PROFIL METABOLIT VOLATIL RIMPANG JAHE
MERAH (Zingiber officinale var. Rubrum) YANG
DIPANEN PADA WAKTU BERBEDA
HERDITYO HARYO PUTRO
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
HERDITYO HARYO PUTRO. Profil Metabolit Volatil Rimpang Jahe Merah
(Zingiber officinale var. Rubrum) yang Dipanen pada Waktu Berbeda. Dibimbing
oleh EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH dan MOHAMAD RAFI.
Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap metabolisme sekunder jahe
merah belum dipahami dengan baik. Profil metabolit dapat digunakan untuk
mempelajari pengaruh tersebut. Profil senyawa volatil dalam minyak atsiri jahe
merah dengan waktu panen yang berbeda, yaitu waktu panen pagi dan sore hari
telah diujikan. Secara keseluruhan terdapat 47 senyawa volatil yang terdeteksi
pada instrumen GCMS. Komponen utama yang teridentifikasi dari kedua waktu
panen ialah kampfen, cineol, z-citral, 2,6-oktadienol, benzen, dan α-zingiberen.
Pengujian aktivitas antioksidan secara in vitro telah diteliti dengan menggunakan
assay DPPH. Pengujian assay DPPH dengan asam askorbat digunakan sebagai
kontrol positif. Minyak atsiri yang diujikan dengan assay DPPH menunjukkan
adanya inhibisi terhadap radikal DPPH, akan tetapi persentase inhibisi tergolong
rendah dan tidak cukup bukti untuk menyatakan jahe merah sebagai sumber
antioksidan. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada inhibisi DPPH dari kedua
sampel, akan tetapi terdapat perbedaan pada komposisi senyawa volatil minyak
atsiri jahe merah. Senyawa α-zingiberene menunjukkan perbedaan kuantitas yang
signifikan pada waktu panen yang berbeda pada uji-t dengan α=0,05. Kuantitas
senyawa α-zingiberene lebih besar pada waktu pemanenan sore.
ABSTRACT
HERDITYO HARYO PUTRO. Volatile Metabolite Profiling of Red Ginger
(Zingiber officinale Var. Rubrum) Rhizome with Different Harvesting Time.
Under the direction of EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH and MOHAMAD
RAFI.
The effect of sunlight intensity to red ginger secondary metabolite has not
been known properly. Metabolic profiling can be used to study the correlation
between sunlight intensity and secondary metabolite. The profile of volatile
metabolite substances from different harvesting time had been examined. Samples
of red ginger were harvested in the morning and afternoon. Around 47 volatile
substances has been detected using GCMS instrument. Major component that
were identified from both harvesting time are camphene, cineol, z-citral, 2,6-
octadienol, benzene and α-zingiberene. Antioxidant activity was carried out using
DPPH assay. Ascorbic acid was employed as positive control. Essential oil of red
ginger was tested using DPPH assay and showed inhibition activities against
DPPH radical, nevertheless the inhibition percentage was low and there is not
enough prove to show red ginger essential oil have potential as a source of
antioxidant. There was no significant difference in radical inhibition activities
between both essential oil samples. There was however, a difference in the
composition of the volatile component from red ginger essential oil. α-zingiberene
compound had showed a significant difference in quantity at different harvesting
time under the confirmation of t-test with α=0,05. The quantity of α-zingiberene
was higher in afternoon harvesting time.
PROFIL METABOLIT VOLATIL RIMPANG JAHE
MERAH (Zingiber officinale var. Rubrum) YANG
DIPANEN PADA WAKTU BERBEDA
HERDITYO HARYO PUTRO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokima
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Profil Metabolit Volatil Rimpang Jahe Merah (Zingiber officianale var.
Rubrum) yang Dipanen pada Waktu Berbeda
Nama : Herdityo Haryo Putro
NIM : G84061221
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Drs. Edy Djauhari Purwakusumah M.Si Mohamad Rafi S.Si., M.Si
Ketua Anggota
Diketahui,
Dr. I Made Artika, M. App. Sc
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya yang telah diberikan, sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
yang penulis pilih adalah mengenai profil minyak atsiri jahe merah (Zingiber
officinale Var. Rubrum) dengan menggunakan instrumen GC/MS, serta melihat
salah satu aktivitas biologis dari minyak atsiri tersebut, yaitu aktivitas
antioksidannya. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 4 bulan dan
dilaksanakan di Pusat Studi Biofarmaka (PSB), Bogor, Jawa Barat, di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat dan di
Pusat Laboratorium Forensik (PUSLABFOR), Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Drs. Edy Djauhari Purwakusumah
M.Si sebagai pembimbing utama, Mohamad Rafi S.Si.,M.Si sebagai pembimbing
kedua dalam penelitian ini serta tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
Herry S.Si, M.Si.. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada bapak dan ibuku
tercinta, Staf laboratorium, laboran dan teman-teman yang telah memberi
masukan dan semangatnya dalam laporan penelitian ini. Terima kasih atas doa dan
dukungannya. Semoga karya ilmiah ini dapat diterima dan bermanfaat.
Bogor, Desember 2010
Herdityo Haryo Putro
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rumah Sakit Bersalin Asih, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan, DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1988 dengan nama lengkap Herdityo
Haryo Putro. Penulis berayahkan Haryo Trenggono dan Ibu Yusi Herniana
Wandaningrum. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis
masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) setelah sebelumnya mengenyam
pendidikan di SMA Labschool Kebayoran. Di IPB, penulis mengambil jurusan
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama masa pendidikan di IPB, penulis pernah mendapat pengalaman non-
akademis sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa FMIPA-IPB dengan
masa bakti 2008/2009 sebagai anggota komisi eksternal. Penulis juga pernah
menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Biokimia Umum tahun ajaran
2009/2010. Masa Praktik lapang penulis diselesaikan di PT. Frisian Flag
Indonesia di Laboratorium Quality Control Mikrobiologi. Penulis pernah
mendapatkan penghargaan pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS)
ke-21 di Semarang dengan meraih juara kedua pada Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) dalam bidang Pengabdian Masyarakat.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vi
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA
Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) ......................................... 2
Minyak Atsiri Jahe Merah ........................................................................ 2
Gas Chromatography/Mass spectrometer ............................................... 3
Profil Metabolit ........................................................................................ 4
Radikal Bebas........................................................................................... 5
Antioksidan .............................................................................................. 5
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ........................................................................................ 6
Metode .................................................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemanenan Rimpang Jahe Merah ............................................................. 7
Destilat Rimpang Jahe Merah ................................................................... 8
Profil Kromatogram Minyak Atsiri Jahe Merah ........................................ 8
Perbedaan Profil Kromatogram α-Zingiberen pada Waktu Panen Berbeda 9
Pengaruh Gen pada Metabolisme α-Zingiberen ........................................ 11
Aktivitas Antioksidan ............................................................................... 11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................. 11
Saran ....................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12
LAMPIRAN .................................................................................................... 16
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Rimpang jahe merah ................................................................................... 2
2 Instrumen GC/MS ....................................................................................... 4
3 Skema destilasi Stahl ................................................................................. 7
4 Persentase kadar air dan rendemen rimpang jahe merah ............................ 8
5 Profil α-zingiberen pada kromatogram jahe merah panen pagi dan sore ..... 10
6 Pathway sintesis seskuiterpen (Sallaud et al. 2009) ................................... 11
7 Kurva % inhibisi vs konsentrasi jahe panen pagi, sore, dan vitamin C ........ 11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ................................................................................ 17
2 Senyawa total kromatogram GCMS dan contoh perhitungan student t-test .. 18
3 Perhitungan koreksi kadar air dan uji-t pada rendemen minyak atsiri ........... 21
4 Proses penentuan aktivitas antioksidan dengan microplate reader ................ 22
5 Pengukuran aktivitas antioksidan ................................................................. 23
1
PENDAHULUAN
Pencarian akan kecantikan dan kesehatan
telah menjadi obesesi manusia semenjak dulu.
Berbagai macam ramuan, terapi, dan
pengobatan dipercaya dapat mempertahankan
atau meningkatkan kecantikan dan kesehatan
seseorang. Berdirinya pusat kecantikan,
seperti salon dan spa, telah menjadi bagian
dari pencarian tersebut. Keberadaan pusat
kecantikan tersebut merupakan suatu usaha
infusi dari usaha manusia untuk tetap cantik
dan sehat. Tren bisnis kecantikan sedang
berkembang cukup pesat dalam dua dekade
terakhir (Spivack 1998). Beberapa pusat
kecantikan memiliki tren menggabungkan
cara dan pengobatan tradisional dengan alat-
alat modern (Patin et al. 2009).
Salah satu tehnik pengobatan yang lazim
digunakan oleh pusat kecantikan tersebut
adalah aromaterapi (Cooke & Ernst 2000).
Aromaterapi adalah penggunaan konsentrat
minyak atsiri yang diekstrak dari bagian
tumbuhan untuk kebutuhan terapi melawan
atau mencegah terjadinya penyakit (Cooke &
Ernst 2000; Buckle 2001; Halm 2008). Awal
penggunaan aromaterapi di kawasan Timur
Tengah dan India sebatas untuk menghasilkan
aroma yang menyenangkan. Aroma tersebut
disinyalir dapat memberikan suasana kondusif
bagi penyembuhan (Cooke & Ernst 2000).
Salon dan spa pada umumnya
menggabungkan aromaterapi dengan seni
pijat. Hal tersebut diyakini dapat membantu
menghilangkan stress, menyehatkan kulit,
bahkan menyembuhkan diabetes (Buckle
2001). Minyak atsiri jahe merupakan salah
satu bagian dari pengobatan aromaterapi
(Geiger 2005). Minyak atsiri ini biasanya
digunakan bersama campuran minyak atsiri
lainnya untuk keperluan pijat, yoga, dan spa
(Patin et al. 2009).
Sampai saat ini jahe masih dianggap
sebagai obat universal oleh pengobatan India
dan Cina. Jahe masih menjadi komponen
penting dari sekitar 50% obat-obatan herbal
(Arnaudon 2002). Tumbuhan ini dipercaya
memiliki khasiat sebagai obat antiinflamasi,
nyeri sendi, nyeri otot, tonikum, obat batuk,
dan antioksidan (Ravindran & Babu 2005;
Sari et al. 2006; Stoilova et al. 2007).
Minyak atsiri dari jahe merupakan
komponen yang volatil atau mudah menguap
sehingga cocok digunakan untuk aromaterapi.
Minyak atsiri jahe umumnya digunakan
bersama dengan campuran minyak atsiri
lainnya karena minyak atsiri jahe dipercaya
dapat meningkatkan khasiat obat. Minyak
atsiri jahe dikenal memiliki kemampuan
sebagai afrodisiak, menambah nafsu makan
dan mengobati flu. Briceno (2007)
mengemukakan bahwa aromaterapi pada lalat
buah dapat meningkatkan frekuensi seksnya.
Penelitian terbaru juga menunjukkan beberapa
jenis jahe memiliki kemampuan antioksidan
dalam komponen minyak atsirinya (Bua-in &
Paisooksantivatana 2009).
Dalam produksi senyawa pada tumbuhan,
waktu disinyalir memiliki peran penting.
Loivamaki et al. (2007) mengungkapkan
bahwa produksi senyawa isopentenil
pirofosfat (IPP) pada tumbuhan Populus spp.
dipengaruhi oleh jam biologis yang
terpengaruh oleh adanya cahaya matahari
sehingga tumbuhan Populus spp. yang
mendapat paparan sinar matahari lebih lama
akan menghasilkan senyawa IPP yang lebih
banyak. Beberapa turunan dari senyawa IPP
merupakan penyusun dari berbagai komponen
dalam minyak atsiri jahe. Hal tersebut
mengindikasikan adanya kemungkinan
perbedaan volume minyak atsiri, komposisi,
dan profil senyawa kimia minyak atsiri jahe
pada waktu pemanenan berbeda, misalnya
pagi dan sore, yang nantinya dapat
mempengaruhi karakteristik aktivitas
antioksidan minyak atsiri tersebut.
Gas Chromatography-Mass Spectroscopy
(GCMS) dapat dipergunakan untuk
mengetahui profil minyak atsiri. Penggunaan
GCMS ini tepat digunakan pada minyak atsiri
karena karakter minyak ini yang volatil.
Penggunaan GCMS sebagai alat untuk
analisis sidik jari atau fingerprinting profil
minyak atsiri jahe menunjukkan hasil
menjanjikan (Mahdi et al. 2010). Hasil profil
GCMS tersebut akan dibandingkan dengan
aktivitas antioksidannya sehingga dapat
diperoleh informasi mengenai korelasi
keduanya.
Pengaruh perbedaan waktu panen pagi
dan sore terhadap komposisi kimia minyak
atsiri jahe merah masih belum diketahui.
Selain itu, korelasi komposisi kimia pada
minyak atsiri jahe merah dengan aktivitas
antioksidan minyak atsiri belum diteliti.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
perbandingan pola yang dihasilkan
kromatogram minyak atisiri jahe merah pada
waktu panen yang berbeda dengan tingkat
aktivitas antioksidannya sehingga dapat
ditentukan korelasi kedua parameter tersebut.
Perbedaan waktu pemanenan dapat
mempengaruhi profil kromatogram minyak
atsiri dari jahe merah dengan lebih tingginya
tingkat senyawa IPP atau turunannya pada
2
tumbuhan jahe yang menerima paparan sinar
matahari lebih lama. Profil kromatogram
tersebut dapat mempengaruhi aktivitas
antioksidan dari jahe merah tersebut.
Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan
informasi mengenai korelasi antara pola dari
profil kromatogram dengan aktivitas
antioksidan minyak atsiri dari jahe merah
pada waktu pemanenan berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
Jahe Merah (Zingiber officinale var.
Rubrum)
Jahe merupakan spesies tumbuhan dengan
klasifikasi : kingdom Plantea, subkingdom
Tracheobionta, divisi Spermatophyta,
subdivisi Angiospermae, kelas
Monokotyledonae, sub kelas Commenlinidae,
bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae,
marga Zingiber, dan spesies Zingiber
officinale (Muhlisah 1999, Duke 2002). Setiap
jenis jahe memiliki perbedaan fungsi yang
sesuai dengan karakteristik masing-masing
varietas. Jahe besar/gajah lebih banyak
digunakan untuk produk makanan dan
minuman. Jahe kecil atau emprit banyak
digunakan sebagai penyedap rasa makanan
dan juga digunakan sebagai bahan baku obat
karena kandungan senyawa kimianya yang
lebih pekat (Herlina et al. 2002). Bagian jahe
yang banyak digunakan adalah rimpangnya
yang berumur antara 9 sampai 11 bulan
(Koeswara 1995).
Jahe merah (Zingiber officinale Var.
Rubrum) atau jahe emprit memiliki aroma
yang kuat dan rasa yang lebih pedas daripada
jahe lainnya. Rimpang jahe merah (Gambar 1)
memiliki penampilan fisik yang relatif lebih
kecil dibandingkan jenis jahe lainnya (Sari et
al. 2006). Pada umumnya, tumbuhan ini
tumbuh dengan ketinggian batang 30–60 cm
tapi dapat juga mencapai 1,25 meter. Jahe
emprit tumbuh tinggi dengan batang semu,
tumbuh tegak, dan tidak bercabang.
Tumbuhan ini merupakan tanaman monokotil
dengan ciri daun tunggal, berbentuk lanset
dan berujung runcing (Guzman & Siemonsma
1999). Tumbuhan ini memiliki mahkota
bunga yang berwarna merah sampai merah
jambu, berbentuk corong dengan panjang 2 –
2.5 cm. Tanaman ini mempunyai buah yang
berbentuk bulat panjang berwarna cokelat
dengan biji berwarna hitam (Ravindran &
Babu 2005).
Jahe merah seperti jahe lainnya diyakini
mempunyai efek melancarkan sirkulasi darah,
antireumatik, antiradang, antimuntah, peluruh
Gambar 1 Rimpang jahe merah
keringat, peluruh dahak (expectorant),
antibatuk (antitussive) (Wijayakusuma 2006).
Jahe merah juga memiliki khasiat analgesik
dan antiinflamasi yang baik dengan cara
menghambat biosintesis prostalglandin (Sidik
1997). Han et al. (2005) menyebutkan bahwa
senyawa aktif pada jahe dapat digunakan
sebagai obat antiobesitas. Senyawa metabolit
sekunder jahe juga diketahui dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme
patogen yang merugikan kehidupan manusia
(Nursal 2006).
Beberapa senyawa dalam jahe yang
dianggap potensial sebagai obat yaitu
gingerol, zingeron, dan dehidrozingeron.
Gingerol pada jahe memiliki aktivitas
antiproliferasi, antioksidan, dan memberi efek
pada proses apoptosis (Harliansyah et al.
2007). Gingerol yang terdapat dalam ekstrak
diklorometana jahe juga terbukti mampu
menangkap radikal 1, 1-difenil 2-pikrilhidrazil
(DPPH) (Matsuda et al. 2004). Senyawa
zingeron dan dehidrozingeron memiliki
aktivitas antioksidasi dan menghambat
tirosinase (Kuo et al. 2005). Berbagai
komponen bioaktif lain dalam ekstrak jahe
seperti shogaol, diarilheptanoid dan curcumin
mempunyai aktivitas antioksidan yang
melebihi tokoferol (Kikuzaki & Nakatani
1993). Ekstrak jahe juga dapat melindungi sel
limfosit tikus maupun manusia dari kerusakan
oksidatif (Khadem-Ansari et al. 2008).
Minyak Atsiri Jahe Merah
Minyak atsiri adalah bagian dari
tumbuhan yang mudah menguap, tidak larut
air, dan secara umum merupakan komponen
yang menyimpan aroma dari tumbuhan
tersebut. Minyak atsiri juga dikenal sebagai
minyak esensial dan minyak terbang. Minyak
ini umumnya diperoleh melalui proses
destilasi. Minyak atsiri mudah menguap
3
karena memiliki titik uap yang rendah. Hal
tersebut menjadikan minyak atsiri termasuk
kedalam golongan volatil (mudah menguap).
Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun atas
campuran dari berbagai macam senyawa
kimia. Mayoritas senyawa kimia tersebut
merupakan golongan senyawa organik terpena
dan terpenoid (Vernin & Parkanyi 2005).
Secara fitokimia, kandungan jahe merah
umunya dibagi atas komponen volatil dan
non-volatil. Komponen volatil ini biasanya
dikaitkan dengan minyak atsiri, sedangkan
komponen non-volatil dikaitkan dengan
oleoresin. Jahe ini memiliki kandungan
minyak atsiri yang volatil sebesar 1-3%
(Rukmana 2000, Sari et al. 2006). Menurut
Nurliana et al. (2008) kandungan minyak
atsiri pada jahe umumnya didominasi oleh
senyawa citral pada jahe merah dengan umur
8 bulan ke atas, sedangkan pada umur di
bawah 8 bulan minyak atsiri jahe merah
didominasi oleh senyawa geranil asetat.
Minyak atsiri jahe merah juga mengandung
zingiberin, β-sesquihelladrin, bisabolin,
kurkumin, cineol, dan citral (Pino et al. 2004).
Kandungan senyawa kimia non-volatil dalam
jahe merah didominasi oleh gingerol dan
shogaol (Vernin & Parkanyi 2005).
Gas Chromatography/Mass Spectroscopy
Gas Chromatography/Mass Spectroscopy
(GCMS) merupakan gabungan dari dua jenis
instrumen, yaitu kromatografi gas dan
spektroskopi massa. Kombinasi kedua alat ini
biasanya digunakan untuk identifikasi dan
kuantifikasi dari senyawa organik volatil atau
semi volatil dalam campuran yang kompleks
(Gohlke & McLafferty 1993; Kitson et al.
1996; Hites 1997). Kromatografi gas atau Gas
Chromatography (GC) memberikan
kemampuan untuk separasi senyawa volatil
dan semi volatil dengan resolusi yang tinggi
(Fowlin 1995). Spektroskopi massa (MS) di
lain pihak memberikan kemampuan untuk
mengidentifikasikan dan memberikan
informasi mengenai struktur senyawa (Kitson
et al. 1996; Hites 1997).
Kromatografi gas adalah teknik
kromatografi yang bisa digunakan untuk
memisahkan senyawa organik yang mudah
menguap. Kromatografi gas pada prinsipnya
sama dengan kromatografi kolom, HPLC, dan
TLC (Fowlin 1995). Instrumen ini
menggunakan kolom seperti kromatografi
kolom dan HPLC, serta umumnya
menggunakan mikroinjeksi seperti HPLC
sehingga hanya dibutuhkan sedikit sampel
untuk analisis. Perbedaan utama GC dengan
instrument kromatografi lainnya adalah
adanya oven pengatur suhu (Fowlin 1995).
Pengaturan suhu tersebut memungkinkan GC
untuk memisahkan komponen dari campuran
berdasarkan titik didih (atau tekanan uap)
sehingga mirip dengan prinsip penyulingan.
Senyawa-senyawa yang dapat ditetapkan
dengan kromatografi gas sangat banyak,
namun ada batasan yang dapat ditentukan
oleh instrument ini. Senyawa-senyawa
tersebut harus mudah menguap dan stabil
pada temperatur pengujian, utamanya dari 50
– 300°C (Fowlin 1995). Senyawa yang tidak
mudah menguap atau tidak stabil pada
temperatur pengujian, dapat diproses secara
derivatisasi menjadi komponen yang volatil
agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas
(Fowlin 1995; Kitson et al. 1996).
Kromatografi gas menggunakan fase
gerak atau mobile phase berupa gas.
Umumnya gas yang digunakan merupakan
gas murni seperti helium yang tidak reaktif,
akan tetapi gas hidrogen dan nitrogen juga
terkadang dapat digunakan (Kitson et al.
1996). Fase diam atau stationary phase pada
instrumen ini merupakan bagian permukaan,
dapat berupa lapisan cair atau polimer, yang
dapat mendukung sirkulasi gas murni di
dalamnya. Fase diam ini dapat bekerja
menjerap senyawa-senyawa yang diinginkan
karena molekul dapat berkondensasi pada fase
diam, molekul larut pada fase diam, atau
molekul tetap menjadi gas (Fowlin 1995;
Kitson et al. 1996). Fase diam umumnya
ditunjang pada permukaan tanah diatom
(tanah/batu yang sangat berpori) dan
dibungkus oleh tabung kaca atau logam.
Komponen tersebut lazim disebut kolom
(Kitson et al. 1996; Hites 1997). Kolom ini
merupakan ”jantung” atau pusat dari GC
karena pada bagian kolom ini pemisahan
terjadi (Fowlin 1995).
Penafsiran hasil dari GC ditentukan
melalui waktu retensi. Waktu retensi
merupakan waktu yang digunakan oleh
senyawa tertentu untuk bergerak melalui
kolom sampai ke detektor (Fowlin 1995).
Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat
sampel diinjeksikan pada titik dimana
tampilan menunjukkan tinggi puncak
maksimum untuk senyawa itu. Setiap
senyawa memiliki waktu retensi yang
berbeda.
Waktu retensi setiap senyawa sangat
bervariasi dan bergantung pada titik didih
senyawa, kelarutan dalam fase diam, dan
temperatur kolom (Fowlin 1995). Titik didih
4
mempengaruhi waktu retensi karena senyawa
yang mendidih pada temperatur yang lebih
tinggi daripada temperatur kolom akan
menghabiskan hampir seluruh waktunya
untuk berkondensasi sebagai cairan pada awal
kolom sehingga titik didih yang tinggi akan
memiliki waktu retensi yang lama. Kelarutan
dalam fase diam berpengaruh waktu retensi
karena senyawa yang lebih mudah larut dalam
fase diam akan mempunyai waktu yang lebih
singkat untuk dibawa oleh gas pembawa
sehingga senyawa dengan kelarutan yang
tinggi dalam fase diam memiliki waktu retensi
yang lama. Terakhir, temperatur kolom
mempengaruhi waktu retensi dikarenakan
oleh pergerakan molekul meningkat sejalan
dengan peningkatan suhu kolom dalam fase
gas. Hal ini akan mempersingkat waktu
retensi bagi seluruh sampel yang diinjeksikan
(Fowlin 1995).
Waktu retensi ini akan kemudian menjadi
puncak atau peak pada kromatogram.
Kromatogram terdiri dari aksis waktu dan
ordinat kelimpahan (Kitson et al. 1996).
Penafsiran hasil kemudian dilanjutkan setelah
kromatogram didapatkan.
Spektroskopi massa adalah suatu
instrument yang dapat menyeleksi molekul-
molekul gas bermuatan berdasarkan massa
atau beratnya. Teknik ini tidak mencerminkan
metode spekstroskopi pada umumnya.
Pemilihan nama spektroskopi disebabkan oleh
persamaan fungsinya dalam mencatat berkas
sinar dan spektrum garis optik (Kitson et al.
1996). Spektrum massa diperoleh dengan
mengubah senyawa suatu sampel menjadi ion-
ion yang bergerak cepat yang kemudian
dipisahkan berdasarkan perbandingan massa
terhadap muatan (Kitson et al. 1996).
Spektrometer massa dapat digunakan
sendiri atau ditandemkan dengan instrument
lainnya, seperti GC. Spektrometer massa
sendiri dapat digunakan untuk analisis
kuantitatif suatu campuran senyawa-senyawa
yang dekat hubungannya (Kitson et al. 1996).
Analisis dengan instrumen ini juga dapat
dipergunakan untuk menganalisis senyawa
campuran, baik senyawa organik ataupun
anorganik yang bertekanan uap rendah.
Instrumen ini akan menghasilkan berkas
ion dari suatu zat uji. Berkas tersebut
kemudian dipilah dan dikelompokkan menjadi
spektum-spektrum yang akan sesuai dengan
perbandingan massa terhadap muatan serta
merekam kelimpahan relatif tiap jenis ion
yang ada. Secara umum, hanya ion positif
yang dapat dipelajari karena ion negatif yang
Gambar 2 Instrumen GCMS
dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya
kecil sehingga dapat diabaikan (Kitson et al.
1996).
Beberapa instrumen menunjang kerja
sistem GCMS (Gambar 2) sehingga dapat
digunakan secara tandem. Pertama adalah
interfase GCMS yang merupakan suatu alat
yang dapat mentransport eluen dari GC ke
MS. Alat ini menjaga agar eluen tidak
terkondensasi atau terdekomposisi dalam
perjalanannya ke MS. Kedua, merupakan
detektor. Kehadiran detektor ini akan
memberikan hasil final dari keseluruhan
proses injeksi ke GCMS. Detektor yang
umum digunakan adalah detektor quadrupole
mass filter atau Mass Selective Detector
(MSD) (Kitson et al. 1996). Terakhir, adanya
metode pengionan. Metode pengionan ini
umumnya dilakukan dengan Electron impact
atau pengionan secara kimiawi (Kitson et al.
1996).
Profil Metabolit
Membandingkan profil metabolit
merupakan bagian dari analisis metabolisme
yang berusaha untuk memperoleh profil dari
hasil metabolisme suatu sel atau jaringan.
Profil metabolit merupakan bagian penting
dari kajian metabolomik dan metabonomik.
Pemrofilan biasanya dilakukan pada cairan
tubuh seperti darah, urin, dan air liur.
Pembuatan profil metabolit umumnya
ditunjang oleh instrumen spektrofotometer
massa atau oleh Nuclear Magnetic Resonance
(NMR) (Harrigan & Goodacre 2003).
Konsep mengenai adanya profil metabolik
dari tiap individu pertama kali diperkenalkan
oleh Roger Williams pada akhir 1940an.
Williams merupakan perintis dalam
penggunaan kromatografi kertas pada urin dan
air liur individu normal dengan penderita
schizophrenia. untuk melihat perbedaan pola
karakteristik metabolisme dari keduanya.
5
Data yang diperoleh saat itu masih merupakan
data kualitatif (Gates & Sweeley 1978). Baru
pada awal 1970, data kuantitatif profil
metabolit diperoleh. Greef dan Smilde (2005)
menyatakan bahwa istilah pemrofilan
metabolit pertama kali digunakan pada 1971
oleh Horning dan rekannya untuk melaporkan
keberhasilannya dalam menggunakan GCMS
untuk memperoleh profil data kuantitatif
metabolit dari urin dan jaringan tubuh
manusia.
Penggunaan profil metabolit saat ini
digunakan diberbagai bidang. Bidang ilmu
toksikologi dapat mengaplikasikan profil
metabolit untuk mendeteksi perubahan
fisiologis, dengan melihat profil metabolitnya,
karena masuknya toksin atau senyawa kimia
ke dalam tubuh (Robertson 2005). Bidang
ilmu genomik fungsional juga menggunakan
profil metabolomik. Profil metabolit
digunakan sebagai alat pembanding untuk
melihat perubahan fenotip yang disebabkan
oleh manipulasi gen. Hal ini biasa dilakukan
untuk mendeteksi perubahan metabolisme
pada tanaman yang telah dimodifikasi secara
genetik (Saghatelian et al. 2004).
Radikal Bebas
Pentingnya antioksidan dalam diet
manusia dikarenakan ancaman radikal bebas.
Radikal bebas merupakan molekul yang
kehilangan elektron sehingga molekul
tersebut menjadi tidak stabil dan sangat
reaktif. Kondisi tersebut mengakibatkan
molekul ini dapat mengambil elektron dari
molekul lainnya (Seis 1997). Radikal bebas
sesungguhnya dibutuhkan oleh tubuh untuk
metabolisme (Jain et al. 2008). Proses
metabolisme beberapa biomolekul seperti
lipid dan protein dapat menghasilkan radikal
bebas (Seis 1997). Radikal bebas yang
dihasilkan dapat berupa ion hidroksil,
hidrogen peroksida, superoksida, dan lain
sebagainya (Seis 1997). Selain karena proses
metabolisme tubuh, radikal bebas juga dapat
berasal dari luar tubuh karena polusi,
pemaparan sinar ultra violet (UV), dan bahan
aditif makanan.
Mekanisme pembentukan radikal bebas
secara umum dibagi menjadi 3 tahapan. Tahap
pertama adalah tahap inisiasi atau tahap
pembentukan awal radikal bebas yang terjadi
karena molekul stabil terpapar oleh molekul
yang reaktif seperti radikal hidroksil. Kedua,
tahap propagasi atau tahap terjadinya reaksi
berantai yang menyebabkan terbentuknya
radikal-radikal bebas lainnya oleh karena
molekul yang terinisiasi tadi. Tahap terakhir
adalah terminasi. Pada tahap ini terjadi
penggabungan dua radikal bebas sehingga
terbentuk molekul yang stabil dan tidak
reaktif (Sunarti et al. 2008). Mekanisme
reaksinya sebagai berikut:
Inisiasi:
RH + OH ———> H2O + R*
Propagasi:
R* + O2 ——> ROO* + RH —
—> ROOH + R*
Terminasi:
ROO* + ROO* ——> ROOR + O2
ROO* + R* ——> ROOR
R* + R* ——> RR
Antioksidan
Antioksidan diartikan sebagai zat yang
dapat menghambat / memperlambat proses
oksidasi (Seis 1997; Suhartono et al. 2005).
Antioksidan bekerja secara kimia dengan
menyumbangkan satu atau lebih elektron
kepada radikal bebas, sehingga proses
oksidasi dapat diredam (Seis 1997).
Antioksidan tersebut dapat diperoleh dari
makanan secara alami atau melalui suplemen
antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha &
Soedibyo 1999). Secara alami, antioksidan
dapat diperoleh dari berbagai rempah-rempah,
buah-buahan, dan sayur (Subramaniam et al.
2003).
Senyawa antioksidan alami tumbuhan
dapat dianggap sebagai antioksidan eksogen
karena diperoleh tubuh dari luar. Bentuk
umum dari antioksidan ini adalah senyawa
fenolik atau polifenolik yang terdapat pada
buah, biji, dan daun tumbuhan (Selmi &
Sadok 2008). Senyawa fenolik tersebut dapat
berbentuk vitamin atau senyawa fitokimia
lainnya (Hasler 1998; Subramaniam et al.
2003). Vitamin E (α-tokoferol) merupakan
salah satu senyawa fenolik dalam bentuk
vitamin. Senyawa ini berguna sebagai
antioksidan utama pada jaringan adiposa
manusia karena dapat menghambat radikal
bebas lipid peroksida (Sies et al. 1992;
Sunarti et al. 2008). Vitamin C sudah sangat
dikenal oleh masyarakat luas dalam
menangkal radikal bebas (Kohnhorst 1996).
Golongan flavonoid merupakan salah satu
senyawa fitokimia yang memiliki aktivitas
antioksidan (Bagchi et al. 1999). Isoflavon,
sejenis golongan flavonoid yang telah
dipelajari secara intensif kemampuan
antioksidannya (Kohnhorst 1996).
6
Tubuh manusia juga membentuk
antioksidan. Antioksidan ini sering disebut
antioksidan endogen. Antioksidan ini terdapat
dalam bentuk enzim, bilirubin, senyawa-
senyawa tiol, NADH dan NADPH, asam urat,
dan ubikuinon (Percival 1998). Antioksidan
tubuh ini perlu ditunjang oleh asupan
mikronutrien berupa selenium, zink, mangan,
besi dan mineral kelumit lainnya untuk
bekerja secara optimum. Beberapa penelitian
sebelumnya, menunjukkan kemampuan tubuh
berkurang dalam menyerap mikronutrien
seiring dengan proses penuaan (Percival
1998). Hal ini menunjukkan ketergantungan
manusia yang tinggi terhadap asupan
antioksidan eksogen pada usia lanjut.
Antioksidan sintetis dapat juga digunakan
untuk menangkal radikal bebas. Beberapa
contoh antioksidan sintetik adalah
butylatedhydroxytoluene (BHT), butylated
hydroxyanysole (BHA), dan tert-butyl
hydroxyl quinon (TBHQ) (Rohman & Riyanto
2005). Senyawa BHA dan BHT dianggap
sangat efektif dalam menghambat radikal
bebas (Komayaharti & Paryanti 2009).
Rohman & Riyanto (2005) menyatakan
bahwa keefektifan tersebut diikuti oleh
meningkatnya karsinogenitas. Resiko yang
harus ditanggung dengan penggunaan
antioksidan sintetis membuat masyarakat
beralih ke antioksidan alami (Rohman &
Riyanto 2005; Komayaharti & Paryanti 2009).
Terdapat beberapa metode untuk pengujian
aktivitas antioksidan. Secara umum uji
aktivitas antioksidan secara in vitro atau
diluar sel dibagi menjadi dua, yaitu dengan
assay kimia atau cell-based (Honsel et al.
2008). Pengujian dengan assay kimia dapat
dilakukan hanya dengan mereaksikan substrat
dengan assay, sedangkan pengujian dengan
cell-based memerlukan tambahan sel kedalam
campuran assay dan substrat. Pengujian
dengan cell-based lebih relevan secara
biologis dibandingkan pengujian dengan
assay kimia saja (Honsel et al. 2008). Contoh
metode cell-based untuk penentuan aktivitas
antioksidan adalah metode CAP-e dan ROS
PMN (Honsel et al. 2008).
Pengujian dengan menggunakan DPPH
(1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl) termasuk
pengujian dengan assay kimia. Metode DPPH
merupakan metode yang sederhana dan dapat
memberikan informasi reaktivitas senyawa
yang diuji dengan suatu radikal stabil. Metode
uji ini memberikan serapan kuat pada panjang
gelombang 518 nm menurut Stoilova et al.
(2007) atau pada 517 nm menurut Veeru et al.
(2009). Penangkap radikal bebas
menyebabkan elektron menjadi berpasangan
yang kemudian menyebabkan penghilangan
warna yang sebanding dengan jumlah elektron
yang diambil (Kuncahyo & Sunardi 2007).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah
rimpang jahe merah segar dengan waktu
pemanenan pagi hari, jahe merah segar
dengan waktu pemanenan sore hari metanol,
etanol 96%, serbuk DPPH, vitamin C (asam
askorbat), DMSO, dan akuades.
Alat-alat yang dignakan di antaranya
peralatan gelas, pipet Mohr, pipet volumetrik,
pipet mikro, pisau, labu erlemeyer, neraca
analitik, destilator, kertas saring Whatman
No.45, microplate, microplate reader, GCMS.
Perangkat lunak yang digunakan adalah
Microsoft Excel.
Metode
Penelitian ini diawali dengan preparasi
bahan baku dan proses destilasi untuk
mendapatkan minyak atsirinya. Kemudian
minyak atsiri dianalisis dengan perangkat GC
MS dan diuji aktivitas antioksidannya
(Lampiran 1).
Preparasi Bahan Baku
Rimpang jahe merah dengan waktu
pemanenan pagi dan sore disiapkan. Setelah
itu, rimpang dikupas lalu dicuci hingga bersih
kemudian diiris dengan ketebalan ± 4-6 mm.
Sebanyak 100-200 g jahe merah segar yang
telah diiris kemudian ditumbuk secara kasar.
Sampel dari kedua cara pemanenan langsung
didestilasi dengan menggunakan metode
hidrodestilasi.
Destilasi Minyak Atsiri Jahe
Proses destilasi atau penyulingan minyak
atsiri jahe dilakukan secara hidrodestilasi uap
(Ravindran & Babu 2005). Instrumen destilasi
akan menggunakan prinsip destilasi Stahl.
Gambar 3 menunjukkan skema destilasi yang
digunakan. Pelarut yang digunakan adalah
pelarut air. Sebanyak kurang lebih 100-200 g
jahe merah yang telah diiris dan ditumbuk
halus dimasukan dalam destilator, kemudian
ditambahkan ± 1,75 ℓ akuades. proses
destilasi dengan uap air dilakukan dengan
temperatur antara 100 oC sampai tidak lebih
dari 121 o
C (Azlina 2005). Waktu ekstraksi
ekstraksi minyak atsiri jahe adalah sekitar 6
7
jam (Azlina 2005). Hasil destilasi kemudian
disaring dengan kertas saring. Sampel
kemudian di pisahkan menjadi dua bagian,
yaitu sampel rimpang jahe merah panen pagi
dan sampel rimpang jahe merah panen sore.
Masing-masing kelompok kemudian dibagi
menjadi tiga batch yang bertindak sebagai
ulangan dalam percobaan.
Gambar 3 Skema destilasi Stahl, Keterangan:
(1) penangas air, (2) destilator, (3)
kondensor, (4) tabung fraksi minyak
atsiri, dan (5) tabung fraksi air
(Cerpa et al. 2008)
Analisis Minyak Atsiri dengan GCMS Analisis minyak atsiri dengan GCMS akan
dilakukan dengan instrumentasi GCMS.
Kolom yang digunakan adalah kolom HP-
5MS (5% fenil metil siloksan) dengan
dimensi (30 x 250 µm x 0,25 µm) dan carier
berupa gas helium (Sukari et al. 2008; Mahdi
et al. 2010). Temperature oven yang
digunakan antara 100-250 o
C dengan laju
perubahan suhu 5 o
C menit-1
dengan initial
hold satu menit bagi tiap tingkatan temperatur
dan dengan suhu meningkat secara bertahap
sampai pada final hold selama 10 menit.
Deteksi pada spektroskopi massa akan
dilakukan dengan detektor Electron Impact
Detector (EID) pada tegangan 70 eV (Mahdi
et al. 2010). Data yang diperoleh dari GCMS
akan kemudian dibandingkan dan ditelaah
dengan basis data spektral Wiley atau Wiley
7n. 1 (Sukari et al. 2008; Mahdi et al. 2010).
Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri
Uji aktivitas antioksidan dan persiapan
assay dilaksanakan sesuai dengan Batubara et
al. (2009) (Lampiran 4). Disiapkan larutan
DPPH dalam ethanol dengan konsentrasi 0.3
mM, larutan disiapkan segar dan disimpan
dalam ruang gelap pada suhu 4oC. Sebanyak
300 µL larutan DPPH ditambahkan ke dalam
ekstrak sampel dengan beberapa konsentrasi
(1,6-16,66 µg/ml) (Batubara et al. 2009).
Campuran tersebut kemudian dikocok sampai
merata. Larutan tersebut didiamkan selama 30
menit, kemudian diukur secara
spektrofotometri pada panjang gelombang
517 nm. Blanko yang digunakan adalah
campuran larutan DPPH dan etanol 96%
tanpa sampel. Dilakukan juga pengujian
aktivitas antioksidan asam askorbat (Vitamin
C) sebagai pembanding karena Vitamin C
merupakan antioksidan yang telah digunakan
secara umum. Pengujian aktivitas antioksidan
dilakukan triplo. Aktivitas antioksidan diukur
dalam satuan persen (%) inhibisi. Perhitungan
(%) inhibisi berdasarkan Yen & Duh (1994)
dihitung mengikuti persamaan :
(%) inhibisi =
[(ABlanko – Asampel) / ABlanko] x100
Keterangan:
ABlanko: Nilai absorban dari blanko
Asampel : Nilai absorban dari sampel
Analisis Statistik Pengolahan data dari hasil kromatogram
dilakukan dengan Uji-t, tingkat kepercayaan
95%, tidak berpasangan dengan satu peubah,
yaitu waktu pemanenan. Data hasil
kromatogram diambil dari dua sampel dengan
tiga ulangan. Hasil analisis Uji-t dapat
menentukan perbedaan komposisi minyak
atsiri secara statistik. Perlakuan waktu
pemanenan memberikan hasil yang berbeda
nyata apabila t Stat lebih besar t Critical.
Pengolahan data dari uji aktivitas
antioksidan dilakukan dengan komparasi
persen inhibisi terhadap konsentrasi. Data
absorban dirata-rata dan dikonversi ke persen
inhibisi. Data akan diolah dengan analisis
regresi logaritmik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemanenan Rimpang Jahe Merah
Jahe merah yang digunakan sebagai
sampel diperoleh dari daerah Cihideung,
kecamatan Batu tulis, Bogor Barat, Bogor,
Jawa Barat. Jahe merah yang dipanen berusia
10 bulan dengan kuantitas sekitar tiga
kilogram. Sampel jahe merah yang dipanen
sore diambil sekitar pukul 15.00 pada tanggal
30 mei 2010, dengan kondisi cuaca
mendung/berawan dengan berat 1,5 kg.
Sampel jahe merah yang dipanen pagi diambil
sekitar pukul 8.00 pada tanggal 31 mei 2010,
dengan kondisi cuaca cerah dengan kuantitas
1,5 kg. Kedua sampel ini dibagi manjadi tiga
ulangan dengan ukuran tiap ulangannya ±200
g dan kemudian dimasukan ke dalam lemari
pendingin dengan suhu 0-4 oC sampai waktu
destilasi tiba. Penyimpanan sampel pada suhu
tersebut dilakukan untuk meniadakan atau
1
2
3
4 5
8
mengurangi efek perubahan metabolisme.
Destilat Rimpang Jahe Merah
Sampel jahe yang dipanen pada pagi hari
dan sore hari dikeluarkan dari lemari
pendingin dan dilakukan thawing pada sampel
selama kurang lebih 10-15 menit. Ukuran
permukaan sampel tersebut kemudian
dihaluskan dengan bantuan mortar dan
lumpang sampai cukup halus. Hal ini
dilakukan untuk memperbesar luas
permukaan sampel yang akan berinteraksi
dengan air pada proses destilasi. Metode
destilasi yang digunakan adalah metode
hidrodestilasi atau destilasi air.
Suhu yang digunakan saat destilasi berkisar
antara 100-120 oC. Hasil dari proses destilasi
dapat ditunjukkan oleh Gambar 4.
Berdasarkan perhitungan (Lampiran 3)
diperoleh nilai rendemen pada jahe merah
panen sore sebesar 2.52% dan diperoleh nilai
rendemen pada jahe merah panen pagi sebesar
2.26%. Nilai ini menunjukkan hasil rendemen
yang cukup baik mengingat sampel dalam
keadaan segar dan kandungan minyak atsiri
jahe merah hanya sekitar 1-3% (Rukmana
2000, Sari et al. 2006). Rendemen minyak
atsiri jahe merah menunjukkan rendemen
yang lebih baik ketimbang minyak atsiri dari
varian jahe gajah. Sultan et al. (2005)
melaporkan yield minyak atsiri varian jahe
gajah yang telah dikeringkan hanya mencapai
1-1,5%.
Hasil uji-t, dengan tingkat kepercayaan
95%, nilai rendemen dari kedua perlakuan
tidak berbeda nyata dengan nilai t 0,489.
Persentase (%) kadar air dari kedua juga
menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan.
Kadar air kedua sampel berkisar antara 85%
dengan nilai t Stat 0,026.
Profil Kromatogram Minyak Atsiri Jahe
Merah
Hasil kromatogram (Lampiran 2)
memperlihatkan bahwa minyak atsiri dari
jahe merah memiliki 26-30 senyawa. Sampel
yang dipanen di sore hari menunjukkan
adanya variasi dalam komposisi senyawa
kimia yang terdeteksi dalam minyak atsiri
tersebut. Satu buah sampel memiliki 27
senyawa dan dua buah sampel menunjukkan
ada 30 senyawa kimia yang terdeteksi di
dalamnya. Minyak atsiri dari jahe merah yang
dipanen di pagi hari juga menunjukkan hal
yang sama, dengan dua buah sampel memiliki
26 senyawa yang terdeteksi dan satu buah
sampel terdeteksi dengan 28 senyawa.
Keseluruhan senyawa volatil yang terdeteksi
oleh GCMS adalah 47 senyawa. Hasil
kromatogram yang didapat menunjukkan
proses separasi yang cukup baik, akan tetapi
belum optimal. Sukari et al. (2008)
melaporkan sekitar 34 senyawa kimia
terdapat dalam minyak atsiri satu jahe merah.
Perbedaan dalam jumlah senyawa yang
terdeteksi dapat juga disebabkan oleh
perbedaan cara pemilihan sampel dari kedua
metode penelitian. Penelitian ini menentukan
umur yang sama pada setiap sampelnya, yaitu
pada umur 10 bulan sedangkan pada
penelitian Sukari et al. (2008) sampel diambil
secara acak dari pasar tanpa membedakan
umur rimpang. Perbedaan umur dalam
hitungan bulan pada rimpang jahe merah
dapat mengubah profil dari komposisi minyak
atsiri rimpang jahe merah, sebagaimana yang
telah dilaporkan Nurliana et al. (2008).
Keseluruhan senyawa yang teridentifikasi
kemudian disortir berdasarkan persen
Gambar 4 Persentase kadar air dan rendemen minyak atsiri rimpang jahe merah
9
kelimpahan (%) senyawa terhadap
keseluruhan senyawa dan dilihat kualitas
identifikasinya. Beberapa senyawa utama
(major compound) yang terdapat dalam
sampel kedua jahe merah adalah senyawa
kamfen (6,1-8,7%), cineol (4,5-6,9%), citral
(8,2-16,7%), 2,6-oktadienol (5,4-12%),
benzen (6 %), α-zingiberen (7,6-12,5%), dan
β-sesquiphellandren (5,103-6,521%).
Senyawa utama dapat didefinisikan sebagai
senyawa yang terdeteksi pada kromatogram
GCMS dengan persen kuantitas diatas 5%
dari keseluruhan minyak atsiri (Herebian et
al. 2009). Tujuh senyawa ini terdapat pada
seluruh sampel dan memiliki persen
kelimpahan yang besar dibanding senyawa
lain yang terdeteksi.
Keberadaan senyawa utama yang
terdeteksi dapat menjadi profil dari
kromatogram minyak atsiri jahe merah pada
umur 10 bulan, sehingga membedakan jahe
merah pada umur 10 bulan dengan jahe merah
pada umur lain. Dalam menentukan
perbedaan profil minyak atsiri jahe merah
panen pagi dan sore perlu dilakukan
pengujian statistik karena senyawa utama dari
kedua sampel sama. Pengujian secara statistik
difokuskan pada perbedaan rata-rata
komposisi senyawa utama jahe merah pada
kedua waktu panen. Hasil uji-t pada rataan
persen kelimpahan senyawa utama pada
sampel minyak atsiri rimpang jahe merah
yang dipanen pagi dan sore dapat dilihat pada
Tabel 1. Perbedaan persen kelimpahan
menunjukkan profil yang berbeda antara
sampel jahe merah yang dipanen pagi dan
sore hari.
Hasil dari uji-t menunjukkan bahwa
senyawa α-zingiberen berbeda secara statistik
kuantitasnya antara sampel jahe merah yang
dipanen pada pagi hari dengan yang dipanen
pada sore hari dengan nilai t Stat 5,705.
Senyawa lainnya tidak menunjukkan beda
signifikan secara statistik. Perbedaan
kuantitas senyawa tersebut dapat menjadi
faktor yang membedakan profil kromatogram
dari metabolisme jahe merah di siang dan di
malam hari.
Perbedaan Profil α-Zingiberen
Profil dari kromatogram (Gambar 5)
menunjukkan adanya puncak senyawa α-
zingiberen antara waktu retensi 11,603-
11,855. Rataan persen kelimpahan α-
zingiberen pada jahe merah yang dipanen
pagi hari adalah 8,086. Rataan persen
kelimpahan pada jahe merah yang dipanen
sore hari adalah 11,000. Hasil uji-t dari kedua
rataan tersebut menunjukkan adanya
perbedaan kuantitas yang konsisten dari
komponen α-zingiberen pada kedua sampel.
Sampel jahe merah yang dipanen pada sore
hari (hasil metabolisme siang hari) memiliki
jumlah senyawa α-zingiberen yang lebih
banyak dibanding sampel jahe merah yang
diambil pada pagi hari (hasil metabolisme
malam hari). Hal ini sejalan dengan yang
dilaporkan oleh Anasori & Asghari (2008)
mengenai produksi senyawa geraniol dan α-
zingiberen yang meningkat oleh karena
pengaruh cahaya matahari. Dalam laporan
tersebut dijelaskan bahwa tumbuhan jahe
yang tidak memperoleh paparan cahaya
matahari, tidak memiliki pita senyawa
zingiberen pada kromatogram kromatografi
lapis tipisnya.
Perbedaan ini juga menunjukkan adanya
kehilangan α-zingiberen pada sampel jahe
merah panen pagi. Sampel jahe panen pagi
diambil 17 jam setelah sampel jahe panen
sore. Hal ini menunjukkan terjadinya
kehilangan α-zingiberen hasil metabolisme 12
jam sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena
senyawa α-zingiberen merupakan senyawa
volatil yang mudah menguap, sehingga
senyawa tersebut dapat menguap pada malam
hari. Penjelasan lain mengenai hilangnya
senyawa tersebut dapat terjadi karena minyak
atsiri tersebut sengaja dikeluarkan ke
lingkungan sebagai pengusir serangga oleh
tumbuhan tersebut. Hal ini sejalan dengan apa
yang telah dilaporkan Yamahara et al. (1988).
Tabel 1 Senyawa utama dari minyak atsiri rimpang jahe merah umur 10 bulan dan hasil uji-t
Senyawa Kualitas rata-rata (% kelimpahan)
Hasil uji-t Identifikasi Jahe panen pagi Jahe panen sore
Kampfen 97% 6,788±0,6559 7,741±1,421 tidak signifikan
Cineol 99% 5,592±0,831 5,872±1,247 tidak signifikan
z-citral 97% 11,570±4,480 9,700±1,315 tidak signifikan
2,6-oktadienol 91% 7,883±3,579 6,735±1,207 tidak signifikan
benzen 91% 6,870±0,7881 6,546±0,8755 tidak signifikan
α-zingiberen 97% 8,086±0,7742 11,000±1,527 signifikan
β-sesquiphellandren 98% 5,267±0,2686 5,856±0,5896 tidak signifikan
10
Gambar 5 Profil α-zingiberen pada kromatogram jahe merah panen pagi dan panen sore
Kromatogram Jahe Merah Pagi α-zingiberen
Kromatogram Jahe Merah Sore
α-zingiberen
11
Pengaruh Gen pada Metabolisme α-
Zingiberen
Senyawa seskuiterpen α-zingiberen
merupakan senyawa turunan isopren.
Senyawa ini merupakan golongan terpenoid,
seskuiterpen. Seskuiterpen adalah senyawa
terpenoid dengan rantai karbon berjumlah 15
(C15) Davidovich-Rikanati et al.
2008;Sallaud et al.2009). jalur metabolisme
seskuiterpen. Secara umum jalur tesebut
dapat dilihat pada Gambar 6. Menurut Sallaud
et al. (2009) sebagian besar seskuiterpen
disintesis dari senyawa prekursor farnesil
difosfat (FPP). Senyawa FPP dapat dihasilkan
dari dua jenis pathway, yaitu pathway
mevalonat dan deoksixilulosa 5-fosfat (DXP).
Kedua pathway ini menghasilkan isopentenil
pirofosfat (IPP) dan dimetilalil pirofosfat
(DMAPP) yang merupakan prekursor FPP.
Terdapatnya senyawa α-zingiberen dapat
menjadi petunjuk terdapatnya dua buah gen
pada tumbuhan jahe merah. Kedua gen
tersebut adalah gen penyandi isoprene
synthase (ISPS) dan gen penyandi
zingiberene synthase (ZIS). Kedua buah gen
ini dibutuhkan dalam sintesis metabolisme
sekunder α-zingiberene (Loivamaki et al.
2007; Davidovich-Rikanati et al. 2008). Gen
ISPS dibutuhkan dalam sintesis IPP dan gen
ZIS dibutuhkan dalam sintesis α-zingiberen.
Loivamaki et al. (2007) menunjukkan
pula bahwa aktivitas ISPS dipengaruhi
intensitas cahaya matahari. Makin besar
intensitas cahaya, maka makin tinggi aktivitas
tersebut. Hal ini dapat menjadi penyebab
lebih tingginya produksi α-zingiberen pada
jahe merah yang dipanen sore hari karena
tanaman tersebut terpapar sinar matahari lebih
lama daripada sampel yang dipanen pagi hari.
Gambar 6 Pathway sinthesis seskuiterpen
(Sallaud et al. 2009)
Aktivitas Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan dilakukan
dengan mengukur persen inhibisi dari radikal
DPPH. Pengukuran persen inhibisi ini
dilakukan dengan menggunakan microplate
dan microplate reader pada panjang
gelombang 517 nm. Gambar 7 menunjukkan
aktivitas antioksidan dari kedua sampel dan
juga aktivitas antioksidan vitamin C yang
merupakan kontrol positif antioksidan.
Aktivitas antioksidan dari kedua sampel tidak
berbeda signifikan. Aktivitas antioksidan dari
kedua sampel tergolong rendah apabila
dibandingkan dengan aktivitas antioksidan
standar yang digunakan, yaitu asam askorbat
atau vitamin C (Lampiran 5). Persamaan
logaritmik dari aktivitas vitamin C adalah y =
21.46ln(x) + 0.367 dengan nilai R² =0.887.
Persamaan logaritmik dari aktivitas
antioksidan jahe panen pagi adalah y =
2.451ln(x) - 0.313 dan aktivitas antioksidan
dari jahe panen sore ditunjukkan oleh
persamaan y = 1.927ln(x) + 0.804. Nilai
regresi dari aktivitas jahe panen pagi dan sore
secara berturut-turut adalah R²= 0.738 dan R²= 0.907.
Senyawa zingiberen belum diketahui
potensi bioaktivitasnya sebagai antioksidan.
Senyawa tersebut lebih dikenal memiliki
aktivitas biologis sebagai pengusir serangga
dan dapat mengobati peradangan (Yamahara
et al. 1988; Moon et al. 2010). Pengujian
aktivitas biologi dari kedua hal tersebut dapat
diujicobakan untuk penelitian lebih lanjut.
Gambar 7 Kurva % inhibisi vs konsentrasi
jahe panen pagi (A), panen sore
(B), dan vitamin C (C)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Metabolisme α-zingiberen pada jahe
C
A B
12
merah terpengaruh oleh adanya sinar
matahari. Jahe merah yang dipanen sore hari
mengandung minyak atsiri dengan komposisi
senyawa α-zingiberen yang lebih tinggi dari
jahe merah yang dipanen pada pagi hari.
Komponen utama dari minyak atsiri jahe
merah adalah kampfen, cineol, citral, 2,6-
oktadienol, benzen, β-sesquiphellandren dan
α-zingiberen. Aktivitas antioksidan jahe
merah yang dipanen sore dan pagi tergolong
rendah dan besar aktivitas antioksidan jahe
merah yang dipanen sore dan pagi tidak
berbeda signifikan.
Saran
Penggunaan sampel jahe merah yang telah
dikeringkan dapat dilakukan untuk
menurunkan waktu ekstraksi. Separasi
senyawa dalam minyak atsiri jahe merah
dengan GCMS dapat dioptimalkan dengan
penambahan waktu run instrument GCMS.
Penggunaan basis data terbaru dapat
membantu mengidentifikasi beberapa
senyawa dalam rimpang jahe merah yang
belum teridentifikasi secara spesifik.
Penentuan aktivitas antioksidan rimpang jahe
merah panen pagi dan panen sore secara in
vivo perlu dilakukan untuk
membandingkannya dengan hasil percobaan
yang telah dilakukan secara in vitro.
DAFTAR PUSTAKA
Anasori P, Asghari G. 2008. Effects of light
and differentiation on gingerol and
zingiberene production in callus culture
of Zingiber officinale Rosc. RPS 3:59-63.
Arnaudon H. 2002. An International Market
Study of Ginger. Kathmandu: MEDEP.
Azlina N. 2005. Study on important
parameters affecting the hydro-destilation
for ginger oil production [tesis]. Johor:
Faculty of Chemical and Natural
Resources Engineering, Universiti
Teknologi Malaysia.
Bagchi M et al. 1999. Acute and chronic
stress-induced oxidative gastrointestinal
injury in rats and the protective ability of
a novel grape seed proanthocyanidin
extract. Nutrition Research 19:1189-
1199.
Batubara I, Mitsunaga T, Ohashi H. 2009.
Screening antiacne potency of Indonesian
medicinal plants: antibacterial, lipase
inhibition, and antioxidant activities. J
Wood Sci. 55:230-235.
Briceno D, Eberhard W, Shelly T. 2007. Male
courtship behavior in Ceratitis capitata
(Diptera: Tephritidae) that have received
aromatherapy with ginger root oil.
Florida Entomol 90:175-179.
Bua-in S, Paisooksantivatana Y. 2009.
Essential oil and antioxidant activity of
Cassumunar Ginger (Zingiberaceae:
Zingiber montanum (Koenig) Link ex
Dietr.) collected from various part of
Thailand. Kasetsart J Nat Sci 43:467-
475.
Buckle J. 2001. Aromatherapy and diabetes.
Diabetes Spectrum 14:124-126.
Cerpa MG, Mato RB, Cocero MJ. Modeling
steam distillation of essential oils
application to lavandin super oil. AIChE
Journal 54:909-917.
Cooke B, Ernst E. 2000. Aromatherapy: a
systematic review [ulas balik]. Brit J Gen
Pract 50:493-496.
Dalimartha S, Soedibyo M. 1999. Awet muda
dengan tumbuhan obat dan diet
suplememen. Trubus Agriwidya 1:36-40.
Davidovich-Rikanati R et al. 2008.
Overexpression of the lemon basil α-
zingiberene synthase gene increases both
mono- and sesquiterpene contents in
tomato fruit. The Plant Journal 56:228-
238.
Duke JA et al. 2002. CRC Handbook of
Medicinal Herbs. Boca Raton: CRC Pr.
Fowlin IA. 1995. Gas Chromatography. Ed
ke-2. Chichester: John Wiley & Sons.
Gates SC, Sweeley CC. 1978. Quantitative
metabolic profiling based on gas
chromatography. Clin Chem 24:1663-
1673.
Geiger JL. 2005. The essential oil of ginger,
Zingiber officinale, and anaesthesia. The
International Journal of Aromatheraphy
15:7-14.
Gohlke RS, McLafferty FW. 1993. Early gas
chromatography / mass spectrometry. J
Am Soc Mass Spectrom 4:367-371.
Greef J van der, Smilde AK. 2005. Symbiosis
of chemometrics and metabolomics: past,
present, and future. J Chemomet 19:376-
386.
Guzman CC, Siemonsma JS. 1999. Plant
13
resources of South-East Asia, No.13,
Spices. Bogor: Prosea.
Halm MA. 2008. Essential oil for
management of symptoms in critically ill
patients [ulas balik]. American Journal of
Critical Care 17:160-163.
Han LK, Gong XJ, Kawano S, Saito M. 2005
Antiobesity action of Zingiber officinale
Roscoe. Yakugaku Zasshi 125:213-217.
Harliansyah, Murad NA, Wan Ngah WZ,
Mohd Yusof YA. 2007. Antiproliferative,
. antioxidant, and apoptosis effect of
Zingiber officinale and 6-gingerol on
HepG2 cells. Asian J Biochem 2:421-426.
Harrigan GG, Goodacre R. 2003. Introduction.
Di dalam: Harrigan GG, Goodacre R,
editor. Metabolic Profiling: Its Role in
Biomarker Discovery and Gene Function
Analysis. Dordrecht: Kluwer Academic
Pb. hlm. 1-8.
Hasler CM. 1998. Fuctional foods: Their role
in disease prevention and health
promotion. Food Technol 52(11):63-70.
Herebian D, Choi JH, El-Aty AMA, Shim JH,
Spiteller M. 2009. Metabolite analysis in
Curcuma domestica using various GC-
MS and LC-MS separation and detection
techniques. Biomed. Chromatogr.
23:951-965.
Herlina R, Murhananto J, Endah L, Pribadi
ST. 2002. Khasiat Manfaat Jahe Merah
Si Rimpang Ajaib. Jakarta: Agro Media
Pustaka.
Hites RA. 1997. Gas Chromatography Mass
Spectrometry. Di dalam: Settle F, editor.
Handbook of Instrumental Techniques for
Analytical Chemistry. New Jersey:
Prentice Hall. hlm. 609-626.
Honzel D et al. 2008. Comparison of
chemical and cell-based antioxidant
methods for evaluation of foods and
natural products: generating multifaceted
data by parallel testing using erythrocytes
and polymorphonuclear cells. J Agric
Food Chem 56:8319-8325.
Jain PK, Ravichandran V, Sharma S, Agrawal
RK. 2008. The antioxidant activity of
some medicinal plants. Turk J Biol
32:197-202.
Khadem-Ansari MH, Karimipour M, Salami
S, Shirpoor A. 2008. The effect of ginger
(Zingiber officinale) on oxidative stress
status in the small intestine of diabetic
rats. Int J Endocrinol Metab 3:144-150.
Kikuzaki H, Nakatani N. 1993. Antioxidant
effects of some ginger constituents. J
Food Science 58:1.407-1.410.
Kitson FG, Larsen BS, McEwan CN. 1996.
Gas Chromatography and Mass
Spectrometry. London: Academic Pr.
Koeswara S. 1995. Jahe dan Hasil
Olahannya. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Kohnhorst A. 1996. Fuctional foods and
disease prevention. Suranaree J Sci
Technol 3:31-38.
Komayaharti A, Paryanti D. 2009. Ekstrak
daun sirih sebagai antioksidan pada
minyak kelapa [skripsi]. Semarang:
Fakultas Tehnik, Universitas Diponegoro.
Kuncahyo I, Sunardi. 2007. Uji aktivitas
antioksidan belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi, L.) terhadap 1,1 Diphenyl-2-
picrylhidrazyl (DPPH). Di dalam:
Teknologi Kesehatan dan Obat-obatan.
Seminar Nasional Teknologi; Yogyakarta,
24 November 2007. Yogyakarta:
DIKNAS. hlm. 1-9.
Kuo et al. 2005. Isolation of natural
antioxidant dehidrozingeron from
zingiber officinale and synthesis of its
analogues for recognition of effective
antioxidant and antithyrosinase agents.
Arch Pharm Res 28:518-528.
Loivamaki M et al. 2007. Circadian rhythms
of isoprene biosynthesis in grey poplar
leaves. Plant Physiol 143:540-551.
Mahdi HJ, Andayani R, Ishak. 2010.
Metabolic fingerprinting of three
malaysian ginger (Zingiber officinale
Roscoe) using gas chromatography-mass
spectrometry. Am J Appl Sci 7:17-23.
Matsuda Y, Kikuzaki H, Hisamoto M,
Nakatani N. 2004. Antioxidant properties
of gingerol related compound from
ginger. BioFactors 21(1):abstrak
[terhubungberkala].http://iospress.metapr
ess.com/content/w5cghrt4l5ha2x5l. [28
Mar 2010].
Moon HI, Cho SB, Kim SK. 2010.
Composition and immunotoxicity activity
of essential oil from leaves of Zingiber
officinale Roscoe againts Aedes Aegypti
L. Immunopharmacol Immunotoxicol.
14
Inpress.
Muhlisah F. 1999. Temu-temuan dan Empon-
empon, Budi Daya dan Manfaatnya.
Yogyakarta: Kanisius.
Nurliana D. 2008. Analisis kuantitatif dan
kualitatif minyak atsiri dari rimpang jahe
merah (Zingiber officinale var. Rubrum)
dengan variasi waktu panen yang berbeda
[skripsi]. Semarang: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Diponegoro.
Nursal. 2006. Bioaktivitas ekstrak jahe
(Zingiber officinale Roscoe) dalam
menghambat pertumbuhan koloni bakteri
Escherichia coli dan Bacillus subtilis. J
Biosains 2:64-66.
Patin R, Kanlayavattanakul M, Lourith N.
2009. Aromatheraphy and essential oil in
thai spa business. Ind J Pharm Sci 5:160-
166.
Percival M. 1998. Antioxidant [ulasan].
Clinical Nutrion Insight 1(10):1-4.
Pino JA, Marbot R, Rosado A, Batista A.
2004. Chemical composition of Zingiber
officinale (Rosc L) from Cuba. J Essent
Oil Res 16:186-188.
Ravindran PN, Babu KN, editor. 2005.
Ginger: The Genus Zingiber. Boca
Raton: CRC Pr.
Robertson DG. 2005. Metabonomics in
toxicology: a review. Toxicol. Sci.
85:809-822.
Rohman A, Riyanto S. 2005. Daya
antioksidan ekstrak etanol Daun
Kemuning (Murraya paniculata (L) Jack)
secara in vitro. Majalah Farmasi
Indonesia 16:136-140.
Rukmana R. 2000. Usaha Tani Jahe.
Yogyakarta: Kanisius.
Saghatelian et al. 2004. Assignment of
endogenous substrates to enzymes by
global metabolite profiling. Biochem
43(45):14332-14339.
Sallaud C et al. 2009. A novel pathway for
sesquiterpenes biosynthesis from z,z-
farnesyl pyrophosphate in the wild
tomato Solanum habrochaites. The Plant
Cell 21:301-317.
Sari HC, Darmanti S, Hastuti ED. 2006.
Pertumbuhan tanaman jahe emprit
(Zingiber officinale var. Rubrum) pada
media tanam pasir dengan salinitas yang
berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi
14:19-29.
Seis H. 1997. Oxidative stress: oxidant and
antioxidant. Exp Physiol 82:291-295.
Selmi S, Sadok S. 2008. The effect of natural
antioxidant (Thymus vulgaris Linnaeus)
on flesh quality of tuna (Thunnus thynnus
(Linnaeus)) during chilled storage. Pan-
Am J Aquatic Sci 3:36-45.
Sidik. 1997. Acuan Sedian Herbal.
Yogyakarta: UGM.
Spivack SE. 1998. Health spa development in
the US: a burgeoning component of sport
tourism. J Vacat Market 4:65-77.
Subramaniam V, Adenan MI, Ahmad
AR, Sahdan R. Natural Antioxidant:
Piper sarmentosum (Kadok) and
Morinda elliptica (Mengkudu). Mal J
Nutr 9:41-51.
Suhartono E, Setiawan B, Edyson, Ramlah.
2005. Uji aktivitas antioksidan jus buah
mengkudu (Morinda citrifolia) dan
perannya sebagai inhibitor advanced
glycation end product (AGEs) akibat
reaksi glikolisasi. B I Ked 37:1-6.
Stoilova et al. 2007. Antioxidant activity of a
ginger extract (Zingiber officinale). Food
Chem 102:764-770.
Sukari et al. 2008. Chemical constituent
variantions of essential oils from
rhizomes of four Zingiberaceae species.
Malay J Anal Sci 12:638-644.
Sultan M, Bhatti HN, Iqbal Z. 2005. Chemical
analysis of essential oil of ginger. Pak. J.
Biol. Sci. 8:1576-1578.
Sunarti, Maudisa R, Asdie RH, Hakimi M.
2008. Effect of homocysteine and
antioxidants on peroxidation lipid of
essential hypertension in Central Java,
Indonesia. B I Ked 40:165-171.
Wijayakusuma H. 2006. Atasi Asam Urat dan
Rematik Ala Hembing. Jakarta: Puspa
Swara.
Veeru P, Kishor MP, Meenakshi M. 2008.
Screening of medicinal plant extract for
antioxidant activity. J Med Plant Res
3:608-612.
Vernin G, Parkanyi C. 2005. Chemistry of
Ginger. Di dalam: Ravindran PN, Babu
KN, editor. Ginger: The Genus Zingiber.
Boca Raton: CRC Pr. hlm. 87-180.
15
Yamahara J et al. 1988. The anti-ulcer in rats
of ginger constituent. J Ethnopharmacol.
23:299-304
Yen GC, Duh PD. 1994. Scavenging effect of
methanolic extracts of peanut hulls on
free-radical and active oxygen species. J.
Agric Food Chem. 42:629-632.
18
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Alur kerja penelitian
Preparasi Bahan
Baku
Destilasi Minyak
Atsiri Jahe Merah
Uji Aktivitas
Antioksidan
Minyak Atsiri
Analisis
Minyak Atsiri
dengan
GC/MS
Analisis
Statistik
Interpretasi Data
Jahe Merah
Waktu Panen
Pagi Hari
Jahe Merah
Waktu Panen
Sore Hari
18
Lampiran 2 Senyawa total kromatogram GC/MS dan contoh perhitungan student t-test
Kromatogram Jahe Merah Sore
Kromatogram Jahe Merah Pagi
19
Lampiran 2 Senyawa total kromatogram GC/MS dan contoh perhitungan student t-test
(Lanjutan)
Senyawa Ulangan (pagi) Ulangan (sore)
Signifikan 1 2 3 1 2 3
trisiklene NA NA NA 0.281 NA NA NA
α-pinene 1,498 1,698 1,517 2,682 2,139 1,561 tidak
camphene 6,274 7,527 6,564 8,760 8,345 6,117 tidak
β-mycrene 1,662 1,731 1,377 2,253 1,914 1,497 tidak
β-phellandrene NA 1,847 NA NA NA NA NA
cineol 6,407 4,745 5,625 4,500 6,938 6,177 tidak
2-nonanone 0.293 NA NA NA NA 0.256 NA
Delta carene NA NA NA 2,334 NA NA NA
linalool 1,720 1,723 1,516 0.605 0.826 1,382 tidak
α-terpinolene 0.373 NA NA 0.397 0.302 0.370 tidak
borneol 1,929 1,863 1,681 1,512 2,091 2,789 tidak
cyclooctane 0.577 NA NA NA 0.471 NA NA
3-cyclohexane 0.689 NA NA NA NA NA NA
α-terpineol NA 0.605 0.539 0.495 NA 0.867 NA
β-citronelol 1,055 1,150 0.983 0.912 1,097 1,377 tidak
z-citral 16,714 9,473 8,523 8,217 10,154 10,728 tidak
2,6-oktadienol 6,004 12,011 5,634 6,943 7,824 5,437 tidak
E-citral 10,051 NA NA NA NA NA NA
z-citral(2) NA NA NA 15,373 18,926 NA NA
cyclohexanone NA NA NA 0.412 NA NA NA
pulegone NA NA NA NA 0.731 0.744 NA
cyclohexene-methanol NA NA NA NA 0.680 NA NA
bicycloheptanon NA NA NA NA NA 0.433 NA
bicycloheptenol NA NA NA NA NA 0.479 NA
bicycloheptanol 1,131 1,024 1,516 0.977 0.815 0.983 tidak
geraniol NA 5,762 NA 2,719 4,273 NA tidak
citral NA 16,788 14,746 NA NA 19,433 NA
cis-2,6-dimethyl-2,6-octadiene 0.815 0.960 1,005 0.909 0.679 0.581 tidak
2,6-oktadienol(2) 11,162 NA 13,510 6,943 NA 5,731 NA
2-undecanone 0.459 NA 0.517 NA NA 0.329 NA
benzene 6,074 6,885 7,650 7,528 6,265 5,846 tidak
1,3cyclohexadiene/α-zingiberene 8,969 7,522 7,768 12,466 9,418 11,116 YA
germacrene NA 0.871 NA NA NA NA NA
α-farnesene 6,230 4,027 6,452 7,163 6,254 6,418 tidak
β-bisabolen 0.645 1,865 NA 0.689 NA 0.545 NA
zingiberene 0.779 1,020 1,215 NA 0.789 NA NA
α-amorphene NA NA 0.975 NA NA NA NA
naphtalene/γ-cadinene 0.856 NA NA 1,028 0.877 0.841 NA
β-sesquiphellandrene 5,212 5,103 5,577 6,521 5,396 5,652 tidak
farnesol(?)/4,4 dimethyl-2-1,5 hexadiene/cyclohexane 0.927 1,201 1,413 1,133 0.945 0.817 tidak
di-epi-α-cedrene/α-cedrene/methanoazulene/italicene 0.539 0.673 0.893 0.628 0.466 0.455 tidak
E-farnesene/farnesene NA NA 0.940 NA 0.649 NA NA
napthalenmethanol NA NA 0.551 0.373 NA NA NA
β-himachalene NA NA NA 0.940 NA NA NA
trimethylbicyclo NA NA NA 0.592 NA NA NA
2,6,10 dodecatrien-1-ol NA NA NA NA 0.735 NA NA
benzocyclohepten NA NA NA NA NA 0.682 NA
(Keterangan: NA= Non-Available/tidak terdeteksi)
20
Lampiran 2 Senyawa total kromatogram GC/MS dan contoh perhitungan student t-test
(Lanjutan)
Hipotesis 0 : Tidak ada perbedaan antara komposisi zingiberen jahe merah panen pagi
dengan sore.
Hipotesis 1 : Ada perbedaan antara komposisi zingiberen jahe merah panen pagi dengan sore.
Student t-Test: zingiberene
Panen pagi Panen sore
Mean 8086.333333 11000
Variance 599454.3333 2332668
Observations 3 3
Pearson Correlation 0.90901536
Hypothesized Mean Difference 0
df 2
t Stat 5.70582144
P(T<=t) one-tail 0.014684742
t Critical one-tail 2.91998558
P(T<=t) two-tail 0.029369484
t Critical two-tail 4.30265273
tStat lebih besar dari nilai t Crit, maka Hipotesis 0 dapat ditolak.
Hipotesis 1 dapat diterima (ada perbedaan antara komposisi jahe merah panen pagi dan sore)
21
Lampiran 3 Perhitungan koreksi kadar air dan perhitungan uji-t pada rendemen minyak atsiri
Koreksi kadar air jahe merah panen pagi
yield (ml) kadar air (%) bobot (g) % rendemen (%v/b)
0.4 81.6 140.55 1.5
0.4 92.6 146.194 3.6
0.6 88.5 182.312 2.8
0.5 84.6 160.87 2
0.5 78.7 159.783 1.4
Koreksi kadar air jahe merah panen sore
yield (ml) kadar air (%) bobot (g) % rendemen (%v/b)
0.7 87.2 198.487 2.7
0.7 87.8 207.221 2.7
0.6 84.2 167.128 2.2
0.85 88.5 207.898 3.5
0.6 78.7 183.944 1.5
Contoh perhitungan:
% rendemen = yield x 100%
(100%- kadar air) x (bobot)
= 0.7 x 100%
(100%- 87.2%) x (198.487)
= 2.7%
Uji-t pada % rendemen
pagi sore
Mean 2.26 2.52
Variance 0.868 0.542
Observations 5 5
Pooled Variance 0.705
Hypothesized Mean Difference 0
df 8
t Stat -0.48961
P(T<=t) one-tail 0.318777
t Critical one-tail 1.859548
P(T<=t) two-tail 0.637553
t Critical two-tail 2.306004
Hal ini menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan dari kedua % rendemen (v/b) jahe
merah pada alpha = 0.05.
22
Lampiran 4 Proses penentuan aktivitas antioksidan dengan microplate reader
1. Larutan stok
konsentrasi 10,000 µg/ml dalam DMSO
2. Larutan DPPH
0,3 mM DPPH dalam 10 ml etanol (disiapkan segar).
3. Sampel
4 µl larutan stok ditambahkan kedalam 396 µl etanol (pengenceran 100x)
4. Uji aktivitas
(semua dalam µl):
Konsentrasi Sample etanol DPPH
0 0 100 100
1.6 5 95 100
3.3 10 90 100
6.7 20 80 100
10 30 70 100
13.3 40 60 100
16.7 50 50 100
Sampel A Sampel B Vit C
0 A
1,6 B
3,3 C
6,67 D
10 E
13,3 F
16,67 G
5. Inkubasi selama 30 menit dan baca pada panjang gelombang 517 nm
23
Lampiran 5 Pengukuran aktivitas antioksidan
Data Uji Antioksidan Minyak Atsiri Jahe Merah Waktu Panen Pagi
sampel Konsentrasi
(µg/ml)
A 1 A 2 A 3 Rata-Rata %Inhibisi
kontrol 0,351 0,354 0,351 0,352
P1 1,6 0,344 0,348 0,350 0,347 1,42
P2 3,3 0,328 0,345 0,349 0,341 3,125
P3 6,7 0,335 0,340 0,345 0,339 3,69
P4 10 0,331 0,339 0,340 0,336 4,54
P5 13,3 0,331 0,338 0,337 0,335 4,829
P6 16,7 0,314 0,327 0,321 0,321 8,806
Data Uji Antioksidan Minyak Atsiri Jahe Merah Waktu Panen Sore
sampel Konsentrasi
(µg/ml)
A 1 A 2 A 3 Rata-
Rata
%Inhibisi
kontrol 0,354 0,355 0,350 0,353
S1 1,6 0,345 0,343 0,347 0,345 2,26
S2 3,3 0,343 0,342 0,344 0,343 2,83
S3 6,7 0,336 0,339 0,340 0,338 4,24
S4 10 0,335 0,337 0,338 0,337 4,53
S5 13,3 0,335 0,331 0,331 0,332 5,94
S6 16,7 0,329 0,329 0,327 0,328 7,08
Contoh perhitungan:
% daya hambat P1 = absorban kontrol – absorban ekstrak x 100%
absorban kontrol
= 0,352– 0,347 x 100%
0,352
= 1,42%
24
Lampiran 5 Pengukuran aktivitas antioksidan (Lanjutan)
Data Uji Antioksidan Vitamin C
sampel Konsentrasi
(µg/ml)
A 1 A 2 A 3 Rata-Rata %Inhibisi
kontrol 0,325 0,319 0,309 0,317667
C1 1,6 0,242 0,291 0,262 0,265 16,57922
C2 3,3 0,24 0,24 0,234 0,238 25,0787
C3 6,7 0,221 0,215 0,202 0,212667 33,05352
C4 10 0,191 0,177 0,175 0,181 43,02204
C5 13,3 0,149 0,126 0,132 0,135667 57,29276
C6 16,7 0,103 0,092 0,091 0,095333 69,98951
Contoh perhitungan:
% daya hambat c1 = absorban kontrol – absorban ekstrak x 100%
absorban kontrol
= 0,317667– 0,265 x 100%
0,317667
= 16,57922%