KLONING
OLEH KELOMPOK 6
1. Ramdina Eka Yanti
2. Suci Hendra Lestari
3. Siti Hadijah
4. Roly Yuli A.M.P
5. Reza Wahyu Ilhami
6. Roni Andani
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kloning pada manusia termasuk isu besar, namun respon dari ulama
Indonesia melalui ijtihād jamā'i maupun individual belum cukup
representatif. Fatwa terhadap kloning, antara lain, datang dari pembahasan
Bahtsul Masail yang diberikan sangat singkat dan belum tuntas, sehingga
diperlukan fatwa lanjutan. Fatwa yang cukup memadai datang dari MUI
(2000). Belumnya lembaga fatwa yang lain menetapkan hukum terhadap
masalah kloning, diduga karena hal tersebut belum terjadi dan kemungkinan
terjadinya masih sangat jauh sehingga dianggap tidak mendesak, atau karena
'illat hukum kloning manusia sangat jelas sehingga tidak perlu ditetapkan
hukumnya secara khusus, dapat dikiyaskan kepada hukum inseminasi buatan
atau bayi tabung. Mayoritas ulama' mengharamkan kloning manusia, begitu
juga dengan MUI lewat fatwa nya.
Manusia memang tidak ada yang sempurna, tetapi selalu menginginkan
kesempurnaan, karena itu banyak diciptakan rekayasa genetika untuk
menciptakan dan mendapatkan kesempurnan tersebut. Salah satunya adalah
penemuan kloning embrio manusia, yang dapat membuat manusia unggul
seperti yang diinginkan. Hebatnya lagi, tinggal mengambil DNA dari manusia
yang ingin di kloning, dan yang lebih fenomenal, wanita bisa mempunyai
anak tanpa membutuhkan pria. Jika ingin mempunyai anak secerdas Einstein,
maka tinggal mengambil DNA dari Einstein tersebut.
Penggunaan DNA pada kloning embrio manusia juga mendatangkan
efek negatif bagi posisi perempuan, karena pada proses ini perempuan
menjadi objektivitas sebagai mesin yang mengembangkan janin hasil
rekayasa kloning, tentu saja akan banyak terjadi pengguguran dan keguguran
jika hasil rekayasa tersebut tidak sesuai pesanan dan keinginan.
Pada saat ini kloning tidak mempergunakan sel sperma lagi seperti yang
dilakukan dr. Jerry Hall pada pertama kali ditemukannya kloning embrio.
Tapi kloning menggunakan sel telur dan sel selain sperma. Bahkan di
katakan, secara teoritis, melalui teknik kloning kelahiran seorang bayi tidak
lagi memerlukan sperma ayah. Bahkan seorang perempuan dapat mempunyai
anak tanpa melalui ikatan perkawinan. Demikian juga seorang lelaki apabila
ingin punya anak tidak perlu beristri. Cukup hanya memesan sel telur pada
suatu firma, memberikan sel nya dari salah satu organ tubuhnya dan
kemudian menitipkan calon anaknya pada rahim seorang wanita yang bisa
jadi telah disediakan oleh firma tersebut
Namun masalahnya dalam terminologi Fiqh, penggunaan DNA pada
kloning manusia memunculkan berbagai masalah yang sangat berat, diantara
masalah tersebut antara lain bolehkah kloning dilakukan dengan
menggunakan DNA suami yang sah? Dapatkah perempuan mengkloning
dengan DNA sendiri? Bolehkah sepasang suami istri menggunakan DNA
anak sendiri? apakah kita berhak dan darimana hak itu diperoleh untuk
menggunakan DNA sendiri? Bagaimana kalau salah seorang diantara suami
istri itu tidak setuju dengan proses kloning . Diantara berbagai permasalahan
tersebut dalam penelitian ini adalah mencari hukum penggunaan DNA pada
kloning embrio manusia menurut hukum Islam dan hukum yang berlaku di
Indonesia. Penelitian ini dilakukan sebab belum adanya peraturan hukum di
Indonesia tentang penggunaan DNA pada kloning embrio manusia, dengan
tujuan untuk mengatur sebab akibat dari penggunaan DNA pada hukum yang
telah ada di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian kloning
2. Hukum kloning
3. Prespektif medis dalam islam
1.3 Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa lebih mengenal hukum islam lebih jauh, terutama
hukum kloning dalam islam dan pandangan ulama terhadap kloning.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Klon berasal dari kata klόόn (yunani), yang artinya tunas.Kloning
adalah tindakan menggandakan atau mendapatkan keturunan jasasd hidup
tanpa fertilisasi, berasal dari induk yang sama, mempunyai susunan (jumlah
dan gen) yang sama dan kemungkinan besar mempunyai fenotib yang sama.
Kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang
sama dengan induknya yang berupa manusia. Berdasarkan pengertian tersebut,
ada beberapa jenis kloning yang dikenal, antara lain:
1. Kloning DNA rekombinan
Kloning ini merupakan pemindahan sebagian rantai DNA yang
diinginkan dari suatu organisme pada satu element replikasi genetik,
contohnya penyisipan DNA dalam plasmid bakteri untuk mengklon satu
gen.
2. Kloning Reproduktif
Merupakan teknologi yang digunakan untuk menghasilkan hewan
yang sama, contohnya Dolly dengan suatu proses yang disebut SCNT
(Somatic Cell Nuclear Transfer).
3. Kloning Terapeutik
Merupakan suatu kloning untuk memproduksi embrio manusia
sebagai bahan penelitian. Tujuan utama dari proses ini bukan untuk
menciptakan manusia baru, tetapi untuk mendapatkan sel batang yang
dapat digunakan untuk mempelajari perkembangan manusia dan
penyembuhan penyakit.
A. Proses Kloning Gen
Proses kloning gen secara sederhana :
1. Mempersiapkan sel stem.
2. Sel stem diambil inti sel yang mengandung informasi genetic
kemudian dipiahkan dari sel.
3. Mempersiapkan sel telur.
4. Inti sel stem diimplantasikan ke sel telur.
5. Sel telur dipicu supaya terjadi pembelahan dam pertumbuhan. Setelah
membelah menjadi embrio.
6. Blastosis mulai memisahkan diri dari dan siap diimplantasikan ke
rahim.
7. Embrio tumbuh dalam rahim menjadi bayi dengan kode genetik persis
sama dengan sel stem donor.
Molekul DNA dan bakteriofog mempunyai sifat-sifat dasar yang
ditentukan sebagai sarana kloning. Namun sifat ini tidak berguna tanpa
adanya teknik-teknik eksperimen untuk manipulasi molekul DNA di
dalam laboratorium. Ketrampilan dasar untuk melakukan kloing secara
sederhana adalah :
1) Preperasi sampel DNA murni
2) Pemotongan DNA murni
3) Analisis ukuran fragmen DNA
4) Penggolongan molekul DNA
5) Memasukan molekul DNA ke dalam sel tuan rumah
6) Identifikasi sel yang mengandung molekul DNA rekombinasi
B. Kloning Gen Ditinjau Dari Peluang Alam
Daniel Callahan 1972 (dikutip dari shannon, TA. 1987).
Menyebutkan adanya 3 orientasi dasar yang mempengaruhi cara kita
memandang peluang-peluang alam.
Pertama, ada model yang memandang alam sebagai sesuatu yang
plastis, dalam arti bisa direka/diolah oleh manusia. Dalam prespektif ini,
alam dilihat sebagi hal yang asing dan jauh dari manusia. Alam itu bersifat
plastis sejauh dapat dibentuk dam dimanfaatkan dengan cara apapun yang
dianggap sesuai oleh manusia. Dengan demikian, alam adalah milik
manusia yang dapat dimanfaatkan sesukanya.
Kedua, alam dapat dihayati sebagai hal yang suci. Pandangan ini
dapat dijumpai dalam tradisi keagamaan baik ditimur maupun di barat.
Taoisme mengasumsikan kesesuaian individu dengan alam, sehingga bisa
menjadi bagian dari keseluruhan kosmis yang ditayangkan oleh alam.
Teolog dari abad pertengahan memandang alam sebagai jejak Tuhan. Al-
Qur’an diturunkan dengan perintah membaca sebagai firman pertama (Al-
Alaq [96]: 1-5) ”bacalah atas nama penciptamu; yang telah menciptakan
manusia dari segumpal nutfah; bacalah ! dan tuhanmu sangat pemurah;
yang telah mengajarkan penggunaan kalam; mengjarkan hal-hal yang tidak
diketahui olehnya” kalau ALLAH Secara langsung tidak dapat kita lihat,
yang tampak adalah bekas goresannya disekitar ita ini berupa semua
kejadian yang dapat kita amati di alam semesta. Pandangan ini
menciptakan suatu sikap tanggung jawab terhadap alam dan kemampuan
untuk melestarikannya. Manusia boleh mengintervensi alam, asal
perbuatannya itu mengetahui ukuran dan tidak terlalu banyak.
Ketiga, merupakan suatu model teologis. Pengertian ini
mengasumsikan adanya tujuan dan logika dalam alam. Terdapat suatu
dinamisme internal dalam alam yang membawanya kepada tujuan atau
maksud tertentu. Setiap campur tangan dalam alam harus menghomati
tujuan-tujuan ini, sehingga dengan demikian mencegah akan terjadinya
pelanggaran terhadap keutuhan alam. Dengan demikian juga jangkauan
terhadap intervensi manusia dalam alam ditentukan oleh dinamisme alam
itu sendiri.
C. Kloning Gen Ditinjau Dari Segi Etik Profesi
Salah satu perdebatan dalam etik profesi adalah menyangkut
tanggung jawab para ilmuan, atau lebih umum tanggung jawab para ahli.
Gustafon dalam beberapa tahun 1970 (dikutip dari shannon, TA. 1987),
mengemukakan beberapa model yang dapat dipakai untuk menangani
masalah tanggung jawab profesi ini yaitu :
Pertama, para ilmuwan berhak untuk melakukan apa saja yang
mungkin dilakukan. Pembenaran dari pendapat ini adalah nilai yang
inheren pada pengenalan itu sendiri. Hal itu juga dilengkapi dengan
pertimbangan bahwa keingintahuan intelektual merupakan suatu nilai
khusus disamping naluri yang melekat pada manusia untuk memecahkan
persoalan. Dalam model ini, satu-satunya kendala yang membatasi adalah
tiadanya kemampuan teknis.
Kedua, para ilmuwan yang tidak berhak untuk mencampuri alam.
Larangan yang tegas ini didasarkan atas keyakinan bahwa alam itu suci
atau adanya anggapan bahwa setiap penelitian melangar batas yang
ditentukan oleh alam. Namun banyak yang tidak setuju untuk
menggunakan prinsip ini secara mutlak, melainkan memahaminya sebagai
suatu dorongan yang kuat untuk mempraktekkan tangung jawab yang
sudah ada sebelumnya.
Ketiga, ilmuwan tidak berhak untuk mengubah ciri-cir manusia
yang khas. Model tanggung jawab ini berkaitan dengan pandangan
tedeologis tentang alam, yang menganggap bahwa intervensi dalam alam
dibatasi oleh suatu faktor khusus, yaitu ciri-ciri manusia.
Dengan demikian, berbeda dengan model kedua, karena disini
orang dapat mencampuri dengan alam, tetapi yang menjadi batasnya
adalah kodrat manusia, dan bukan ketidakmampuan teknis seperti pada
model pertama. Akhirnya ilmuwan berhak untuk memelihara pertumbuhan
ciri-ciri manusia yang berharga dan menyingkirkan ciri-ciri yang
merugikan. Model ini menunjukan tingkat intervensi yang tinggi, baik
untuk menguasai maupun mengarahkan perkembangan manusia.
Tujuannya adalah kualitas kehidupan.
2.2 Kloning Gen Ditinjau Dari Hukum Agama
Prestasi ilmu pengetahuan yang sampai pada penemuan proses
kloning,sesungguhnya telah menyingkapkan sebuah hukum alam yang
ditetapkan ALLAH SWT pada sel-sel tubuh manusia dan hewan, karena
proses kloning telah menyikap fakta bahwa pada sel tubuh manusia dan hewan
terdapat potensi menghasilkan keturunan, jika intisel tubuh tersebut
ditanamkan pada sel telur perempuan yang telah dihilangkan inti selnya. Jadi
sifat inti sel tubuh itu tak ubahnya seperti sel sperma laki-laki yang dapat
membuahi sel telur peermpuan. Pada hakikatnya islam sangat menghargai
iptek. Oleh sebab itu islam terhadap kloning tersebut tentunya sangat
ditunggu-tunggu oleh masyarakat internasional. Didalam islam berbeda antara
hukum kloning binatang dan manusia. Pada hukum kloning pada manusia.
Menurut buku fatawa mu’ashiroh karangan Yusuf Qurdhowy bahwa tidak
diperbolehkanya kloning terhadap manusia. Atas beberapa pertimbangan
diantaranya :
1. Dengan kloning akan meniadakan keanekaragaman. (varietas). ALLAH
SWT telah menciptakan alam ini dengan kaedah keanekaragaman. Hal
tersebut tertuang dalam Al-Qur’an surat fathir ayat 26 dan 27. Sedangkan
dengan kloning akan meniadakan keanekaragaman tersebut. Karena
dengan kloning secara tidak langsung menciptakan duplikat dari satu
orang. Dan dengan ini akan dapat merusak kehidupan manusia dan tatanan
sosial dalam masyarakat, efeknya sebagian telah kita ketahui dan sebagian
lainnya kita ketahui di kemudian hari.
2. Kloning manusia akan menghilang nasab (garis keturunan).
Bagaimana dengan hubungan orang ang mengkloning dan hasil kloningan
tersebut, apakah dihukumi sebagai duplikatnya atau bapaknya ataupun
kembarannya, dan ini adalah permasalahan yang kompleks. Kita akan
kesulitan dalam menentukan nasab hasil kloningan tersebut. Dan tidak
menutup kemungkinan kloning dapat digunakan untuk kejahatan, Siapa
yang bisa menjamin jikalau diperbolehkan kloning tidak akan ada satu
negara yang mencetak ribuan orang yang digunakan sebagai prajurit
militer yang berfungsi menumpas negara lain.
3. Dengan kloning akan mengilangkan Sunatullah (nikah). ALLAH SWT
telah menciptakan manusia, tanaman, binatang dengan berpaang-pasangan.
Surat Addariyat 46. Anak-anak produk kloning tersebut dihasilkan melalui
cara yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah
ditetapkan ALLAH SWT untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai
sunnatullah untuk menghasilkan anak-anak dan keturunannya. ALLAH
SWT berfirman: “dan Bawasannya Dialah yang menciptakan berpasang-
pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani apabila dipancarkan.”
(QS. An Najm : 45-46).
4. Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan
banyak hukum-hukum syara’. Seperti hukum tentang perkawinan, nasab,
nafkah, hak, dan kewajiban antar bapak dan anak, waris, perawatan anak,
hubungan kemahraman, hubungan ’ashabah dan lain-lain. Disamping itu
koning akan mencampur adukkan dam menghilangkan nasab serta
menyalahi fitra yang telah diciptakan ALLAH SWT untuk manusia dalam
masalah kelahiran anak. Kloning manusia sesungguhnya merupakan
perbuatan keji yang akan dapat menjungkir balikkan struktur kehidupan
masyarakat.
Berdasarkan dalil-dalil itulah proses kloning manusia diharamkan menurut
hukum islam dan tidak boleh dilahsanakan. ALLAH SWT berfirman
mengenai perkataan iblis terkutuk, yang mengatakan : ”...dan akan aku
(iblis) suruh mereka (mengubah ciptaan ALLAH), lalu benar-benar
mereka mengubahnya.” (QS.An Nisaa’ : 119).
Melihat fakta kloning manusia secara menyeluruh, syari’at Islam
mengharamkan kloning terhadap manusia, dengan argumentasi sebagai
berikut:
1. anak-anak produk proses kloning dihasilkan melalui cara yang tidak
alami (percampuran antara sel sperma dan sel telur). Padahal, cara
alami inilah yang telah ditetapkan oleh syariat sebagai sunatullah
menghasilkan anak-anak dan keturunannya. Allah SWT berfirman:
“Dan bahwasannya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan
laki-laki dan perempuan dari air mani apabila dipancarkan.” (QS an-
Najm, 53: 45-46).
Dalam ayat lain dinyatakan pula:
“Bukankah dia dahulu setetes mani yag ditumpahkan (ke dalam
rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah
menciptakannya dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan
daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan.” (QS al-Qiyâmah,
75: 37-38).
2. anak-anak produk kloning dari perempuan-tanpa adanya laki-laki-tidak
akan memunyai ayah. Anak produk kloning tersebut jika dihasilkan
dari proses pemindahan sel telur-yang telah digabungkan dengan inti
sel tubuh-ke dalam rahim perempuan yang bukan pemilik sel telur,
tidak pula akan memunyai ibu sebab rahim perempuan yang menjadi
tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung
(mediator). Oleh karena itu, kondisi ini sesungguhnya telah
bertentangan dengan firman Allah SWT:
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa–
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS al-Hujurât, 49: 13)
Juga bertentangan dengan firman-Nya yang lain:
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika
kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka
sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu [Maula-
maula ialah: seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau
seorang yang telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat
Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah] dan tidak ada dosa atasmu
terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya)
apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS al-Ahzâb. 33: 5).
3. kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan). Padahal
Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Ini berdasarkan hadis
yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa
Rasulullah saw. telah bersabda, “Siapa saja yang menghubungkan
nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan
(loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari
Allah, para malaikat dan seluruh manusia.” (H.R. Ibnu Majah)
Diriwayatkan pula dari Abu ‘Utsman An Nahri r.a. yang berkata, “Aku
mendengar Sa’ad dan Abu Bakrah masing-masing berkata, ‘Kedua
telingaku telah mendengar dan hatiku telah menghayati sabda
Muhammad SAW, “siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak)
kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu
bukan bapaknya, maka surga baginya haram.” (H.R. Ibnu Majah)
Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah r.a. bahwasannya tatkala turun
ayat li’an dia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja
perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang)
yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat
apapun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke
dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya
sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan akan
tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu
dihadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari
Kiamat)” (H.R. Ad-Darimi).
Kloning manusia yang bermotif memproduksi manusia-manusia
unggul dalam hal kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, kerupawanan-
jelas mengharuskan seleksi terhadap orang-orang yang akan dikloning,
tanpa memperhatikan apakah mereka suami-isteri atau bukan, sudah
menikah atau belum. Sel-sel tubuh itu akan diambil dari perempuan
atau laki-laki yang terpilih. Semua ini akan mengacaukan,
menghilangkan dan membuat bercampur aduk nasab.
4. memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah (baca:
mengacaukan) pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’ seperti
hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara
bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman,
hubungan ‘ashabah, dan banyak lagi. Di samping itu, kloning akan
mencampur-adukkan dan menghilangkan nasab serta menyalahi fitrah
yang telah diciptakan Allah untuk manusia dalam masalah kelahiran
anak. Konsekuensi kloning ini akan menjungkirbalikkan struktur
kehidupan masyarakat.
Pengharaman ini hanya berlaku untuk kasus kloning pada manusia
a.n. sich. Kloning bagi hewan dan tumbuhan, apalagi bertujuan untuk
mencari obat, justru dibolehkan bahkan disunahkan. Ini dapat dilihat
dari dua hadis di bawah ini, “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla
setiap kali menciptakan penyakit, Dia menciptakan pula obatnya.
Maka berobatlah kalian!.” (H.R. Imam Ahmad) Imam Abu Dawud dan
Ibnu Majah meriwayatkan dari Usamah bin Syuraik r.a. yang berkata,
“Aku pernah bersama Nabi, lalu datanglah orang-orang Arab Badui.
Mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?’ Maka
Nabi saw. menjawab, “Ya. Hai hamba-hamba Allah, berobatlah kalian
sebab sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidaklah menciptakan
penyakit kecuali menciptakan pula obat baginya….” Maka,
berdasarkan nash (teks) ini diperbolehkan memanfaatkan proses
kloning untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan untuk
mempertinggi produktivitasnya.
2.3 Kloning Gen Ditinjau Dari Hukum Di Indonesia
Dalam UU kesehatan No.23 tahun 1992 terdapat ketentuan pasal-pasal
tentang kehamilan di luar cara alami sebagai berikut: Pasal 16
1) Kehamilan diluar alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk
membantu suami istri mendapat. Penjelasan: Jika secara medis dapat
membuktikan bahwa pasangan suami istri yang sah dan benar-benar tidak
dapat memperoleh keturunan secara alami, pasangan suami istri tersebut
dapat melakukan kehamilan diluar cara alami sebagai upaya terakhir
melalui ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.
2) Upaya kehamilan diluar alami sebagimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dan dengan ketentuan :
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum
berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
wewenangan untuk itu.
b. Pada sarana kesehatan tertentu. Penjelasan: Pelaksanaan upaya
kehamilan diluar cara alami harus dilakukan sesuai dengan norma
hukum, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Sarana kesehatan
tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan
perelatan yang telah memenuhi persyaratan untuk
menyelenggarakan upaya kehamilan diluar cara alami dan ditunjuk
oleh pemerintah.
3) Ketentuan mengenai persyaratan dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan peraturan pemerintah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
peraturan ini ialah :
a. Sperma harus berasal dari suami sah dari pemilik ovum. Bila
sperma berasal dari laki-laki lain, hukumannya sama dengan
perzinaan.
b. Hasil pembuahan tidak boleh ditanam di dalam rahim wanita yang
bukan pemilik ovum yang dibuahi tersebut.
c. Yang dimasud dengan keturunan adalah sperma dari suami.
4) Ketentuan pidana.
Ketentuan pidana untuk pelaku upaya kehamilan diluar cara alami
diatur dalam pasal 82 ayat (2) a yang berbunyi : Melakukan upaya
kehamilan diluar cara alami yang tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2.3.1 Pandangan Etika
Setelah dilaporkan tentang Dolly, seekor anak domba yang
berhasil di klon dari sel domba dewasa. Segera timbul pertanyaan di
masyarakat terutama para ahli, apakah nantinya manusia juga akan di
klon? Sebab, teknologi ini dapat diterapkan pada semua mamalia
termasuk juga manusia. Tetapi dengan demikian munculah masalah
etika, yang didasari berbagai pertanyaan seperti apakah yang telah
dilakukan dengan hewan ini boleh dilakukan pada manusia? Sejauh
manakah manusia dapat dan boleh malangkah ke depan tanpa
kehilangan kemanusiaanya? Para ilmuwan berpendapat dan memiliki
keyakinan yang besar akan hal ini dapat membantu pasangan yang
infertil yang tidak bisa dibantu dengan metode lain untuk bisa
mendapatkan keturunan.
Dilihat dari tujuan kloning reproduktif yaitu penciptaan manusia
baru maka kloning manusia dapat dikatakan tidak etis karena tentu saja
hal ini melampaui kekuasaan Tuhan. Dilihat dari tujuan kloning
dikatakan etis apabila digunakan untuk tujuan kesehatan atau tujuan
klinik. Penelitian yang berlangsung menyangkut diri manusia harus
bertujuan untuk menyempurnakan tata cara diagnostic, terapeutik dan
pencegahan serta pengetahuan tentang etiologi dan tatogenesis. Dan
juga kloning tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang dari
pengembangannya untuk tujuan ekonomi, militerisme dan tindakan-
tindakan kriminal.
2.3.2 Pandangan Medik
1. Riset klinis harus disesuaikan dengan prinsip moral dan ilmu
pengetahuan yang membenarkan riset medis. Selain itu, riset klinis
hendaknya didasarkan atas percobaan laboratoris dan eksperimen
dengan bintang atau fakta-fakta ilmiah yang sudah pasti.
2. Riset klinis hendaknya secara sah, oleh ahli yang berkompeten dan
dibawah pengawasan tenaga medis yang ahli dibidangnya.
3. Setiap proyek riset klinis hendaknya didahului oleh suatu taksiran yang
cermat terhadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi didalamnya dan
dibandingkan dengan manfaat yang diperkirakan dapat diperoleh oleh
orang yang menjadi objek riset atau orang lain.
4. Dokter seharusnya memberikan perhatian khusus dalam menjalankan
riset klinis yang mungkin merubah kepribadian orang ya
2.4 Prospektif Medis Dalam Islam
Kloning manusia mendapat debat sosial, etika dan moral yang
serius, hal ini sangat beralasan karena kloning akan mengakibatkan variasi
genetik menurun. Berarti bahwa memproduksi banyak klon
mengakibatkan suatu pupolasi sama sekali serupa. Populasi yang demikian
akan memudahkan terjangkitnya penyakit yang sama, dan suatu penyakit
akan mudah menghancurkan populasi tersebut. Pupolasi dimana
keragaman genetiknya kurang, dapat dengan mudah dihilangkan dengan
suatu virus tunggal, walaupun tidak secara drastis, tetapi peluang
terjadinya besar. Mari kita melihat contoh pada suatu negara yang
memiliki persentase sapi hasil klon besar, suatu virus, khususnya strain
dari penyakit 'mad cow' dapat berpengaruh terhadap seluruh populasi.
Selanjutnya mengakibatkan bencana kekurangan makanan di negara
tersebut. Resiko lain yang mungkin timbul adalah penularan penyakit
melalui ternak transgenik. Jika suatu ternak memproduksi obat dimana
susunya terinfeksi virus, ternak ini akan memindahkan virus tersebut ke
pasient yang menggunakan obat tersebut.
Beberapa penelitian kloning manusia pada akhirnya membutuhkan
untuk dicoba pada manusia. Kemampuan mengklon manusia menunjukkan
bahwa anak hasil kloning merupakan hasil tempelan genetik. Inti dari
perdebatan kloning sebenarnya adalah apabila embrio manusia
dimanipulasi sebelum ditumbuhkan. Dengan manipulasi embrio,
memungkinkan peneliti akan merubah kode genetika seorang bayi untuk
menjadikan individu dengan warna mata tertentu atau genetik yang tahan
dengan penyakit tertentu atau dengan model yang lain sesuai dengan yang
dikehendaki.
Klon pada domba dan kera menggunakan sel dewasa telah
dilaporkan keberhasilnya. Keberhasilan mengklon primata, satu lagi
pemacu debat masalah etika, sosial dan moral, karena semakin
mendekatkan kemungkinan mengklon manusia. Presiden Clinton dalam
hal ini juga telah mengeluarkan larangan dan tidak memberikan dana
untuk penelitian kloning manusia. Beberapa negara juga telah
mengeluarkan larangan serupa. Namun bagi kelompok pendukung
teknologi kloning ini berpendapat bahwa kloning dapat dikontrol untuk
memberikan keuntungan seperti pembuatan obat-obatan baru dan
perlakuan terhadap berbagai penyakit.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Klon berasal dari kata klόόn (yunani), yang artinya tunas.Kloning
adalah tindakan menggandakan atau mendapatkan keturunan jasasd hidup
tanpa fertilisasi, berasal dari induk yang sama, mempunyai susunan (jumlah
dan gen) yang sama dan kemungkinan besar mempunyai fenotib yang sama.
Kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang
sama dengan induknya yang berupa manusia.
Hukum kloning pada manusia. Menurut buku fatawa mu’ashiroh
karangan Yusuf Qurdhowy bahwa tidak diperbolehkanya kloning terhadap
manusia. Atas beberapa pertimbangan diantaranya :
1. Dengan kloning akan meniadakan keanekaragaman
2. Kloning manusia akan menghilang nasab (garis keturunan)
3. Dengan kloning akan mengilangkan Sunatullah (nikah)
4. Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan
banyak hukum-hukum syara’
3.2 Saran
Jika ingin melakukan penelitian tentang apapun itu, diharapkan untuk terlebih
dahulu melihat sudut pandang islam dan para ulama apakah
DAFTAR PUSTAKA
Kuntarti,titik.2007. kloning. yogyakarta: universitas islam indonesia press
Daulay,shaleh.2012. kloning dari perspektif agama dan moral. jakarta.
Kuswandi, "Bioteknologi Kloning, Kloning Manusia dan Agama, dalam Jurnal
Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam, h. 20
http://bobbyartanto.blogspot.com/2011/12/pengertian-kloning-lengkap-
dengan.html
http://www.e-jurnal.com/2013/09/hukum-kloning-dalam-pandangan-islam.html
Recommended