1
LAPORAN
PENGABDIAN MASYARAKAT
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI YANG TEPAT BAGI
MASYARAKAT DESA TUNGGULO SELATAN
KECAMATAN TILONGKABILA
OLEH :
Dr. Teti Sutriyati Tuloli, S.Farm., M.Si., Apt Nip. 198002202008012007
Madania, S.Farm., M.Sc., Apt Nip. 198305182010122005
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019
3
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan karunia
yang dilimpahkan kepada kita semua sehingga Laporan pengabdian kepada
masyarakat ini dapat diselesaikan.
Pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
Kecamatan Tilango mengenai Penatalaksanaan Hipertensi Yang Tepat Bagi
Masyarakat Desa Tunggulo Selatan Kecamatan Tilongkabila.
Akhirnya kami berharap semoga laporan pengabdian ini dapat bermanfaat
dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya dan kefarmasian pada
khususnya.
Wallahu Walliyyut Taufik Wal-Hidayah
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
Gorontalo, 16 September 2019
Penyusun
Dr. Teti Sutriyati Tuloli, S.Farm., M.Si., Apt
4
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI YANG TEPAT BAGI
MASYARAKAT DESA TUNGGULO SELATAN
KECAMATAN TILONGKABILA
A. ANALISIS SITUASI
Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah mengalami peningkatan
yang memberikan gejala berlanjut pada suatu organ target di tubuh. Hal ini dapat
menimbulkan kerusakan yang lebih berat, misalnya stroke (terjadi pada otak dan
menyebabkan kematian yang cukup tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi
kerusakan pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kiri (terjadi pada otot
jantung). Hipertensi juga dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal, penyakit
pembuluh lain dan penyakit lainnya (Syahrini et al., 2012).
Umumnya penyakit hipertensi terjadi pada orang yang sudah berusia lebih dari
40 tahun. Penyakit ini biasanya tidak menunjukkan gejala yang nyata dan pada
stadium awal belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatan
penderitanya (Gunawan, 2012). Di dunia diperkirakan 7,5 juta kematian disebabkan
oleh tekanan darah tinggi. Pada tahun 1980 jumlah orang dengan hipertensi
ditemukan sebanyak 600 juta dan mengalami peningkatan menjadi hampir 1 milyar
pada tahun 2008 (WHO, 2013). Hasil riset WHO pada tahun 2007 menetapkan
hipertensi pada peringkat tiga sebagai faktor resiko penyebab kematian dunia.
Hipertensi telah menyebabkan 62% kasus stroke, 49% serangan jantung setiap
tahunnya (Corwin, 2007).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang saat ini masih
menjadi masalah di Indonesia. Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa sekitar
25,8 persen penduduk Indonesia mengidap hipertensi. Di tahun 2016, Survei
5
Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) menyebut adanya kenaikan persentase
penduduk yang mengidap hipertensi menjadi 32,4 persen. Hipertensi menjadi
berbahaya karena memiliki banyak komplikasi. Stroke, penyakit jantung, hingga
gagal ginjal merupakan penyakit-penyakit katastropik yang tak hanya memiliki
angka kematian tinggi, namun juga membebani ekonomi keluarga. Berikut adalah
daftar 10 Diagnosa Penyakit Tidak Menular Terbanyak Tahun 2018: 1)
Hipertensi: 185.857, 2) DM Tipe 2: 46.174, 3) Obesitas: 13.820, 4) Rheumatoid
Artritis: 10.963, 5) Asma Bronchiale: 9.600, 6) Katarak: 4.099, 7) Jantung
Koroner: 3.910, 8) Gagal Jantung: 3.493, 9) Penyakit Paru Obstruktif
Kronik: 3.296, 10) DM Tipe 1: 3.268 (Kemenkes RI, 2018).
Badan Kesehatan Dunia, WHO tahun 2012 menunjukkan sekitar 982 juta
orang atau 26,4 % manusia menderita hipertensi. Angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2 % di tahun 2025. Kawasan Asia Tenggara, terdapat 36%
orang dewasa yang menderita hipertensi sedangkan di kawasan Asia, penyakit ini
telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya (WHO, 2012). Prevalensi hipertensi
di Indonesia mencapai 36,8% dari populasi berusia 18 tahun keatas dan dari jumlah
tersebut 60% penderita hipertensi akan menderita stroke, sementara sisanya akan
mengalami gangguan jantung, gagal ginjal dan kebutaan (Rahajeng, 2009).
Penanganan hipertensi yang tidak tepat akan beresiko terhadap timbulnya
komplikasi akibat hipertensi yang diderita seperti Cerebral Vascular Accident
(CVA), gagal jantung dan yang lain. Diperkirakan 2/3 dari pasien hipertensi yang
berumur lebih dari 60 tahun akan mengalami payah jantung kongesif, infark
6
miokard, stroke diseksi aorta dalam lima tahun jika hipertensi tidak diobati
(Muttaqin, 2009).
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi yaitu gaya
hidup dengan pola makan yang salah, jenis kelamin, latihan fisik, makanan,
stimulan (zat-zat yang mempercepat fungsi tubuh) serta stres (Jono, 2009). Bo Hu
et al., (2015) dalam penelitiannya menemukan bahwa stres psikologis dikaitkan
dengan risiko yang lebih besar terjadi hipertensi dibandingkan dengan orang yang
tidak mengalami stress psikologis yang bisa mencapai sekitar 9 %.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo kasus hipertensi pada tahun 2011
sebanyak 5.433 kasus. Pada tahun 2012 mengalami peningkatan tiga kali lipat dan
pada tahun 2013 kasus hipertensi mengalami penurunan. Yang mana selama tiga
tahun tersebut hipertensi berada di urutan pertama dari penyakit tidak menular.
Prevalensi hipertensi di Gorontalo yang didapat melalui pengukuran pada
umur ≥18 tahun sebesar 29,0 persen, tertinggi di Gorontalo (41,0%), diikuti Bone
Bolango (29,7%), Kota Gorontalo (22,2%) dan Gorontalo Utara (22,1%)
(Kementerian Kesehatan RI, 2013). Pada lansia wanita, hipertensi menduduki
peringkat kedua tertinggi sebagai penyebab dari kematian lansia di atas usia 65
tahun dengan presentase sebesar 11,2%. Sedangkan pada lansia laki-laki, penyakit
hipertensi menduduki peringkat ke-4 dengan presentase sebesar 7,7% (Kementerian
Kesehatan RI, 2013). Jumlah lansia pada bulan April 2015 yang berada dalam
cakupan wilayah Puskesmas Kabila Kabupaten Bone Bolango dari 6 desa tercatat
ada 839 lansia. Sedangkan jumlah lansia yang memiliki penyakit hipertensi
7
sebanyak 62 orang. Untuk itu diperlukan sosialisasi tentang penatalaksanaan terapi
yang tepat pada penderita hipertensi di Desa Tunggulo Selatan Kecamatan
Tilongkabila.
B. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH
Hipertensi diperkirakan telah menyebabkan 4,5% dari beban penyakit
secara global, prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di
negara maju (WHO, 2003). Sekitar 50% penderita tidak menyadari bahwa mereka
menderita hipertensi. Mereka cenderung menderita hipertensi lebih berat karena
tidak berupaya mengubah dan menghindari faktor risiko (Bustan, 2007). Data dari
Framinghan Heart Study menunjukkan bahwa individu yang nonhipertensi pada
usia 55 tahun memiliki 90% risiko seumur hidup menderita hipertensi (Vasan et al.,
2002).
Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Selain itu,
akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi,
merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian
penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala,
sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan
fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja
pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar
kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil
pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi
8
hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah
mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi.
Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan faktor penting dalam kesehatan
lanjutan dan kesejahteraan pasien hipertensi (Patel dan Taylor, 2002). Kepatuhan
dan ketaatan merupakan prasyarat untuk keefektivan terapi hipertensi dan potensi
terbesar untuk perbaikan pengendalian hipertensi yang terletak dalam
meningkatkan perilaku pasien tersebut (Halpern et al., 2006). Sedangkan,
ketidakpatuhan pasien terhadap obat antihipertensi adalah salah satu faktor utama
kegagalan terapi (Karaeren et al., 2009). Hipertensi lama atau berat dapat
menimbulkan komplikasi berupa kerusakan organ (target organ damage) pada
jantung, otak, ginjal, mata dan pembuluh darah perifer (Nafrialdi, 2007). Ada 5
kategori faktor ketidakpatuhan: pasien, kondisi, terapi, sistem kesehatan dan faktor
sosialekonomi (WHO, 2003). Untuk memperbaiki kepatuhan, maka dapat
dipertimbangkan obat dengan fixed-dose combination (Kabo, 2011).
Pengetahuan pasien tentang hipertensi dan obat-obatan dibutuhkan dalam
mencapai kepatuhan yang lebih tinggi (Karaeren et al., 2009). Pada penelitian di
USA, pengetahuan sangat rendah pada pasien yang tekanan darahnya tidak
terkontrol (Cheng et al., 2005). Pengetahuan hipertensi adalah penyebab tambahan
yang potensial untuk tingginya tingkat tekanan darah yang tidak terkontrol dan
komplikasi jangka panjang (Chobanian et al., 2003). Meningkatkan pengetahuan
hipertensi memerlukan pendekatan multidimensional ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Sementara pasien harus dididik tentang konsekuensi dari
hipertensi yang tidak terkontrol (Oliveria et al., 2005)
9
Karena hipertensi termasuk penyakit seumur hidup yang harus senantiasa
dijaga tekanan darahnya, maka dibutuhkan kepatuhan pasien untuk pengobatan
hipertensi (farmakologi dan non farmakologi). Penatalaksanaan yang tepat juga
diperlukan karena angka kejadian hipertensi yang tinggi hanya dapat dicegah
dengan penggunaan obat yang tepat.
Dari uraian ini, pengusul mengidentifikasi permasalahan pada pengabdian
masyarakat ini yaitu apakah masyarakat di Desa Tunggulo Selatan Kecamatan
Tilongkabila telah memiliki pengetahuan tentang obat khususnya tentang
penatalaksanaan terapi hipertensi yang tepat.
C. TUJUAN KEGIATAN
Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengertian, patologi, gejala
dan terapi hipertensi.
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bagaimana terapi hipertensi
yang tepat.
D. MANFAAT KEGIATAN
Manfaat dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah : meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang penatalaksanaan terapi hipertensi yang tepat pada
masyakarakat di Desa Tunggulo Selatan Kecamatan Tilongkabila. Dilain pihak
kegiatan ini dapat dimanfaatkan oleh pelaksana sebagai apoteker dalam rangka
memberikan pelayanan kefarmasian yang professional dalam mencapai
penggunaan obat yang tepat oleh masyarakat.
10
E. TINJAUAN PUSTAKA
a) Hipertensi
a) Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung
dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara terus–menerus
lebih dari suatu periode (Irianto, 2014). Hal ini terjadi bila arteriol–arteriol
konstriksi. Konstriksi arterioli membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan
tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan
arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh
darah (Udjianti, 2010).
Hipertensi dapat didifinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg
(Syamsudin, 2011). Populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg (Smeltzer dan
Bare, 2002). Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, infak
miokard, diabetes dan gagal ginjal (Corwin, 2009).
b) Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan menurut
Corwin (2009), Irianto (2014), Padila (2013), Price dan Wilson (2006), Syamsudin
(2011), Udjianti (2010) : a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer. Merupakan
90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial yang didefinisikan
11
sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik).
Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial
seperti berikut ini: 1) Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak
dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan darah
tinggi. 2) Jenis kelamin dan usia: laki – laki berusia 35- 50 tahun dan wanita
menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka
tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin
laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan. 3) Diet: konsumsi diet tinggi garam atau
lemak secara langsung berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini
bisa dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya karena dengan
mengkonsumsi banyak garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat
pada beberapa orang, khususnya dengan pendeita hipertensi, diabetes, serta orang
dengan usia yang tua karena jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang
bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang
seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan
peningkatan pada volume darah seseorang atau dengan kata lain pembuluh darah
membawa lebih banyak cairan. Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah
inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya peningkatan
tekanan darah didalam dinding pembuluh darah. Kelenjar adrenal memproduksi
suatu hormon yang dinamakan Ouobain. Kelenjar ini akan lebih banyak
memproduksi hormon tersebut ketika seseorang mengkonsumsi terlalu banyak
garam. Hormon ouobain ini berfungsi untuk menghadirkan protein yang
12
menyeimbangkan kadar garam dan kalsium dalam pembuluh darah, namun ketika
konsumsi garam meningkat produksi hormon ouobain menganggu kesimbangan
kalsium dan garam dalam pembuluh darah.
Konsumsi garam per hari yang dianjurkan adalah sebesar 1500 – 2000 mg atau
setara dengan satu sendok teh. Perlu diingat bahwa sebagian orang sensitif terhadap
garam sehingga mengkonsumsi garam sedikit saja dapat menaikan tekanan darah.
Membatasi konsumsi garam sejak dini akan membebaskan anda dari komplikasi
yang bisa terjadi. 4) Berat badan: Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa
menjaga berat badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB
ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.
5) Gaya hidup: Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola
hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi itu terjadi yaitu merokok,
dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari
dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok berpengaruh
dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau berlebihan dan
terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki
tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar tekanan darah
pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari
komplikasi yang bisa terjadi. b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder
merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang
ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi endokrin,
hipertensi renal, kelainan saraf pusat yang dapat mengakibatkan hipertensi dari
13
penyakit tersebut karena hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut
hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan ginjal yang paling banyak
menyebabkan tekanan darah tinggi karena adanya penyempitan pada arteri ginjal,
yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal.
Bila pasokan darah menurun maka ginjal akan memproduksi berbagai zat yang
meningkatkan tekanan darah serta ganguuan yang terjadi pada tiroid juga
merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah yang mengakibtkan
meningkatnya resistensi pembuluh darah sehingga mengakibtkan hipertensi. Faktor
pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral,
coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris),
kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, luka bakar, dan stress karena stres
bisa memicu sistem saraf simapatis sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan
tekanan pada pembuluh darah.
c) Klasifikasi
Menurut WHO (2013), batas normal tekanan darah adalah tekanan darah
sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80 mmHg.
Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Berdasarkan The Joint National
Commite VIII (2014) tekanan darah dapat diklasifikasikan berdasarkan usia dan
penyakit tertentu. Diantaranya adalah:
Tabel 2.1. Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite VIII Tahun
2014
14
American Heart Association (2014) menggolongkan hasil pengukuran
tekanan darah menjadi:
Tabel 2.2. Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Heart Association
(2014)
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi primer dan
hipertensi sekunder (Smeltzer dan Bare, 2002, Udjianti, 2010). Hipertensi primer
adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90%
kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Beberapa faktor yang diduga
berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer adalah genetik, jenis kelamin,
usia, diet, berat badan, gaya hidup. Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan
darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau
gangguan tiroid. Dari 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor
pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral,
15
kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan stres (Udjianti,
2010).
b) Penatalaksanaan Hipertensi
a. Pengaturan diet Mengkonsumsi gizi yang seimbang dengan diet rendah
garam dan rendah lemak sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk
dapat mengendalikan tekanan darahnya dan secara tidak langsung
menurunkan resiko terjadinya komplikasi hipertensi. Selain itu juga perlu
mengkonsumsi buah-buahan segar sepeti pisang, sari jeruk dan diet dan
terapi penunjang
b. Sebagainya yang tinggi kalium dan menghindari konsumsi makanan awetan
dalam kaleng karena meningkatkan kadar natrium dalam makanan
(Vitahealth, 2005). Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan resiko
penyakit kardiovaskuler. Mengurangi asupan lemak jenuh dan mengantinya
dangan lemak polyunsaturated atau monounsaturated dapat menurunkan
resiko tersebut. Meningkatkan konsumsi ikan, terutama ikan yang masih
segar yang belum diawetkan dan tidak diberi kandungan garam yang
berlebih (Syamsudin, 2011). Perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat
Gaya hidup dapat merugikan kesehatan dan meningkatkan resiko
komplikasi hipertensi seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, minum
kopi, mengkonsumsi makanan cepat saji (junk food), malas berolahraga
(Junaidi, 2002), makanan yang diawetkan didalam kaleng memiliki kadar
natrium yang tinggi didalamnya. Gaya hidup itulah yang meningkatkan
resiko terjadinya komplikasi hipertensi karena jika pasien memiliki tekanan
16
darah tinggi tetapi tidak mengontrol dan merubah gaya hidup menjadi lebih
baik maka akan banyak komplikasi yang akan terjadi (Vitahealth, 2005).
Penurunan berat badan merupakan modifikasi gaya hidup yang baik bagi
penderita penyakit hipertensi. Menurunkan berat badan hingga berat badan
ideal dengan munggurangi asupan lemak berlebih atau kalori total. Kurangi
konsumsi garam dalam konsumsi harian juga dapat mengontrol tekanan
darah dalam batas normal. Perbanyak buah dan sayuran yang masih segar
dalam konsumsi harian (Syamsudin, 2011).
c. Menejemen Stres Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, rasa marah,
murung, dendam, rasa takut, rasa bersalah) merupakan faktor terjadinya
komplikasi hipertensi. Peran keluarga terhadap penderita hipertensi
diharapkan mampu mengendalikan stres, menyediakan waktu untuk
relaksasi, dan istrirahat (Lumbantobing, 2003). Olahraga teratur dapat
mengurangi stres dimana dengan olahraga teratur membuat badan lebih
rileks dan sering melakukan relaksasi (Muawanah, 2012). Ada 8 tehnik
yang dapat digunakan dalam penanganan stres untuk mencegah terjadinya
kekambuhan yang bisa terjadi pada pasien hipertensi yaitu dengan cara :
scan tubuh, meditasi pernafasan, meditasi kesadaran, hipnotis atau
visualisasi kreatif, senam yoga, relaksasi otot progresif, olahraga dan terapi
musik (Sutaryo, 2011).
d. Mengontrol kesehatan Penting bagi penderita hipertensi untuk selalu
memonitor tekanan darah. Kebanyakan penderita hipertensi tidak sadar dan
mereka baru menyadari saat pemeriksaan tekanan darah. Penderita
17
hipertensi dianjurkan untuk rutin memeriksakan diri sebelum timbul
komplikasi lebih lanjut. Obat antihipertensi juga diperlukan untuk
menunjang. keberhasilan pengendalian tekanan darah (Sudoyo, Setiyohadi,
Alwi, Simadibrata, dan Setiati, 2010). Keteraturan berobat sangat penting
untuk menjaga tekanan darah pasien dalam batas normal dan untuk
menghindari komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit hipertensi yang
tidak terkontrol (Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani, 2013).
e. Olahraga teratur Olahraga secara teratur dapat menyerap atau
menghilangkan endapan kolestrol pada pembuluh darah nadi. Olahraga
yang dimaksut adalah latihan menggerakan semua nadi dan otot tubuh
seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda, aerobik. Oleh karena itu olahraga
secara teratur dapat menghindari terjadinya komplikasi hipertensi (Corwin,
2009). Latihan fisik regular dirancang untuk meningkatkan kebugaran dan
kesehatan pasien dimana latihan ini dirancang sedinamis mungkin bukan
bersifat isometris (latihan berat) latihan yang dimaksud yaitu latihan ringan
seperti berjalan dengan cepat (Syamsudin, 2011).
c) Manajemen Pengobatan Hipertensi
Manajemen pengobatan hipertensi (Farmakologi hipertensi) menurut
Ganiswarna, Setiabudy, Suyatna, Purwantyyastuti, dan Nafrialdi, (2005),
Syamsudin (2011), Tjay, dan Rahardja (2010), Sukandar, Andrajati, Sigit,
Adnyana, Stiadi, dan Kusnandar (2009) : Prinsip pengobatan dengan antihipertensi
adalah sebagai berikut:
18
a) Tujuan pengobatan hipertensi yaitu untuk mencegah terjadinya morbiditas dan
mortalitas akibat tekanan darah tinggi.
b) Manfaat terapi hipertensi menurunkan tekanan darah dengan antihipertensi
yang telah terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, yaitu
stroke, iskemia jantung, gagal jantung kongestif, dan memberatnya hipertensi.
c) Memutuskan untuk memulai pengobatan hipertensi tidak hanya ditentukan
dengan tingginya tekanan darah tetapi adanya faktor rsiko penyakit
kardiovaskuler lainnya.
d) Mulai pengobatan dengan suatu obat dosis rendah (jika tekanan darah tidak
dikendalikan). Penderita hipertensi pada tahap awal atau tahap 1 memulai
dengan jenis obat antihipertensi diuretik, β- bloker, penghambat ACE,
antagonis Kalsium dan α - bloker dengan memodifikasi pola hidup serta
menjonsumsi obat monoterapi antihipertensi.
e) Mulai dengan satu obat juga bisa mengobati dan atau tidak mengganggu suatu
kondisi yang ada contoh obat yang bisa digunakan yaitu jenis diuretik: diuretik
tiazid (hidroklorotiazid, klortalidon, bendroflumetiazid, indapamid. Xipamid),
beta bloker (kardioselektif: asebutolol, atenolol, bisopronol, metoprolol,
Nonselektif: alprenolol, karteolol, nedolol, oksprenolol), Alfa bloker:
Doxazosin, prazosin, terazosin, terazosin, bunazosin, labetalol, Penghambat
ACE: kaptropil, lisinopril, enalapril, benazepril, delapril, fosinopril, kuinapril,
perinderopi, ramipril, silazapril, Antagonis kalsium: Verapamil, diltiazem,
nifedipin).
19
f) Tambahkan obat kedua dari kelas obat yang berbeda (pelengkap) jika tekanan
darah tidak dikontrol dengan dosis sedang untuk agen pertama, obat
antihipertensi lainnya yang bisa digunakan yaitu vasodilator langsung,
adrenolitik sentral (α2 agonis) dan penghambat saraf adrenergik ini semua
bukan jenis obat monoterapi tahapan pertama antihipertensi tetapi merupakan
obat antihipertensi tambahan.
g) Mulai dengan obat yang mungkin paling mudah ditoleransi oleh pasien.
Kepatuhan jangka panjang berkaitan dengan tolerabilitas dan khasiat obat
pertama yang digunakan. Rekomendasi yang diberikan WHO menganjurkan
lima jenis obat yaitu diuretik, β- bloker, penghambat ACE, antagonis Kalsium
dan α - bloker.
h) Gunakan terapi diuretik jika ada dua obat yang digunakan, berlaku untuk hampir
semua kasus.
i) Gunakan diuretik tiazid hanya dengan dosis rendah 25mg/ hari untuk
hidroklorotiazida atau obat yang ekuivalen, kecuali ada alasan yang mendesak.
j) Gunakan terapi kombinasi dosis rendah, jika diperlukan, sebagai terapi awal.
k) Suatu diuretik dengan penyekat β (beta), ACE inhibitor, atau antagonis
angiotensin II.
l) Suatu kalsium antagonis denga ACE inhibitor atau penyekat β (beta).
m) Satu atau dua obat akan mengendalikan tekanan darah pada 90% pasien
hipertensi. Cara untuk mendapatkan tekanan darah diastolik < 90 mmHg,
sekitar 70% kasus memerlukan dua obat.
20
n) Jika terjadi komplikasi yang terjadi jika hipertensi dengan diabetes kombinasi
obat memiliki resistensi insulin. Pada kasus ini digunakan suatu penghambat
ACE atau β-bloker selektif. Jika terdapat kontraindikasi terhadap kelompok ini,
dianjurkan untuk obat-obat lain seperti alfa-bloker dan angiotensin kalsium.
Komplikasi yang disertai gagal jantung dengan diuretika, β-bloker, atau ACE
inhibitor. Hipertensi dengan angina pectoris dengan β-bloker, atau antagonis
kalsium. Reniopati diabetes dengan hipertensi bisa menggunakan ACE
inhibitor. Hipertensi disertai infark jantung menggunakan β-bloker, atau ACE
Inhibitor. 2) Obat Antihipertensi Antihipertensi adalah agen yang menurunkan
tekanan darah tinggi (Dorland, 2012).
o) Rekomendasi obat antihipertensi menurut World Health Organization (WHO)
2003 dan The Joint National Committee (JNC VIII) tahun 2014 adalah :
a. Diuretik adalah obat yang menghambat reabsorbsi natrium dan air di
bagian asenden ansa henle (Dorland, 2012). Diuretika adalah senyawa
yang dapat menyebabkan ekskresi urin yang lebih banyak. Menghambat
reabsorpsi garam di tubulus distal dan membantu reabsopsi kalium. Jika
pada peningkatan ekskesi air, terjadi juga peningkatan ekskresi garam–
garam, maka diuretika ini dinamakan saluretika atau natriuretika (Gray,
Dawkins, Morgan, Simpson, 2005). Terdapat tiga faktor utama yang
mempengaruhi respon diuretik. Pertama, diuretik mereabsorpsi sedikit
sodium akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
diuretik yang bekerja pada daerah yang mereabsorpsi banyak sodium.
Kedua, status fisiologi organ akan memberikan respons yang berbeda
21
dengan diuretik. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, dan gagal
ginjal. Ketiga, interaksi anatara obat dengan reseptor (Syamsudin,
2011). Jenis diuretika berdasarkan cara kerjanya menurut Sutedjo
(2008) :
i. Menghambat reabsorbsi Natrium dan air dari Tubulus Ginjal dan
Ansa Henle, misalnya: Tiazid dan Derifatnya (Chlortalidon,
Hidroklorotiazid, Indopamid, Sipamid) merupakan Diuretika
potensi sedang mampu mengesresikan 5-10% Natrium yang
difiltrasikan Glomerulus, Diuretika Loop atau High Celling
(Furosemid, Bumetanide,Asam Etakrinat) Diuretik kuat
dibanding Tiazid, dapat mengekresikan 15-30% Natrium yang
difiltrasikan Glomerulus, dan bekerja banyak pada Anse Henle
Asenden (Loop).
ii. Diuretik osmotik yaitu menarik cairan jaringan peritubuler
menuju tubulus dan menambah jumlah kencing karena adanya
perbedaan tekanan osmotis antara intratubuler dan peritubuler.
iii. Antagonis Aldosteron (spironolakton) digunakan untuk diuretik,
pengurangan oedema, hiperaldosteron primer maupun sekunder
dan jenis obat deuretik lainnya. b. Penyekat α (α - Blocker) Obat
golongan ini bekerja dengan menghambat reseptor α, tetap
hambatan reseptor α (alpha) tergantung dari perbedaan profil
farmakokinetiknya. Obat golongan ini bekerja dengan
menghambat efek vasokonstriktor epinefrin dan norepinefrin.
22
Efek ini menyebabkan vasodilatasi arteriola dan resistensi
vascular perifer yang lemah. Kombinasi efek penurunan
resistensi vascular perifer dan penurunan kembalinya pembuluh
vena menyebabkan terjadinya hipotensi ortostatik khususnya
pada dosis awal (first dose effect). Efek antihipertensi dari
penyekat α dapat menurunkan tekanan darah 10/10 mmHg dan
meningkatkan kadar HDL. Prazosin dapat digunakan pada
penderita asma sebab memiliki efek sebagai relaksan ringan
pada otot polos bronkus. Penyekat α dapat digunakan pada
hipertensi dengan prostatis sebab penyekat α dapat mengurangi
gejala urinary hesitancy dan spasme leher kandung kemih yang
berhubungan dengan hipertrofi prostat. c. Penyekat b (b-
Blocker) Golongan obat ini memiliki efek kronotropik dan
inotropik negative yang menyebabkan penurunan tekanan darah
dan menurunkan curah jantung dan resistensi vascular perifer.
Efek penghambatan terhadap reseptor β2 yang terdapat
dipermukaan membrane sel jukstaglomruler dapat menyebabkan
penurunan sekresi renin yang berperan didalam sistem renin
angiotensin aldosteron dan menurunkan tekanan darah. d. ACE
Inhibitor Angiotensin converting enzim (ACE) inhibitor
memiliki efek dalam penurunan tekanan darah melalui
penurunan resistansi perifer tanpa disertai dengan perubahan
curah jantung, denyut jantung, maupun laju filtrasi glomerolus.
23
Penurunan tekanan darah melalui penghambatan sistem renin
angiotensin aldosteron (RAA). Renin merupakan enzim yang
disekresi terutama dari sel jukstaglomeruler di bagian arteriol
aferen ginjal dan menyebabkan perangsangan pada sitem RAA
sehingga menurunkan tekanan darah, penurunan konsentrasi ion
Na+ sehingga dapat menurunkan tekanan darah, nyeri, dan stres.
Pada sistem RAA, kerja ACE inhibitor adalah menghambat
enzim ACE yaitu suatu enzim yang dapat menguraikan
angiotensin I menjadi angitensin II. Angiotensin II merupakan
suatu vasokonstriktor yang pontensial merangsang korteks
adrenal untuk menyitesis dan menyekresi aldosteron dan secara
langsung menekan pelepasan renin. Enzim ACE juga dapat
mendegradasi bradikinin dari bentuk aktif. ACE Inhibitor dapat
menyebabkan bradikinin tidak terdegradasi dan terakumulasi di
saluran pernafasan dan paru sehingga menimbulkan batuk
kering. Batuk kering merupakan efek samping yang paling
sering terjadi, insidennya sampai 10 – 20% lebih sering pada
wanita dan terjadi pada malam hari. e. Antagonis Reseptor
Angiotensin II Obat-bat yang mempengaruhi jalur sistem renin
angiotensin (RAS) antara lain adalah ACE inhibitor dan A II RA.
Tampaknya A II RA merupakan obat yang mempunyai prospek
yang baik karena obat ini mampu memblok kerja semua
angiotensin II yang terbentuk baik melalui jalur ACE atau non-
24
ACE. A II RA dapat secara selektif memblok kerja Angiotensin
II pada reseptor AT, sehingga A II RA disamping menurunkan
tekanan darah juga mempunyai kemampuan melindungi organ-
organ lain (end organ protection). Terdapat dua tipe reseptor
yaitu AT1 dan AT2 dengan efek kerja yang berbeda.
Angiotensin II yang seharusnya bekerja pada reseptor AT1 akan
diblokade oleh A II RA sehingga terjadi penurunan tekanan
darah, penurunan retensi air dan sodium, serta penurunan
aktivitas seluler yang merugikan (antaralain hiperetrofi sel dan
lain-lain). Angiotensin II yang terakumulasi akan kerja di
reseptor AT2 dengan efek berupa vasodilatasi dan
antiproliferasi. Akhirnya rangsangan reseptor AT2 akan bekerja
sinergis dengan efek hambatan pada reseptor AT1. f. Antagonis
Kalsium Penghambat kanal kalsium merupakan senyawa
heterogen yang memiliki efek bervariasi pada otot jantung,
nodus, SA, konduksi AV, pembuluh darah perifer, dan sirkulasi
koroner. Senyawa penghambat kanal kalsium tersebut adalah
nifedipin, nikardipin, nimodipin, felodipin, isradipin, amlodipin,
verapamil, diltiazem, bepridil, dan mibefradil. Ion kalsium
berperan penting dalam mengatur kontraksi otot polos dan
rangka, serta tampilan jantung normal dan sakit. Antagonis
kalsium banyak digunakan untuk pengobatan hipertensi dengan
cara mengambat masuknya ion kalsium kedalam sel otot polos
25
melalui penghambatan kanal ion kalsium yang bergantung pada
tegangan (tipe I). Ada dua macam kanal ion kalsium pada
membrane sel eksitabel yaitu voltage operated channel (VCO)
yang terbuka oleh depolarisasi dan receptor operated channel
(ROC) yaitu kalsium yang terbuka oleh neurotransmitter tanpa
terjadi depolarisasi. Selanjutnya VOC dapat dapat dibedakan
atas tiga jenis, yaitu kanal N(neuronal), T(transien), dan L (long
lasting). Kanal N terutama terutama terdapat pada jaringan saraf,
sedangkan kanal T terdapat pada pacemaker dan jaringan
konduksi. Kanal N dan T tidak sensitive terhadap antagonis
kalsium sedangkan kanal L sangat sensitive terhadap antagonis
kalsium dan terdapat pada otak, jantung, otot polos, serta otot
rangka. Kanal L terdiri atas lima subunit yaitu α1, α2,β,γ dan δ
sedangkan reseptor antagonis kalsium terdapat pada subunit α1.
Terapi Farmakologi menurut Departemen Kesehatan (DepKes,
2006) Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi
menjelaskan ada 9 kelas obat antihipertensi : diuretik, penyekat
beta, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI),
penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium
dianggap sebagai obat antihipertensi utama.
7. Komplikasi Hipertensi yang tidak teratasi, dapat menimbulkan komplikasi
yang berbahaya menurut Price dan Wilson (2006), Corwin (2009), Vitahealth
(2005), Setiati, Alwi, Sudoyo, Simadibrata, dan Syam (2014), Irianto (2014) seperti
26
: a. Payah Jantung Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi jantung
tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi
karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik jantung. b. Stroke Hipertensi
adalah faktor penyebab utama terjadi stroke, karena tekanan darah yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila
hal ini terjadi pada pembuluh darah otak, maka terjadi pendarahan otak yang dapat
berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah
yang macet dipembuluh yang sudah menyempit. c. Kerusakan ginjal Hipertensi
dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang
berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut,
ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali kedarah. d.
Kerusakan pengelihatan Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah
di mata, sehingga mengakibatkan pengelihatan menjadi kabur atau buta.
Pendarahan pada retina mengakibatkan pandangan menjadi kabur, kerusakan organ
mata dengan memeriksa fundus mata untuk menemukan perubahan yang berkaitan
dengan hipertensi yaitu retinopati pada hipertensi. Kerusakan yang terjadi pada
bagaian otak, jantung, ginjal dan juga mata yang mengakibatkan penderita
hipertensi mengalami kerusanan organ mata yaitu pandangan menjadi kabur.
Komplikasi yang bisa terjadi dari penyakit hipertensi menurut Departemen
Kesehatan (DepKes, 2006) adalah tekanan darah tinggi dalam jangka waktu yang
lama akan merusak endotel arteri dan mempercepat atherosclerosis. Komplikasi
dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak,
dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit
27
serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark
miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi.
F. METODE PELAKSANAAN
1. KHALAYAK SASARAN
Khalayak sasaran pada kegiatan ini adalah masyarakat di Desa Tunggulo
Selatan Kecamatan Tilongkabila terutama masyarakat yang memiliki riwayat
hipertensi. Pengaturan diet Mengkonsumsi gizi yang seimbang dengan diet rendah
garam dan rendah lemak sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk dapat
mengendalikan tekanan darahnya dan secara tidak langsung menurunkan resiko
terjadinya komplikasi hipertensi..
2. KETERKAITAN
Universitas Negeri Gorontalo sebagai salah satu perguruan tinggi negeri di
Gorontalo, wajib melaksanakan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri
dari pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengabdian. Pada pelaksanaan
pengabdian, UNG harus mengkolaborasikan peran tenaga edukatif (dosen),
pemerintah dan masyrakat dalam satu kegiatan yang bersifat kerja sama dengan
tujuan utama untuk mengabdikan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mencapai
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.
Universitas Negeri Gorontalo selain harus mencetak ilmuan-ilmuan handal
dibidangnya, yang selain dapat berkiprah dibidangnya masing-masing juga harus
28
dapat mengembangkan kerjasama yang sinergis dengan pemerintah dan stake
holder lainnya untuk melihat dan mengkaji permasalahan yang dihadapi masyrakat.
Kegiatan pengabdian ini merupakan salah satu wujud dari kerja sama kampus
dengan masyarakat dalam upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
penatalaksanaan hipertensi yang benar pada masyarakat Desa Tunggulo Selatan
Kecamatan Tilongkabila. Dilain pihak kegiatan ini adalah sarana bagi pelaksana
sebagai apoteker dalam rangka memberikan pelayanan kefarmasian yang
professional dalam upaya mencapai keberhasilan terapi hipertensi.
G. METODE KEGIATAN
Kegiatan pengabdian ini dilakukan melalui metode sosialisasi tentang
penatalaksanaan terapi hipertensi yang benar. Tahapan kegiatan ini adalah sebagai
berikut:
1) Survey awal dan identifikasi kondisi lokasi
Survey awal dilakukan untuk melihat kondisi lokasi apakah telah sesuai dengan
obyek pelaksanaan kegiatan. Kriteria yang diutamakan pada kegiatan ini adalah
lokasi yang memiliki jumlah penderita hipertensi yang cukup banyak sehingga
mudah untuk memeroleh target sasaran yaitu masyarakat yang rawan terinfeksi
demam tifoid.
2) Perencanaan tempat pelaksanaan kegiatan pengabdian
29
Berdasarkan survey awal, ditetapkan bahwa Desa Tunggulo Selatan Kecamatan
Tilongkabila adalah tempat yang tepat untuk melaksanakan pengabdian. Hal-
hal yang dipersiapkan untuk kegiatan pengabdian ini adalah sebagai berikut:
a) Kesiapan aparat untuk menerima tim pengabdian
b) Kesiapan fasilitas yang mendukung kegiatan
c) Pembuatan undangan
d) Persiapan materi penyuluhan oleh tim penyaji
e) Kesepakatan waktu pelaksanaan
3) Pelaksanaan pengabdian
Pengabdian ini direncanakan akan dilaksanakan pada hari Sabtu 20 April 2019.
Kegiatan ini bersifat sosialisai dalam bentuk presentasi kepada masyarakat
dengan inti materi adalah penatalaksanan terapi hipertensi.
4) Pelaporan
Hasil pengabdian ini akan dilaporkan sebagai bukti pelaksanaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat (Online, 2019)
30
H. LAPORAN PELAKSANAAN PENGABDIAN
Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) merupakan masalah
kesehatan utama di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi menjadi
penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya. Hipertensi merupakan
salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum dan paling banyak disandang
masyarakat.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar
1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia
terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap
tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena
hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat
hipertensi dan komplikasinya.
Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2017 menyatakan
tentang faktor risiko penyebab kematian prematur dan disabilitas di dunia
berdasarkan angka Disability Adjusted Life Years (DAILYs) untuk semua
kelompok umur. Berdasarkan DAILYs tersebut, tiga faktor risiko tertinggi pada
laki-laki yaitu merokok, peningkatan tekanan darah sistolik, dan peningkatan kadar
gula. Sedangkan faktor risiko pada wanita yaitu peningkatan tekanan darah sistolik,
peningkatan kadar gula darah dan IMT tinggi.
Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan menyebutkan
bahwa biaya pelayanan hipertensi mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu
pada tahun 2016 sebesar 2,8 Triliun rupiah, tahun 2017 dan tahun 2018 sebesar 3
31
Triliun rupiah. Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan
Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi
pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64
tahun (55,2%).
Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8%
terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum
obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar penderita Hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga
tidak mendapatkan pengobatan.
Alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena penderita
hipertensi merasa sehat (59,8%), kunjungan tidak teratur ke fasyankes (31,3%),
minum obat tradisional (14,5%), menggunakan terapi lain (12,5%), lupa minum
obat (11,5%), tidak mampu beli obat (8,1%), terdapat efek samping obat (4,5%),
dan obat hipertensi tidak tersedia di Fasyankes (2%).
Pada pengabdian ini beberapa masyarakat mengajukan pertanyaan sebagai
berikut : (1) apa resiko yang bisa dialami oleh orang yang menderita hipertensi, (2)
bagaimana cara pencegahan hipertensi yang tepat, (3) bagaimana cara pengatasan
jika sudah terjadi hipertensi, serta (4) apakah ada program pemerintah bagi
masyarakat yang menderita hipertensi. Pertanyaan ini kemudian dapat dijawab
sebagai berikut:
32
(1) Hipertensi disebut sebagai the silent killer karena sering tanpa keluhan,
sehingga penderita tidak mengetahui dirinya menyandang hipertensi dan baru
diketahui setelah terjadi komplikasi. Kerusakan organ target akibat komplikasi
Hipertensi akan tergantung kepada besarnya peningkatan tekanan darah dan
lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
(2) Hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan perilaku berisiko seperti
merokok, diet yang tidak sehat seperti kurang konsumsi sayur dan buah serta
konsumsi gula, garam dan lemak berlebih, obesitas, kurang aktifitas fisik,
konsumsi alkohol berlebihan dan stres. Data Riskesdas 2018 pada penduduk
usia 15 tahun keatas didapatkan data faktor risiko seperti proporsi masyarakat
yang kurang makan sayur dan buah sebesar 95,5%, proporsi kurang aktifitas
fisik 35,5%, proporsi merokok 29,3%, proporsi obesitas sentral 31% dan
proporsi obesitas umum 21,8%. Data tersebut di atas menunjukkan
peningkatan jika dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2013.
(3) Upaya yang dapat dilakukan dalam pengendalian Hipertensi diantaranya
adalah meningkatkan promosi kesehatan melalui KIE dalam pengendalian
Hipertensi dengan perilaku CERDIK dan PATUH; meningkatkan pencegahan
dan pengendalian Hipertensi berbasis masyarakat dengan Self
Awareness melalui pengukuran tekanan darah secara rutin; penguatan
pelayanan kesehatan khususnya Hipertensi.
(4) Pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti meningkatkan akses ke
Fasilitas Kesehatah Tingkat Pertama (FKTP), optimalisasi sistem rujukan, dan
peningkatan mutu pelayanan. Salah satu upaya pencegahan komplikasi
33
Hipertensi khususnya Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di FKTP melalui
Pelayanan Terpadu (PANDU) PTM, 5) Pemberdayaan masyarakat dalam
deteksi dini dan monitoring faktor risiko hipertensi melalui Posbindu PTM
yang diselenggarakan di masyarakat, di tempat kerja dan institusi. Kementerian
Kesehatan mengimbau agar semua pihak baik pemerintah, swasta maupun
masyarakat agar: a) Dapat berpartisipasi dan mendukung upaya pencegahan
dan pengendalian hipertensi, b) Menerapkan Hidup Sehat yang dimulai dari
keluarga, c) Mengendalikan faktor risiko hipertensi dengan deteksi dini dan
modifikasi gaya hidup denan menerapkan perilaku CERDIK dan
mengendalikan hipertensi dengan perilaku PATUH.
Begitu tingginya antusiasme masyarakat mengikuti acara ini sehingga kami
membatasi beberapa pertanyaan yang bisa kami jawab pada acara ini. Pada
penutupan kegiatan ini tak lupa kami menyempatkan diri untuk berfoto bersama
dengan aparat desa serta seluruh masyarakan Desa Tunggulo Selatan, Kecamatan
Tilongkabila yang menghadiri acara pengabdian kami ini. Diharapkan melalui
kegiatan ini, akan terjalin kerja sama yang baik antara pihak Universitas Negeri
Gorontalo dengan masyarakat Desa Tunggulo Selatan, Kecamatan Tilongkabila.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Bo, Hu, et. El. 2015. “effects of psychological stress on hypertension in middle
aged chinnese: A Cross Sectional Study”, China.
http://doi.org/10.1371/journal. Pone.0129163. diakses 8 april 2019.
2. Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : PT Rineka
Cipta
3. Corwin Elizabeth. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Buku
Kedokteran ECG
4. Gunawan, Lany. 2012. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
5. Halpern, M. T., Zeba, M. K., Jordana, K. S., Michel, B., Jaime,J. C., Joyce, C.,
et al., 2006, Recommendations for Evaluating Compliance and Persistence
With Hypertension Therapy Using Retrospective Data, Journal of the
American Heart Association, 47: 1039-48.
6. Jono (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi di Puskesmas
Musuk II, Kabupaten Boyolali. Diakses 17 Juni 2015. http//Stikes.Jogjakarta
7. Kemenkes RI, 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Angka
Kejadian Hipertensi di Indonesia Tahun 2013 . Jakarta.
8. Kemenkes RI, 2018. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Angka
Kejadian Hipertensi di Indonesia Tahun 2018 . Jakarta
9. Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
35
10. Patel, Chandra, 2002, fighting heart disease: a practical self-help guide to
prevention and treatment. India: Thompson press limited.
11. Rahajeng E, Tuminah S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian
Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
12. Syahrini, Erlyna Nur. 2012. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Primer di
Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang. [Thesis Ilmiah]. Semarang:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
13. Vasan R, et al.2002.Impact of High-Normal Bloos Pressure on The Risk of
Cardiovascular Disease. New England Journal of Medicine, 345(18):1291-
1297.
14. WHO, (2012). Indikator Masyarakat Sehat. Perhi.
15. WHO. 2013. Global Health Obeservatory (GHO) Raised Blood Pressure
Situation and Trends.
36
Lampiran 1. Jadwal Pengabdian Pada Masyarakat
JADWAL PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini akan dilaksanakan pada bulan April
2019 dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
Jenis Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
02/4 08/4 20/4 23/5 25/6 29/7
Survey awal
Perencanaan kegiatan
Pelaksanaan kegiatan
Evaluasi
Pelaporan
37
Lampiran 2. Biaya Pelaksanaan
BIAYA PELAKSANAAN
1. Transportasi pelaksana (survey sampai evaluasi) Rp. 600.000
2. Transportasi peserta @Rp.10.000 (30 orang) Rp. 300.000
3. Biaya ATK peserta Rp. 200.000
4. Sewa tempat, sound system dan kursi Rp. 200.000
5. Spanduk Rp. 250.000
6. Komsumsi untuk 30 peserta Rp. 350.000
7. Pelaporan Rp. 100.000
Total Rp. 2.000.000
39
Lampiran 4. Foto Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat
Gambar 1. Pembukaan Acara di Aula kantor Desa Tunggulo Selatan,
Kecamatan Tilongkabila
Gambar 2. Penyampaian materi
Gambar 3. Masyarakat Desa Tunggulo Selatan, Kecamatan Tilongkabila