperti contohnya suatu pandangan atau pendapat
yang dikemukakan oleh seorang tokoh masayarakat tertentu besar
kemungkinan untuk dipercaya bahkan diikuti oleh anggota masyarakat
tersebut.
c. Faktor identifikasi
Identifikasi menurut Freud (dalam Bimo, 2002) merupakan sebuah
dorongan untuk menjadi sama atau identik dengan orang lain. Seperti
halnya pada anak yang diajarkan norma-norma atau aturan-aturan sosial
dari orang tuanya, maka akan tertanam dalam diri anak sesuatu yang baik
dilakukan dan juga yang tidak baik dilakukan. Soekanto (2002)
menjelaskan bahwa faktor identifikasi bersifat lebih mendalam daripada
imitasi. Dikatakan demikian karena kepribadian seseorang terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
berdasarkan proses identifikasi. Identifikasi sebenarnya merupakan suatu
perasaan dalam diri individu yang mendorong individu tersebut untuk
menjadi sama dengan pihak lain. Proses identifikasi itu sendiri dapat
berlangsung tanpa adanya kesadaran dari individu, maupun dengan diikuti
kesadaran dari individu atau secara disengaja karena seringkali individu
cenderung membutuhkan sosok ideal tertentu didalam proses
kehidupannya. Sosok ideal tersebut merupakan sosok yang dikenal dengan
baik oleh individu sehingga identifikasi dapat belangsung, dan pandangan
serta sikap yang dimiliki sosok tersebut dapat menyatu kedalam diri
individu. Seperti halnya dikemukakan oleh Bimo (2002) seorang anak
yang mengidentifikasi sikap dan norma-norma dari orang tuanya,
kemudian menjadikan sikap tersebut perilakunya sehari-hari. Seiring
dengan perkembangan anak yang beranjak remaja dan mulai berinteraksi
dengan lingkungan yang lebih luas maka anak mulai beralih dengan
mengidentifikasi orang-orang didalam masyarakat yang dianggap ideal.
Pendapat lain dikemukakan oleh Gerungan (2004) bahwa seseorang yang
telah dikatakan dewasa seringkali akan mengidentifikasi dirinya dalam
kondisi tertentu, misalnya orang tua yang mengidentifikasi dirinya dengan
anak-anak mereka dalam suatu keadaan tertentu, sehingga akan terjadi
keadaan timbal balik yang merupakan ciri dari interaksi sosial. Dengan
demikian berlangsungnya identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh-
pengaruh yang lebih mendalam dibandingkan dengan proses imitasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
sugesti walaupun kemungkinan proses identifikasi pada mulanya diawali
oleh imitasi sehingga sugesti tersebut tetap ada.
d. Faktor simpati
Soelaiman dan Noer (1981) merumuskan simpati sebagai perasaan tertarik
seseorang terhadap orang lain. Simpati lebih didasarkan pada perasaan,
seseorang dapat secara tiba-tiba merasa tertarik dengan orang lain seperti
dengan dirinya. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Soekanto (2000)
bahwa proses simpati sebenarnya merupakan suatu proses seseorang
merasa tertarik pada pihak lain. Dorongan utama dalam proses ini adalah
keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.
Proses simpati akan dapat berkembang di dalam suatu keadaan individu
yang satu sama lain saling mengerti, berbeda dengan identifikasi yang
didorong oleh keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap
kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena memiliki kelebihan
dan kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh. Disamping individu
tertarik dengan individu lain, Bimo (2002) mengemukakan bahwa individu
juga dapat menunjukkan penolakan terhadap sikap orang lain, sikap ini
yang disebut dengan antipati. Berbeda dengan simpati yang bersifat positif,
antipati memiliki sifat negatif. Adanya simpati antara individu satu dengan
yang lainnya maka akan terjalin saling pengertian yang mendalam.
Dengan demikian interaksi sosial yang terjalin atas dasar simpati akan
lebih mendalam bila dibandingkan dengan interaksi atas dasar sugesti
maupun imitasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Hal-hal tersebut diatas merupakan faktor-faktor minimal yang menjadi
dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial yakni adanya faktor imitasi,
faktor sugesti, faktor identifikasi, dan faktor simpati. Dikatakan demikian karena
didalam kenyataannya proses interaksi sosial tersebut memang sangat kompleks,
sehingga terkadang sulit mengadakan pembedaan tegas antara faktor-faktor
tersebut (Soekanto, 2000).
Herbert Blumer (dalam Kamanto, 2004) berpendapat bahwa interaksi
adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang
dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Selanjutnya makna yang dimiliki sesuatu
itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Banyak orang
menganggap bahwa warna merah berarti berani dan warna putih berarti suci.
Makna warna tersebut menurut Blumer (dalam Kamanto, 2004) berasal atau
muncul dari interaksi sosial. Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah,
perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan
orang ketika menjumpai sesuatu, proses tersebut disebut dengan interpretative
process. Blumer (dalam Kamanto, 2004) menekankan bahwa makna yang muncul
dari interaksi tersebut tidak langsung diterima oleh individu, akan tetapi
ditafsirkan terlebih dahulu.
3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Interaksi sosial berlangsung dalam berbagai wujud ataupun bentuk yang
menggambarkan suatu proses interaksi berlangsung. Soekanto (2002)
mengemukakan interaksi sosial dapat berupa kerja sama (co-operation),
persaingan (competition), pertikaian (conflict), dan juga dapat berupa akomodasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
(accommodation). Sebagai contoh dalam sebuah kelompok individu, kemudian
kelompok tersebut kedatangan anggota baru didalamnya. Tentunya tidak semua
anggota kelompok yang lama dapat menerima kehadiran anggota baru, yang
akhirnya menimbulkan suatu konflik didalam kelompok tersebut. Untuk
mencegah agar konflik yang terjadi tidak berlanjut, maka pemimpin kelompok
berusaha untuk mereda konflik yang terjadi dan mengatasi masalah yang ada,
sehingga tercapai suatu keadaan akomodasi yang menjadi dasar suatu kerja sama.
Pendapat lain dikemukakan oleh Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2002)
bahwa ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat dari interaksi
sosial, yakni proses asosiatif dan proses disosiatif. Bentuk-bentuk interaksi sosial
yang berkaitan dengan proses asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerja sama,
akomodasi, dan asimilasi. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu
dengan individu atau kelompok dengan kelompok untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang
didalamnya terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu dengan individu
atau kelompok dengan kelompok berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-
nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha tersebut dilakukan untuk
mencapai suatu kestabilan. Asimilasi merupakan suatu proses yang didalamnya
terdapat pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan
kepentingan serta tujuan kelompok. Proses asosiatif ini dapat dilihat misalnya
pada masyarakat suatu kompleks perumahan dalam melaksanakan kerja bakti
membersihkan kompleks. Kerja bakti ini dilakukan secara gotong royong sebagai
wujud dari kerja sama anggota masyarakat, dalam hal ini gotong royong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dilakukan tidak hanya melibatkan satu atau dua orang saja tetapi juga kelompok-
kelompok masyarakat sehingga terjadi suatu keseimbangan peran didalamnya.
Kerja bakti ini secara perlahan-lahan menimbulkan pemahaman bahwa kebersihan
lingkungan kompleks adalah tanggung jawab semua masyarakat yang tinggal
didalamnya.
Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi
atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan
suatu proses sosial individu ataupun beberapa kelompok manusia yang bersaing
secara personal ataupun secara kelompok, mencari keuntungan melalui bidang-
bidang kehidupan. Bentuk kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang
sifatnya berada antara persaingan dengan pertentangan. Hal ini ditandai oleh
gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana
dan juga perasaan tidak suka yang disembunyikan. Kontravensi dapat juga
merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang lain ataupun terhadap
unsur-unsur kebudayaan dari suatu masyarakat tertentu. Sikap tersembunyi
tersebut dapat berubah menjadi kebencian apabila terus tertanam dalam diri
individu, namun tidak menimbulkan suatu pertikaian atau pertentangan.
Pertentangan merupakan suatu proses sosial individu atau kelompok yang
berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang
disertai dengan ancaman dan kekerasan.
Untuk tahapan proses asosiatif dan disosiatif Mark L. Knapp (dalam
Kamanto, 2004) menjelaskan tahapan interaksi sosial untuk mendekatkan dan
untuk merenggangkan. Tahapan untuk mendekatkan meliputi tahapan memulai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
(initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying),
menyatupadukan (integrating) dan mempertalikan (bonding). Sebagai contoh
dalam tahapan-tahapan ini, misalnya saat seseorang mendapatkan pekerjaan baru
kemudian memasuki lingkungan kerja yang baru kemungkinan besar seseorang
akan memulai suatu obrolan ringan dengan rekan-rekan di tempat kerjanya. Hasil
komunikasi tersebut akan dijadikan dasar untuk hubungan selanjutnya. Tahapan
untuk merenggangkan meliputi membeda-bedakan (differentiating), membatasi
(circumscribing), memacetkan (stagnating), menghindari (avoiding), dan
memutuskan (terminating). Hal-hal yang semula dilakukan secara bersama-sama
lambat laun mulai dilakukan sendiri-sendiri. Keegoisan dari tiap individu mulai
muncul dan menguat, sedangkan toleransi terhadap orang lain mulai menurun.
Kemudian komunikasi mulai menjadi suatu hal yang menimbulkan konflik karena
cenderung ditanggapi dengan bantahan ataupun sangkalan.
Dapat dikatakan bahwa interaksi sosial berlangsung dalam bentuk positif
dan juga dalam bentuk negatif. Bentuk positif dari interaksi sosial dapat berupa
kerja sama dalam suatu kelompok individu untuk mencapai suatu tujuan bersama,
sedangkan bentuk negatif dari interaksi sosial dapat berupa pertentangan antara
individu dalam suatu kelompok atau antara kelompok satu dengan yang lainnya
yang menimbulkan konflik dan akhirnya menjadi terputusnya suatu komunikasi.
4. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak ada kontak sosial
(social contact) dan komunikasi sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk
terjadinya interaksi antara individu satu dengan individu yang lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
a. Kontak sosial (social contact)
Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial.
Soekanto (2002) menjelaskan bahwa kontak secara fisik terjadi apabila
terjadi hubungan antara anggota badan seperti misalnya bersalaman atau
berjabat tangan. Sebagai gejala sosial, kontak tidak selalu harus bersifat
fisik karena individu dapat menjalin hubungan dengan individu lainnya
tanpa harus bersentuhan langsung secara fisik, misalnya dengan berbicara
dengan orang lain maka telah terjadi kontak sosial. Seiring dengan
perkembangan teknologi, manusia dapat melakukan hubungan atau kontak
dengan pihak lain tanpa harus bertatap muka secara langsung, misalnya
dengan menggunakan pesawat telepon, individu dapat menjalin kontak
dengan pihak lain yang berada ditempat yang tidak terjangkau bila harus
bertatap muka secara langsung. Kontak sosial dapat berlangsung antara
individu satu dengan individu lainnya, antara individu satu dengan suatu
kelompok tertentu ataupun sebaliknya, serta antara kelompok manusia
dengan kelompok manusia lainnya.
b. Komunikasi
Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan diikuti oleh
pemberian sebuah penafsiran serta reaksi terhadap informasi yang
disampaikan tersebut. Bimo (2002) mengemukakan bahwa melalui
komunikasi individu dapat menyampaikan berbagai ide, pemikiran,
ataupun pengetahuan yang didapatnya kepada orang lain secara timbal
balik. Selanjutnya melalui komunikasi manusia dapat berkembang dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
dapat melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Hal serupa dikemukakan
oleh Soekanto (2002) bahwa komunikasi memiliki arti penting yakni
sebuah tafsiran yang diberikan oleh individu terhadap perilaku orang lain,
dalam hal ini perilaku berupa cara berbicara, gerak bahasa tubuh ataupun
sikap, selain itu juga penafsiran terhadap perasaan yang ingin
disampaikan. Kemudian orang tersebut akan memberikan reaksi terhadap
sesuatu yang ingin disampaikan tersebut. Penafsiran yang muncul dalam
komunikasi memiliki berbagai macam arti, terutama terhadap tingkah laku
orang lain. Seperti contoh adalah seulas senyum dapat memberikan
bermacam-macam arti bagi orang lain, dapat diartikan sebagai sikap
bersahabat dan ramah, akan tetapi juga dapat memunculkan arti sikap sinis
dan sikap ingin menunjukkan kemenangan. Bimo (2002) selanjutnya
mengungkapkan bahwa apabila komunikasi berlangsung secara terus-
menerus maka akan terjadi interaksi, yakni proses saling mempengaruhi
antara individu satu dengan individu lainnya.
Dapat dikatakan bahwa interaksi sosial terjadi bila adanya kontak sosial
diantara individu satu dengan yang lainnya, akan tetapi tanpa adanya komunikasi
maka interaksi tidak dapat berjalan dengan baik. Seorang individu melakukan
kontak sosial dengan orang lain seperti berjabat tangan dapat dikatakan telah
terjadi interaksi sosial, namun apabila tidak diiringi dengan suatu komunikasi
maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial tidak terjadi, karena tidak adanya
suatu informasi yang disampaikan sehingga tidak menimbulkan suatu reaksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
apapun dari pihak lain. Kontak sosial dan komunikasi berjalan saling melengkapi
untuk mewujudkan terjadinya suatu interaksi sosial.
Disamping itu Kamanto (2004) mengungkapkan bahwa interaksi sosial
juga memiliki aturan, dan aturan tersebut dapat dilihat melalui dimensi ruang dan
dimensi waktu dari Robert T Hall serta definisi situasi dari W.I. Thomas (dalam
Kamanto, 2004). Hall (dalam Kamanto, 2004) menjelaskan dimensi ruang
dengan membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu
jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Masing-masing jarak
tersebut memiliki dua tahap didalamnya, yakni tahap dekat dan tahap jauh. Jarak
intim meliputi keterlibatan individu dengan orang lain secara fisik yang juga
disertai oleh keterlibatan intensif dari organ panca indera seperti penglihatan,
sentuhan kulit, hembusan nafas, dan juga suara. Interaksi dalam jarak intim
berlangsung pada saat misalnya dua orang atlet gulat yang terlibat dalam suatu
pertandingan gulat. Gulat dapat dikatakan sebagai olahraga dengan jarak dekat
karena atlet satu sama lain terlibat intensif secara fisik seperti bersentuhan kulit,
hembusan nafas serta penglihatan. Tahap jauh dalam jarak intim terjadi apabila
individu terpaksa berada pada jarak intim dengan orang lain yang tidak dikenalnya,
seperti dalam kendaraan umum, maka individu tersebut akan berusaha sebisa
mungkin menghindari kontak fisik dengan orang lain disekitarnya. Jarak pribadi
meliputi individu yang memiliki hubungan dekat dengan individu lainnya, seperti
sepasang suami dan istri, hubungan ini pun dapat dikatakan sebagai interaksi
tahap dekat pada jarak pribadi. Interaksi tahap jauh pada jarak pribadi adalah
ketika sekolompok individu dalam sebuah permainan kelompok, setiap anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
kelompok saling menyentuh pada saat merentangkan tangan dan rangsangan
terhadap panca indera berangsur menurun.
Jarak sosial meliputi interaksi antara individu yang saling berbincang
secara normal tanpa harus saling menyentuh. Tahap dekat pada jarak sosial dapat
dijumpai dalam suatu kelompok individu yang sedang berdiskusi secara informal
ataupun berdiskusi dalam keadaan santai. Tahap jauh pada jarak sosial adalah
ketika terjadi hubungan kerja formal yang memiliki batasan yang jelas. Jarak
publik meliputi interaksi yang terjadi antara individu yang harus berada didepan
umum seperti pemuka agama atau politikus. Selain aturan mengenai ruang, Hall
(dalam Kamanto, 2004) juga menjelaskan aturan mengenai waktu. Pada dimensi
waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi
bentuk interaksi, seperti contohnya individu yang terbiasa dengan budaya tepat
waktu berada pada lingkungan atau masyarakat yang terbiasa dengan
keterlambatan, maka individu pada awalnya akan merasa tidak nyaman dan
mempengaruhi interaksinya dengan orang lain disekitarnya.
Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I.
Thomas (dalam Kamanto, 2004). Definisi situasi merupakan penafsiran individu
terhadap rangsangan dari luar sebelum memberikan reaksi. Individu menerima
rangsangan dari luar kemudian sebelum memberikan reaksi, terlebih dahulu
individu menafsirkan rangsangan yang diterimanya. Sebagai contoh seorang pria
yang memberikan seulas senyum kepada seorang wanita, maka senyuman tersebut
diseleksi dan diberi makna oleh wanita tersebut. Apabila menurut definisi situasi
wanita tersebut senyuman merupakan makna bahwa pria tersebut tertarik padanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dan ingin berkenalan, maka wanita tersebut cenderung akan memberikan reaksi
yang sesuai dengan penafsirannya, seperti membalas senyuman pria tersebut.
Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat. Thomas (dalam Kamanto,
2004) berpendapat bahwa aturan atau norma dibuat agar kepentingan pribadi
tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat
B. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Secara umum konsep diri dapat didefinisikan sebagai evaluasi individu
mengenai diri sendiri atau penilaian individu mengenai dirinya sendiri. Selain itu,
dapat juga dikatakan bahwa konsep diri adalah keyakinan, pandangan atau
penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Seperti halnya diungkapkan oleh
Turner (dalam Markus dan Kunda, 1986) menggambarkan konsep diri sebagai
gambaran diri dari individu tentang dirinya disetiap waktu. Pudjijogyanti (1995)
mengemukakan bahwa konsep diri merupakan sikap dan pandangan individu
terhadap seluruh keadaan dirinya. Hal tersebut dapat dilihat dari sikap individu
terhadap keadaan dirinya, baik secara fisik maupun psikis, dalam cara individu
tersebut menempatkan diri dalam masyarakat.
Brophy (dalam Ermida, 2006) menjelaskan bahwa konsep diri dapat
dipandang sebagai persepsi seseorang tentang kelebihannya, kelemahannya,
kemampuan serta perilakunya. Individu dengan konsep diri yang positif akan
lebih cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru daripada individu
dengan konsep diri yang negatif. Brooks (dalam Jalaludin, 2005) mendefinisikan
konsep diri sebagai persepsi fisik, psikis, dan sosial tentang diri individu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
didapatkan dari pengalaman dan interaksinya dengan orang lain. Hal tersebut
menunjukkan bahwa interaksi individu dengan lingkungan disekitarnya
merupakan hal penting dalam membentuk konsep diri individu.
Hellen (2006) menjelaskan bahwa konsep diri adalah kesadaran atau
pengertian tentang diri sendiri yang mencakup pandangan tentang dunia, kepuasan
tentang kehidupan, dapat menghargai atau menyakiti diri sendiri, mampu
mengevaluasi diri sendiri dan persepsi mengenai diri sendiri. Selanjutnya
dikatakan Marsh (1984) bahwa konsep diri yang positif adalah memiliki
keyakinan terhadap kemampuan diri dan upaya untuk tercapainya sebuah
kesuksesan, bukan pandangan terhadap kegagalan dikarenakan usaha yang kurang
maksimal. Individu dengan konsep diri positif memiliki harapan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik dengan melakukan usaha yang maksimal.
Pendapat lain diungkapkan oleh Hamilton dan Scheerer (dalam
Wonderlich, 1996) bahwa persepsi individu mengenai pikiran dan perasaan orang
lain tentang dirinya secara signifikan mempengaruhi konstruksi konsep diri
individu tersebut. Konsep diri adalah suatu gambaran dari sesuatu yang ada dalam
pikiran individu, pendapat orang-orang disekitar lingkungan individu tentang
dirinya, dan gambaran diri yang dikehendaki (Burns, 1993). Secara umum
digambarkan bahwa konsep diri belum terbentuk saat individu lahir, namun
konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman individu dalam
berhubungan dengan orang lain disekitarnya. Pandangan individu tentang dirinya
dipengaruhi oleh cara individu tersebut mengartikan pandangan orang lain
terhadap dirinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Seperti halnya diungkapkan Centi (dalam Fasti, 2006) bahwa konsep diri
merupakan gagasan tentang diri sendiri yang berisikan mengenai cara individu
melihat dirinya sendiri sebagai pribadi, mengenai yang dirasakan oleh individu
tentang dirinya sendiri, dan mengenai harapan individu terhadap diri sendiri akan
menjadi manusia seperti yang diharapkannya. Penglihatan individu atas diri
sendiri sebagai pribadi ini disebut sebagai gambaran diri. Perasaan individu atas
dirinya sendiri merupakan penilaian individu atas dirinya sendiri. Harapan
individu atas diri sendiri menjadi cita-cita diri.
Carl Rogers (dalam Baron dan Byrne, 2004) menjelaskan bahwa konsep
diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang paling penting. Konsep diri
merupakan skema kognitif yang mengatur tentang cara individu mengetahui
dirinya serta cara individu mengolah informasi yang sesuai dengan dirinya.
Konsep diri dalam hal ini termasuk harga diri, merupakan aspek yang penting
dalam berfungsinya individu sebagai seorang manusia. Dikatakan demikian
karena manusia sangat memperhatikan berbagai hal mengenai dirinya, termasuk
didalamnya gambaran mengenai siapa dirinya, memiliki nilai yang positif atau
negatif individu dalam memandang dirinya, dan citra yang ditampilkan individu
kepada orang lain.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat dikatakan bahwa konsep diri
merupakan pandangan atau persepsi individu mengenai keadaan dirinya dan
perasaan individu tentang dirinya. Persepsi tentang diri ini dapat bersifat fisik,
psikologis, maupun sosial. Konsep diri merupakan gambaran yang bersifat
pribadi, dinamis dan evaluatif yang setiap individu mengembangkan konsep diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
tersebut dalam interaksinya dengan lingkungan disekitarnya baik secara fisik
maupun psikologis.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Konsep diri tidak terbentuk secara spontan sewaktu individu lahir, akan
tetapi konsep diri terbentuk seiring dengan perkembangan dan proses belajar
sepanjang hidup individu. Willey (dalam Calhoun dan Acocella, 1995)
mengemukakan bahwa dalam perkembangan konsep diri individu sumber
informasi yang digunakan adalah interaksi individu dengan orang lain disekitar
individu. Seperti halnya diungkapkan oleh Argyle (dalam Hardy dan Heyes, 1988)
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep
diri individu meliputi 4 faktor yaitu:
a. Perbandingan dengan dengan orang lain.
Konsep diri tergantung pada cara individu dalam membandingkan dirinya
dengan orang lain yang serupa dengan dirinya. Individu akan
membandingkan semua hal yang terdapat dalam dirinya dengan orang lain
yang memiliki kesamaan dengan dirinya, misalnya seorang anak
perempuan cenderung akan membandingkan dirinya dengan saudara
perempuannya ataupun teman perempuannya mengenai hal yang
dimilikinya mulai dari perilaku hingga penampilan.
b. Reaksi dari orang lain.
Reaksi yang memiliki pengaruh terhadap pembentukan konsep diri
individu adalah reaksi yang berasal dari orang terdekat dilingkungan
sekitar yang memiliki arti penting bagi individu seperti orang tua, sahabat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
dan guru. Orang tua merupakan kontak sosial yang paling awal dialami
oleh seorang anak. Sesuatu yang diberikan oleh orang tua akan lebih
mengena dalam diri anak hingga dewasa dibandingkan dengan sesuatu
yang diberikan oleh orang lain.
c. Peranan seseorang.
Individu memiliki gambaran diri yang berbeda antara individu satu dengan
individu yang lainnya, melalui penggambaran ini individu memainkan
peranannya. Harapan dan pengalaman yang berkaitan dengan perbedaan
peran tersebut memiliki pengaruh terhadap konsep diri individu. Individu
akan menggabungkan lebih banyak peran dalam konsep dirinya seiring
dengan perkembangan yang dialami individu tersebut.
d. Identifikasi dengan orang lain.
Pada dasarnya individu ingin memiliki beberapa sifat dari orang lain yang
dikaguminya. Pada umumnya individu melakukan identifikasi dengan
orang lain yang berjenis kelamin sama dengan dirinya. Anak-anak
khususnya mengagumi orang dewasa dan seringkali mencoba untuk
menjadi pengikut dari orang dewasa tersebut dengan meniru beberapa
nilai, keyakinan, dan perbuatan.
Calhoun dan Acocella (1995) mengemukakan bahwa individu dengan
konsep diri positif lebih dapat menerima keadaan yang sebenarnya mengenai
dirinya, dalam hal ini penerimaan diri berarti individu mengenal dengan baik
dirinya sendiri dan dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya yang
meliputi kelebihan dan kekurangannya. Individu dengan konsep diri positif lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
dapat menerima dan memahami berbagai fakta tentang dirinya. Secara pribadi
individu dapat menyerap semua informasi dari luar, sehingga tidak satupun dari
informasi tersebut yang menjadi ancaman bagi dirinya.
Individu yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal,
yakni :
a. Individu yakin akan kemampuannya dalam mengatasi suatu masalah.
Individu dalam menghadapi suatu masalah akan berusaha untuk
mengatasi masalahnya tersebut dengan berbagai macam cara.
b. Individu merasa setara dengan orang lain. Artinya individu merasa
bahwa dirinya layak untuk disejajarkan dengan orang lain dalam hal
apapun dan individu merasa bahwa hasil dari pemikirannya patut
untuk diperhitungkan.
c. Individu menerima pujian tanpa rasa malu. Individu akan menerima
pujian sebagai penghargaan atas hasil kerjanya ataupun hasil
pemikirannya, sehingga pujian tersebut dijadikan motivasi bagi
individu untuk lebih baik kedepannya.
d. Individu sadar bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan,
keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui orang lain.
Artinya individu dapat menyesuaikan diri dengan baik sesuai dengan
harapan dan kebutuhan orang lain.
e. Individu mampu memperbaiki dirinya dengan cara berusaha untuk
merubah perilaku yang menurutnya tidak diharapkan oleh orang lain.
Hal tersebut berarti individu dapat menghadapi sesuatu yang menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
tantangan bagi dirinya, karena merubah perilaku tersebut merupakan
tantangan bagi individu agar dapat diterima oleh orang lain.
Konsep diri individu tidak selamanya positif. Sebagai perbandingan
diungkapkan oleh Brooks dan Emmert (dalam Jalaludin, 2005) empat tanda orang
yang memiliki konsep diri negatif, yakni :
a. Peka terhadap kritik. Individu tersebut tidak tahan dengan kritik yang
diterimanya, mudah marah, dan mudah naik pitam. Bagi individu
tersebut koreksi atau kritik dari orang lain seringkali dipandang
sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.
b. Responsif terhadap pujian. Individu tidak dapat menyembunyikan rasa
senangnya pada waktu menerima pujian. Bersamaan dengan
kesenangan terhadap pujian, maka individu cenderung akan bersikap
hiperkritis terhadap orang lain dan cenderung untuk meremehkan
sesuatu yang dihasilkan oleh orang lain.
c. Cenderung akan merasa tidak disukai orang lain. Individu akan
merasa tidak diperhatikan, karenanya individu akan bereaksi pada
orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan
kehangatan dan keakraban persahabatan. Individu akan menganggap
dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak benar.
d. Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Hal tersebut terungkap dalam
keengganan individu untuk bersaing dengan orang lain dalam
membuat prestasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Calhoun dan Acocella (1995) menjelaskan bahwa individu dengan konsep
diri negatif hanya mengetahui sedikit mengenai dirinya. Ada dua jenis konsep diri
negatif, yakni persepsi individu tentang dirinya yang tidak teratur, dalam hal ini
individu tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut
tidak mengetahui yang menjadi kelemahan ataupun kekuatan dalam dirinya. Jenis
yang lainnya adalah konsep diri yang terlalu stabil dan terlalu teratur atau dapat
dikatakan kaku. Individu dengan konsep diri tersebut memiliki citra diri yang
cenderung terlalu stabil dan sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitarnya.
3. Aspek-aspek Konsep Diri
Konsep diri merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari
pengalaman individu dalam berhubungan dengan dunia luar. Pudjijogyanti (1995)
mengungkapkan bahwa konsep diri terbentuk dari proses individu menerima
tanggapan yang diberikan oleh individu lain, selanjutnya tanggapan tersebut
dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri.
Saat individu lahir kemudian menginjak tahun pertamanya orang tua atau anggota
lain didalam keluarga merupakan orang yang pertama kali dikenal oleh individu,
dengan demikian individu akan menerima tanggapan pertama adalah dari
lingkungan keluarga. Proses ini akan terus berlanjut hingga individu mampu
untuk melepas ketergantungannya pada keluarga dan berhubungan dengan
lingkungan yang lebih luas. Konsep diri yang terbentuk dalam diri individu
memiliki beberapa aspek yang terkandung didalamnya. Berzonsky (dalam Miftah
dan Usmi, 2006) mengungkapkan bahwa aspek dari konsep diri antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
a. Aspek fisik, yakni cara penilaian individu terhadap segala sesuatu
yang terlihat mata yang dimilikinya seperti tubuh, uang, dan barang.
b. Aspek sosial, yakni tentang peranan sosial yang dimainkan individu
serta tentang penilaian individu terhadap kinerja peran tersebut.
c. Aspek moral, meliputi nilai dan prinsip yang memberikan arti serta
arah bagi kehidupan individu.
d. Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan dan sikap individu terhadap
dirinya sendiri.
Pendapat lain dikemukakan oleh Burns (1993) bahwa konsep diri individu
mengandung aspek-aspek antara lain yaitu:
a. Identitas yakni keadaan diri individu, dalam hal ini identitas
merupakan pandangan individu secara keseluruhan mengenai dirinya.
b. Kepuasan yakni perasaan individu dalam merasakan tentang dirinya
yang dipersepsikan.
c. Tingkah laku yakni cara individu mempersepsikan tingkah lakunya
sendiri.
d. Diri fisik yakni cara individu dalam memandang kesehatan tubuh dan
penampilanya.
e. Diri pribadi meliputi gambaran yang dimiliki individu mengenai
tercapainya pribadi yang memadai.
f. Diri sosial meliputi gambaran yang dimiliki individu mengenai
interaksi sosialnya dengan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Calhoun dan Acocella (1995) mengemukakan bahwa konsep diri
merupakan gambaran mental yang dimiliki individu. Gambaran mental yang
dimiliki oleh individu memiliki tiga aspek yakni :
a. Pengetahuan individu mengenai dirinya sendiri. Pengetahuan dalam
hal ini merupakan pengetahuan yang dimiliki individu mengenai
sesuatu yang individu ketahui tentang dirinya yang mengacu pada
istilah kuantitas yakni usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta mengacu
pada istilah kualitas yakni individu yang baik hati, egois, tenang, dan
memiliki temperamen tinggi.
b. Pengharapan individu mengenai dirinya sendiri di masa yang akan
datang. Pengharapan tersebut meliputi pandangan individu mengenai
segala sesuatu yang mungkin didapat oleh individu di masa
mendatang. Pengharapan yang dimiliki individu berbeda antara
individu satu dengan individu yang lainnya.
c. Penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Penilaian tersebut meliputi
pengukuran individu terhadap dirinya mengenai keadaan saat ini
dengan sesuatu yang menurutnya dapat terjadi pada dirinya. Dalam
hal ini individu berfungsi sebagai penilai terhadap dirinya sendiri.
Melalui beberapa uraian diatas dapat dikatakan bahwa konsep diri
memiliki beberapa aspek, yakni aspek fisik dari individu mencakup sesuatu
kasat mata yang dimiliki oleh individu, aspek moral individu mencakup
seluruh nilai dan prinsip yang mengarahkan kehidupan individu, aspek
psikologis individu meliputi seluruh penilaian individu terhadap dirinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
sendiri, dan peranan sosial yang dimainkan oleh individu dalam lingkungan
sekitarnya maupun dalam masyarakat luas.
4. Komponen dalam Konsep Diri
Konsep diri merupakan bentuk keyakinan seseorang terhadap dirinya
sendiri yang juga mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Konsep diri
memiliki beberapa komponen menurut Fitts (1996), yakni sebagai berikut:
a. Diri secara fisik
Merupakan gambaran kebanggaan individu akan citra tubuh yang
terlihat maupun keseluruhan pribadinya. Hal tersebut menggambarkan
pandangan individu terhadap keadaan fisiknya dan hal lain yang
berhubungan dengan citra fisik individu, seperti kesehatan,
penampilan, ketampanan.
b. Diri secara pribadi
Merupakan harapan ideal individu terhadap jangkauan hidup dan
kehidupannya atau kemungkinan diri individu akan menjadi seperti
yang diinginkan individu tersebut dan harapan tersebut merupakan
aspirasi setiap individu. Hal ini merupakan gambaran penilaian
individu dalam merasakan sebagai diri yang kuat dan menggambarkan
pilihan terhadap kepribadian individu terlepas dari penilaian terhadap
tubuh dan hubungan individu dengan orang lain disekitarnya.
c. Diri secara keluarga
Merupakan gambaran kebanggaan individu terhadap citra orang tua,
ayah, ibu, serta anggota keluarga lainnya seperti sanak saudaranya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Hal ini menggambarkan persepsi diri individu dalam kaitannya
dengan kelompok primer seperti keluarga dan teman dekatnya.
d. Diri secara sosial
Merupakan gambaran kebanggaan individu terhadap citra kelompok
sosial yang didalamnya individu tersebut terkait dalam komitmen
kelompok. Hal tersebut menggambarkan persepsi diri individu dalam
kaitannya dengan interaksi sosial individu dengan orang lain.
e. Diri secara etika moral
Merupakan gambaran individu mengenai hubungan yang terjalin
antara individu dengan Tuhan dan peraturan atau norma hidup yang
berlaku dalam masyarakat.
Melalui uraian yang telah dipaparkan, dapat dikatakan bahwa komponen-
komponen konsep diri yang mempengaruhi terbentuknya konsep diri pada setiap
individu adalah diri secara fisik, diri secara pribadi, diri secara keluarga, diri
secara sosial, dan diri secara etika moral.
5. Arti Penting Konsep Diri dalam Menentukan Perilaku
Perilaku yang timbul pada diri individu tidak lepas dari konsep diri yang
terkandung dalam diri individu tersebut. Pudjijogyanti (1995) mengungkapkan
bahwa konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku
individu. Penggambaran diri individu akan tampak dari keseluruhan perilaku yang
timbul. Hal tersebut berarti bahwa perilaku individu akan sesuai dengan cara
individu dalam memandang dirinya sendiri. Pudjijogyanti (1995) mengemukakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
tiga alasan yang dapat menjelaskan peran penting konsep diri dalam menentukan
perilaku individu, yakni :
a. Konsep diri memiliki peranan dalam mempertahankan keselarasan batin
(inner consistency). Alasan tersebut berawal karena pada dasarnya
individu berusaha mempertahankan keselarasan batinnya, apabila timbul
perasaan, pikiran, atau persepsi pada diri individu yang tidak seimbang
atau saling bertentangan maka akan terjadi situasi psikologis yang kurang
menyenangkan. Selanjutnya individu akan mengubah perilakunya untuk
menghilangkan ketidakselarasan tersebut.
b. Seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya mempengaruhi
individu tersebut dalam menafsirkan pengalamannya. Setiap individu akan
memiliki pandangan yang berbeda dalam menafsirkan sebuah kejadian
yang terjadi dihadapannya karena masing-masing individu memiliki sikap
dan pandangan yang berbeda terhadap dirinya sendiri. Penafsiran positif
ataupun negatif pada sebuah kejadian dipengaruhi oleh sikap dan cara
individu dalam memandang keadaan dirinya.
c. Konsep diri turut menentukan harapan dalam diri individu. Pengharapan
individu tersebut merupakan inti dari konsep diri. Seperti halnya yang
diungkapkan oleh McCandless (dalam Pudjijogyanti, 1995) bahwa konsep
diri merupakan kesatuan harapan serta penilaian perilaku yang merujuk
kepada harapan individu tersebut.
Pudjijogyanti (1995) mengemukakan bahwa konsep diri mempunyai
peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Mengenai cara individu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
dalam memandang dirinya akan tampak dari keseluruhan perilaku, dapat
dikatakan bahwa perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang
dirinya sendiri. Apabila individu memandang negatif terhadap dirinya dalam
menghadapi suatu masalah dengan beranggapan bahwa individu tersebut tidak
memiliki cukup kemampuan untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka seluruh
perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuan dalam menghadapi
permasalahan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa perilaku individu
ditentukan serta diarahkan oleh konsep diri yang dimiliki oleh individu tersebut.
Pengarahan perilaku individu merupakan peran dari konsep diri yang ditunjukkan
dengan kenyatan bahwa individu berusaha untuk memperoleh keseimbangan
dalam dirinya, individu juga dihadapkan pada pengalaman dalam kehidupannya,
serta individu dipenuhi kebutuhannya untuk tercapainya suatu prestasi.
C. Kepercayaan Diri
1. Pengertian Kepercayaan Diri
Setiap individu memiliki keyakinan atau kepercayaan sendiri terhadap
sesuatu yang dimiliki dalam dirinya, disamping itu juga terhadap sesuatu yang
dapat dilakukan oleh individu untuk orang lain dilingkungan sekitarnya. Thursan
(2002) secara sederhana menggambarkan rasa percaya diri sebagai suatu
keyakinan individu terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan
keyakinan tersebut membuat individu merasa memiliki kemampuan untuk dapat
mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya. Rasa percaya diri tersebut merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
keyakinan diri yang mendorong individu untuk meraih segala sesuatu yang
menjadi cita-citanya. Gould dan Weinberg (dalam Marko dan Monty, 2005)
menjelaskan bahwa rasa percaya diri merupakan keyakinan yang dimiliki individu
mengenai kemampuan dirinya dalam mencapai suatu keberhasilan. Kepercayaan
diri merupakan milik pribadi individu yang penting dan turut menentukan dalam
kebahagiaan hidup individu tersebut. Hal serupa diungkapkan oleh Waterman
(dalam Wisjnu, 1991) bahwa individu dengan kepercayaan diri yang baik
merupakan individu yang dapat bekerja secara efektif dan melaksanakan tugas
dengan baik, serta memiliki rencana terhadap masa depannya. Individu yang tidak
memiliki kepercayaan diri akan tumbuh menjadi individu yang tidak kreatif dan
tidak produktif. Hal serupa diungkapkan oleh Mastuti dan Aswi (2008) bahwa
kepercayaan diri adalah sikap positif individu yang membuat dirinya mampu
untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungan sekitar individu ataupun situasi yang sedang dihadapi. Hal
tersebut menggambarkan bahwa kepercayaan diri merupakan pandangan positif
individu terhadap kemampuannya dalam menghadapi semua masalah dalam
hidupnya.
Angelis (dalam Ana dkk, 2006) menjelaskan bahwa kepercayaan diri
berawal dari tekad pada diri sendiri untuk melakukan segala hal yang diinginkan
ataupun segala hal yang dibutuhkan dalam hidup, dan kepercayaan diri individu
terbina dari keyakinan individu terhadap dirinya sendiri. Keyakinan individu pada
diri sendiri terhadap kemampuan untuk mencari penyelesaian dari masalah yang
dihadapi, serta sikap positif yang didasari pada keyakinan mengenai kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
yang dimiliki individu. Selanjutnya White (2009) mengungkapkan bahwa
kepercayaan diri individu meliputi tiga hal yakni keyakinan terhadap tercapainya
suatu prestasi, ketekunan, dan kesadaran terhadap diri sendiri mengenai segala
sesuatu yang ada dalam dirinya.
Adler (dalam Lauster, 1997) menjelaskan bahwa kebutuhan manusia yang
paling penting adalah kebutuhan akan kepercayaan terhadap diri sendiri, karena
dengan kepercayaan terhadap diri sendiri manusia akan mampu untuk mencapai
sesuatu yang diinginkan dan sesuatu yang dibutuhkan. Melalui kepercayaan diri
yang dimiliki individu mampu memahami kebutuhan diri yang seharusnya
dipenuhi untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Anthony (dalam Ana dkk,
2006) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan sikap positif pada diri
individu dalam menerima dirinya sesuai dengan kenyataan, mengembangkan
kesadaran diri, berpikir positif terhadap diri sendiri, memiliki kemandirian, dan
mampu untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkan. Individu yang memiliki
kepercayaan diri akan berusaha untuk mencapai segala sesuatu yang menjadi
harapan serta cita-citanya. Tina dan Sri (1998) mengungkapkan bahwa
kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian individu yang berfungsi dalam
pengaktualisasian potensi yang dimiliki individu tersebut. Selanjutnya Anita
(2003) menjelaskan bahwa individu yang memiliki percaya diri merasa mampu
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang diserahkan kepadanya dan masalah
yang ada dihadapannya serta mampu untuk mengambil keputusan. Individu
tersebut mampu mempertimbangkan berbagai pilihan untuk mencari solusi dari
berbagai tantangan yang menghadangnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kepercayaan diri
merupakan suatu keyakinan dalam diri individu terhadap segala aspek yang
terdapat dalam dirinya. Keyakinan tersebut membuat individu merasa mampu
untuk dapat mencapai segala tujuan dalam hidupnya, merasa mampu dalam
menghadapi berbagai tantangan yang ada dihadapannya, serta mampu
menumbuhkan sikap positif dalam menghadapi segala masalah dalam hidupnya.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kepercayaan Diri
Rasa percaya diri yang dimiliki oleh individu tidak terbentuk dengan
sendirinya, akan tetapi berkaitan dengan kepribadian individu secara keseluruhan.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya kepercayaan diri
individu, yakni:
a. Keadaan fisik
Sumadi Suryabrata (1984) mengungkapkan bahwa bila individu memiliki
keadaan jasmani yang kurang sempurna, maka muncul perasaan dalam diri
individu bahwa dirinya kurang berharga untuk dibandingkan dengan orang
lain. Perasaan yang demikian dapat disebut sebagai rasa rendah diri. Hal
serupa diungkapkan Lauster (1997) bahwa ketidakmampuan fisik dapat
menyebabkan rasa rendah diri yang terlihat dengan jelas. Perasaan rendah
diri tersebut selanjutnya menyebabkan individu menjadi kurang percaya
diri. Individu yang memiliki fisik yang menurutnya kurang sempurna,
cenderung akan merasa dikucilkan dari lingkungannya dan hal tersebut
yang membuat individu cenderung untuk menarik diri dari pergaulan,
misalnya menjadi pendiam dan penyendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
b. Harga diri
Harga diri menurut Neill (2005) adalah perasaan positif individu terhadap
dirinya, perasaan individu terhadap sesuatu yang dimilikinya yang
dirasakan memiliki nilai atau berharga, dan sikap individu dalam meyakini
bahwa terdapat sesuatu yang bernilai, bermartabat atau berharga di dalam
dirinya. Thursan (2002) menjelaskan bahwa individu yang memiliki harga
diri yang tinggi cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi pula.
Melalui harga diri yang tinggi, individu akan dapat mengaktualisasi
potensi yang ada dalam dirinya. Pengaktualisasian potensi tersebut dapat
berdampak positif, maka akan meningkatkan kepercayaan diri individu,
sebaliknya dapat berdampak negatif yang selanjutnya menimbulkan rasa
rendah diri dan dapat membuat individu mudah tersinggung, sehingga
individu akan menjauhi pergaulan dengan orang lain, menyendiri, tidak
berani mengemukakan pendapat, dan tidak berani bertindak. Lama
kelamaan hal tersebut dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan diri
individu.
c. Tingkat pendidikan
Monks (1994) menyatakan bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh
dalam menentukan kepercayaan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan
individu, maka semakin banyak yang telah dipelajari individu berarti
individu semakin mengenal dirinya baik kelebihan maupun kekurangannya
sehingga individu mampu dalam menentukan standar keberhasilannya.
Thursan (2002) menambahkan bahwa tingkat pendidikan formal dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
menjadi salah satu alat utama yang menentukan tinggi rendahnya status
sosial individu, selain itu adanya gelar-gelar yang dapat diperoleh oleh
individu yang telah menamatkan pendidikan tinggi tertentu juga turut
menentukan semakin tingginya status sosial pada diri individu. Anthony
(dalam Ana dkk, 2006) menyatakan bahwa individu yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi akan mampu memenuhi tantangan hidup dengan
penuh percaya diri serta memperhatikan sesuatu dari sudut pandang
kenyataan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya kepercayaan diri individu adalah keadaan fisik dari
inidividu, harga diri dari individu, dan tingkat pendidikan yang telah dicapai oleh
individu.
3. Aspek-aspek Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri yang terdapat dalam diri individu memiliki beberapa
aspek yang terkandung didalamnya. Lauster (1997) mengemukakan aspek-aspek
kepercayaan diri, yakni:
a. Keyakinan terhadap kemampuan diri, yakni sikap individu tentang dirinya
yang mengerti dengan baik terhadap tindakan yang dilakukannya. Hal
tersebut berarti bahwa individu mengerti mengenai tindakan yang harus
dilakukan dalam menghadapi tantangan hidup. Tercermin dari sikap
individu yang berhati-hati, ketidaktergantugan, toleransi terhadap orang
lain, dan memiliki cita-cita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
b. Optimis, yakni sikap individu yang selalu berpandangan baik dalam
menghadapi segala hal tentang diri, harapan, dan kemampuannya. Individu
dengan sikap optimis akan selalu memiliki penilaian positif dan keyakinan
terhadap sesuatu yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa aspek kepercayaan diri
yang dimiliki individu yakni keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri dan
sikap optimis dalam menghadapi suatu masalah.
4. Proses Pembentukan Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri tidak muncul secara spontan, akan tetapi terbentuk
melalui beberapa proses. Thursan (2002) mengemukakan bahwa secara garis
besar terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses sebagai
berikut:
a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan
yang melahirkan berbagai kelebihan tertentu. Kepribadian individu yang
terbentuk seiring dengan perkembangan individu tersebut turut
mendukung dalam memunculkan suatu keahlian tertentu dalam diri
individu.
b. Pemahaman individu terhadap berbagai kelebihan yang dimilikinya dan
kemudian melahirkan keyakinan kuat untuk berbuat segala sesuatu dengan
memanfaatkan kelebihannya tersebut. Keyakinan yang dimiliki individu
tersebut akan membantu individu dalam menyelesaikan segala tantangan
dalam hidupnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
c. Pemahaman dan reaksi positif individu terhadap berbagai kelemahan yang
ada dalam dirinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit
untuk menyesuaikan diri. Individu menyadari bahwa setiap manusia akan
memiliki kekurangan disamping kelebihan yang telah dimiliki.
d. Pengalaman dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan
menggunakan segala kelebihan yang ada pada diri individu. Seiring
dengan perkembangan individu, maka berbagai pengalaman dalam
mengahadapi tantangan dalam hidup turut mendukung terbentuknya rasa
percaya diri yang baik dalam diri individu
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa terbentuknya
kepercayaan diri melalui beberapa proses diantaranya adalah terbentuknya
kepribadian yang baik, yang selanjutnya adalah pemahaman individu terhadap
kelebihan yang dimilikinya, kemudian pemahaman dan reaksi positif terhadap
kekurangan dalam dirinya, dan selanjutnya pengalaman individu dalam menjalani
kehidupan. Kekurangan dalam proses tersebut dimungkinkan akan memberi
akibat individu mengalami hambatan untuk memperoleh kepercayaan diri.
5. Ciri-ciri Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri yang dimiliki oleh individu memiliki beberapa ciri yang
tercermin melalui perilaku individu tersebut. Zakiah (2001) menjelaskan bahwa
ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri adalah tidak memiliki keraguan
dan perasaan rendah diri dalam dirinya, tidak takut untuk memulai suatu
hubungan baru dengan orang lain, tidak suka mengkritik dan aktif dalam
pergaulan dan pekerjaan, tidak mudah tersinggung, berani mengemukakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
pendapat, berani bertindak, dapat mempercayai orang lain, dan selalu optimis
dalam menghadapi masalah.
Mastuti dan Aswi (2008) mengungkapkan bahwa karakteristik individu
yang memiliki rasa percaya diri yang proporsional diantaranya adalah:
a. Memiliki kepercayaan akan kompetensi atau kemampuan diri, sehingga
individu merasa tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan,
ataupun rasa hormat dari orang lain.
b. Menghindari menunjukkan sikap konformis untuk diterima oleh orang lain,
baik dalam kelompok tertentu ataupun dalam masyarakat. Individu akan
cenderung bersikap sewajarnya ketika bertemu dengan orang lain.
c. Memiliki keberanian dalam menerima dan menghadapi penolakan orang
lain, sehingga individu memiliki keberanian untuk menjadi diri sendiri.
Individu merasa yakin terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam dirinya.
d. Memiliki pengendalian diri yang baik, individu mampu mengatur
emosinya dengan baik sehingga mampu menghindari menyakiti perasaan
orang lain.
e. Memiliki pandangan terhadap keberhasilan atau kegagalan yang diperoleh
melalui usaha dari diri sendiri, dalam hal ini individu tidak mudah
menyerah pada nasib ataupun keadaan, serta tidak tergantung pada
harapan akan bantuan dari orang lain.
f. Memiliki cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan
situasi di luar dirinya. Individu berusaha selalu berpikir positif dalam
menghadapi sikap orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
g. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika
harapan itu tidak terwujud, individu akan tetap mampu melihat sisi positif
dalam dirinya dan dalam situasi yang terjadi.
Pendapat lain diungkapkan oleh Thursan (2002) bahwa individu dengan
kepercayaan diri memiliki beberapa ciri, yakni:
a. Memiliki kompetensi dan kemampuan diri yang memadai, sehingga
individu mampu menghadapi serta mencari penyelesaian dari masalah
dalam hidupnya.
b. Berpikir positif, yakni individu menyadari dan mengetahui bahwa dirinya
memiliki kekuatan untuk mengatasi berbagai rintangan yang menghadang.
c. Mandiri, yakni sikap individu untuk tidak bergantung pada orang lain dan
melakukan sesuatu dengan mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya.
d. Optimis, yakni individu selalu memandang masa depannya dengan
harapan yang baik dan berpikir positif tentang masa depannya.
e. Berani menerima dan menghadapi penolakan dari orang lain. Individu
mampu menerima pandangan dari orang lain serta individu berani untuk
menjadi dirinya sendiri.
f. Bersikap tenang yakni individu tidak cemas atau gugup serta mampu
menguasai diri dalam menghadapi situasi tertentu.
g. Mampu bersosialisasi dengan orang lain yakni individu mampu menjalin
komunikasi dengan orang lain yang baru dikenalnya serta menyesuaikan
diri dengan baik dalam lingkungan yang baru.
h. Mampu menetralisir ketegangan yang muncul didalam berbagai situasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Kepercayaan diri yang dimiliki oleh individu tidak selalu baik, disamping
individu dengan kepercayaan diri yang baik memiliki karakteristik tertentu,
individu dengan kepercayaan diri yang kurang baik pun memiliki beberapa
karakteristik tertentu. Rini (2002) menggambarkan beberapa karakteristik individu
yang kurang percaya diri, diantaranya yakni:
a. Individu cenderung menunjukkan sikap konformis agar mendapatkan
pengakuan dan penerimaan dari orang lain ataupun di dalam kelompok
tertentu.
b. Individu menyimpan rasa takut atau kekhawatiran didalam dirinya
terhadap penolakan yang diberikan oleh orang lain.
c. Individu cenderung memiliki kesulitan dalam menerima kekurangan dalam
dirinya dan memandang rendah kemampuan diri sendiri, namun disisi lain
memiliki harapan yang tidak realistik terhadap dirinya sendiri.
d. Individu cenderung memiliki sikap pesimis, yakni mudah menyerah dalam
mencari penyelesaian suatu masalah yang sulit dan mudah menilai segala
sesuatu dari sisi negatif.
e. Individu takut terhadap suatu kegagalan, sehingga individu cenderung
menghindari segala resiko dan tidak memiliki keberanian untuk mencapai
suatu keberhasilan.
f. Individu cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus, karena
tidak memiliki keyakinan dalam dirinya sendiri.
g. Individu mudah menyerah pada nasib, sehingga memiliki ketergantungan
terhadap keadaan serta ketergantungan terhadap bantuan dari orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
h. Individu selalu memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai
dirinya tidak mampu untuk lebih baik dari orang lain.
Bimo (dalam Tina dan Sri, 1998) menjelaskan upaya untuk membantu
individu yang memiliki kepercayaan diri yang kurang baik adalah dengan
menanamkan sifat percaya diri. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan
memberikan suasana atau kondisi yang demokratis, yakni dengan cara individu
dilatih untuk berpikir secara mandiri dan ditempatkan pada kondisi yang aman
sehingga individu tidak merasa takut untuk membuat kesalahan. Kondisi
demokrasi tersebut membuat individu melakukan evaluasi terhadap dirinya dan
belajar dari pengalaman.
6. Perkembangan Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri yang dimiliki oleh individu akan terus mengalami
perkembangan seiring dengan perkembangan individu, akan tetapi perkembangan
kepercayaan diri tersebut dapat mengalami peningkatan atau bahkan mengalami
penurunan. Mastuti dan Aswi (2008) menjelaskan bahwa perkembangan
kepercayaan diri individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni:
a. Pola asuh
Kepercayaan diri tidak diperoleh individu secara spontan, melainkan
melalui proses yang berlangsung sejak individu berusia dini dalam
kehidupan bersama orangtua. Telah disebutkan bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi kepercayaan diri individu, namun faktor pola asuh dan
interaksi pada usia dini merupakan faktor dasar bagi pembentukan rasa
percaya diri. Sikap yang dimunculkan orangtua akan diterima oleh anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
sesuai dengan persepsinya pada saat itu. Orangtua yang menunjukkan
sikap perhatian yang tulus dengan anaknya akan membangkitkan rasa
percara diri pada anak, sehingga anak akan merasa bahwa dirinya berharga
di mata orangtuanya, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa anak
seringkali melakukan kesalahan. Sikap perhatian orangtua terhadap anak
akan membuat anak merasa bahwa dirinya dihargai dan dikasihi. Anak
dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi yang dicapainya atau
perbuatan baik yang dilakukannya, namun karena eksistensinya, maka
anak tersebut di masa mendatang akan tumbuh menjadi individu yang
mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik
terhadap dirinya. Hal yang sama dilakukan oleh orangtua yakni
meletakkan harapan realistik terhadap diri anak mereka.
Perbedaan akan terlihat dari orangtua yang kurang memberikan
perhatian pada anak mereka dengan sikap orangtua yang suka mengkritik
dan sering memarahi anak, namun bila anak berbuat baik tidak pernah
memberikan pujian, serta tidak pernah merasa puas dengan hasil yang
dicapai oleh anak. Orangtua juga seringkali menunjukkan sikap
ketidakpercayaan pada kemampuan dan kemandirian anak mereka dengan
bersikap overprotective pada anak yang semakin membuat anak takut
untuk menjadi mandiri. Tindakan overprotective tersebut akan
menghambat perkembangan kepercayaan diri pada anak, dalam hal ini
anak tidak memiliki kesempatan belajar untuk mengatasi masalah dan
tantangan dengan dirinya sendiri, karena semua yang dibutuhkan telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
disediakan dan dibantu oleh orangtua. Anak selanjutnya akan merasa
bahwa dirinya lemah, selalu gagal, tidak pernah menyenangkan dan
membahagiakan orangtua, sehingga anak akan merasa rendah diri, baik di
mata saudara kandungnya yang lain ataupun di hadapan teman-temannya.
b. Pola Pikir Negatif
Individu hidup dalam lingkungan masyarakat akan mengalami
berbagai masalah dan kejadian, serta mengalami bertemu dan
berkomunikasi dengan orang-orang yang baru dikenalnya. Reaksi individu
terhadap orang lain ataupun terhadap suatu peristiwa dipengaruhi oleh cara
berpikir individu tersebut dalam mempersepsikan sesuatu yang ada
dihadapannya. Individu yang memiliki rasa percaya diri yang lemah
cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi negatif. Individu tersebut
tidak menyadari bahwa pandangan negatif tersebut berasal dari dalam
dirinya yang tidak yakin akan kemampuan yang dimilikinya.
D. Remaja Panti Asuhan
Seorang individu pada perkembangannya akan melewati suatu tahapan
perkembangan salah satunya adalah remaja atau masa-masa remaja. Hurlock
(2006) menjelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan individu dari anak-
anak menuju dewasa atau dapat dikatakan bahwa masa remaja merupakan masa
transisi antara masa anak-anak menuju masa dewasa. Masa transisi ini membuat
remaja memiliki tempat yang kurang jelas dalam tahapan perkembangan individu,
berbeda dengan masa anak-anak dan masa dewasa yang memiliki perbedaan yang
berarti. Masa anak-anak adalah masa seseorang belum berkembang secara penuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
artinya pada masa ini seseorang mulai belajar untuk mengenal dunia luar atau
lingkungan sekitarnya dengan meniru cara bicara dan juga tindakan orang lain.
Lain halnya dengan masa dewasa yakni masa seseorang telah berkembang secara
penuh dan telah melewati hampir semua tahapan perkembangannya serta telah siap
dalam menerima kedudukannya didalam masyarakat. Remaja tidak memiliki status
yang jelas karena dirinya bukanlah lagi seorang anak-anak, namun belum dapat
juga dikatakan telah dewasa (Hurlock, 2006).
Remaja dalam perkembangannya tidak dapat lepas dari dari peran orang
tua yang merupakan sosok yang menjadi panutan dalam membentuk
kepribadiannya, namun dapat dipahami bahwa tidak semua remaja memiliki
kesempatan untuk tinggal dengan orang tuanya. Beberapa sebab terjadi dalam
kehidupan masyarakat yang terpaksa membuat anak terpisah dengan orang tuanya,
yakni orang tua yang memiliki keterbatasan ekonomi sehingga harus merantau
mencari nafkah, selain itu ada juga sebab orang tua sudah tidak ada, sehingga anak
harus tinggal di panti asuhan dan melewati masa remaja di dalam panti asuhan.
Tinggal dalam panti asuhan tentunya memiliki perbedaan berarti dengan tinggal
dalam rumah sendiri dengan keluarga, dalam panti asuhan terdapat tata tertib yang
harus dipatuhi oleh semua penghuni panti asuhan tanpa terkecuali. Adanya tata
tertib ini seringkali membuat remaja menjadi bosan dan merasa tertekan.
Nurul (2001) dalam hasil penelitiannya menggambarkan bahwa anak yang
tinggal di panti asuhan mengalami masalah psikologis dengan karakteristik
diantaranya adalah kepribadian yang inferior, pasif, bersikap apatis, menarik diri,
mudah putus asa, penuh dengan ketakutan dan kecemasan. Disamping karakteristik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
tersebut, anak yang tinggal di panti asuhan cenderung menunjukkan perilaku yang
negativistis, takut untuk melakukan kontak dengan orang lain, lebih menyukai
sendirian, menunjukkan rasa bermusuhan, dan lebih egosentrisme, sehingga akan
sulit menjalin hubungan sosial dengan orang lain.
Menurut Eny, salah satu pengasuh pada Panti Asuhan Nur Hidayah
Surakarta, remaja yang tinggal di panti asuhan pandai untuk menyembunyikan
masalah yang sedang dihadapinya dan cenderung untuk memanupulasi keadaan
dirinya. Di sisi lain, remaja panti memiliki sikap kemandirian yang cukup tinggi
karena telah ditanamkan sejak dini untuk tidak bergantung dengan orang lain.
E. Hubungan Antara Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan
Interaksi Sosial pada Remaja
Sebuah pepatah mengatakan "No man is a island" yang artinya tidak ada
manusia yang dapat hidup sendiri. Gambaran diri manusia melalui pepatah
tersebut cukup substansial karena manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang
suka berinteraksi. Interaksi yang dimaksud pun tidak selalu eksklusif antar
manusia, tetapi juga inklusif dengan seluruh mikrokosmos, termasuk interaksi
manusia dengan seluruh alam ciptaan Tuhan. Interaksi memiliki arti yakni satu
pertalian sosial antar individu yang sangat baik sehingga individu yang
bersangkutan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Chaplin, 1981).
Interaksi antara individu satu dengan individu yang lainnya ataupun dengan suatu
kelompok individu tertentu dapat dikatakan sebagai interaksi sosial. Sears (dalam
Yioe dan Agoes, 2002) menjelaskan, bahwa interaksi sosial merupakan hal yang
mendasar di dalam kehidupan manusia. Interaksi sosial terjadi bukan hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
karena manusia sebagai mahluk sosial dan untuk mempertahankan hidupnya,
tetapi juga untuk melakukan berbagai kegiatan. Bagi remaja melakukan interaksi
dengan orang lain diluar lingkungan keluarga merupakan kebutuhan yang penting.
Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan individu karena
tanpa interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama. Gillin dan Gillin
(dalam Soekanto, 2000) mengungkapkan bahwa interaksi sosial juga merupakan
hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara individu satu dengan
individu yang lainnya, antara individu dengan suatu kelompok tertentu maupun
antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Bagi remaja berinteraksi dengan
teman sebaya seringkali membuatnya memiliki keinginan untuk menjadi pusat
perhatian, karena remaja merasa dirinya telah memiliki peran di dalam lingkungan
sekitarnya. Keinginan untuk menjadi pusat perhatian tentunya tidak dapat terlepas
dari rasa percaya diri yang dimiliki dalam diri remaja. Individu yang memiliki
percaya diri yang tinggi akan lebih dapat menjalin interaksi dengan orang lain
disekitarnya dengan lebih baik. Sebaliknya individu dengan percaya diri yang
kurang atau rendah akan selalu merasa rendah diri dan cenderung untuk menarik
diri dari pergaulan.
Neill (2005) menjelaskan bahwa kepercayaan diri atau disebut self-
confidence merupakan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang tentang penilaian
terhadap kemampuannya, sehingga dapat memperoleh keberhasilan yang
diharapkan. Kepercayaan diri atau self confidence tersebut merupakan perpaduan
antara self esteem yakni perasaan positif terhadap diri dan keyakinan akan sesuatu
yang berharga didalam diri dan self-efficacy yakni keyakinan akan kompetensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
yang dimiliki untuk dapat menjalankan tugas ataupun menyelasaikan masalah
yang dihadapi. Kepercayaan diri dapat diartikan sebagai efek dari yang dirasakan,
diyakini, dan diketahui oleh individu. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri
yang rendah atau kehilangan kepercayaan diri memiliki perasaan negatif terhadap
dirinya, memiliki keyakinan lemah terhadap kemampuan dirinya, dan punya
pengetahuan yang kurang akurat terhadap kapasitas yang dimilikinya.
Kepercayaan diri seseorang juga berkaitan dengan dua hal yang paling mendasar
dalam praktek kehidupan. Pertama, kepercayaan diri terkait dengan usaha
seseorang dalam memperjuangkan keinginannya untuk meraih sesuatu yang
diinginkan. Kedua, kepercayaan diri terkait dengan kemampuan seseorang dalam
menghadapi masalah yang menghadang untuk mencapai keinginannya.
Kepercayaan diri seseorang dapat terbentuk karena adanya konsep diri, kondisi
fisik, pengalaman hidup, kegagalan dan kesuksesan, pendidikan, serta peran
lingkungan.
Kepercayaan diri yang dimiliki oleh seseorang dipengaruhi oleh konsep
diri yang ada dalam dirinya. Konsep diri itu sendiri merupakan semua ide, pikiran,
kepercayaan dan pendirian yang individu ketahui tentang dirinya dan hal tersebut
mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Thursan (2002)
menjelaskan bahwa langkah awal untuk menumbuhkan rasa percaya diri adalah
pemahaman diri yang berarti pemahaman terhadap kelebihan dan kekurangan diri
sendiri. Brophy (dalam Ermida, 2006) mengemukakan bahwa konsep diri juga
dapat dipandang sebagai persepsi seseorang tentang kelebihannya, kelemahannya,
kemampuan juga perilakunya. Seseorang dengan konsep diri yang positif akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
lebih cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru daripada seseorang
dengan konsep diri yang negatif (Ermida, 2006). Selanjutnya Hellen (2006)
menjelaskan bahwa konsep diri yang positif cenderung mendorong seseorang
untuk bersikap optimis dan sangat percaya diri untuk menghadapi situasi yang ada
diluar diri individu. Konsep diri juga merupakan evaluasi seseorang mengenai
dirinya sendiri atau penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri. Melalui
evaluasi ini seseorang dapat memahami diri sendiri dan akan tahu siapa dirinya
yang kemudian akan berkembang menjadi kepercayaan diri.
Mastuti dan Aswi (2008) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri
merupakan sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk
mengembangkan penilaian positif terhadap lingkungan sekitar atau situasi yang
sedang dihadapi, dengan adanya kepercayaan diri tersebut individu mampu
mengadakan interaksi dengan lingkungan disekitarnya. Hal serupa diungkapkan
oleh Hambly (1992) bahwa kepercayaan diri lebih banyak berkaitan dengan
hubungan seseorang dengan orang lain, dengan cara tidak merasa inferior
dihadapan siapapun dan merasa sebaik seperti orang lain, tidak merasa canggung
dihadapan orang banyak, dan merasa nyaman dengan sesuatu yang diinginkan.
Seseorang yang memiliki kepercayaan diri akan merasa tentram dengan dirinya
sendiri, teman, dan masyarakat. Hal tersebut akan membuat seseorang dapat
menjalin interaksi yang baik dengan masyarakat luas.
Coleman (dalam Tina dan Sri, 1998) mengungkapkan bahwa kepercayaan
diri remaja berkembang melalui evaluasi terhadap diri sendiri, karena dengan
evaluasi tersebut remaja dapat mengetahui tentang dirinya dan akan memahami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
keadaan dirinya. Remaja dengan kepercayaan diri yang tinggi akan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya, dan akan berinteraksi dengan
orang-orang yang ada disekitarnya. Disamping kepercayaan diri yang tinggi,
konsep diri positif yang dimiliki oleh remaja juga mendorong individu dalam
melakukan interaksi dengan orang lain dan juga berperan dalam lingkungan
sekitar tempat remaja berada.
F. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Interaksi Sosial pada Remaja
Masa remaja dalam perjalanan perkembangan seseorang merupakan masa
yang memiliki makna khusus dibandingkan dengan masa perkembangan yang lain.
Memiliki makna khusus dalam hal ini adalah bahwa masa remaja merupakan
masa seseorang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak menuju ke masa
dewasa. Pada masa peralihan ini remaja merasakan pergolakan fisik dan psikis
yang kuat ibarat badai dan topan. Kedudukan masa remaja dalam perjalanan
perkembangan seseorang yang berada pada masa transisi antara masa anak-anak
dan masa dewasa membuat masa remaja memiliki tempat yang kurang jelas dalam
tahapan perkembangan. Hurlock (2006) mengungkapkan bahwa remaja tidak
memiliki status yang jelas karena dirinya bukanlah lagi seorang anak dan belum
dapat dikatakan sudah dewasa.
Seiring dengan perkembangan seseorang yang telah mencapai masa remaja
maka konsep diri yang dimiliki perlahan-lahan telah terbentuk dalam diri
seseorang. Pudjijogyanti (1995) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan sikap
dan pandangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya. Konsep diri memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam menentukan perilaku seseorang, oleh karena itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
seseorang akan berperilaku sesuai dengan konsep diri yang dimilikinya (Wima,
2009). Konsep diri yang positif akan menimbulkan perilaku yang baik dari
seseorang. Sebaliknya jika seseorang memiliki konsep diri yang negatif, maka
akan menimbulkan perilaku yang kurang baik dan pada umumnya lebih banyak
mengalami gangguan psikologis.
Hasil Penelitian Parlikar (dalam Ester, 2007) mengatakan bahwa konsep
diri memiliki korelasi positif dengan kemampuan penyesuaian personal, sosial,
dan berbagai penyesuaian dibidang lain. Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang
memiliki konsep diri positif akan mampu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitarnya. Penyesuaian diri dalam hal ini merupakan hal yang penting,
karena pada hakikatnya remaja adalah manusia yang merupakan mahluk sosial
dan tidak dapat hidup sendiri. Konsep diri positif yang dimiliki remaja akan
memudahkannya untuk menjalin interaksi dengan orang lain disekitarnya dan juga
dengan lingkungan tempat tinggalnya.
G. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial pada
Remaja
Seseorang yang memasuki masa remaja akan mengalami berbagai
perubahan dalam dirinya, diantaranya perubahan intelektual dan pola pikir,
perubahan fisik, tanggung jawab, perasaan, dan perubahan sosial yang menuntut
remaja untuk terjun kedalam masyarakat luas. Erikson (dalam Ester, 2007)
memandang bahwa masa remaja adalah masa yang penih dengan krisis, baik
krisis fisik, psikis, maupun sosial yang kesemuanya bertujuan untuk
pengembangan diri remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Masa remaja juga masa seseorang merasa telah memiliki peran dalam
lingkungannya. Perasaan memiliki peran ini menimbulkan keinginan dalam diri
remaja untuk menjadi pusat perhatian didalam lingkungannya. Keinginan untuk
menjadi pusat perhatian tentunya tidak terlepas dari rasa percaya diri yang
dimiliki dalam diri remaja. Kepercayaan diri merupakan hal yang tidak asing
lagi dalam kehidupan remaja. Thursan (2002) menjelaskan bahwa rasa percaya
diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang
dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa memiliki kemampuan
untuk dapat mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya. Kepercayaan diri yang
dimiliki akan mendorong seseorang untuk meraih segala sesuatu yang menjadi
cita-citanya. Remaja dengan kepercayaan diri yang tinggi memiliki keyakinan
untuk dapat meraih cita-citanya.
Rasa percaya diri dibutuhkan oleh remaja tidak hanya dalam mendorong
remaja untuk meraih cita-cita yang diinginkan, tetapi juga memudahkan remaja
untuk berperan dalam lingkungannya. Larson dkk (dikutip oleh Sears, dalam
Yioe dan Agoes, 2002) mengungkapkan bahwa remaja menghabiskan sebagian
besar waktunya dengan orang lain, terutama dengan teman-teman sebayanya
sehingga dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan kebutuhan yang
penting dan mendasar bagi remaja. Seseorang dengan kepercayaan yang tinggi
akan lebih dapat menjalin interaksi dengan orang lain disekitarnya dengan lebih
baik. Sebaliknya seseorang dengan kepercayaan diri yang rendah akan selalu
merasa rendah diri dan cenderung untuk menarik diri dari pergaulan sehingga
interaksi tidak dapat berjalan dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
H. Kerangka Pemikiran
Setiap individu akan mengalami masa remaja dalam tahapan
perkembangan kehidupannya. Kehidupan remaja tidak dapat dipisahkan dari
lingkungan tempat tinggalnya, terutama keluarga. Peran keluarga dalam hal ini
penting dalam membentuk konsep diri serta kepercayaan diri yang berkembang
dalam diri remaja. Dapat dipahami bahwa tidak semua remaja dapat tinggal
bersama keluarganya, terutama orang tuanya. Berbagai sebab terjadi dalam
kehidupan masyarakat yang terpaksa membuat anak terpisah dengan orang
tuanya, yakni banyak orang tua yang merantau mencari nafkah sehingga anak
harus tinggal dengan neneknya, ada juga orang tua yang bercerai sehingga anak
ikut saudara atau neneknya, bahkan ada juga disamping sebab keduanya, orang
tua sudah tidak ada sehingga anak harus tinggal di panti asuhan.
Panti asuhan merupakan suatu lembaga kesejahteraan sosial sebagai
pengganti fungsi keluarga yang bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan
fisik, psikis, maupun sosial kepada anak asuhannya serta memberikan bekal dasar
yang dibutuhkan anak asuh dalam perkembangannya, sehingga anak-anak panti
asuhan dapat memperoleh kesempatan yang luas dan memadai bagi
perkembangan kepribadiannya sama halnya seperti anak-anak yang diasuh oleh
orang tuanya. Berkembang didalam lingkungan panti asuhan tentunya memiliki
perbedaan dibandingkan dengan berkembang dalam lingkungan keluarga, karena
dalam panti asuhan pengasuhan dilakukan oleh beberapa orang pengasuh kepada
anak asuh dengan jumlah yang besar (mencapai 30 anak), sedangkan didalam
keluarga atau dirumah pengasuhan kepada anak dengan jumlah yang relatif kecil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
(1-5 anak) dan diasuh oleh orang tua sendiri. Anak yang dibesarkan dalam
lingkungan panti asuhan mengalami masa perkembangan dan melalui hidupnya
dalam lingkungan yang terbatas, maka masa remaja pun juga dilalui didalam panti
asuhan yang suasananya berbeda dengan rumah sendiri. Remaja panti asuhan juga
dihadapkan pada peraturan dan tata tertib didalam panti yang harus dipatuhi
sehingga seringkali membuat remaja merasa kurang bebas dan terbatasi sehingga
potensi dalam diri remaja kurang berkembang dengan baik. Disamping itu,
seringkali remaja menemui kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan peraturan
ketat di dalam panti asuhan sehingga tidak jarang remaja dilanda rasa bosan dan
merasa tertekan.
Permasalahan yang bergejolak didalam diri remaja yang tinggal di panti
asuhan juga tidak lepas dari masalah dalam tercapainya konsep diri yang positif
serta kepercayaan diri yang dimiliki oleh remaja yang tinggal di panti asuhan.
Remaja panti asuhan cenderung memiliki penilaian yang negatif terhadap keadaan
dirinya yang hanya anak panti asuhan dan memiliki pikiran “saya hanya anak
panti asuhan” di dalam dirinya. Pemikiran seperti ini dipengaruhi oleh situasi di
dalam panti asuhan yang mengharuskan remaja untuk mengikuti semua aturan-
aturan yang dibuat di dalam panti asuhan, sehingga remaja merasa dirinya tidak
memiliki kesempatan untuk berkembang menjadi lebih baik.
Konsep diri positif itu sendiri akan mendorong remaja panti asuhan untuk
bersikap optimis dalam menghadapi segala tantangan yang ada dihadapannya,
terutama dalam menjalin interaksi dengan orang lain baik didalam lingkungan
panti asuhan maupun diluar panti asuhan seperti di sekolah bahkan hingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
interaksi dengan masyarakat luas. Sama halnya dengan kepercayaan diri yang
dimiliki dalam diri remaja panti asuhan, karena kepercayaan diri akan membuat
remaja panti asuhan merasa tentram dengan dirinya sendiri, teman sesama
penghuni panti asuhan dan juga teman di sekolah, serta masyarakat. Konsep diri
yang dimiliki turut mendukung perasaan tentram remaja panti asuhan dalam
menghadapi lingkungan sekitarnya sehingga mampu berperilaku baik dan sesuai
dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Perilaku yang sesuai membuat
remaja panti asuhan akan dengan mudah berkomunikasi dengan orang lain
selanjutnya akan mengarah terjadinya suatu interaksi. Hal tersebut akan membuat
remaja panti asuhan dapat menjalin interaksi yang baik berawal dari interaksi
antara sesama penghuni panti asuhan, antara teman-teman di sekolah, interaksi
dengan guru di sekolah hingga interaksi dengan masyarakat luas.
Uraian diatas dapat digambarkan melalui kerangka pemikiran sebagai
berikut :
Gambar 1
Kerangka Pemikiran
Konsep Diri Remaja
Kepercayaan Diri Remaja
Interaksi sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
I. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan beberapa hipotesis yang
akan dibuktikan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Ada hubungan positif antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan
interaksi sosial remaja panti asuhan.
2. Ada hubungan positif antara konsep diri dengan interaksi sosial remaja
panti asuhan.
3. Ada hubungan positif antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial
remaja panti asuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel merupakan suatu konsep yang mempunyai pengertian yang
menggambarkan adanya variasi. Variabel dapat disebut sebagai suatu konstruk
yang bervariasi atau yang dapat memiliki berbagai nilai tertentu. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel tergantung : Interaksi sosial
2. Variabel bebas : a. Konsep diri
b. Kepercayaan diri
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal
yang didefinisikan dan dapat diamati atau dapat diobservasi. Konsep dapat
diamati atau diobservasi penting, karena hal yang dapat diamati tersebut membuka
kemungkinan bagi seseorang untuk melakukan penelitian, sehingga dapat
diperoleh suatu hasil yang menggambarkan kebenaran yang faktual berdasarkan
temuan-temuan di lapangan.
1. Interaksi sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan antara individu satu dengan individu
lain yang keduanya saling mempengaruhi. Interaksi dapat juga berarti satu
pertalian sosial antara individu satu dengan yang lain sehingga individu yang
bersangkutan saling mempengaruhi satu dan yang lainnya. Interaksi sosial
merupakan kunci dari semua kehidupan seseorang, karena tanpa interaksi sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
tidak akan dicapai kesepakatan dan kebersamaan didalam kehidupan. Untuk
mengetahui interaksi sosial yang dimiliki oleh remaja panti asuhan diungkapkan
melalui skala sikap interaksi sosial yang dibuat berdasarkan bentuk-bentuk dari
interaksi sosial. Bentuk tersebut yakni kerja sama, akomodasi, dan asimilasi
(Soekanto, 2000). Semakin tinggi skor yang dihasilkan maka semakin baik pula
interaksi yang dilakukan oleh individu tersebut.
2. Konsep diri
Konsep diri dapat didefinisikan sebagai gambaran individu mengenai
dirinya sendiri yang diyakini sebagai nilai diri yang direalisasi dalam perilaku
sehari-hari. Disamping itu dapat juga dikatakan bahwa konsep diri merupakan
pandangan atau persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya sendiri. Konsep diri
yang dimiliki seseorang mampengaruhi perilakunya ditengah masyarakat. Konsep
diri yang dimiliki oleh remaja panti asuhan diungkap melalui skala sikap konsep
diri yang dibuat berdasarkan aspek konsep diri yang meliputi aspek fisik, aspek
psikis, aspek sosial, dan aspek moral (Berzonsky dalam Miftah dan Usmi, 2006).
Semakin tinggi skor yang dihasilkan, maka semakin positif pula konsep diri yang
dimiliki individu tersebut.
3. Kepercayaan diri
Kepercayaan diri merupakan sikap positif individu yang mendorong
dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungan sekitarnya. Disamping itu dapat juga dikatakan bahwa
kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang ada
dalam dirinya. Kepercayaan diri yang dimiliki remaja panti asuhan diungkap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
melalui skala kepercayaan diri yang dibuat berdasarkan ciri-ciri individu yang
memiliki kepercayaan diri yakni memiliki kompetensi diri, berfikir positif atau
optimis, mandiri, berani menerima penolakan orang lain, dan mampu
bersosialisasi dengan orang lain (Thursan, 2002). Semakin tinggi skor yang
dihasilkan maka semakin tinggi pula kepercayaan diri yang dimiliki individu
tersebut.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan individu atau subjek yang diteliti yang
memiliki beberapa karakteristik yang sama. Populasi pada penelitian ini
adalah semua remaja yang ada di Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta
yang berusia 13-17 tahun, dengan jumlah populasi sebanyak 40 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang representative atau dapat
mewakili dari populasi yang akan diteliti yakni yang memiliki ciri-ciri
yang sama dengan populasi. Sampel pada penelitian ini adalah remaja
yang berusia 13-17 tahun dan tinggal di panti asuhan. Sampel berjumlah
sebanyak jumlah populasi yakni 40 orang, dikarenakan jumlah populasi
yang terbatas maka semua anggota populasi dijadikan sampel.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skala psikologi. Skala psikologi memiliki karakteristik khusus yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
membedakannya dari bentuk alat pengumpulan data yang lain seperti angket,
daftar isian, ataupun inventori.
Tiga jenis skala sikap yang digunakan didalam penelitian ini, yaitu skala
sikap tentang interaksi sosial, skala sikap tentang konsep diri, dan skala sikap
tentang kepercayaan diri. Tiap-tiap skala sikap memiliki ciri-ciri empat alternatif
jawaban yang dipisahkan menjadi pernyataan favorable dan unfavorable, yaitu
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), serta Sangat Tidak Setuju
(STS).
Tabel 1 Tabel Distribusi Skor Skala
Pilihan Jawaban Bentuk Pernyataan Favorable Unfavorable
Sangat Setuju (SS) 4 1 Setuju (S) 3 2 Tidak Setuju (TS) 2 3 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
1. Skala Interaksi Sosial
Skala interaksi sosial yang digunakan pada penelitian ini disusun
berdasarkan bentuk-bentuk dari interaksi sosial. Bentuk tersebut yakni
kerja sama, akomodasi, dan asimilasi yang dikemukakan oleh Soekanto
(2000).
Skala interaksi sosial dalam penelitian ini terdiri atas aitem
favorable dan aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat
alternatif jawaban. Aitem favorable adalah aitem yang mengandung nilai-
nilai yang mendukung secara positif terhadap suatu pernyataan tertentu.
Aitem unfavorable adalah aitem yang mengandung nilai-nilai yang
mendukung secara negatif terhadap suatu pernyataan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Tabel 2 Blue print Skala Interaksi Sosial
Konsep Dasar Aspek Indikator No. Aitem Jumlah favorable unfavorable
Interaksi sosial merupakan hubungan antara individu satu dengan individu lain yang keduanya saling mempengaruhi, dapat juga berarti satu pertalian sosial antara individu satu dengan yang lain sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu dan yang lainnya.
1. Kerja sama 1.1. Memiliki keinginan menolong orang lain
1.2. Mampu bekerja sama dengan orang lain
1.3. Memiliki tujuan untuk kepentingan bersama
1,2,3
6,7,8
11,12,13
4,5
9,10
14,15
15
2. Akomodasi 2.1. Mampu berkomunikasi dengan baik
2.2. Mampu menghormati orang lain
2.3. Mampu menjalin interaksi dengan orang lain
16,17,18
21,22,23
26,27,28
19,20
24,25
29,30
15
3. Asimilasi 3.1. Merasa sama dengan orang lain
3.2. Mampu bersahabat dengan orang lain
3.3. Mampu memahami keadaan orang lain
31,32,33
36,37,38
41,42,43
34,35
39,40
44,45
15
Jumlah 27 18 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
2. Skala Konsep Diri
Skala konsep diri yang digunakan dalam penelitian ini disusun
berdasarkan aspek konsep diri yang yang dikemukakan oleh Berzonsky
(dalam Miftah dan Usmi, 2006) meliputi aspek fisik, aspek psikis, aspek
sosial, dan aspek moral.
Skala konsep diri dalam penelitian ini terdiri atas aitem favorable
dan aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat alternatif
jawaban. Aitem favorable adalah aitem yang mengandung nilai-nilai yang
mendukung secara positif terhadap suatu pernyataan tertentu. Aitem
unfavorable adalah aitem yang mengandung nilai-nilai yang mendukung
secara negatif terhadap suatu pernyataan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Tabel 3 Blue print Skala Konsep Diri
Konsep Dasar Aspek Indikator No. Aitem Jumlah favorable unfavorable
Konsep diri merupakan gambaran individu mengenai dirinya sendiri yang diyakini sebagai nilai diri yang direalisasi dalam perilaku sehari-hari. Konsep diri yang dimiliki seseorang mampengaruhi perilakunya ditengah masyarakat.
1. Aspek fisik
1.1. Percaya dirinya menarik
1.2. Mampu bicara dengan baik
1.3. Yakin dengan keadaan tubuh yang dimiliki
1,2,3
6,7,8
11,12,13
4,5
9,10
14,15
15
2. Aspek psikis
2.1. Yakin dengan kemampuan diri
2.2. Percaya dirinya berarti bagi orang lain
2.3. Memiliki keinginan meraih cita-cita
16,17
20,21
24,25
18,19
22,23
26,27
12
3. Aspek sosial
3.1. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
3.2. Mampu menjalin interaksi dengan orang lain
3.3. Mampu bekerja sama
28,29
32,33
36,37
30,31
34,35
38,39
12
4. Aspek moral
4.1. Mampu bersikap sesuai dengan norma
4.2. Mampu bersikap jujur
4.3. Mampu mengambil keputusan
40,41
44,45
48,49
42,43
46,47
50,51
12
Jumlah 30 21 51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
3. Skala Kepercayaan Diri
Skala kepercayaan diri yang digunakan dalam penelitian ini
disusun berdasarkan ciri-ciri individu yang memiliki kompetensi diri,
berfikir positif atau optimis, mandiri, berani menerima penolakan orang
lain, dan mampu bersosialisasi dengan orang lain yang dikemukakan oleh
Thursan (2002).
Skala kepercayaan diri dalam penelitian ini terdiri atas aitem
favorable dan aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat
alternatif jawaban. Aitem favorable adalah aitem yang mengandung nilai-
nilai yang mendukung secara positif terhadap suatu pernyataan tertentu.
Aitem unfavorable adalah aitem yang mengandung nilai-nilai yang
mendukung secara negatif terhadap suatu pernyataan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Tabel 4 Blue print Skala Kepercayaan Diri
Konsep Dasar Aspek Indikator No. Aitem Jumlah favorable unfavorable
Kepercayaan diri merupakan sikap positif individu yang mendorong dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnya. Dapat juga dikatakan sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang ada dalam dirinya.
1. Memiliki kompetensi diri
1.1. Mampu menyelesaikan masalah
1.2. Mampu bersaing dengan orang lain secara sehat
1,2,3
6,7,8
4,5
9,10
10
2. Berpikir positif atau optimis
2.1. Yakin dengan kemampuan yang dimiliki
2.2. Yakin dengan keputusan yang diambil
2.3. Mampu mengatasi rintangan yang menghadang
11,12,13
16,17,18
21,22,23
14,15
19,20
24,25
15
3. Mandiri 3.1. Mampu mengarahkan diri sendiri
3.2. Mampu mencapai tujuan yang diharapkan
26,27
30,31
28,29
32,33
8
4. Berani menerima penolakan orang lain
4.1. Mampu bersikap tenang dihadapan orang lain
4.2. Merasa bangga terhadap diri sendiri
4.3. Yakin dengan dirinya sendiri
34,35
38,39
42,43
36,37
40,41
44,45
12
5. Mampu bersosialisasi
5.1. Mampu berbicara sopan
5.2. Mengalihkan emosi menjadi motivasi
5.3. Menerima penolakan sebagai pelajaran
46,47
50,51
54,55
48,49
52,53
56,57
12
Jumlah 31 26 57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
E. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang berarti tingkat ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi ukurnya. Validitas dapat
berarti kemampuan yang dimiliki alat ukur tersebut untuk mengukur atribut yang
alat tersebut dirancang untuk mengukurnya.
Untuk menguji validitas alat ukur dalam penelitian ini digunakan validitas
isi. Validitas isi yaitu dengan menguji butir pertanyaan atau butir pernyataan yang
diestimasi dengan berdasarkan pendapat professional (professional judgement).
Untuk penelitian ini pengujian butir pertanyaan atau butir pernyataan diestimasi
melalui pendapat professional (professional judgement) yaitu pembimbing, yang
dilakukan sebelum melaksanakan try out atau uji coba terhadap alat ukur.
Selanjutnya dilakukan seleksi aitem yang fungsi ukurnya sesuai dengan fungsi
ukur skala yang dikehendaki. Hal tersebut dilihat dari konsistensi antara fungsi
aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan disebut dengan konsistensi aitem
total, yang akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix). Uji validitas
tersebut dikenakan pada tiga skala yang akan digunakan dalam penelitian ini, dan
ketiga skala tersebut akan diuji validitas aitemnya dengan menggunakan Product
moment dari Pearson.
2. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability. Berbagai nama
muncul sebagai nama lain dari reliabilitas seperti, keterpercayaan, keterandalan,
keajegan, kestabilan, ataupun konsistensi, akan tetapi ide pokok yang terkandung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
dalam konsep reliabilitas adalah bahwa hasil dari suatu pengukuran dapat
dipercaya. Hasil pengukuran dapat dikatakan reliabel apabila dalam pelaksanaan
pengukuran yang dilakukan berulang-ulang terhadap kelompok subjek yang sama
diperoleh hasil yang relatif sama. Suatu alat ukur dikatakan reliabel atau dapat
dipercaya apabila alat ukur tersebut dapat menunjukkan konsistensi hasil
pengukurannya apabila alat ukur tersebut relevan atau tidak dengan teknik yang
akan digunakan Cronbach. Teknik untuk mengetahui reliabilitas alat ukur dalam
penelitian ini menggunakan analisis reliabilitas Cronbach’s Alpha.
F. Teknik Analisis Data
Langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis yaitu untuk membuktikan
adanya hubungan antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial
remaja panti asuhan, maka teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
Statistic Parametric Multiple Regression dan dengan bantuan program SPSS 16.0
for Windows. Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji hubungan
antara dua variabel bebas yaitu konsep diri dan kepercayaan diri dengan satu
variabel tergantung yaitu interaksi sosial, serta memprediksi seberapa besar
variabel-variabel bebas tersebut berpengaruh terhadap interaksi sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi Tempat Penelitian
Penentuan terhadap tempat penelitian dan persiapan mengenai segala sesuatu
yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian merupakan tahap awal yang dilakukan
peneliti sebelum melaksanakan penelitian. Penentuan tempat penelitian ini
disesuaikan dengan populasi yang sebelumnya telah ditetapkan oleh penulis sehingga
penelitian mengenai “Hubungan Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi
Sosial Pada Remaja Panti Asuhan” ini dilaksanakan di Panti Asuhan Nur Hidayah
Surakarta.
Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta berdiri pada tahun 1992 berdasarkan
akte Notaris Anton Wahyu Pramono, SH Nomor 10 tanggal 7 Februari 1992 yang
telah diadakan perubahan masing-masing melalui Notaris Tjondro Santoso, SH
dengan Akta Perubahan Nomor 75 tanggal 24 April 1993 dan Notaris H. Made Tony
Rodhiyarto, SE., SH Nomor 7 tanggal 15 Januari 2004. Panti Asuhan Nur Hidayah
ini berkantor pusat di Jl. Pisang Nomor 12 Kelurahan Kerten Kecamatan Laweyan
Surakarta. Panti Asuhan Anak Yatim Nur Hidayah sudah terdaftar dalam Ijin ORSOS
nomor 283/ORSOS/2003/2007 tanggal 6 Maret 2007 yang dikeluarkan oleh Dinas
Kesejahteraan Sosial Propinsi Jawa Tengah. Yayasan Nur Hidayah Surakarta
bergerak dibidang pendidikan dan sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Pada tahun 1997 diresmikan Panti Asuhan Yatim Putra tingkat Sekolah Dasar
dengan jumlah anak asuh sebanyak 20 orang. Asrama Panti Asuhan Yatim Putra ini
berada di Jl. Pisang No. 23 Kerten Surakarta. Saat ini jumlah anak asuh yang diasuh
sebanyak 27 orang.
Pada tahun 2002 didirikan Panti Asuhan Yatim Putri di Jl. Pisang I No. 1
Kerten Surakarta. Saat ini jumlah anak asuh putri sebanyak 20 orang. Selanjutnya
pada tanggal 21 Juli 2007 Panti Asuhan Yatim Putra yang terletak di Jl. Bone Timur
III Kelurahan Banyuanyar Surakarta diresmikan oleh Walikota Surakarta. Saat ini
jumlah anak asuh yang menempati sebanyak 14 orang, dengan diresmikannya asrama
yang baru di Banyuanyar tersebut, maka jumlah seluruh anak asuh putra dan putri
Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta adalah sebanyak 61 orang.
Pada tanggal 20 Maret 2010, diresmikan oleh Ir. H. Joko Widodo penggunaan
Wisma Yatim Yayasan Nur Hidayah Surakarta yang berada di Jl, Pisang No. 2 Kerten
Laweyan Surakarta. Diatas lahan 300 meter persegi tersebut dibangun bangunan
berlantai dua. Lantai 1 dipergunakan untuk kegiatan life skill, poliklinik, serta
majalah Nur Hidayah, sedangkan pada lantai 2 dipergunakan untuk asrama yatim
putri Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Hingga saat ini Panti Asuhan Nur
Hidayah Surakarta telah memiliki empat asrama untuk anak asuhnya, dua asrama
untuk putra dan dua untuk putri.
Jumlah anak asuh Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta terus mengalami
pasang surut seiring dengan tingkat sekolah, ada yang sudah lulus dan bekerja
sehingga digantikan dengan anak baru. Saat ini Panti Asuham Nur Hidayah Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
menampung sebanyak 72 anak asuh dengan usia sekolah Taman Kanak-kanak (TK)
hingga usia Sekolah Menengah Atas (SMA). Panti Asuhan Nur Hidayah akan terus
menerima anak asuh dengan kategori yatim, yatim piatu, dan miskin.
Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta memiliki visi dan misi sebagai berikut :
Visi Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta
Mewujudkan tegaknya pengamalan ajaran Islam dalam setiap aspek
kehidupan umat
Misi Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta
1. Membentuk generasi robbani yang cerdas, disiplin, dan bertaqwa kepada
Allah SWT.
2. Mengembangkan sikap kepedulian (khidmatul ummah), tanggung jawab, dan
komitmen (iltizam) bagi Izzah Islam wal Muslimin.
3. Mengembangkan sumber-sumber ekonomi produktif berbasis umat
4. Berperan aktif sebagai perekat dan pemersatu umat
Yayasan Nur Hidayah Surakarta memiliki beberapa tujuan, diantaranya
adalah:
1. Membangun Markazul Islamy (Islamic Centre) yang memiliki sarana dan
prasarana yang lengkap dan dikelola secara profesional dalam rangka
mendukung berbagai aktivitas keislaman di kota Surakarta.
2. Mendidik generasi Qur'ani yaitu SDM muslim yang lurus, bersih dan benar
ibadahnya, mulia akhlaqnya, luas wawasannya, kuat jasmaninya, produktif
serta profesional dalam bidang keahliannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Keseluruhan jumlah anak yatim di Panti Asuhan Yatim Nur Hidayah Surakarta
yang berada di empat lokasi pada tahun 2010, dapat dituliskan dalam tabel berikut.
Tabel 5 Jumlah Anak Yatim Piatu Panti Asuhan Nur Hidayah Tahun 2010
No Sekolah Asrama Putra Asrama Putri Jumlah Kerten Banyuanyar Putri 1 Putri 2
1. TK - 1 1 1 3 2. SD 8 12 1 4 25 3. SMP 9 9 7 4 29 4. SMA 10 2 7 - 19
Jumlah 23 24 16 9 72
2. Persiapan Administrasi
Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan yang
diajukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian. Permohonan
ijin tersebut diantaranya peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditujukan
kepada Pimpinan Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta untuk memberikan surat
pengantar penelitian dengan nomor 821/H 27.1.17.3/TU/2010 agar bisa melakukan
penelitian di Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Setelah mendapat surat pengantar
dari program studi Psikologi kemudian peneliti mengajukan permohonan kepada
pihak Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta dan setelah mendapatkan ijin dari pihak
panti asuhan berupa surat ijin penelitian dengan nomor 250/YNH/X/2010, peneliti
baru bisa mengadakan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh
pihak panti asuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
3. Persiapan Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
psikologi, yang terdiri dari skala interaksi sosial, skala konsep diri, dan skala
kepercayaan diri.
a. Skala Interaksi Sosial
Skala interaksi sosial yang digunakan pada penelitian ini disusun berdasarkan
bentuk-bentuk dari interaksi sosial. Bentuk tersebut yakni kerja sama, akomodasi,
dan asimilasi yang dikemukakan oleh Soekanto (2000). Skala interaksi sosial
dalam penelitian ini berjumlah 45 aitem yang terdiri atas 27 aitem favorable dan
18 aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat alternatif jawaban.
b. Skala Konsep Diri
Skala konsep diri yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan
aspek konsep diri yang yang dikemukakan oleh Berzonsky (dalam Miftah dan
Usmi, 2006) meliputi aspek fisik, aspek psikis, aspek sosial, dan aspek moral.
Skala konsep diri dalam penelitian ini berjumlah 51 aitem yang terdiri atas 30
aitem favorable dan 21 aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat
alternatif jawaban.
c. Skala Kepercayaan Diri
Skala kepercayaan diri yang digunakan dalam penelitian ini disusun
berdasarkan ciri-ciri individu yang memiliki kompetensi diri, berfikir positif atau
optimis, mandiri, berani menerima penolakan orang lain, dan mampu
bersosialisasi dengan orang lain yang dikemukakan oleh Thursan (2002). Skala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
kepercayaan diri dalam penelitian ini berjumlah 57 aitem yang terdiri atas 31
aitem favorable dan 26 aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat
alternatif jawaban.
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Review Professional Judgement
Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian pada subjek penelitian,
ketiga skala yang akan digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan
review professional judgement. Setelah skala dinilai mampu untuk mengungkap
atribut yang hendak diukur, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan uji coba.
2. Pengumpulan Data untuk Uji Coba
Setiap pengukuran dengan menggunakan skala psikologi diharapkan agar
mampu memperoleh hasil yang objektif dan akurat. Salah satu upaya yang dilakukan
untuk mencapai hasil yang objektif dan akurat adalah alat ukur yang digunakan harus
valid dan reliabel. Untuk mengetahui valid dan reliabel dari suatu alat ukur perlu
dilakukan uiji coba (try out) terlebih dahulu.
Proses pelaksanaan uji coba dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2010 dengan
subjek remaja yang berusia 13-17 tahun yang tinggal di Panti Asuhan Mardhatilah
Kartasura yang berjumlah 25 orang. Panti Asuhan Mardhatillah yang berada di
Kartasura memiliki kemiripan dengan Panti Asuhan Nur Hidayah, diantaranya adalah
merupakan panti asuhan muslim dan memiliki jumlah pengasuh yang sama. Kegiatan
yang dilakukan oleh penghuni kedua panti asuhan juga relatif sama. Pengumpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
data dilakukan dengan memberikan skala yang terdiri dari skala interaksi sosial, skala
konsep diri, dan skala kepercayaan diri. Rata-rata waktu yang diperlukan subjek
untuk mengisi ketiga skala adalah kurang lebih 45 menit. Pengambilan skala
dilakukan setelah subjek selesai mengisi semua aitem pada ketiga skala tersebut.
Setelah semua skala terkumpul, maka selanjutnya dilakukan skoring terhadap
masing-masing skala tersebut untuk dilakukan pengujian validitas dan reliabilitasnya.
3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Setelah dilakukan uji coba aitem dari ketiga skala, kemudian dilakukan
skoring atau pemberian skor. Penentuan skor didasarkan pada penyusunan alternatif
jawaban pada ketiga skala ini yang menggunakan model skala Likert yang telah
dimodifikasi dengan menghilangkan pilihan jawaban ragu-ragu (Azwar, 2003). Pada
setiap aitem disediakan empat alternatif jawaban untuk masing-masing aitem
favorable dan aitem unfavorable yang terdiri dari SS (Sangat Sesuai) bernilai 4, S
(Sesuai) bernilai 3, TS (Tidak Sesuai) bernilai 2, dan STS (Sangat Tidak Sesuai)
bernilai 1 untuk aitem favorabel. Penilaian untuk aitem unfavorabel terdiri dari
Sangat Sesuai (SS) bernilai 1, Sesuai (S) bernilai 2, Tidak Sesuai (TS) bernilai 3, dan
Sangat Tidak Sesuai (STS) bernilai 4.
Penghitungan validitas dan reliabilitas aitem ketiga skala yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan penghitungan validitas dan reliabilitas dengan
bantuan komputer program SPSS for MS windows versi 16.0.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
a. Uji Validitas
Uji validitas yang dilakukan adalah dengan construct validity yang dibantu
dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0.
Kevalidan tiap-tiap butir aitem dapat dilihat dari nilai corrected item-total corelation
tiap-tiap butir aitem tersebut pada hasil output SPSS pada tabel item-total statistics.
Aitem yang dinyatakan valid adalah aitem yang memiliki nilai korelasi lebih besar
atau sama dengan 0,25. Berikut hasil uji validitas dari masing-masing skala.
1. Skala interaksi sosial
Penghitungan validitas skala interaksi sosial diperoleh hasil dari 45 aitem
yang diujicobakan diperoleh 26 aitem yang valid dan 19 aitem yang gugur. Aitem
yang valid adalah nomor 2, 3, 5, 6, 8, 9, 11, 12, 15, 17, 20, 23, 25, 29, 30, 31, 32,
33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 43, dan 45. Aitem yang gugur adalah nomor 1, 4, 7, 10,
13, 14, 16, 18, 19, 21, 22, 24, 26, 27, 28, 39, 41, dan 42. Aitem yang valid
mempunyai koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,249 sampai dengan 0,560
dengan p < 0,05. Distribusi aitem skala interaksi sosial yang valid dan gugur
dapat dilihat pada tabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Tabel 6 Distribusi Aitem Skala Interaksi Sosial yang Valid dan Gugur
No Aspek Indikator No. Aitem Jumlah favorable Unfavorable
valid gugur valid gugur 1. Kerja sama 1.1 Memiliki
keinginan menolong orang lain
1.2 Mampu bekerja sama dengan orang lain
1.3 Memiliki tujuan untuk kepentingan bersama
5,30 12,32,37 3,23
1 -
39
- 2
38
4,21
22
13
5 5 5
2. Akomodasi 2.1 Mampu berkomunikasi dengan baik
2.2 Mampu menghormati orang lain
2.3 Mampu menjalin interaksi dengan orang lain
17,31
11,25,40
35
14 -
16,41
-
15,33 6
19,24 -
26
5 5 5
3. Asimilasi 3.1 Merasa sama dengan orang lain
3.2 Mampu bersahabat dengan orang lain
3.3 Mampu memahami keadaan orang lain
-
36,43
9,20, 29
7,27,42
18 -
34 8
45
44
28
10
5 5 5
Jumlah 18 9 8 10 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
2. Skala konsep diri
Penghitungan validitas skala konsep diri diperoleh hasil dari 51 aitem
yang diujicobakan diperoleh 28 aitem yang valid dan 23 aitem yang gugur. Aitem
yang valid adalah nomor 1, 5, 6, 8, 9, 12, 17, 19, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30,
32, 36, 38, 40, 41, 43, 44, 45, 46, 47, dan 49. Aitem yang gugur adalah nomor 2,
3, 4, 7, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 18, 20, 23, 31, 33, 34, 35, 37, 39, 48, 50, dan 51.
Aitem yang valid mempunyai koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,248 sampai
dengan 0,784 dengan p < 0,05. Distribusi aitem skala interaksi sosial yang valid
dan gugur dapat dilihat pada tabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Tabel 7 Distribusi Aitem Skala Konsep Diri yang Valid dan Gugur
No Aspek Indikator No. Aitem Jumlah favorable unfavorable
valid gugur valid gugur 1. Aspek fisik 1.1 Percaya dirinya
menarik 1.2 Mampu bicara
dengan baik 1.3 Yakin dengan
keadaan tubuh yang dimiliki
1,28,27 6,8 25,47
-
14
50
5
30
49
4
10
15
5 5 5
2. Aspek psikis 2.1 Yakin dengan kemampuan diri
2.2 Percaya dirinya berarti bagi orang lain
2.3 Memiliki keinginan meraih cita-cita
17
21
24,43
16
20 -
19 -
-
18
7,23
2,42
4 4 4
3. Aspek sosial 3.1 Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
3.2 Mampu menjalin interaksi dengan orang lain
3.3 Mampu bekerja sama
29,46
32
36,37
-
33 -
- - -
13,48
34,35
38,39
4 4 4
4. Aspek moral 4.1 Mampu bersikap sesuai dengan norma
4.2 Mampu bersikap jujur
4.3 Mampu mengambil keputusan
22,40
44,45
12
- - 3
9,26 -
41
-
11,31
51
4 4 4
Jumlah 21 6 7 17 51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
3. Skala kepercayaan diri
Penghitungan validitas skala kepercayaan diri diperoleh hasil dari 57
aitem yang diujicobakan diperoleh 38 aitem yang valid dan 19 aitem yang gugur.
Aitem yang valid adalah aitem nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, 18,
21, 23, 25, 29, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 42, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 55,
56, dan 57. Aitem yang gugur adalah aitem nomor 7, 11, 13, 17, 19, 20, 22, 24,
26, 27, 28, 30, 31, 32, 39, 41, 43, 53, dan 54. Aitem yang valid mempunyai
koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,260 sampai dengan 0,803 dengan p <
0,05. Distribusi aitem skala interaksi sosial yang valid dan gugur dapat dilihat
pada tabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Tabel 8 Distribusi Aitem Skala Kepercayaan Diri yang Valid dan Gugur
No Aspek Indikator No. Aitem Jumlah favorable unfavorable
valid gugur valid gugur 1. Memiliki
kompetensi diri
1.1 Mampu menyelesaikan masalah
1.2 Mampu bersaing dengan orang lain secara sehat
1,6,48
3,4,47
- -
2,46
5,49
- -
5 5
2. Berpikir positif atau optimis
2.1 Yakin dengan kemampuan yang dimiliki
2.2Yakin dengan keputusan yang diambil
2.3 Mampu mengatasi rintangan yang menghadang
50
9,14, 51
15,52
7,13 -
11
8,16
10
12, 18
-
17 -
5 5 5
3. Mandiri 3.1 Mampu mengarahkan diri sendiri
3.2 Mampu mencapai tujuan yang diharapkan
25
23,29
19
-
33
-
22
20,26
4
4
4. Berani menerima penolakan orang lain
4.1 Mampu bersikap tenang dihadapan orang lain
4.2 Merasa bangga terhadap diri sendiri
4.3Yakin dengan dirinya sendiri
21, 34
-
36
-
27,31
43
-
35
-
24,30
28
32,54
4
4
4
5. Mampu bersosialisasi
5.1 Mampu berbicara sopan
5.2 Mengalihkan emosi menjadi motivasi
5.3 Menerima penolakan sebagai pelajaran
42, 55
38, 44
40, 57
- -
-
37 -
45, 56
41
39,53
-
4 4
4
Jumlah 24 7 14 12 57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan setelah uji validitas, kemudian aitem-aitem yang
valid dicari koefisien reliabilitasnya. Penghitungan koefisien reliabilitas ini
menggunakan teknik analisis Alpha Cronbach. Cara menghitungnya dilakukan
dengan bantuan komputer program SPSS for MS windows release versi 16.0.
Melalui penghitungan reliabilitas untuk 26 aitem yang valid dari skala
interaksi sosial diperoleh koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,788, sedangkan untuk 28
aitem yang valid dari skala konsep diri diperoleh koefisien reliabilitas (rtt) sebesar
0,824, dan 38 aitem yang valid dari skala kepercayaan diri diperoleh koefisien
reliabilitas (rtt) sebesar 0,829. Perhitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran.
Berdasarkan hasil dari penghitungan koefisian reliabilitas dari ketiga skala
maka diperoleh koefisien reliabilitas dari masing-masing skala yaitu skala interaksi
sosial sebesar 0,788, skala konsep diri sebesar 0,824, dan skala kepercayaan diri
0,829. Dapat dilihat bahwa koefisien reliabilitas (rtt) dari ketiga skala > 0,60 maka
dapat dinyatakan bahwa ketiga skala tersebut valid dan reliabel yang selanjutnya
dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian.
4. Penyusunan Alat Ukur Penelitian
Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah pengujian validitas dan
reliabilitas adalah mempersiapkan aitem-aitem yang valid kemudian didistribusi
ulang untuk mengambil data penelitian, sedangkan aitem-aitem yang gugur tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
diikutsertakan dalam pengambilan data penelitian. Adapun distribusi ulang skala
yang digunakan untuk penelitian dapat dilihat pada tabel.
Tabel 9 Distribusi Aitem Skala Interaksi Sosial untuk Penelitian
No Aspek Indikator No. Aitem Jumlah Favorable Unfavorable
1. Kerja sama 1.1 Memiliki keinginan menolong orang lain
1.2 Mampu bekerja sama dengan orang lain
1.3 Memiliki tujuan untuk kepentingan bersama
5 (1),30 (10), 12 (2),32 (11),37 (21) 3 (13),23 (22)
- 2(12) 38 (3)
2 4 3
2. Akomodasi 2.1 Mampu berkomunikasi dengan baik
2.2 Mampu menghormati orang lain
2.3 Mampu menjalin interaksi dengan orang lain
17 (4),31 (14) 11 (5),25 (15),40 (25) 35 (17)
- 15 (6),33 (16) 6 (20)
2 5 2
3. Asimilasi 3.1 Merasa sama dengan orang lain
3.2 Mampu bersahabat dengan orang lain
3.3 Mampu memahami keadaan orang lain
- 36 (7),43 (18) 9 (8),20 (19),29 (23)
34 (9) 8 (24) 45 (26)
1 3 4
Jumlah 18 8 26 Catatan: nomor yang diberi tanda ( ) adalah nomor urut baru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Tabel 10 Distribusi Aitem Skala Konsep Diri untuk Penelitian
No Aspek Indikator No. Aitem Jumlah Favorable Unfavorable
1. Aspek fisik 1.1 Percaya dirinya menarik
1.2 Mampu bicara dengan baik
1.3 Yakin dengan keadaan tubuh yang dimiliki
1 (1),28 (11),27 (15) 6 (2),8 (12) 25 (23),47 (25)
5 (3) 30 (16) 49 (19)
4 3 3
2. Aspek psikis 2.1 Yakin dengan kemampuan diri
2.2 Percaya dirinya berarti bagi orang lain
2.3 Memiliki keinginan meraih cita-cita
17 (4) 21 (17) 24 (20),43 (24)
19 (6) - -
2 1 2
3. Aspek sosial 3.1 Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
3.2 Mampu menjalin interaksi dengan orang lain
3.3 Mampu bekerja sama
29 (5),46 (18) 32 (7) 36 (8),37 (21)
- - -
2 1 2
4. Aspek moral 4.3 Mampu bersikap sesuai dengan norma
4.4 Mampu bersikap jujur
4.3 Mampu mengambil keputusan
22 (26),40 (28) 44 (14),45 (27) 12 (10)
9 (13),26 (22) - 41(9)
4 2 2
Jumlah 21 7 28 Catatan: nomor yang diberi tanda ( ) adalah nomor urut baru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Tabel 11 Distribusi Aitem Skala Kepercayaan Diri untuk Penelitian
No Aspek Indikator No. Aitem Jumlah Favorable Unfavorable
1. Memiliki kompetensi diri
1.1 Mampu menyelesaikan masalah
1.2 Mampu bersaing dengan orang lain secara sehat
1 (1),6 (16),48 (34) 3 (13),4 (17),47 (36)
2 (3),46 (15) 5 (6),49 (29)
5 5
2. Berpikir positif atau optimis
2.1 Yakin dengan kemampuan yang dimiliki
2.2Yakin dengan keputusan yang diambil
2.3 Mampu mengatasi rintangan yang menghadang
50 (2) 9 (4),14 (20),51 (25)
15 (19),52 (37)
8 (18),16 (21) 10 (24)
12 (26),18 (31)
3 4 4
3. Mandiri 1.2 Mampu mengarahkan diri sendiri
3.2 Mampu mencapai tujuan yang diharapkan
25 (5) 23 (7),29 (14)
33 (38) -
2
2
4. Berani menerima penolakan orang lain
4.1 Mampu bersikap tenang dihadapan orang lain
4.2 Merasa bangga terhadap diri sendiri
4.3Yakin dengan dirinya sendiri
21 (9),34 (22) - 36 (23)
- 35 (8) -
2
1
1
5. Mampu bersosialisasi
5.1 Mampu berbicara sopan
5.2 Mengalihkan emosi menjadi motivasi
5.3 Menerima penolakan sebagai pelajaran
42 (10),55 (30) 38 (37),44 (32) 40 (12),57 (28)
37 (11) - 45 (33),56 (35)
3 2
4
Jumlah 24 14 38 Catatan: nomor yang diberi tanda ( ) adalah nomor urut baru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
5. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 27, 28 dan 30 Oktober 2010 dengan jumlah
subjek yang dipergunakan dalam penelitian sebanyak 40 orang remaja penghuni Panti
Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan
skala penelitian yang terdiri dari skala interaksi sosial, skala konsep diri, dan skala
kepercayaan diri kepada masing-masing subjek. Rata-rata waktu yang dipergunakan
subjek untuk mengisi seluruh skala adalah 35 menit. Setelah 40 eksemplar skala
penelitian terkumpul, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kelengkapan data terhadap
masing-masing 40 eksemplar skala tersebut, kemudian dilakukan pemberian skor atau
skoring terhadap masing-masing eksemplar skala, selanjutnya skor tersebut akan
dipergunakan dalam analisis data. Berdasarkan hasil penskoran data diperoleh skor
total pada masing-masing subjek yang bervariasi (dapat dilihat pada lampiran).
C. Analisis Data
Perhitungan analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis
regresi ganda. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan bantuan komputer
program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. Perhitungan
dilakukan setelah syarat uji asumsi terpenuhi, dalam hal ini uji asumsi meliputi uji
asumsi dasar dan uji asumsi klasik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
1. Uji Asumsi Dasar
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui populasi data terdistribusi
normal atau tidak. Data yang diuji adalah sebaran data pada skala interaksi
sosial, skala konsep diri, dan skala kepercayaan diri. Pengujian normalitas
dalam penelitian ini menggunakan teknik One Sample Kolmogorov Smirnov
Test (ks-z) dengan menggunakan bantuan komputasi Statistical Product and
Service Solution (SPSS) for Windows Release 16.0. Uji normalitas sebaran
dengan teknik One Sample Kolmogorov Smirnov Test (ks-z) ini dikatakan
normal jika p > 0,05 (Priyatno, 2009).
Uji normalitas pada variabel interaksi sosial diperoleh sebesar 0,107
dengan p 0,200 > 0,05. Uji normalitas pada variabel konsep diri diperoleh
sebesar 0,079 dengan p 0,200 > 0,05. Sedangkan uji normalitas pada variabel
kepercayaan diri diperoleh sebesar 0,090 dengan 0,200 > 0,05.
Tabel 12 Uji Normalitas
Variabel Ks-z P Keterangan Interaksi Sosial 0,107 0,200 Normal Konsep Diri 0,079 0,200 Normal Kepercayaan Diri 0,090 0,200 Normal
Berdasarkan keterangan tabel di atas bisa diketahui bahwa variabel
interaksi sosial, konsep diri, dan kepercayaan diri memiliki sebaran yang
normal. Hasil uji normalitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
b. Uji Linieritas
Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui bentuk linieritas hubungan
antara variabel bebas dan variabel tergantung. Pengujian linieritas dalam
penelitian ini menggunakan test for linierity dengan bantuan komputer
program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. Dua
variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linier bila signifikansi (pada
kolom linierity) kurang dari 0,05.
Uji linieritas hubungan antara konsep diri dengan interaksi sosial
diperoleh Sig. pada kolom Linierity sebesar 0,001 (0,001 < 0,05). Sedangkan
uji linieritas hubungan antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial
diperoleh Sig. pada kolom Linierity sebesar 0,008 (0,008 < 0,05). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 13 Uji Linieritas
Variabel Sig. pada kolom Linierity
Keterangan
Konsep Diri dengan Interaksi Sosial
0,001 0,001 < 0,05 (linier)
Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial
0,008 0,008 < 0,05 (linier)
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa hubungan antara masing-
masing variabel bebas dengan variabel tergantung bersifat linier. Hasil uji
linieritas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolineritas
Uji multikolineritas dibutuhkan untuk mengetahui ada atau tidaknya
variabel bebas yang memiliki kemiripan dengan variabel bebas lainnya dalam
satu model. Pada analisis regresi dua prediktor, model harus terbebas dari
multikolineritas. Deteksi multikolineritas dapat dilihat dari nilai Variance
Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang
dari 0,1 maka dapat dinyatakan bahwa model terbebas dari multikolineritas.
Hasil uji Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance pada hasil output
SPSS tabel coefficients, tiap-tiap variabel memiliki VIF sebesar 2,618
(diartikan bahwa 2,618 < 10) dan nilai Tolerance sebesar 0,382 (diartikan
bahwa 0,382 > 0,1). Berdasarkan hasil uji multikolineritas tersebut maka
dapat dinyatakan bahwa model regresi dua prediktor terbebas dari
multikolineritas dan dapat digunakan dalam penelitian.
b. Uji Heteroskesdastisitas
Uji heteroskesdastisitas dilakukan untuk menguji terjadinya perbedaan
variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain
atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi dengan studentized
delete residual nilai tersebut. Cara untuk memprediksi ada atau tidaknya
heteroskesdastisitas pada suatu model dapat dilihat pada pola gambar
Scatterplott yang menyatakan bahwa model tersebut tidak terdapat gejala
heteroskedastisitas, apabila:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0.
2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.
3) Penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang melebar
kemudian menyempit dan melebar kembali.
4) Penyebaran titik-titik data tidak berpola
Hasil analisis pola gambar Scatterplott (pada lampiran) dapat dilihat
bahwa pada pola gambar titik-titik data menyebar, tidak mengumpul di atas
atau di bawah saja sehingga model regresi dalam penelitian ini terbebas dari
heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mendeteksi bahwa variabel tergantung
tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri, baik nilai periode sebelumnya atau
nilai periode sesudahnya. Untuk menguji adanya autokorelasi dalam
penelitian ini digunakan uji DW (Durbin-Watson). Model regresi linier
berganda terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin-Watson hitung terletak
di daerah No Autocorelation atau nilai hitung Durbin-Watson mendekati atau
disekitar angka 2.
Hasil analisis menunjukkan nilai Durbin-Watson sebesar 2,169. Untuk
mengetahui apakah nilai hitung tersebut terletak di daerah no Autocorelation,
maka terlebih dahulu menentukan nilai dl (batas bawah) dan du (batas atas)
dari nilai Durbin Watson tersebut. Penentuan nilai du dan dl berdasarkan pada
tabel uji Durbin Watson dengan k=2 dan N=40 (k=jumlah variabel bebas dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
N= jumlah sampel) maka diperoleh nilai dl=1,391 dan nilai du=1,6.
Perhitungan selanjutnya 4-du (4-1,6=2,4) dan 4-dl (4-1,391=2,609). Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini:
negatif No autocorelation positif
autocorelation autocorrelation
0 dl du 2 4-du 4-dl 0
1,391 1,6 2,4 2,609
2,169 (nilai hitung Durbin Watson)
Gambar 2. Pengujian autokorelasi
Hasil analisis diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 2,169. Berdasarkan
gambar di atas, diketahui bahwa nilai 2,169 dikatakan dekat atau disekitar
angka 2 dan terletak di daerah No autocorrelation, jadi model ini terbebas dari
autokorelasi.
3. Uji Hipotesis
Setelah uji asumsi terpenuhi, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis
dengan teknik analisis regresi ganda. Analisis regresi ganda digunakan untuk
mengetahui nilai F-test, dengan nilai F dapat diketahui apakah variabel
konsep diri dan kepercayaan diri secara bersama-sama berkorelasi secara
signifikan terhadap variabel interaksi sosial. Hasil F-test menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
variabel konsep diri dan kepercayaan diri secara bersama-sama berpengaruh
terhadap variabel interaksi sosial jika p-value (pada kolom Sig.) lebih kecil
dari level of significant yang ditentukan, atau F hitung (pada kolom F) lebih
besar dari F tabel. Hasil F-test pada output SPSS dapat dilihat pada tabel
Anova. Melalui hasil uji ini dapat diperoleh keputusan diterima tidaknya uji
hipotesis.
Berdasarkan uji anova menunjukkan p-value 0,022 < 0,05 artinya
signifikan, sedangkan F hitung 4,244 > F tabel 3,252 artinya signifikan. Dapat
dikatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan konsep diri
dan kepercayaan diri bersama-sama berkorelasi secara signifikan terhadap
interaksi sosial dapat diterima. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 14 Uji Anova
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 288.796 2 144.398 4.244 .022a
Residual 1258.804 37 34.022
Total 1547.600 39
a. Predictors: (Constant), kepercayaandiri, konsepdiri
b. Dependent Variable: interaksisosial
Hubungan antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial
pada remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta dapat digambarkan dalam
persamaan regresi. Sesuai dengan hasil analisis, dapat dilihat nilai konstanta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
dan nilai variabel bebas (konsep diri dan kepercayaan diri) yang dapat
memprediksi yang terjadi pada variabel tergantung (interaksi sosial) melalui
persamaan regresi yang diperoleh dari tabel hasil analisis regresi linear
berganda. Hasil analisis regresi linear berganda dapat dilihat pada tabel.
Tabel 15 Koefisien Analisis Regresi Linear Berganda
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 55.065 10.708 5.143 .000
konsepdiri .281 .200 .337 1.404 .169 .382 2.618
kepercayaandiri
.058 .122 .114 .474 .638 .382 2.618
a. Dependent Variable: interaksisosial
Persamaan regresi pada hubungan ketiga variabel tersebut adalah
Y = a + bX1 + cX2
Y = 55,065 + 0,281 X1 + 0,058 X2
Persamaan garis tersebut mengandung arti bahwa konstanta adalah 55,065
mempunyai arti jika tidak ada konsep diri dan kepercayaan diri, maka
interaksi sosial adalah sebesar 55,065. Rata-rata skor interaksi sosial pada
remaja (kriterium Y) akan mengalami perubahan sebesar 0,281 untuk setiap
unit perubahan yang terjadi pada variabel konsep diri (prediktor X1) dan juga
diperkirakan akan mengalami perubahan sebesar 0,058 untuk setiap unit
perubahan yang terjadi pada variabel kepercayaan diri (prediktor X2).
Persamaan garis tersebut dapat dilihat pada lampiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Berdasarkan hasil output SPSS diketahui pula hubungan antara masing-
masing variabel bebas (konsep diri dan kepercayaan diri) dengan variabel
tergantung yaitu interaksi sosial yang dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 16 Korelasi Antar Variabel
interaksisosial konsepdiri kepercayaandiri
Pearson Correlation
Interaksisosial Konsepdiri Kepercayaandiri
1.000 .426 .379
.426 1.000
.786
.379
.786 1.000
Sig.(1-tailed) Interaksisosial Konsepdiri Kepercayaandiri
. .003 .008
.003 .
.000
.008
.000 .
N Interaksisosial Konsepdiri Kepercayaandiri
40 40 40
40 40 40
40 40 40
Besar perhitungan korelasi antara variabel konsep diri dengan interaksi
sosial yang dihitung dengan koefisien korelasi rx1 y adalah 0,426 dan p =
0,003 (p < 0,05). Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang
signifikan antara konsep diri dengan interaksi sosial.
Besar perhitungan korelasi antara variabel kepercayaan diri dengan
interaksi sosial yang dihitung dengan koefisien korelasi rx 2 y adalah 0,379
dan p=0,008 (p < 0,05). Ini berarti terdapat hubungan positif yang signifikan
antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
4. Mean Empirik (ME) dan Mean Hipotetik (MH)
Berikut ini disajikan deskripsi data penelitian, deskripsi data penelitian
dijelaskan sebagai gambaran umum mengenai data penelitian yang lengkap dan
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 17 Deskripsi Data Penelitian
Skala Jumlah subjek
Data hipotetik M SD
(σ)
Data empirik M SD
(σ) Skor Min
Skor Maks
Skor Min
Skor Maks
Interaksi Sosial 40 26 104 65 13 75 100 85,9 6,299
Konsep Diri 40 28 112 70 14 70 100 86.2 7,522 Kepercayaan Diri
40 38 152 95 19 82 138 114,38 12,382
Keterangan: M : Mean SD (σ) : Standar Deviasi
a. Skala Interaksi Sosial
Skala interaksi sosial akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi
rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan
mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal,
sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal. Skor minimal
yang diperoleh subjek adalah 26 x 1 = 26 dan skor maksimal yang dapat
diperoleh subjek adalah 26 x 4 = 104, maka jarak sebarannya adalah 104 – 26
= 78 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 78 : 6 = 13, sedangkan
rerata hipotetiknya 26 x 2,5 = 65. Apabila subjek digolongkan dalam 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
kategorisasi, maka akan diperoleh kategorisasi serta distribusi skor subjek
seperti pada tabel.
Tabel 18 Kategorisasi Skala Interaksi Sosial dan Distribusi Skor Subjek
Standar Deviasi Skor Kategorisasi Subjek
Rerata empirik Frek
(N) Presentase
(%) (MH-3σ)≤ X < (MH-1,8σ) 75≤ X < 80 Sangat rendah 6 15
(MH-1,8σ)≤ X < (MH-0,6σ) 80 ≤ X < 85 Rendah 12 30 (MH-0,6σ)≤ X < (MH+0,6σ) 85 ≤ X < 90 Sedang 10 25 85,9 (MH+0,6σ)≤ X <(MH+1,8σ) 90 ≤ X < 95 Tinggi 9 22,5 (MH+1,8σ)≤ X < (MH+3σ) 95 ≤ X < 100 Sangat tinggi 3 7,5
Jumlah 40 100
Berdasarkan kategori skala interaksi sosial seperti terlihat pada tabel,
dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum bahwa remaja di Panti Asuhan
Nur Hidayah Surakarta memiliki tingkat interaksi sosial yang sedang.
b. Skala Konsep Diri
Skala konsep diri akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi rendahnya
nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan
bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor
hipotetik didistribusi menurut model normal. Skor minimal yang diperoleh
subjek adalah 28 x 1 = 28 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek
adalah 28 x 4 = 112, maka jarak sebarannya adalah 112 – 28 = 84 dan setiap
satuan deviasi standarnya bernilai 84 : 6 = 14, sedangkan rerata hipotetiknya
28 x 2,5 = 70. Apabila subjek digolongkan dalam 5 kategorisasi, maka akan
diperoleh kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Tabel 19 Kategorisasi Skala Konsep Diri dan Distribusi Skor Subjek
Standar Deviasi Skor Kategorisasi Subjek
Rerata empirik Frek
(N) Presentase
(%) (MH-3σ)≤ X < (MH-1,8σ) 70 ≤ X < 76 Sangat rendah 3 7,5
(MH-1,8σ)≤ X < (MH-0,6σ) 76 ≤ X < 82 Rendah 10 25 (MH-0,6σ)≤ X < (MH+0,6σ) 82 ≤ X < 88 Sedang 10 25 86.2 (MH+0,6σ)≤ X <(MH+1,8σ) 88 ≤ X < 94 Tinggi 10 25 (MH+1,8σ)≤ X < (MH+3σ) 94 ≤ X < 100 Sangat tinggi 7 17,5
Jumlah 40 100
Berdasarkan kategori skala konsep diri seperti terlihat pada tabel, dapat
diambil kesimpulan bahwa secara umum remaja Panti Asuhan Nur Hidayah
Surakarta memiliki tingkat konsep diri yang sedang.
c. Skala Kepercayaan Diri
Skala kepercayaan diri akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi
rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan
mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal,
sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal. Skor minimal
yang diperoleh subjek adalah 38 x 1 = 38 dan skor maksimal yang dapat
diperoleh subjek adalah 38 x 4 = 152, maka jarak sebarannya adalah 152 – 38
= 114 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 114 : 6 = 19, sedangkan
rerata hipotetiknya 38 x 2,5 = 95. Apabila subjek digolongkan dalam 5
kategorisasi, maka akan diperoleh kategorisasi serta distribusi skor subjek
seperti pada tabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Tabel 20 Kategorisasi Skala Kepercayaan Diri dan Distribusi Skor Subjek
Standar Deviasi Skor Kategorisasi Subjek
Rerata empirik Frek
(N) Presentase
(%) (MH-3σ)≤ X < (MH-1,8σ) 82 ≤ X < 93,2 Sangat rendah 2 5
(MH-1,8σ)≤ X < (MH-0,6σ) 93,2 ≤ X < 104,4 Rendah 4 10 (MH-0,6σ)≤ X < (MH+0,6σ) 104,4 ≤ X < 115,6 Sedang 12 30 114,38 (MH+0,6σ)≤ X <(MH+1,8σ) 115,6 ≤ X < 126,8 Tinggi 16 40 (MH+1,8σ)≤ X < (MH+3σ) 126,8 ≤ X < 138 Sangat tinggi 6 15
Jumlah 40 100
Berdasarkan kategori skala kepercayaan diri seperti terlihat pada tabel,
dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum remaja Panti Asuhan Nur
Hidayah Surakarta memiliki tingkat kepercayaan diri yang sedang.
5. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif
Hasil analisis menunjukkan :
a. Sumbangan relatif (SR) konsep diri terhadap interaksi sosial sebesar
76,78% dan sumbangan relatif (SR) kepercayaan diri terhadap interaksi
sosial sebesar 23,22%. Hasil tersebut menunjukkan besarnya sumbangan
masing-masing prediktor terhadap kuadrat regresi.
b. Sumbangan efektif (SE) konsep diri terhadap interaksi sosial sebesar
14,36% dan sumbangan efektif (SE) kepercayaan diri terhadap interaksi
sosial sebesar 4,31%. Total sumbangan efektif konsep diri dan
kepercayaan diri terhadap interaksi sosial sebesar 18,67% yang
ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2) yaitu dengan nilai 0,187.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Perhitungan selengkapnya mengenai sumbangan relatif dan sumbangan efektif
dapat dilihat pada lampiran.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukan hipotesis yang menyatakan
adanya hubungan konsep diri dan kepercayaan diri secara bersama-sama memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap interaksi sosial remaja panti asuhan, diterima.
Hasil analisis dengan menggunakan teknik analisis regresi ganda diperoleh nilai R
sebesar 0,432, p-value 0,022 yang < dari 0,05 dan F hitung sebesar 4,244, nilai F
tersebut > dari F tabel sebesar 3,252. Hasil tersebut berarti bahwa konsep diri dan
kepercayaan diri dapat digunakan sebagai prediktor untuk memprediksi interaksi
sosial remaja panti asuhan pada Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta, semakin tinggi
konsep diri dan kepercayaan diri yang dimiliki remaja panti asuhan, maka semakin
tinggi interaksi sosialnya. Sebaliknya semakin rendah konsep diri dan kepercayaan
diri yang dimiliki remaja panti asuhan maka semakin rendah interaksi sosialnya.
Berdasarkan uji hipotesis diketahui bahwa hipotesis yang berbunyi ada
hubungan positif antara konsep diri dengan interaksi sosial remaja panti asuhan,
diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rx1 y adalah 0,426 dan p = 0,003 (p <
0,05). Nilai tersebut menunjukan adanya hubungan positif yang signifikan antara
konsep diri dengan interaksi sosial remaja panti asuhan. Semakin tinggi konsep diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
maka semakin tinggi interaksi sosialnya, begitu juga sebaliknya semakin rendah
konsep diri maka semakin rendah pula interaksi sosialnya.
Konsep diri memiliki peranan penting dalam menentukan perilaku individu,
cara individu dalam memandang dirinya akan tampak dari keseluruhan perilaku yang
ditimbulkan (Pudjijogyanti, 1995). Terutama pada remaja yang mulai memiliki peran
didalam masyarakat, dituntut untuk berinteraksi dengan lingkungan tempat remaja
tinggal. Konsep diri positif yang dimiliki remaja akan tercermin melalui perilaku
remaja dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Hipotesis terakhir yang menyatakan terdapat hubungan positif antara
kepercayaan diri dengan interaksi sosial remaja panti asuhan, diterima. Hal tersebut
dapat dilihat dari nilai rx 2 y adalah 0,379 dan p = 0,008 (p < 0,05). Nilai tersebut
mempunyai arti semakin tinggi kepercayaan diri remaja panti asuhan maka semakin
tinggi pula interaksi sosialnya, begitu juga sebaliknya semakin rendah kepercayaan
diri remaja panti asuhan maka semakin rendah interaksi sosialnya.
Kepercayaan diri merupakan hal yang tidak asing lagi bagi remaja, terkadang
remaja mengalami krisis kepercayaan diri dalam menentukan perilaku yang dapat
diterima oleh lingkungan sekitarnya. Remaja dengan kepercayaan diri yang tinggi
akan lebih dapat menjalin interaksi dengan orang lain disekitarnya dengan lebih baik.
Berdasarkan hasil uji hipotesis diatas dapat dikatakan bahwa konsep diri dan
kepercayaan diri yang dimiliki remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta turut
mendorong remaja dalam menjalin interaksi dengan lingkungan disekitarnya, baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
lingkungan di dalam panti asuhan maupun di luar panti asuhan seperti di sekolah.
Konsep diri yang positif membuat remaja panti asuhan memiliki perasaan sama
dengan orang lain dan layak untuk disejajarkan dengan orang lain dalam hal apapun.
Sama halnya dengan kepercayaan diri yang tinggi membuat remaja mampu untuk
memulai hubungan baru dengan orang lain dan aktif dalam pergaulan baik di dalam
lingkungan panti asuhan maupun si luar panti asuhan hingga masyarakat luas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor konsep diri remaja berada pada
kategori sedang dengan prosentase 25%, 82 ≤ X < 88 dengan rerata empirik 86,2 dan
rerata hipotetik 70. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep diri pada remaja
penghuni Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta termasuk dalam kategori sedang.
Konsep diri yang positif mampu mendorong remaja untuk bersikap optimis dalam
menghadapi situasi apapun. Konsep diri positif tidak hanya datang dari dalam diri
remaja, akan tetapi juga dengan dukungan dari orang terdekat terutama orang tua.
Bagi remaja panti asuhan peranan pengasuh sebagai pengganti orang tua sangatlah
penting dalam upaya untuk meningkatkan konsep diri remaja panti asuhan. Remaja
dengan konsep diri yang positif akan mampu untuk menyesuaikan diri dalam situasi
ataupun kondisi apapun yang terjadi didalam lingkungannya, sehingga remaja panti
asuhan mampu untuk berinteraksi dengan lingkungan di dalam panti asuhan maupun
di luar panti asuhan seperti di sekolah serta di dalam masyarakat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor kepercayaan diri remaja berada
pada kategori sedang dengan prosentase 30%, 104,4 ≤ X < 115,6 dengan rerata
empirik 114,38 dan rerata hipotetik 95. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
kepercayaan diri remaja penghuni Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta termasuk
dalam kategori sedang. Hambly (1992) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri
lebih banyak berkaitan dengan hubungan seseorang dengan orang lain dengan cara
tidak merasa inferior dihadapan siapapun, merasa sebaik seperti orang lain, dan
merasa nyaman dihadapan orang banyak. Bagi remaja panti asuhan memiliki rasa
percaya diri yang tinggi terkait dengan peran pengasuh di dalam panti asuhan sebagai
pengganti orang terdekat terutama orang tua. Pengasuh di dalam panti asuhan
memiliki peran penting dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja panti asuhan
dalam rangka mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh remaja panti asuhan.
Kepercayaan diri juga membuat remaja panti asuhan merasa tentram dengan
dirinya sendiri dan dengan lingkungan sekitarnya, dengan demikian remaja akan
mudah bersosialisasi dengan orang lain yang selanjutnya menuju pada terjadinya
suatu interaksi.
Skor interaksi sosial pada remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta adalah
sedang berada pada kategori sedang dengan presentase 25%, 85 ≤ X < 90 dengan
rerata empirik 85,9 dan rerata hipotetik 65. Hal ini menggambarkan bahwa remaja
Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta mampu menjalin hubungan serta komunikasi
dengan baik, sehingga hal tersebut mengarah pada interaksi sosial yang dapat berjalan
lancar dengan orang lain di lingkungan sekitar baik dengan sesama penghuni panti
asuhan, dengan teman-teman dan guru di sekolah, maupun masyarakat.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan konsep diri yang positif
serta meningkatkan kepercayaan diri adalah dapat dengan menciptakan suasana atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
kondisi yang demokratis, yakni dengan cara remaja diberikan kebebasan untuk
berpikir secara mandiri dan ditempatkan pada kondisi yang aman sehingga remaja
tidak merasa takut untuk membuat kesalahan. Hal ini akan membuat remaja
melakukan evaluasi terhadap dirinya dan belajar dari pengalaman. Upaya tersebut
dapat diterapkan dalam panti asuhan salah satunya dengan cara mengoptimalkan
kegiatan diskusi baik dengan pengasuh maupun diskusi dengan sesama penghuni
panti asuhan. Hal ini penting dilakukan agar anak-anak yang tinggal di panti asuhan
khususnya yang telah berusia remaja dapat meningkatkan kepercayaan diri untuk
dapat menjalin komunikasi yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Komunikasi
yang baik akan mengarah pada terjalinnya interaksi yang baik berawal dari interaksi
sesama penghuni panti asuhan, di luar panti asuhan seperti di sekolah, hingga
interaksi dengan masyarakat luas.
Berdasarkan dari nilai koefisien determinasi (R2) diketahui besarnya
sumbangan efektif kedua variabel bebas (konsep diri dan kepercayaan diri) terhadap
variabel tergantung (interaksi sosial) sebesar 18,67%, artinya sebesar 18,67%
interaksi sosial remaja panti asuhan dapat dijelaskan oleh variabel konsep diri dan
kepercayaan diri yang dimiliki sedangkan sisanya sebesar 81.33% dipengaruhi oleh
beberapa variabel lainnya, antara lain penerimaan diri, pola komunikasi yang terjalin
antara pengasuh dengan anak asuh, pengaruh teman sebaya baik di dalam panti
asuhan maupun di luar panti asuhan, dan penyesuaian diri remaja.
Penelitian ini dapat digunakan pada penelitian lainnya sejauh memiliki
persamaan subjek yakni remaja yang tinggal di panti asuhan, namun penelitian ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
tidak dapat terlepas dari beberapa kelemahan antara lain keterbatasan alat ukur dan
ruang lingkup penelitian, sehingga penelitian selanjutnya diharapkan lebih
memperhatikan variabel-variabel lain yang terkait dengan interaksi sosial pada remaja
panti asuhan. Melalui penelitian selanjutnya yang disertai dengan perubahan dan
penyempurnaan dalam teknik pengukuran, pemakaian alat ukur, prosedur penelitian,
maupun memeperluas ruang lingkup penelitian diharapkan dapat memberikan hasil
penelitian dengan lebih baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan positif antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan
interaksi sosial remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Hasil ini
berdasarkan nilai p-value 0,022 < 0,05 dan F hitung sebesar 4,244, nilai F
tersebut > dari F tabel sebesar 3,252.
2. Terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan interaksi sosial remaja
Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Hasil ini berdasarkan nilai rx 1 y adalah
0,426 dan p = 0,003 (p < 0,05). Hal ini berarti semakin tinggi konsep diri
maka semakin tinggi interaksi sosialnya, begitu juga sebaliknya semakin
rendah konsep diri maka semakin rendah pula interaksi sosialnya.
3. Terdapat hubungan positif antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial
remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Hasil ini berdasarkan nilai rx 2 y
adalah 0,379 dan p = 0,008 (p < 0,05). Hal ini berarti semakin tinggi
kepercayaan diri maka semakin tinggi pula interaksi sosialnya, begitu juga
sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri remaja panti asuhan maka
semakin rendah interaksi sosialnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
4. Besarnya sumbangan relatif konsep diri terhadap interaksi sosial adalah
78,5% dan sumbangan relatif kepercayaan diri terhadap interaksi sosial
sebesar 21,5%. Untuk besarnya sumbangan efektif konsep diri terhadap
interaksi sosial adalah 14,68% dan sumbangan efektif kepercayaan diri
terhadap interaksi sosial adalah 4,02%. Total sumbangan efektif konsep diri
dan kepercayaan diri terhadap interaksi sosial sebesar 18,7% yang
ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2) yaitu dengan nilai 0,187. Hal
ini menunjukkan bahwa peran konsep diri dan kepercayaan diri terhadap
interaksi sosial sebesar 18,7% dan selebihnya yaitu 81,3% ditentukan oleh
faktor lainnya yang lebih efektif seperti penerimaan diri, pola komunikasi
yang terjalin antara pengasuh dengan anak asuh, dan penyesuaian diri remaja.
5. Berdasarkan kategorisasi yang dilakukan terhadap skor yang diperoleh subjek
yakni remaja yang tinggal di Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta dapat
dikatakan bahwa interaksi sosial remaja tergolong sedang, konsep diri remaja
tergolong sedang, dan kepercayaan diri remaja tergolong sedang.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat mengungkapkan beberapa saran
diantaranya :
1. Kepada pengasuh, pentingnya menjalin komunikasi yang efektif dengan anak-
anak asuh agar tercipta suasana yang menyenangkan di dalam panti asuhan
sehingga anak-anak merasa tidak kehilangan sosok orang tua sebagai panutan
dalam menghadapi permasalahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
2. Kepada pengasuh, selalu menjaga keharmonisan di dalam panti asuhan
sehingga terjaga rasa kekeluargaan yang erat diantara sesama penghuni panti
asuhan serta anak asuh merasa telah mendapatkan pengganti keluarga yang
hilang.
3. Kepada pengasuh, selalu memberikan dukungan serta motivasi kepada anak
asuh dalam hal apapun, baik dalam hal akademis maupun non akademis, agar
konsep diri positif dan kepercayaan diri yang tinggi secara perlahan
berkembang dalam diri anak asuh terutama yang telah berusia remaja.
4. Kepada remaja panti asuhan, lebih meningkatkan konsep diri yang dimiliki
dan juga menanamkan kepercayaan diri tinggi untuk mengembangkan potensi
yang dimiliki dalam diri remaja agar mampu bersaing dengan remaja lainnya
dalam bidang apapun baik dalam bidang akademik maupun sosial.
5. Kepada peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk
penelitian yang sejenis dengan memperluas ruang lingkup penelitian, seperti
interaksi sosial yang diarahkan didalam sekolah, jumlah sampel penelitian
ditambah, serta dapat juga dibandingkan antara laki-laki dan perempuan.