PROPOSAL SKRIPSI
PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIS
INDONESIA (PMRI) TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN
KONSEP MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 8 PAGARALAM
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu pengetahuan dasar terpenting untuk
perkembangan ilmu pendidikan dan teknologi yang berguna bagi perkembangan
bangsa. Pada umumnya pendidikan matematika bertujuan untuk mencerdaskan,
memperluas pengetahuan, serta pengalaman dan wawasan manusia. Hal ini
menunjukan bahwa pendidikan merupakan suatu peroses terencana, teratur dan
berkesinambungan yang bermuara pada tujuan tertentu. Kualitas suatu peroses
akan menentukan hasil peroses tersebut. Oleh kerena itu, kemampuan matematika
perlu ditingkatkan lagi, matematika dianggap oleh sebagian besar siswa
merupakan pelajaran yang sulit, abstrak dan terkesan menegangkan. Selain itu
proses pembelajaran yang dipraktekan guru di ruang kelas adalah pembelajaran
mekanistik. Dimana guru hanya memberikan informasi dan mengharapkan siswa
untuk menghafal dan mengingat apa yang telah dipelajari serta menekankan pada
latihan mengerjakan soal dan menggunakan rumus tanpa memberikan kesempatan
pada siswa untuk berdiskusi dengan teman sekelas dan membuat siswa terlihat
aktif dalam peroses pembelajaran, sehingga terkesan guru lebih aktif dari pada
siswa.
Masalah utama yang sering dihadapi dalam pendidikan matematika adalah
rendahnya kemampuan pemahaman konsep siswa. Diasumsikan yang menjadi
penyebab dari permasalahan tersebut yaitu pendekatan pembelajaran yang
dipakai selama ini masih menggunakan pendekatan tradisional yang menekankan
pada latihan mengerjakan soal serta menggunakan rumus. Dampak dari
pembelajaran mekanistik ini siswa akan menemukan kesulitan jika dihadapkan
pada soal aplikasi atau soal yang berbeda dengan soal yang biasa dilatihkan.
Karena matematika merupakan pelajaran yang objek kajiannya bersifat abstrak
yang memuat angka-angka dan rumus-rumus maka diperlukan suatu pendekatan
baru yang mampu menampilkan hal-hal yang kongkret sebelum masuk ke hal-hal
yang abstrak.
Khusus mata pelajaran matematika, selain mempunyai sifat yang abstrak,
pemahaman konsep yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep
yang baru diperlukan prasyarat pemahaman konsep sebelumnya.
Menurut Fowler (dikutip Muslich, 2009: 221), matematika merupakan
mata pelajaran yang bersifat abstrak sehingga dituntut kemampuan guru untuk
dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan
mental siswa. Berdasarkan pendapat tersebut bahwa karakteristik matematika
adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan
banyak siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Selain itu, belajar
matematika siswa belum bermakna, sehingga pemahaman siswa tentang konsep
sangat lemah.
Menurut Rosser (dikutip Sagala, 2003: 73), konsep adalah suatu abstraksi
yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau
hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Kemampuan
siswa juga mempunyai pengaruh pada pemahaman konsep siswa. Siswa yang
kurang berbakat matematika atau kurang mampu dalam mempelajari matematika,
sering mengalami kesulitan menangkap dan memahami konsep yang benar dalam
proses belajar, sehingga proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung dengan
baik.
Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan antara guru,
siswa, kurikulum, sarana dan prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih
model dan pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang
disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran yang diinginkan tentu yang optimal. Untuk itu, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam proses belajar mengajar
agar pemahaman konsep siswa dalam belajar lebih baik, salah satu diantaranya
yang menurut penulis penting adalah pendekatan pembelajaran. Banyak cara yang
dapat dilakukan untuk dapat membuat siswa aktif dalam suasana menyenangkan
salah satunya dengan pendekatan pembelajaran realistik. Pendekatan ini mampu
membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dan mampu menghadirkan
masalah yang kongkrit.
Berdasarkan pengamatan peneliti dan wawancara dengan siswa kelas VIII
di SMP Negeri 8 Pagaralam kondisi proses belajar disekolah tersebut selama ini
khususnya pada pelajaran matematika siswa hanya sekedar mendengar,
memperhatikan, mencatat, kemudian mengerjakan soal latihan, yang lebih aktif
dalam berpikir adalah guru, sedangkan siswa hanya bertindak sebagai penerima
materi. Kondisi seperti ini secara tidak langsung akan berdampak pada pencapaian
hasil belajar siswa yang kurang memuaskan serta kemampuan siswa dalam
memahami konsep matematika tidak dapat dilakukan dengan baik, sehingga
pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika lemah.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang
berjudul: “PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
REALISTIS INDONESIA (PMRI) TERHADAP KEMAMPUAN
PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 8
PAGARALAM”
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah : “Adakah
pengaruh pendekatan Pendidikan Matematika Realistis Indonesia ( PMRI )
terhadap kemampuan pemahaman konsep Matematika siswa SMP Negeri 8
PAGARALAM”?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari
penelitian ini adalah untuk melihat ada atau tidak ada pengaruh pendekatan
Pendidikan Matematika Realistis Indonesia (PMRI) terhadap kemampuan
pemahaman konsep Matematika siswa di SMP Negeri 8 PAGARALAM.
1.4 Pembatasan Lingkup Masalah
Agar aspek-aspek dari masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas dan
menyimpang dari sasaran yang diharapkan, maka penulis membatasi penelitian ini
pada hal-hal berikut ini:
1. Pengaruh yang dimaksud adalah membandingkan kelas eksperimen
dengan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen, siswa diajarkan dengan
menggunakan pedekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
(PMRI) sedangkan pada kelas kontrol siswa diajarkan dengan
konvensional.
2. Pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika disini dapat dilihat
dari tes yang mempunyai kriteria tujuh indikator pemahaman konsep yang
diberikan setelah proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).
3. Pendekatan PMRI yang dimaksud merupakan suatu pendekatan
pembelajaran matematika yang mengungkapkan pengalaman dan kejadian
yang dekat dengan siswa sebagai sarana untuk memahamkan persoalan
matamatika (Kemendiknas, 2010).
4. Siswa yang diteliti adalah siswa kelas VIII di SMP Negeri 8
PAGARALAM tahun ajaran 2011/2012.
5. Materi dalam penelitian ini adalah luas permukan balok.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan hasil yang dapat digunakan oleh pihak-
pihak lain agar dapat meningkatkan hasil belajar.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi guru, sebagai bahan untuk materi pembelajaran dengan menggunakan
Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).
2. Bagi sekolah, diharapkan sebagai masukan dalam menentukan langkah-
langkah pembelajaran yang lebih baik sebagai upaya meningkatkan
kualitas pembelajaran dan menghimbau kepada guru agar Pendekatan
Pendidikan Matematika Realistis (PMRI) dapat digunakan untuk
meningkatkan pemahaman konsep matematika.
1.6 Anggaran Dasar
Anggaran dasar adalah salah satu hal yang diyakini kebenarannya oleh
peneliti yang dirumuskan secara jelas, (Arikunto, 2006:65).
Menurut Surakhmad (dikutip Arikunto, 2006: 65), anggapan dasar atau postulat
adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi anggapan dasar
dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan pendidikan matematika realistik
Indonesia (PMRI) siswa menjadi pembelajar yang aktif bukan hanya manjadi
pengamat yang pasif dan bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sehingga
dapat menghubungkan pelajaran dengan dunia nyata.
1.7 Hipotesis
Menurut arikunto (2006:71) “hipotesis adalah sebagai salah satu jawaban
yang bersifat sementara terhadap permaslahan penelitian, sampai terbukti melalui
data yang terkumpul”.
Sebagai jawaban sementara terhadap masalah dalam penelitian ini yang
kebenarannya harus dibuktikan, maka penulis merumuskan hipotesis pada
penelitian ini adalah “Ada pengaruh pendekatan pendidikan matematika realistik
Indonesia (PMRI) terhadap pemahaman konsep siswa dalam belajar matematika
kelas VIII di SMP Negeri 8 PAGARALAM”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Belajar Mengajar
2.1.1. Belajar
Belajar merupakan proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi
terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada
suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat,
mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari. (Krisna, 2009)
Menurut teori Behavioristik (dikutip Unila, 2010) belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukan
perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan
yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Depdiknas (dikutip Unila, 2010) mendefinisikan ‘belajar’ sebagai peroses
membangun makna/pemahaman konsep terhadap informasi dan/atau pengalaman.
Peroses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau
bersama orang lain. Peroses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan
awal), dan perasaan siswa.
Dari pengertian belajar diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
belajar adalah peroses perubahan tingkah laku secara aktif dan membangun
pemahaman terhadap informasi atau pengalaman disekitar individu yang dapat
dilakukan sendiri atau bersama orang lain.
2.1.2. Pembelajaran Matematika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (dikutip Asdoris, 2008) kata
pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai proses cara menjadikan
orang atau mahluk hidup belajar. Menurut Gagne dan Briggs (dikutip Asdoris,
2008) melukiskan pembelajaran sebagai upaya orang yang tujuannya adalah
membantu orang belajar, secara lebih terinci Gagne mendefinisikan pembelajaran
sebagai seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung
terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya internal.
Suatu pengertian yang hampir sama dikemukakan oleh Corey (dikutip
Asdoris, 2008) bahwa pembelajaran adalah Suatu proses dimana lingkungan
seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam
kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.
Dari pengertian pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran
berpusat pada kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru
mengajar. Oleh karena itu pada hakekatnya pembelajaran matematika adalah
proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana
lingkungan memungkinkan seseorang (sipelajar) melaksanakan kegiatan belajar
matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika.
Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk
berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.
Menurut Soedjadi (dikutip Asdoris, 2009) matematika memiliki
karakteristik:(1).Memiliki obyek kajian abstrak, (2).Bertumpu pada kesepakatan,
(3).Berpola pikir deduktif, 4).Memiliki simbol yang kosong dari arti,
(5).Memperhatikan semesta pembicaraan, dan (6).Konsisten dalam sistemnya.
Sedang menurut Depdikbud (dikutip Asdoris, 2009) matematika memiliki
ciri-ciri, yaitu (1).Memiliki obyek yang abstrak, (2).Memiliki pola pikir deduktif
dan konsisten, dan (3).tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Berdasarkan hal tersebut di atas dalam pembelajaran matematika perlu
disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa, dimulai dari yang konkrit
menuju abstrak. Namun demikian meskipun obyek pembelajaran matematika
adalah abstrak, tetapi mengingat kemampuan berpikir siswa Sekolah Dasar yang
masih dalam tahap operasional konkrit, maka untuk memahami konsep dan
prinsip masih diperlukan pengalaman melalui objek kongkrit.
2.2 Pendekatan Matematika Realistik Indonesia
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dikembangkan
berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika
merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas
(Hadi, 2003).
Berdasarkan pemikiran tersebut, menurut Gravemeijer (dikutip Hadi,
2003) PMR mempunyai ciri antara lain, bahwa dalam peroses pembelajaran siswa
harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent)matematika
melalui bimbingan guru, dan menurut Lange (dikutip Hadi, 2003) bahwa
penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus
dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia rill”
Menurut Blum & Niss (dikutip Hadi, 2003) Dunia riil adalah segala
sesuatu diluar matematika. Ia bisa berupa mata pelajaran lain selain matematika,
atau bidang ilmu yang berbeda dengan matematika, atau pun kehidupan sehari-
hari dan lingkungan sekitar kita.
Dalam RME, dunia nyata (real world) dapat dimanfaatkan sebagai titik
awal pengembangan ide dan konsep matematika. Blum dan Niss (dikutip
Kemendiknas, 2010) menyatakan “real world is the world outside mathematics,
such as subject matter other than mathematic, or our daily life and
environment” artinya, dunia nyata adalah segala sesuatu diluar matematika seperti
pada pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan
sekitar kita. Sementara itu, Lange (dikutip Kemendiknas, 2010)
menyatakan : “Real world as a concrete real world which is transferred to
students through mathematical application” artinya, dunia nyata sebagai suatu
dunia yang kongkret yang disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika
Menurut Marpaung (dikutip Hammad, 2009) Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan dalam pembelajaran
matematika yang sesuai dengan paradigma pendidikan sekarang. PMRI
menginginkan adanya perubahan dalam paradigma pembelajaran, yaitu dari
paradigma mengajar menjadi paradigma belajar.
Menurut Zulkarnain (dikutip Hammad, 2009) PMRI juga menekankan
untuk membawa matematika pada pengajaran bermakna dengan mengkaitkannya
dalam kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik. Siswa disajikan
masalah-masalah kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan
situasi realistik. Kata realistik disini dimaksudkan sebagai suatu situasi yang dapat
dibayangkan oleh siswa atau menggambarkan situasi dalam dunia nyata.
2.3 Prinsip-prinsip PMRI
Sejalan dengan konsep asalnya, menurut Marpaung (dikutip Kemendiknas,
2010) PMRI dikembangkan dari tiga perinsip dasar yang mengawali RME,
yaitu guided reinvention and progressive mathematization(penemuan terbimbing
dan matematisasi progresif), didactical phenomenology(fenomologi didaktis),
serta self developed models (model dikembangkan sendiri). Perinsip RME
menurut Heuvel-Panhuizen dikutip Kemendiknas (2010: 10) adalah sebagai
berikut.
a. Perinsip aktivitas, yaitu matematika adalah aktivitas manusia. Pembelajar
harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran
matematika.
b. Perinsip relitas, yaitu pembelajaran seyogyanya dimulai dengan masalah-
masalah yang relistik atau dapat dibayangkan oleh siswa.
c. Perinsip berjenjang, artinya dalam belajar matemtika siswa melewati
berbagai jenjang pemahaman,yaitu dari mampu menemukan solusi suatu
masalah kontekstual atau relistik secara informal, melalui skematisasi
memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu
menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal.
d. Perinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika
jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah,
tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara
materi-materi itu secara lebih baik.
e. Perinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial.
Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya
dalam menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi,
dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan
itu serta menanggapinya.
f. Perinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan untuk
menemukan (reinvention) pengetahuan matematika terbimbing.
2.4 Karakteristik PMRI
Karakteristik PMRI merupakan karakteristik yang berasal dari
RME. Dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan lingkungan dan
budaya setempat. Menurut Lange (dikutip Kemendiknas, 2010),
karakteristik PMRI secara umum adalah sebagai berikut :
a. Penggunaan konteks dalam aksplorasi fenomenologis
Titik awal pembelajaran sebaiknya nyata, sesuai dengan
pengalaman siswa. Sehingga nantinya siswa dapat melibatkan dirinya
dalam kegiatan belajar tersebut dan dunia nyata dapat menjadi alat
untuk pembentukan konsep.
b. Penggunaan model untuk mengonstruksi konsep
Dikarenakan dimulai dengan suatu hal yang nyata dan dekat
dengan siswa, maka siswa dapat menggembangkan sendiri model
matematika. Dengan konstruksi model-model yang mereka
kembangkan dapat menambah pemahaman mereka terhadap
matematika.
c. Penggunaan kreasi dan kontribusi siswa
Pembelajaran dilaksanakan dengan melibatkan siswa dalam
berbagai aktivitas yang diharapkan memberikan kesempatan, atau
membantu siswa, untuk menciptakan dan menjelaskan model simbolik
dari kegiatan matematis informalnya.
d. Sifat aktif dan interaktif dalam peroses pembelajaran
Dalam pelaksanaan ketiga perinsip tersebut, siswa harus terlibat
secara interaktif, manjelaskan, dan memberikan alasan pekerjaannya
memecahkan masalah kontekstual (solusi yang diperoleh), memahami
pekerjaan (solusi) temannya, menjelaskan dalam diskusi kelas
sikapnya setuju atau tidak setuju dengan solusi temannya, menanyakan
alternatif pemecahan masalah, dan merefleksikan solusi-solusi itu.
Interaksi antara siswa, antara siswa-guru serta campur tangan, diskusi,
kerjasama, evaluasi dan negosiasi eksplisit adalah elemen-elemen
esensial dalam peroses pembelajaran.
e. Kesalingterkaitan (intertwinement) antara aspek-aspek atau unit-unit
matematika
Struktur dan konsep-konsep matematis yang muncul dari
pemecahan maalah realistik itu mengarah ke interwining (pengaitan)
antara bagian-bagian materi. Integrasi antar unit atau bagian
matematika yang menggabungkan aplikasi menyatakan bahwa
keseluruhan saling berkaitan dan dapat dipergunakan untuk
memecahkan masalah dikehidupan nyata.
Menurut Marpaug (dikutip Kemendiknas, 2010: 12), selain lima
karakteristik dasar diatas, untuk memberikan ciri khas Indonesia, maka
ditambahkan karakteristik keenam yaitu mencirikan khas alam dan budaya
Indonesia dengan semakin dekat konteks-konteks yang diberikan diharapkan akan
menambah pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang dibe
2.4.1 Standar Penjaminan Mutu PMRI
Tim pengembang PMRI dalam Quality Assurance
Conference yang diadakan di Yogyakarta tanggal 17-18 April 2009
sepakat menetapkan beberapa setandar penjaminan mutu PMRI.
Setandar tersebut dapat digunakan dan diacu para guru matematika.
Berikut ini adalah setandar dimaksud yang berkaitan dengan guru
matematika. (Kemendiknas, 2010 : 13)
A. Standar Guru PMRI
1. Guru memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai
tentang matematika dan PMRI serta dapat menerapkan dalam
pembelajaran matematika untuk menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif.
2. Guru memfasilitasi siswa dalam berpikir, berdiskusi, dan
bernegosiasi untuk mendorong inisiatif dan kreatifitas siswa.
3. Guru mendampingi dan mendorong siswa agar berani
mengungkapkan gagasan dan menemukan strategi pemecahan
masalah menurut mereka sendiri.
4. Guru mengelola kelas sedemikian sehingga mendorong siswa
bekerja sama dan berdiskusi dalam rangka pengkonstruksian
pengetahuan siswa
5. Guru bersama siswa menyarikan (summarize) fakta, konsep,
dan perinsip matematika melalui proses refleksi dan
konfirmasi.
B. Standar Pembelajaran Menurut PMRI
1. Pembelajaran dapat memenuhi tuntutan ketercapaian standar
kompetensi dalam kurikulum
2. Pembelajaran diawali dengan masalah realistik sehingga siswa
termotivasi dan terbantu belajar matemtika.
3. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa
mengeksplorasi masalah yang diberikan guru dan berdiskusi
sehingga siswa dapat saling belajar dalam rangka
pengkonstruksian pengetahuan.
4. Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep matematika untuk
membuat pembelajaran lebih bermakna dan membentuk
pengetahuan yang utuh.
5. Pembelajaran diakhiri dengan refleksi dan konfirmasi untuk
menyarikan fakta, konsep, dan perinsip matematika yang telah
dipelajari dan dilanjutkan dengan latihan untuk memperkuat
pemahaman
C. Standar Bahan Ajar PMRI
1. Bahan ajar yang disusun sesuai dengan kurikulum yang
berlaku.
2. Bahan ajar menggunakan permasalahan realistik untuk
memotivasi siswa dan membantu siswa belajar matematika.
3. Bahan ajar memuat berbagai konsep matematika yang saling
terkait sehingga siswa memperoleh pengetahuan matematika
yang bermakna dan utuh.
4. Bahan ajar memuat materi pengayaan yang mengakomodasi
perbedaan cara dan kemampuan berpikir siswa.
5. Bahan ajar dirumuskan/disajiakan sedamikian sehingga
mendorong/memotivasi siswa berpikir kritis, kreatif dan
inovatif serta berinteraksi dalam belajar.
2.4.2 Konsepsi PMRI
Beberapa konsepsi PMRI tentang siswa, guru dan tentang
pengajaran yang diuraikan berikut ini mempertegas bahwa PMRI
sejalan dengan paradigma baru pendidikan, sehingga ia pantas untuk
dikembangkan di Indonesia (Hadi, 2005).
1. Konsepsi tentang siswa.
Siswa memiliki seperangkat konsep alternative tentang ide-ide
matematika yang memepengaruhi belajar selanjutnya.
Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk
pengetahuan itu untuk dirinya sendiri
Pembentukan pengetahuan merupakan peroses perubahan yang
meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan,
penyusunan kembali, dan penolakan
Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya
sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman.
Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin
mampu memahami dan mengerjakan matematik.
2. Konsepsi tentang guru
Guru hanya sebagai fasilitaor belajar
Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif
Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara
aktif menyumbang pada peroses belajar dirinya, dan secara
aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil.
Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam
kurikilum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan
dunia riil, baik fisik maupun sosial.
3. Konsepsi tentang pengajaran
Menurut Lange (dikutip Hadi, 2005) Pengajaran matematika
dengan pendekatan PMRI meliputi aspek-aspek berikut:
Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah
(soal) “riiil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat
pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran
secara bermakna.
Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut.
Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model
simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang
diajukan.
Pengajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan
dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya,
memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap
jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari
alternative penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi
terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil
pelajaran.
2.4.3 Fase-fase PMRI
Fase-fase model pembelajaran matematika Realistik mengacu pada
Gravemeijer, Sutarto Hadi, dan Treffers yang menunjukan bahwa
pengajaran matematika dengan pendekatan realistik meliputi fase-fase
berikut (Kemendiknas, 2010).
1. Fase pendahuluan
Pada fase ini, guru memulai pelajaran dengan mengajukan
masalah (soal) yang “riil” atau “real” bagi siswa yang berarti
sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga
siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna.
2. Fase pengembangan.
Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model
simbolik secara informal terhadap persoalan atau masalah yang
diajukan.
3. Fase penutup atau penerapan.
Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh
atau terhadap hasil pelajaran.
2.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Pendidikan Matematika Realistik
1. Kelebihan pembelajran matematika realistik
Menurut Suwarsono (dikutip Hadi, 2003) kelebihan
pembelajaran matematika realistik antara lain:
a. Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang
keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari
dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi
manusia.
b. Matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat
dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh
orang lain tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar
matematika.
c. Cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal,
dan tidak usah harus sama antara orang yang satu dengan yang
lainnya.
d. Mempelajari matematika peroses pembelajaran merupakan
sesuatu yang utama dan untuk mempelajarai metematika orang
harus menjalani sendiri peroses itu dan menemukan sendiri
konsep-konsep matematika dengan bantuan guru.
e. Memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan
pembelajaran lain yang juga dianggap unggul yaitu antara
pendekatan pemecahan masalah, pendekatan konstruktivisme
dan pendekatan pembelajaran yang berbasis lingkungan.
2. Kelemahan pembelajaran matematika realistik
Kelemahan pembelajaran realistik menurut Suwarsono
(dikutip Hadi, 2003), yaitu :
a. Pencarian soal-soal yang kontekstual tidak terlalu mudah untuk
setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa.
b. Penilaian dan pembelajaran matematika realistik lebih rumit
daripada pembelajaran konvensional.
c. Pemilihan alat peraga harus cermat sehingga dapat membantu
peroses berfikir siswa.
3. Cara mengatasi kelemahan pembelajaran matematika realistik
dapat dilakukan upaya-upaya antara lain :
a. Memodifikasi semua siswa untuk dalam kegiatan pembelajaran
b. Memberikan bimbingan kepada siswa yang memerlukan.
c. Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk dapat
menemukan dan memahami konsep.
d. Mengguanakan alat peraga yang sesuai sehingga dapat
membantu peroses berfikir siswa maka pembelajran
matematika dengan pendekatan realistik dapat meningkatkan
kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep matematika.
2.5 Kemampuan Pemahaman Matematis
Istilah pemahaman dapat ditemukan dalam beberapa tulisan.
Sumarmo (dikutip Kesumawati) menterjemahkan pemahaman
sebagai understanding. Ansari (dikutip Kesumawati) menggunakan
kata pemahaman sebagai terjemahan dari istilah knowledge. Ruseffendi
(dikutip Kesumawati) menyebutkan pemahaman sebagai terjemahan
dari comprehension
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (dikutip Kesumawati)
dijelaskan bahwa kata “pemahaman” berasal dari kata “paham” yang
berarti mengerti benar atau tahu benar.
Menurut kurikulum 2006 (dikutip Kesumawati) pemahaman
konsep merupakan kompetensi yang ditunjukan siswa dalam memahami
konsep dan melakukan prosedur secara luwes, akurat, efisien, dan tepat.
Adapun Indikator yang menunjukan pemahaman konsep antara lain
sebagai berikut :
1. Menyatakan ulang sebuah konsep adalah kemampuan siswa untuk
mengungkapkan kembali yang telah dikomunikasikan kepadanya.
2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai
dengan konsepnya) adalah kemampuan siswa untuk dapat
mengelompokan objek menurut sifat-sifatnya.
3. Memberikan contoh dan non contoh dari konsep adalah kemampuan
siswa dapat membedakan contoh dan bukan contoh dari suatu materi
yang telah dipelajari.
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis
adalah kemampuan siswa menggambar atau mambuat grafik,
membuat ekspresi matematis, menyusun cerita atau teks tertulis.
5. Menggembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep
adalah kemampuan siswa mangkaji mana syarat perlu atau cukup
suatu konsep yang terkait.
6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi
tertentu adalah kemampuan siswa menyelesaikan soal dengan tepat
sesuai denagn prosedur.
7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah adalah
kemampuan siswa menggunakan konsep serta prosedur dalam
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-
hari.
2.6 Kajian Terdahulu Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Andriyani (2009) yang berjudul
“Penerapan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Pada
Materi Pokok Bangun Datar di Kelas V SD Negeri 104 Palembang. Dari
hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa aktifitas
belajar siswa yang paling dominan adalah pada aktivitas menulis
(84,7%) dan aktifitas yang paling rendah yaitu aktifitas lisan (71,8%),
serta dengan nilai sebesar (81,5%) dan dikategorikan baik.
Penelitian yang dilkukan oleh fitri Rahayu (2010) yang berjudul
“Pengaruh Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik (PMR) Pada Konsep Penjumlahan dan
Pengurangan Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas III SD Negeri I
Jatimulya Belitang Madang Raya. Hasil penelitian diperoleh bahwa rata-
rata nilai eksprimen yaitu 81,13 sedangkan rata-rata nilai kontrol yaitu
69,87.
2.7 Kriteria Pengujian Hipotesis
Rumusan hipotesis penelitian ini terdiri dari hipotesis nol dan
hipotesis alternative .
Ada pengaruh pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) terhadap pemahaman konsep siswa dalam belajar
matematika.
Tidak ada pengaruh pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) terhadap pemahaman konsep siswa dalam belajar
matematika.
Dasar pengambilan keputusan menggunakan uji satu pihak.
Dengan kriteria pengujian yaitu terima jika dan tolak jika t mempunyai
harga-harga lain. Derajat kebebasan untuk daftar distribusi t
adalah dengan peluang (Sudjana, 2005:243).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian ini dilihat dari jenisnya merupakan
penelitian eksperimen.Dimana ada 2 (dua) kelas yang diberi
tindakan, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas
eksperimen menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) dan kelas kontrol tidak menggunakan
Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).
Adapun skenario dalam pelaksanaan pembelajaran
menggunakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai
berikut:
1. Kegiatan Awal
a. Apersepsi :
Meninjau kembali materi prasyarat yang harus
dikuasai siswa yaitu siswa diingatkan kembali
rumus persegi yaitu sisi dikalikan sisi dan luas
persegi panjang yaitu panjang dikalikan lebar.
Siswa mnyebutkan contoh benda yang berupa balok
yang ada di sekitar kelas.
Mengkaitkan materi pelajaran dengan konteks
dalam kehidupan sehari-hari misalnya kotak pasta
gigi (pepsodent), etalase dan lain-lainnya.
b. Motivasi :
menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu siswa
dapat menentukan luas permukaan balok serta manfaat dan
pentingnya setelah mempelajari luas permukaan balok
dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh: Pak Agus mempunyai kotak kado (tempat hadiah
ulang tahun) yang berbentuk balok dengan panjang 30 cm,
lebar 10 cm, dan tingginya 12 cm, dan Pak Agus ingin
membungkus kotak kado itu dengan kertas warna-warni
biar lebih bagus sedangkan harga kertas warna-warni
adalah Rp 7500,00 permeter persegi, jadi berapa besar
biaya yang diperlukan Pak Agus untuk membungkus
seluruh kotak kado tersebut?
2. Kegiatan Inti
a. Guru bersama siswa membahas materi tentang luas permukaan balok dan
mengkaitkannya dengan konteks nyata dalam kehidupan sehari-hari.
b. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengamati atau
mengkonstruksi sendiri luas permukaan balok untuk membantu siswa
lebih memahami materi yang dipelajari agar proses belajar lebih
bermakna.
c. Guru mengembangkan rasa ingin tahu siswa dengan bertanya atau guru
yang bertanya kepada siswanya.
d. Guru membentuk siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk
menyelesaikan masalah-masalah tentang luas permukaan balok yang sudah
disiapkan oleh guru dalam bentuk LKS yang dihubungkan dalam
kehidupan nyata, agar pembelajaran dapat efektif dan efisien.
e. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar siswa pada saat mereka
menyelesaikan atau mengerjakan tugas tersebut.
f. Salah satu siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya ke depan
kelas dan siswa lain menanggapinya dengan bimbingan dan arahan guru
agar diskusi terarah dan mendapatkan strategi yang lebih baik.
g. Guru membahas kembali hasil diskusi kelompok siswa itu apakah sudah
benar atau belum sambil memperbaiki konsep yang masih salah.
3. Kegiatan akhir
a. Guru mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan
tentang materi pelajaran yang telah dipelajari pada waktu
itu yaitu: luas permukaan balok adalah: 2pl+2pt+2lt atau
2(pl+pt+lt).
b. Guru memberikan evaluasi yang soalnya sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang memiliki kriteria.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,2006: 118).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua variabel
yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Adapun variabel
terikatnya adalah kemampuan pemahaman konsep, sedangkan
variabel bebas adalah pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
dan pembelajaran konvensional
3.3 Definisi Operasional Istilah
1. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
(PMRI) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertitik
tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan
keterampilan “proses of doing mathematics” berdiskusi dan
bekerja sama, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga
mereka dapat menemukan.sendiri dan pada akhirnya
menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah
baik secara individu maupun kelompok.
2. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang
lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu
arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran yang biasa
dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah dan
demonstrasi, latihan soal dan kemudian pemberian tugas.
3. Pemahaman konsep matematika adalah kemampuan siswa
menyatakan ulang sebuah konsep, mengklasifikasikan objek-
objek menurut sifat-sifat tertentu, memberikan contoh dan
bukan contoh dari konsep, menyajikan konsep dalam berbagai
bentuk representasi matematis, mengembangkan syarat perlu
atau syarat cukup suatu konsep, menggunakan dan memilih
prosedur atau operasi tertentu, mengaplikasikan konsep atau
algoritma pemecahan masalah.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Menurut Riduwan (2005: 8) populasi
merupakan objek atau subjek yang berada pada
suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu
berkaitan dengan masalah penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa
kelas VIII di SMP Negeri 8 PAGARALAM tahun
ajaran 2011/2012. Data selengkapnya terdapat pada
tabel di bawah ini
Populasi Penelitian
KELAS L P JUMLAH
VIII.1
VIII.2
VIII.3
VIII.4
VIII.5
VIII.6
VIII.7
7
6
22
24
21
24
24
31
32
16
14
17
14
14
38
38
38
38
38
38
38
Jumlah 120 138 266
(Sumber : Kepala Tata Usaha SMP Negeri 8 PAGARALAM)
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan
diteliti. (Riduwan, 2005 : 10)
Adapun teknik yang digunakan dalam pengambilan
sampel dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan teknik simple random
sampling untuk menentukan kelas eksperimen dan
kelas kontrol ditentukan berdasarkan undian.
Berdasarkan teknik simple random sampling yang
digunakan dalam penelitian ini, peneliti mengambil
dua kelas. Hal ini dilakukan dengan cara mengundi
kertas yang telah ditulis nama ketujuh kelas
tersebut.
Berdasarkan teknik simple random
sampling diperoleh kelas VIII.4 dengan jumlah
sebanyak 38 siswa sebagai kelas eksperimen dan
kelas VIII.7 dengan jumlah sebanyak 38 siswa
sebagai kelas kontrol.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik tes. Tes adalah serentetan
pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok (Arikunto,2006: 150). Bentuk tes yang
digunakan adalah bentuk uraian, soal-soal tersebut dibuat
dengan mengacu pada 7 indikator penilaian pemahaman
konsep. Tes ini diberikan pada akhir pembelajaran yang
digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman
konsep siswa setelah dilaksanakan proses pendekatan
pendidikan matematika realistik Indonesia (PMRI)
3.6 Teknik Uji Coba Instrumen
3.6.1 Teknik Uji Validitas soal
Menurut Arikunto (2006: 168) validitas
adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-
tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrument.
Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai
validitas tinggi. Sebaliknya, instrument yang kurang
valid berarti memiliki validitas rendah. Suatu tes
dapat dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur
apa yang hendak diukur. Pengujian validitas
menggunakan rumus korelasi product moment
dengan angka kasar, yaitu :
rxy = n∑ xy−¿¿¿
(Arikunto, 2006 : 170)
keterangan :
rxy = indeks korelasi antara dua variabel yang
dikorelasikan
N = jumlah siswa uji coba
X = Skor tiap item
Y = Skor total tiap item
Kriteria pengujian suatu istrument yaitu
diperolehnya koefisien korelasi yakni
rhitung rtabel maka dapat dikatakan signifikan atau
valid.
3.6.2 Teknik Uji Reliabilitas Soal
Menurut Arikunto (2006: 178) realibitas
menunjukan pada suatu pengertian bahwa sesuatu
instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengukur data karena instrument
tersebut sudah baik. Sebelum soal diberikan kepada
siswa sampel, maka terlebih dahulu diadakan uji
coba soal. Adapun perhitungan reliabilitas
instrument digunakan rumus Alpha, yaitu :
r11 = ( nn−1
¿(1−∑ σ ❑t2
σ t2 )(Arikunto, 2006 : 196)
Keterangan :
r11 = reliabelitas instrument
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑ = jumlah varians butir
= Varians total
N = jumlah siswa uji coba
Jika r11 > r table product moment maka soal tersebut
memiliki daya relibilitas yang baik.
3.7 Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
dari pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI), maka data yang sudah terkumpul baik
data dari kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
maupun data dari kelas kontrol yang tidak menggunakan
pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
(PMRI).
3.7.1 Uji Normalitas Data
Uji normalitas data yang diperlukan untuk
mengetahui apakah data yang diperoleh normal atau
tidak karena untuk uji statistik parameter atau uji t
harus dapat digunakan. Jika data tersebut
berdistribusi normal tabel distribusi frekuensi yang
dibuat di uji kenormalannya dengan menggunakan
rumus kemencengan kurva:
Dimana dan S dicari melalui : (Sudjana, 2005: 67)
dan (Sudjana, 2005: 95)
Data distribusi normal apabila harga Km terletak
antara -1 dan +1 (-1< Km < +1).
Keterangan:
Km : Kemecengan kurva
Mo : Modus
S : Simpangan baku
: Batas bawah kelas
P : Panjang kelas modus
: Frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi
kelas interval dengan tanda kelas yang lebih
kecil sebelum modus
: Frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi
kelas interval dengan tanda kelas yang lebih
besar sebelum modus
: Nilai rata-rata hasil kelas
: frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas
: banyaknya data
: nilai rata-rata hasil kelas
3.7.2 Uji Homogenitas
Uji homogenitas data diperlukan untuk
membuktikan persamaan varians kelompok yang
berbentuk sampel tersebut, dengan kata lain
kelompok yang diambil berasal dari populasi.
Analisis yang digunakan untuk menguji kesamaan
variabel dalam penelitian ini menggunakan uji F
dengan menggunakan rumus:
H0 : =
H1 : ≠ 𝝈(Sudjana, 2005 :250)
Kriteria pengujian: terima Ho jika dan sebaliknya
tolak Ho jika
3.7.3 Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini untuk mengetahui
hipotesa teknik analisis data penelitian ini
menggunakan uji (t). Adapun rumusnya adalah
sebagai berikut:
Uji t =
= (Sudjana, 2005: 239)
Keterangan:
t = perbedaan rata-rata kedua sampel
=rata-rata hasil belajar matematika kelas
eksperimen
=rata-rata hasil belajar matematika kelas kontrol
=standar deviasi kelas eksperimen
=standar deviasi kelas kontrol
=jumlah sampel kelas eksperimen
=jumlah sampel kelas kontrol
=standar deviasi kelas kontrol dan kelas
eksperimen