PERANG NARASIMUSA vs FIRAUN
A. Sadikin
Laporan Khusus Edisi 3 / Maret 2017
ABOUT US
Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan
gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.
Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami,
kirimkan e-mail ke:
Seluruh laporan kami bisa didownload di website:
www.syamina.org
3
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI — 3
EXECUTIVE SUMMARY — 4
I. IDENTIFIKASI MUSA DALAM AL-QURAN — 6
II. IDENTIFIKASI FIRAUN DALAM AL-QURAN — 7
III. PERANG NARASI FIRAUN vs MUSA — 8
IV. HARI PERTARUNGAN — 18
V. SIKAP FIRAUN SETELAH HARI PERTARUNGAN SIHIR — 21
VI. SIKSAAN FIRAUN TERHADAP BANI ISRAIL — 21
VII. PERANG NARASI FIRAUN DAN ORANG BERIMAN DARI KAUMNYA — 22
VIII. HUKUMAN ALLAH KEPADA FIRAUN DAN KAUMNYA — 27
IX. FIRAUN MEMENGARUHI KAUMNYA AGAR TIDAK BERIMAN — 29
X. KEBINASAAN FIRAUN DAN PASUKANNYA — 30
XI. KESIMPULAN — 33
SYAMINA
4
Edisi 3 / Maret 2017
Kata ‘Musa’ dan ‘Firaun’ merupakan di antara kata yang sering muncul
dalam kitab suci umat Islam, Al-Quran. Musa merupakan rasul yang diutus
oleh Allah kepada Firaun, penguasa paling bengis pada zamannya, bahkan
mungkin paling bengis dibanding penguasa setelahnya. Di antara fragmen penting
kehidupan Musa yang dikisahkan Al-Quran adalah perang narasinya dengan Firaun.
Musa dan Harun—setelah menerima perintah Allah—mendatangi Firaun di
istananya untuk menyerunya agar beriman, dengan narasi bahwa mereka adalah
rasul, dengan misi membebaskan Bani Israil dari perbudakan bangsa Qibthi,
kaum Firaun. Menanggapi itu, Firaun justru berkelit dan mengalihkan narasi pada
kepribadian Musa sebelumnya, dan mencari-cari serta mengungkit kesalahannya.
Yaitu dididik dan dibesarkan di lingkungan istana Firaun dan pernah melakukan
kejahatan pembunuhan. Berdasarkan itu, Firaun menuding Musa termasuk orang
yang tidak tau berterima kasih.
Musa pun mengakui jasa Firaun padanya, juga kekhilafannya tanpa sengaja
membunuh seorang pemuda Qibthi, dan juga melarikan diri dari Mesir. Namun
Musa menegaskan bahwa perbuatan membunuh itu dia lakukan saat masih jahil dan
dia melarikan diri karena takut terhadap keselamatannya. Akan tetapi jasa Firaun
pada dirinya tidak ada apa-apanya dibanding kebijakan Firaun yang memperbudak
Bani Israil.
Firaun segera kembali mengalihkan narasi, dengan menanyakan tentang
hakikat dakwah Musa, namun dengan cara yang tidak beradab, ejekan, dan
penghinaan, “Siapa Tuhan semesta alam itu?” Musa pun menjawab bahwa Tuhan
semesta alam yaitu Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya, yang mana Firaun tidak mungkin mampu menguasainya dengan
kekuasaannya.
Firaun mengejek dan menertawakan jawaban Musa seraya berkata kepada
pada pembesarnya, “Apakah kalian tidak mendengar apa yang dikatakannya?”. Musa
tidak terusik dengan ejekan dan tertawaan Firaun, bahkan tetap fokus menjawab
pertanyaan Firaun dengan berkata, “Dia adalah Tuhanmu dan juga Tuhan nenek
moyangmu terdahulu.” Jawaban ini keras menghantam Firaun, dakwaannya
EXECUTIVE SUMMARY
5
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
dan norma-normanya, karena membantah narasi Firaun bahwa adalah tuhan
sebagaimana yang diakuinya di hadapan kaumnya.
Firaun lalu menuduh Musa gila untuk menghilangkan pengaruh
pernyataannya yang telah menyerang kedudukan dan wibawanya. Musa tetap tidak
terganggu dengan tuduhan Firaun dan tetap fokus menjawab pertanyaan Firaun
yang sekaligus merupakan konten narasinya, dengan berkata, “Dialah Tuhan yang
menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya.”
Merasa kalah dalam perang narasi, Firaun menutup pintu dialog lalu
menggunakan kekuasaannya dengan mengancam akan memenjarakan Musa.
Namun Musa justru segera membuka kembali lembaran dialog sehingga ia bisa
selamat dengan mengajukan agar dia diperkenankan menunjukkan bukti-bukti
bahwa dia memang seorang rasul. Firaun pun terpaksa mengabulkan permohonan
Musa agar dia tidak dianggap takut dengan argumentasi Musa. Kemudian Musa pun
mendatangkan bukti berupa tongkat yang berubah wujud menjadi ular, dan tangan
yang bisa mengeluarkan cahaya.
Firaun lalu menuding Musa telah melakukan praktik sihir dan melanjutkan
propokasinya dengan mengingatkan para pengikutnya, bahwa tujuan Musa adalah
untuk mengusir mereka dari Mesir. Firaun meminta saran kepada para pembesarnya
bagaimana cara menghadapi Musa. Mereka pun mengusulkan untuk mengadakan
pertarungan sihir antara Musa dan para ahli sihir Mesir. Karena yakin menang, Firaun
lantas menyerahkan ketentuan waktunya pada Musa. Waktu yang dipilih Musa jatuh
pada hari perayaan mereka, tepatnya pada waktu dhuha.
Pada hari pertarungan sihir tersebut, Musa berhasil mengalahkan para ahli
sihir Mesir sehingga menyebabkan mereka beriman kepada Musa. Karena keimanan
para ahli sihir merupakan pukulan telak, maka Firaun menuduh para ahli sihir telah
melakukan makar dan bersekongkol dengan Musa untuk mengusir bangsa Qibthi
dari Mesir, serta mengancam akan membunuh mereka. Para ahli sihir tetap teguh
dengan keimanannya sehingga mereka pun terbunuh sebagai syuhada.
Setelah itu Firaun dan kaumnya semakin menindas Bani Israil. Allah kemudian
menurunkan hukuman kepada berupa kemarau panjang, kekurangan buah-buahan,
topan, belakang, kutu, katak, dan darah. Peristiwa ini—paling tidak—menyentuh
hati sebagian kaum Firaun. Lalu Firaun memengaruhi kaumnya dengan suatu yang
dekat dan terlihat oleh mereka berupa: kekuasaan dan kekayaan yang dimilikinya,
dan sungai-sungai yang mengalir di bawah kakinya. Firaun juga mempermainkan
logika kaumnya dengan narasi bahwa seandainya Musa benar seorang rasul niscaya
dia akan diangkat sebagai raja, atau paling tidak malaikat akan bersamanya untuk
menggiringnya. Akhirnya kaum Firaun tunduk padanya. Semua bukti-bukti itu tidak
membuat mereka sadar.
Tatkala kezaliman Firaun mencapai puncaknya, Musa berdoa agar Firaun
beserta kaumnya dibinasakan. Allah pun mengabukan permohonan tersebut. Firaun
beserta pasukannya ditenggelamkan saat mengejar Musa bersama kaumnya di
Laut Merah. Allah kemudian menyelamatkan jasad Firaun agar menjadi pelajaran
generasi yang hidup setelahnya.
SYAMINA
6
Edisi 3 / Maret 2017
Kata ‘Musa’ dan ‘Firaun’ merupakan di antara kata yang sering muncul
dalam kitab suci umat Islam, Al-Quran.1 Banyaknya disebut kata Musa
dalam Al-Quran menunjukkan pentingnya menghayati dan mentadabburi
sepak terjang Musa; termasuk berbagai cobaan, gangguan, rintangan dan fitnah
yang dihadapinya.2 Musa merupakan rasul yang diutus oleh Allah kepada Firaun,
penguasa paling bengis pada zamannya, bahkan mungkin paling bengis dibanding
penguasa setelahnya. Musa diperintahkan untuk berdakwahi Firaun dengan cara
penyampaian yang lembut (layyin), namun tetap dengan konten yang lugas nan
tegas. Berawal dari sinilah dimulainya perang narasi antara Musa yang berada di
pihak kebenaran dengan Firaun yang berada di pihak kebatilan.
I. IDENTIFIKASI MUSA DALAM AL-QURANNama lengkap Musa adalah Musa bin Imran bin Qahits bin Azir bin Lawa bin
Ya’qub bin Ishak bin Ibrahim. Ia dilahirkan di Mesir pada tahun di saat Firaun
memerintahkan agar semua anak-anak laki-laki Bani Israil di bunuh. Tidak lama
setelah dilahirkan, atas ilham yang Allah berikan pada ibunya, ia dihanyutkan oleh
ibunya di Sungai Nil. Musa kemudian ditemukan oleh pelayan Firaun yang kemudian
membawanya kepada istri Firaun, Asiyah binti Muzahim, dan dia pun menyukai anak
laki-laki yang ditemukan itu. Ketika Firaun mengetahuinya, dia pun memerintahkan
untuk membunuh dan menyembelihnya. Akan tetapi istrinya menghalanginya
dengan mengatakan bahwa anak laki-laki itu adalah, ‘penyejuk mata bagiku dan
bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan dia bermanfaat kepada
kita dan kita ambil dia menjadi anak’ [Al-Qashash: 9].
Musa pun tumbuh dan berkembang dalam istana dan pengasuhan Firaun hingga
tumbuh menjadi dewasa. Sampai akhirnya Musa melarikan diri ke Madyan lantaran
khawatir kepada Firaun tatkala tanpa sengaja dia membunuh seorang pemuda Qibti
yang ditemukannya sedang berkelahi dengan seorang pemuda Bani Israil.
1 Menurut Shalah Al-Khalidi, kata ‘Musa’ disebut al-Quran sebanyak 136 di dalam 34 surat, sementara ‘Firaun’ disebutkan sebanyak 74 kali di dalam 27 surat. Lihat Al-Qashash al-Qur`ani: ‘Ardhu Waqa`i’ wa Tahlilu Ahdats, vol. II, hal. 270-273.
2 Utsman Khumais, Fa Bi Hudahumuqtadih, hal. 326.
PERANG NARASIMUSA vs FIRAUN
PROFIL MUSA
Nama lengkap:
Musa adalah Musa
bin Imran bin
Qahits bin Azir bin
Lawa bin Ya’qub bin
Ishak bin Ibrahim.
Lahir:
Di Mesir pada
tahun di saat Firaun
m e m e r i n t a h k a n
agar semua anak-
anak laki-laki Bani
Israil di bunuh.
7
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
Di Madyan, Musa bertemu dengan dua orang perempuan yang sedang mengantri
untuk memberi minum ternak mereka lantaran keduanya tidak memiliki saudara laki-
laki sementara ayahnya sudah tua renta. Musa pun membantu keduanya memberi
minum ternak-ternaknya. Ayah dari kedua perempuan yang adalah seorang lelaki
saleh, akhirnya menikahkannya dengan salah seorang anak perempuannya dengan
syarat Musa harus bekerja untuknya selama delapan tahun. Musa pun menyanggupi
syarat tersebut dan menikah dengan anak perempuan lelaki saleh tersebut.
Setelah menghabiskan masa sepuluh tahun di Madyan, Musa pun kembali ke
Mesir. Di tengah perjalanan menuju Mesir itulah, tepatnya di suatu lembah yang
bernama Thuwa, Musa diangkat Allah sebagai salah seorang rasulnya, dengan misi
mendakwahi Firaun dan membebaskan Bani Israil dari belenggu penindasan dan
perbudakan.3
II. IDENTIFIKASI FIRAUN DALAM AL-QURANFiraun adalah suatu gelar yang dicantumkan Al-Quran untuk setiap penguasa
Mesir pada era Farainah (Dinasti Firaun). Ia bukanlah suatu nama penguasa tertentu
yang menguasai suatu negeri. Pada era tersebut, yang menentukan nama penguasa
suatu negeri adalah nama dinasti penguasa pada masa itu. Menurut sejarawan,
penguasa Mesir yang diberi gelar Firaun adalah Ahmose, Ramses, Merenptah, dan
Akhnaton.4
‘Firaun’ berasal dari kata non-Arab (a’jami); bukan derivasi dari kata bahasa
Arab.5 Bangsa Arab kemudian mengubah kata tersebut dan menjadikannya sebagai
kata kerja (fi’il), lalu membuat derivasi dari kata kerja tersebut. Secara bahasa, Firaun
digunakan sebagai padanan kata ‘atuww’6 yang berarti angkuh atau sombong.7
Firaun adalah seorang penguasa zalim, diktator dan tiran. Bahkan keangkuhan,
kesombongan dan kekufurannya sampai pada tahap dia mengaku sebagai Tuhan.8
Al-Quran menyebutkan sejumlah karakter Firaun. Karakter-karakter tersebut
yaitu, (1) berbuat sewenang-wenang di bumi, (2) melampaui batas9, (3) berlaku
tiran10,(4) memecah-belah rakyatnya, (5) menindas golongan yang tidak mau
menjadi golongannya, (6) menyembelih anak-anak laki-laki dan membiarkan anak-
anak perempuan, (7) berbuat kerusakan11, (8) mengklaim berada di pihak yang
benar12, (9) memperdaya dan menyesatkan rakyatnya agar mempercayai ideologi
yang dipegangnnya13, (10) mendustakan ayat-ayat Allah14, (11) mengklaim memiliki
semua yang ada di negerinya dan berbangga-bangga dengan kekuasaan yang ia
pegang15, dan (12) mengaku sebagai tuhan yang paling tinggi16.
3 Untuk lebih detiilnya, lihat Ibnu Katsir, Qashashul Anbiya’, hal. 377-399.4 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. II, hal. 262.5 Lihat Raghib Ashfahani, Al-Mufradat fi Gharibil Qur`an, hal. 632.6 As-Samin Al-Halabi, ‘Umdatul Huffazh fi Tafsiri Asyrafil Alfazh, vol. III, hal. 219.7 Lihat Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, hal. 894.8 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. II, hal. 263.9 Baca QS. Yunus: 83.10 Baca QS. Thaha: 24 dan 49.11 Baca QS. Al-Qashash: 4.12 Baca QS. Al-Mukmin: 29.13 Baca QS. Thaha: 79.14 Baca QS. Ali Imran: 11, dan Al-Anfal: 54.15 Baca QS. Az-Zukhruf: 51.16 Baca QS An-Naziat: 24.
TENTANG FIRAUN
Gelar yang
dicantumkan Al-
Quran untuk setiap
penguasa Mesir
pada era Farainah
(Dinasti Firaun).
Penguasa Mesir
yang diberi gelar
Firaun adalah
Ahmose, Ramses,
Merenptah, dan
Akhnaton
SYAMINA
8
Edisi 3 / Maret 2017
Tiga Pilar Tonggak Penguasa Firaun Al-Quran menyebut dua nama di antara nama para pembesar Firaun yang
berkuasa terhadap rakyat dengan mengatasnamakan Firaun. Dua nama tersebut
yaitu Haman dan Qarun.
Pada masa Dinasti Farainah, tonggak penguasanya terdiri tiga pilar, yaitu: (1)
kekuasaan politik dan menajeman, yang direpresentasik oleh menteri Haman, (2)
kekuasaan kuangan dan ekonomi, yang direpresentasikan Qarun, dan (3) kekuasaan
media yang mampu mempengaruhi, yang direpresntasikan oleh para ahli sihir. Tiga
pilar penguasa inilah yang merupakan pilar utama rezim pada zaman dahulu dan
juga era hari ini.17
Qarun memang berasal dari Bani Israil namun menjalin sekutu dengan Firaun.
Dia merupakan di antara penduduk Mesir yang paling kaya. Sementara Haman dapat
disebut sebagai orang kedua di Mesir setelah Firaun. Karena selain Firaun, Haman
termasuk orang yang berhak memiliki pasukan18. Haman lah orang yang diminta
oleh Firaun untuk menjalankan perintahnya berupa membangun bangunan tinggi
agar dia bisa melihat Tuhannya Musa, sebagaimana yang dia klaim19.
III. PERANG NARASI FIRAUN vs MUSA Perang dan adu narasi antara Musa dengan Firaun dimulai tatkala Musa—yang
saat itu bersama Harun—untuk pertama kalinya berhadapan dengan Firaun sebagai
utusan Allah. Setelah sampai di hadapan Firaun, Musa pun berkata, “Kami berdua
adalah utusan Tuhanmu yang diutus kepadamu.”
Mendengar ucapan Musa, Firaun balik bertanya kepadanya, “Mengapa Dia
mengutusmu?”
Musa menjawab, “Dia mengutus kami untuk membebaskan Bani Israil dari
tindakanmu, kecongkakanmu, kebengisanmu, dan dari siksaanmu.”
Mendengar jawaban Musa, Firaun terpana ketika melihat Musa menentangnya
dengan dakwah yang dahsyat tersebut, yaitu dakwah “... Sesungguhnya kami adalah
rasul Tuhan semesta alam” [Asy-Syuara: 16]. Ditambah lagi dengan permintaan
dahsyat kepadanya, “Lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami” [Asy-Syuara: 17].20
Karena sesungguhnya akhir pertemuan Firaun dan Musa adalah ketika Musa
masih menjadi anak asuhnya di istana setelah penemuan keranjang kotak bayinya di
sungai Nil. Musa lari setelah membunuh seorang pemuda Qibti yang ditemukannya
sedang berkelahi dengan seorang pemuda Bani Israil. Kemudian Musa datang
dengan membawa dakwah yang dahsyat tersebut setelah sepuluh tahun.
Oleh karena itu, Firaun mulai mengejek, memperolok-olok, dan menyangsikannya
sebagai suatu yang aneh, “Firaun menjawab, ‘Bukankah kami telah mengasuhmu di
antara (keluarga) kami waktu kamu masih anak-anak dan kamu tinggal bersama
kami beberapa tahun dari umurmu? Dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang
17 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. II, hal. 400.18 Penjelasan bahwa Haman juga memiliki pasukan tersendiri dijelaskan QS. Al-Qashash: 8.19 Penjelasan terkait hal ini diterangkan oleh QS Al-Qashash: 38.20 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Quran, vol. V, hal. 2591.
9
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak tahu
berterima kasih” [Asy-Syuara: 18].
Bukankah engkau telah kami asuh di lingkungan kami, di istana kami dan di
pembaringan kami. Kami telah memberikan kesenangan selama beberapa tahun,
kemudian setelah itu engkau balas kebaikan itu dengan perbuatanmu membunuh
seorang laki-laki di antara kami dan engkau berusaha mengingkari pemberian kami
kepadamu.21
Apakah ini balasannya atas pendidikan dan kemuliaan yang telah kamu dapatkan
dari kami ketika kamu masih anak-anak? Lalu sekarang kamu datang dengan
membawa agama yang berbeda dengan agama kami? Apakah balasanmu terhadap
budi baik kami adalah dengan membuat kami meninggalkan agama kami? Dan
mengajak kami menyembah Tuhan yang mengutusmu, yang kamu katakan sebagai
Tuhan Yang Mahaesa. Kemudian kamu memberontak kepada raja di mana kamu
tumbuh di istananya dan kamu menyembah tuhan lain selain dirinya? Lalu mengapa
kamu tidak menyinggung perkara ini selama bertahun-tahun hidup bersama kami,
kemudian baru sekarang baru kamu mengakuinya? Kamu sama sekali tidak pernah
menyinggung pengantar perkara yang dahsyat ini sebelumnya.22
Firaun kini mengubah narasi. Jika kita ingin mempelajari bagaimana merespon
sebuah propaganda, maka lihatlah bagaimana Nabi Musa AS berbicara kepada
Firaun. Pelajarilah dengan penuh seksama. Kita akan mendapatkan sesuatu yang
luar biasa. Firaun akan berkelit dan senantiasa mengubah narasinya.
Kemudian Firaun berusaha mencari-cari dan mengungkit kesalahan Musa
dengan mengingatkan Musa tentang peristiwa pembunuhan pemuda Qibti dengan
membesar-besarkannya, “Dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu
lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak tahu berterima
kasih” [Asy-Syuara: 19].
Firaun mengubah subjek diskusi. Dia terus menyematkan tuduhan kepada Musa
. Ia terus menyerang dengan berbagai narasi. Ia mencoba segala yang ia mampu, tapi
Musa tetap teguh pada pesannya. Ia tidak beralih, ia tidak berpindah dari posisinya.
Demikianlah Firaun menghimpun semua yang dianggapnya sebagai perlawanan
dan jawaban yang mematikan sehingga Musa tidak mampu membantahnya dan
melawannya. Khususnya, tentang kisah pembunuhan dan kisah-kisah setelahnya
yang dijadikan sebagai kalimat ancaman terhadap Musa.
Setelah mendengar dengan penuh khusuk apa yang dikatakan Firaun, Musa pun
menanggapinya dengan berkata, “(Memang) aku telah melakukannya, dan ketika itu
aku termasuk orang yang khilaf. Lalu aku lari darimu karena aku takut kepadamu,”
[Asy-Syuara: 20-21].
Benar aku telah melakukan perbuatan itu pada saat aku masih jahil. Aku masih
terpengaruh dengan dorongan fanatisme terhadap kaumku. Aku takut terhadap
keselamatanku. Kemudian Allah menganugerahkan kepadaku kebaikan, “...
21 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VI, hal. 137.22 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Quran, vol. V, hal. 2591.
SYAMINA
10
Edisi 3 / Maret 2017
kemudian Tuhanku menganugerahkan ilmu kepadaku serta Dia menjadikan aku
salah seorang di antara rasul-rasul-Nya” [Asy-Syuara: 21].
Jadi aku bukan membawa perkara baru. Aku hanya salah satu dari orang-orang
yang telah diutus sebelumnya. Kemudian Musa menjawab hardikan dan ejekan
Firaun dengan hardikan dan ejekan pula, namun dengan benar adanya “Dan
itulah kebaikan yang telah engkau berikan kepadaku, (sementara) itu engkau telah
memperbudak Bani Israil” [Asy-Syuara: 22].
Apakah balasan yang kamu ambil dari pengasuhanmu terhadapku adalah
dengan menghinakan kaumku? Kamu telah berbuat buruk terhadap kaumku.
Kamu jadikan mereka sebagai budakmu dan para pembantumu yang harus selalu
siap melaksanakan semua keinginanmu. Sesungguhnya kamu tidak memiliki budi
terhadapku. Karena kamu telah memperlakukan dengan buruk Bani Israil sebagai
balasan perbuatan baikmu terhadap satu orang dari mereka.
Kamu tidaklah mengasuhku dalam istanamu semasa anak-anak melainkan
dengan perbudakan yang kamu lakukan terhadap Bani Israil, pembunuhan terhadap
anak laki-laki mereka yang membuat ibuku terpaksa mengapungkanku di dalam
kotak dan mengalirkannya di sungai. Kemudian kalian menemukanku. Maka, aku
pun dididik di istanamu, bukan di rumah orang tuaku. Apakah ini anugerahmu yang
agung?23
Pada saat itu, Firaun segera mengalihkan masalah, dengan menanyakan
tentang hakikat dakwah Musa, namun dengan cara yang tidak beradab, ejekan, dan
penghinaan terhadap hak Allah Yang Mahamulia, “Siapa Tuhan semesta alam itu?”
[Asy-Syuara: 23].
Sebuah pertanyaan yang mengingkari pernyataan Musa hingga ke akar-akarnya.
Firaun mengejek pernyataan itu dan orang-orang yang menyatakannya. Dia
menganggap permasalahan itu sangat aneh seolah-olah dia memandangnya tidak
mungkin digambarkan dan tidak pantas dijadikan tema pembicaraan.
Namun Musa menjawabnya dengan sifat yang mencakup rububiyah-Nya dan
kekuasaan-Nya atas seluruh semesta alam yang terlihat dan seluruh manusia yang
ada di dalamnya, “Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu mempercayainya” [Asy-Syuara: 24].
Yaitu penguasa langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya.24 Tuhan
tujuh petala langit dengan segala isinya berupa planet-planet. Tuhan bumi dengan
segala isinya yang terdiri dari samudra, gunung, pepohonan, udara, dan burung-
burung.
Suatu jawaban yang cukup membantah kepura-puraan dan kebodohan itu dan
mengunci mulut Firaun. Sesungguhnya Tuhan yang sebenarnya adalah pengatur
seluruh alam semesta yang luas ini, yang mana kamu tidak mungkin mempau
menguasainya dengan kekuasaanmu. wahai Firaun. Firaun memang mengakui
bahwa dia adalah tuhan bangsa Mesir dan menguasai sebagian dari dataran dan
23 Ibid.24 Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, vol. XIX, hal. 344.
11
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
sungai Nil. Itu hanya kerajaan yang kecil sekali, layaknya biji sawi di antara kerajaan
langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya.
Demikianlah jawaban Musa yang meremehkan pengakuan kekuasaan Firaun
dan kebatilannya. Musa mengarahkan pandangan Firaun agar melihat alam semesta
yang luas ini dan berpikir tentang siapa Tuhannya. Karena Tuhan yang sebenarnya
adalah Tuhan semesta Alam.25
Setelah mendengar jawaban Musa, Firaun kemudian mengarahkan
pandangannya yang penuh dengan ejekan kepada orang-orang yang ada di
sekelilingnya; mengagetkan mereka dengan pernyataan itu. Atau, mungkin dia dapat
mengalihkan mereka dari pengaruhnya, seperti yang dilakukan oleh para diktator
yang sangat khawatir terhadap masuknya kalimat-kalimat kebenaran yang sederhana
dan jelas ke dalam hati. “Apakah kalian tidak mendengar (apa yang dikatakannya)?”
[Asy-Syuara: 25].
Apakah kalian tidak merasa heran dengan apa yang diklaimnya bahwa ada
Tuhan untuk kalian selainku?26 Tidakkah kalian mendengar perkataan yang aneh
dan ajaib ini, yang tidak pernah kita dengar sebelumnya dan tidak pernah dikatakan
oleh orang yang kita kenal?27
Maka Musa pun segera menyerang mereka dengan jawaban lain tentang sifat
lain dari sifat-sifat Tuhan semesta alam “(Dia) Tuhanmu dan juga Tuhan nenek
moyangmu terdahulu” [Asy-Syuara: 26]
Pernyataan ini lebih keras menghantam Firaun, dakwaannya dan norma-
normanya. Musa menyerangnya dengan fakta bahwa sesungguhnya Tuhan alam
semesta itu adalah Tuhan Firaun juga. Jadi, Firaun hanyalah salah satu hamba-Nya.
Firaun bukanlah tuhan sebagaimana yang diakuinya di hadapan kaumnya. Tuhan
itu juga adalah Tuhan seluruh kaumnya, dan sekali-kali bukan Firaun tuhan mereka
sebagaimana yang diakuinya atas mereka. Tuhan itu juga merupakan Tuhan nenek
moyang mereka. Maka, segala dakwaan Firaun bahwa dia pewaris Tuhan merupakan
dakwaan yang batil. Karena sebelumnya Tuhan yang sebenarnya hanyalah Allah,
Tuhan semesta alam.
Sesungguhnya itu merupakan pukulan telak bagi Firaun. Maka, dia pun tidak
bisa tinggal diam sementara orang-orang mendengarkan dengan seksama. Firaun
segera berusaha mencegah Musa untuk meneruskan kata-katanya. Dia berusaha
untuk membuat kaumnya tidak mempercayai ucapan kebenaran yang keluar dari
mulut Musa. Oleh karena itu, Firaun segera menuduh orang yang menyatakan hal
itu sebagai orang gila28, “Sungguh, rasulmu yang diutus kepada kamu benar-benar
orang gila” [Asy-Syuara: 27]
25 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Quran, vol. V, hal. 2592.26 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VI, hal. 138.27 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Quran, vol. V, hal. 2592.28 Gila yang dimaksud Firaun atau juga oleh orang-orang yang menuduh para nabi dan rasul
dengan tuduhan tersebut, yaitu psikosis (psychosis). Psikosis adalah problem kesehatan mental yang menyebabkan seseorang merasa atau menginterpretasi sesuatu yang berbeda dengan orang sekelilingnya. Ini mungkin melibatkan halusinasi atau delusi. Halusinansi adalah di mana seseorang mendengar, melihat, dan--dalam beberapa kasus--merasa, mencium, atau merasakan sesuatu yang tidak dialami orang lain. Halusinasi pada umumnya berupa mendengar suara-suara. Sementara delusi di mana seseorang memiliki keyakinan yang kuat
SYAMINA
12
Edisi 3 / Maret 2017
Dengan pernyataan, “Sungguh, rasulmu yang diutus kepada kamu ...” Firaun
hendak menghina persoalan risalah di jantungnya. Sehingga, dia dapat menjauhkan
hati orang-orang darinya dengan penghinaan itu. Dia tidak bermaksud mengikrarkan
dan mengakui kemungkinan kerasulan Musa dengan perkataannya ‘rasulmu’ itu.
Dia menuduh Musa gila untuk menghilangkan pengaruh pernyataannya yang telah
menyerang kedudukan dan wibawa Firaun; baik dari segi politik maupun agama.
Pernyataan musa itu bisa mengarahkan orang-orang untuk beriman kepada Allah,
Tuhan mereka dan Tuhan orang-orang sebelum mereka.
Namun, hinaan dan tuduhan seperti itu tidak menghilangkan sedikit pun wibawa
Musa. Musa tidak memedulikan tuduhan Firaun. Maka, dengan penuh kesabaran
dan ketegaran, dia pun meneruskan perjalanannya dalam menyampaikan kalimat
yang benar, yang menggetarkan para tiran dan diktator.
“Musa berkata, ‘(Dialah) Tuhan (yang menguasai) timur dan barat dan apa
yang ada di antara keduanya; jika kamu mengerti” [Asy-Syuara: 28].
Timur dan barat merupakan dua kutub yang terpampang di depan mata setiap
hari. Namun, kadangkala hati tidak peduli kepadanya karena terlalu sering melihatnya
atau terlalu mengenalnya. Lafal ayat itu menunjukkan terbit dan tenggelamnya
matahari, sebagaimana ia pun menunjukkan tentang dua tempat terbit dan dua
tempat tenggelam. Dua peristiwa yang besar ini, tidak seorang pun; baik Firaun
maupun para diktator dan tiran lainnya berani mengakui sebagai pengatur keduanya.
Lantas siapa yang mengaturnya dan membentuknya dengan keteraturan yang tidak
pernah mundur dari waktunya yang telah ditentukan? Musa membangkitkan daya
tangkap dan mendorong mereka untuk berfikir dan merenung.
Para tiran tidak takut kepada sesuatu seperti takutnya kepada kesadaran warga
dan bangsanya serta kebangkitan hati. Mereka tidak membenci seseorang seperti
bencinya mereka kepada para dai yang menyerukan kesadaran dan kebangkitan.
Mereka tidak akan naik pitam kepada seseorang seperti naik pitamnya mereka
kepada orang-orang yang membangkitakan dan menyentuh nurani. Oleh karena
itu, terlihat bahwa bagaimana Firaun gelisah dan marah kepada Musa, ketika dia
dengan pernyataannya dapat menyentuh relung-relung hati. Maka, Firaun pun
mengakhiri diskusi itu dengan ancaman keras dan hukuman terang-terang,
sebagaimana biasanya para tiran menggunakannya dan bersandar kepadanya
ketika alasan-alasan dan argumentasi-argumentasi mereka kalah.
Dengan penuh amarah, Firaun berteriak mengucapkan kalimat ancaman untuk
Musa, “Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selainku, benar-benar aku akan
menjadikanmu salah seorang yang dipenjarakan” [Asy-Syu’ara: 29]. Jika kamu
mengakui bahwa ada sesembahan selainku, maka aku akan memenjarakanmu
bersama penghuni penjara lainnya.29
Penjara tidak jauh dari keputusan Firaun, dan itu bukanlah keputusan yang
baru. Itulah bukti kelemahan Firaun, dan tanda kelemahan serta kebatilan ketika
yang tidak dimiliki orang lain. Delusi pada umumnya adalah seseorang percaya ada konspirasi untuk akan mencelakai mereka. http://www.nhs.uk/conditions/psychosis/Pages/Introduction.aspx [02/03/2017]
29 Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, vol. XIX, hal. 345.
“Para tiran
tidak takut kepada
sesuatu seperti
takutnya kepada
kesadaran warga
dan bangsanya
serta kebangkitan
hati.
Mereka tidak
membenci
seseorang seperti
bencinya mereka
kepada para dai
yang menyerukan
kesadaran dan
kebangkitan.
Mereka tidak akan
naik pitam kepada
seseorang seperti
naik pitamnya
mereka kepada
orang-orang yang
membangkitakan
dan menyentuh
nurani.”
13
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
berhadapan dengan kebenaran. Itulah ciri khas para tiran dan cara mereka dari dulu
hingga sekarang.30
Namun ancaman itu tidak menciutkan nyali Musa sama sekali. Musa segera
membuka kembali lembaran dialog yang berusaha ditutup oleh Firaun sehingga ia
bisa selamat dan tenang darinya. Musa membukanya kembali dengan pernyataan
dan bukti baru.
“Dia (Musa) berkata, “Apakah (kamu akan melakukan itu) kendati pun aku
tunjukkan kepadamu sesuatu (bukti) yang nyata?’ [Asy-Syu’ara: 30]. Apakah engkau
tetap memenjarakanku meski aku tunjukkan padamu bukti yang pasti dan nyata.31
Dalam pernyataan ini mengandung pemojokan Firaun di hadapan para
pembesar yang menyimak pernyataan-pernyataan Musa sebelumnya. Seandainya
Firaun menolak untuk menyimak bukti nyata itu, maka hal itu pasti menunjukkan
ketakutan dan kekhawatirannya terhadap argumentasi dan logika Musa. Padahal,
sebelumnya dia telah menyatakan bahwa Musa adalah seorang yang gila.32 Oleh
karena itu, mau tidak mau, Firaun harus menghadapi argumentasi Musa yang baru.
“Dia (Firaun) berkata, ‘Datangkanlah sesuatu (bukti) yang nyata itu, jika
kamu adalah termasuk orang-orang yang benar” [Asy-Syu’ara: 31]. Datangkanlah
bukti yang nyata apa yang kamu katakan. Aku tidak akan memenjarakanmu meski
kamu mempunyai Tuhan selainku, jika kamu betul-betul bisa mendatangkan bukti
tersebut.33
Jadi, Firaun masih berusaha menciptakan keraguan terhadap Musa, karena dia
sangat khawatir argumentasi Musa itu bisa memengaruhi jiwa-jiwa kaumnya.
Pada kondisi demikian, Musa menampakkan dua mukjizat yang berbentuk materi.
Ia sengaja mengulurnya dulu, hingga perlawanan Firaun mencapai puncaknya.
“Maka dia (Musa) melemparkan tongkatnya, lalu tiba-tiba tongkat itu
(menjadi) ular yang nyata. Kemudian dia mengeluarkan tangannya (dari
dalam bajunya), tiba-tiba tangan itu menjadi putih (bersinar) bagi orang-
orang yang melihatnya” [Asy-Syu’ara: 32-33].
Tongkat itu benar-benar berubah menjadi ular yang hidup, dan tangan Musa
pun ketika dikeluarkan dari bajunya benar-benar mengeluarkan cahaya yang putih.
Hal itu bukanlah suatu khayalan seperti yang terjadi pada sihir yang tidak mengubah
tabiat sesuatu, namun hanya dikhayalkan dan diubah dalam pandangan saja tanpa
hakikat yang pasti.
Pada momen seperti ini, ketika Musa ditantang untuk menunjukkan mukjizat itu
di hadapan Firaun, maka perkara itu menjadi sangat mengguncang dan menakutkan.
Firaun telah merasakan kebesaran dan kedahsyatan kekuatan dari mukjizat itu.
Namun, dia tetap berusaha melawannya dan menahannya. Padahal dia sadar akan
kelemahan posisinya. Dia berusaha mencari muka di hadapan kaumnya yang ada di
30 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Quran, vol. V, hal. 2593.31 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VI, hal. 139.32 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Quran, vol. V, hal. 2593.33 Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, vol. XIX, hal. 345.
SYAMINA
14
Edisi 3 / Maret 2017
sekitarnya untuk membangkitkan rasa takut mereka terhadap Musa dan kaumnya.
Dengan demikian, dia dapat menutup pengaruh mukjizat yang menggentarkan itu.34
Firaun tidak meneruskan dialognya, karena argumentasi Musa sangat jelas dan
kuat, lantaran berasal dari ayat-ayat Allah yang ada di alam, dan ayat-ayat khusus
yang diberikan kepadanya. Firaun lalu menuding Musa telah melakukan praktik sihir
dengan menjadikan tongkatnya berubah menjadi ular yang hidup, dan mengubah
tangan bisa mengeluarkan cahaya.
“Dia (Firaun) berkata kepada para pembesar di sekelilingnya, ‘Sesungguhnya
Musa ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai. [Asy-Syu’ara: 34]
Sihir adalah praduga Firaun yang paling dekat terhadap mukjizat Musa, karena
praktik sihir sangat marak di Mesir saat itu. Dua tanda kebesaran Allah ini di mata
Firaun sangat dekat karakteristiknya dengan sihir.
Kemudian Firaun melanjutkan propokasinya dengan mengingatkan para
pengikutnya, bahwa tujuan Musa adalah untuk mengusir mereka dari Mesir.
“Ia hendak mengusirmu dari sengerimu sendiri dengan sihirnya. Karena itu,
apakah yang kamu sarankan?” [Asy-Syu’ara: 35]. Dengan semua itu, Musa ingin
mengalihkan perhatian orang-orang agar tetap bersamanya hingga memiliki banyak
pendukung dan pengikut serta hendak berusaha menguasai negeri ini dengan
merampasnya dari kalian. Maka berikan saran kalian, apa yang harus aku lakukan.35
Firaun menekankan pada rakyatnya bahwa ‘hati-hati’ dengan Musa. Ia adalah
ancaman! Pertanyaannya, kenapa ia menjadi ancaman?
Karena menurut Firaun, Musa akan mengusir rakyat Mesir dari negerinya. Maka,
narasi Firaun adalah ‘jika kalian benar-benar cinta dengan tanah air kalian—yang
merupakan bagian dari kalian. Bagian dari identitas kalian adalah mencintai tanah
air kalian sebagai bentuk patriotisme kalian—maka, sebagai salah satu bentuk
patriotisme kalian adalah dengan membenci pesan yang dibawa oleh Musa. Jika
kalian tertarik atau bahkan mempertimbangkan pesan Musa, maka kalian adalah
pengkhianat negara’. Maka narasi ini dibuat dengan memberi pilihan bahwa kita
cinta Negara, cinta rakyat, cinta keluarga, cinta dengan sejarah yang gemilang, atau
kita cinta Islam. Keduanya tidak bisa disatukan.
Selain itu, tampaknya perbudakan yang dilakukan terhadap Bani Israil
mengandung motif politis dalam pandangan Firaun. Berangkat dari kekhawatiran
pertumbuhan jumlah Bani Israil dan kemenangan atas rezim yang berkuasa. Untuk
meraih kekuasaan, para tiran tidak segan-segan melakukan kejahatan yang paling
ganas, tidak manusiawi, jauh dari nilai akhlak dan nurani. Karena itulah, Firaun
membabat habis Bani Israil dan menghinakan mereka dengan cara membunuh
semua bayi laki-laki yang lahir dan membiarkan hidup bayi perempuan serta
menerapkan kerja paksa kepada mereka yang sudah dewasa.36
Lalu Firaun berkata kepada para pembesarnya,“Karena itu, apakah yang kalian
sarankan?” [Asy-Syu’ara: 35]
34 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Quran, vol. V, hal. 2593-259435 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VI, hal. 139.36 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Quran, vol. IV, hal. 2340.
15
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
Kini Firaun mulai meminta pendapat kepada para pengikutnya, padahal mereka
selalu tunduk dan sujud kepadanya. Ini merupakan gambaran tentang kepanikan
para tiran ketika merasakan bahwa bumi menggoncang kedudukan mereka. Pada
kondisi seperti ini mereka melunakkan pernyataan mereka setelah bertindak diktator,
dan mengangkat penduduk dan warga mereka setelah menginjak-injak mereka.
Mereka berpura-pura meminta pendapat, padahal sebelumnya mereka memerintah
dengan tangan besi dan sesuai kehendak nafsunya. Tindakan itu mereka lakukan
hingga terlepas dari ancaman dan bahaya. Setelah itu mereka kembali semena-
mena, diktator dan zalim.37
Para pembesar pun mengutarakan pendapatnya. Rupanya tipu daya Firaun
berhasil memperdaya mereka. Mereka merupakan sekutu Firaun dalam kezaliman
dan kebatilannya. Mereka adalah para pendukung status quo yang telah mengantarkan
mereka dekat kepada kekuasaan dan memiliki wibawa. Mereka ketakutan bila Musa
dan Bani Israil mengalahkan mereka kemudian masyarakat banyak mengikutinya,
ketika mereka menyaksikan dua mukjizat Musa dan mendengar dakwahnya. Mereka
menyarankan kepada Firaun agar mengadu ‘sihir’ Musa dengan sihir semisal
dengannya. Maka, mereka pun mempersiapkan perhelatan itu.
“Mereka menjawab, ‘Tahanlah (untuk sementara) dia dan saudaranya, dan
utuslah ke seluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan (pesihir). Niscaya
mereka akan mendatangkan semua pesihir yang pandai kepadamu” [Asy-Syuara: 36-
37]. Tundalah dia dan saudaranya hingga engkau mampu mengumpulkan seluruh
ahli sihir dari seluruh negeri yang berada dalam kerajaanmu dari dari seluruh wilayah
negerimu. Engkau hadapkan para ahli sihir itu dengan Musa dan datangkanlah
sihir tandingan. Engkau akan mampu mengalahkannya dan mempu mendapat
kemenangan dan dukungan.38
Ketika Musa dan Harun meminta Firaun untuk membebaskan Bani Israil, maka
yang terbayang dalam benak Firaun dan para pengikutnya bahwa usaha pembebasan
itu merupakan langkah awal untuk menguasai pemerintahan dan tanah Mesir.
Apabila Musa meminta pembebasan Bani Israil dengan tujuan ini, dan strategi yang
diambil sejak awal untuk mencapai tujuan tersebut dengan melakukan praktik sihir,
maka jawabannya sangat gampang.
“Maka kami pun pasti akan mendatangkan sihir semacam itu kepadamu”
[Thaha: 58]
Yang dipahami oleh para tiran bahwa di balik kampanye yang dilancarkan
oleh penyeru akidah sebenarnya menyimpan tujuan duniawi. Yang mereka
serukan hanya sekedar cover untuk berkuasa. Kemudian mereka melihat bahwa
para penyeru akidah itu memiliki ‘ayat-ayat’; baik yang laur biasa seperti mukjizat
Musa, maupun yang mampu menggugah dan menelusuri relung-relung hati
manusia, meskipun itu bukan mukjizat.
Para tiran akan menghadapi ayat-ayat tersebut dengan perlawanan yang mirip
secara lahir. Jika dia menggunakan sihir, kami akan mendatangkan sihir yang serupa.
37 Ibid, vol. V, hal. 2594.38 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VI, hal. 139
“Yang dipahami
oleh para tiran
bahwa di balik
kampanye yang
dilancarkan oleh
penyeru akidah
sebenarnya
menyimpan tujuan
duniawi.
Yang mereka
serukan hanya
sekedar cover
untuk berkuasa.
Kemudian mereka
melihat bahwa
para penyeru
akidah itu memiliki
‘ayat-ayat’; baik
yang laur biasa
seperti mukjizat
Musa, maupun
yang mampu
menggugah
dan menelusuri
relung-relung hati
manusia, meskipun
itu bukan
mukjizat.”
SYAMINA
16
Edisi 3 / Maret 2017
Jika ayat itu adalah perkataan, kami akan mendatangkan perkataan yang sejenis.
Kesalehan akan kami lawan dengan pura-pura saleh. Perbuatan baik akan kami
lawan juga dengan tampilan baik. Mereka tidak menangkap bahwa akidah memiliki
aset iman dan pertolongan Allah. Dia bisa unggul dengan dua hal tersebut, tidak
dengan tampilan luar dan bentuk fisik.39
Makanya, Firaun meminta kepada Musa agar menentukan waktu pertandingan
dengan para ahli sihir, dan dia menyerahkan penentuan waktu kepada Musa dengan
tujuan menantang, “Maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan
kamu” [Thaha: 58].
Firaun menekankan kepada Musa bahwa dia tidak akan ingkar janji, sebagai
informasi tambahan dari tantangan tersebut, “Yang kami tidak akan menyalahinya
dan tidak (pula) kamu’ [Thaha: 58]”. , dan tempat pertemuan itu hendaknya di
lapangan terbuka, “... di suatu tempat yang pertengahan (letaknya)” [Thaha: 58]. Kata
terakhir ini mengandung tantangan yang serius.
Musa menerima tantangan Firaun tersebut, dan ia memilih waktu pada salah
satu hari raya, yang pada hari itu bangsa Mesir akan keluar dengan menggunakan
segala perhiasan mereka, dan mereka berkumpul di lapangan-lapangan dan tempat-
tempat terbuka, “Dia (Musa) berkata, ‘Waktu pertemuan (kami dengan) kamu itu
adalah hari raya, dan hendaklah dikumpulkan manusia pada wakttu matahari
sepenggalan naik (dhuha)” [Thaha: 59].
Musa meminta agar Firaun mengumpulkan manusia pada waktu dhuha, masih
pagi, dan di suatu tempat yang terbuka. Musa juga menambahkan agar waktunya
agak lebih siang dan orang-orang lebih banyak berkumpul di hari raya tersebut.
Tidak di pagi buta, di saat semua orang belum meninggalkan rumah mereka, dan
tidak di siang bolong karena mereka akan terganggu oleh panas. Juga tidak di waktu
sore karena hari yang mulai malam menghalangi mereka untuk berkumpul atau
menyaksikan pertandingan tersebut secara jelas. Firaun kemudian menyetujui
usulan Musa.
Firaun pun segera menyiapkan pertandingan ini dengan memerintahkan para
tentaranya untuk mengumpulkan semua tukang sihir yang pandai dari seluruh
penjuru negeri, untuk bertanding dengan Musa.
“Maka Firaun meninggalkan (tempat itu), lalu mengattur tipu dayanya,
kemudian dia datang kembali (pada hari yang ditentukan)” [Thaha: 60].
39 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Quran, vol. IV, hal. 2340.
SYAMINA
18
Edisi 3 / Maret 2017
IV. HARI PERTARUNGANSebelum memasuki kancah pertarungan, Musa kembali berusaha untuk
menyampaikan dakwah (narasi)nya kepada mereka. Juga mengingatkan mereka
tentang dampak yang akan terjadi akibat dusta dan kebohongan mereka atas nama
Allah. Musa berharap mereka akan kembali kepada hidayah dan meninggalkan
tantangan mereka dalam bentuk sihir, karena sihir itu adalah kebohongan.
“Musa berkata kepada mereka (para ahli sihir), ‘Celakalah kamu!
Janganlah kamu mengada-adakan kebohongan terhadap Allah, nanti Dia
membinasakan kamu dengan azab” [Thaha: 61].
Narasi Musa tersebut menyentuh sebagian hati yang menerimanya. Sebagian
ahli sihir tersebut tersentuh dengan kalimat ikhlas yang meluncur, tetapi mereka
ngotot untuk meneruskan pertandingan sambil berbantah-bantahan di antara
mereka dengan cara berbisik, takut didengar oleh Musa.
“Maka mereka berbantah-bantahan tentang urusan di antara mereka, dan
mereka merahasiakan percapakan (mereka)” [Thaha: 62]
Hari yang dijanjikan untuk bertanding itu pun tiba. Para tukang sihir pun mulai
berdatangan. Bahkan Ibnu Ishak meriwayatkan perkataan Wahhab bin Munabbih,
“Tidak ada satu pun tukang sihir yang ada di negeri itu yang tidak datang pada hari
itu.” Ada yang berpendapat bahwa Firaun berhasil mengumpulkan 15. 000 tukang
sihir.
Mereka saling memberikan spirit dan memompa semangat orang-orang yang
ragu-ragu. Mereka kembali mengulangi narasi bahwa Musa dan Harun adalah
orang yang ingin menguasai Mesir dan mengubah akidah penduduknya. Karenanya,
Musa dan Harun harus dihadapi dengan kompak, tanpa ragu-ragu, dan tidak boleh
berbantah-bantahan. Hari ini adalah hari pertarungan yang menentukan, dan yang
keluar sebagai pemenang maka merekalah yang akan menuai kesuksesan,
“Mereka (para penyihir) berkata, ‘Sesungguhnya dua orang ini adalah
penyihir yang hendak mengusirmu (Firaun) dari negerimu dengan sihir
mereka berdua, hendak melenyapkan adat kebiasaanmu yang paling utama”
[Thaha: 63].
Dari sini tampak bahwa keyakinan terhadap diri dan kemampuan yang mereka
miliki menjadi goyang; termasuk juga ideologi dan fikrah mereka. Untuk itu, mereka
membutuhkan agitasi dan motivasi. Musa dan Harun hanya berdua, dan para ahli
sihir jumlahnya banyak. Di belakang mereka adalah Firaun dan kekuasaannya, para
prajuritnya dan segala kekuasaannya, dan juga hartanya.
Para ahli sihi mengatakan bahwa mereka (Musa dan Harun) akan menyingkirkan,
menghapus, dan melenyapkan adat kebiasaan kalian yang paling utama
(thariqatikumul mutsla). Secara bahasa thariqatikum berarti jalan hidup kalian,
lifestyle kalian. Sedangkan mutsla berarti paling utama atau contoh dan nilai terbaik.
Jadi thariqatikumul mutsla artinya “jalan hidup kalian yang penuh keteladanan.
Para ahli sihir mencoba menekankan bahwa thariqah, “lifestyle” dan jalan hidup
kita sangat mengagumkan orang lain. Seluruh dunia ingin seperti kita. Nilai-nilai kita
19
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
penuh dengan keteladanan. Sedangkan Musa dan Harun ingin menyingkirkan jalan
hidup sempurna kalian yang semua orang di dunia ini mengaguminya.
Kemudian semua tukang sihir itu pun maju dan berkumpul di hadapan Firaun,
lalu mereka berkata kepada Musa, “Wahai Musa! Apakah engkau yang melemparkan
(dahulu) atau kami yang lebih dahulu melemparkan?” [Thaha: 65]. Kalimat tersebut
merupakan ajakan untuk bertarung yang secara lahir memperlihatkan kekompakan
dan menampilkan tantangan mereka.
Musa pun menerima tantangan tersebut, dan memberikan kesempatan kepada
mereka untuk memulai, “Dia (Musa) berkata, ‘Silakan kamu melemparkan (terlebih
dahulu)” [Thaha: 66]. Para ahli sihir pun kemudian melemparkan tali-temali dan
tongkat-tongkat mereka dan “maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka
terbayang olehnya (Musa) seakan-akan ia merayap cepat, karena sihir mereka”
[Thaha: 66]. Saat melakukan itu para ahli sihir berkata, “Demi kekuasaan Firaun,
pasti kamilah yang akan menang” [Asy-Syuara: 44].40
Sihir yang ditampilkan para ahli sihir tersebut sangat dahsyat sehingga
membuat Musa gentar, padahal bersamanya ada Tuhan yang selalu mendengar dan
mamantau. Musa sempat dihinggapi rasa takut. Musa merasakan kehebatan para
tukang sihir tersebut, sehingga ia ragu terhadap kemampuannya bila dibandingkan
dengan kemampuan para tukang sihir tersebut. Ia takut orang-orang akan terpesona
dan tertipu dengan sihir mereka. “Maka Musa merasa takut dalam hatinya” [Thaha:
67]. Akhirnya Allah pun mengingatkan Musa bahwa bersamanya ada kekuatan besar,
“Kami berfirman, ‘Jangan takut! Sungguh, engkaulah yang unggul” [Thaha: 68].
Kamu jangan takut, karena kamu lebih tinggi. Bersamamu ada kebenaran dan
bersama mereka adalah kebatilan. Engkau bersama akidah dan bersama mereka
hanya keterampilan. Bersamamu ada iman dengan kebenaran yang kamu emban,
dan bersama mereka hanya upah dari pertandingan dan harta dunia. Kamu memiliki
hubungan dengan kekuatan agung, dan mereka hanya melayani makhluk manusia
yang fana meski bagaimana pun tirani dan keotoriterannya.
Kemudian, Allah pun mewahyukan kepada Musa untuk melemparkan
tongkatnya, “Kami (Allah) berfirman, ‘Jangan Takut! Sungguh engkaulah yang
unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia
akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya
penyihir (belaka). Dan tidak akan menang penyihir itu, dari mana pun ia datang”
[Thaha: 68-69]. Saat melemparkan tongkatnya itu, Musa berkata, “Apa yang kamu
lakukan itu, itulah sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan kepalsuan sihir itu.
Sungguh Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang yang
berbuat kerusakan. Dan Allah akan mengukuhkan yang benar dengan ketetapannya,
walau pun orang-orang yang berbuat dosa membencinya” [Yunus: 81-82].
Sihir tidak bersumber dari hakikat yang kokoh dan abadi. Ia tidak ubahnya seperti
bentuk kebatilan lainnya ketika berhadapan dengan al-Haq yang bersumber dari
kebenaran. Mungkin kebatilan itu kelihatannya besar dan menakutkan bagi orang
yang lalai akan kekuatan al-Haq yang tersembunyi lagi dahsyat, yang tidak tampil
40 Ibnu Katsir, Qashashul Anbiya’, hal. 410.
SYAMINA
20
Edisi 3 / Maret 2017
dengan kesombongan, pamer, dan penuh pura-pura. Tetapi, pada akhirnya ia dapat
menghancurkan kebatilan.
Kemudian tongkat yang ia lemparkan segera berubah menjadi seekor ular besar
yang menghadang gunungan tongkat dan tambang para tukang sihir, yang menurut
penglihatan Firaun dan orang-orang yang ada di sekitar itu adalah gunungan ular.
Ular besar tersebut segera menyantap gunungan ular milik para tukang sihir. Setelah
ular tersebut melahap habis gunungan ular tersebut, ular besar tersebut ditangkap
Musa. Seketika itu juga, ular besar tersebut berubah menjadi tongkat seperti semula.
Dengan peristiwa itu, Allah menampakkan kebenarannya dan mengangkat
derajatnya. Sedangkan Firaun dan para pengikutnya justru menanggung kekalahan
dan dipermalukan. Para tukang sihir ketika menyaksikan kejadian itu segera bersujud
tunduk kepada Allah, Rabb semesta alam. Sebagaimana yang diceritakan dalam Al-
Quran, “Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir sambil bersujud (kepada Allah), mereka
berkata, ‘Kami beriman kepada Rabb semesta alam, (yaitu) Tuhan Musa dan Harun”
(Asy-Syuara: 46-48).
Mereka berlaku seperti itu karena mereka sangat mengetahui bahwa apa yang
dipertunjukkan Musa bukanlah ilmu sihir, melainkan sebuah mukjizat dari Tuhan
yang tidak seorang pun dapat melakukannya.
Akan tetapi, Firaun ingin menjauhkan manusia dari kebenaran. Lalu ia menuduh
para tukang sihir tersebut telah bersekongkol dan melakukan makar dengan Musa
untuk mempermainkannya dengan tujuan untuk mengusir mereka keluar dari
negerinya. Kemudian dia berkata kepada mereka, “Mengapa kalian telah beriman
kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepada kalian? Sesungguhnya ini
benar-benar makar yang telah kalian rencanakan di kota ini, untuk mengusir
penduduknya. Kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan ini)” [Al-A’raf: 123].
Perbuatan kalian ini adalah bentuk pengkhiatan pada negara, kalian telah bersepakat
dengan Musa untuk melakukan makar melawan negara, melawan pemerintah, dan
melawan rakyat.41
Firaun kemudian menuding bahwa Musa lah yang mengajarkan sihir kepada
mereka, “Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepada
sekalian” (Thaha: 71). Kemudian Firaun mengancam mereka dengan tindakan
pembunuhan dan penyaliban, “Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan
dan kaki kamu sekalian secara bersilang, dan sungguh akan aku salib kalian pada
pangkal pohon kurma dan sungguh kalian pasti akan mengetahui siapa di antara
kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya” (Thaha: 71)
Akan tetapi, para ahli sihir tidak peduli dengan ancaman yang dilayangkan Firaun
kepada mereka. bahkan mereka menjawab, “Kami sekali-kali tidak mengutamakan
kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada
kami dan daripada Tuhan yang menciptakan kami” (Thaha: 72). Tidak hanya itu,
juga menantang Firaun untuk menjalankan ancamannya, “Putuskanlah apa yang
hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada
kehidupan di dunia ini saja. Kami benar-benar telah beriman kepada Tuhan kami,
41 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashashul Qura`ani, jld. 2, hal. 467.
21
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah engkau
paksakan kepada kami. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-
Nya)” (Thaha: 72-73).
Firaun pun segera melaksanakan ancamannya pada hari itu juga. Dia salib,
siksa dan bunuh para ahli sihir yang beriman kepada Allah tersebut pada hari itu
juga dengan semena-mena untuk menakut-nakuti orang yang ingin memeluk agama
Musa. Akan tetapi, Allah telah menerima tobat dan keimanan mereka. Mereka adalah
orang-orang yang di waktu pagi masih sebagai ahli sihir, namun pada sore harinya
menjadi para syuhada.42
V. SIKAP FIRAUN SETELAH HARI PERTARUNGAN SIHIRSetelah hari pertarungan sihir yang dimenangkan Musa dan berimannya para
ahli sihir, Firaun justru semakin kufur, congkak, dan jauh dari kebenaran.43 Firaun
semakin memperkeras siksanya kepada para pengikut Musa. Lebih dari itu, Firaun
juga merencanakan untuk memerangi pengikut Musa dan membunuh Musa.
Setelah kejadian itu, Firaun dan para pembesarnya pun mengadakan pertemuan
rahasia untuk mengatasi Musa dan kaumnya. Ketika itu, para pembesar Firaun
menghasutnya dan mengusulkan agar memerangi dan membunuh Musa. Mereka
berkata kepada Firaun, “Apakah engkau akan membiarkan Musa dan kaumnya
untuk berbuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkanmu serta tuhan-
tuhanmu?” [Al-A’raf: 127].44 Menurut pandangan mereka, seruan untuk beriman
kepada Allah Yang Mahaesa, beribadah hanya kepada-Nya, dan melarang untuk
menyembah kepada selainnya adalah perbuatan merusak dalam keyakinan
bangsa Qibti45. Karena berimplikasi batalnya syariat hukum Firaun dan seluruh
peraturannya. Pasalnya, paraturan ini ditegakkan di atas asas kedaulatan ketuhanan
Firaun atas kaumnya. Dengan demikian, menurut mereka, seruan atau dakwah itu
berarti membuat kerusakan di muka bumi karena dapat membalik aturan hukum
dan mengubah perundang-undangan mereka.46
Menanggapi usulan para pembesarnya, Firaun pun berkata, “Akan kita bunuh
anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup anak-anak perempuan mereka dan
sesungguhnya kita berkuasa penuh atas mereka” [Al-A’raf: 127]
VI. SIKSAAN FIRAUN TERHADAP BANI ISRAILFiraun pun melakukan apa yang ia katakan di hadapan para pembesarnya. Ia
bunuh setiap anak-anak laki-laki Bani Israil agar mereka tidak memiliki keturunan
dan berkembang menjadi banyak, dan membiarkan anak-anak perempuan mereka
sebagaimana yang ia lakukan sebelumnya. Bani Israil mengadukan kepada Musa
bahwa siksa yang menimpa mereka tersebut sudah pernah menimpa mereka sebelum
kedatangan Musa, dan masih menimpa mereka setelah kedatangannya, yang
tampaknya tak ada kesudahannya, dan tidak ada akhirnya. Musa pun menenangkan
42 Lihat Ibnu Katsir, Qashashul Anbiya’, hal. 416.43 Lihat Ibnu Katsir, Qashashul Anbiya’, hal. 417.44 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur`an, Vol. III, hal. 1353.45 Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, vol. 1, hal. 289.46 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur`an, Vol. III, hal. 1354.
SYAMINA
22
Edisi 3 / Maret 2017
kaumnya, dengan berkata, “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah.
Sesungguhnya bumi ini milik Allah; diwariskan-Nya kepada siapa saja yang Dia
kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi
orang-orang yang bertakwa” [Al-A’raf: 128]
Sebagian kalangan Bani Israil sejak dari awal percaya penuh terhadap apa yang
Musa sampaikan dan janjikan, sementara sebagian lainnya masih ragu terhadap
Musa; menganggap Musa tidak mengubah kondisi mereka dan sinis terhadap Musa.
Mereka tetap berkeluh kesah kepada Musa, “Kami telah ditindas (oleh Firaun)
sebelum engkau datang kepada kami dan setelah engkau datang” [Al-A’raf: 129].
Mereka menganggap bahwa kedatangan Musa tidak mengubah apa pun pada diri
mereka. Penindasan tersebut begitu panjang hingga belum tampak juga tanda-tanda
kesudahannya.47
Kalangan yang sejak awal percaya penuh kepada Musa adalah generasi muda
Bani Israil. Sementara kalangan Bani Israil yang ragu terhadap Musa adalah
generasi tua mereka. Mereka takut disiksa dan dibunuh oleh Firaun karena mereka
mengetahui betul bahwa Firaun adalah seorang yang meninggikan diri lagi sombong
di muka bumi; zalim, diktator, dan bengis terhadap manusia; serta merusak dan
suka menumpahkan darah. Generasi tua Bani Israil berpikir seribu kali terlebih
dahulu sebelum beriman, karena mereka lebih memprioritaskan keamanan mereka
dibanding keimanan. Sementara generasi mudanya yang jujur, Allah telah tanamkan
dalam jiwa mereka tekad dan keinginan yang kuat, serta dorongan dan semangat
yang menggebu, sehingga mereka pun menyambut keimanan tersebut meski bahaya
dan ancaman menanti mereka.48
Setelah mengingatkan mereka kepada Allah, dan menggantungkan harapan
kepada-Nya, Musa juga memberikan harapan kepada mereka bahwa “mudah-
mudahan Tuhanmu membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di
bumi” [Al-A’raf: 129].
VII. PERANG NARASI FIRAUN DAN ORANG BERIMAN DARI KAUMNYASetelah berbagai cara tidak berhasil menghentikan dakwah Musa, Firaun
mengutarakan idenya untuk Membunuh Musa yang ia sampaikan di hadapan para
pembesarnya. Namun ide Firaun tersebut tidak disetujui oleh beberapa pembesarnya,
yang berpandangan bahwa membunuh Musa tidak menyelesaikan masalah. Karena
hal itu dapat menginspirasi rakyat terkait opini kesucian Musa dan dianggap mati
syahid. Selain juga dapat melahirkan empati terhadap Musa dan agama yang
dibawanya, terutama setelah berimannya para ahli sihir. Sebagian pembesar Firaun
takut jika Tuhan Musa membalas Firaun dan menyiksa mereka.
Mendengar itu, Firaun tetap bersikukuh pada idenya seraya berkata kepada
mereka “Biar aku yang membunuh Musa dan suruh dia memohon kepada
Tuhannya” [Al-Mukmin: 26].49 Yang menunjukkan ketidakpedulian Firaun kepada
47 Ibid, hal. 1355. 48 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashashul Qura`ani, vol. III, hal. 9-10.49 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur`an, vol. V hal, 3078.
23
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
Musa, sekaligus menunjukkan pembangkangan, kezaliman dan kekejamannya.50
Selain juga mengungkapkan tantangan dan gertakan Firaun.51
Di antara tujuan Firaun berkata seperti itu dan meminta izin kepada para
pembesarnya adalah upaya untuk mendekati para pembesar dan rakyatnya,
berusaha menampakkan upaya permusyawaratan serta meminta izin dan pendapat
mereka. Dalam bahasa kontemporer, Firaun berusaha menunjukkan bahwa ia
adalah seorang sosok demokrat saat berinterkasi dengan mereka.52
Lalu Firaun menyebutkan bahwa alasannya membunuh Musa yaitu
“Sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan
kerusakan di bumi” [Al-Mukmin: 26]. Firaun berusaha menampakkan perhatiannya
atas agama kaumnya yang dikhawatirkan Musa akan mengganti agama mereka,
sehingga bisa berbahaya pada agama mereka. Karena Musa ingin mengganti dan
mengubahnya. Firaun ingin menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang berbuat
kebaikan, sementara Musa adalah seorang perusak dan penghancur. Untuk itu,
Musa harus dibunuh agar kebaikan terjaga dan agama dapat terpelihara. Ini berarti
Firaun ingin menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang melindungi agama,
sedang Musa adalah orang yang memusuhi agama.53
Tatkala seorang beriman dari keluarga kaum Firaun yang menyembunyikan
keimanannya54 mendengar ide Firaun untuk membunuh Musa, ia pun berusaha
membela Musa dan menghalangi ide tersebut dilaksanakan. Ia katakan kepada
Firaun dan para pembesarnya, “Apakah kalian akan membunuh seseorang karena
ia berkata, ‘Tuhanku adalah Allah’, padahal sungguh dia telah datang kepada kalian
dengan membawa bukti-bukti yang nyata dari Tuhan kalian” [Al-Mukmin: 28].
Artinya, “Apakah kalian akan membunuh Musa hanya karena ia mengatakan bahwa
‘Tuhanku adalah Allah’.55 Apakah pernyataannya tentang keyakinannya itu pantas
mendapatkan hukuman mati dan hilangnya jiwa. Padahal orang ini menunjukkan
ayat-ayat kebesaran Tuhannya yang telah mereka lihat dengan mata mereka sendiri.
Bahkan mereka sulit untuk meragukan ayat-ayat tersebut.56
Kemudian dia berhipotesis dengan hipotesis yang paling buruk. Dia memosisikan
dirinya sejajar dengan mereka dalam menghadapi masalah itu, yang juga sejalan
dengan kemungkinan terjauh yang mungkin mereka pegang. “Dan jika dia (Musa)
seorang pendusta maka dialah yang akan menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika
dia seorang yang benar, niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepada
kalian akan menimpa kalian” [Al-Mukmin: 28].
Jika belum jelas bagi kalian kebenaran yang dibawanya, hendaknya kalian
biarkan dia sendiri dan jangan menyakitinya. Jika dia pendusta, sesungguhnya Allah
akan membalas kedustaannya dengan memberikan hukuman di dunia dan akhirat.
50 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VII, hal. 139.51 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur`an, vol. V hal, 3078.52 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. II, hal. 286.53 Ibid, hal. 487.54 Ahli tafsir berbeda pendapat terkait sosok orang beriman dari kaum Firaun. Ada yang berpendapat bahwa ia berasal
dari bangsa Qibthi, asal kaum Firaun. Pendapat lain menyebut bahwa ia berasal dari Bani Israil. Pendapat yang dirajihkan Ath-Thabari bahwa laki-laki tersebut adalah berasal dari kaum Firaun. Lihat Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, vol. 20, hal. 311-312. Lebih detiil lagi As-Suddi menyebutkan bahwa lelaki tersebut adalah sepupu Firaun. Lihat Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VII, hal. 140.
55 Ath-Thabari , Tafsir Ath-Thabari, vol. 20, hal. 312.56 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur`an, vol. V hal, 3079.
SYAMINA
24
Edisi 3 / Maret 2017
Dan jika dia jujur, padahal kalian telah menyakitinya, maka sebagian bencana yang
diancamkannya kepada kalian akan menimpa kalian.57
Kemudian orang beriman dari kaum Firaun mengingatkan mereka akan nikmat
kerajaan yang semestinya disyukuri; bukan diingkari, “Wahai kaumku! Pada hari
ini kerajaan ada pada kalian dengan berkuasa di bumi” [Al-Mukmin: 29]. Wahai
kaumku! Kalian adalah pemilik kerajaan pada hari ini; berkuasa, mulia, dan unggul
di muka bumi. Oleh itu, jangan hancurkan hal itu disebabkan ulah diri kalian.58
Lalu ia mengingatkan mereka akan siksa Allah, “... tetapi siapa yang akan menolong
kita dari azab Allah jika (azab itu) menimpa kita” [Al-Mukmin: 29]. Tentara-tentara
dan pasukan kalian tidak akan mampu membela dan mempertahankan kalian dari
azab Allah; jika Dia menghendaki keburukan menimpa kita.59
Orang beriman dari kaum Firaun itu tidak menujukan perkataannya kepada Firaun
namun kepada kaumnya. Bisa jadi di antara tujuannya agar dia bisa memengaruhi
kaumnya dan menarik mereka berada di pihaknya. Ia tidak mengarahkannya pada
Firaun karena dia sudah tidak bisa berharap banyak pada perubahan sikap Firaun
dan menariknya berada di pihaknya. Untuk lebih dekat kepada kaumnya, dia
menyatakan bahwa dia akan sama seperti mereka lantaran azab yang harus mereka
terima akibat membunuh Musa.60
Namun Firaun tetap bercokol pada apa yang biasa dianut oleh orang zalim
tatkala dinasihati. Dia merasa bangga dengan dosanya. Dia memandang nasihat
yang tulus sebagai ancaman atas kekuasaannya dan gangguan bagi kiprahnya serta
keinginan untuk berbagi kekuasaan. Firaun berkata kepada para pembesarnya “Aku
hanya mengemukakan kepada kalian, apa yang aku pandang baik; dan aku hanya
menunjukkan kepada kalian jalan yang benar.” [Al-Mukmin: 29].
Firaun mengklaim hanya menyeru mereka kepada jalan yang hak dan benar
tentang perkara Musa dan usulan untuk membunuhnya. Karena jika mereka tidak
membunuhnya, Musa akan membunuh mereka dan membuat kerusakan di negeri
Mesir.61 Seakan-akan Firaun ingin menegaskan dan menekankan bahwa apa yang
dia usulkan adalah suatu kebenaran yang tidak perlu diragukan dan diperdebatkan.62
Lalu orang beriman dari kaum Firaun mengetuk hati Firaun dan para
pembesarnya dengan mengingatkan puing-puing umat terdahulu sebagai bukti atas
azab Allah yang ditimpakan kepada kaum yang berdusta dan tiran. “Wahai kaumku!
Sesungguhnya aku khawatir kalian akan ditimpa (bencana) seperti hari kehancuran
golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti kebiasaan kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud,
dan orang-orang yang datang setelah mereka. Padahal Allah tidak menghendaki
kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.” [Al-Mukmin: 30-31]. Orang beriman
tersebut menyentuh hati kaumnya dengan sentuhan sejarah. Dia ingatkan mereka
terhadap apa yang menimpa golongan yang bersekutu dan umat-umat yang kafir
57 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VII, hal. 141.58 Al-Qasimi, Mahasinut Ta`wil, vol. VIII, hal. 308.59 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VII, hal. 142.60 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. II, hal. 494.61 Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, vol. 20, hal. 314.62 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur`an, vol. V hal, 3080.
25
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
sebelum mereka. Dia seru mereka untuk memikirkan apa yang terjadi pada orang-
orang terdahulu. Semoga dengan demikian bisa mengubah sikap mereka.63
Kemudian orang beriman tersebut kembali mengetuk hati mereka dengan
mengingatkan mereka dengan hari lainnya, yaitu hari kiamat; hari ketika manusia
saling memanggil, “Wahai kaumku! Sesungguhnya aku benar-benar khawatir
terhdap kalian akan (siksaan) hari saling memanggil. (Yaitu) pada hari (ketika) kalian
berpaling ke belakang (lari), tidak ada seorang pun yang mampu menyelamatkan
kamu dari (azab) Allah” [Al-Mukmin: 32-33]. Yaitu kalian pergi melarikan diri, dan
tidak ada seorang pun yang mampu mencegah kalian dari hukuman dan siksaan
Allah.64
Lalu dia menegaskan, “Dan barangsiapa yang dibiarkan sesat oleh Allah,
niscaya tidak ada sesuatu pun yang mampu memberinya petunjuk” [Al-Mukmin:
33]. Ini merupakan sindiran halus kepada Firaun yang sebelumnya mengatakan
‘Aku hanyalah menunjukkan kepada kalian jalan petunjuk’, bahwa petunjuk itu
merupakan milik Allah. Barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak siapa yang
bisa memberinya hidayah. Dia mengetahui siapa yang berhak menerima hidayah
dan siapa yang berhak menerima kesesatan.65
Akhirnya, orang beriman dari kaum Firaun itu mengingatkan sikap mereka
terhadap Yusuf dan keturunannya; yang di antaranya adalah Musa, “Dan sungguh,
sebelum itu Yusuf telah datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata,
tetapi kalian senantiasa meragukan apa yang dibawanya, bahkan ketika ia wafat,
kalian berkata, ‘Allah tidak akan mengirim seorang rasul pun setelahnya.’” [Al-
Mukmin: 34]. Sebelum itu, Yusuf yang seorang pembesar kerajaan Mesir dan seorang
rasul sebelum Musa yang menyeru untuk menyembah Allah dengan keadilan. Mereka
pun tidak menaatinya, kecuali karena ia adalah seorang menteri yang mempunyai
kehormatan dunia.66
Mengapa Firaun dan kaumnya meragukan kerasulan Musa dan ayat-ayat yang
dibawanya. Mengapa mereka mengulang sikapnya itu terhadap Musa, padahal
Musa membenarkan apa yang dibawa Yusuf? Tetapi, mereka meragukan dan
menyangsikannya serta mendustakan bahwa Allah tidak akan mengutus seorang
rasul setelah Yusuf. Ternyata kini muncul Musa. Dia datang setelah periode Yusuf,
dan Musa datang untuk mendustakan omongan mereka.67
Orang mukmin kemudian bersikap keras untuk menghadapkan orang-orang
yang mendebat ayat-ayat Allah dengan kemurkaan Allah. Dia mengancam karena
kesombongan dan kecongkakannya serta memperingatkan mereka bahwa suatu
kaum yang sombong dan tinggi hati akan dikunci mati hatinya. “(Yaitu) orang-orang
yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka.
Sangat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan orang-orang beriman.
Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang sombong dan berlaku
sewenang-wenang” [Al-Mukmin: 35-36]
63 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. II, hal. 496.64 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VII, hal. 143.65 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur`an, vol. V hal, 3080.66 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VII, hal. 143.67 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur`an, vol. V hal, hal. 3081.
SYAMINA
26
Edisi 3 / Maret 2017
Akan tetapi, Firaun tetap pada kesombongannya dan tetap menolak kebenaran.
Namun, dia pura-pura memahami pandangan Musa. Tampaknya nalar orang
beriman dan hujjahnya itu sangat berpengaruh, sehingga Firaun dan kaumnya tidak
dapat memungkirinya. Karena itu, Firaun mengambali cara baru untuk melarikan diri
dari topik pembicaraan, “Dan Firaun berkata, ‘Wahai Haman! Buatkanlah untukku
sebuah bangunan tinggi agar aku sampai ke pintu-pintu. (Yaitu) pintu-pintu langit,
agar aku dapat melihat Tuhannya Musa, tetapi aku tetap memandangnya sebagai
seorang pendusta” [Al-Mukmin: 36-37].
Inilah manuver yang dilakukan Firaun yang tiran agar dia tidak menghadapi
kebenaran secara frontal dan tidak mengakui klaim keesaan yang menggoyangkan
singgasananya serta mengancam mitos-mitos yang menjadi tumpuan kerajaannya.
Dia tidak mungkin bersungguh-sungguh mencari Tuhannya Musa dengan usaha fisik
yang sederhana seperti itu. Ungkapan itu, di satu sisi, bertujuan untuk menggentarkan
dan mengolok-olok. Juga untuk berpura-pura insaf dan teguh, dari sisi lain. Mungkin
juga permintaan itu sebagai langkah untuk me-review berbagai pandangan yang
dikemukakan oleh orang mukmin. Semua kemungkinan ini menunjukkan keteguhan
Firaun dalam kesesatan dan keingkarannya.68
Namun orang beriman dari kaum Firaun tetap fokus pada dakwahnya dan tidak
teralihkan oleh manuver Firaun. Dia mengajak kaumnya agar mengikutinya menuju
jalan petunjuk. Dia memberitahukan kepada mereka hakikat kehidupan yang
cepat sirna ini dan kerinduan mereka terhadap nikmat kehidupan yang abadi serta
mengingatkan mereka akan azab akhirat. Dia jelaskan kepada mereka kepalsuan
akidah syirik. “Dan orang-orang beriman itu berkata, ‘Wahai kaumku~ Ikutilah aku,
aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar.” {Al-Mukmin: 38]. Ungkapan
ini merupakan perlawanan tegas kepada Firaun dan menunjukkan keberanian dan
kenekatannya, kesungguhan dakwah, serta ketawakkalannya kepada Allah. Karena
orang yang bisa melakukan hal itu di hadapan Firaun hanyalah orang yang besar
keimanan dan sempurna ketawakkalannya kepada Allah.69
Orang beriman dari kaum Firaun itu menganggap bahwa dakwah kepada
kaumnya untuk memeluk agamanya merupakan kesempatan emas untuk
mengenalkan agamanya kepada mereka. Yang dia ringkas dengan berkata kepada
mereka, “Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan
(sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Barangsiapa
mengerjakan perbuatan jahat, maka dia akan dibalas sebanding dengan kejahatan
itu. Dan barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan
sedangkan dia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka
diberi rezeki di dalamnya tidak terhingga” [Al-Mukmin: 39-40].
Kemudian dia pun mengkomparasikan antara seruan yang digemakan Firaun
dengan seruan yang didakwahkannya, “Dan wahai kaumku! Bagaimanakah ini,
aku menyeru kalian kepada keselamatan, tetapi kamu menyeruku ke neraka?
(Mengapa) kalian menyeruku agar kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu yang aku tidak mempunyai ilmu tentang itu, padahal aku menyeru
68 Ibid.69 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashsh Al-Qur`ani, vol. II, hal. 502.
27
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
kalian (beriman) kepada Yanga Mahaperkasa, Maha Pengampun” [Al-Mukmin: 41-
42]. Dia jelaskan bahwa seruan itu hanya ada dua, yang tidak ada ketiganya. Seruan
pada keimanan dan kebaikan, yaitu seruan yang ditawarkannya kepada mereka,
atau seruan kepada kekufuran dan keburukan, yang merupakan seruan Firaun yang
ditawarkan kepada mereka.70
Lalu tanpa ragu dan bimbang, orang beriman dari kaum Firaun itu melanjutkan
menegaskan bahwa para sekutu itu tidak memiliki kekuasaan sedikit pun dan tidak
memiliki urusan secuil pun; baik di dunia maupun di akhirat. Semua persoalan
bermuara kepada Allah Yang Maha Esa. Kaum yang berlebihan dan melampau
batas pengakuan itu akan menjadi penghuni neraka. “Sudah pasti bahwa apa yang
kamu serukan aku kepadanya bukanlah suatu seruan yang berguna baik di dunia
maupun di akhirat. Dan sesungguhnya tempat kembali kita pasti kepada Allah,
dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itu akan menjadi
penghuni neraka” [Al-Mukmin: 43].
Dia kemudian kembali melontarkan dakwahnya seraya mengancam mereka
bahwa kata-katanya itu kelak akan disampaikan pada saat peringatan tidak lagi
berguna, “Maka kelak kalian akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kalian.
Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya” [Al-Mukmin: 44]. Kalian akan mengetahui kebenaran yang aku
diperintahkan, aku larang, aku nasihatkan dan aku jelaskan itu kepada kalian. Kalian
pun akan ingat dan menyesal di saat penyesalan kalian tidak dapat bermanfaat lagi.
Aku bertawakkal dan memohon hanya kepada Allah serte memutuskan hubungan
dan menjauhi kalian.71
VIII. HUKUMAN ALLAH KEPADA FIRAUN DAN KAUMNYATatkala kekerasan dan siksaan Firaun dan para pembesarnya terhadap orang-
orang beriman semakin bertambah, menjalankan ultimatum dan ancamannya
dengan membunuh anak-anak laki-laki Bani Israil dan membiarkan anak-anak
wanita mereka. Sementara Musa bersama kaumnya juga telah menempuh hidupnya
dengan menanggung berbagai siksaan. Mereka mengharap bahwa Allah akan
membebaskan mereka, dan memberikan kesabaran atas ujian yang mereka hadapi.
Pada saat sikap tegas dibutuhkan, yaitu ketika iman berhadapan dengan kesabaran,
dan kekuatan bumi menentang Allah, maka kekuatan terbesar terjun secara terang-
terangan di antara orang-orang yang sewenang-wenang dan orang-orang yang
sabar.72
Allah pun menurunkan berbagai bencana yang silih berganti sebagai bentuk
hukuman buat mereka. Bencana pertama yang Allah turunkan kepada mereka
musin kemarau panjang yang kemudian diikuti dengan kegagalan pertanian
mereka, “Dan sesungguhnya kami telah menghukum (Firaun dan) kaumnya dengan
(mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan,
supaya mereka mengambil pelajaran.” [Al-A’raf: 130].
70 Ibi, hal. 50471 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. VII, hal. 146.72 Sayyid Quthub, Fi Zhilalil Qur`an, vol. III, hal. 1356
SYAMINA
28
Edisi 3 / Maret 2017
Musim kemarau panjang (sinin) yaitu bertahun-tahun masa kekeringan, paceklik,
dan kelaparan.73 Ini dikarenakan sangat sedikitnya hujan yang menyebabkan
penyusutan drastis jumlah volume air sungai Nil yang merupakan sumber utama
pengairan pertanian Mesir.74 Ini terjadi di negeri Mesir yang selama ini subur,
produktif, dan banyak menghasilkan buah-buahan. Ini merupakan sebuah fenomena
yang menarik perhatian, menggoncang kalbu, menimbulkan kegoncangan, dan
mendorong orang untuk merenungkan dan berpikir.75
Namun hal ini juga tidak membuat mereka jera. Kemudian Allah pun menurunkan
bencana kedua berupa kekurangan buah-buahan. Pada hakikatnya, bencana kedua
ini merupakan pengaruh dari bencana pertama. Tatkala volume hujan sangat sedikit
yang menyebabkan penurukan sifnifikan terhadap volume air, maka pertanian
pun mengering dan layu, sehingga panen buah-buahan pun berkurang drastis.
Kekurangan buah-buahan ini menyebabkan lemahnya kemampuan finansial,
ekonomi, dan ketahanan pangan mereka.76
Tetapi Firaun dan kaumnya tidak mau menyadari adanya hubungan antara
kekafiran dan penyimpangan mereka dari agama Allah, kezaliman dan kesewenang-
wenangan mereka terhadap hamba-hamba Allah, dengan dihukumnya mereka
dengan kemarau panjang dan kekurangan buah-buahan di negeri Mesir yang subur
dan produktif.
Setelah dua bencana tersebut juga tidak membuat Firaun dan kaumnya sadar,
Allah pun menurunkan bencana lainnya berupa topan, belalang, kutu, katak, dan
darah. “Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah
(air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas” [Al-A’raf: 133].
Topan adalah hujan lebat yang dapat menenggelamkan dan merusak segala
macam tanaman dan buah-buahan.77 Allah jadikan topan tersebut sebagai bukti,
ujian dan hukuman bagi Firaun dan kaumnya. Manakala sebelumnya mereka diuji
dan dihukum dengan kekurangan air, sekarang justru mereka dihukum dengan
banyaknya air.78
Setelah bencana topan, Allah kemudian menurunkan bencana berupa belalang,
hama perusak yang bisa membinasakan pertanian dan buah-buahan. Setelah
Allah menurunkan topan kepada kaum Firaun sehingga terjadi banjir, pada saat
itu, musim pertanian menjadi bagus sehingga mereka pun bergembira karena bisa
kembali mengolah pertanian tersebut. Apalagi sebelumnya mereka mengalami
musim kemarau panjang dan kekurangan buah-buahan. Tatkala mereka telah
mengolah lahan pertanian mereka dan pertanian tersebut tumbuh dengan baik yang
menyebabkan mereka sangat bahagia dan gembira, Allah pun menurunkan bencana
belalang tersebut kepada mereka. Belalang itu memakan pertanian mereka sehingga
pupus dan sirnalah harapan mereka.79
73 Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, vol. XIII, hal. 4574 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. III, hal. 2675 Sayyid Quthub, Fi Zhilalil Qur`an, vol. III, hal. 1356.76 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. III, hal. 26.77 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. III, hal. 461.78 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. III, hal. 26.79 Ibid, hal. 27
29
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
Sedangkan bencana kutu (qummal) yaitu sejenis kutu atau hama yang biasa
dimakan oleh unta.80 Kutu tersebut memakan bulir-bulir dan biji-biji pertanian
mereka. Ini adalah bencana lain yang Allah turunkan kepada mereka. Setelah Allah
mengirim belalang yang memakan sebagian besar pertanian mereka. Sebagian
kecil yang selamat dari belalang itu lalu menumbuhkan bulir-bulir yang berisi biji-
biji yang bagus. Mereka lantas menyebarluaskan hal itu sebagai pertanda baik dan
menganggap bahwa itu adalah hasil jerih payah mereka. Akan tetapi, menjelang
masa panen, tiba-tiba Allah menurunkan bencana lain yang tidak mereka duga
berupa kutu yang merusak itu semua.81
Setelah bencana kutu juga tidak membuat Firaun dan kaumnya sadar, Allah
pun lantas mengirimkan bencana lain yang datang susul-menyusul berupa bencana
katak dan darah. Bagaimana bencana katak dan darah ini diturunkan oleh Allah dan
bagaimana keduanya dapat menjadi bencana buat rakyat Mesir, tidak dijelaskan
oleh Al-Quran maupun hadits dan atsar yang shahih.82
IX. FIRAUN MEMENGARUHI KAUMNYA AGAR TIDAK BERIMANDengan berbagai kejadian mukjizat (supranatural) dan hukuman yang menimpa
kaum Firaun, akhirnya kebenaran bisa sedikit menyentuh hati kaum Firaun.
Melihat indikasi tersebut, Firaun lalu tampil menunjukkan segala kebesaran dan
kekuasaannya, serta dengan seluruh perhiasan dan atribut kebesarannya. Dia
tundukkan hati masyarakat awam dengan logika dangkal namun berlaku di tengah
masyarakat yang diperbudak pada masa tirani, yang terperdaya oleh penampilan
dan kegelamoran para penguasa. Firaun memperdaya kaumnya dengan mengatakan
kepada mereka, “Wahai kaumku! Bukankah kerajaan Mesir itu milikku dan
(bukankah) sungai-sungai itu mengalir di bawahku; apakah kalian tidak melihat”
[Az-Zukhruf: 51].
Firaun memengaruhi kaumnya dengan suatu yang dekat dan terlihat oleh
masyarakat luas, yaitu kerajaan Mesir dan sungai-sungai yang mengalir di bawah
kakinya. Masyarakat umum yang diperbudak dan tertipu itu terpesona oleh gemerlap
yang menipu yang dekat dengan mata mereka. Hati mereka terpikat olehnya,
sementara akal mereka hanya tertumpu memikirkan apa yang bisa mereka lihat.
Lalu Firaun kembali mempermainkan perasaan hati mereka dengan berkata,
“Bukankah aku lebih baik dari orang (Musa) ini dan yang hampir tidak dapat
menjelaskan (perkataannya)?” [Az-Zukhruf: 52]. Firaun melontarkan hinaan kepada
80 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, vol. III, hal. 364. 81 Shalah Al-Khalidi, Al-Qashash Al-Qur`ani, vol. III, hal. 28.82 Lihat Sayyid Quthub, Fi Zhilalil Qur`an, vol. III, hal. 1358. Ada beberapa riwayat lemah yang dinukil oleh Ath-
Thabari dalam tafsirnya yang menjelaskan bagaimana kedua bencana itu terjadi. Yaitu tatkala Firaun dan kaumnya tidak juga sadar dengan berbagai bencana yang ditimpakan Allah kepada mereka sebelumnya, lalu ketika Musa sedang berhadapan dengan Firaun, tiba-tiba terdengar bunyi katak. Lalu Musa berkata kepada Firaun, "Apa yang akan engkau dapati bersama kaummu dari ini?" Firaun balik bertanya, "Tipu daya apa lagi ini?" Maka tidaklah mereka sampai pada sore hari melainkan setiap orang menduduki katak-katak hingga ke dagunya, dan tidaklah seorang membuka mulutnya untuk berkata kecuali ada katak yang melompat ke dalamnya. Mereka lalu meminta Musa agar berdoa supaya katak-katak itu meninggalkan mereka. Mereka juga berjanji untuk beriman dan melepaskan Bani Israil. Namun ketika wabah katak itu telah hilang, mereka tetapi tidak mau beriman.
Kemudian Allah menurunkan hukuman lain kepada mereka berupa darah. Tidaklah mereka mengambil air dari sungai dan sumur, atau dari bejana-bejana mereka, melainkan mereka dapati darah segar. Mereka lalu kembali mendatangi Musa agar mendoakan mereka supaya bencana darah itu hilang dengan janji beriman dan melepaskan Bani Israil. Tetapi setelah bencana darah itu dihilangkan, mereka tetap tidak mau juga beriman kepada Musa.
SYAMINA
30
Edisi 3 / Maret 2017
Musa karena dia bukanlah raja, bukan pengeran, bukan penguasa, dan bukan
pemilik harta yang terlihat. Selain juga mengingatkan bahwa Musa berasal dari
bangsa yang diperbudak dan hina, yaitu Bani Israil. Firaun juga menunjukkan cacat
dan kekurangan pada diri Musa sebelum ia keluar dari Mesir, yaitu lidahnya cadel.
Kemudian Firaun melanjutkan berkata kepada mereka, “Maka mengapa dia
(Musa) tidak dipakaikan gelang dari emas, atau malaikat datang bersama-sama dia
untuk menggiringkannya”? [Az-Zukhruf: 53]. Firaun ingin kembali mempermainkan
nalar kaumnya bahwa sekiranya Musa benar seorang rasul niscaya dia akan
dipakaikan gelang dari emas yang menunjukkan dia dijadikan seorang raja, karena
seorang rasul seharusnya pemilik kerajaan dan kekuasaan. Atau tanda kerasulan
Musa itu seharusnya dibuktikan dengan datangnya para malaikat bersama-samanya
untuk menggiringkannya.
Dari hasutan Firaun itu semua, tentulah masyarakat awam yang tertipu oleh
suatu yang dekat dan terlihat, menilai Firaun yang mempunyai kerajaan Mesir,
sungai-sungai yang mengalir di bawah kakinya, serta seorang raja yang memiliki
kerajaan dan kekuasaan, tentu lebih baik dari Musa, meskipun Musa mempunyai
kalimat yang benar, maqam kenabian, dan mendatangkan suatu mukjizat, serta
dakwah yang menyelamatkan dari azab yang pedih.83 Dengan berbagai hasutan itu,
akhirnya kaum Firaun terpengaruh sehingga mereka patuh kepada perkataan Firaun.
X. KEBINASAAN FIRAUN DAN PASUKANNYASetelah peristiwa tersebut, Allah memberi wahyu kepada Musa dan Harun,
“Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi
kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah
olehmu shalat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman” [Yunus: 87].
Pada era klimaknya kediktatoran dan kebengisan Firaun, orang-orang beriman
harus berhadapan dengan masyarakat jahiliah sedang fitnah telah menyebar,
penguasa bertindak sewenang-wenang, masyarakat sudah rusak, dan lingkungan
sudah tidak kondusif lagi. Dalam kondisi seperti ini, Allah memberi petunjuk agar
orang-orang beriman melakukan dua hal: (1) menjauhi kaum jahiliah dengan segala
keburukan dan kerusakannya semaksimal mungkin. Kemudian menghimpun
kelompok orang-orang beriman yang baik dan bersih untuk disucikan dan
dibersihkan jiwanya, serta dilatih dan diorganisir; dan (2) menjauhi tempat-tempat
peribadahan jahiliah dan menjadikan rumah-rumah orang beriman sebagai masjid
(tempat ibadah). Sehingga, mereka dapat melakukan ibadah dengan cara yang benar,
teratur dan bersih.84
Perintah Allah di tersebut merupakan suatu isyarat akan terjadinya siksaan dan
kebinasaan yang akan Allah turunkan bagi Firaun. Keberadaan Musa di Mesir untuk
menunjukkan berbagai tanda dan bukti ketuhanan Allah Yang Mahaesa pun telah
berjalan lama. Akan tetapi, Firaun terus bersikeras mempertahankan kekafirannya,
kesombongannya, dan sikap keras kepalanya sehingga dia tidak mau mengikuti
83 Sayyid Quthub, Fi Zhilalil Qur`an, vol. V, hal. 3193.84 Ibid, vol. III, hal. 1816.
31
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
kebenaran. Dia terus bersikeras tidak mau percaya terhadap dakwah Musa. Melihat
sikap Firaun yang seperti itu, suatu hal yang pantas diterima oleh Firaun hanyalah
azab dan siksa.
Setelah putus asa bahwa Firaun dan kaumnya masih mempunyai kebaikan dan
dapat diharapkan mau melakukan kebajikan, Musa pun lalu berdoa kepada Allah
agar menghancurkan Firaun dan kaumnya, yang memiliki harta dan perhiasan, yang
mempunyai pengaruh besar terhadap kebanyakan masyarakat, sehingga mereka
tertarik kepada kedudukan, kekayaan serta memilih kesesatan. Musa berdoa agar
Allah menghancurkan harta kekayaan mereka dan mengunci mati hati mereka,
karena memang keimanan tidak akan pernah masuk ke dalam hati mereka.
Musa berdoa, “Wahai Tuhan kami! Engkau telah memberikan kepada Firaun
dan para pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia.
Wahai Tuhan kami! (Akibatnya) mereka menyesatkan manusia dari jalan-Mu. Wahai
Tuhan! Binasakanlah harta mereka, dan kuncilah hati mereka, sehingga mereka
tidak beriman hingga mereka melihat azab yang pedih” [Yunus: 88].
Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla pun mengabulkan permohonan tersebut seraya
memerintahkan untuk tetap konsisten pada keimanan dan tidak mengikuti jalan
orang-orang yang berjalan di dalam gelap gulita tanpa ilmu, yang merasa ragu-ragu
dalam melangkah, dan mereka bimbang untuk kembali. Juga orang-orang yang tidak
mengetahui apakah mereka berjalan di jalan yang lurus ataukah tersesat di jalan.85
Manakala telah datang masa kebinasaan Firaun, Allah memerintahkan Musa
untuk membawa Bani Israil keluar dari negeri Mesir pada waktu malam. “Dan kami
wahyukan (perintahkan) kepada Musa, ‘Pergilah di malam hari dengan membawa
hamba-hamba-Ku” (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli”
[Asy-Syuara: 53].
Musa beserta para pengikutnya pun melaksanakan perintah Allah tersebut.
Mereka dengan segera pergi keluar meninggalkan negeri Mesir. Ketika Firaun
diberitahukan tentang apa yang dilakukan Musa beserta pengikutnya, dia segera
keluar mengejarnya disertai oleh rombongan besar yang terdiri dari para pengeran,
para menteri, para pembesar negara, dan bala tentaranya. Pada waktu pagi, Firaun
dan rombongannya telah dapat mengejar Musa dan para pengikutnya. Sebagaimana
yang dikisahkan Al-Quran, “Maka Firaun dan bala tentaranya dapat menyusul
mereka di waktu matahari terbit” [Asy-Syuara: 60].
Ketika kedua rombongan tersebut saling dapat melihat, para pengikut Musa pun
berkata dengan penuh kekhawatiran, “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”
(Asy-Syuara: 61). Meski belum mendapat petunjuk dari Allah, namun Musa dengan
penuh keimanan menjawab pernyataan mereka, “Sekali-kali tidak akan (tersusul);
sesungguhnya Tuhanku bersamaku. Dia akan memberi petunjuk kepadaku” [Asy-
Syuara: 62].
Tatkala Firaun dan bala tentaranya semakin dekat, Allah pun menurunkan
wahyu kepada Musa, “Lalu Kami wahyukan kepada Musa, ‘Pukullah lautan itu
85 Baca surat Yunus: 89 dan Fi Zhilalil Qur`an, vol. III, hal. 1817.
SYAMINA
32
Edisi 3 / Maret 2017
dengan tongkatmu.’ Kemudian terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah
seperti gunung yang besar” (Asy-Syuara: 63).
Dengan kuasa dan izin Allah, laut tersebut tersebut membelah menjadi dua belas
jalan. Setiap kelompok pengikut Musa memiliki satu jalan untuk mereka lewati.
Setiap jalan dipisahkan oleh jarak sehingga masing-masing kelompok selalu melihat
ke arah kelompok yang lain untuk saling menenangkan di antara mereka.
Kemudian Allah mengutus angin ke dasar laut dan angin tersebut mengangkat
air dari laut, sehingga membuat dasar laut menjadi kering laksana keringnya tanah
di bumi. Sebagaimana yang difirmankan Allah, “Maka buatlah untuk mereka jalan
yang kering di laut itu, maka tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut
(akan tenggelam)” (Thaha: 77).
Setelah itu, Bani Israil yang merupakan pengikut Musa masuk ke dasar laut
yang telah mengering tersebut. manakala Firaun beserta rombongannya sampai
di dekat laut dan menyaksikan laut terbelah menjadi dua, dia berkata kepada
para rombongannya, “Tidakkah kalian saksikan rasa takut kepadaku, sehingga ia
membelah dirinya agar aku dapat mengejar dan membunuh musuh-musuhku.”
Tatkala Musa dan pengikutnya telah sampai di seberang laut sementara Firaun
beserta rombongannya masih berada di tengah-tengah lautan, seketika itu juga laut
kembali menyatu sehingga menenggelamkan mereka semua. Ketika Firaun tengah
hampir tenggelam, dia pun berkata, “Saya percaya bahwa tidak ada Ilah melainkan
yang diimani oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri
(kepada Allah)” (Yunus: 90).
Perkataan Firaun tersebut dibalas oleh Allah bahwa keimanannya itu seharusnya
dia ungkapkan ketika dia tengah berada dalam keadaan senang; bukan ketika dia
tengah menghadapi kematian. Sebagaimana yang difirmankan Allah, “Apakah
sekarang (kamu baru percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak
dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan” (Yunus: 91).
Allah ingin menjadikan kebinasaan Firaun sebagai pelajaran bagi orang yang mau
mengambil pelajaran, juga sebagai tanda bahwa Allah adalah Yang Mahaperkasa,
Yang berhak untuk disembah. Allah kemudian berfirman, “Maka pada hari ini Kami
selamatkan badanmu (Firaun) supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-
orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari
tanda-tanda kekuasaan Kami” [Yunus: 92]. Allah menjadikan jasad Firaun utuh,
tidak dimakan oleh ikan, dan tidak ada bagian-bagian dari tubuhnya yang hilang
yang menyebabkan orang tidak mengenalinya lagi. Bahkan hari ini, jasad Firaun
yang terkubur ribuan tahun dahulu masih bisa disaksikan sampai hari ini. Inilah di
antara bukti kebenaran Al-Quran terkait jasad Firaun.
33
SYAMINA Edisi 3 / Maret 2017
XI. KESIMPULANHidup di bawah suatu penguasa atau sistem yang diktator, tiran, sewenang-
wenang dan angkuh, ditambah dengan semua kekuasaan, kekayaan, dan fasilitas
kehidupan berada di tangan, merupakan suatu ujian berat bagi keimanan Bani Israil,
terkhusus bagi kaum Firaun. Tidak mudah bagi kaum Firaun untuk beriman kepada
Musa meski mereka telah mendengar dengan jelas narasi Musa dan menyaksikan
berbagai mukjizat Musa, serta hukuman-hukuman yang Allah turunkan akibat
keingkaran dan kedustaan mereka terhadap ayat-ayat Allah. Karena suatu yang
dekat dan tampak oleh mata mereka, yaitu kemegahan dan gemerlap dunia, lebih
menjanjikan di banding beriman kepada Musa. Apalagi konsekuensi keimanan
tersebut tidak hanya berarti kehilangan dunia, namun juga ancaman keamanan dan
jiwa.
Sementara bagi Bani Israil, mereka memang tidak mempunyai pilihan lain selain
percaya kepada Musa. Tetapi realita dekat dan tampak oleh mata mereka berupa
siksaan yang tidak kunjung berhenti, juga menyebabkan sebagian dari pada mereka
ragu, bahkan memojokkan Musa. Meski sebagian lagi percaya penuh kepada misi
yang dibawa Musa. Bahkan tidak menutup kemungkinan, sebagian kecil Bani Israil
justru menjadi pengikut setia Firaun, seperti halnya Qarun. Namun pilihan yang
berada di hadapan mereka hanya dua; tidak ada pilihan ketiga. Beriman pada Musa
dengan berbagai konsekuensinya, atau menjadi pengikut Firaun, sang raja tiran,
angkuh, lagi durjana. [A. Sadikin]