i
PENGARUH PRODUKSI GULA, IMPOR GULA, BEA MASUK GULA TERHADAP HARGA GULA NASIONAL
Tahun 1991-2005
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Disusun Oleh:
HELEN MEILIA NIM : 021324005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
ii
SKRIPSI
PENGARUH PRODUKSI GULA, IMPOR GULA, BEA MASUK GULA TERHADAP HARGA GULA NASIONAL
Tahun 1991-2005
Oleh:
HELEN MEILIA NIM : 021324005
Telah disetujui oleh :
Dosen Pembimbing I
(Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si) Tanggal, 21 November 2006 Dosen Pembimbing II
(Drs. P.A. Rubiyanto) Tanggal, 19 Desember 2006
iii
SKRIPSI
PENGARUH PRODUKSI GULA, IMPOR GULA, BEA MASUK
TERHADAP HARGA GULA NASIONAL Tahun 1991-2005
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
HELEN MEILIA NIM:021324005
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 17 Januari 2007
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama lengkap Tanda Tangan Ketua : Drs. Sutarjo Adisusilo, J.R ………. Sekretaris : Y. Harsoyo, S.Pd.,M.Si …………. Anggota : Y. Harsoyo, S.Pd.,M.Si …………. Anggota : Drs. P.A Rubiyanto …………. Anggota : S. Widanarto P, S.Pd.,M.Si ………….
iv
Yogyakarta, 17 Februari 2007
Arti Ayat Kursi
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa
izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar.
Arti Ayat Al-fatihah
Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, yang menjaga hari pembalasan, hanya kepada Engkau kami menyembah dan
hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan. Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus yaitu jalan mereka yang telah Engkau beri nikmat bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan jalan mereka yang
sesat. Semoga Allah mengabulkan. Amien
Kupersembahkan karya ini untuk:
Allah SWT yang selalu memberikan rahmat-Nya.
Kedua orang tuaku yang selalu menyayangiku.
Dosen-dosenku yang selalu membimbingku.
Kakak dan adikku yang selalu mendoakanku.
Teman-teman yang selalu memperhatikanku.
v
MOTTO
Kita mengerti bahwa kita tidak sempurna, tapi jangan takut tentang hal itu, kita harus berjuang untuk hari esok yang sukses, selalu berani dan tangguh karena masih ada hari esok yang merupakan dasar baru bagi kita.
Roda kehidupan selalu berputar, ada kalanya kita berada di atas
dan ada kalanya di bawah, saat kita di atas raihlah kesuksesan, jangan lupakan kenyataan jika kita berada di bawah, berusahalah…
Hidup butuh teman, persahabatan dan orang di sekeliling, tanpa hal itu
hidup seperti mati. Hidup adalah tentang memilih untuk mengunakan hidupmu untuk
orang lain dengan cara yang tidak bisa digantikan dengan cara lain…..(chiken soup)
Harapan adalah rak tempatku mengantungkan keberhasilan, dengan
bangga memperlihatkan segala yang berhasil ku wujudkan dengan bantuan harapan…..(Kalsey Brunone)
Dikecewakan memang sesuatu yang menyakitkan apalagi
yang mengecewakan kita adalah orang terdekat kita “jangan pernah mengecewakan jika tidak mau dikecewakan”.
Jangan takut dengan pengalaman-pengalaman sulit dalam hidupmu, karena pengalaman-pengalaman itu merupakan guru bagimu…
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Yogyakarta, 17 Januari 2007 Penulis, Helen Meilia
vii
ABSTRAK
PENGARUH PRODUKSI GULA, IMPOR GULA, BEA MASUK GULA TERHADAP HARGA GULA NASIONAL
Helen Meilia Nim: 021324005
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2007
Tujuan penelitian ini untuk: (1) melihat pengaruh produksi gula terhadap
harga gula nasional, (2) melihat pengaruh impor gula terhadap harga gula nasional, dan (3) melihat pengaruh bea masuk gula terhadap harga gula nasional.
Jenis penelitian ini adalah studi kasus dan ex post de facto. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi secara individual dan analisis regresi linear berganda.
Nilai koefisien determinasi (R²) diperoleh sebesar 0,739, yang menunjukkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen adalah sebesar 73,9 % sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis adalah model regresi linear berganda menyatakan bahwa variabel independen, yaitu produksi gula, impor gula, bea masuk gula secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen yaitu harga gula nasional. Model regresi linear secara individual menyatakan bahwa: (1) produksi gula tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap harga gula nasional, (2) impor gula berpengaruh dan signifikan terhadap harga gula nasional, dan (3) bea masuk gula berpengaruh dan signifikan terhadap harga gula nasional.
Dari hasil penelitian ini penulis menyarankan: (1) pemerintah hendaknya membuat kebijakan tentang kebutuhan gula dalam negeri sehingga impor gula tidak melebihi kebutuhan gula dalam negeri dan tidak dibanjiri oleh gula luar negeri agar harga gula nasional menjadi stabil, dan (2) pemerintah hendaknya melindungi gula dalam negeri dari serbuan gula impor dengan menetapkan tarif bea masuk yang sesuai.
viii
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF SUGAR PRODUCTION, SUGAR IMPORT,SUGAR IMPORT DUTY TOWARD NATIONAL SUGAR PRICE
Helen Meilia
Nim: 021324005
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2007 The aims of this researsch were to find out (1) the influence of sugar production toward national sugar price, (2) the influence of suger import toward national sugar price, and (3) the influence sugar import duty toward national sugar price. The type of this research is a case study and ex post de facto. The techniques of collecting data were documentation and library research. The techniques of data analysis were individual correlation analysis and doubled linear regression. The value of determinacy coefficient (R²) was obtained 0,739. It meant that the influence of independent variables toward dependent variable was 73,9% while the rest of them was influenced by the other factors. The conclusion that can be drawn from the analysis was the doubled linear regression model stated that all independent variables, namely sugar production, sugar import, and sugar import duty influenced national sugar price as dependent variable. The individual linear regression model stated: (1) sugar production did not influence national sugar price significantly, (2) sugar impor influended national sugar price significantly, and (3) sugar import duty influenced national sugar price. From the result of this research, it is advised that (1) the goverment should make a policy about domestic sugar needs in order to protect sugar import so the national sugar price stabilizes, and (2) the goverment should protect domestic sugar by determining appropriate tax for imported sugar.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat, berkat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menulis dan menyusun skripsi yang berjudul “Pengaruh Produksi Gula, Impor Gula, dan Bea Masuk Gula Terhadap Harga Gula Nasional” dengan baik.
Skripsi disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program studi Pendidikan Ekonomi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penyusunan Skripsi ini Penulis tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu Penulis mengucapkan banyak terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed, Ph.d. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo, J.R. Selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial.
3. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.si. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi dan selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar telah membimbing Penulis dalam menyusun Skripsi ini.
4. Bapak Drs. P.A. Rubiyanto. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan serta semangat bagi Penulis dalam menyusun Skripsi ini.
5. Bapak Indra Darmawan, S.E., M.si. Atas bimbingan yang diberikan kepada Penulis. Penulis ucapkan banyak terima kasih.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi PEK dan PAK : Bu Wigati, Pak Yoni, Pak Teguh, Bu Prem, Pak Wid, Pak Bondan, Pak Heri, Bu Catur, Pak Muhadi, Pak Sapto, Bu Indah. Terima kasih.
7. Mbak Titin, Pak Wawiek dan Mbak Aris, yang telah membantu Penulis dalam mengurus administrasi selama kuliah terlebih dalam penyusunan Skripsi ini.
8. Kedua Orang Tuaku yang tercinta, Bapak Selar Irawan, dan Ibu Suparti atas Doa, bimbingan dan kasih sayangnya, Penulis ucapkan terima kasih. (Mak, Pak…, Aku dah Lulus Naaa…!!!) I LOVE U FOREVER…
9. Kakakku Didik Sulistiawan, kita cari duit sama-sama yok buat Adik Lely kuliah, Kak Ipong Harjito… cepet dong lulusnya…, jangan minta duit terus, Adikku Leli Sulestari belajar yang rajin ya dek ….(ayo sama-sama bahagiakan Bapak dan Mamak…semangat…aku sayang kalian).
x
10. Si mbah kakung Joyo (Alm) dan si mbah putri cepat sembuh ya, buat keluargaku di Surabaya makasi atas semuanya…jangan takut Lebaran pasti kami ke Surabaya lagi….(miss u).
11. Si mbah kakung Slamet dan Si mbah putri (Alm) makasi doanya, kapan ke Jawa, tak anter wes …arep neng ndi ????? Dan keluargaku di Baturaja, keluarga Wak Mia, keluarga Bie Manik, keluarga Bie Masih, keluarga Bie Ija yang selalu menyambut kedatanganku dengan bahagia serta keluarga Tangerang……(terima kasih semuanya)
12. Buat yang terkasih mas Yo2k yang senantiasa memberikan masukan, dukungan, dan semangat sampai saat ini….adik da lulus mas…!!!!??? makasi ya doanya.
13. Keluarga di Temanggung, Bapak dan Ibu, Om Bandi, keluarga Pak Subuh. Tiada yang bisa Penulis berikan selain ucapan terimakasih atas dukungan dan doanya.
14. Temen-temen seperjuanganku PEK’02 yang selalu menemaniku, menyayangiku, terima kasih atas kebersamaan kita, persaudaraan kita selama ini, pengalaman yang lucu, bahagia, mengharukan, menyebalkan. Terimakasih sekali lagi atas semuanya dan atas kenagan yang indah yang telah kita lewati bersama-sama….(teman-temanku aku g’ akan pernah lupakan kalian semua)
15. Teman baikku Novi…(aku akan ingat n selalu kangen sama kamu adik kecilku), Ruri…( makasi yeeee…aku boleh maen, ngerumpi n nginep ditempatmu).. buat kalian berdua berusaha cepet susul ak yoo..Mbak Anggie ( semangat terussss!!..kita beli batagor yok??. Totok de geng..(ada Wili, Didik, Aristo, Tatak, Heri, Rita, Wancong….ndang rampong tak doain ngeh ???).
16. Kakak tingkatku….(Rina, Riana, Silas, Itak, Li2s, Elis, Ana….makasi atas kebersamaanya nunggu antrian). Stip …jangan setres trus, Ronal, Kaka, Si Pe, Hohok …kapan mancing lagi…☺ Shinto, Joyo, Bruno, Dion, Sigit …ayo semangat…dong, aku duluan ya…???!!!. Buat Nug…..(mana gaji pertamanya..tak tunggu???).
17. Adek tingkatku. PE’03, 04, 05. Semangat terus ….cepet lulus ya…jangan main terus. (Ingat perjuanganmu masih panjang loooh…)
18. Temen-temen in the kosku, Diah, Vero, Sabet, Uci, Tazya, Seli, Lia, Weni, Neko, Ana, Aie, Nova, Mita, Dian, Sisal, Lia jangkung…makasi atas semuanya…ingat jaga keamanan kos yo…mas Agung…(adek sayang sama kang mas sama seperti tazyong).
19. BG 8498 FF, Beksiku, makasih ya sobat dah nemeni aku ketika aku sedih, senang, panas, dan hujan, semoga kamu selalu menjadi BG ku yang selalu seksi…!! Beksi..?!
20. Buat teman-teman Brojodento 7, Gober, Ivan, Bajaj, Neng, Budi layau, Cecep, John, Nandus, Brutus, Cen hoo…..(makasi yeee menyeng boleh main t4 kalian…buat Kak Acus ma Bang Be…..(makasih banget atas kasih
xi
sayangnya, semoga Tuhan membalas semua kebaikan n melindungi kalian. Love u).
21. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penulisan skripsi
ini, serta Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna karena masih banyak kelemahan dan kekurangan yang ada di dalamnya. Oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Yogyakarta, 17 Februari 2007 Penulis,
Helen Meilia
xii
DAFAR ISI
Halaman Halaman Judul ……………...………………………………………………….. i Halaman Persetujuan ………………………………………………………….. ii Halaman Pengesahan …………………………………………………………. iii
Halaman Persembahan ………………………………………………………... iv
Motto ………………………………………………………………………….… v
Pernyataan Keaslian Karya ………………………………………….. ……... vi
Abstrak ………………………………………………………………………… vii
Abstract ……………………………………………………………………….. viii
Kata Pengantar ………………………………………………………………... ix
Daftar Isi ………………………………………………………………………. xii
Daftar Tabel …………………………………………………………………... xvi
Daftar Gambar ………………………………………………………………. xvii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
A. . Latar Belakang ….……………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………… 10
C. Batasan Masalah ……………………………………………….............. 10
D. Tujuan Penelitian ……………………………………………................. 10
E. Manfaat Penelitian ……………………………………………............... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………... 12
A. Gula sebagai komoditi strategis ………………………………………... 12
xiii
B. Kebijakan pergulaan nasional …………………………………. .……... 14
1. Tataniaga gula ……………………………………………………… 14
2. Dewan gula ………………………………………………………… 17
C. Faktor yang mempengaruhi harga gula nasional ……..……………. 18
1. Produksi gula ………………………..……………………………… 20
a) Pengertian produksi ……………………..……………………… 21
b) Faktor-faktor produksi …………………….…………………… 22
2. Impor ……………………………………………………….............. 26
a) Perdagangan Internasional …………………………...………… 26
b) Manfaat Perdagangan Internasional ……………………………. 27
c) Teori Permintaan Impor dan Penawaran Ekspor ………….. ….. 28
3. Bea masuk gula / Tarif Impor …………….………………...…. ….. 32
a) Efek Terhadap Perdagangan ………..……...…………………... 32
D. Hasil penelitian yang relevan ….…………………………………... …... 34
E. Kerangka Berpikir ……………………………………………………… 36
F. Hipotesis ………………………………………………………………... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………. …… 39
A. Jenis penelitian …………………………………………………………. 39
B. Data dan sumber data penelitian ……………………………..…………. 39
C. Variabel penelitian dan pengukurannya ………………...……………… 41
D. Teknik pengumpulan data ……………………………………………… 41
E. Teknik analisis data …………………………………………………….. 42
xiv
1. Uji normalitas dan linieritas …………………………………………. 42
2. Uji asumsi klasik …………………………………………….............. 43
3. Analisis regresi linier berganda ……………………………………… 47
4. Uji koefisien regresi secara individu ………………………………… 48
5. Uji koefisien regresi secara serempak ……………………………….. 50
BAB IV GAMBARAN UMUM VARIABEL ……………………….............. 53
A. Harga gula nasional …………………………………………………….. 53
B. Produksi gula nasional …………………………………………………. 56
C. Impor gula nasional …………………………………………………….. 58
D. Bea masuk nasional …………………………………………………….. 60
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN …………………………. 63
A. Analisis data ……………………………………………………………. .63
1. Pengujian normalitas ……………………………………………. 63
2. Pengujian linieritas ……………………………………………… 65
3. Pengujian asumsi klasik ………………………………………… 67
4. Uji statistik ……………………………………………………… 71
B. Pembahasan …………………………………………………………….. 76
1. Hipotesis pertama ……………………………………................ 76
2. Hipotesis kedua ………………………………………………... 78
3. Hipotesis ketiga ……………………………………..…………. 81
4. Pengujian variabel secara serentak …………………................. 84
xv
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………………………..…………… 88
A. Kesimpulan ………………………………………..…………………… 88
B. Saran …………………………………………..……………………….. 89
C. Keterbatasan penelitian ……………………………..…………………. 89
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..………………... 90
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………..………………… 92
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perkembangan kinerja industri gula nasional …………............... 3
Tabel 1.2 Tarif Impor gula dibeberapa negara tahun 2002 ………………... 7
Tabel 1.3 Tarif Bea masuk atas impor gula ……...………………................. 9
Tabel 2.1 Tarif Bea masuk terhadap harga gula …………...…………….. 15
Tabel 3.1 Statistik Durbin-watson Ho ada autokorelasi positif …………... 46
Tabel 3.2 Statistik Durbin-watson Ho ada autokorelasi negatif ………….. 47
Tabel 4.1 Harga, Produksi, Impor dan Bea masuk gula nasional …… ……55
Tabel 4.2 Perkembangan kinerja industri gula nasional …………………. 57
Tabel 4.3 Bea masuk gula dibeberapa negara tahun 2002 ………………... 61
Tabel 5.1 Uji Normalitas data dan kolmogrov …………………………….. 63
Tabel 5.2 Uji Normalitas ……………………………………………………. 64
Tabel 5.3 Uji linieritas produksi gula ……………………………………… 66
Tabel 5.4 Uji linieritas Impor gula ………………………………………… 66
Tabel 5.5 Uji linieritas bea masuk gula ……………………………………. 67
Tabel 5.6 Uji Multikolinieritas …………………………………………….. 68
Tabel 5.7 Uji Heteroskedastisitas ………………………………………….. 69
Tabel 5.8 Uji t ………………………………………………………………. 72
Tabel 5.9 Uji F ……………………………………………………………… 74
Tabel 5.10 Uji R …………………………………………………………….. 75
Tabel 5.11 Produksi gula, harga gula dan konsumsi ………………………77
xvii
Tabel 5.12 Impor dan harga gula nasional …………………………………80
Tabel 5.13 Bea masuk gula dan harga gula ………………………………... 82
Tabel 5.14 Produksi gula, Impor gula, Bea masuk gula dan harga gula
nasional. …………………...…………………………………….. 85
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perubahan tingkat produksi terhadap harga
dan tingkat keseimbangan ..………………………….. 25
Gambar 2.2 Kurve ekspor dan impor ………………….……………. 30
Gambar 2.3 Kurve penewaran ekspor dan permintaan impor……. 31
Gambar 2.4 Efek tarif impor ………………………………………… 32
Gambar 2.5 Pengaruh Produksi gula, Impor gula, Bea masuk
gula terhadap harga gula nasional ………..………....... 38
Gambar 4.1 Grafik harga gula nasional …………………………….. 54
Gambar 4.2 Grafik Produksi gula nasional ………………..……….. 56
Gambar 4.3 Grafik Impor gula nasional ……………..…………....... 59
Gambar 4.4 Grafik Bea masuk gula nasional ………………………. 60
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Negara Indonesia adalah negara agraris yang artinya negara yang
sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani serta
tanahnya subur. Karena kesuburan tanahnya negara Indonesia sebagai negara
agraris dianggap negara berpotensi tinggi dalam bidang pertanian. Sebagai
negara agraris, perekonomian negara Indonesia ditunjang oleh beberapa sektor
antara lain sektor peternakan, perikanan, perkebunan dan pertanian. Dilihat
dari posisi negara Indonesia yaitu sebagai negara agraris yang berpotensi
dibidang pertanian, sebesar 7.42% masukan bagi perekonomian negara
Indonesia berasal dari pertanian.
Sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi di Indonesia
memegang peranan yang sangat penting dari keseluruhan perekonomian
nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari aspek kontribusi pertanian terhadap
PDB yang begitu besar yaitu sebesar 7,42% lebih besar jika dibandingkan
dengan sektor peternakan yang sebesar 2,13%, sektor perikanan yang sebesar
2,40%, dan perkebunan yang sebesar 2,49%, selain memberikan aspek
kontribusi yang begitu besar, sektor pertanian juga memberikan lapangan kerja
bagi penduduk Indonesia, penyediaan penganekaragaman menu makanan dan
sektor pertanian yang kontribusinya untuk mengurangi jumlah orang miskin di
pedesaan, memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia dalam sektor pertanian yang
2
begitu besar serta peranannya terhadap nilai devisa yang dihasilkan dari
kegiatan ekspor dan impor.(Tobing, A.H. 2006: 4).
Pada saat ini ketika permintaan terhadap pangan meningkat sebagai
akibat dari adanya peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat
yang nantinya terjadi peningkatan permintaan terhadap jenis dan kualitas
pangan. Diharapkan aspek produksi pertanian berperan penting dalam
menghadapi masalah ini dengan melakukan pemantapan dan perluasan
swasembada pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang
semakin meningkat tersebut.
Perkebunan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang
diharapkan mampu meningkatkan produksi ekspor non migas serta untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri khususnya keperluan industri serta
umumnya untuk konsumsi masyarakat. Untuk itu telah dilakukan kebijakan
dan kegiatan untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi, perkebunan baik
perkebunan rakyat, perkebunan negara serta perkebunan milik swasta.
Komoditi tanaman tebu merupakan salah satu jenis sub sektor dari
perkebunan yang berperan sangat penting dalam negara, karena tanaman tebu
merupakan bahan dasar dari pembuatan gula. Gula merupakan bagian
terpenting dari kehidupan kita sebagai manusia, selain memberikan rasa manis
pada makanan dan minuman, gula juga dibutuhkan oleh tubuh kita sebagai
penambah stamina dalam bentuk kalori. Tidak bagi manusia saja, gula juga
dibutuhkan oleh industri makanan dan minuman baik berskala besar maupun
bersekala kecil. Industri yang seperti ini, membutuhkan gula untuk
3
memproduksi makanan dan minuman yang bahan dasar pembuatannya berasal
dari gula.
Melihat pentingnya gula bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat dan
industri baik makanan dan minuman membuat konsumsi gula masyarakat dan
industri makanan dan minuman yang ada di Indonesia mengalami kenaikan
atau peningkatan yang cukup besar sedangkan produksinya tetap pada posisi
yang rendah bahkan mengalami penurunan. Produksi yang rendah ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah luas areal yang kurang di
pulau Jawa untuk menanam tebu yang merupakan bahan dasar pembuatan gula
karena areal tersebut sudah menjadi pemukiman penduduk, ditambah lagi
jumlah pabrik gula yang sedikit, serta pabrik gula yang kurang efisien karena
usia pabrik sudah lama dan tidak layak pakai. Peningkatan konsumsi gula dan
rendahnya produksi gula dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini:
Tabel 1.1 Perkembangan Kinerja Industri Gula Nasional.
Tahun
Luas areal (Ha)
Produksi (Ton Hablur)
Rendemen (%)
Konsumsi (Ton)
Impor (Ton)
1994 428.726 2.448.833 8,02 2.851.770 402.937 1995 420.630 2.096.471 6,97 2.888.843 792.372 1996 403.266 2.094.195 7,32 2926.398 832.203 1997 385.669 2.189.974 7,83 2.964.441 774.468 1998 378.293 1.491.553 5,49 3.002.979 1.511.426 1999 340.800 1.488.599 6,96 3.042.018 1.533.419 2000 340.660 1.690.667 7,04 3.087.618 1.396.951 2001 344.441 1.725.467 6,85 3.133.932 1.408.465 2002 350.723 1.755.434 6,88 3.180.941 1.425.507 2003 335.725 1.631.919 7,21 3.228.655 1.596.736 2004 344.793 2.051.644 7,67 3.281.928 1.230.284 2005 367.875 2.219.778 7,84 3.324.662 1.104.884
Sumber: deptan Taksasi 2005
4
Pada tabel 1.1 di atas dapat kita lihat di tahun 2004 konsumsi gula
mencapai 3.281.928 (ton), sedangkan hasil produksi yang mampu diproduksi
hanya sebesar 2.051.644 (ton) atau sekitar 7,67%, karena kebutuhan
masyarakat dan industri makanan dan minuman meningkat di tahun 2004
maka konsumsi gula di tahun 2005 pun ikut meningkat sebesar 3.324.622 (ton)
sedangkan produksi gula di tahun 2005 tetap pada posisi yang rendah yakni
sebesar 2.219.778 (ton) atau sekitar 7,84%. Jika kita lihat fakta ini maka jelas
sekali bahwa permintaan atau konsumsi masyarakat Indonesia lebih besar dari
pada produksi gula yang ada di Indonesia yang akhirnya akan berpengaruh
pada harga gula nasional.
Ketika konsumsi gula masyarakat serta industri makanan dan minuman
di tahun 2005 sebesar 3.324.622 (ton) produksi gula yang mampu dihasilkan
hanya sekitar 2.219.778 (ton) maka terjadi kekurangan konsumsi gula sebesar
1.104.884 (ton). Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Indonesia mengambil
kebijakan dengan melakukan impor gula dari luar negeri sebesar kekurangan
konsumsi masyarakat yang dapat dilihat pada tabel 1.1 di atas, yaitu terjadinya
impor gula sebesar 1.104.884 (ton). Kebijakan ini akan menyebabkan
terjadinya persaingan gula impor dan gula nasional menjadi tidak sehat atau
tidak seimbang (Didik. J. Rochbini. Suara merdeka, 25 April 2005).
Gula Indonesia tidak mampu bersaing dengan gula impor dari sisi
harga dan kualitas. Artinya, industri gula nasional terpuruk bila dibandingkan
dengan industri gula dari negara lain. Dari sisi harga, harga gula nasional kita
lebih rendah dari harga gula luar negeri yakni harga gula dalam negeri hanya
5
sebesar 2.650/kg lebih rendah dibandingkan dengan harga gula luar negeri
seperti Jepang yang jauh lebih tinggi yaitu sebesar 16.500/kg. Sedangkan
kalau dilihat dari sisi kualitas, kualitas gula luar negeri lebih baik dari gula
dalam negeri dilihat dari gula luar negeri lebih putih dan bersih. Sehingga
konsumen dalam negeri kita lebih suka gula impor dari pada gula nasional.
akhirnya impor gula menjadi ancaman bagi industri gula nasional, sekaligus
bagi petani tebu, tetapi tidak bagi industri makanan dan minuman yang ada di
negara Indonesia serta masyarakat karena impor gula dapat memberikan
manfaat bagi industri makanan dan minuman serta masyarakat.
Dengan adanya impor gula yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
gula dalam negeri yang begitu besar, dapat membuat jumlah gula dalam negeri
mengalami kenaikan. Selain jumlah gula dalam negeri mengalami kenaikan,
impor gula juga dapat memberikan peluang bagi penyelundupan gula ke
negara Indonesia yang dapat berakibat pada harga gula nasional menjadi
menurun. Naik dan turunnya harga gula nasional berpengaruh kepada pelaku
usaha khususnya petani tebu, industri makanan dan minuman yang
menggunakan gula sebagai bahan dasar dalam setiap proses produksinya, serta
masyarakat. Bagi petani tebu harga gula nasional mampu memberikan insentif
pada mereka karena ketika harga gula nasional tinggi maka akan mendorong
petani tebu untuk menanam tebu sehingga dapat meningkatkan produksi tebu
nasional akan tetapi ketika harga gula turun atau rendah akibat adanya impor
dan penyelundupan maka sangat besar kemungkinan petani tebu untuk tidak
menanam komoditi tersebut bahkan petani tebu akan beralih dari tanaman tebu
6
ketanaman lain yang lebih menguntungkan bagi mereka sehingga akan
berpengaruh pada produksi tebu yang menurun (Nugroho, B. 2006: 89).
Selain harga gula dapat memberikan insentif bagi petani tebu, harga
gula bisa juga menjadi input bagi industri makanan dan minuman yang
menggunakan gula sebagai bahan dasar dalam setiap produksinya. Ketika
harga gula rendah akibat impor dan penyelundupan maka industri makanan
dan minuman yang menggunakan gula sebagai bahan dasar dalam setiap
proses produksinya dapat menjalankan usahanya dengan baik karena dengan
adanya harga gula nasional yang rendah membuat industri makanan dan
minuman seperti ini dapat membeli gula dengan harga murah dan digunakan
dengan efisien bagi setiap proses produksinya sehingga industri makanan dan
minuman seperti ini dapat menghasilkan hasil produksi yang baik, hasil
produksi yang murah harganya sesuai dengan pendapatan masyarakat dan
biaya produksi yang dikeluarkanya sehingga masyarakat mampu membeli
hasil produksi tersebut dan meningkatkan labanya serta industri makanan dan
minuman yang menggunakan bahan dasar gula dalam setiap produksinya
dapat menjalankan usahanya dengan baik. Serta, bagi masyarakat sendiri
sebagai konsumen harga gula nasional berperan penting yaitu sebagai patokan
bagi masyarakat untuk menentukan seberapa banyak gula yang mereka
butuhkan dalam pemenuhan kebutuhannya sehari-hari sesuai dengan
pendapatan mereka. Dengan adanya harga gula nasional yang rendah maka
akan memudahkan mayarakat dalam memenuhi kebutuhan akan gula dalam
kehidupan sehari-hari mereka.
7
Jelas sekali dengan adanya impor gula dari luar negeri dapat
membantu pemerintah dalam memenuhi kekurangan konsumsi dan
memberikan manfaat pada industri makanan dan minuman serta masyarakat
tetapi apabila impor gula yang terlalu banyak akibat adanya penyelundupan
maka akan membuat harga gula nasional rendah yang berakibat petani tebu
enggan menanam tebu yang merupakan bahan dasar pembuatan gula sehingga
nantinya akan berpengaruh pada produksi gula nasional yang rendah dan harga
gula nasional yang semakin terpuruk.
Melihat industri dan harga gula nasional akibat adanya kebijakan
impor semakin terpuruk dan kalah bersaing dengan industri dan harga gula
luar negeri maka Indonesia melindungi industri dalam negeri dengan membuat
proteksi yaitu dengan menetapkan tarif impor atau bea masuk yang sesuai,
yang dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut ini:
Tabel 1.2 Tarif Impor Gula Dibeberapa Negara Tahun 2002
No. Negara Tarif impor 1. Indonesia Rp 550-Rp 700/kg 2. Uni eropa 240% 3. Banglades 200% 4. Amerika serikat 155% 5. Filipina 133%
Sumber: Harsoyo,Y. 2004:155.
Dalam tabel terlihat bahwa negara Indonesia sudah menetapkan tarif
impor sebesar Rp 550-700/kg untuk melindungi industri dalam negeri kita atau
nasional, tetapi tarif yang ditetapkan oleh negara Indonesia masih rendah jika
di bandingkan dengan negara-negara seperti Uni Soviet yang menetapkan tarif
impornya sebesar 240% dan Amerika serikat sebesar 155%.
8
Bila kita perhatikan negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat
menetapkan tarif bea masuk lebih besar dari negara Indonesia yaitu sebesar
100% sementara negara Indonesia sebersar 20%-25%, sekarang pertanyaannya
apakah kita mesti mengikuti negara lain untuk melindungi industri gula dalam
negeri?. Pertanyaan seperti ini menimbulkan jawaban yang beragam ada pro
dan kontra. Golongan yang setuju dengan penetapan bea masuk tinggi karena
ingin melindungi produksi gula tetapi bagi golongan yang tidak setuju seperti
konsumen mengapa melindungi pabrik gula yang tidak efisien dan membeli
gula dengan harga yang mahal (Prihardana, R. 2005: 29).
Memang menetapkan tarif bea masuk yang tinggi memberatkan
industri yang menggunakan bahan baku gula, tetapi selama pasar gula
internasional masih memperdagangkan produk residual yang sangat murah
maka tarif yang tinggi merupakan pilihan yang paling baik. (Harsoyo, Y.
2004: 157).
Selain menetapkan tarif bea masuk impor untuk memproteksi dan
melindungi industri gula dalam negeri, pemerintah juga mengambil kebijakan
untuk melindungi para petani khususnya petani tebu dengan membuat tata
niaga impor gula yang ditetapkan berdasarkan SK Menperindak
No.643/MPP/KEP/9/2002 dan SK Menkeu No.324/KMK.01/2002, yang dapat
dilihat dalam tabel 1.3 berikut ini:
9
Tabel 1.3. Tarif Bea Masuk Atas Impor Gula.
No . Uraian barang Bea masuk (per kg)
1. Gula tebu Rp 550 2. Gula bit Rp 700 3. Gula mengandung tambahan
bahan flavor atau pewarna Rp 700
4. Gula dibungkus untuk penjualan eceran
Rp 700
5. Gula untuk industri (double refined sugar)
Rp 700
6. Gula lain-lain. Rp 700 Sumber: Harsoyo, Y. 2004:159
Dengan Penetapan SK Memperindak dan Menkeu tentang tata niaga
ini yang dijelaskan dalam tabel di atas mengenai tarif bea masuk atas impor
gula untuk gula bit, gula tebu, dan lain-lain, yang merupakan salah satu
kebijakan dari pemerintah untuk melindungi harga gula dari petani diharapkan
dapat melindungi industri gula dalam negeri atau nasional dan petani, sehingga
dengan adanya penetapan bea masuk impor dan tarif tata niaga untuk produk
impor termasuk gula impor, maka akan membuat harga gula impor akan
cenderung naik akibatnya akan membuat harga gula nasional dan harga gula
impor bisa bersaing dengan sehat tanpa adanya perbedaan harga untuk gula
dalam negeri atau nasional dengan harga impor lagi.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, Penulis tertarik untuk
menganalisis dan mengadakan penelitian dengan judul “PENGARUH
PRODUKSI GULA, IMPOR GULA, BEA MASUK TERHADAP HARGA
GULA NASIONAL”.
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis membuat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah produksi gula mempengaruhi harga gula nasional?
2. Apakah impor gula mempengaruhi harga gula nasional?
3. Apakah bea masuk berpengaruh terhadap harga gula nasional?
C. Batasan Masalah
Untuk membatasi masalah yang akan diteliti agar tidak terlalu luas,
maka penulis membuat batasan-batasan dalam penelitian ini yaitu pengaruh
produksi gula, impor gula dan bea masuk terhadap harga gula nasional.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk melihat pengaruh produksi gula terhadap harga gula nasional
2. Untuk melihat pengaruh impor gula terhadap harga gula nasional
3. Untuk melihat pengaruh bea masuk terhadap harga gula nasional
E. Manfaat Penelitian
Dari adanya penelitian ini penulis berharap bahwa penelitian ini nantinya
dapat memberikan manfaat bagi:
11
1. Pemerintah.
Memberikan informasi yang nantinya dapat diperlukan untuk mengambil
keputusan dan menentukan kebijakan yang baik berkaitan dengan
penentuan harga gula nasional.
2. Industri gula nasional.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi Acuan dan pertimbangan
para industri gula nasional dalam memproduksi gula yang nantinya dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat yang begitu besar.
3. Universitas Sanata Dharma.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan koleksi
bacaan ilmiah yang nantinya dapat dipergunakan sebagai pertimbangan
serta refleksi dalam penulisan karya ilmiah.
4. Penulis
Penelitian yang di landasi oleh penerapan teori yang telah didapat penulis
selama di bangku kuliah memberikan banyak impormasi dan wawasan
yang berguna bagi penulis untuk mengatasi situasi dan tantangan dunia
kerja.
5. Penulis lain.
Semoga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi
penelitian selanjutnya.
6. Pembaca.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan atau informasi
bagi pembaca.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gula Sebagai Komoditi Strategis
Gula merupakan salah satu komoditi strategis dalam perekonomian
negara Indonesia. Dengan luas areal sekitar 350 ribu Ha pada periode 2000-
2005, industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan
bagi sekitar 900 ribu petani dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat memakai
sekitar 1,3 juta orang. Gula juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat dan
sumber kalori yang relatif murah. Karena merupakan kebutuhan pokok maka
dinamika harga gula akan mempunyai pengaruh langsung terhadap laju infalsi.
Sejak dahulu negara Indonesia telah dikenal sebagai negara agraris
dalam arti mayoritas penduduk negara Indonesia bermata pencaharian sebagai
petani. Sebagai negara agraris Indonesia dapat memenuhi kebutuhan akan
pangan khususnya gula sendiri. Tetapi beberapa tahun terakhir ini, muncul
keseriusan atas penurunan kemampuan negara Indonesia untuk memenuhi
kebutuhan akan panganya tersebut dikarenakan oleh terjadinya penambahn
penduduk yang tinggi di negara Indonesia
Diawal abad 21, selama 30 tahun penduduk Indonesia bertambah
hampir 200 juta jiwa. Peningkatan jumlah penduduk ini akan membuat
bertambahnya kebutuhan akan pangan khususnya gula dalam negeri. Keadaan
ini dimana konsumsi gula meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk
tida didukung sepenuhnya oleh kondisi negara Indonesia yang baik karena
13
negara Indonesia mengalami penurunan kemampuan untuk memproduksi
sendiri kebutuhan akan pangan dalam negaranya. Hal ini akan membuat
negara Indonesia masuk kedalam keadaan dimana terjadi rawan pangan dalam
arti ketergantungan impor negara Indonesia semakin meningkat. Terlihat di
tahun 1998 negara Indonesia mengimpor gula sebesar 20-40% dari kebutuhan
nasional. Dimana impor gula yang dilakukan oleh negara Indonesia sebesar
20-40% merupakan kebijakan pemerintah yang diutamakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan gula yang terus meningkat.
Kebijakan pemerintah melakukan impor dari luar negeri untuk
memenuhi kebutuhan mayarakat Indonesia yang begitu tinggi sudah cukup
baik tapi kebijakan impor ini akan menyebabkan masalah dalam
perekonomian negara Indonesia semakin bertambah yaitu jumlah gula dalam
negeri akan meningkat yang berakibat pada harga gula yang rendah untuk itu
pemerintah harus mengatasinya bukan pada orientasi solusi tentang kebijakan
impor tetapi lebih kepada orientasi solusi produksi yaitu dengan
meningkatkan produksi dalam negeri.
Telah kita ketahui, bahwa negara Indonesia memiliki potensi pangan
yang besar dan beragam, pasar pangan yang sangat besar yang terus
berkembang. Apabila Negara Indonesia memanfaatkan potensi ini dengan baik
maka penyelundupan, impor tidak terjadi dan harga gula dalam negeri pun
dapat stabil (http//www.deptan.go.id/solusi kemandirian pangan.htm).
14
B. Kebijakan Pergulaan Nasional
1. Tataniaga Gula
Tataniaga gula merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah
untuk mendorong terjadinya peningkatan produktifitas, efisiensi industri
gula dalam negeri, meningkatkan kesejahteraan petani khususnya petani
tebu. Kebijakan tataniaga ini tertuang dalam surat keputusan (SK)
Menperindak No.643/MPP/KEP/9/2002. Yang menetapkan bahwa siapa
saja diperbolehkan melakukan impor gula asal mendapatkan izin dan
membayar bea masuk. Dari adanya tataniaga ini ditetapkanlah PT.
Perkebunan Nusantara (PN) IX, X, XI. dan PT. Rajawali Nusantara
Indonesia (RNI) sebagai importir terdaftar
(http//www.deperindag.go.id/dgn/tataniaga gula nasional.htm)
Selain itu, untuk melindungi harga gula dari petani pemerintah
mengambil sebuah kebijakan dengan mengeluarkan SK Menkue No.
324/KMK.01/2002. dengan harapan harga gula pada saat musim giling
tahun ini bisa lebih bagus. Dengan menetapkan bea masuk atas impor
yang terlihat dalam table 2.1 berikut ini:
15
Tabel 2.1 Tarif Bea Masuk Terhadap Gula
No. Urutan barang Bea
masuk Per kg.
1. Gula tebu Rp 550 2. Gula bit Rp 700 3. Gula mengandung tambahan bahan
flavor atau pewarna Rp 700
4. Gula dibungkus untuk penjualan eceran Rp 700 5. Gula untuk industri (double pefined) Rp 700 6. Gula lain-lain Rp 700 Sumber: Harsoyo, Y.2004:159
Makin lama nafas tataniaga impor itu tidak berarti bagi petani.
Padahal, sejak awal semangat munculnya tataniaga itu adalah untuk
melindungi petani dari perdagangan dunia yang tidak adil. Perdagangan
gula yang tidak adil itu terjadi karena petani tebu dilibas oleh produk
residual (recidual trading), produk residual tersebut dijual mahal di
daerah asalnya untuk memberi intensif pada petani namun dijual dengan
harga yang murah dipasar internasional.
Pangkal masalahnya bermula dari pemberian izin impor bagi
perusahaan yang tidak termasuk dalam importir terdaftar (IT) atau
produsen gula yang pasokan tebunya sebanyak 75% berasal dari petani.
Penunjukan Perum Bulog untuk ikut mengimpor gula pun masuk
dalam kategori ini karena Perum bulog bukan produsen gula. Perusahaan
non produsen yang diikut sertakan pastilah banyak mempertimbangkan
untung-rugi saja. Sedangkan produsen gula yang terlibat impor akan
mempunyai pertimbangan lain yaitu menjaga harga gula agar
menguntungkan pabrik gula sekaligus petani. Masalah makin bertambah
16
ketika departemen perindustrian dan perdagangan (Deperindag) memberi
izin impor gula sebanyak 112.500 ton pada PT. Perusahaan Perdagangan
Indonesia (PT. PPI) yang tidak termasuk importir terdaftar.
Untuk mengatasi peredaran gula impor illegal masuk kewilayah
lain dengan modus antar pulau, Memperindak juga mengeluarkan SK No.
61/MPP/KEP/2/2004. Tentang perdagangan gula antar pulau, SK ini
berlaku mulai 17 april 2004. Dalam SK ini disebutkan bahwa gula putih
produksi dalam negeri atau impor hanya dapat diperdagangkan antar
pulau oleh pedagang gula antar pulau terdaftar (PGAPT). Pengakuan
PGAPT diberikan oleh direktur jendral perdagangan dalam negeri.
(Harsoyo, Y. 2004:159).
Tetapi penetapan SK No 61/MPP/KEP/2/2004 tentang perdagangan
antar pulau masih memiliki kelemahan bahkan faktanya terlihat tidak
dapat mengatasi peredaran gula impor ilegal yang terbukti dengan adanya
penyelundupan gula semakin meningkat. Penyelundupan gula yang
semakin meningkat ini karena penyelundupan didukukung oleh pejabat
yang memegang peranan penting dalam negara yaitu pejabat induk
koperasi unit desa (INKUD), pejabat bea dan cukai dan ditambah lagi
dengan penentuan lima perusahaan sebagai importir yang membuat
kesempatan monopoli perdagangan dan akibat dari monopoli itu timbul
persaingan usaha yang tidak sehat yang menimbulkan rasa iri yang pada
akhirnya orang akan mengambil jalan pintas seperti penyelundupan.
17
Dari segi aparatur memang banyak yang harus dibenahi. Bahkan,
Undang-undang No.10 tahun 1995 tentang kepabean juga perlu ditinjau
kembali dalam undang-undang itu, pelanggaran kepabean seperti
penyelundupan tidak dikategorikan sebagai pelanggaran pidana tetapi
pelanggaran administrasi, akibatnya penyelundupan dapat lolos hanya
sekedar memenuhi kewajiban kepabean.
Konkritnya apapun bentuk undang-undang dan peraturan atau
bentuk instrumen atau ketentuan impor, penyelundupan memang sulit di
kurangi kalau tidak dimulai dengan suatu gebrakan, artinya dengan
pemberian sanksi yang berat yang dijalankan secara konsisten (Harsoyo,
Y. 2004: 160).
2. Dewan Gula
Dewan gula nasional merupakan lembaga non struktural yang
berada dibawah dan bertanggung jawab terhadap Presiden yang
mempunyai tugas memberikan sarana dan/atau pertimbangan kepada
Presiden dalam merumuskan kebijakan didalam pergulaan nasional
kearah pembangunan sistem dan usaha agribisnis gula yang lebih efektif
dan efisien.
Dewan gula nasional yang bertugas membantu Presiden dalam
menetapkan kebijakan umum dibidang pergulaan ini didasarkan
Keputusan Presiden No.109 tahun 2000.
Saat ini dewan gula diberikan kebijakan untuk menangani masalah
penyelundupan gula yang terjadi di negara kita karena adanya kebijakan
18
akan tataniaga. Untuk mengatasi dan menangani hal ini dewan gula
nasional segera menjalankan tugasnya dengan menyiapkan instrumen
untuk menghadapi izin importir gula kristal putih. Dengan menetapkan
semacam peraturan tambahan agar importir yang terdaftar tidak bisa
bekerjasama dengan pihak lain yang tidak memiliki dana. Pernyataan
tentang izin impor ini lebih menjelaskan tentang siapa yang boleh diajak
kerjasama oleh pihak importir yang telah terdaftar
(http//www.dgn.co.id/deperindak/bea_cukai.htm).
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Gula.
Harga gula mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam seluruh
kegiatan ekonomi. Setiap jenis gula yang kita akan beli harus berdasarkan
harga yang optimal dan sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai. Harga
gula sendiri ditentukan oleh “interaksi” antara permintaan dan penawaran gula
yang ada dipasar. Definisi harga sendiri secara umum dijelaskan sebagai
berikut:
a. Definisi harga menurut Winardi, (1992 : 2) :
“Harga adalah jumlah nilai yang dipertukarkan para konsumen untuk
mencapai manfaat penggunaan barang atau jasa-jasa”.
b. Definisi harga menurut Swastha, B, (1982 : 147)
“Harga adalah sejumlah uang (ditambah beberapa barang kalau
mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari
barang beserta pelayanannya”.
19
Walaupun pengertian dari kedua ahli mengenai harga berbeda tetapi
memiliki makna yang sama yaitu sejumlah uang yang dapat ditukarkan
dengan sejumlah barang dan jasa bagi pemenuhan kebutuhan konsumen,
tetapi harga yang ditentukan di sini adalah harga yang dibutuhkan dalam
penentuan harga gula dari proses produksi tebu sampai menjadi gula pasir.
Menurut Muhyarto dkk, dalam laporan survey agro ekonomi Indonesia
(1998: 110) pada dasarnya dalam industri gula dikenal 3 harga yaitu:
a. Harga biaya pembuatan gula
Harga yang ditentukan dari biaya pembuatan gula di pabrik yang meliputi
biaya eksploitasi langsung dan tidak langsung serta penyusutan aktiva
tetap, harga inilah yang biasanya menjadi pedoman harga pembelian gula
bagi petani, komponen harga biaya pembuatan gula adalah:
1. Pimpinan dan administrasi
2. Tanaman
3. Angkutan tebu
4. Pabrik
5. Pengangkutan gula dan pembungkusan
b. Harga penjualan Gula.
Harga jual gula adalah harga pembuatan gula yang telah ditambah dengan
dana-dana yang telah ditetapkan oleh BPU/PPN gula, meliputi dana
khusus, dana rehabilitasi, dan biaya lain yang ditambahkan. Ini biasanya
meliputi harga pembuatan gula pabrik.
20
c. Harga Eceran Gula.
Harga eceran gula adalah harga eceran ter tinggi yang ditetapkan oleh
pemerintah yang terdiri atas harga penjualan gula ditambah biaya
pemasaran dan keuntungan perdaganggan besar dan kecil.
Adapun, faktr-faktor yang mempengaruhi harga gula nasional adalah
sebagai berikut:
1. Produksi
Petani tebu memegang peranan yang sangat penting dalam sistem
pergulaan nasional. Peran petani tebu dalam pergulaan nasional sebagai
penyedia bahan dasar industri gula pasir di Negara Indonesia. Untuk itu
pemerintah memberikan iklim yang baik kepada petani tebu untuk
mengembangkan usahanya dengan dikeluarkanya Impres No. 9 tahun
1975 mengenai TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) yang menyatakan petani
sebagai produsen tebu utama. TRI dibentuk dengan tujuan untuk
meningkatkan pendapatan petani melalui pengusahaan tanaman tebu
secara intensif. Dan pelaksanaan program TRI ini didukung dengan, 1)
bantuan yang dikeluarkan dari BRI, 2)bantuan penyaluran dari KUD, 3)
Bimbingan teknik penanaman tebu yang dilakukan oleh pabrik gula
(Mubyarto,dkk.1991:45).
Dengan adanya program TRI ini produksi gula pada saat itu pun
meningkat. Berbicara tentang produksi, pengertian produksi dijelaskan
sebagi berikut:
21
a. Pengertian Produksi
Berbicara tentang produksi, sebagian orang menganggap bahwa
produksi adalah penciptaan atau penambahan. Anggapan masyarakat
mengenai produksi itu adalah benar tetapi arti produksi itu
sesungguhnya jauh lebih luas dari standar penciptaan atau penambahan.
Menurut Agus Ahyari (1998: 1) produksi adalah :
“Kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaat atau
penciptaan faedah-faedah baru”
Penciptaan atau penambahan faedah ini ada beberapa macam,
diantaranya adalah faedah waktu, faedah tempat (Ahyari, A. 1993: 1).
Menurut T. Gilarso (1992: 85) produksi adalah:
“Produksi adalah setiap usaha manusia yang baik secara langsung
atau tidak langsung, menghasilkan barang dan jasa supaya (lebih)
berguna untuk memenuhi suatu kebutuhan manusia”.
Hasil produksi adalah barang dan jasa, artinya segala sesuatu
yang langsung atau tidak langsung berkemampuan untuk memenuhi
kebutuhan manusia (Gilarso, T. 1992: 86). Jadi jika dikaitkan dengan
gula maka produksi gula merupakan usaha manusia secara langsung
atau tidak langsung untuk menghasilkan barang dan jasa yaitu
produksi tebu menjadi gula untuk memenuhi kebutuhan akan gula dari
masyarakat.
Industri gula dalam memperoduksi gula dipengaruhi oleh faktor
produksi sebagai berikut:
22
b. Faktor-faktor Produksi
Untuk memproduksi suatu barang diperlukan proses yang lama,
semua urusan yang ikut serta dalam proses produksi itu digolongkan
menjadi empat kelompok besar yaitu:
1. Tenaga Kerja Manusia
Tenaga kerja manusia (human resources) dengan segala
keterampilannya dan keahliannya (skills) merupakan faktor
produksi yang pertama.
2. Sumber-sumber alam (natural recources) dalam hal ini yang
dimaksud tenaga kerja manusia adalah tenaga kerja untuk
membantu memproduksi gula.
Sumber daya alam yaitu segala sesuatu yang disediakan
oleh alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam usahanya
mencapai kemakmuran. Dalam hal ini dimaksudkan sumber alam
yaitu tanah yang digunakan untuk menanam tebu yang sebagai
bahan pembuatan gula untuk kemakmuran. SDA ini merupakan
tanah yang digunakan untuk menanam tebu sebagai dasar untuk
pembuatan gula.
3. Peralatan Produksi atau Barang-barang Modal
Faktor produksi yang ketiga adalah sarana dan prasarana produksi
yang merupakan peralatan atau modal (capital goods). Barang
modal diartikan sebagai segala sumber daya selain kerja manusia
dan pemberian alam, yang dipergunakan dalam proses produksi,
23
atau lebih singkat dalam arti lain peralatan produksi adalah
peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan tebu yang
menjadi gula.
4. Organisasi atau Kegiatan Manusia
Bagian keempat ini adalah organisasi atau kegiatan manusia ini
merupakan bagian terpenting karena suatu produksi dapat berjalan
dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai maka
membutuhkan peran penting orang yang bertanggung jawab atas
suatu usaha, untuk mengambil keputusan dan menanggung segala
resikonya yang dimaksud disini organisasi atau kegiatan manusia
adalah manajemen dari pabrik gula, petani gula dan konsumsi
masyarakat (Gilarso, 1992: 92).
Peningkatan produksi gula akibat adanya program TRI pada saat
itu membuat kebutuhan akan gula dalam Negara Indonesia terpenuhi atau
tercukupi, tetapi lama-kelamaan program TRI ini tidak memberikan
keuntungan yang besar bagi petani karena hasil tebu petani harus dijual
kepada bulog melalui KUD dengan harga yang telah ditentukan oleh
pemerintah yang sesuai dengan SK Mentan No.05/1990 dan No. 07/1990).
Dan seluruh uang bagian petani diberikan setelah potongan pemberian
kredit beserta bunga yang menjadi tanggung jawabnya
(Mubyarto.dkk.1991: 50). Sehingga tanaman tebu pun tidak lagi menjadi
usaha yang menjajikan akibatnya banyak petani yang beralih dari
24
menanam tebu berpindah ke jenis tanaman lain yang menjajikan peluang
pendapatan yang besar bagi mereka.
Beralihnya petani yang semula menanam tebu dengan menanam
tanaman lain selain tebu menyebabkan produksi gula merosot yang saat ini
sedang Negara Indonesia hadapi yaitu produksi turun sedangkan konsumsi
masyarakat akan gula meningkat. Untuk mengatasi hal ini pemerintah
Negara Indonesia mengambil kebijakan dengan melakukan impor gula dari
luar negeri untuk memenuhi kekurangan konsumsi gula dalam negeri yang
tinggi.
Tinggi dan rendahnya produksi gula berpengaruh terhadap harga
gula nasional. Hal ini dijelaskan dalam grafik interaksi antara penawaran
dan permintaan sebagai berikut:
25
Gambar 2.1 Perubahan Tingkat Produksi Terhadap Harga dan Tingkat
Keseimbangan
Keterangan:
Ketika penawaran terhadap gula yang datang dari industri gula
berada di garis penawaran S1 maka produksinya sebesar Q1 dan tingkat
harga sebesar P1 dimana titik keseimbangan berada pada titik K1. Pada
saat penawaran gula meningkat yang ditandai dengan bergesernya kurve
kearah bawah yaitu S1 menjadi S2, produksi saat itu meningkat dari Q1
menjadi Q2, peningkatan produksi ini akan mempengaruhi harga gula yaitu
harga gula akan turun dari P1 menjadi P2 yang berada pada titik
keseimbangan K2.Dan pada saat penawaran terhadap gula menurun yang
ditandai dengan bergesernya kurva kearah atas yaitu S1 menjadi S3 maka
produksinya pada saat itu menurun dari Q1 menjadi Q3, maka akan
S2
Q2
P1
0
P3
P2
Q1 Q3 Produksi
K2
K1
K3
S1
S3
Harga
26
berpengaruh terhadap harga gula dimana harga gula akan meningkat dari
P1 menjadi P2 yang berada pada titik keseimbangan K3.
Masalah tentang produksi gula merupakan masalah yang sulit
karana secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap turun, dan
naiknya harga. Untuk mengatasi hal ini akan lebih baik apabila pemerintah
mengambil kebijakan untuk meningkatkan produksi dalam negeri
khususnya pangan tentang gula sehingga produksi gula dalam negeri
tercukupi tanpa adanya impor dan harga gula pun dapat dengan sendirinya
stabil.
2. Impor
Kegiatan impor dan ekspor sering disebut dengan perdagangan
internasional. Kegiatan ekspor dan impor ini dapat mempengruhi tingkat
kegiatan ekonomi suatu negara karena kegiatan ekspor dan impor
merupakan sumber kekayaan bagi negara. Dengan adanya ekspor dan
impor maka kegiatan ekonomi suatu negara dapat berjalan dengan baik dan
mampu mencapai tujuan yang di inginkannya yaitu kemakmuran rakyatnya
yang lebih baik (Mubyarto, dkk.1991:273).
a. Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai
perdagangan antar lalulintas negara mencakup ekspor, impor.
Perdagangan internasional dibagi menjadi dua kategori yakni
perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa. Perdagangan jasa
27
antaranya biaya transportrasi, perjalanan (travel), asuransi,
pembayaran bunga dal lain-lain.
Hubungan ekonomi antar negara mencakup paling tidak tiga
bentuk hubungan yang berbeda, meskipun antara satu dengan yang
lain saling berkaitan (Boediono, 1995:1)
Tiga hubungan itu antara lain:
a. Hubungan pertukaran atau perdagangan
b. Bentuk pertukaran atau aliran sarana produksi (faktor
produksi) misalnya, tenaga kerja, modal, teknologi,
kewiraswastaan.
c. Dilihat dari sisi konsekuensinya terhadap hutang piutang dan
hubungan kredit.
b. Manfaat Perdagangan Internasional
Ada hubungan ekonomi antar negara mendorong
terwujutnya pertukaran dan perdagangan diantara negara-negara
tersebut. Perdagangan diartikan sebagai proses tukar menukar yang
didasarkan atas kehendak suka rela masing-masing pihak. Apakah
mau melakukan pertukaran atau tidak. Dan perdagangan inilah
suatu negara memperoleh manfaat atau keuntungan, hal ini sering
disebut dengan manfaat dari perdagangan atau gain of trade
(Boediono 1995: 11).
28
Manfaat perdagangan internasional:
1. Perdagangan luar negeri membantu mempertukarkan barang-
barang yang mempunyai kemampuan pertumbuhan rendah
dengan barang-barang luar negeri yang mempunyai
kemampuan pertumbuhan tinggi.
2. Perdagangan luar negeri mempunyai pengaruh mendidik,
artinya bahwa dengan perdagangan luar negeri memberikan
manfaat dan pengetahuan baru yang belum ada sehingga dapat
mengatasi berbagai kelemahan diantaranya seperti lemahnya
pengetahuan teknis, manajerial, ketrampilan.
3. Perdagangan luar negeri memberikan dasar bagi pemasukan
modal luar negeri, jika tidak ada perdagangan luar negeri maka
modal luar negeri tidak akan mengalir dari negara kaya ke
negara miskin. Pengunaan modal asing untuk subtitusi impor
dan keperluan umum ataupun industri manufaktur akan lebih
bermanfaat untuk mempercepat pembangunan dari pada hanya
untuk peningkatan ekspor.
4. Perdagangan luar negeri menguntungkan negara berkembang
karena secara tidak langsung meningkatkan persaingan sehat
dan mengendaliakn monopoli yang tidak sehat.
c. Teori Permintaan Impor dan Penawaran Ekspor
Teori permintaan menjelaskan tentang hubungan antara
jumlah barang yang diminta dan mampu dibeli konsumen dengan
berbagai kemungkinan tingkat harga. Sedangkan hal lain yang
29
dianggap konstan, hubungan antara jumlah barang yang diminta
dengan harga dikenal dengan hukum permintaan yang menyatakan.
“Makin rendah harga suatu barang, makin banyak permintaan
keatas barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu
barang, maka semakin sedikit permintaan barang tersebut
(Sukarno, 1994: 77).
Ada konsep permintaan impor dan penawaran ekspor dapat
menggambarkan masalah perdagangan antar negara. Dengan
menggambarkan kurva permintaan impor dan penawaran ekspor
yang diturunkan oleh kurva permintaan pasar dan penawaran pasar
(Soediyono, 1987: 104-108) dapat diketahui besarnya tingkat
permintaan dan penawaran barang suatu negara dalam perdagangan
antar negara.
Kurva permintaan impor dan penawaran ekspor dapat
diturunkan melalui kurva keseimbangan permintaan dan penawaran
dalam negeri
30
O
Dc
P2
P1
Q1OX
S
Dc
SQ2
Impor
Expor
Q2 Q3 Q1 Q2 Q3
Gambar 2.2 Kurve Ekspor dan Impor
2.2.A 2.2.B Negara Jepang Negara Indonesia
Keterangan ekspor:
Pada gambar ekspor dapat kita lihat, jika harga dalam negeri
setinggi P1, keseimbangan berada pada titik E, kuantitas barang x
yang diminta sebesar OQ1 dan seluruhnya dipengaruhi oleh
produksi produsen dalam negeri. Jika harga internasional lebih
tinggi dari harga dalam negeri yaitu P2 maka kuantitas barang x
yang diminta sekitar OQ2, sedangkan produksi dalam negeri
sebesar OQ3 jadi terjadi kelebihan produksi gula dalam negeri yang
harus diatasi dengan mengekspor gula keluar negeri.
PX
E
E
31
Q D
PX
P1
O
S
Keterangan impor:
Pada gambar impor dapat di lihat, ketika harga internasional
lebih rendah dari harga dalam negeri yaitu setinggi P2 (P2<P1)
kuantitas barang x yang diminta oleh konsumen sebesar OQ3 akan
tetapi kuantitas barang x yang mampu disediakan oleh produsen
dalam negeri hanya sebesar OQ2. Jadi kita harus mengimpor gula
dari luar negeri sebesar 0Q2-0Q3. Dengan adanya impor maka
jumlah gula dalam negeri meningkat yang dapat menyebabkan
harga gula nasional menjadi turun.
Gambar 2.3 Kurve Penawaran Ekspor dan Permintaan Impor
Berdasarkan gambar 2.2 dan 2.3 dapat dijelaskan jika harga
internasional berada di:
a. Diatas harga domestik (harga keseimbangan), maka di dalam
negeri terjadi kelebihan produksi, sehingga pemerintah dapat
melakukan ekspor (dilihatkan dari kurva P1.S).
b. Dibawah harga domestik (harga keseimbangan), maka didalam
negeri terjadi kekurangan produksi, dikarenakan permintaan
32
Q D
P
P0
O
S
P2
P1
Q1 Q3 Q0 Q4 Q2
f g
a
E
b
c d e
melebihi kuantitas produksi yang dapat disediakan produsen oleh
karena itu untuk memenuhi permintaan perlu dilakukan impor
(terlihat pada gambar P1D).
3. Tarif Impor
Tarif merupakan pungutan (pajak) yang dikenakan untuk suatu
komoditi yang diperdagangkan melalui lintas batas teritorial. Tarif
berdampak terhadap perekonomian suatu negara. Khususnya terhadap
pasar barang tersebut. Dampak (efek) tarif terhadap perekonomian sebuah
negara meliputi, 1) efek terhadap harga, 2) efek terhadap konsumsi, 3)
efek terhadap produksi, 4) efek terhadap redistribusi pendapatan.
a. Efek terhadap perdagangan
Gambar 2.4 Efek Tarif Impor
Sebelum pembebanan tarif, P1 merupakan harga konstant yang
ditetapkan oleh produsen diluar negeri, sehingga produsen didalam
negeri pun harus menjual pada harga yang sama sebagai akibat
persaingan dengan produsen luar negeri. Produksi di dalam negeri
adalah OQ1 dan konsumsinya OQ2 sehingga Q1Q2 adalah impornya,
33
terhadap impor (Q1Q2) ini kemudian suatu negara membebankan tarif
sebesar P1P2 maka efeknya adalah:
1. Harga barang tersebut didalam negeri naik dari OP1 menjadi OP2,
harga konsumen dunia tidak berubah sebesar OP1.
2. Jumlah barang yang diminta berkurang dari OQ2 menjadi OQ4,
dampak pemberlakuan tarif terhadap konsumsi dalam negeri.
3. Produksi didalam negeri naik dari OQ1 menjadi OQ3, dampak
pemberlakuan tarif produksi dalam negeri.
4. Adanya pendapatan yang diterima oleh pemerintah dari tarif
tersebut dalam bentuk bea masuk yaitu a, b, g, d.
5. Adanya ekstra pendapatan yang dibayarkan oleh konsumen
didalam negeri kepada produsen didalam negeri sebesar P1P2.
6. Adanya tarif menyebabkan impor berkurang dari Q1Q2 menjadi
Q3Q4 dampak pengenaan tarif terhadap perdagangan.
Pembebanan tarif ini tidak dapat menaikkan harga lebih tinggi
daripada OP0 yaitu harga keseimbangan tanpa adanya tarif
perberdagangan internasional. Bagi konsumen tarif ini merugikan
sebab harus membayar harga yang lebih tinggi. Kerugian ini sebagian
diimbangi dengan adanya pendapatan pemerintah (abgd) dan ekstra
pendapatan yang diterima oleh produsen dalam negeri (P1P2 af).
Sehingga kerugian netto masyarakat akibat tarif tersebut adalah acf dan
bde. Dengan naiknya harga akibat dikenakannya tarif bea masuk, akan
menurunkan surplus dan menaikkan surplus produsen didalam negeri.
34
D. Hasil Penelitian Yang Relevan.
1. Bayu I, S. 2005. Meneliti tentang tinjauan deskriftif impor gula Indonesia
tahun 1996-2002 yang menggunakan metode analisis deskriftif dimana
hasil analisis mengenai tinjauan deskriftif impor gula Indonesia tahun
1996-2002 yaitu, a) Jumlah produksi gula pasir Indonesia kurang
mencukupi konsumsi gula pasir disebabkan oleh turunnya jumlah produksi
tebu karena menurunya luas lahan yang ada, b) Perkembangan gula
Indonesia cenderung tinggi, perkembangan impor Indonesia hampir
mencapai 1,5 juta per tahun denga rata-rata pemenuhan konsumen oleh
produk impor sebesar 43,3%, melihat impor yang besar dapat diketahui
berapa pentingnya impor gula, c) harga gula Indonesia yang lebih tinggi
dibandingkan dengan harga gula dipasar Internasional yang rendah turut
memperburuk situasi penjualan Indonesia dan harga gula Indonesia
cenderung mengalami kenaikan.
Faktor harga ini akhirnya mendorong banyak negara melakukan
impor gula ke Indonesia untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Hal
ini yang menjadikan Indonesia tujuan impor karena rendahnya tarif impor
(500-700/Kg). Coba jika dibandingkan dengan tarif di negara lain yang
cenderung menerapkan tarif tinggi, selain mencegah impor juga
melindungi industri gula mereka. Terutama melindungi para petani dan
mencegah banjirnya gula impor ke negara mereka.
35
2. Gandhi Susanti, 2006. Meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi tebu di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1983-2002, Yang
menggunakan metode analisis data untuk menguji hipotesis mengenai
pengaruh masing-masing variable luas areal pertanian, harga gula pasir,
harga padi dan luas panen tebu terhadap produksi tebu. Dimana hasil
analisisnya adalah: a) luas areal pertanian berpengaruh positif terhadap
produksi tebu di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1983-2002; b) harga
gula pasir berpengaruh negatif terhadap produksi tebu di Daerah Istimewa
Yogyakarta tahun 1983-2002; c) harga padi berpengaruh negatif terhadap
produksi tebu di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1983-2002; 4) luas
panen tebu berpengaruh positif terhadap produksi tebu di Daerah Istimewa
Yogyakarta tahun 1983-2002.
3. Bakti Nugroho, 2006. Meneliti tentang analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi tebu nasional tahun 1991-2005. yang
menggunakan metode analisis data untuk menguji hipotesis mengenai
pengaruh masing-masing variabel yang diteliti yaitu luas areal, harga gula,
impor gula, bea masuk terhadap produksi tebu nasional. Dimana hasil
analisisnya menunjukkan bahwa: a) luas areal berpengruh positif terhadap
produksi tebu nasional tahun 1991-2005; b) harga gula tidak berpengaruh
positif terhadap produksi tebu nasional tahun 1991-2005; c) impor gula
berpengaruh negatif terhadap produksi tebu nasional tahun 1991-2005; d)
36
bea masuk tidak berpengruh positif terhadap produksi tebu nasional tahun
1991-2005.
4. Nahdodin, 1998. Meneliti tentang analisis penentuan harga dasar gula.
Yang menggunakan metode analisis deskriftif. Dimana hasil analisis
menunjukkan: 1) pelepasan tataniaga gula oleh Bulog perlu ditindak
lanjuti dengan kebijaksanaan harga dasar gula untuk melindungi petani
dan pabrik gula dari fluktuasi harga. Penerapan harga dasar harus
didukung oleh instrument yang dapat mewujudkan harga dasar gula, 2)
besarnya harga dasar harus ditentukan dengan mempertimbangkan
kepentingan produsen (petani dan pabrik gula), 3) agar dapat mewadahi
kepentingan produsen dan konsumen harga dasar harus: a) membuat usaha
tani tebu bersaing, b) pabrik gula untung, c) produksi gula dalam negeri
dapat diserap pasar dan, d) produksi gula dalam negeri dapat bersaing
dengan produksi gula luar negeri.
E. Kerangka Berpikir
Kestabilan harga gula nasional merupakan hal terpenting yang harus
segera ditangani, agar negara Indonesia terlepas dari masalah yang berkaitan
dengan pergulaan seperti penyelundupan gula yang dapat merugikan negara
Indonesia. Untuk menstabilkan harga gula nasional, maka usaha yang harus
dilakukan adalah:
37
1. Produksi gula
Produksi gula dalam negeri harus diperhatikan secara khusus karena
produksi gula dapat mempengaruhi harga gula nasional, jika produksi gula
dalam negeri sedikit maka akan mempengaruhi harga gula nasional
dimana harga gula nasional akan mengalami kenaikan. Dan jika produksi
gula dalam negeri meningkat menyebabkan jumlah gula dalam negeri
banyak dan harga gula pun menjadi turun.
2. Impor gula.
Impor gula merupakan kebijakan pemerintah untuk mencukupi kebutuhan
masyarakat Indonesia terhadap gula nasioal. Impor gula terjadi apabila
adanya kekurangan jumlah gula dalam negeri. Tetapi impor gula
merupakan ancaman bagi petani tebu dan industri gula dalam negeri
karena dengan adanya impor jumlah gula dalam negeri mengalami
kenaikan yang berpengaruh terhadap turunya harga gula nasional sehingga
petani tebu dan industri gula mengalami kerugian.
3. Bea masuk gula.
Untuk melindungi petani tebu dan industri gula dalam negeri maka
pemerintah Indonesia menetapkan Bea masuk gula yang mulai berlaku
tahun 1998 yaitu sebesar 25%. Penetapan Bea masuk ini diharapkan
mampu menurunkan jumlah impor gula kedalam negeri sehingga jumlah
gula dalam negeri normal dan berdampak pada stabilnya harga gula
nasional.
38
Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula nasional,
namun dalam penelitian ini penulis mengambil tiga faktor saja yaitu
produksi gula, impor gula, dan bea masuk gula. Sehingga dapat disusun
dalam kerangka berpikir sebagai berikut:
Gambar 2.5 Pengaruh Produksi Gula, Impor Gula, Bea Masuk Gula Terhadap
Harga Gula Nasional
F. Hipotesis
1. Produksi gula berpengaruh negatif terhadap harga gula nasional.
2. Impor gula berpengaruh negatif terhadap harga gula nasional.
3. Bea masuk gula berpengaruh positif terhadap harga gula nasional.
Produksi Gula
Impor Gula
Bea Masuk Gula
Harga Gula Nasional
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap peristiwa yang telah terjadi dengan
mengungkapkan data yang ada untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
menimbulkan peristiwa tersebut tanpa memberikan perlakuan pada variabel
bebas, dengan demikian penelitian ini termasuk jenis penelitian expost facto.
Dengan menggunakan jenis penelitian expost facto ini, peneliti
mencari beberapa sumber yang ada melalui data-data yang terdapat pada
Badan Pusat Statistik Propensi Daerah Istimewa Yogyakarta, internet dan
Koran-koran. Dari data tersebut selanjutnya diolah dan dianalisis kemudian
ditarik kesimpulan yang diperoleh dan hanya berlaku bagi objek data yang
diteliti. Variabel yang akan diamati mengenai produksi gula nasional, impor
gula nasional, dan bea masuk nasional untuk meperoleh dampak yang lebih
jelas mengenai dampak atau pengaruh variabel tersebut terhadap harga gula
nasional (Departemen P dan K, 1985: 14).
B. Data dan Sumber Data Penelitian.
1. Data yang dicari:
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
Deret waktu (time series) selama 15 tahun 1991-2005 yang diambil dari
Badan Pusat Statitik. Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam
40
bentuk yang telah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain,
adapun data yang dicari yaitu:
a. Data harga gula eceran tahunan nasional diukur dalam satuan Rp/kg
selama periode 1991-2005.
b. Data produksi gula tahunan nasional diukur dalam satuan ton selama
periode 1991-2005.
c. Data jumlah impor gula tahunan nasional diukur dalam satuan ton
selama periode 1991-2005.
d. Data bea masuk impor gula tahunan nasional diukur dalam satuan
Rp/kg selama periode 1991-2005.
Penulis memiliki alasan yang objektif untuk mengambil tahun
1991-2005. Yang pertama data tersebut merupakan data 15 tahun yang
terbaru yang dapat digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh
variable independent terhadap variable dependen apabila menggunakan
renge waktu 15 tahun. Yang kedua pada range waktu tersebut harga gula
nasional mengalami fluktuasi harga sedangkan produksinya terus
mengalami penurunan akibatnya produksi gula tidak dapat mencukupi
kebutuhan masyarakat akan gula secara nasional. Yang ketiga, alasan
penulis menggunakan data tahunan karena informasi lebih mudah didapat
dari berbagai sumber manapun, perhitungannya lebih mudah dan singkat,
selain itu tidak memerlukan perhitungan yang terperinci (misalnya secara
bulanan).
41
2. Sumber Data Penelitian
Data yang dicari dalam penelitian ini bersumber dari kantor BPS di
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
C. Variabel Penelitian dan Pengukurannya
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas adalah variabel yang akan menjelaskan variabel terikat.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah produksi gula nasional (X1),
impor gula per ton (X2), bea masuk gula (X3).
2. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat adalah variabel yang akan dijelaskan oleh variabel
bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah harga gula (Y).
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data melalui pencatatan dokumen
yang sudah ada di Badan Pusat Statistik. Teknik ini digunakan untuk
mencari data mengenai produksi gula nasional, impor gula, bea masuk
gula.
2. Studi Pustaka
Pengumpulan data sehubungan dengan topik yang didapat dari
kepustakaan yaitu dari buku-buku atau referensi untuk memperoleh data
landasan teori dan pengetahuan.
42
E. Teknik Analisis Data
1. Uji normalitas dan linieritas
a. Pengujian normalitas
Pengujian normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah
setiap variabel berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji
normalitas setiap data variabel, digunakan uji One Sample
Kolmogorov-Smirnov. Pengujian normalitas dilakukan dengan bantuan
program SPSS 11.0. Jika nilai α hitung untuk tiap-tiap variabel
penelitian ini dibawah α = 0,05 maka distribusi data variabel tersebut
adalah tidak normal. Jika masing-masing variabel mempunyai nilai
diatas 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian
berdistribusi normal. Adapun rumus uji Kolmogorov-Smirnov sebagai
berikut (Ghozali,I. 2002 : 36):
D = Max Fo(Xi) – SN (Xi)
Keterangan:
D = Deviasi maksimum
Fo (Xi) = Fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang ditentukan
SN = Distribusi frekuensi kumulatif yang diobservasi
Jika nilai Fhitung > Ftabel pada taraf signifikan 5% (α=0,5), maka
distribusi data dikatakan tidak normal. Sebaliknya jika nilai Fhitung <
Ftabel maka distribusi dikatakan normal.
43
b. Pengujian linieritas
Pengujian linieritas dimaksudkan untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan linier antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Pengujian dilakukan dengan Uji F dengan rumus sebagai berikut
(Sudjana, 1992: 332):
F = 2
2
e
TC
SS
Keterangan:
F = Nilai F untuk garis regresi
S2TC = Varians tuna cocok
Se2 = Varians kekeliruan
Berdasarkan hasil perhitungan selanjutnya dibandingkan
dengan Ftabel dengan taraf signifikansi 5%. Koefisien Fhitung diperoleh
dari perhitungan SPSS 11.0. Jika nilai Fhitung > Ftabel maka hubungan
antar variabel bebas dengan variabel terikat linier dan sebaliknya jika
nilai Fhitung < Ftabel maka hubungan antar variabel bebas dengan variabel
terikat tidak linier.
2. Pengujian asumsi klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi,
terlebih dehulu dilakukan uji asumsi klasik untuk mendeteksi ada tidaknya
pelanggaran dalam pengujian regresi linier ganda (Supranto J, 1984: 1).
Uji asumsi klasik yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
44
a. Multikolinieritas (Multicolinearrity)
Multikolinearitas adalah adanya hubungan variabel-variabel
bebas di antara satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini disebut
variabel-variabel tidak orthogonal. Variabel yang bersifat tidak
orthogonal adalah variabel bebas yang korelasinya tidak sama dengan
nol. Untuk mendeteksi masalah ini digunakan rumus korelasi. Adapun
rumus korelasinya sebagai berikut:
rxy = ( )( )
( ) } ( ) }{{ ∑ ∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑
−−
−2222 YYNXXN
YXXYN
keterangan :
r = Koefisien korelasi
Y = skor variabel Y
X = skor variabl X
N = jumlah data
Selanjutnya dengan bantuan komputer program SPSS diadakan
analisis Collinearity Statistics. Dari hasil Collinearity Statistics akan
diperoleh VIF (Variance Inflation Faktor). Untuk mengetahui terjadi
tidaknya multikolinearitas, digunakan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika VIF > 5, maka terjadi multikolinieritas
2. Jika VIF < 5, maka tidak terjadi multikolinearitas.
45
b. Heteroskedastisitas (Heteroscedasticity)
Heteroskesdastisitas adalah suatu keadaan dimana varians dan
kesalahan pengganggu tidak konstan untuk semua nilai variabel bebas
(Supranto. J, 1984: 69). Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada
tidaknya masalah heteroskesdastisitas digunakan uji korelasi rank dari
Spearman (Spearman’s rank correlation test). Rumus korelasi rank
dari Spearman didefinisikan sebagai berikut:
rs = 1 – 6 )( ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
−∑
12
2
nndi
Dimana:
di = Perbedaan dalam rank yang diberikan kepada dua karakteristik
yang berbeda dari individu atau fenomena ke i.
n = Banyaknya individu atau fenomena yang diberi rank.
Selanjutnya dengan bantuan komputer program SPSS, untuk
menentukan terjadi tidaknya masalah heteroskedastisitas digunakan
ketentuan sebagai berikut:
1. Jika rs hitung > rs tabel, maka terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika rs hitung < rs tabel, maka tidak terjadi heteroskesdastisitas.
Atau dapat juga dengan membandingkan tingkat
probabilitasnya. Adapun ketentuan yang digunakan sebagai berikut:
1. Jika probabilitas (P) > 0,05; maka terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika probabilitas (P) < 0,05; maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
46
c. Autokorelasi
Autokorelasi atau korelasi serial, ialah keadaan dimana kesalahan
pengganggu dalam periode lainnya. Jadi kesalahan pengganggu tidak
bebas satu sama lain berkorelasi, saling berhubungan (Supranto.J.
1984:125). Untuk mendeteksi ada tidaknya masalah autokorelasi dapat
diuji dengan jalan menghitung “ The Durbin-Watson Statistic d”.
d = )(
∑
∑
=
=−−
n
nt
n
ttt
e
ee
1
2
21
Dimana:
D = Statistik Durbin-Watson
et = Gangguan estimasi
t = Observasi terakhir
t-1 = Observasi sebelumnya
Untuk memperoleh kesimpulan apakah ada masalah autokorelasi
atau tidak, hasil hitungan statistik d harus dibandingkan dengan tabel
statistik d.
Tabel 1 Statistik Durbin-Watson
Ho Ada Autokorelasi Positif
Nilai d Keterangan
d < dl Tidak terjadi autokorelasi
d > du Terjadi autokorelasi
dl ≤ d ≤du Tidak dapat disimpulkan
47
Tabel 2 Statistik Durbin-Watson
Ho Ada Autokorelasi Negatif
Nilai d Keterangan
d > 4 - dl Tidak terjadi autokorelasi
d < 4 - du Terjadi autokorelasi
4 - du ≤ d ≤ 4 - dl Tidak dapat disimpulkan
3. Analisis regresi linier berganda
Untuk menjawab masalah 1 sampai dengan 3, yaitu untuk
mengetahui pengaruh variabel independen (produksi gula nasional,impor
gula, bea masuk gula) secara bersama-sama terhadap variabel dependen
(harga gula) rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Algifari 1997:
156) adalah:
Υ = a + b1Χ1 + b2Χ2 + … + bkΧk
dimana:
Υ = variabel terikat
a = konstanta
b1, b2, … bk = koefisien regresi
Χ1, Χ2,…Χk = variabel bebas
Analisis untuk mengukur berapa besar pengaruh variabel
independen (produksi gula nasional, impor gula, bea masuk gula),
sehingga persamaan regresinya menjadi:
Υ = a + b1Χ1 + b2Χ2 + b3Χ3
48
dimana :
Υ = harga gula
a = konstanta
b1 = Koefisien Prediktor Χ1
b2 = Koefisien Prediktor Χ2
b3 = Koefisien Prediktor Χ3
Χ1 = produksi gula nasional
Χ2 = Impor gula
Χ3 = Bea masuk gula
Untuk menghitung nilai a, b1, b2, b3, dapat menggunakan
persamaan simultan sebagai berikut :
ΣΧ1Υ = b1ΣΧ12 + b2ΣΧ1ΣΧ2 + b3ΣΧ1ΣΧ3
ΣΧ2Υ = b1ΣΧ1ΣΧ2 + b2ΣΧ22 + b3ΣΧ2ΣΧ3
ΣΧ3Υ = b1ΣΧ1ΣΧ3 + b2ΣΧ2ΣΧ3 + b3ΣΧ32
a = Υ- b1Χ1 – b2Χ2 – b3Χ3
4. Uji koefisien regresi secara individu (Parsial)
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh
keterandalan masing-masing koefisien regresi (b1,b2, dan b3,) dan dapat
juga diartikan sebagai penguji signifikan tidaknya pengaruh antara
variabel Χ1 terhadap Υ, Χ2 terhadap Υ, Χ3 terhadap Υ.
Untuk pengujian tersebut digunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
49
a. Menentukan Ho dan Hi
Ho: b1 = 0, tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen.
Hi : b1 ≠ 0, ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen
terhadap variabel dependen.
b. Menentukan daerah kritis dengan menggunakan distribusi t. Dipilih
tingkat signifikansi (α) = 10% artinya taraf kesalahan atau taraf
kekeliruan hanya 10% saja.
ttabel = t (α/2. n-k-1)
df = n-k-1
n = banyak prediktor
k = jumlah variabel
c. Mencari nilai statistik uji dengan rumus (Mustafa, M. 1995:133)
th = Sb
b β−
d. Kriteria penerimaan dan penolakan hipotaesis
1. Hipotesis ditolak bila : thitung > ttabel berarti ada pengaruh nyata dan
signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen.
50
2. Hipotesis diterima bila : thitung < ttabel berarti tidak ada pengaruh
nyata dan signifikan dari masing–masing variabel independen
terhadap variabel dependen.
e. Diagram pengujian hipotesis
-t (α/2, n-k-1) t (α/2, n-k -.1)
5. Uji koefisien regresi secara serentak
Untuk pengujian tersebut diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan Ho dan Hi
1. Ho : Ry (1,2,3) = 0 berarti tidak ada pengruh antara variabel
independen terhadap variabel dependen.
2. Hi : Ry(1,2,3) ≠ 0 berarti ada pengaruh antara variabel independen
terhadap variabel dependen.
51
b. Menentukan Ftabel
Dipilih tingkat signifikansi (α) = 5% artinya taraf kesalahan atau taraf
kekeliruan hanya 5% saja.
Ftabel = F (α,k,n-k-1)
df = n-k-1
k = jumlah variabel
n = banyak predictor
c. Mencari nilai statistik uji (Sugiyono,1999:219) dengan rumus :
F = )1/()1(
/2
2
−−− knRkR
dimana :
F = Harga F garis Regresi
R = Koefisien korelasi berganda
k = Jumlah variabel independen
n = Jumlah anggota Sampel
d. Kriteria penolakan dan penerimaan hipotesis
52
1. Hipotesis ditolak bila: Fhitung > F tabel berarti ada pengaruh nyata dan
signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen
secara bersama-sama.
2. Hipotessis diterima bila: Fhitung < Ftabel berarti tidak ada pengaruh
nyata dan signifikan antara variabel independen dengan variabel
independen secara bersama-sama.
53
BAB IV
GAMBARAN UMUM VARIABEL
A. Harga Gula Nasional.
Dalam setiap kegiatan ekonomi yang kita lakukan, khususnya dalam
penjualan dan pembelian gula sebagai kebutuhan kita sehari-hari. Peran harga
gula sangat penting, karena setiap gula yang akan dibeli harus berdarkan harga
yang optimal dan sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai. Harga gula
sendiri ditentukan oleh adanya interaksi antara permintaan dan penawaran
yang ada di pasar. Harga gula dapat memberikan intensif bagi petani tebu
karena ketika harga gula nasional mengalami kenaikan maka akan
memberikan penambahan penghasilan bagi mereka sehingga mereka
terdorong untuk menanam tebu yang membuat produksi gula nasioal
meningkat, selain memberikan insentif bagi petani tebu, harga gula sendiri
bisa menjadi input bagi industri makanan dan minuman yang menggunakan
gula dalam setiap produksinya. Bagi industri makanan dan minuman, harga
gula menjadi input apabila harga gula nasional rendah. Dengan rendahnya
harga gula nasional berarti industri makanan dan minuman ini bisa memenuhi
kebutuhan industrinya akan gula dengan pengeluaran yang rendah yang
membuat laba yang diperoleh oleh industri makanan dan minuman meningkat.
Dan bagi masyarakat harga gula nasional berperan penting sebagai patokan
untuk menentukan berapa banyak jumlah gula yang mereka butuhkan dalam
pemenuhan kebutuhannya sehari-hari sesuai dengan pendapatan mereka.
54
Gambar 4.1 Grafik Harga Gula Nasional
TAHUN
20052004
20032002
20012000
19991998
19971996
19951994
19931992
1991
Val
ue H
AR
GA
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
Harga khususnya harga gula nasional tidak mengalami staknasi pada
harga tertentu, tetapi selalu mengalami kenaikan dan penurunan harga gula
nasional. Kenaikan harga gula nasional terjadi pada tahun 1991 sampai dengan
tahun 2001, yaitu dari sebesar Rp 1.150,07 di tahun 1991 naik sampai menjadi
sebesar Rp 3.738,85 di tahun 2001. Kenaikan harga gula ini dikarenakan
kurangnya produksi gula dalam negeri dan terdevaluasinya nilai tukar rupiah
terhadap nilai tukar dolar yang menyebabkan naiknya harga barang-barang
produksi terutama barang impor dan lesunya dunia industri. Selain harga gula
nasional menalami kenaikan harga gula juga sempat mengalami penurunan
yang terjadi pada tahun 2001 sampai tahun 2002 yaitu dari sebesar Rp
3.738,85 ditahun 2001 turun menjadi sebesar RP 2.970,22 di tahun 2002.
Penurunan harga gula nasional ini terjadi karena terjadinya pemulihan
55
ekonomi dalam negeri yang sangat baik dan kondisi ekonomi yang berangsur-
angsur pulih yang diikuti dengan pulihnya kemampuan industri untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Tetapi penurunan harga tidak
berlangsung lama karena di tahun 2002 sampai 2005 harga gula kembali
mengalami kenaikan yakni sebesar Rp 2.970,22 di tahun 2002 naik menjadi
sebesar Rp 5.500,00 di tahun 2005 ini. Keadaan ini kembali terjadi karena
kembali terpuruknya kondisi perekonomian Indonesia diikuti dengan tidak
stabilnya nial tukar rupiah terhadap dolar.
Tabel 4.1 Harga, Produksi, Impor dan Bea Masuk Gula Nasional
tahun Harga gula
(Rp) Produksi gula
(ton) Impor gula
(ton) Bea masuk
gula (%)
1991 1150.07 28.278.148 306.774 0 1992 1235.85 32.085.284 316671 0 1993 1226.15 32.593.822 236719 0 1994 1361.26 30.646.663 402937 0 1995 1428.82 30.080.373 792372 0 1996 1505.45 28.609.221 832203 0 1997 1582.67 29.836.172 774468 0 1998 2977.23 27.154.554 1511426 0 1999 2680.59 21.387.931 1533491 0 2000 3027.32 23.878.555 1396951 25 2001 3738.85 25.189.299 1408465 25 2002 2970.22 25.547.758 1425507 25 2003 4325.18 22.631.109 1596736 30 2004 5000 26.743.179 1230284 25 2005 5500 28.300.904 1104884 20
Sumber: BPS
56
B. Produksi Gula Nasional.
Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak lahan tebu yang telah
menjadi pemukiman penduduk serta mesin-mesin produksi tidak lagi efisien.
Membuat produksi gula nasional mengalami penurunan yang terlihat dari
semakin menurunnya produktifitas gula di negara Indonesia yang dimulai dari
tahun 1981 sampai 2000 yaitu pada tahun 1981-1985 terlihat produktifitas
gula nasional sebesar 65,0 kwintal per hektar, menurun menjadi sebesar 63,5
kwintal per hektar di tahun 1986-1990, di tahun 1991-1995 produktifitas
kembali turun menjadi 58,46 kwintal per hektar, dan sebesar 47,86 kwintal per
hektar ditahun 1996-2000. Pada tahun 2001 produktifitas nasional sebesar
49,00 kwintal per hektar (Prihardana, R.2005: 7).
Gambar 4.2 Grafik Produksi Gula Nasional
TAHUN
20052004
20032002
20012000
19991998
19971996
19951994
19931992
1991
Val
ue P
RO
DU
KS
I
34000000
32000000
30000000
28000000
26000000
24000000
22000000
20000000
57
Dalam gambar diatas terlihat bahwa produksi gula nasional dari tahun
1994 sampai tahun 2003 terus mengalami penurunan dari sebesar 2.448.833
(ton) ditahun 1994 turun menjadi sebesar 1.631.919 (ton) ditahun 2003,
walaupun sesekali mengalami kenaikan ditahun 1999 sebesar 1.488.599 (ton)
naik menjadi sebesar 1.960.667 (ton) ditahun 2000, tetapi kenaikan produksi
ini masih cukup rendah hanya sebesar 276.868 (ton). Perkembangan produksi
mengalami penururnan sebesar 1,9 % pertahunnya. Ditahun 2004 produksi
gula nasional mulai mengalami pemulihan kembali terlihat terjadinya
peningkatan produksi sebesar 2.051.644 (ton). Peningkatan terjadi di tiga
tahun terakhir yaitu dari tahun 2003-2005 sebesar 1.631.919 (ton) ditahun
2003 menjadi sebesar 2.219.118 (ton) ditahun 2005. terjadinya peningkatan ini
karena adanya program akselerasi peningkatan produktifitas tebu (Nugroho,
B. 2006: 54).
Tabel 4.2 Perkembangan Kinerja Industri Gula Nasional
Tahun Luas areal
(Ha) Produksi
(ton Habrur)
Rendemen (%)
Konsumsi (ton)
Impor (ton)
1994 428.726 2.448.833 8,02 2.851.770 402.937 1995 420.630 2.096.471 6,97 2.888.843 792.372 1996 403.266 2.094.195 7,32 2.926.398 832.203 1997 385.669 2.189.974 7,83 2.964.441 774.468 1998 378.293 1.491.553 5,49 3.002.979 1.511.426 1999 340.800 1.488.599 6,96 3.042.018 1.533.419 2000 340.660 1.690.667 7,04 3.087.618 1.396.951 2001 344.441 1.725.467 6,85 3.133.932 1.408.465 2002 350.723 1.755.434 6,88 3.180.941 1.425.507 2003 335.725 1.631.919 7,21 3.228.655 1.596.736 2004 344.793 2.051.644 7,67 3.281.928 1.230.284 2005 367.675 2.219.778 7,84 3.324.662 1.104.844
Sumber: deptan Taksasi 2005.
58
C. Impor Gula Nasional.
Gula merupakan kebutuhan manusia sebagai pemasok kalori pada
tubuh manusia dan bagi industri makanan dan minuman yang ada di Negara
Indonesia, gula dijadikan bahan dasar untuk menghasilkan hasil produksi yang
dibutuhkan manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Melihat gula
sangat dibutuhkan oleh manusia dan industri makanan dan minuman yang ada
di Indonesia membuat konsumsi gula dalam negeri terus meningkat. Dapat
kita lihat 15 tahun terakhir dari tahun 1991-2005 konsumsi gula dalam negeri
terus meningkat yaitu dari 2.851.770 (ton) ditahun 1991 sampai 3.324.662
(ton) ditahun 2005. Tetapi peningkatan konsumsi akan gula tidak diikuti
dengan peningkatkan produksi gula dalam negeri yang berada dibawah jumlah
konsumsi gula masyarakat Indonesia sehingga konsumsi gula dalam negeri
mengalami kekurangan. Kekurangan konsumsi akan menyebabkan harga gula
nasional menjadi naik. Untuk mengatasi masalah ini maka pemerintah
mengambil kebijakan impor gula dari luar negeri sebesar kekurangan
konsumsi masyarakat Indonesia yang diharapkan mampu mencukupi
kebutuhan gula dalam negeri dan harga gula dalam negeri menjadi normal.
59
Gambar 4.3 Impor Gula Nasional
TAHUN
20052004
20032002
20012000
19991998
19971996
19951994
19931992
1991
Val
ue IM
PO
R
1800000
1600000
1400000
1200000
1000000
800000
600000
400000
200000
0
Impor gula nasional ditahun 1991 sampai 2005 mengalami
kenaikan dan penurunan. Kenaikan jumlah impor gula terbesar terjadi ditahun
2003 yakni sebesar 1.596.736 (ton). Besarnya jumlah impor gula yang
dilakukan oleh Indonesia karena terjadinya kenaikan konsumsi dari 3.180.941
(ton) ditahun 2000 naik menjadi sebesar 3.228.928 ditahun 2003 sedangkan
produksi malah mengalami penurunan yakni dari sebesar 1.755.438 (ton)
ditahun 2002 turun menjadi 1.631.919 (ton) ditahun 2003. besarnya impor
gula yang dilakukan oleh Pemerintah Negara Indonesia karena konsumsi gula
yang kurang didalam negeri dan harga gula luar negeri yang rendah membuat
pemerintah Indonesia impor gula sebesar 1.596.736 (ton). Dan impor gula ini
oleh pemerintah dijadikan sebagai stok atau cadangan gula di tahun-tahun
berikutnya.
60
D. Bea Masuk Gula Nasional.
Impor merupakan kebijakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
gula dalam negeri yang mengalami kekurangan yang diakibatkan oleh
rendahnya produksi gula dan tingginya konsumsi gula dalam negeri. Tetapi
impor gula yang dilakukan oleh pemerintah ini akan membuat harga gula
dalam negeri menjadi rendah yang berakibat pada industri gula yang semakin
terpuruk. Tetapi tidak ada jalan lain selain melakukan impor gula dari luar
negeri untuk megatasi masalah kekurangan gula dalam negeri. Sehingga
dengan dilakukanya impor gula dari luar negeri, pemerintah Indonesia
membuat proteksi atau perlindungan industri gula yaitu dengan menetapkan
tariff impor atau bea masuk yang sesuai. Penetapan bea masuk gula mulai
berlaku di negara Indonesia di tahun 2000 sebesar 20%-25%.
Gambar 4.4 Bea Masuk Gula Impor
TAHUN
20052004
20032002
20012000
19991998
19971996
19951994
19931992
1991
Val
ue B
EA
40
30
20
10
0
61
Penetapan bea masuk gula impor sebesar 20%-25% yang terlihat
digambar 4.4 diatas membuat impor gula negara Indonesia menurun yakni dari
impor gula yang dilakukan negara Indonesia sebesar 1.533.491 (ton)
ditahun1999 menurun menjadi sebesar 1.396.951 (ton) di tahun 2000 yang
dapat kita lihat dari tabel 4.2, dimana penetapan tarif bea masuk gula ini
membuat harga gula nasional mengalami kenaikan dan industri gula dalam
negeri mulai mampu bersaing dengan industri gula luar negeri serta industri
gula dalam negeri pun dapat meningkat karena jika harga gula tinggi maka
akan mendorong petani untuk menanam tebu yang merupakan bahan dasar
dari pembuatan gula. Jika produksi gula tinggi maka produksi gula dalam
negeri mampu memenuhi konsumsi gula yang datang dari masyarakat dan
industri makanan dan minuman yang ada di dalam negeri dan negara
Indonesia dapat terlepas dari masalah impor gula dari luar negeri atau dapat
terlepas dari sebutan negara pengimpor.
Tabel 4.3 Bea Masuk Impor Gula Di Beberapa Negara Tahun 2002
No Negara Tarif impor 1. Indonesia Rp 500-Rp 700/kg 2. Uni Eropa 240% 3. Banglades 200% 4. Amerika Serikat 155% 5. Filipina 133%
Sumber: Harsoyo, Y. 2004:155. Dari tabel diatas terlihat bahwa tarif bea masuk gula yang ditetapkan
oleh pemerintah Indonesia dan berlaku saat ini masih telalu rendah jika
dibandingkan dengan negara maju seperti Uni Eropa yang menetapkan tarif
bea masuk impor diatas 100% yaitu sebesar 240%. Dibandingkan dengan
62
negara Indonesia yang hanya menetapkan tarif bea masuk di bawah 100%
yaitu hanya 20%-25%. Memang penetapan tarif bea masuk yang tinggi akan
membut industri dalam negeri yang menggunakan bahan dasar gula dalam
setiap proses produksinya tetapi selama pasar gula internasional masih
memperdagangkan produk residual yang harganya lebih murah makan
kebijakan untuk menetapkan tarif bea masuk yang tinggi merupakan pilihan
yang terbaik (Harsoyo, Y. 2004: 159).
63
BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data
1. Pengujian Prasyarat Regresi
Sebelum melakukan analisis data, maka terlebih dahulu akan dilakukan
pengujian prasyarat regresi. Hal ini penting untuk dilakukan karena untuk
dapat mengetahui rumus “Regresi Linier Berganda“ maka data-data yang
diperlukan harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, yaitu sebagai
berikut:
a. Pengujian Normalitas
Tabel. 5.1 Normalitas Data Dengan Kolmogrov
Npar tests
Descriptive Statistics
15 2647.31 1460.624 1150 550015 2.8E+07 3332453.412 21387932 3259382215 991325.87 498522.718 236719 159673615 10.00 12.817 0 30
HARGAPRODUKSIIMPORBEAMASUK
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
64
Tabel.5.2 Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
15 15 15 152647.31 27530864 991325.88 10.00
1460.624 3332453.5 498522.7 12.817.234 .122 .192 .382.234 .064 .148 .382
-.153 -.122 -.192 -.218.905 .473 .744 1.481.386 .979 .637 .025
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
HARGA PRODUKSI IMPOR BEAMASUK
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Pengujian normalitas data dalam penelitian ini menggunakan rumus atau uji
“One Sample kolmogrov”. Pengujian normalitas ini dilakukan untuk semua
data atau variabel penelitian yaitu, sebagai berikut:
1. Produksi (X1)
a. Dari tabel deskriptif statistik diperoleh, jumlah Case (N): 15,
Mean: 27530864.80, Standar Deviasi 3332453.412, nilai
Minimum: 21387932 dan nilai Maksimum: 32593822.
b. Dari hasil pengujian “One Sample Kolmogorov” diperoleh nilai
Asymp. Sig yaitu 0,979. Jadi probabilits (sig) 0,979 > 0,05. Hal ini
berarti data produksi (X1) berproduksi normal.
2. Impor (X2)
a. Dari tabel deskriptif statistik diperoleh, jumlah Case (N): 15,
Mean: 991325.87, Standar Deviasi 498522.718, nilai Minimum
236.179 dan nilai Maksimum 1596736.
65
b. Dari hasil pengujian “One Sample Kolmogorov” diperoleh nilai
Asymp.Sig yaitu 0,637. Jadi probabilitas (sig) 0,637 > 0,05. Hal ini
berarti data impor (X2) berdistribusi normal.
3. Bea Masuk (X3)
a. Dari tabel deskriptif statistik diperoleh, jumlah Case (N): 15.
Mean: 10,00, Standar Deviasi 12.817, nilai Minimum 0 dan nilai
Maksimum: 30.
b. Dari hasil pengujian “One Sample Kolmogorov” diperoleh nilai
Asymp. Sig yaitu 0,025. Jadi probabilitas (sig) 0,025 < 0,05. Hal ini
berarti data bea masuk (X3) tidak berdistribusi normal.
4. Harga Gula Nasional
a. Dari tabel deskriptif statistik diperoleh, jumlah Case (N): 15.
Mean: 2647.31, Standar Deviasi: 1460.624, nilai Minimum
1150,07 dan nilai Maksimum. 5500,00.
b. Dari hasil pengujian “One Sample Kolmogorov” diperoleh nilai
Asymp. Sig yaitu 0,386. Jadi probabilitas (sig) 0, 386 > 0,05. Hal
ini berarti Data harga gula nasional (Y) berdistribusi normal.
b. Pengujian Linieritas
Pengujian linieritas dalam penelitian ini menggunakan uji F, dimana
pengujian linieritas ini akan dilakukan untuk setiap variabel bebas yaitu
sebagai berikut:
66
1. Produksi Gula (X1)
Tabel. 5.3 Hasil Uji Linieritas Produksi Gula
ANOVA Tablea
5683517933228860 1 5683517933228860.000 1023.576 .000155473026249798.8 28 5552608080349.9505838990959478660 29
(Combined)Between GroupsWithin GroupsTotal
HARGAGULA*PRODUKSI
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
With fewer than three groups, linearity measures for DATA * KETEANGA cannot be computed.a.
Dengan harga gula nasional (Y) dari hasil perhitungan SPSS,
diperoleh Fhitung sebesar 1007.832 dengan probabilitas 0,000.
hasil yang Fhitung dibandingkan dengan Ftabel, dimana 0 < 0,05,
nemurator 1 dan denemurator 28 diperoleh Ftabel 4.21 jadi, Fhitung
1007.832 > Ftabel 4.21 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga
hubungan antara produksi gula (X1) dengan harga gula nasional
(Y) bersifat linier.
2. Impor Gula (X2)
Tabel. 5.4 Hasil Uji Linieritas Impor Gula
ANOVA Tablea
7331139653206.84 1 7331139653206.8 58.997 .0003479378469986.51 28 124263516785.23310810518123193.4 29
(Combined)Between GroupsWithin GroupsTotal
HARGAGULA*IMPOR
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
With fewer than three groups, linearity measures for DATA * KETEANGA cannot be computed.a.
Dengan harga gula nasional (Y) dari hasil perhitungan SPSS,
diperoleh Fhitung sebesar 35.915 dengan probabilitas 0,000, hasil
yang Fhitung dibandingkan dengan Ftabel, dimana α 0,05, nemurator 1
dan denemurator 28 diperoleh Ftabel 4.21 jadi, Fhitung 35,915 > Ftabel
67
4.21 maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga hubungan antara
impor gula (X1) dengan harga gula nasional (Y) bersifat linier.
3. Bea Masuk Gula (X3)
Tabel. 5.5 Hasil Uji Linieritas Bea Masuk
ANOVA Table
52165557 1 52165556.64 48.899 .00029870219 28 1066793.52882035775 29
(Combined)Between GroupsWithin GroupsTotal
HARGA GULA*BEA MASUK
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Dengan harga gula nasional (Y) dan hasil perhitungan SPSS,
diperoleh F hitungan sebesar 35.711 dengan probabilitas 0,000.
Hasil yang F hitung dibandingkan dengan F tab, dimana α 0,05,
neumorator 1 dan denemurator 28 diperoleh F tab 4.21 jadi F
hitung 35.711>F tabel 4.21 maka Ho ditolak dan Ha diterima
sehingga hubungan antara bea masuk (X3) dengan harga gula
nasional (Y) bersifat linier.
Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel
bebas (X1, X2, X3) dengan variabel terikat (Y) bersifat linier.
2. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mendeteksi dan mengetahui ada tidaknya pelanggaran dan
penyimpangan dalam pengujian “Regresi linier berganda”. Pengujian asumsi
klasik meliputi:
68
a. Hasil Uji Multikolinearitas.
Tabel 5.6 Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
-3723.352 4659.054 -.799 .4411.420E-04 .000 .324 1.020 .330 .235 4.2521.793E-03 .001 .612 1.815 .097 .209 4.792
68.354 23.045 .600 2.966 .013 .580 1.724
(Constant)PRODUKSIIMPORBEAMASUK
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIFCollinearity Statistics
Dependent Variable: HARGAa.
Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk data dari variabel bebas,
yaitu sebagai berikut:
1. Produksi gula (X1).
Dari hasil output “Collinearity Statistic” diperoleh VIF (Variance
Inflation Factor) sebesar 4.525 berarti VIF 4.525<5. Dengan hasil
tersebut maka variabel produksi gula bersifat “tidak terjadi
multikolinearitas”. Sehingga dapat dikatakan bahwa produksi gula
sebagai variabel bebas tidak mempunyai hubungan atau korelasi
dengan variabel lainnya.
2. Impor gula(X2)
Dari hasil output “Collinearity Statistic” diperoleh VIF (Valiance
Inflation Factor) sebesar4.797 berarti VIF 4.797<5 Dengan hasil
tersebut maka variabel impor gula bersifat “tidak terjadi
multikolinearitas”. Sehingga dapat dikatakan bahwa impor gula
sebagai variabel bebas tidak mempunyai hubungan atau korelasi
dengan variabel lainnya.
69
3. Bea Masuk (X3)
Dari hasil output “Collinearity Statistic” diperoleh VIF (Valiance
Inflation Factor) sebesar 1.724 berarti VIF 1.724<5. Dengan hasil
tersebut maka variabel bea masuk bersifat “tidak terjadi
multikolinearitas”. Sehingga dapat dikatakan bahwa bea masuk
sebagai variabel bebas tidak mempunyai hubungan atau korelasi
dengan variabel lainnya.
Dari analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa dari 3 variabel bebas
ternyata Produksi gula (X1), impor gula (X2), bea masuk(X3) tidak
mengalami multikolinearitas.
b. Hasil uji Heteroskedastisitas.
Tabel 5.7 Hasil uji heteroskedastisitas.
Correlations
1.000 -.868** -.652** -.271. .000 .008 .328
15 15 15 15-.868** 1.000 .591* .132.000 . .020 .639
15 15 15 15-.652** .591* 1.000 .153.008 .020 . .587
15 15 15 15-.271 .132 .153 1.000.328 .639 .587 .
15 15 15 15
Correlation CoefficienSig. (2-tailed)NCorrelation CoefficienSig. (2-tailed)NCorrelation CoefficienSig. (2-tailed)NCorrelation CoefficienSig. (2-tailed)N
PRODUKSI
IMPOR
BEA
RESIDU
Spearman's rhoPRODUKSI IMPOR BEA RESIDU
Correlation is significant at the .01 level (2-tailed).**.
Correlation is significant at the .05 level (2-tailed).*.
Pada penelitian ini pengujian heterokedastisitas dilakukan dengan
menggunakan uji korelasi rank dari Spearman (Spearman’s rank
70
Corellation test). Pengujian ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa variasi
(Varian’s) dari variabel tidak sama untuk setiap pengamatan.
Pengujian ini dilakukan untuk semua variabel bebas:
1. Produksi gula (X1) dan residu.
Pada output antara (X1) dan residu menghasilakan angka (r) -0,271
dengan probabilitas 0,328. Jadi dengan membandingkan
probabilitanya diperoleh P 0,328>0,05. Hal ini menunjukkan antara
produksi gula dengan impor gula “tidak terjadi
heteroskedastisitas”.
2. Produksi gula (X2) dan residu.
Pada output antara (X1) dan residu menghasilkan (r) -0,132 dengan
Probabilitas 0,639. Jadi dengan membandingkan probabilitasnya
diperoleh P 0,639>0,05. Hal ini menunjukkan antara produksi
dengan bea masuk gula “tidak terjadi heteroskedastisitas”.
3. Impor gula(X3) dan residu.
Pada output antara (X2) dan residu menghasilkan angka (r) 0,153
dengan Probabilitas 0,587. Jadi dengan membandingkan
Probabilitasnya diperoleh P 0,587>0,05. Hal ini menunjukkan
antara impor gula dengan bea masuk “tidak terjadi
heteroskedastisitas”.
71
c. Pengujian Autokorelasi.
Karena N>15 maka pembuktian autokorelasi dilakukan dengan
menggunakan t tabel dengan α 0,05 dan N :15, k :3 maka didapat harga
Durbin-watson tabel:
DL : 0,82.
Du :1,75.
Kesimpulannya, dalam uji autokorelasi didapat d 1,912>1,75 maka Ho
diterima jadi tidak ada autokorelasi.
3. Uji Statistik.
Uji statistik dilakukan berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda
menggunakan program SPSS Versi 11,0. model persamaan regresi dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y=a+b1X1+b2X2+b3X3
Keterangan:
Y = Harga gula nasional.
a = konstanta.
X1 = Produksi gula.
X2 = Impor gula.
X3 = Bea masuk.
Uji statistik yang dilakukan meliputi Uji t, Uji F dan Uji R² (koefisien
determinasi). Berikut ini penjelasan masing-masing uji statistik pada
penelitian ini:
72
a. Uji t
Uji t digunakan untuk menguji apakah Variabel indevenden secara
individual berpengaruh terhadap variabel dependen. Apabila nilai t hitung > t
tabel berarti Ho ditolak dan Ha diterima sehingga Variabel independen secara
individual berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen dan
sebaliknya. Jika nilai t hitung < t tabel berarti Ho diterima dan Ha ditolak
sehingga variabel independen secara individual tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen.
Hasil uji t terhadap model regresi menggunakan model regresi
menggunakan SPSS Versi 11,0 dijadikan pada tabel berikut ini:
Tabel 5.8 Hasil Analisis Uji t
Coefficientsa
-3723.352 4659.054 -.799 .4411.420E-04 .000 .324 1.020 .330 .235 4.2521.793E-03 .001 .612 1.815 .097 .209 4.792
68.354 23.045 .600 2.966 .013 .580 1.724
(Constant)PRODUKSIIMPORBEAMASUK
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIFCollinearity Statistics
Dependent Variable: HARGAa.
Hasil Uji t pada tabel 5.8 diatas akan dijelaskan untuk masing-masing
Variabel berikut:
1. Produksi gula
Hasil analisis Uji t untuk variabel produksi gula diperoleh nilai t
hitung 1,020 dengan signifikansi sebesar 0,330. Karena nilai t hitung
73
1,020< t tabel 1,771 maka Ho diterima. Hal ini berarti bahwa
variabel produksi gula secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap harga gula nasional. Hasil uji t ini mendukung hipotesis
penelitian yang menyatakan bahwa produksi gula berpengaruh
negatif terhadap harga gula nasional di Indonesia tahun 1991-2005.
2. Impor gula
Hasil analisis Uji t untuk variabel impor gula diperoleh nilai t
hitung 1,815 dengan nilai signifikansi sebesar 0,097. karena nilai t
hitung 1,815>t tabel 1,771 maka Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa
variabel impor gula secara parsial berpengaruh Signifikan terhadap
Harga gula nasional. Hasil uji t ini tidak mendukung hipotesis
penelitian yang menyatakan bahwa impor gula berpengaruh negatif
terhadap harga gula nasional di Indonesia tahun 1991-2005.
3. Bea masuk
Hasil analisis yang menggunakan Uji t untuk variabel bea masuk
diperoleh nilai t hitung 2,966 dengan nilai signifikansi sebesar
0,013. Karena nilai t hitung 2,966> t tabel 1,771 maka Ho ditolak. Hal
ini berarti bahwa variabel bea masuk secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap harga gula nasional. Maka hasil uji t ini
mendukung hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa bea
masuk berpengaruh positif terhadap harga gula nasional di
Indonesia tahun 1991-2005.
74
b. Uji F
Uji F digunakan untuk menguji apakah semua variabel independent
berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. Apabila nilai
sigifikansi F hitung > F tabel berarti Ho ditolak dan Ha diterima sehingga
semua variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen dan sebaliknya jika nilai signifikansi F hitung < F tabel
berarti Ho diterima dan Ha ditolak sehingga semua variabel independen
secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Hasil uji F terhadap model regresi menggunakan SPSS Versi 11,0 disajikan
pada model berikut ini:
Tabel 5.9 Hasil Analisis Uji F
ANOVAb
22073266 3 7357755.274 10.383 .002a
7794653 11 708604.81429867919 14
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), BEAMASUK, PRODUKSI, IMPORa.
Dependent Variable: HARGAb.
Berdasarkan tabel 5.9 terlihat bahwa hasil analisisnya diperoleh hasil f
hitung sebesar 10.383 dengan signifikansi 0,002. karena nilai F hitung
10.383 > F tabel 3.84, maka Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel
produksi gula, impor gula dan bea masuk gula secara simultan berpengaruh
terhadap variabel harga gula nasional.
75
c. Koefisien determinasi (R²)
Koefisien determinasi (R²) merupakan suatu alat untuk mengukur
besarnya persentase pengaruh semua variabel independent terhadap variabel
dependen. Besarnya koefisien determinan berkisar antara 0 sampai dengan
1, semakin mendekati 0 besarnya koefisien determinan suatu persamaan
regresi, maka semakin kecil pengaruh semua variabel independent terhadap
variabel dependen. Sebaliknya semakin besar koefisien determinasi
mendekati angka 1, maka semakin besar pula pengaruh semua variabel
independen terhadap variabel dependen.
Tabel 5.10 Hasil AnalisisUji R²
Model Summary b
.860a .739 .668 841.787 1.940Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), BEAMASUK, PRODUKSI, IMPORa.
Dependent Variable: HARGAb.
Hasil uji R² pada penelitian ini diperoleh nilai R Squere sebesar 0,739.
Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh variabel produksi gula, impor gula,
dan bea masuk gula terhadap harga gula nasional adalah sebesar 73,9%,
sedangkan sisanya 12,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini.
76
B. Pembahasan.
1. Pengaruh Variabel bebas terhadap variabel terikat secara individual.
a. Hipotesis Pertama.
Hipotasis pertama menyatakan bahwa produksi berpengaruh negatif
terhadap terhadap harga gula nasional tahun 1991 – 2005. Berdasarkan uji
asumsi stastistik dengan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda
diperoleh nilai t hitung sebesar 1.020 dengan signifikasi sebesar 0,330. hal
ini berarti tidak ada pengaruh posif antara produksi dalam harga gula
nasional tahun 1991 – 2005.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata produksi gula tidak
ada pengaruh positif terhadap harga gula nasional. Dalam hipotesis produksi
gula berpengaruh negatif terhadap harga gula nasional, hal ini berarti hasil
uji t mendukung hipotesis penelitian.
Produksi gula dalam negeri dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan
gula dalam negeri yang datang dari masyarakat dan industri baik makanan
dan minuman yang ada didalam negeri. Produksi khususnya produksi gula
dalam negeri cenderung rendah dari pada konsumsi gula dalam negeri yang
datang dari masyarakat dan industri baik makanan dan minuman, sehingga
sangat besar kemungkinan Pemerintah untuk mengimpor gula dari luar
negeri untuk memenuhi kebutuhan gula yang kurang dari dalam negeri.
Dalam hal ini tinggi rendahnya produksi gula nasional berpengaruh
terhadap harga eceran gula nasional, jika produsi gula nasional rendah maka
akan menyebabkan jumlah gula yang beredar sedikit. Jumlah gula yang
77
beredar ini tidak sesuai dengan konsumsi yang datang dari masyarakat dan
industri makanan dan minuman yang ada didalam negeri yang begitu tinggi.
Keadaan ini membuat harga gula nasional cenderung naik atau tinggi.
Tabel 5.11 Produksi Gula, Harga Gula dan Konsumsi
tahun Harga gula
(Rp) Produksi gula
(ton) Konsumsi
(ton) 1994 1361.26 2.448.833 2.851.770 1995 1428.82 2.096.471 2.888.843 1996 1505.45 2.094.195 2.926.398 1997 1582.67 2.189.974 2.964.441 1998 2977.23 1.491.553 3.002.979 1999 2680.59 1.488.599 3.042.018 2000 3027.32 1.690.667 3.087.618 2001 3738.85 1.725.467 3.133.932 2002 2970.22 1.755.434 3.180.941 2003 4325.18 1.631.919 3.228.655 2004 5000 2.051.644 3.281.928 2005 5500 2.219.778 3.324.662
Sumber: deptan Taksasi 2005
Dari tabel diatas, dapat dijelaskan produksi gula cendrung mengalami
kenaikan dan penurunan jumlah produksi. Pada tahun 1998, dimana negara
Indonesia baru mengalami krisis moneter dan inflasi, hal ini membuat
pemerintah Indonesia berfokus pada mengatasi masalah perekonomian dan
produksi gula menjadi rendah. yaitu sebesar 2.189.974(ton) ditahun 1997
turun menjadi 1.491.553 (ton) ditahun 1998. sedangkan konsumsi yang
datang dari masyarakat dan industri baik makanan dan minuman yang ada
didalam negeri meningkat dari sebesar 2.964.441 (ton) ditahun 1997
menjadi sebesar 3.002.979 (ton) ditaun 1998. Rendahnya produksi gula dan
tingginya konsumsi gula ini menyebabkan harga gula nasional menjadi
78
tinggi atau naik dari Rp.1.582,67 ditahun 1997 menjadi Rp.2.977,03 ditahun
1998. Dan tingginya harga gula dalam negeri dikarenakan harga gula
nasional adalah administered price, dimana harga gula merupakan harga
yang dimanage atau diperhatikan khususnya oleh pemerintah agar harga
gula dalam negeri tetap stabil.
Dalam hasil penelitian regresi ditunjukan bahwa setiap ada
peningkatan jumlah produksi gula nasional sebesar 1 (satu) ton maka akan
meningkatkan harga gula nasional sebesar Rp 0,0001420270827813. Secara
teoritis sering dikatakan peningkatan produksi atau hasil produksi dari suatu
produk akan mempengaruhi harga barang tersebut, artinya produksi akan
mempengaruhi harga. Apabila produsi khususnya produksi gula nasional
mengalami kenaikan maka akan menurunkan harga gula tersebut dan
sebaliknya. Ternyata hasil uji t mendukung hipotesis penelitian dimana uji t
yang diperoleh dari penelitian peningkatan produksi tidak pengaruh positif
terhadap harga gula nasional.
b. Hipotesis kedua.
Hipotesis kedua menyatakan impor gula berpengaruh
negatif terhadap harga gula nasional tahun 1991 -2005.
Berdasarkan uji asumsi klasik dangan mengunakan teknik analisis
regresi linier berganda dipeoleh nilai t hitung sebesar 1.815. dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,097. hal ini ada pengaruh positif dan signifikan antara
impor gula nasional dengan harga gula nasional tahun 1991 – 2005.
79
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata impor gula nasional
pengaruh positif terhadap harga gula nasional, dalam hipotesis impor gula
berpengaruh negatif terhadap harga gula nasional, hal ini berarti hasil uji t
tidak mendukung hipotesis penelitian
Secara teoritis impor gula berpengruh secara negatif terhadap harga
gula nasional, karena dengan adanya impor gula dari luar yang harganya
lebih rendah maka akan membuat jumlah gula yang diperdagangkan didalam
negeri meningkat. Peningkatan jumlah gula dalam negeri ini mempengaruhi
harga gula dalam negeri yaitu harga gula dalam negeri akan cenderung
turun. Namun dalam uji t yang telah dilakukan menyatakan bahwa impor
gula berpengaruh positif terhadap harga gula nasional. Hal ini dikarenakan
impor gula yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia ditekan dan
diperhatikan, artinya impor gula yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan
gula dalam negeri agar jumlah gula dalam negeri normal dan tidak dibanjiri
oleh gula luar negeri yang dapat menyebebkan harga gula dalam negeri
menjadi turun. Penekanan impor yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
untuk melindungi harga gula dalam negeri, mensejahterakan petani tebu dan
masyarakat Indonesia yaitu dengan adanya penekanan impor membuat harga
gula tinggi atau stabil karena impor yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia telah sesuai dengan kebutuhan dalam negeri dan gula dalam
negeri tidak dibanjiri oleh gula impor. Stabilnya harga gula nasional akan
membuat petani tebu tertarik untuk menanam tebu sehingga bisa memenuhi
80
kebutuhannya sehari-hari serta bagi mayarakat membuat masyarakat dengan
mudah mengambil keputusan dalam memenuhi kebutuhanya akan gula.
Selain impor ditekan yaitu impor gula yang dilakukan oleh pemerintah
disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri agar gula dalam negeri tidak
dibanjiri oleh gula luar negeri, yang membuat harga gula dalam negeri tetap
tinggi ketika terjadinya impor dikarenakan impor gula dibatasi yaitu hanya
perusahaan-perusahaan yang memiliki izin resmi dan memiliki kemampuan
untuk mengimpor gula dari luar negeri seperti Bulog. Dan agar harga gula
dalam negeri stabil maka impor gula yang dilakukan oleh pemerintah
dilakukan saat harga gula luar negeri tinggi dari harga gula dalam negeri
agar harga gula dalam negeri dan luar negeri sama. Hal ini yang membuat
harga gula tetap tinggi walaupun pemerintah melakukan impor gula dari luar
negeri.
Tabel 5.12 Impor dan Harga Gula Nasional
Tahun Harga gula (Rp per Kg)
Produksi gula (ton)
1991 1150.07 28.278.148 1992 1235.85 32.085.284 1993 1226.15 32.593.822 1994 1361.26 30.646.663 1995 1428.82 30.080.373 1996 1505.45 28.609.221 1997 1582.67 29.836.172 1998 2977.23 27.154.554 1999 2680.59 21.387.931 2000 3027.32 23.878.555 2001 3738.85 25.189.299 2002 2970.22 25.547.758 2003 4325.18 22.631.109 2004 5000 26.743.179 2005 5500 28.300.904
Sumber: BPS
81
Dalam tabel 5.12 diatas terlihat jelas jumlah impor gula yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia selalu mengalami naik dan turun, hal
itu karena impor yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam negeri agar
gula dalam negeri tidak dibanjiri oleh gula luar negeri dan harga gula tetap
stabil. Dan terlihat saat pemerintah melakukan impor gula dari luar negeri
yang telah disesuaikan dengan kebutuhan gula dalam negeri, harga gula
dalam negeri tetap tinggi bahkan mengalami kenaikan seperti ditahun 2005
ini harga gula dalam negeri sebesar Rp 5500,00 tinggi dari tahun-tahun
sebelumnya yaitu Rp 5000,00 ditahun 2004.
Dari hasil regresi ditunjukkan bahwa setiap ada peningkatan impor
sebesar 1 ton maka akan meningkatkan harga gula nasional sebesar Rp
0,001792544680896. berarti dengan adanya impor gula akan berpengaruh
buruk terhadap harga gula dalam negeri karena akan membuat jumlah gula
dalam negeri meningkat yang menyebabkan harga gula nasional menjadi
turun. Ternyata memang benar dari hasil uji t diatas peningkatan impor gula,
akan meningkatkan jumlah gula dalam negeri sehingga harga gula dalam
negeri menjadi turun.
c. Hipotesis ketiga.
Hipotesis ketiga menyatakan bahwa bea masuk berpengaruh
positif terhadap harga gula nasional tahun 1991-2005.
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan teknik analisis regresi
linier berganda diperoleh nilai t hitung sebesar 2.966 dengan signifikansi
82
sebesar 0,013 hal ini ada pengaruh positif dan signifikan antara bea masuk
gula dengan harga gula nasional.
Secara teoritis bea masuk gula impor turut berperan dalam
menstabilkkan harga gula dalam negeri. Karena dengan adanya penetapan
bea masuk gula masuk maka industri dalam negeri dapat terlindungi dari
serbuan gula impor dari luar negeri dan impor gula dari luar negeri dapat
berkurang yang membuat harga gula nasional menjadi naik dan stabil.
Tabel 5.13 Bea masuk Gula dan Harga Gula.
Tahun Bea masuk
(%) Harga gula nasional
(Rp per Kg) 1991 0 1150.07 1992 0 1235.85 1993 0 1226.15 1994 0 1361.26 1995 0 1428.82 1996 0 1505.45 1997 0 1582.67 1998 0 2977.23 1999 0 2680.59 2000 25 3027.32 2001 25 3738.85 2002 25 2970.22 2003 30 4325.18 2004 25 5000 2005 20 5500
Sumber: http://www.beacukai.go.id/deperindag/cukai_gula.httm
Dari tabel diatas terlihat bahwa ketika pemerintah Indonesia mulai
menetapkan tarif bea masuk gula impor ditahun 2000 sebesar 25%, produksi
mengalami peningkatan dari sebesar 21.387.931 (ton) ditahun 1999 menjadi
23.878.555 (ton) ditahun 2000. peningkatan produksi terjadi karena
turunnya impor gula dari luar negeri dari sebesar 1.533.491 (ton) ditahun
83
1999 menjadi sebesar 1.396.951 (ton) pada tahun 2000. Hal ini membuat
harga gula naik dari Rp 2.680,59 pada tahun 1999 menjadi Rp 3.027,32 pada
tahun 2000.
Ketika tarif bea masuk mulai ditetapkan dan diberlakukan tahun 2000
sebesar 25%, banyak petani tebu dan industri yang ada di negara Indonesia
terlindungi. Selain menetapkan tarif bea masuk impor untuk melindungi
petani tebu dan industri dalam negeri pemerintah juga menetapkan tarif baru
atas impor gula melalui SK MenKeu. No.324/KMK.01/2002. tarif bea
masuk yang semula didasarkan pada persentase harga gula dipasar gula
intenasional, diubah menjadi tarif spesifik dalam jumlah tertentu
perkilogram sesuai dengan jenis gula. Tarif bea masuk untuk gula tebu (Raw
Sugar) sebesar Rp.500,00, seedangkan untuk jenis gula lainnya yaitu gula
bit, gula murni putih, gula untuk industri dan jenis lainnya, seluruhnya
dikenai tarif spesifik atas impor gula sebesar Rp.700,00 perkilogram.
Esensi dari penetapan tarif bea masuk atas impor gula diharapkan
mempunyai manfaat untuk melindungi produsen dalam negeri atau domestik
dari adanya persaingan produsen dari negara lain. Selain melindungi
produsen dalam negeri, penetapan tarif bea masuk gula impor juga
memberikan pemerintah masukan berupa penerimaan dari penetapan
kebijakan tersebut, akan tetapi penetapan kebijakan tentang tarif bea masuk
berdampak negatif terhadap konsumen, yakni konsumen harus menanggung
harga gula yang lebih tinggi
84
Berdasarkan penjelasan diatas terlihat bahwa penetapan tarif bea
masuk impor gula mempunyai dampak dilematis. Disatu sisi kebijakan
tersebut berdampak positif terhadap produsen domestik dan pemerintah
Indonesia berupa penerimaan. Disisi lain kebijakan tersebut menimbulkan
dampak negatif bagi kesejahteraan konsumen dimana konsumen dirugikan
dengan membayar gula yang lebih mahal.
2. Pengaruh variabel bebas (X), produksi gula, impor gula, bea masuk
gula terhadap harga gula nasional (Y) secara bersama-sama atau
serentak.
Berdasarkan pada analisis data diatas, akan diuraikan berbagai factor
yang dapat mempengarui harga gula nasional, dalam analisis data dikatakan
bagaimana produksi gula, impor gula dan bea masuk gula impor tehadap
harga gula nasional. Pengaruh yang ditimbulakan bisa positif maupun
negatif, yaitu apakah pengaruh dari produksi gula, impor gula dan bea
masuk gula tersebut meningkatkan harga gula nasional atau menurunkan
harga gula nasional sebesar 73,9% ternyata harga gula nasional dapat
dijelaskan atau dipengaruhi secara bersama-sama (serentak) oleh produksi
gula,impor gula dan bea masuk gula. Namun harga gula nasional tidak
hanya dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut, ternyata sebesar 26,1%
harga gula nasional dipengaruhi oleh variabel lain.
Untuk lebih menjelaskan pengaruh dari masing-masing variabel
tersebut terhadap harga gula nasional, secara individu, untuk lebih jelasnya
85
pengaruh dan variabel yang berkaitan dengan masalah harga gula nasional
akan diuraikan sebagai berikut.
Dari hasil perhitungan analisis regresi berganda ternyata sebesar 73,9%
produksi gula, impor gula, dan bea masuk gula secara bersama-sama atau
secara serentak mempengaruhi harga gula nasional, hal ini nyata pada
tingkat kepercayaan 90%. Pengaruh yang timbul dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 5.14 Produksi Gula, Impor Gula, Bea Masuk Gula, Harga Gula Nasional.
Tahun Produksi
(ton) Impor (ton)
Bea masuk (%)
Harga gula nasional
(Rp per Kg) 1991 2.119.509 306774 0 1150.07 1992 2.252.666 316671 0 1235.85 1993 2.306.430 236719 0 1226.15 1994 2.448.833 402937 0 1361.26 1995 2.096.471 792372 0 1428.82 1996 2.094.195 832203 0 1505.45 1997 2.189.974 774468 0 1582.67 1998 1.491.553 1511426 0 2977.23 1999 1.488.599 1533491 0 2680.59 2000 1.690.667 1396951 25 3027.32 2001 1.725.467 1408465 25 3738.85 2002 1.755.434 1425507 25 2970.22 2003 1.631.919 1596736 30 4325.18 2004 2.051.644 1230284 25 5000 2005 2.219.778 1104884 20 5500
Sumber: http//.deptan.go.id/perkembangan industri gula:httm
Pada tabel di atas terlihat bagaimana variabel produksi gula, impor
gula, bea masuk gula secara bersama-sama berpengaruh terhadap harga gula
nasional. Pengaruh produksi gula terhadap kenaikan harga gula nasional
sangat terlihat selama antara tahun 1993-1999. Puncaknya terjadi pada tahun
86
1993 yaitu terjadi peningkatan harga gula nasional. Penurunan produksi gula
nasional ternyata sangat berpengaruh terhadap harga gula nasional. Semakin
rendah produksi gula nasional, maka makin tinggi dan meningkatnya harga
gula nasional, namun rendahnya produksi gula nasional tidak selalu
menaikkan harga gula nasional, terbukti pada tahun 1992 menjadi sebesar
32.593.822 (ton) ditahun 1993, harga gula nasional mengalami penurunan
dari Rp 1.235,85 ditahun 1992 menjadi Rp 1.226,15 ditahun 1993
Selain produksi gula nasional, impor gula nasional juga berpengaruh
terhadap harga gula nasional. Impor merupakan kebijakan pemerintah untuk
mengatasi masalah kekurangan konsumsi gula dalam negeri. Masyarakat
Indonesia mengkonsumsi gula melalui konsumsi langsung rumah tangga dan
tidak langsung diproses dalam bentuk barang jadi, seperti gula yang dipakai
oleh industri makanan dan minuman dan lain-lain, menunjukkan selama 15
tahun terakhir konsumsi gula di negara Indonesia meningkat sedangkan
produksi gula menurun sehingga konsumsi gula mengalami kekurangan
artinya hasil produksi gula yang ada tidak mencukupi untuk memenuhi
konsumen akan gula di negara Indonesia maka tidak ada pilihan lain dengan
impor gula dari luar negeri, seperti yang ada dalam tabel 5.14. karena
adanya impor gula, dengan harga gula yang murah maka harga gula
domestik akan kalah bersaing dengan gula impor, dari hal tersebut bisa
menjadi pertimbangan para petani untuk mengganti tanaman tebu dengan
komoditi lain. Jika petani tidak menanam tebu yang merupakan bahan dasar
87
dari pembuatan gula maka akan membuat produksi gula dalam negeri
menjadi rendah dan harga gula dalam negeri menjadi tinggi.
Bea masuk gula impor juga turut berperan dalam menentukan
peningkatan atau penurunan harga gula nasional. Karena dengan adanya bea
masuk gula impor yang tinggi maka industri gula dalam negeri dapat
terlindungi dari serbuan gula impor. Dalam tabel 1.2. Nampak sekali bahwa
tarif bea masuk impor gula di negara Indonesia digolongkan sangat rendah.
banyak negara lain yang menetapkan tarif bea masuk diatas 100%
sedangkan negara Indonesia hanya menetapkan 20% sampai 25% dengan
bea masuk hanya 20% sampai 25% tidak menutup kemungkinan akan
dibanjiri oleh impor gula dari luar negeri lagi, dan gula domestik akan kalah
bersaing dengan gula impor sehingga membuat petani beralih menanam
tanaman komoditi lain, tetapi dengan adanya penetapan tarif bea masuk gula
sebesar 20% sampai dengan 25% telah membuat harga gula menjadi naik
dan stabil terlihat pada tabel 5.14. Yaitu ketika ditahun 2000 pemerintah
menetapkan tarif bea masuk gula sebesar 20% sampai dengan 25% maka
harga gula nasional naik dari Rp 2.680,59 di tahun 1999 menjadi sebesar Rp
3.027,32 di tahun 2000 dan petani kembali menanam tebu yang merupakan
bahan dasar pembuatan gula karena harga gula yang tinggi akan memberi
insentif bagi petani dan industri domestik.
88
BAB VI
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah diuraikan
dalam bab terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Hasil analisis data menunjukkan bahwa produksi gula tidak berpengaruh
terhadap harga gula nasional tahun 1991-2005, hal ini didasarkan pada t
hitung (1,020) yang lebih rendah dari t tabel (1,771), berarti koefisien
regresi tidak signifikan.
2. Hasil analisis data menunjukkan bahwa impor gula berpengaruh terhadap
harga gula nasional tahun 1991-2005, hal ini didasarkan pada t hitung
(1,815) yang lebih besar dari t tabel (1,771), berarti koefisien regresi
signifikan.
3. Hasil analisis data menunjukkan bahwa bea masuk gula berpengaruh
terhadap harga gula nasional tahun 1991-2005, hal ini didasarkan pada t
hitung (2,966) lebih besar dari t table (1,771), berarti koefisien regresi
signifikan.
4. Hasil uji R² pada penelitian ini diperoleh R squaer sebesar 0,739 berarti
berpengaruh variabel produksi gula, impor gula, bea masuk gula adalah
sebesar 73,9% sedangkan 26,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
diteliti dalam penelitian ini
89
B. Saran
Kestabilan gula nasional merupakan hal penting yang harus segera
dilaksanakan dan dicapai, karena harga merupakan salah satu faktor bagi
masyarakat, industri, dan petani tebu untuk mengambil keputusan, maka hal-
hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah:
1. Pemerintah hendaknya membuat kebijakan tentang kebutuhan impor gula
dalam negeri sehingga impor gula tidak melebihi kebutuhan gula dalam
negeri dan tidak dibanjiri oleh gula luar negeri sehingga harga gula
nasional tetap stabil.
2. Pemerintah hendaknya melindungi gula dalam negeri dari serbuan gula
impor dengan penetapan tarif bea masuk gula impor yang sesuai. Agar
harga gula nasional dapat stabil.
C. Keterbatasan penelitian.
Keterbatasan penelitian ini adalah peneliti tidak memasukkan
variabel konsumsi gula dalam negeri. Untuk itu perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut apakah variabel tersebut juga berpengaruh terhadap harga gula
nasional.
90
DAFTAR PUSTAKA
Ahyani, Agustus. 1980. Perencanaan Sistem Produksi, Yogyakarta: BPFE.
Bayu, I. 2005. “Tinjauan Diskriptif Impor Gula Indonesia Tahun 1996-2002”, Yogyakarta: Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
Boediyono. 1981. Ekonomi Internasional, Yogyakarta: BPFE.
Dajan, A. 1985. Pengantar Metode Statistik jilid 1, Jakarta: LP3ES.
Darmowijono, Subagyono. 2004. “Usaha Peningkatan Produksi Gula”, Yogyakarta: Mid-Kongres IKAGI
Departemen P dan K. 1985. Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Pengetahuan
Sosial, Penerbit Universitas terbuka. Gilarso, T. 1992. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro, Yogya: Kanisius.
Gujarati, D. dan Zain, S. 1978. Ekonometrika Dasar , Jakarta: Erlangga.
Harsoyo, Y. 2004 “Membangkitkan Kembali Agroindustri Gula Nasional”, Yogyakarta: Antisipasi/ volume 8 No. 1. FE USD.
Harding. 1978. Manajemen Produksi, Jakarta: Balai Aksara.
(2005).Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan: http; //www. Deperindak.go.id/ Perindustrian/ Pedoman/ htm.
Nugroho, B. 2005. “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Gula
Nasional Tahun 1991-2005”, Yogyakarta: Skripsi. Prodi Pendidikan Dunia Usaha FKIP Universitas Sanata Dharma.
Prihandana, Rama. 2005. Dari Pabrik Gula Menuju Industri Berbasis Tebu,
Jakarta: Proklamasi Publishing House. Remi. 2005.” Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Gula Pada Pabrik Gula
Madukismo”, Yogyakarta: Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
Retnaningrum, D. 2004. ”Analisis Penetuan Harga Pokok Dan Harga Jual
Produksi”.Yogyakarta: Skripsi. Prodi Pendidikan Ekonomi Akuntansi FKIP Universitas Sanata Dharma.
91
Sarjadi. 1974. Teknik Penanaman Tebu, Jakarta: Pergi (Perhimpunan Agronomi Indonesia).
Salvatore, D. 1996. Ekonomi Internasional Edisi 5, Jakarta: Erlangga.
Soekarwati. 1990. Teori Ekonomi Produksi; Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiono, Prof. Dr. 2005. Statistika untuk penelitian, Bandung: CV. Alfabeta
Sukirno, S. 1995. Pengantar Ekonomi Mikro, Jakarta: Rajawali.
Supranto, J. 1983. Ekonometrika, Jakarta: LPFE. UI.
Supranto, J. 1990. Statistik jilid 1, Jakarta: Erlangga.
Supriyono, R.A 1982. Akuntansi Biaya: Pengumpulan Biaya Dan Penentuan Harga Pokok, Yogyakarta: BPFE UGM.
Supriyono, R.A. 1991. Akuntansi Manajemen. 3: Proses Pengendalian
Manajemen, Yogyakarta: STIE YKPN Dan BPFE. Swasta. B. 1984. Asas-Asas Marketing, Yogyakarta: Liberty.
Swasta, B Dan Irawan.1985. Marketing Pemasaran Moderen, Yogyakarta: Liberty.
Tuardiyono, Y. 2005.”Evaluasi Penentuan Harga Pokok Produksi Dan Harga Jual
Produksi”. Yogyakarta: Skripsi. Prodi Pendidikan Ekonomi Akintansi FKIP Universitas Sanata Dharma
Tobing, A.H. 2006.”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Tandan Buah
Segar Kelapa Sawit”. Yogyakarta: Skripsi. Prodi Pendidikan Dunia Usaha FKIP Universitas Sanata Dharma.
Winardi. 1992. Harga Dan Penetapan Harga Dalam Bidang Pemasaran,
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.