LAPORAN PENDAHULUAN
APPENDIKTOMI
A. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermi vormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut (Mansjoer Arif, 2000).
Sedangkan menurut (Smeltzer, 2002), Apendisitis merupakan inflamasi
apendiks yaitu suatu bagian seperti kantung yang non fungsional dan terletak di
bagian inferior seikum. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut
pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat.
Adapun pengertian Apendisitis yang lainnya adalah peradangan akibat infeksi
pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan
pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu
merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus
besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan
terletak di perut kuadran kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya.
Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan
lendir (http://www.google.com).
Jadi, kesimpulan dari apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermi
formis atau peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut
kuadran kanan bawah.
B. Etiologi
Apendisitis merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal yang berperan sebagai
penyebabnya adalah (obstruksi lumen apendiks faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus, kebiasaan makan-makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi, erosi
mukosa apendiks karena parasit) (Sjamsuhidayat, 2004).
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinik
Pasien dengan apendisitis akan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: nyeri kuadran
kanan bawah disertai dengan mual, muntah, dan anoreksia, pada titik mc. Burney nyeri
tekan setempat karena tekanan, leukosit PMN meningkat, obstruksi fekalit atas massa fekal
padat, suhu kurang lebih 37,50 C – 38,50 C, konstipasi, kaki kanan fleksi karena nyeri
(Mansjoer, 2000).
E. Komplikasi
Terlampir.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendisitis tergantung dari nyeri apendisitisnya akut atau kronis.
Penatalaksanaan bedah ada dua cara yaitu non bedah (non surgical) dan pembedahan
(surgical).
1. Non bedah (non surgical)
Penatalaksanaan ini dapat berupa :
a. Batasi diet dengan makan sedikit dan sering (4-6 kali perhari)
b. Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses pasase makanan
c. Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk menambah saliva pada makanan
d. Hindari makan bersuhu ekstrim, pedas, berlemak, alkohol, kopi, coklat, dan jus jeruk
e. Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat untuk mencegah masalah refluks
nonturnal
f. Tinggikan kepala tidur 6-8 inchi untuk mencegah refluks nonturnal
g. Turunkan berat badan bila kegemukan untuk menurunkan gradient tekanan gastro
esophagus
h. Hindari tembakan, salisilat, dan fenibutazon yang dapat memperberat esofagistis
2. Pembedahan
Yaitu dengan apendiktomi. Operasi apendisitis dapat dipersiapkan hal-hal sebagai berikut :
Insisi tranversal 5 cm atau oblik dibuat di atas titik maksimal nyeri tekan atau massa yang
dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot dipisahkan ke lateral rektus abdominalis. Mesenterium
apendikular dan dasar apendiks diikat dan apendiks diangkat. Tonjolan ditanamkan ke
dinding sekum dengan menggunakan jahitan purse string untuk meminimalkan kebocoran
intra abdomen dan sepsis.
Kavum peritoneum dibilas dengan larutan tetrasiklin dan luka ditutup. Diberikan antibiotic
profilaksis untuk mengurangi luka sepsi pasca operasi yaitu metronidazol supositoria
(Syamsuhidayat, 2004).
G. Pengkajian Fokus
1. Biodata
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Pola Nutrisi
- Makan bersuhu ekstrem
- Mengurangi pedas, alkohol, berlemak, kopi, coklat dan jus jeruk
3. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih maka daya tahan tubuh penderita akan lebih baik
daripada tinggal di lingkungan yang kotor.
4. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilicus.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya
keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan memperingan
keluhan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
5. Pola kesehatan fungsional menurut Gordon
a. Pola persepsi dan kesehatan
Pandangan klien dan keluarga tentang penyakit dan pentingnya kesehatan bagi klien dan
keluarga serta upaya apa yang dilakukan dalam mengatasi masalah kesehatannya.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Bagaimana pola nutrisi klien sebelum dan selama dirawat, apa porsi makan klien, apakah
selalu menghabiskan porsinya, apakah klien mengalami mual, muntah saat makan, apakah
ada pantangan makanan.
c. Pola istirahat dan tidur
Apakah klien mengalami perubahan pola istirahat tidur, berapa frekuensi tidur klien.
d. Pola persepsi sensori dan kognitif
Bagaimana persepsi klien terhadap nyeri yang dirasakan diukur dengan PQRST.
P : Nyeri bertambah saat aktivitas dan berkurang saat istirahat
Q : Nyeri dirasakan seperti apa
R : Nyeri terjadi pada daerah atau lokasi mana
S : Berapa skala nyeri yang dirasakan klien
T : Nyeri dirasakan intermitten atau continue
e. Pola aktivitas dan latihan
Bagaimana aktivitas klien sehari-hari, apa aktivitas klien.
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Lemah atau baik
b. Tingkat kesadaran : Composmentis
c. Tanda-tanda : TD : Hipotensi, RR : Takipnea, N : Takikardi, t : Hipertensi
d. Kepala : Mesochepal
e. Mata : Konjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak
f. Dada atau paru :
Ins : Bagaimana kembang kempis dada, simetris atau tidak
Pa : Bagaimana stermfimitus kanan kiri sama atau tidak
Pe : Pekak seluruh lapang paru atau tidak
Au : Suara cordius tampak atau tidak
g. Jantung
Ins : Ictus cordius tampak atau tidak
Pa : Ictus cordius teraba atau tidak
Pe : Konfigurasi normal atau tidak
Au : Terdapat suara abnormal atau tidak
h. Abdomen
I : Apakah ada pembesaran abdomen
Pa : Dengarkan bising usus
i. Genetalia : Apakah terpasang kateter atau tidak, bersih atau tidak
Anus : Apakah ada hemoroid atau tidak
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Bariumenema dapat memperlihatkan tanda khas appendicitis mencakup
deformitas spasme dan perpindahan kolon
b. Ultrasonografi adalah diagnostic untuk apendisitis akut
c. Foto polos abdomen dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non spesifik seperti
fekalit dan pola gas dan cairan yang abnormal
d. Radiografi torak menyingkirkan penyakit lapangan paru kanan bawah yang dapat
menyerupai nyeri kuadran kanan bawah karena iritasi saraf T10, T11, T12
e. Analisis urin akan menyingkirkan infeksi traktus urinarius berat
(Carpenito, Lynda Juall : 1996)
H. Pathways Keperawatan
Terlampir.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi
bedah (Doengoes, 2000)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan sekunder terhadap luka post operasi
dimulai dengan tidak diterapkannya adanya tanda dan gejala yang membuat diagnosa
actual (Doengoes, 2000)
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan sekunder terdapat
efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru (Ulric, 1990).
4. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi saluran pernafasan
ditandai dengan reflek batuk menurun, pusat kesadaran menurun (Doengoes, 2000)
J. Fokus Intervensi dan Rasional
Terlampir.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 1996, Diagnosa Keperawatan, Edisi 6, Jakarta : EGC.
Doenges Marilyn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi III, Jakarta : EGC.
Lindseth, Glenda N. 2005. Gangguan Usus Halus Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses
– proses Penyakit, Edisi 6, Volume 1, Jakarta : EGC.
Mansjoer Arif, Trihartiti Kuspiji, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Media
Aesculapius, Jakarta : EGC.
Price, A. Wilson, 1992. Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta :
EGC.
R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II, Jakarta : EGC.
Schwartz, Seymour. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta : EGC.
Sidharta Priguna, 1999. Neurologi Klinis dan Praktek Umum. Jakarta : Dian Rakyat.
Smeltzer, Suzana C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 2, Alih
Bahasa dr. H. Y. Kureasa, Editor Monica Ester, SKp. Jakarta : EGC.
Ulrich Puderbaugh, Cangle, Suzane Myland. 1990. Medical Surgical Nursing Care Planning
Guider, Edisi III, Philadelphia WB. Sounders Company.
Hidayat. 2007. Askep Appendisitis. Diambil tanggal 9 Mei 2009. http://
www.hidayat2’sBlog.html.Askep Appendisitis or http://www.google.com.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Appendicitis
1. Pengertian
“Appendicitis adalah Appendiks yang mengalami obstruksi dan rentan terhadap infeksi”
(Brunner & Suddarth, 1995 : 45 ).
“Appendicitis as an accute inflamation of the veriform appendix. It is a common disorder,
with a peak incedence between age 20 and 40” (France Monahan Donavan, 1998 : 1063 ).
“Appendicitis mengacu pada radang appendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tidak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari seikum” ( Barbara Engram, 1998:215).
Berdasarkan tiga pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa appendicitis adalah
peradangan pada appendiks yang biasanya terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun.
2. Jenis –jenis Appendicitis
a. Appendicitis Akut
Apendicitis akut adalah jenis appendicitis yang paling sering memerlukan pembedahan dan
paling sering menimbulkan kesukaran dalam memastikan diagnosanya, karena banyak
kelainan menunjukkan tanda –tanda seperti appendicitis akut. Terdapat tiga jenis
appendicitis akut, yaitu :
1) Appendicitis akut fokalis (segmentalis)
Peradangan biasanya terjadi pada bagian distal yang berisi nanah. Dari luar tidak terlihat
adanya kelianan, kadang hanya hiperemi ringan pada mukosa, sedangkan radang hanya
terbatas pada mukosa.
2) Appendicitis akut purulenta (supuratif)
Disertai pembentukan nanah yang berlebihan. Jika radangnya lebih mengeras, dapat terjadi
nekrosis dan pembusukan disebut appendicitis gangrenosa.
3) Appendicitis akut
Dapat disebabkan oleh trauma, misalnya pada kecelakaan atau operasi, tetapi tanpa lapisan
eksudat dalam rongga maupun permukaan appendiks.
b. Appendicitis kronis
Gejala umumnya samar dan lebih jarang. Appendicitis akut jika tidak mendapat pengobatan
dan sembuh dapat menjadi appendicitis kronis. Terdapat dua jenis appendicitis, yaitu :
1) Appendicitis kronik focalis
Peradangan masih bersifat lokal, yaitu fibrosis jaringan submukosa. Gejala klinis pada
umumnya tidak tampak.
2) Appendicitis kronis obliteratif
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendiks pada jarigan mukosa, hingga terjadi
obliterasi (hilangnya lumen), terutama pada bagian distal dengan menghilangnya selaput
lendir pada bagian itu.
3. Anatomi dan Fisiologi
Appendiks adalah bagian dari usus besar yang muncul seperti corong pada akhir seikum
mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh
beberapa isi usus. Appendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam
rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang seikum. Sebagai suatu organ pertahanan
terhadap infeksi kadang appendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang dapat
menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen. (Syaifuddin, 1997: 80).
Panjang appendiks lajimnya adalah delapan sampai sepuluh centi meter pada orang
dewasa. Terdapat dua lapisan otot di dalam dinding appendiks, yaitu lapisan dalam
(sirkularis) merupakan penerusan otot seikum yang sama dan lapisan luar (longitudalis) dari
penyatuan tiga tenia seikum
Tabel 1
Anatomi Appendiks yang Mengalami Peradangan
4. Etiologi
Penyebab utama appendiks adalah obstruksi atau penyumbatan yang dapat disebabkan
oleh :
a. Fecalith ( massa fecal yang keras )
b. Benda asing
c. Tumor
d. Stenosis
e. Perlekatan
f. Spasme otot spinchter antara perbatasan appendiks dan seikum
g. Hiperflasia jaringan limfoid yang biasa terjadi pada anak-anak
h. Bendungan appendiks oleh adhesi
Penyebab lain appendicitis adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman – kuman seperti
Escherichia coli (80%), Streptokokus tapi kuman yang lain jarang terjadi.
5. Patofisiologi
Apendiks dapat mengalami peradangan, karena adanya oklusi, kemungkinan oleh fecalith
( massa fecal yang keras ), tumor atau oleh benda asing. Proses inflamasi ini dapat
meningkatkan tekanan intra abdomen yang dapat mengakibatkan kolapsnya pembuluh
darah dinding appendiks. Hal in akan mengakibatkan terjadinya invasi bakteri local, seperti ;
E. coli, Enterococci, dan lain –lain.
Setelah itu akan terjadi neutrofilic eksudasi yang melapisi dinding appendiks, terjadi kongesti
pembuluh darah dinding subserosal, dan mukosa appendiks akan menjadi granulasi
kemerahan. Kemudian terjadi peningkatan neutrofilic eksudasi, eksudat supuratif ini akan
menutupi mukosa appendiks, terbentuk abses dan ulserasi pada mukosa appediks yang
dapat meningkatkan perkembangan area nekrotik pada mukosa appendiks. Jika tidak
terdeteksi dan diobati kan berkembang jadi hemorrhagic ulserasi yang meluas pada mukosa
appendiks. Pada akhirnya akan terjadi nekrosis gangrenosa pada dinding appendiks dan
terjadilah ruptur appendiks.
6. Manifestasi Klinis
a. Gejala utama pada appendicitis adalah nyeri perut yang disebabkan oleh obstruksi
appendiks, karena itu sifatnya sama seperti pada obstruksi usus. Pada mulanya nyeri
dirasakan samar disertai ketidaknyamanan pada area epigastric atau area preumbilikal.
Setelah empat jam intensitasnya meningkat jadi kolik dan terlokalisasi di kuadran kanan
bawah. Bila penderita flatus dan buang air besar rasa sakitnya berkurang. Jika appendiks
ruptur akan terjadi peritonitis yang disertai nyeri lokal di kuadran kanan bawah di titik Mc.
Burney ( titik pertengahan antara umbilikus dan spina iliaka anterior superior ) menandakan
iritasi peritonium. Nyeri perut berubah menjadi tajam dan terus –menerus. Setiap gerakan
yang menyebabkan daerah itu bergerak atau teregang akan menimbulkan nyeri. Bila terjadi
perforasi untuk sementara rasa sakit menghilang, tetapi kemudian muncul dengan rasa sakit
yang hebat di seluruh perut karena peritonitis umum.
b. Annoreksia hampir selalu ada dan muntah merupakan hal yang khas. Muntah terjadi
setelah rasa sakit, pada mulanya hilang timbul secara reflektoris.
c. Konstipasi biasa terjadi pada anak –anak, pada penderita dengan appendiks di dekat
rektum biasa terjadi diare.
d. Demam yang tidak terlalu tinggi, tetapi menjadi hiperpireksi bila terjadi perforasi.
e. Kekakuan otot rektus
f. Leukositosis (kebih dari 12.000/mm3) dengan peningkatan jumlah neutrofil sampai 75%.
7. Penatalaksanaan
a. Antibiotik dan pemberian cairan parenteral, untuk mengatasi atau mencegah
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Analgetik diberikan setelah diagnosa appendicitis ditegakkan, tidak diberikan sebelum
penegakan diagnosa karena dapat menutupi tanda dan gejala untuk diagnosa diferensial.
c. Tidak diberikan enema karena dapat menyebabkan stimulasi iritasi peristaltik pada area
inflamasi yang dapat meningkatkan perforasi.
d. Appendiktomi, suatu operasi pengangkatan appendiks yang mengalami peradangan. Hal
ini dilakukan untuk mencegah perforasi. Appendiks diangkat melalui insisi abdomen kuadran
kanan bawah yang diawali dengan anastesi umum atau spinal.
8. Komplikasi
a. Perforasi appendiks (paling umum) yang berkembang menjadi peritonitis
b. Ileus paralitik
c. Trombosis vena portal
d. Septicemia
B. Konsep Dasar Appendiktomi
1. Pengertian
Appendiktomi adalah prosedur pengangkatan appendiks yang mengalami peradangan
dilaksanakan di bawah anastesi umum atau spinal. Persiapan pra operasi biasanya minimal,
yakni pemberian premedikasi dan persiapan kulit abdomen, sama halnya dengan operasi
lainnya misal pengaturan diet dan cairan. Insisi dibuat pada abdomen kanan bawah dimana
appendiks terdapat, appendiks diklem kemudian diangkat, bekas potongan dijahit dan
ditutup kembali. Lapisan –lapisan kulit diperbaiki dan kulit dijahit. Drainage luka biasanya
tidak diperlukan. Luka sembuh dengan cepat tanpa menimbulkan kelemahan otot. Aktivitas
penuh dapat dilakukan setelah empat sampai lima minggu. Jahitan dilepas pada hari kelima
sampai tujuh, pemulangan dilakukan pada hari ke empat sampai tujuh jika tidak ada
komplikasi yang timbul. ( Moira Atree & Jane Merchant, 1996 :11 ).
2. Patoflow
3. Manifestasi Post Appendiktomi
a. Nyeri pada area luka operasi yang kemungkinan dapat menghambat aktivitas disertai
kekakuan pada abdomen dan paha kanan.
b. Mual dan muntah.
c. Keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
d. Dehidrasi karena adanya pembatasan masukan oral pada periode pertama post operasi.
e. Konstipasi, karena adanya pengaruh anastesi pada fungsi pencernaan.
f. Ketidaktahuan klien dalam pemulihan pasca operasi.
4. Komplikasi Post Appendiktomi
Potensial komplikasi setelah appendiktomi antara lain :
a. Peritonitis
b. Abses pelvis (lumbal)
c. Abses subfrenik (abses di bawah diafragma)
d. Ileus (paralitik dan mekanik)
5. Perawatan Post Operatif
a. membuat pengkajian post operatif seperti biasanya
b. mengukur tanda vital
c. mengukur intake dan output
d. memantau kesempurnaan drainage
e. memantau nyeri
f. memantau respirasi dan bersihan jalan napas
g. mengkaji bising usus dan toleransi klien terhadap imtake oral
B. Proses Keperawatan
Menurut Shore yang dikutip oleh Doengoes, proses keperawatan merupakan suatu proses
penggabungan unsur dari kiat keperawatan yang paling diperlukan dengan unsus –unsur
teori sistenm yang relevan dengan menggunakan metode ilmiah. Proses ini memasukkan
pendekatan interprsonal atau interaksi dengan proses pemecahan masalah dan proses
pengambilan keputusan. Proses keperawatan ini terdiri dari lima tahap, yaitu : pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Lima tahapan proses keperawatan, yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses dimana data yang berhubungan dengan klien dikumpulkan secara
sistematis. Proses ini merupakan proses yang dinamis dan terorganisir yang meliputi tiga
aktivitas dasar, yaitu mengumpulkan secara sistematis, menyortir dan mengatur data yang
dikumpulkan serta mendokumentasikan data dalam format yang bisa dibuka kembali.
Pengkajian digunakan untuk mengenali dan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
kesehatan klien serta keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
Pengkajian ini berisi :
a. Identitas
1) Identitas klien post appendiktomi yang menjadi dasar pengkajian meliputi : nama, umur,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, diagnosa medis, tindakan medis,
nomor rekam medis, tanggal masuk, tanggal operasi dan tanggal pengkajian.
2) Identitas penganggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan klien dan sumber biaya.
b. Lingkup Masalah Keperawatan
Berisi keluhan utama klien saat dikaji, klien post appendiktomi biasanya mengeluh nyeri
pada luka operasi dan keterbatasan aktivitas
c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian, yang diuraikan dari mulai masuk
tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian. Keluhan sekarang dikaji dengan
menggunakan PQRST (paliatif and provokatif, quality and quantity, region and radiasi,
severity scale dan timing). Klien yang telah menjalani operasi appendiktomi pada umumnya
mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan bertambah saat digerakkan atau ditekan dan
umumnya berkurang setelah diberi obat dan diistirahatkan. Nyeri dirasakan sperti ditusuk –
tusuk dengan skala nyeri lebih dari lima (0-10). Nyeri akan terlokalisasi di area operasi dapat
pula menyebar di seluruh abdomen dan paha kanan dan umumnya menetap sepanjang
hari. Nyeri mungkin dapat mngganggu aktivitas sesuai rentang toleransi masing –masing
klien.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit yang
diderita sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama
seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau menular dalam keluarga.
d. Riwayat Psikologis
Secara umum klien dengan post appendicitis tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi
psikologis. Namun demikian tetap perlu dilakukan mengenai kelima konsep diri klien (citra
tubuh, identitas diri, fungsi peran, ideal diri dan harga diri.
e. Riwayat Sosial
Klien dengan post appendiktomi tidak mengalami gangguan dalam hubungan social dengan
orang lain, akan tetapi tetap harus dibandingkan hubungan social klien antara sebelum dan
setelah menjalani operasi.
f. Riwayat Spiritual
Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami keterbatasan dalam
aktivitas begitu pula dalam kegiatan ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap keadaan
sakit dan motivasi untuk kesembuhannya.
g. Kebiasaan Sehari –hari
Klien yang menjalani operasi pengangkatan appendiks pada umumnya mengalami kesulitan
dalam beraktvitas karena nyeri yang akut dan kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan
dalam perawatan diri ( mandi, gosok gigi, keramas dan gunting kuku ), karena adaanya
toleransi aktivitas yang mengalami gangguan.
Klien akan mengalami pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan kembali ke
dalam rentang normalnya. Kemungkinan klien akan mengalami mual muntah dan konstipasi
pada periode awal post operasi karena pengaruh anastesi. Intake oral dapat mulai diberikan
setelah fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Klien juga dapat
mengalami penurunan haluaran urine karena adanya pembatasan masukan oral. Haluaran
urine akan berangsur normal setelah peningkatan masukan oral. Pola istirahat klien dapat
terganggu ataupu tidak terganggu, tergantung toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.
h. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik ini mencakup :
1) Keadaan Umum
Klien post appendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari
meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan sampai berat tergantung pada
periode akut rasa nyeri. Tanda vital pada umumnya stabil kecuali akan mengalami
ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi appendiks.
2) Sistem Pernapasan
Klien post appendiktomi akan mengalai penurunan atau peningkatan frekuensi napas
(takipneu) serta pernapasan dangkal, sesuai rentang yang dapat ditoleransi oleh klien.
3) Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi ( sebagai respon terhadap stres dan hipovolemia),
mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri), hipotensi (kelemahan dan tirah
baring). Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula keadaan konjunctiva, adanya sianosis
dan, auskultasi bunyi jantung.
4) Sistem Pencernaan
Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah saat dipalpasi. Klien post
appendiktomi biasanya mengeluh mual muntah, konstipasi pada awitan awal post operasi
dan penurunan bising usus. Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah
bekas sayatan operasi.
5) Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output urine, hal ini terjadi
karena adanya pembatasan intak oral selama periode awal post appendiktomi. Output urine
akan berangsur normal seiring dengan peningkatan intake oral.
6) Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring post operasi dan
kekakuan . Kekuatan otot berangsur membaik seiring dengan peningkatan toleransi
aktivitas.
7) Sistem Integumen
Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah karena insisi bedah disertai
kemerahan (biasanya pada awitan awal). Turgor kulit akan membaik seiring dengan
peningkatan intake oral.
8) Sistem Persarafan
Umumnya klien dengan post appendiktomi tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi
persarafan. Pengkajian fungsi persafan meliputi : tingkat kesadaran, saraf kranial dan
refleks.
9) Sistem Pendengaran
Pengkajian yang dilakukan meliputi : bentuk dan kesimetrisan telinga, ada tidaknya
peradangan dan fungsi pendengaran.
10) Sistem Endokrin
Umumnya klien post appendiktomi tidak mengalami kelainan fungsi endrokin. Akan tetapi
tetap perlu dikaji keadekuatan fungsi endrokin (thyroid dan lain –lain)
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) haemoglobin yang rendah dapat mengarah kepada anemia akibat kehilangan darah
b) peningkatan leukosit dapat mengindikasikan adanya infeksi
2) Radiology
j. Terapi dan Pengobatan
Pada umumnya klien post appendiktomi mendapat terapi analgetik untuk mengurangi nyeri
dan antibiotik sebagai anti mikroba.
2. Diagnosa Keperawatan
“Menurut Nanda, diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual
dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat.” ( Marilyn. E. Doengoes,
1999 : 8).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post appendiktomi antara lain :
a. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, prosedur invasif.
b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi,
status hipermetabolik : proses penyembuhan
c. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan.
d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri post operasi, kelemahan sekunder terhadap
pembedahan.
e. Kurang perawatan diri (diuraikan) berhubungan dengan kelemahan post operatif, nyeri.
f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi pembedahan
g. Risiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
intake (pembatasan pasca operasi), peningkatan kebutuhan nutrisi sekunder terhadap
pembedahan.
h. Konstipasi berhubungan dengan efek pembedahan, perubahan diet, immobilisasi.
i. Kurang pengetahuan mengenai (diuraikan) berhubungan dengan kurang terpapar
informai, tidak mengenal sumber informasi.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan adalah bukti tertulis dari tahap pengkajian dan identifikasi
masalah dan merupakan tahapan dalam proses keperawatan yang mengidentifikasi
masalah atau kebutuhan klien, tujuan atau hasil dan intervensi serta rasionalisasi dari
intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam menangani masalah atau
kebutuhan klien. (Marilyn.E. Doengoes, 1999 : 105)
a. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, prosedur invasif
1) Definisi : suatu keadaan dimana individu berisiko terkena agen oportunitis atau patogenis
(virus, jamur, bakteri, protozoa atau parasit lain) dari berbagai sumber dari dalam maupun
dari dari luar tubuh.
2) Batasan karakteristik ;
a) Data subyektif :
(1) kaji keluhan :
(a) demam terus menerus atau intermiten
(b) infeksi sebelumnya
(c) nyeri atau pembengkakan
b) Data obyektif
1) adanya luka (pembedahan, terbakar, invasif, terluka sendiri)
2) suhu meningkat
(3) status nutrisi
3) Kriteria hasil :
Meningkatkan penyembuhan luka dengan optimal, bebas tanda infeksi atau inflamasi,
drainase purulen, eritema dan demam
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi
1 2 3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. Mandiri :
Awasi tanda vital perhatikan menggigil (demam), berkeringat, perubahan mental,
meningkatnya nyeri abdomen
Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka secara aseptik. Berikan
perawatan luka secara menyeluruh
Lihat insisi dan balutan. Catat kakakteristik luka / drainage, adanya eritema
Berikan informasi yang tepat, jujur pada klien atau orang terdekat
Kolaborasi :
Ambil contoh drainage, jika diperlukan
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Bantu irigasi dan drainage jika diperlukan
Dugaan adanya infeksi pada luka operasi
Menurunkan risiko terjadinya infeksi
Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/atau pengawasan penyembuhan
peritonitis yang telah ada sebelumnya
Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu
menurunkan ansietas
Kultur pewarnaan gram dan sensitivitas berguna untuk mengientifikasi organisme penyebab
dan pilihan intervensi
Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang
telah ada sebelumnya) untuk meurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga
abdomen
Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir
b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi,
status hipermetabolik : proses penyembuhan
1) Definisi : keadaan dimana seseorang mempunyai risiko terjadinya dehidrasi vaskuler,
interstitial, intraseluler.
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
(1) Ketidakcukupan masukan oral
(2) Tidak adanya keseimbangan antara intake dan output
(3) Membran mukosa atau kulit kering
(4) Berat badan kurang
b) Minor
(1) Peningkatan natrium darah
(2) Penurunan atau peningkatan output urine
(3) Sering berkemih
3) Kriteria hasil
Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membran mukosa,
turgor kulit, tanda vital stabil dan secara individual output urine adekuat.
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi
1 2 3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8. Mandiri :
Awasi tekanan darah dan nadi
Lihat membran mukosa ; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
Awasi intake dan output ; catat konsentrasi, berat jenis
Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus
Berikan sejumlah kecil cairan jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan diet
sesuai toleransi
Berikan perawatan mulut dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir
Kolaborasi :
Pertahankan penghisapan gaster / usus
Berikan cairan IV dan elektrolit
Tanda yang membantu mengidentifikasi fuktuasi volume intravaskuler
Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
Output urine yang pekat fan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi atau kebutuhan cairan
meningkat
Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan peroral
Menurunkan iritasi gaster / muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan
Dehidrasi menyebabkan bibir dan mulut kering dan bibir pecah- pecah
Selang nasogastrik biasanya dimasukan pada pra operasi dan dipertahankan pada fase
awal pasca operasi untuk dekompresi usus, meningkakan dekompresi usus, meningkatkan
istirahat usus, mencegah muntah
Peritoneum bereaksi terhadap iritasi atau infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar
cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolamia
(dehidrasi) dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit
c. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan
1) Definisi : keadaan dimana individu berada atau berisiko mengalami dan melaporkan
adanya ketidaknyamanan, berakhir dari satu detik sampai kurang dari enam bulan
2) Batasan karakteristik
a) Data Subyektif
Komunikasi (verbal / kode) dari pemberi gambaran nyeri.
b) Data Obyektif
(1) Perilaku melindungi, protektif
(2) Memfokuskan pada diri sendiri
(3) Penyempitan fokus ( perubahan persepsi )
(4) Perilaku distraksi ( merintih, menangis, mencari orang lain untuk aktivitas, gelisah )
(5) Wajah tampak menahan nyeri (meringis)
(6) Perubahan pada tonus otot ( dari malas sampai kaku )
(7) Diphoresis, perubahan tekanan darah dan nadi, peningkatan atau penurunan napas
3) Kriteria hasil
Melaporkan nyeri hilang / terkontrol, tampak rileks mampu tidur/istirahat dengan tepat.
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi
1 2 3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. Mandiri :
Kaji nyeri, catat lokasi, beratnya (skala 0-10). Selidiki dan laporkan adanya perubahan nyeri
Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Dorong ambulasi dini
Berikan aktivitas hiburan
Kolaborasi :
Pertahankan status puasa sampai peristaltik kembali normal
Berikan analgesik sesuai indikasi
Berikan kantong es pada abdomen
Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada
karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya perkembangan infeksi pada luka
Menghilangkan tegangan abdomen yang meningkat dengan posisi terlentang
Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik dan kelancaran
flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen
Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan
koping
Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/muntah
Menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan intervensi lain
Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf. Catatan :
jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jaringan
d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri post operasi, kelemahan sekunder terhadap
pembedahan
1) Definisi : penurunan kapasitas fisioligis seseorang untuk memperthankan aktivitas sampai
ke tingkat yang diinginkan
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
(1) Perubahan respon fisiologis terhadap aktivitas ; pernapasan ( dyspneu, hyperpnea,
penurunan frekuensi )
(2) Nadi ( lemah, menurun atau meningkat berlebihan, perubahan irama, gagal untuk
kembali ke tingkat aktivitas setelah tiga menit )
(3) Tekanan darah ( gagal meningkat dengan aktivitas, diastolik meningkat lebih dari 15
mmHg )
b) Minor
Kelemahan, kelelahan, pucat / sianosis, kacau mental, vertigo
3) Kriteria hasil
Klien akan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas, dengan tanda : klien mampu
beraktivitas secara progresif dan kemampuan melakukan aktivitas.
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi
1 2 3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Mandiri :
Dorong kemajuan tingkat aktivitas klien setiap pergantian shift
Tingkatkan aktivitas perawatan diri klien dari perawatan diri parsial sampai lengkap sesuai
indikasi
Kaji kemampuan klien untuk melakukan akti vitas
Awasi tanda vital selama aktivitas
Kaji dan beri motivasi klien untuk beraktivitas
Beri penjelasan pentingnya mobilisasi
Anjurkan dan bantu untuk mobilisasi dini, tingkatkan aktivitas secara bertahap, misal : bantu
klien untuk posisi miring kanan/kiri, duduk, berdiri dan berjalan
Ubah posisi klien secara bertahap
Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila terdapat palpitasi, kelemahan dan nyeri
hebat
Peningkatan aktivitas secara bertahap memungkinkan sistem kardiopumonal untuk kembali
paa keadaan normalnya
Partisipasi klien dalam perawatan diri memperbaiki fungsi fisiologisnya dan mengurangi
kelelahan akibat ketidakaktifan dan juga memperbaiki harga diri dan kesejahteraannya
Mempengaruhi dalam pengambilan intervensi
Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa sejumlah oksigen
yang adekuat ke jaringan
Patokan dalam pilihan intervensi
Meningkatkan pemahaman klien, agar mampu beraktivitas sesuai rentang yang da mobilitasi
dini dan peningkatan aktivitas secara bertahap dapat memperbaiki toleransi aktivitas,
memperbaiki tonus otot dan tanpa kelemahan
Membantu klien beraktivitas sesuai rentang yang dapat ditoleransi
Memfasilitasi aktivitas sesuai kemampuan
Regangan secara tiba-tiba dapat menimbulkan perubahan fisiologis yang tidak dapat
ditoleransi
dapat ditoleransi
e. Kurang perawatan diri (diuraikan) berhubungan dengan kelemahan post operatif, nyeri
1) Definisi : keadaan dimana individu mengalami gangguan untuk melakukan sebagian atau
seluruh aktivitas perawatan diri untuk diri sendiri
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
(1) Tidak mampu makan sendiri
(2) Tidak mampu mandi sendiri ( termasuk menggosok gigi, menggunting kuku, mengikat
rambut dan memakai kosmetik )
(3) Tidak mampu memakai baju sendiri
(4) Tidak mampu melakukan toileting sendiri
(5) Tidak mampu memakai peralatan sendiri
3) Kriteria hasil
Klien akan melakukan aktivitas perawatan diri sampai batas kemampuan fisiknya
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi
1 2 3
1.
2.
3.
4.
Mandiri :
Berikan perawatan fisik sesuai kebutuhan
Bantu klien menyimpan barang –barang pribadinya dalam jangkauan
Instruksikan klien untuk melakukan latihan kaki yang diprogramkan delapan sampai sepuluh
kali dalam sejam
Yakinkan klien bahwa meski meski perawat hanya meluangkan waktu singkat di ruangan,
seseorang akan segera datang jika dibutuhkan
Perawatan dasar penting untuk mempertahankan hygiene yang baik saat klien tidak dapat
melakukannya sendiri
Akses mudah mengurangi kebutuhan untuk bergerak
Gerakan otot pasif atau aktif membantu mempertahankan integritas kulit, range of motion
penuh pada sendi dan sirkulasi adekuat selama periode penurunan mobilitas
Penenangan dapat menurunkan rasa takut akan tidak adanya staf dan dapat
menghilangkan perasaan terisolasi
f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi pembedahan
1) Definisi : keadaan dimana seseorang mengalami atau berada pada kondisi rusaknya
jaringan integumen.
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
Kerusakan pada integumen, invasi struktur tubuh
b) Minor
Lesi, edema, eritema
3) Kriteria hasil
Mendemonstrasikan tinglah laku atau teknik untuk meningkatkan kesembuhan dan unutk
mencegah komplikasi.
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi
1 2 3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11. Mandiri :
Beri penguatan pada balutan awal atau penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik
yang ketat
Secara hati –hati lepaskan perekat ( sesuai arah pertumbuhan rambut ) dan balutan waktu
diganti
Gunakan barier kulit sebelum perekat jika diperlukan. Gunakan perekat yang halus
(hipoalergik) untuk membalut luka yang membutuhkan penggantian yang sering
Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit
Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka
Tekan areal atau insisi abdominal dan dada dengan menggunakan bantal atau telapak
tangan selama batuk
Ingatkan klien untuk tidak menyentuh area luka
Biarkan terjadi kontak antara udara dan luka sedini mungkin atau tutup luka dengan kain
kassa tipis sesuai kebutuhan.
Kolaborasi :
Berikan es pada daerah luka jika dibutuhkan
Gunakan korset pada abdominal jika dibutuhkan
Beri anti biotik sesuai indikasi
Melindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah akumulasi cairan yang
dapat menyebabkan ekskoriasi
Mengurangi risiko trauma pada kulit dan gangguan pada luka
Menurunkan risiko terjadinya trauma pada kulit dan memberikan perlindungan tambahan
untuk kulit atau jaringan yang halus
Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka / berkembangnya
komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius
Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses penyembuhan luka, apabila
penurunan cairan terus –menerus adanya eksudat yang bau menunjukkan terjadinya
komplikasi
Menetralisasi tekanan pada luka, meminimalkan terjadinya ruptura
Mencegah kontaminasi luka
Membantu mengeringkan luka dan memfasilitasi proses penyembuhan luka. Pemberian
cahaya mungkin diperlukan untuk mencegah iritasi bila tepi luka bergesekan dengan
pakaian
Menurunkan pembentukan edema yang mungkin menyebabkan tekanan yang tidak dapat
diidentifikasi pada luka selama periode pasca operasi tertentu
Memberi pengencangan tambahan pada insisi yang berisiko tinggi ( misal pada klien yang
obesitas
Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang
telah ada sebelumnya) untuk meurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga
abdomen dan membantu penyembuhan luka
g. Risiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
intake (pembatasan pasca operasi), peningkatan kebutuhan nutrisi sekunder terhadap
pembedahan
1) Definisi : suatu kondisi dimana individu berada atau mengalami risiko penurunan berat
badan karena ketidakadekuatan masukan oral maupun peningkatan kebutuhan metabolisme
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
Seseorang yang dilaporkan mengalami ketidakcukupan masukan oral atau mengalami
penurunan berat badan
b) Minor
(1) Berat badan menurun 10-20% dibawah normal dan tinggi serta kerangka tubuh tidak
ideal
(2) Lipatan kulit trisep, lingkar lengan atas dan lingkar otot pertengahan lengan kurang dari
60% normal
(3) Kelemahan dan nyeri otot
(4) Mudah tersinggung dan bingung
(5) Penurunan albumin serum
(6) Penurunan transferin / kapasitas pengikat zat besi
3) Kriteria hasil
Klien menunjukkan kebutuhan nutrisi yang adekuat, seimbang antara intake dan output.
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi
1 2 3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. Mandiri :
Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian yang optimal
Pantau status hipermetabolisme ( hiperglikemia, keseimbangan nitrogen negatif, penurunan
berat badan, peningkatan frekuensi pernapasan
Ambil tindakan untuk menurunkan nyeri
Evaluasi kemungkinan mual dan muntah
Lakukan tindakan untuk mengurangi mual dan muntah
Pertahankan hygiene oral yang baik
Berikan agen anti mimetik sebelum makan bila diindikasikan
Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein, karbohidrat, vitamin dan mineral
untuk pembentukan fibroblas dan jaringan granulasi serta pembentukan kolagen
Hipermetabolisme diperkirakan tiga sampai empat kali pada hari pertama pasca operasi.
Nutrisi adekuat akan mengembalikan fungsi metabolik yang normal
Nyeri menyebabkan keletihan dan mual yang dapat menurunkan nafsu makan
Pengertian klien tentang sumber dan kenormalan mual dan muntah mengurangi ansietas
yang dapat membantu mengurangi gejala
Memberikan perbaikan masukan oral saat tidak mual dan muntah
Mulut yang bersih dan segar dapat merangsang nafsu makan dan mengurangi mual
Antimimetik mencegah mual dan muntah
h. Konstipasi berhubungan dengan efek pembedahan, perubahan diet, immobilisasi
1) Definisi : suatu keadaan dimana individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis
usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang dan keras.
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
(1) Bentuk feses keras
(2) Defekasi kurang dari tiga kali dalam seminggu
b) Minor
(1) Penurunan bising usus
(2) Keluhan rektal penuh
(3) Keluhan tekanan pada rektum
(4) Mengejan dan nyeri waktu defekasi
(5) Perasaan pengosongan tidak adekuat
3) Kriteria hasil
Klien menunjukkan fungsi defekasi yang adekuat.
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi
1 2 3
1.
2.
3.
4.
Mandiri :
Kaji bising usus untuk menentukan kapan memberikan cairan
Jelaskan efek aktivitas harian pada eliminasi. Bantu ambulasi sesuai kebutuhan
Tingkatkan faktor –faktor yang membantu eliminasi yang optimal ( diet seimbang, masukan
cairan yang adekuat, stimulasi lingkungan rumah )
Beri tahu dokter bila bising usus tidak terdengar dalam dalam enam sampai sepuluh jam
pasca operasi atau bila tidak terjadi elminasi dalam dua sampai tiga hari pasca operasi
Adanya bising usus menunjukkan kembalinya peristaltik
Aktivitas mempengaruhi eliminasi usus dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan
merangsang nafsu makan serta peristaltik
Diet seimbang tinggi serat merangsang peristaltik. Masukan cairan yang adekuat diperlukan
untuk mempertahankan pola defekasi dan meningkatkan konsistensi feses
Tidak adanya bising usus dapat menandakan paralitik ileus, tidak adanya defekasi dapat
menandakan obstruksi
i. Kurang pengetahuan ( diuraikan ) berhubungan dengan kurang terpapar informasi, tidak
mengenal sumber informasi
1) Definisi : suatu kondisi dimana individu atau kelompok mengalami kekurangan
pengetahuan kognitif / keterampilan psikomotor mengenai suatu keadaan dan rencana
tindakan keperawatan
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
(1) Menyatakan kurang pengetahuan / keterampilan / meminta informasi
(2) Mengekspresikan persepsi yang tidak akurat terhadap kondisi kesehatannya
(3) Menampilkan secara tidak tepat perilaku sehat yang diinginkan atau sudah ditentukan
b) Minor
(1) Kurang integrasi rencana tindakan ke dalam kegiatan sehari hari
(2) Menunjukkan ekspresi gangguan psikomotor, misal cemas dan depresi
3) Kriteria hasil
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan perawatan yang dianjurkan serta
berpartisipasi dalam program pengobatan.
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi
1 2 3
1.
2.
3.
4.
Mandiri :
Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi
Diskusikan fase pemulihan setelah operasi ( hal yang harus dan tidak boleh dilakukan
setelah operasi, mengenai mobilitas dini, olahraga, mengangkat beban berat, penggunaan
pakaian diskusikan cara perawatan insisi )
Diskusikan cara perawatan insisi
Diskusikan gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh : peningkatan nyeri, edema
luka, kemerahan dan demam)
Memberikan informasi untuk intervensi yang sesuai
Pemahaman tentang tindakan yang harus dan tidak boleh dilakukan dapat meningkatkan
proses penyembuhan
Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan
dan proses perbaikan
Upaya intervensi menurunkan risiko komplikasi serius, contoh lambatnya penyembuhan
4. Implementasi
“Implementasi adalah tahap keempat dalam proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan (melaksanakan intervensi yang telah ditentukan sebelumnya)”
(Marilyn.E.Doengoes , 1999: 105).
5. Evaluasi
“Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan dimana merupakan proses
yang kontinyu yang penting untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang
dilakukan dengan meninjau respon klien untuk menentukan keefektifan rencana perawatan
dalam memenuhi kebutuhan klien” (Marilyn.E.Doengoes 1999: 105).
Diposkan oleh feyy di 04.52