1
2
OPTIMASI EKSTRAKSI DAN PURIFIKASI MINYAK LIMBAH PADAT INDUSTRI JAMU DITINJAU DARI NISBAH PELARUT DAN WAKTU PERENDAMAN
1Fentyarta Juli Chrisnani, 2Hartati Soetjipto, 2Sri Hartini 1Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
2Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Jawa Tengah 50711, Telp: (0298)321212 [email protected]
ABSTRAK
Salah satu upaya pemanfaatan limbah padat jamu adalah mengambil minyak yang masih terkandung di dalamnya, sebagai bahan yang bernilai ekonomi. Penelitian bertujuan: Pertama, menentukan optimasi rendemen minyak limbah padat jamu, ditinjau dari nisbah pelarut dan waktu perendaman. Kedua, menentukan yield dan loss minyak setelah proses purifikasi. Data rendemen minyak limbah padat jamu dianalisis dengan Rancangan Perlakuan Faktorial (4×5) dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK), 3 ulangan. Sebagai faktor pertama adalah nisbah pelarut terdiri dari 4 aras nisbah yaitu: 1:15, 1:20, 1:25, dan 1:30 (b/v), sebagai faktor kedua adalah lama waktu perendaman terdiri dari 5 aras waktu: 1, 2, 4, 6, dan 8 jam, dan sebagai kelompok adalah waktu analisa. Pengujian antar rataan perlakuan dilakukan dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%. Hasil penelitian menunjukkan rendemen minyak tertinggi dihasilkan dalam waktu perendaman 1 jam dengan nisbah pelarut 1:25 (b/v) yaitu 2,7556 ± 0,2651%. Hasil purifikasi minyak limbah padat jamu diperoleh yield minyak 38,79% dengan loss minyak sebesar 61,21%. Kata kunci : maserasi, purifikasi, limbah padat jamu. PENDAHULUAN
Industri jamu di Indonesia mulai ada sejak tahun 1658 (Amir dan Lestari, 2013). Jamu
dibuat dari campuran sari berbagai tanaman yang bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit.
Jamu mulai dikomersialisasi dengan pesatnya perkembangan industri jamu. Berkembangnya
industri jamu berpengaruh terhadap limbah yang dihasilkannya. Limbah padat jamu yang
dihasilkan, dibiarkan menumpuk hingga bertahun-tahun dan warnanya sampai menghitam
(Purnamasari dkk., 2013).
Beberapa limbah jamu mengandung sekelompok fenol dan senyawa turunannya
yang mempunyai efek yang berbahaya bagi lingkungan. Sebuah industri jamu mampu
menghasilkan limbah dengan Chemical Oxygen Demand (COD) sekitar 200-20.000 ppm dan
fenol 9,8 ppm (Hadiyanto dan Christwardana, 2012).
Salah satu hasil pengolahan limbah padat jamu adalah dapat diolah menjadi pupuk
cair, dan yang terbaru adalah pupuk dalam bentuk granule (Purnamasari dkk., 2013). Dalam
bidang rekayasa pertanian, minyak berpotensi untuk dikembangkan menjadi suatu bentuk
energi bahan bakar yang terbaharukan yang disebut dengan biodiesel. Biodiesel dihasilkan dari
minyak nabati melalui proses reaksi transesterfikasi antara minyak nabati, metanol dan katalis
(Kristanto dan Winaya, 2003).
3
Regina (2015) melaporkan bahwa hasil rendemen minyak atsiri limbah padat jamu
dengan 3 jenis metoda distilasi menunjukkan rendemen minyak atsiri yang sangat kecil, yaitu
berkisar antara 0,0763±0,0033% sampai 0,1586±0,0050% tetapi kandungan minyak non
atsirinya relatif tinggi. Proses ekstraksi dalam pembuatan jamu tersebut hanya menggunakan
pelarut etanol dan air, maka kemungkinan besar di dalam limbah padat jamu masih
mengandung senyawa aktif fenolik, minyak atsiri dan terpenoid. Berdasarkan penelitian di
atas, dilakukan re-ekstraksi minyak limbah padat jamu dengan menggunakan metode
maserasi.
Minyak limbah jamu yang akan diaplikasikan harus dipurifikasi terlebih dahulu dengan
cara proses adsorbsi. Proses purifikasi minyak terdiri dari dua tahap yaitu degumming dan
netralisasi. Degumming merupakan proses penghilangan pengotor dalam minyak, sedangkan
netralisasi merupakan proses penetralan biasanya menggunakan NaOH. Hasil purifikasi minyak
berpengaruh terhadap loss dan kualitas minyak yang dihasilkan (Kartika dkk., 2010).
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan optimasi rendemen minyak limbah padat
jamu dengan metoda maserasi menggunakan pelarut n-heksana, ditinjau dari nisbah pelarut
dan waktu perendaman, serta menentukan yield dan loss minyak setelah proses purifikasi.
METODE PENELITIAN
Tempat pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas
Kristen Satya Wacana.
Bahan dan Metode
Bahan dan Alat
Sampel limbah padat jamu diperoleh salah satu pabrik jamu di Jawa Tengah. Bahan
kimia yang digunakan antara lain yaitu akuades, cling wrap, aluminium foil, kertas saring,
H3PO4, n-heksana, NaOH, HCl (pro analysis, Merck).
Alat-alat yang digunakan antara lain rotary evaporator Buchi R-114, neraca semi
mikro O’haus, neraca digital O’haus, drying cabinet, waterbath, magnetic stirrer, hot plate
stirrer, pH-meter Hanna, serta peralatan gelas laboratorium.
Metode
Preparasi Sampel (Wildan dkk., 2013, dimodifikasi)
Limbah padat jamu dikeringkan dalam drying cabinet selama 24 jam, kemudian
dihaluskan dengan grinder, lalu diayak dengan ayakan 20 mesh. Sampel disimpan di dalam
wadah bertutup rapat.
Ekstraksi Minyak dari Limbah Padat Industri Jamu Dengan Metoda Maserasi Berpengaduk
(Wildan dkk., 2013, dimodifikasi)
Sampel ditimbang sebanyak 10 g, selanjutnya dimasukkan dalam erlenmeyer,
kemudian ditambah pelarut n-heksana dengan variasi perbandingan sampel:pelarut 1:15, 1:20,
1:25 dan 1:30 (b/V). Dilakukan pengadukan menggunakan magnetic stirrer dengan variasi
waktu ekstraksi 1, 2, 4, 6 dan 8 jam. Hasil ekstraksi kemudian didekantasi, lalu dievaporasi
4
untuk menentukan rendemen minyak kasar. Minyak hasil ekstraksi dipindahkan ke dalam botol
sampel yang telah ditimbang. Rendemen minyak kasar dapat ditentukan dengan dilakukan
penimbangan.
Rendemen =
Keterangan :
M1 = massa awal limbah jamu kasar
M2 = massa akhir minyak limbah jamu
Purifikasi Minyak Secara Degumming dan Netralisasi (Kartika dkk., 2010)
Proses purifikasi terdiri dari dua tahap yaitu degumming yang merupakan pengaruh
dosis larutan H3PO4 (0,2%), dan netralisasi yaitu pengaruh NaOH konsentrasi (18˚ Be) terhadap
kualitas minyak limbah padat jamu murni yang dihasilkan.
Degumming
Sampel minyak ditimbang sebanyak 3 g dalam erlenmeyer 100 ml. Larutan H3PO4 20%
sebanyak 0,2% (b/b) ke dalam minyak sampel yang telah dipanaskan sebelumnya pada suhu
70˚C. Campuran minyak dan larutan H3PO4 terus dipanaskan pada suhu 70˚ dan diaduk selama
25 menit.
Netralisasi
Larutan minyak yang telah didegumming, kemudian ditambahkan larutan NaOH konsentrasi
18˚Be, campuran ini diaduk selama 10-15 menit, didiamkan selama 24 jam kemudian
didekantasi. Minyak yang terpisah selanjutnya dicuci dengan air (60˚C-70˚C) hingga pH netral,
lalu diuapkan pada suhu 80˚C untuk menguapkan air yang tersisa. Loss minyak dihitung dengan
rumus :
Loss minyak (%) =
Analisis Data (Steel and Torie, 1981)
Data hasil optimasi maserasi minyak limbah padat industri jamu dianalisis dengan
Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) dengan 20 kali perlakuan dan 3 kali ulangan.
Sebagai faktor pertama adalah nisbah pelarut (bobot sampel : volume pelarut) yaitu 1:15, 1:20,
1:25 dan 1:30 (b/v), sedangkan faktor kedua adalah waktu perendaman yaitu 1, 2, 4, 6 dan 8
jam. Pengujian purata antar perlakuan digunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat
kebermaknaan 5%.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Pengaruh Waktu Perendaman dan Nisbah Pelarut Terhadap Rendemen Minyak Limbah Padat Jamu
Hasil rataan rendemen ekstraksi minyak limbah padat jamu yang diperoleh adalah sebesar 2,2665 ± 0,1342% sampai 2,9763 ± 0,4051% (Tabel 1).
Minyak limbah padat jamu berwarna kuning kehijauan dengan aroma jamu yang khas. Rendemen minyak hasil ekstraksi maserasi limbah padat jamu
dengan pelarut n-heksana disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Rendemen Minyak Hasil Maserasi Limbah Padat Jamu (% ± SE) Dengan Pelarut n-heksana Ditinjau Dari Nisbah Pelarut dan Waktu Perendaman
Tabel 1. Hasil Interaksi Rendemen Minyak Limbah Padat Jamu Antara Nisbah Pelarut dan Waktu Perendaman
Nisbah pelarut
Waktu (% ± SE)
T1 T2 T4 T6 T8
1:15 2,5259 ± 0,1822 ab 2,4873 ± 0,0824 a 2,5472 ± 0,6026 a 2,5995 ± 0,2646 a 2,5758 ± 0,0887 a W = 0,3392 A a a a a
1:20 2,3786 ± 0,7883 a 2,5682 ± 0,4590 a 2,5435 ± 0,3048 a 2,5745 ± 0,6750 ab 2,6966 ± 0,1539 a W = 0,3392 a a a a a
1:25 2,7556 ± 0,2651 b 2,7752 ± 0,3998 a 2,7357 ± 0,2409 a 2,2665 ± 0,1342 b 2,6697 ± 0,0794 a W = 0,3392 B b b a b
1:30 2,6426 ± 0,2382 b 2,6602 ± 0,2984 a 2,7684 ± 0,1115 a 2,9763 ± 0,4051 c 2,7111 ± 0,3215 a W = 0,3392 A a a a a
W = 0,3181 W = 0,3181 W = 0,3181 W = 0,3181 W = 0,3181
Keterangan : *SE = Simpangan Baku Taksiran *W = BNJ 5 % *T = Waktu perendaman *Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada baris/lajur yang sama menunjukkan berbeda nyata, sedangkan angka yang diikuti huruf yang sama pada baris/lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata. *Garis biru menyatakan kisaran terkecil-terbesar rataan rendemen. *Garis merah menyatakan rendemen optimal.
6
Dilihat secara keseluruhan nampaknya ratio nisbah pelarut lebih berpengaruh
terhadap rendemen daripada lama waktu perendaman. Sifat polaritas sangat terkait dengan
kelarutan bahan.
Tabel 1. menunjukkan bahwa rendemen pada penggunaan nisbah pelarut 1:15, 1:20
dan 1:30 (b/v) tidak terpengaruh oleh lama waktu perendaman, sedangkan pada penggunaan
pelarut nisbah 1:25 waktu perendaman 1, 2, 4 dan 8 jam menghasilkan rendemen yang sama
dan lebih tinggi dibanding rendemen lama perendaman 6 jam sehingga dapat diartikan waktu
1 jam-lah yang paling efisien memberikan hasil rendemen tertinggi.
Nisbah pelarut tidak berpengaruh pada lama waktu perendaman 2, 4 dan 8 jam
terhadap rendemen yang diperoleh. Namun pada lama waktu 1 jam nisbah pelarut 1:25 dan
1:30 (b/v) menghasilkan rendemen tertinggi, sedangkan untuk waktu 6 jam nisbah pelarut 1:30
(b/v) menghasilkan rendemen tertinggi.
Rendemen minyak cenderung mengalami peningkatan pada nisbah pelarut 1:25 (b/v)
pada waktu perendaman 1, 2, dan 4 jam. Peningkatan rendemen ekstrak seiring dengan lama
waktu sampai dengan 4 jam pada nisbah 1:25 (b/v) diduga karena pada waktu ekstraksi yang
relatif singkat, banyak molekul minyak yang terperangkap dalam jaringan sel (Handayani dkk.,
2006). Sedangkan pada lama waktu perendaman 6 jam, semua minyak telah terekstrak
sehingga sampai lama waktu 8 jam rataan rendemen cenderung turun.
Berdasarkan kedua interaksi di atas menunjukkan bahwa rendemen optimal didapat
pada perlakuan nisbah pelarut 1:25 (b/v) dan waktu perendaman 1 jam dengan rataan sebesar
2,7556 ± 0,2651%.
Purifikasi Minyak Dengan Degumming dan Netralisasi
Pemisahan gum (degumming) merupakan proses pemisahan getah atau gum yang
terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin serta tidak berpengaruh nyata
terhadap kadar asam lemak bebas dalam minyak (Ketaren, 1986). Proses degumming yang
dilakukan adalah acid degumming dimana reaksi yang terjadi pada proses ini adalah minyak
dipresipitasi dengan kondisi asam (H3PO4) dan dihilangkan dengan pemisahan dengan metoda
evaporasi manual. Proses degumming dilakukan bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan
memperbaiki stabilitas minyak dengan mengurangi jumlah ion logam terutama Fe dan Cu.
Selain itu proses degumming juga mengurangi bobot minyak. Proses degumming dilakukan
pada suhu sekitar 80°C selama 30 menit (Akbar dkk., 2015).
Tahap pemurnian selanjutnya adalah netralisasi yang bertujuan untuk
menghilangkan Asam Lemak Bebas (ALB) (Murano, 2003 dalam Harahap, 2015). Proses
netralisasi dilakukan dengan menggunakan kaustik soda (NaOH) yang berfungsi untuk
menetralkan tingkat keasaman minyak (Kartika, dkk., 2010).
7
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Reaksi Netralisasi (Akbar dkk., 2015)
Purifikasi minyak hasil maserasi optimal limbah padat jamu dengan pelarut n-heksana disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pemurnian Massa Minyak Setelah Purifikasi
Ulangan
Massa Yield
setelah
purifikasi (%)
Loss minyak (%)
Awal (g) Setelah
purifikasi (g)
I 3,0600 1,1205 36,62 63,38
II 3,0300 1,2344 40,74 59,26
III 3,0000 1,1711 39,04 60,96
3,03 1,1753 38,79 61,21%
Perhitungan purifikasi minyak :
Yield setelah purifikasi rata-rata (%) =
= 38,79%
Loss minyak rata-rata (%) =
= 61,21%
Pada Tabel 2., terlihat bahwa setelah proses purifikasi pada pH netral diperoleh yield
minyak limbah padat jamu sebesar 38,79%; sedangkan loss minyak yang diperoleh sebesar
61,21%. Kartika dkk. (2010) melaporkan hasil penelitiannya tentang loss minyak untuk minyak
biji nyamplung sebesar 34,1%-66,9%. Loss minyak limbah padat jamu masih berada dalam
kisaran loss minyak biji nyamplung. Semakin rendah nilai loss minyak maka kualitas minyak
yang dihasilkan semakin baik.
Loss minyak cenderung bertambah dengan peningkatan konsentrasi NaOH yang
digunakan untuk netralisasi. Semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan untuk
netralisasi, semakin tinggi loss minyaknya. Kombinasi proses degumming dan netralisasi telah
menyebabkan loss minyak yang cukup besar (>30%) (Kartika dkk., 2010).
8
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Rendemen minyak tertinggi dihasilkan pada waktu perendaman 1 jam dengan nisbah
pelarut 1:25 (b/v) yaitu 2,7556 ± 0,2651%.
2. Hasil purifikasi minyak limbah padat jamu diperoleh yield minyak 38,79% dengan loss
minyak sebesar 61,21%.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A. A., Margarita, L., Yuliantari, R. dan Davis, J., 2015. Degumming dan Netralisasi.
http://documents.tips/documents/degumming-dan-netralisasi.html. Diakses
tanggal: 26 Juli 2016.
Amir, A.N. dan Lestari, P.F., 2013. Pengambilan Oleoresin dari Limbah Ampas Jahe Industri
Jamu (PT. Sido Muncul) Dengan Metode Ekstraksi. Jurnal Teknologi Kimia dan
Industri. 2(3):88-95.
Hadiyanto dan Christwardana, M. 2012. Aplikasi Fitoremediasi Limbah Jamu dan
Pemanfaatannya Untuk Produksi Protein. Jurnal Ilmu Lingkungan. 10(1):32-37.
Handayani, M, Putri., dan Subagus, W., 2008. Analisis Biji Ketapang (Terminalia catappa L.)
Sebagai Suatu Alternatif Sumber Minyak Nabati. Majalah Obat Tradisional. 13(45).
Harahap, 2015. Proses Tahapan Pemurnian Minyak Kelapa Sawit. Prosiding. Fakultas MIPA,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Kartika, I. A., Fathiyah, S., Desrial dan Purwanto, Y. A., 2010. Permurnian Minyak Nyamplung
dan Aplikasinya Sebagai Bahan Bakar Nabati. Jurnal Industri Pertanian. 20(2):122-
129.
Kristanto, P. dan Winaya, R., 2002. Penggunaan Minyak Nabati Sebagai Bahan Bakar Alternatif
Pada Motor Diesel Sistim Injeksi Langsung. Jurnal Teknik Mesin. 4(2):99-103.
Ketaren, S., 1986. Minyak dan Lemak Pangan, Ed. 1. Jakarta: UI-Press.
Purnamasari, D. A., Mulyasari, D., Wuladari, P. M., dan Lestari, T. A. 2013. Peningkatan
Perekonomian Masyarakat Melalui Pemanfaatan Limbah Jamu Sebagai Pupuk
Organik. Laporan Hasil Penelitian. SMA Negeri 1, Purwoharjo, Banyuwangi.
Regina, C., Soetjipto, H., dan Kristijanto, A.I., 2015. Pengaruh Berbagai Metoda Distilasi Dalam
Proses Recovery Minyak Atsiri Limbah Padat Jamu Terhadap Rendemen Minyak.
Skripsi. Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen
Satya Wacana, Salatiga.
Steel, R.G.O., and J.H. Torie, 1981. Principle and Procedures of Statistics. New York: Mc Graw –
Hill Book Co.
Wildan, A., Ingrid, D., Hartati, I. dan Widayat. 2013. Proses Pengambilan Minyak dari Limbah
Padat Biji Karet dengan Metode Ekstraksi Berpengaduk. Jurnal Momentum. 9(1):1-5.