REFLEKSI KASUS
ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROM
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSUD dr.Soedjati Purwodadi
Disusun oleh :
ELSANITA HAPPY FLORITA
01.211.6503
Pembimbing :
dr. KURNIA DWI ASTUTI Sp. A.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2015
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. DH
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Sumberejosari karang rayung
Bangsal : Anggrek
Masuk RS : 07 Desember 2015
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan Ibu penderita dilakukan pada tanggal 08 Desember 2015 di
Anggrek dan didukung dengan catatan medis.
Keluhan Utama : Lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS dengan keluhan lemas sejak 3 bulan SMRS yang dirasakan semakin
memberat dan mengganggu aktivitas pasien. Pasien juga mengeluh cepat lelah saat bermain
dengan teman-temannya. Pasien juga merasa nafsu makan turun dan berat badan pasien sulit
naik. Pasien juga merasakan badannya lemas walaupun sudah makan banyak. Pasien juga
merasakan perutnya sakit dan sering keringat dingin. Pasien sering bermain sepak bola
dengan temannya tanpa menggunakan alas kaki dan jarang mencuci tangan sebelum makan.
Pasien tidak ada keluhan demam, pusing mual dan muntah. Pasien juga tidak menngalami
gangguan pencernaan seperti diare. Pasien juga mengatakan buang air besar dan buang air
kecil tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti yang dirasakan pasien.
Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal
- Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilan di bidan 4x hingga bayi lahir. Ibu juga
mengaku mendapat suntikan TT 1x. Ibu mengaku tidak pernah menderita penyakit
selama kehamilan, riwayat perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat trauma
selama kehamilan disangkal, riwayat minum obat tanpa resep dokter dan jamu
disangkal. Obat–obatan yang diminum selama masa kehamilan adalah vitamin dan obat
penambah darah.
Kesan: riwayat kehamilan dan pemeliharaan prenatal baik.
Riwayat Persalinan
- Anak Laki-laki lahir dari ibu G1P1A0 hamil 40 minggu, antenatal care teratur, penyakit
kehamilan tidak ada, masa gestasi cukup bulan, lahir secara spontan, anak lahir
langsung menangis, berat badan lahir 3100 gram.
Kesan : neonates aterm, lahir secara Spontan
Riwayat makan dan minum
Anak diberikan ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun.
Riwayat Imunisasi
0-7 hari : HB1,
1 bulan : HB2, BCG
2 bulan : Polio 1, DPT1,
4 bulan : DPT2, Polio 2
6 bulan : Polio 3, HB3, DPT3
9 bulan : Campak
Kesan : imunisasi lengkap sesuai usia
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
- Perkembangan
- Mengangkat kepala : 2 bulan
- Memiringkan Badan : 3 bulan
- Tengkurap dan mempertahankan posisi kepala: 4 bulan
- Duduk : 6 bulan
- Merangkak : 8 bulan
- Berdiri : 11 bulan
- Berjalan : 12 bulan
- Berbicara : 17 bulan
- Bertepuk tangan : 24 bulan
- Jalan naik tangga sendiri : 30 bulan
- Mencoret-coret pensil pada kertas : 36 bulan
- Melompat kedua kaki diangkat : 42 bulan
- Mengenakan sepatu sendiri : 48 bulan
- Menggambar lingkaran : 54 bulan
- Bicaranya mudah dimengerti : 60 bulan
- Berjalan lurus : 66 bulan
- Mengenal warna-warni : 72 bulan
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan sesuai anak seusianya
- Pertumbuhan
Anak Laki-laki, umur 10 tahun
BB lahir : 3100 gram
BB saat ini : 30 kg
PB : 135 cm
BMI = 30/1,352 = 16,5
Kesan : status gizi kurang
Riwayat Keluarga Berencana
- Ibu tidak mengikuti program Keluarga Berencana
Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
- Ayah pasien bekerja sebagai petani dan menanggung 1 orang istri dan 1 orang
anak. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesda
- Pasien tinggal di desa Kenteng Toroh dengan kebersihan relatif kurang
Kesan : keadaan sosial ekonomi dan lingkungan kurang
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Compos mentis, lemah, pucat
a. Tanda Vital
i. HR : 112 x / menit, reguler, isi tegangan cukup
ii. Suhu : 37,2 0C
iii. RR : 22 x / menit
b. Status Generalis
i. Kepala : mesocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut
ii. Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya (+/+),
isokor (± 3mm)
iii. Telinga : discharge (-/-)
iv. Hidung : secret (-), napas cuping hidung (-)
v. Mulut : bibir kering (+), lidah kotor (-), lidah tremor (-)
vi. Leher : pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)
vii. THORAX
Paru-paru :
- Inspeksi : bentuk normal, hemithorax dextra dan sinistra simetris,
retraksi costa (-)
- Palpasi : Strem fremitus kanan = Strem fremitus kiri
- Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
- Auskultasi : suara dasar vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS V medial linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung kiri di linea midclavicula sinistra, batas
kanan di linea parasternalis dextra, batas atas di ICS III sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : peristaltik (+), bising usus (+) normal
Perkusi : timpani di seluruh kuadran
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Akral dingin : Superior (-/-) Inferior (-/-)
Oedem Extremitas : Superior (-/-) Inferior (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. 7 Desember 2015 (H1)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 5,1 gr/dl 12 – 16 gr/dl
Hematokrit 19,7 % 36 – 47 %
Lekosit 6900 4000-10000/mm3
Trombosit 320000 150– 450 x 103/ul
Eritrosit 3,53 x 106 4,5-5,5 x 106
b. 8 Desember 2015 (H2)
Hematologi
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 5,3 gr/dl 12 – 16 gr/dl
Hematokrit 19,2 % 36 – 47 %
Lekosit 127000 4000-10000/mm3
Trombosit 420000 150– 450 x 103/ul
Eritrosit 3,49 x 106 4,5-5,5 x 106
Feses
Warna Kuning, lembek
Kista -
Ancylostoma + (Positif)
Trycomonas -
Sisa makanan +
Ascaris -
Lemak -
Lekosit 1-2
Eritrosit 1-2
Amoeba -
Lain-lain Bakteri +1
Warna Kuning, lembek
Kista -
Ancylostoma + (Positif)
Trycomonas -
Sisa makanan +
Ascaris -
Lemak -
Lekosit 1-2
Eritrosit 1-2
Amoeba -
Lain-lain Bakteri +1
Gambaran Darah Tepi
Eritrosit Mikrositik, hipokrom, ovalosit, teardrop cell,
Leukosit Estimasi jumalah meningkat
Trombosit Estimasi jumlah normal, trombosit besar
Kesan : Anemia Mikrositik Hipokrom
c. 10 Desember 2015 (H4)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11,3 gr/dl 12 – 16 gr/dl
Hematokrit 37,2 % 36 – 47 %
Lekosit 8300 4000-10000/mm3
Trombosit 423000 150– 450 x 103/ul
Eritrosit 3,49 x 106 4,5-5,5 x 106
E. DAFTAR MASALAH
a. Badan Lemas 3 bulan
b. Anemia Mikrositik Hipokrom
c. Leukositosis
d. Ankylostomiasis
F. DIAGNOSIS BANDING
- Anemia Mikrositik Hipokrom et causa Ancylostomiasis
- Anemia Defisiensi Besi
G. DIAGNOSIS SEMENTARA
Anemia Mikrositik Hipokrom et causa Ancylostomiasis
H. INITIAL PLANNING
Initial Diagnosis:
-
Initial Terapi:
- Infus RL 10 tpm
- Transfuse PRC 2 Kolf jarak 4 jam
- Inj. Furosemid 15 mg
- Asam Folat 1 x 1mg
- Maltiron Syr 1x 1 cth
- Pirantel Pamoat 1 x 250 mg
Initial Monitoring
Monitoring suhu, frekuensi jantung, frekuensi pernapasan.
Initial Edukasi
• Menjelaskan pada keluarga tentang penyakit pasien dan menjelaskan cara penularan
penyakit yang diderita pasien.
• Menjelaskan pada pasien tentang penyebab penyakit, dan risiko penularan penyakit yang
diderita pasien.
• Menjelaskan pada pasien untuk meminum obat secara teratur dan control setelah 1
minggu keluar dari rumah sakit.
• Menjelaskan pada keluarga pasien agar menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat
tinggal pasien.
• Memeri motovasi pada pasien dan keluarga untuk sering mencuci tangan dengan sabun.
• Menjelaskan pada pasien tentang pola hidup bersih dan sehat.
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANEMIA
1. Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara
praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung
eritrosit (red cell count). (Bakta, 2011)
2. Etiologi
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: (Bakta,2011)
a. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
b. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
c. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
3. Kriteria Anemia
Kriteria Anemia menurut WHO (2012) :
Anak
Usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 gr/dL
Usia 6 -14 tahun Hb < 12 gr/dL
Dewasa
Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dL
Wanita dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dL
Wanita hamil Hb < 11 gr/dL
4. Klasifikasi Anemia
Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis : (Bakta.2011)
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastic
b. Anemia mieloptisik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
B. Anemia akibat perdarahan
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) - Thalasemia - Hemoglobinopati
struktural : HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
c. Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi: (Bakta.2011)
1. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks
eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab anemia
mikrositik hipokrom:
i. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
ii. Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
iii. Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.
2. Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,
hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan
konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101
fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran eritrosit.
3. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
i. Anemia defisiensi asam folat
ii. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
i. Anemia pada penyakit hati kronik
ii. Anemia pada hipotiroidisme
iii. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks
eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %).
Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam
folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan
myelodisplasia)
5. Gejala Anemia
Gejala umum anemia tergantung pada : (Bakta.2011)
a. Derajat penurunan hemoglobin
b. Kecepatan penurun hemoglobin
Gejala khas infeksi cacing tambang :
a. pucat
b. lemah, mudah lelah
c. sakit perut
d. pembengkakan parotis
e. warna kuning pada telapak tangan.
Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun
penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu. Gejala umum
anemia ini timbul karena : (Bakta.2011)
Affinitas oksigen yang berkurang Untuk peningkatan pengangkutan oksigen ke
jaringan yang efisien, dilakukan dengan cara mengurangi affinitas hemoglobin
untuk oksigen. Aksi ini meningkatkan ekstraksi oksigen dengan jumlah
hemoglobin yang sama.
Peningkatan perfusi jaringan Efek dari kapasitas pengangkutan oksigen yang
berkurang pada jaringan dapat dikompensasi dengan meningkatkan perfusi
jaringan dengan mengubah aktivitas vasomotor dan angiogenesis.
Peningkatan cardiac output Dilakukan dengan mengurangi fraksi oksigen yang
harus diekstraksi selama setiap sirkulasi, untuk menjaga tekanan oksigen yang
lebih tinggi. Karena viskositas darah pada anemia berkurang dan dilatasi vaskular
selektif mengurangi resistensi perifer, cardiac output yang tinggi bisa dijaga tanpa
peningkatan tekanan darah.
Peningkatan fungsi paru Anemia yang signifikan menyebabkan peningkatan
frekuensi pernafasan yang mengurangi gradien oksigen dari udara di lingkungan
ke udara di alveolar, dan meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia lebih banyak
daripada cardiac output yang normal.
Peningkatan produksi sel darah merah Produksi sel darah merah meningkat 2-3
kali lipat pada kondisi yang akut, 4-6 kali lipat pada kondisi yang kronis, dan
kadangkadang sebanyak 10 kali lipat pada kasus tahap akhir. Peningkatan produksi
ini dimediasi oleh peningkatan produksi eritropoietin. Produksi eritropoietin
dihubungkan dengan konsentrasi hemoglobin. Konsentrasi eritropoietin dapat
meningkat dari 10 mU/mL pada konsentrasi hemoglobin yang normal sampai
10.000 mU/mL pada anemia yang berat. Perubahan kadar eritropoietin
menyebabkan produksi dan penghancuran sel darah merah seimbang.
6. Diagnosis Anemia
Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity),
yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal ini penting
diperhatikan dalam diagnosis anemia. Tahaptahap dalam diagnosis anemia adalah:
(Bakta.2011)
a. Menentukan adanya anemia
b. Menentukan jenis anemia
c. Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
d. Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil
pengobatan.
ANCYLOSTOMIASIS
1. Infeksi Cacing Tambang (Hookworm)
Pada manusia disebabkan oleh Necator americanus (nekatoriasis) dan Ancylostoma
duodenale (ankilostomiasis). Cacing tambang mempunyai siklus hidup yang kompleks,
infeksi oleh larva melalui kulit dan mengalami migrasi ke paru – paru dan berkembang
menjadi dewasa pada usus halus. Infeksi cacing tambang menyebabkan anemia
mikrositik dan hipokromik karena kekurangan zat besi akibat kehilangan darah secara
kronis. Cacing dewasa terutama hidup di daerah yeyunum dan duodenum. Telur
dikeluarkan melalui tinja dan tidak infektif pada manusia. Larva filariform yang bersifat
infektif hidup secara bebas di dalam tanah dan air (Ideham, 2010).
Infeksi cacing tambang pada manusia disebabkan oleh infeksi parasit cacing
nematoda N. americanus dan Ancylostoma duodenale yang penularannya melalui kontak
dengan tanah yang terkontaminasi. Cacing ini merupakan penyebab infeksi kronis yang
paling sering, dengan jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan mencapai seperempat
dari populasi penduduk dunia di negara tropis dan subtropis. A. duodenale
penyebarannya secara geografis sangat terbatas Cacing dewasa hidup dan melekat pada
mukosa jejunum dan bagian atas ileum. Cacing betina A. duodenale memproduksi
20.000 telur sehari.
Dalam kondisi yang memungkinkan; tanah berpasir yang hangat dan lembab,
telur di tanah tumbuh dan berkembang menjadi embrio dalam 24-48 jam pada suhu 23
sampai 30 °C.Penularan terjadi karena penetrasi larva filariform melalui kulit atau pada
Ancylostoma duodenale lebih sering tertular karena tertelan larva filariform dari pada
penetrasi larva tersebut melalui kulit. Selanjutnya cacing ini tumbuh dan berkembang
menjadi cacing dewasa, kawin dan mulai bertelur empat sampai tujuh minggu setelah
terinfeksi. Larva filariform A. duodenale yang tertelan tumbuh dan berkembang menjadi
cacing dewasa tanpa migrasi paru. Cacing dewasa dapat hidup selama satu tahun
(Strikland, G.T. dkk, 2010).
2. Siklus Hidup
a. Fase cutaneus, yaitu cutaneus larva migrans, berupa efek larva yang
menembus kulit. Larva ini menyebabkan dermatitis yang disebut Ground itch.
Timbul rasa nyeri dan gatal pada tempat penetrasi.
b. Fase pulmonary, berupa efek yang disebabkan oleh migrasi larva dari pembuluh
darah kapiler ke alveolus. Larva ini menyebabkan batuk kering, asma yang
disertai dengan wheezing dan demam.
c. Fase intestinal, berupa efek yang disebabkan oleh perlekatan cacing dewasa pada
mukosa usus halus dan pengisapan darah. Cacing ini dapat mengiritasi usus halus
menyebabkan mual, muntah, nyeri perut, diare, dan feses yang berdarah dan
berlendir. Anemia defisiensi besi dijumpai pada infeksi cacing tambang kronis
akibat kehilangan darah melalui usus akibat dihisap oleh cacing tersebut di
mukosa usus. Jumlah darah yang hilang per hari per satu ekor cacing adalah 0,15
mL pada infeksi Ancylostoma duodenale. Jumlah darah yang hilang setiap
harinya adalah 5 mL/1000 telur/gram tinja pada infeksi Ancylostoma duodenale,
sehingga kadar hemoglobin dapat turun mencapai level 5 gr/dl atau lebih rendah.
Pada anak, infeksi cacing ini dapat menganggu pertumbuhan fisik dan mental.
3. Pemberantasan Infeksi Cacing
Strategi pemberantasan kecacingan di masyarakat tergantung bagaimana
Intervensi yang dilakukan pada salah satu siklus hidup parasit, akan
mempengaruhi transmisi parasit tersebut. Berdasarkan berbagai hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa prevalensi infeksi soil-transmitted helminths berhubungan dengan
higiene dan sanitasi serta sikap masyarakat. Penggunaan obat-obat antelmintik saat ini
tidak hanya terbatas pada pengobatan infeksi soiltransmitted helminths yang simptomatis
saja, tetapi juga dipakai dalam skala besar guna mengurangi angka morbiditas pada
masyarakat di daerah endemis. Banyak sekali bukti yang menunjukkankan bahwa infeksi
kronis soil-transmitted helminths dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, status gizi
yang buruk dan daya kognitif yang rendah pada anak (Bundy dkk, 2012).
a. pembinaan air bersih,
b. jamban keluarga
c. kesehatan lingkungan,
d. sesudah pengobatan cacing secara massal pada penduduk dapat mengurangi
penularan dan menurunkan prevalensi infeksi soil-transmitted helminths di pedesaan,
terutama pada anak usia kurang dari 10 tahun.
4. Penatalaksanaan
Pengobatan secara berkala dengan obat antelmintik golongan benzimidazol
(Pirantel Pamoat, mebendazol, Levamisol hidrokhlorit) pada anak usia sekolah dasar
dapat mengurangi dan menjaga cacing-cacing tersebut berada pada kondisi yang tidak
dapat menimbulkan penyakit (Bundy dkk, 2012). Keuntungan pemberantasan kecacingan
secara berkala pada kelompok anak usia sekolah meliputi :
a. Meningkatkan cadangan besi.
b. Meningkatkan pertumbuhan dan kondisi fisik.
c. Meningkatkan daya kognitif dan tingkat kehadiran sekolah.
d. Mengurangi kemungkinan terkena infeksi sekunder. (Jukes, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakta I. Made. Hematologi Klinik. Anemia Mikrositik hipokromik. Edisi 2 Penerbit
Jakarta 2011.
2. Bundy dkk. Ancylostoma infection in child and multiple helmint infectons: Impack and
control. Parasitology. 2012 ; 122 : S73-S81.
3. CDC, 2009. Siklus Hidup Hook Worm. Ascariasis dan ancilostomiasis pada anak.
4. Jukes M. Better Education Improvement Health And Nutrition: Implication for child
development programs. Pediatric Infection. 2013 : 76-145
5. WHO. Anemia In Child And the World Nutrition Situation- Nutrtion Life Cycle. ACC-
SCN : 2012
6. Strikland, G.T. dkk. Strategy For Education Hook Worm and Worm Infection. Worm
Infectoin Pediatric. 2010).
7. Ideham, B. 2010 . Helmitologi Kedokteran. Surabaya : Airlangga UniversityPress, 77-81,
89-99.
Recommended